menarik ada thread ini, sy mau tanya :
1. apa bener siddharta itu setelah lahir bisa melangkah 7 langkah dan langsung di sambut oleh daun teratai ? bener ato mithos ? di tripitaka ga tertulis loh...
2. buddha tau (maha mengetahui) devadatta itu mempunyai niat buruk dan akan memecahbelahkan sangha (memberikan kesempatan tuk berbuat baik jika diterima dalam sangha) serta akan melakukan upaya pembunuhan seorang buddha, koq masih diterima sebagai bhikkhu ?
3. apakah di buddhism boleh meminta2 pada patung ? seperti yg terlihat setiap selesai puja bhakti, berdoa sambil mengharapkan keselamatan/kesehatan/kemakmuran/rejeki/jodoh dan sebagainya ?
4. ada kata "syukur" yg berarti "berterima kasih kepada pencipta", apakah di buddhism jg ada tradisi untuk ber-syukur ? sedangkan buddhism mengenal sistem kamma/karma, segala sesuatu merupakan buah dr perbuatan, bukan karena ada yg mengatur, jd perlukan tradisi ber-syukur ?
5. sebenarnya apakah ada "doa" didalam buddhism ? jika tidak, dimana kita bisa memohon/meminta "sesuatu" kepada suatu sosok yg lebih hebat/berkuasa diluar diri kita ? bagaimana pun manusia pasti akan mencari pertolongan yg lebih dapat menenangkan bathin nya pada saat diri nya mengalami penderitaan yg sangat hebat...
6. bagaimana seseorang dapat masuk dalam kerangka berpikir yg paling dasar orang lain yaitu "faith"/keyakinan... sebagaimana kita liat, hal ini sangat mudah dilakukan oleh kalangan agama tetangga...
7. buddhism diklaim sarat dengan kebenaran, bagiamana membuktikan kebenaran yg ada didalam buddhism ? kebenaran disini, bukan teori ato kebenaran yg dibuat benar sepihak, tp lebih kearah kebenaran yg nyata dapat dilihat, disaksikan dan dipahami semua orang... contoh : matahari terbit di timur, semua orang yakin akan hal itu...
8. sejak kapan dan mengapa ada tradisi menggunakan buddha rupang/patung dalam setiap ritual/puja bhakti buddhism, apa makna dari penggunaan patung ?
9. anda, saya dan seluruh umat buddhism tidak pernah melihat/bertemu/bertatap muka langsung dengan buddha, dari mana anda mengetahui bahwa buddha itu benar/pernah ada dan dari mana anda mengetahui bahwa ajaran yg ada di tripitaka itu benar ucapan/ajaran dari buddha ?
10. apa tolak ukur kebenaran itu menurut masing2 dan menurut buddhism ? setiap agama mengklaim kebenaran masing2, jd kebenaran mana yg paling benar ato setidaknya mendekati kebenaran dan mengapa ?
1) Menurut Tipiataka, demikianlah adanya. Lalu apakah benar ada kejadian seperti itu? Belum tahu, karena belum bisa dibuktikan.
2) Pertama, Sang Buddha memberi kesempatan kepada Devadatta menjadi bhikkhu untuk memperbaiki sifat buruknya; serta memberi kesempatan kepada Devadatta untuk mencapai Pembebasan Tertinggi. Tetapi kemudian Devadatta malah menjadi siswa durhaka. Meski Sang Buddha mengetahui niat buruk Devadatta, tetapi Beliau tidak mengeluarkannya dari Sangha. Sebab Devadatta tidak (terbukti) melakukan pelanggaran Vinaya. Yang dilakukan Sang Buddha adalah menghimbau seluruh bhikkhu untuk menjauhi agar tidak terpengaruh oleh Devadatta.
3) Meminta-minta (berdoa) pada patung tidak dilarang dalam Buddhisme. Tetapi Buddhisme mengajarkan bahwa perbuatan seperti itu adalah tidak bermanfaat, dan makin menjerumuskan seseorang ke dalam kemelekatan.
4) Istilah "syukur" tidak mutlak merujuk rasa terimakasih kepada Tuhan. "Syukur" identik dengan rasa puas. Dengan demikian, istilah "syukur" dalam pemahaman Buddhisme berarti "merasa puas dengan segala sesuatu yang dimiliki, tidak serakah untuk memiliki sesuatu yang belum dimiliki, dan tidak menolak sesuatu yang sudah dimiliki".
5) "Doa" dalam pengertian umum adalah panjatan kepada Tuhan, bisa berupa ucapan syukur, bisa berupa permintaan. Apakah ada doa dalam Buddhisme? Sebenarnya tidak ada. Tetapi di dalam Buddhisme ada "pengharapan". Pengharapan ini adalah ucapan yang dikeluarkan sebagai komplemen atas suatu kehendak, dan lebih spesifik merupakan kehendak baik. Misalnya: "Semoga semua makhluk hidup berbahagia".
6) Untuk masuk ke dalam kerangka berpikir seseorang, kita harus memiliki keterampilan berbicara, penampilan yang menarik, pembawaan yang berwibawa, kemampuan mengelola pembahasan, keahlian menguasai pembicaraan. Selain itu, ada faktor lain yang cukup mendukung; yaitu keseragaman pola pikir kita dengan pola pikir orang lain. Bila pola pikir kita seragam dengan pola pikir orang lain, maka kita mudah mengambil tempat di kerangka pikirannya. Selain itu, manusia pada umumnya adalah makhluk yang serakah. Jika kita mampu menyentil sisi keserakahannya, maka kita mampu menguasainya; sehingga ia jatuh dalam persuasi kita.
7) Buddhisme dinyatakan sebagai ajaran yang dapat dibuktikan kebenarannya; sesuai dengan sifat Dhamma, yaitu "ehipassiko" (mengundang untuk dipraktikkan dan dibuktikan). Yang perlu dibuktikan adalah realitas dunia ini, seperti yang menjadi inti pembabaran Sang Buddha, yakni 4 Kebenaran Mulia. Membuktikan realitas dunia ini bisa dilakukan dalam skala kecil. Misalnya bisa dilihat secara kasat mata, bahwa setetes air sifatnya adalah tidak kekal, tidak bisa memberi kepuasan mutlak, dan tersusun oleh beberapa atom (tanpa inti).
8') Patung Sang Buddha pertama kali dibuat oleh Bangsa Yunani, ketika Buddhisme sedang berkembang di Tanah Yunani. Seni pahat yang dikuasai oleh Bangsa Yunani telah melahirkan patung-patung Sang Buddha dengan kualitas yang luar biasa indah. Hal ini memicu kreativitas berbagai bangsa lain untuk ikut meramaikan Buddhisme dengan patung Sang Buddha. Seiring berkembangnya zaman, puja bakti pun mulai dibumbui oleh altar dan patung Sang Buddha.
9) Yang pertama, Sang Buddha adalah tokoh sejarah yang sudah diakui keberadaanya oleh para ahli sejarah. Yang kedua, banyak fakta yang menunjukkan bahwa Sang Buddha pernah hidup dan turut andil dalam perkembangan peradaban manusia di Bumi ini. Yang ketiga, kandungan tulisan di Tipitaka itu mengandung kebijaksanaan dan moralitas yang tinggi. Ajaran seperti ini adalah ajaran yang bisa dituangkan oleh orang besar, yang tidak lain tidak bukan adalah Sang Buddha. Yang keempat, tulisan di Tipitaka terlalu rapi untuk disimpulkan sebagai dongeng belaka. Jika seluruh isi Tipitaka adalah dongeng, maka tentu ada banyak sekali kontradiksi di dalamnya. Nyatanya isi Tipitaka bisa dikatakan hampir sempurna, jarang sekali ditemukan kecacatan. Buddhisme mengajarkan berpikir realistis. Tidak tertutup kemungkinan bahwa Tipitaka yang berusia ribuan tahun itu tidak mengalami pergeseran. Tetapi sejauh inti pesan Sang Buddha masih ditemukan jelas, maka semua pergeseran minor seperti itu tidaklah menjadi masalah. Bahkan seumpamanya Sang Buddha dinyatakan sebagai tokoh fiktif, hal itu tidak mengubah hakikat Dhamma itu sendiri.
10) Tolak ukur kebenaran dalam Buddhisme adalah mempraktikkan dan melihat sendiri hasilnya. Kebenaran harus diselami oleh masing-masing orang. Kebenaran bukan untuk diterima secara bulat-bulat. Dalam Buddhisme, tidak ada keharusan untuk menerima kebenaran dengan "iman" (kepercayaan meski belum melihat). Dalam Buddhisme, setiap orang harus menerima kebenaran dengan menganalisa dan melihat kebenaran itu sendiri.