//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Messages - Rico Tsiau

Pages: 1 ... 123 124 125 126 127 128 129 [130] 131
1936
diri sendiri yang melakukannya, maka akibatnya diri sendiri juga yang menanggungnya.

mengenai LDM, ada jalan yang menambah LDM, ada jalan untuk mengurangi LDM, tinggal anda laksanakan saja yang menurut anda baik.

terima kasih.

mohon jabarkan cakupan pembahasan Moha
saya tertarik pada topik ini.
 _/\_

1937
dasarnya, cari tahu, sudah tahu berguna atau tidak, lakukan menurut yang anda nyaman anda lakukan.

tahu salah dilakukan juga
tahu salah tidak dilakukan
tahu benar tidak dilakukan
tahu benar langsung melaksanakan

soal nyaman atau tidak itu anda sendiri yang merasakannya.

jika tahu salah, namun tetap melakukannya?
itukah Moha sesungguhnya?
atau tahu benar tapi tidak dilakukan.
kadar moha mana yang lebih berat?

1938
terkadang manusia mencari zona aman untuk dirinya, mencari pemecahan masalah dengan mencari pembenaran2 yang sesuai dengan keinginannya.

itu saja dari saya.

seperti yang saya bilang, mungkin saya terserang penyakit parah yang bernama Moha.

mohon bimbingannya.
 
_/\_ _/\_

1939
Sebuah perbuatan buruk bisa diawali dengan dosa saja, lobha saja, moha saja, atau rangkaian dua di antaranya, ataupun rangkaian ketiganya. Jadi saat moha muncul pada pikiran meskipun sendiri maka bisa dikategorikan sebagai perbuatan yang tidak baik. Bahkan dari apa yang pernah saya dengar (cmiiw), moha adalah kekotoran batin yang paling sulit dibanding dengan lobha dan dosa, karena dalam moha seseorang tidak lagi bisa melihat dan menilai baik sebagai baik dan buruk sebagai buruk, kadang menjadi seseorang yang keras kepala.

Sebagai orang awam yang senior-senior di DC menyebutnya sebagai puthujjana, kadang kala kita tidak menyadari bahwa kita sedang membenci/tidak menyukai sesuatu dengan menutupinya dengan melakukan perbuatan yang kelihatannya tidak membenci. Salah satu kasusnya dapat terjadi pada euthanasia. Seseorang memutuskan melakukan eutanasia kepada kerabatnya yang koma berbulan-bulan karena merasa kasihan, tidak tega kerabatnya menderita sakit terus. Sepertinya ini adalah perbuatan baik dimana membantu orang lain agar tidak menderita lagi. Padahal dibalik itu semua ada rasa benci, ketidaksukaan terhadap kondisi yang terjadi pada kerabatnya. Ia tidak suka kerabatnya menahan sakit, ia tidak suka melihat kerabatnya diinfus, bahkan tidak suka dengan bayaran tagihan rumah sakit yang membengkak.

Kita tidak suka anak kita nanti jatuh, kita tidak suka nanti anak kita sakit, tidak suka anak kita menangis pada malam hari, dst, bahkan tidak suka dimarahi orang tua dan dianggap anak durhaka. Berusaha menutupi ketidaksukaan ini kita melakukan perbuatan yang dianggap dapat melindungi anak dari jatuh, sakit dan menangis, dan dapat menghindar dari omelan orang tua, dalam hal ini kita melakukan tradisi pai cheng bu.

Jika bukan berlandaskan pada rasa tidak suka anak kita nanti jatuh, sakit dan menangis serta omelan orang tua, lalu apa dasarnya melakukan pai cheng bu? Apakah untuk mendapatkan pengakuan/penghargaan karena telah melakukan pelestarian budaya? Ini ujung-ujungnya adalah lobha, kehausan akan penghargaan dan kehormatan.

Inilah dosa, lobha dan moha yang terselubung, yang sebagai puthujjana kadang kala kita tidak melihatnya. Hanya para Arya saja yang telah bebas dari LDM. Untuk pembahasan LDM lebih mendalam saya persilahkan untuk menanyakannya pada senior-senior.

Demikian Sdr. Rico. Dan saya rasa sudah cukup saya menyampaikan pendapat saya mengenai tradisi pai cheng bu yang dikaitkan dengan Buddhisme sesuai dengan yang ditanyakan TS pada awal topik.

evam

sangat mendalam sekali pelajaran ini. saya sampe harus membaca berulang-ulang untuk dapat menangkap intisarinya.

terima kasih.

atas uraian senior Kelana, saya tidak dan atau belum bisa memberi komentar sikap pada tradisi ini.
sementara saya tarik semua ucapan saya diatas, saya akan merenungkannya kembali.
sepertinya saya sangat tertarik pada uraian Senior Kelana

boleh saya tau, di DC ini siapa yang menurut Senior Kelana yang mempunyai pemahaman yang lebih mendalam.
saya berencana Open Topic LDM ini pada sub Forum Diskusi Umum

atau apakah kita bahas disini saja, dan maukah anda memberikan pemahaman yang lebih detil tentang LDM?
seperti apa yang mendasari LDM ini, apa yang menkondisikan, dan lainnya
mohon bimbingan dari Senior

 _/\_ _/\_

1940
Hahahahah tidak juga kok,sebodoh2nya sifat manusia,manusia tetap mendambakan sifat2 luhur,mungkin kita tak dapat menolong semuanya,yang penting kita berusaha dan tidak menjadi seperti mereka

mendambakan sifat luhur, tapi pada suatu ketika makna sifat luhur dikaburkan oleh dogma agama.
membunuh orang lain bukanlah sesuatu yang luhur, namun pembunuhan sering terjadi atas dasar agama.

1941
Sedikit out of topic...
Saya jadi teringat obrolan saya dengan teman saya dulu.

Pada saat pembicaraan mengenai metode meditasi samatha dan vipassana, ia mengatakan pada saya, lebih baik tidak usah meditasi samatha. Lakukan saja vipassana, ini adalah cara tercepat menuju nibbana.

Saya tanyakan kenapa kamu bisa bilang begitu? Ia menjawab dan menjelaskan maksud dan tujuan dari metode vipassana.

Oh benar juga.. tidak ada yang salah dalam penjelasannya.. pikir saya pada saat itu.
Maka teman ku ini bilang lagi, kalau kita meditasi samatha, inilah dampak2 yang dapat terjadi ( sambil ia menjelaskan kelebihannya antara kedua metode itu )

Sebentar... Saya potong dulu.. 
Kamu melakukan metode vipassana karena kamu BERHASIL melihat manfaatnya kan?
Saya bukan seorang Bhante yang dapat menjelaskan hal meditasi dengan gamblang, ini bukan bidang saya, namun saya dapat menjelaskan hal ini kepada anda.

Ada yang melihat manfaat dari Samatha, maka itu ia menjalankan meditasi tersebut.
Ada yang melihat manfaat dari Vipassana, maka itu ia menjalankan meditasi tersebut.
Ada pula yang menyadari manfaat dari keduanya, maka ia menjalankan Meditasi.

Dalam meditasi, anda tidak bisa menekan tombol menu untuk memilih metode mana yang berjalan dalam meditasi anda.
Dalam meditasi, anda tidak bisa memesan menu yang anda inginkan lalu muncul apa yang anda pesan.

Jangan karena anda berhasil melihat manfaat dari vipassana maka anda katakan bahwa samatha tidak berguna.

Mungkin manfaat dan tujuannya yang belum anda pahami maknanya?

terima kasih..

satu lagi yang saya pelajari hari ini.

melihat adanya manfaat maka menjalankannya.

dan seperti uraian saya diatas, walau kabur tapi saya masih melihat manfaat tradisi ini walau mungkin orang lain tidak melihat seperti yang saya lihat.

1942
Menurut saya,
Hanya pikiran bersekutu dengan dosa (kebencian), loba (keserakahan), dan moha (kebodohan batin)  maka tindakan akan dikatakan perbuatan buruk.

Jika suatu tradisi hanya mewariskan hal yang tidak bermanfaat kepada generasi berikut mungkin akan mudah ditinggalkan, namun jika juga berdampak  menggerogoti kualitas mental?

Sungguh ironis, kadang kita ingin memberikan pandangan benar kepada anak kita, namun justru kita menjejelnya juga dengan suatu hal yang membebani mental mereka.

Terus terang, saya melihat topik ini berdasarkan pada kekhawatiran TS pada menjalankan tradisi orang tua, apakah nanti kalau tidak diikuti akan berakibat buruk atau tidak, serta “kutukan-kutukan” orang tua menyelimuti tradisi tesebut. Semua inilah yang saya sebut sebagai warisan. Saya tidak tahu apakah anda juga akan memaki dan mengutuk anak anda sebagai anak durhaka jika anak anda tidak melakuan tradisi yang sama.

Sekali lagi, tidak ada yang bisa melarang anda melakukan tradisi.

hampir dipastikan tiada konteks Loba dan Dosa pada tradisi ini. ini pemahaman saya pribadi.

Moha mungkin.

nah menjadi moha kalau kita tidak memahami atau memahami dan melakukan dengan tujuan pemahaman itu sendiri.
tradisi ini bertujuan meminta perlindungan pada ibu peri untuk melindungi anak. padahal hal tersebut sedikit rancu dengan meminta permohonan pada makhluk lain. toh karma kita lah yang akhirnya menentukan kondisi kita.
tapi menurut saya kalau kita melaksanakannya dengan maksud mempertahankan keunikan tradisi itu sendiri, dan juga akan mendapat ketenangan batin rasanya tidaklah salah dijalankan.
sekali lagi kita harus memahami bahwa saya melakukan bukan karena akan mendapat perlindungan, saya melakukan hanya alasan sebab lain yang tidak berhubungan dengan mencari perlindungan.

betul pada awal saya ragu, makanya saya buka topik ini dengan harapan mendapat jawaban yang tepat. banyak sekali ragam komentar dan masukan, beberapa saling bertentangan malah.
ada yang bilang sebaiknya ditinggalkan
ada yang bilang tidak apa-apa dilanjutkan

saya ambil jalan tengah, makanya saya kembali pada penilaian tradisi itu sendiri.
1. tujuan tradisi
tradisi ini bertujuan untuk meminta perlindungan Cheng Bu untuk melindungi, menjaga, membimbing anak kita yang masih kecil. dalam pemahaman bahwa setiap orang tua ada kalanya akan lalai dalam menjaga anak, maka timbul tradisi kepercayaan meminta perlindungan dari sesuatu yang lain yang menurut kepercayaan kuno sangatlah nyata keberadaan dia yang akan kita minta perlindungannya.
dalam hal ini saya tidak menemukan sesuatu yang negatif pada tujuan pelaksanaanya. kecuali pandangan yang salah.
nah kalau kita tetap melakukan dengan pandangan yang benar, bahwa tidak bakal ada sesuatu mahluk lain yang akan melindungi anak kita. rasanya hal tersebut tidak lah salah.
LAKUKAN TRADISI KARENA TRADISI ITU SENDIRI
simpel, tiada kaitan LDM disini.
2. warisan
entah kapan mulainya tradisi ini, tapi setahu saya nenek moyang saya sudah melakukannya dari dahulu kala. diwariskan turun temurun. ayah pada anak, anak pada anaknya lagi dan seterusnya entah kapan tradisi ini akan hilang.
dengan alasan kebudayaan dan tradisilah menjadikan salah satu tonggak peradaban manusia maka mempertahankan tradisi ini menjadi sebuah hal yang menurut saya cukup layak.
apakah saya akan mewariskan pada anak saya sesuatu yang tidak bermanfaat? itu hal lain lagi.
menurut saya seorang anak akan cendrung mengikuti atau mencontoh orang tuanya apa lagi pada hal-hal yang tidak dimengerti, dengan anggapan bahwa tindakan orang tuanya tidak salah jadi apa salahnya diikuti? nah dulu kita sering dihadapkan pada kondisi kalau kita bertanya kenapa? para orang tua selalu berkata jangan membangkang lakukan saja. hal tersebut salah, tugas kita sebagai orang tua harus memberikan pandangan dan pemahaman yang benar dan baik pada anak.
jadi jika saya ternyata mewariskan pada anak saya tradisi ini, maka saya akan memberi tahukan pada mereka pandangan dan pemahaman yang benar pada anak-anak saya. boleh di ikuti boleh di tinggalkan.

so what? tidak ada yang salah toh pada tradisi ini?

hal tersebutlah yang menghapus keraguan saya pada tradisi ini dan mungkin juga pada tradisi tradisi yang lainnya diluar topik ini.

namun pemahaman saya mungkin saja salah, dan mungkin justru saya dikuasai oleh MOHA yang parah.
untuk itu walau saya tegas pada pernyataan saya diatas, saya sangat wellcome pada masukan.
saya akan sangat senang jika ada yang bisa meyakinkan saya benar
saya juga akan sangat senang jika ada yang bisa meyakinkan saya salah
saya belajar
untuk itu saya sangat haus akan masukan untuk memperbaiki diri.

 _/\_ _/\_

1943
Pengalaman Pribadi / Re: Perjalanan menjadi seorang Buddhist
« on: 07 September 2011, 05:08:43 PM »
gw lahir di keluarga penganut kong fu cu.

kenal budha lewat pilem saolin
juga waktu isi formulir, ngisinya agama budha.

lewat sekolah baru resmi belajar ajaran budha waktu SMP
sma juga.
belajar sila, karma, patica samupada, empat kesunyataan mulia, jalan utama berunsur delapan, dll iclude belajar sejarah kehidupan sidharta gautama.

lingkungan membawa gw masuk aliran maetreya
qiutao segala, rajin pula ke vihara maetreya dan jadi aktif banget ngikutin kelas-kelas yang diberi embel2 kelas dharma.

lama di maetreya, kok makin lain ya ajarannya? kok merasa makin jauh sama ajaran sang budha.
lama-lama dan makin lama setelah sekian lama yang rasanya cukup lama juga untuk berlama-lama gw putuskan keluar dari maetreya.
sekarang lagi mempelajari dharma lewat forum, lewat artikel-artikel, lewat buku, lewat apa saja yang menjadi media penyampaian dharma.

gw lahap ajaran sang budha, peduli aliran apa. yang penting gw bisa belajar dharma. yang ragu gw cari tau kebenarannya, yang gw yakin gw laksanakan. peduli aliran apa, yang penting gw hepi. peduli aliran apa, gw gak paham yang gituan. yang gw tau dharma ajaran sang budha.

pemahaman dharma cetek, dangkal bisa dibilang sebatas pemahaman kurikulum sekolah
(jangan bahas dharma di maetreya please....)
istilah2 populer dalam agama budha gw gak hapal
makna hari besar dalam agama budha yang gw tau cuman waisak, lainnya ga tau apapun.
meditasi gw gak pernah, gak tau caranya.
fangshen gak pernah, malah hobi mancing ikan
gw bukan vegetarian
gw bukan orang yang rajin kunjungi vihara
gw bukan orang yang sering berdana, pernah tapi gak sering
gw juga gak membaca tripitaka dengan baik, sering download tapi sepenggal-sepenggal dan selalu lupa baca.
gw punya anak perempuan yang gw kasih embel2 nama budhist, "viriya" tepat di nama tengahnya
gw bla bla bla....


sekarang gw belajar dharma, dan belajar memahami dharma.
gak tau sampe kapan baru bisa mengerti dharma secara mendalam.
gw pelajari pelan-pelan tapi ketinggalan
gw pelajari dengan cepat tapi kagak ngerti
gimana coba?

akhirnya jika ada yang tanya
tanya : loe agama apa?
gw : agama budha
tanya : apa yang diajarkan dalam agama budha?
gw : janganlah berbuat kejahatan, tambahkanlah kebajikan, sucikan hati dan pikiran.

kesimpulan, gw budhist kah?

kesimpulan, gw cetek dan dangkal dalam pemahaman dhamma.

1944
udah toh... jangan pada berantem.

ini kan cuman topic ringan yang TS angkat karena keragu-raguan TS.
kok malah berkembang menjadi perdebatan benar salah dalam dangkal.

TS pernah dengar, dharma itu cuman "itu ke itu" aja kok (walau bukan segampang ato sesederhana ngucapin "itu ke itu" doank)... apapun alirannya, siapun yang jadi buddhanya, sama saja dharmanya gak pake ver 1.2 ato ver 3.5Beta ato apa gituuu...
bukan kata TS lhoooo TSnya belum sampe pada pemahaman begitu.

so mohon berikan kesempatan pada TS yang junior ini untuk belajar dharma lebih baik. seperti yang TS sampaikan pada post sebelumnya. pengetahuan dharma TS hanya terbatas pada kurikulum sekolah. kasian kan?

1945
hehe...

sepertinya thread ini telah pecah menjadi 2 topic berbeda.

tapi saya tetap pada topik semula.

ya... saran para senior saya ambil sesuai dengan kondisi saya saja.

sekarang menurut saya,
menjalankan tradisi PaiChengBu adalah murni sebuah tindakan spontan atas tradisi itu sendiri, kenapa harus ada karma jelek disini? betul tidak?

percaya bahwa hal tersebut akan membawa berkah, rezeki dan perlindungan mungkin bodoh.

namun meyakini itu sebagai tindakan positif adalah hal lain lagi. betul tidak?

walau akibatnya saya akan mewarisi tradisi yang katakanlah tidak bermanfaat pada keturunan saya, itu masalah lain lagi. apa yang kelak terjadi tidaklah pasti. bisa saja anak saya jadi pemeluk isl*m atau kr*sten atau bahkan atheist.
yang penting tugas saya sebagai orang tua akan memberikan pemahaman yang benar pada anak cucu, membimbing mereka pada dhamma. sekali lagi soal warisan tradisi ini saya pandang sebagai hal positif saja.

nah semua kembali pada pemahaman dhamma kita sendiri. saya mungkin cetek, tapi saya mau belajar. sekarang saya belajar.... dan terima kasih sekali atas masukannya. saya belajar lebih banyak pada sesi topic ini, dari pada saya bongkar sana sini, obok2 mbah suhu google yang hasilnya nol.

1946
wow...
sori, ini TS baru bisa nongol...  ^:)^

baru saya tinggalin beberapa hari, udah banyak post yang bertebaran nih...  :-? :-?

banyak yang OOT juga hmmmmmm  :o

but, tengkiu para senior mau memberikan tanggapan.
saya jadi bingung menjawab 1 per 1

hakikatnya menurut rangkuman saya dari banyak komentar yang ada, bahwa tradisi ini cukup layak di pertahankan.
anggap lah tiada bermanfaat bagi menjalankan dhamma dan seperti beberapa post tidak akan membawa kita pada pembebasan, tapi adalah perbuatan bijak untuk melestarikan budaya dan tradisi turun temurun nenek moyang.

lagian logikanya gini, saat kita mempunyai seorang anak. apa lagi anak pertama, berjuta rasanya lhoooo...
terus terang rasa cemas dalam perlindungan pada anak menjadi point yang cukup penting disini.
awalnya jika anak rewel ato bahkan sakit hal tersebut akan membuat orang tua menjadi panik, saya tidak tau yang lain tapi saya panik.
dalam kepanikan mungkin saja saya akan memutuskan mengambil tindakan terburu2 tanpa mempertimbangkan efek lanjutannya. nah dengan adanya tradisi ini ternyata cukup bermanfaat juga membuat saya tenang. dan dapat berpikir rasional. saya jadi mempunyai waktu untuk menganalisa secara kritis atas kondisi anak.
rewel, kenapa ya?
cek popok, basah gak?
cek bedong, terlalu ketat gak?
cek tali pusar, apa terluka?
cek suhu tubuh bayi, apa panas? sakitkah?
cek asupan susu, apa sudah pas? (kadang susu formula yang salah penyajian akan membuat perut bayi tidak nyaman)
cek suhu ruangan, terlalu dingin kah? terlalu panas kah?
cek kondisi psikologi bayi, rewel karena merasa tidak aman kah? (bayi cendrung merasa tidak aman, takut, dan gelisah makanya tangan bayi akan selalu terkepal. kehadiran orang tua dengan sentuhan, suara, dan rasa kasih sayang akan membuat bayi nyaman dan aman - CMIIW)
dan lainnya....

nah dengan tenang saya bisa mempelajari kondisi bayi saya, kenapa?
karena saya merasa nyaman, tidak dibebani rasa  takut dan bersalah dan gelisah karena tidak mengamalkan saran orang tua.
tidak secara signifikan, namun cukup membantu.

intinya rasa nyaman telah melakukan sesuatu kewajiban yang lazim, yang berefek pada ketenangan hati.
disebut kewajiban, ya karena disini melakukan Pai Cheng Bu dalam pandangan masyarakat luas (masy tionghoa, tentunya) sudah merupakan hal yang wajib hukumnya. seorang ayah, ibu atau para elder sudah secara turun temurun dibebankan kewajiban ini. jika tidak melaksanakan akan dianggap lalai terhadap anak.
ini serius lhoooo... (yang tentu merupakan pandangan masyarakat disini)

begitu menurut saya.

 _/\_ _/\_ _/\_

1947
[at] bro. rico

Hahahah... tentu saya ngerti karena ncim saya juga begitu... denger vihara atau Buddha aja udah berpikiran negatif dan mencela... tapi yah dikit" sy coba pendekatan seperti nih mau cetak buku Guanyin, mau ikut dana atau tidak?

Kalau mnrt saya sih, lebih baik anda jangan berhenti ke vihara, karena di vihara anda bisa belajar banyak dan mendapat banyak manfaat yang tidak anda dapatkan hanay dengan baca buku Dharma saja. Namun jangan bawa" nama Buddha di rumah, pendekatan bisa lewat para Bodhisattva Buddhis yang diyakini orang tua anda, paling mudah setahu saya adalah Guanyin dan Dizangwang (Ksitigarbha).  Apalagi bawa kaset segala lebih baik dihindari. Tunjukkan kalau anda benar-benar tulus mau mendlaami ajaran Buddha dan sikap anda pun berubah dengan lebih baik ketika mendalami Dharma. Nanti orang tua akan melihat sendiir bukti nyata ajaran Buddha.

Tradisi tetap anda ikuti saja, tetapi coba arahkan ke objek pemujaan yang sejati yaitu Triratna Buddha Dharma Sangha, kalau Shakyamuni Buddha nggak mau ya Guanyin, mayoritas pasti mau. Baru dari sana anda bisa step further lagi. Tapi yang paling penting adalah perubahan sifat dan sikap anda karena Dharma Sang Buddha. Jangan lupa meminta bantuan dari para Buddha Bodhisattva kalau anda merasa tidak sanggup. Kalau anda mau, anda bisa mengutarakan kesaksian ajaran Dharma dalam hidup anda pada ortu. Saya yakin apabila anda sungguh-sungguh percaya pada Dharma, mukjizat yang dihasilkan dari karma baik pasti akan muncul, karena saya juga mengalaminya.

Buddha mengatakan demikian. :)

 _/\_
The Siddha Wanderer

klo dewi guanyin sih dirumah memang ada, di altar di dudukan di samping TuaPekKong.
so ini udah dari dulu ada..

bahkan klo mo cerita lebih panjang lagi, kami dikampung punya kelenteng pribadi. warisan dari kakek, sekarang papa gw yang jadi pengurusnya.
tiap ce it cap go banyak warga desa yang datang.

so di dalam rumah ada Tua Pek Kong, Guanyin + sin cu pai Leluhur

nah dikelenteng ada (saya urutkan aja) ada Datok kong, Dewi Guanyin, dewa Kwankong, dewa Thai Sing Ya, ada Tua Pek Kong juga, trus ada Djelai Put Co (gw gak tau populernya apa ato nama lainnya) plus 1 lagi patung dewa Cau Tse Kong

nah para senior ngerti kan latar belakang keluarga saya.
itulah yang saya sebut sangat sulit mengenalkan dharma pada keluarga.

1948
sep sep...

makin banyak masukan yang berbobot untuk saya.
pada semua senior, tengkiu yooo...

bener juga kudu hati2 bakar kimcoa, ntar chengbu dapet bonus kasur + sprei juga hwa ha ha ha ....

 _/\_

1949
Bro. Rico, klo boleh tau para junior pergi ke vihara namana? Karena tradisi Buddhism apapun juga tetap mengajarkan berbakti pada leluhur, entah lewat Pattidana (Theravada) atau Ullambana (Mahayana) yang erat kaitannya dengan tradisi Tiongkok. Lagipula kenapa vegetarian pun disalahkan? Setahuku umat kelenteng juga banyak yang vegetarian? Hmmm...

Mengikuti tradisi demikian sbeneranya tidka maslaah, asal kita tahu mana yang benar sesuai Dharma. Karena kalau kita tahu, toh tradisi semacam itu paling hanya akan bertahan selama satu generasi. Generasi kita karena sudah tahu otomatis akan berhenti. Tapi kalau mau mengenalkan Dharma bisa banyak cara kok.

Chuanggong atau Chuangmu adalah dewa dewi Taoisme yang dipercaya masyarakat Hokkian mampu memberikan pasangan anak dan mampu menjaga anak. Waktu saya bayi juga pernah diadain sembahyangin kayak gini sama makco-ku...hahaha...

Dalam Sutra Dharani Perlindungan Anak dikatakan bahwa percuma seseorang memohon pada dewa Bintang Utara atau 28 konstelasi untuk menyembuhkan bayi yang sakit, karena yang bsia menyembuhkan hanyalah Buddha. Buddha dalam sutra itu juga mengajarkan bahwa siapapun yang bisa melafal Dharani dalam sutra tersebut maka para Raja Dewa, raja Naga, Raja Yaksha dan lain-lain akan melindungi bayi-nya. Dalam pandangan awam, bukankah lebih hebat dari yang hanya dua dewa saja (Chuangong Chuangmu) menjadi seluruh raja-raja dewata turut melindungi?

Dalam Mahayana Buddhisme, dewi pelindung anak dan penjaga anak bukanlah Chuangmu tetapi dewi Hariti (Gui Zi Mu) yang ada dalam Saddharmapundarika Sutra. Selain itu pelindung anak lainnya adalah Avalokitesvara atau Guanyin (Koyasu Kannon, Zimu Guanyin, Songzi Guanyin). Kalau misalnya ada kesempatan, bisalah mulai jelaskan bahwa sembahyang lebih baik diarahkan pada Avalokitesvara, tidak lagi Chuangmu. Itu kalau anda mau mengenalkan Buddhisme pelan-pelan. Avalokitesvara adalah wakil dari Sangha siswa sang Bhagava. Dan di kalangan masyarakat kelenteng Tionghoa tidak ada yang kesulitan memuja Guanyin.

 _/\_
The Siddha Wanderer


vihara mana aja bro, baik yang beraliran mahayana ato yang maitreya (didaerah saya yang paling terkenal cuman 2 aliran ini)
(kesampingkan dulu topik hangat di forum ini bahwa aliran maitreya = sesat, karena kita bukan membahas itu)

mengajarkan bakti kepada orang tua memang benar... bahkan santer dibicarakan.

tapi ini bukan saya mengatakan bahwa vihara tidak mengajarkan bakti kepada orang tua. tapi pengertian salah para elder tentang ajaran sang buddha. menurut mereka menaati ajaran sang buddha punya potensi bakalan berakhir menjadi seorang bhikku. dan pada beberapa kalau tidak mau dikatakan banyak kasus, para pembelajar dharma malah jadi sombong sewaktu berhadapan dengan orang tuanya. secara salah cara, waktu dan kondisi mengatakan tradisi ini itu (yang saya maksud tradisi warisan leluhur) adalah salah, dan sia2 dilaksanakan karena tidak akan membawa kita pada pencapaian lenyapnya dukha, tidak mengandung kebenaran apapun. dan harus mengikuti ajaran sang buddha baru benar.
hal ini tentu akan membuat para elder menjadi tersinggung, lha wong yang dicela adalah ajaran leluhur dari ratusan keturunan yang masih dijaga sampe hari ini. dan yang sudah mendarah daging. lama2 hal ini memupuk rasa tidak senang akan hal-hal berbau vihara.

saya ingat waktu saya pertama aktif di vihara, malah mama dan papa saya merasa terancam. awalnya saya tidak mengerti, kenapa ketika saya mempelajari ajaran yang benar malah saya tidak didukung.?
mereka berkata " jangan sering ke Vihara, ntar kamu malah jadi vegetarian malah ntar jadi bhiku dan meninggalkan keluarga kamu, bahkan ntar juga dirumah kamu tidak dipasang altar leluhur"

karena sedih melihat orang tua saya begitu, saya putuskan untuk tidak sering2 ke vihara. tapi saya belajar dharma dari buku, artikel, dll
jujur saya belum pernah membaca atau mempelajari ajaran dharma dari sutta atau sutra secara keseluruhan. hanya sepenggal2 yang dimuat dalam buku2 dan artikel.
bahkan saya juga tidak mempraktikan meditasi, karena gak ngerti.

intinya sekarang saya mengenal ajaran budha gak jauh2 dari kurikulum sekolah saja.

ceritanya gini, saya dulu adalah pengikut aliran maitreya. saya sangat rajin, ya saya berani berkata saya sangat rajin karena memang saya selalu hadir tiap ada upacara kebaktian. bahkan saya ikut KDMI (Kelas Dharma Maitreya Indonesia) dan sempat menjadi senior dikelas. (menjadi senior di kelas ini terhitung hebat lhooo, apalagi waktu itu saya masih SMA) juga kelas lainnya dengan tujuan untuk menjadi kader-kader pengembang aliran maitreya.
dalam aliran maitreya, vegetarian adalah menjadi topik yang selalu hangat. saran bervegetarian sangat santer terdengar sepanjang waktu di vihara maitreya.
kami semua dikasih kaset2 dari para penceramah handal di aliran maitreya, dengan harapan lebih memahami ajaran maitreya.
nah ketika saya bawa pulang kaset tersebut dan putar ulang dirumah, suasana hati para elder dirumah sudah menjadi tidak enak. bahkan sinis.

sebenarnya banyak hal lainnya yang saya gak tau menulisnya seperti apa, tapi intinya hal-hal berbau vihara, budha, dharma, dan lainnya adalah hal yang menjadi momok mengancam bagi para elder dirumah.
saya mengerti rasa ancaman bagi mereka, tapi saya tidak bisa menguraikan pada anda bagaimana.
gimana ya? (duh ngerti gak sih? mohon ngerti ya... ya... ya....!!!!??)


oh ya, sekarang saya bukan lagi pengikut aliran maitreya. bukan karena baca2 di forum DC ato di pengaruhi oleh teman ato orang laen. cuman saya merasa tidak nyaman pada ajaran-ajaran dan banyak pengertian2 juga tata cara di maitreya.
semakin saya mendalami ajaran ini, saya kok makin merasa jauh dari ajaran suhu sidharta.


tanya bro :
Dalam Sutra Dharani Perlindungan Anak dikatakan bahwa percuma seseorang memohon pada dewa Bintang Utara atau 28 konstelasi untuk menyembuhkan bayi yang sakit, karena yang bsia menyembuhkan hanyalah Buddha. Buddha dalam sutra itu juga mengajarkan bahwa siapapun yang bisa melafal Dharani dalam sutra tersebut maka para Raja Dewa, raja Naga, Raja Yaksha dan lain-lain akan melindungi bayi-nya. Dalam pandangan awam, bukankah lebih hebat dari yang hanya dua dewa saja (Chuangong Chuangmu) menjadi seluruh raja-raja dewata turut melindungi?

yang ini bener bro?

1950
jika itu adalah demi orang tua, tentu saja hal itu boleh anda lakukan, yang penting anda sendiri sudah memahami bahwa tindakan itu hanya sekedar untuk menenangkan orang tua anda, bukan untuk perlindungan anak anda. minimal anda sudah memiliki pandangan benar di sini.

tapi ada hal lain lagi yang bisa anda lakukan yang bermanfaat sangat besar bagi orang tua anda, yaitu dengan berusaha meluruskan pandangan orang tua anda. memperkenalkan Dhamma kepada orang tua anda, sampai mereka berkeyakinan pada Tiratana, menjalankan Pancasila Buddhis, dan sebagainya. hal ini mungkin akan menjadi tugas yg sangat berat bagi anda. tapi ini adalah wujud bakti yang sangat besar jasanya bagi anda dan juga bermanfaat besar bagi orang tua anda. apalagi jika anda membandingkan dengan bakti versi anda dengan cara mengikuti nasehat2 yang berasal dari pandangan keliru orang tua anda, manakah yang lebih baik?

benar yang ini saya juga sangat setuju. tapi tingkat kesulitannya sangat tinggi.

begini, dalam pandangan masyarakat tionghoa di daerah saya berasal sangat lah menitik beratkan bahwa para senior, orang tua dan para tetua selalu benar dalam pandangan mengenai kepercayaan. mereka dianggap lebih berpengalaman, lebih kenyang asam garam, omongannya dalam kasus tertentu hampir bagai perintah dalam militer.
jangan banyak tanya, jangan protes, cukup laksanakan dengan taat. dengan pengertian hal tersebut adalah untuk kebaikan para juniornya. baik masa sekarang maupun masa yang akan datang.
nah kata-kata dari para junior hanya berlaku untuk IPTEK saja, misal kasih tau cara pake handphone, kasih saran cara pake kulkas yang bener, kasih saran perawatan dan penggunaan kompor gas, dll
tapi jika mengenai hal yang berhubungan dengan kepercayaan, NO..!!!!!! kata2 junior yang mencoba mengenalkan dharma ato vihara ke para senior, orang tua dan tetua bisa dianggap keterlaluan dan jumawa.

gimana ya saya menjelaskannya, tapi kira2 begini:

"saya lebih kenyang asam garam, sebelum kamu lahir saya sudah tau makna kehidupan. jadi tolong jangan ajari saya mengenai bagaimana saya harus menjalankan kehidupan ini, dharma? apa itu? ajaran sang buddha? kamu mo jadi biksu ya? hidup itu yang penting kamu percaya pada para dewa , mohon rezeki, jangan lakukan kejahatan, mencuri, berkelahi, bla bla... menghormati/berbakti pada orang tua, menghormati leluhur, bla bla... niscaya kamu akan menjalani kehidupan yang baik"

"anak kecil jangan banyak omong, kamu anggap kamu lebih pintar ya? jangan mentang2 kamu sudah besar sekarang berbalik ngajarin saya mengenai ini itu. ingat waktu kamu belum bisa apa2 semua kami yang ajarin kamu"

"anak durhaka!!! dharma? sang buddha? sekalian aja kamu jadi hwesio (bikhu), ciak chai (vege), gak pegang Hio, nanti kalau saya mati kamu jangan datang sembahyang. sekalian kamu jangan sembahyang leluhur"

gitu lho susahnya.
dan jangan anggap saya ngarang cerita atas ucapan-ucapan diatas. ini realita didaerah saya.
di sini ada pengertian yang salah, bilamana ada anak yang rajin ke Vihara dan ngomongin mengenai dharma ato minimal sejarah hiduo sidharta gautama maka orang tuanya akan bersusah hati dan kadang sampe marah. karena ada pendapat miring, ntar klo tiap hari ke Vihara bisa2 itu anak jadi fanatik dan akan meninggalkan keluarga.
gak pegang hio, alias gak sembahyang leluhur lagi, menjadi seorang vegetarian yang sangat fanatik, bla bla bla...

makanya disini kami sebagai orang yang belajar dharma justru gak pernah menceritakan dharma pada orang tua.
ironis ya? padahal jika bisa mengenalkan dharma pada orang tua itu akan sangat baik sekali.
kejadian ini tidak hanya tejadi pada saya saja, hampir semua teman2 mengalami kesulitan dan bahkan tidak bisa sama sekali mengenalkan dharma pada orang tuanya sendiri.

nah tradisi turun temurun dari para leluhur yang kuat dan yang mendarah daging sukar sekali bila ditembus dengan omongan dari luar pelaku tradisi itu sendiri.

Pages: 1 ... 123 124 125 126 127 128 129 [130] 131
anything