Kalau boleh urun pendapat, saya setuju dgn post (wiliam_phang) bbrp waktu yg lalu. Menurut saya kalau mau dianalisa, diurut-urut sebab-akibat-sebab-akibat, maka pada akarnya kebencian itu muncul karena belum menyadari anatta.
Bentuk2 penyebabnya bisa macam2, tapi kalau ditelusuri akhirnya ketemu akar yang sama. Analoginya penyebab yang macam2 itu adalah daun2 dan dahan2 dari pohon yang sama, yang kalau ditelusuri akhirnya sampai pada akarnya yaitu tidak menyadari akan konsep anatta.
Benci itu kan timbulnya karena konsep aku vs kamu, aku vs dia, dst. Benci timbul karena aku merasa terancam, merasa dirugikan, merasa disakiti, dst.
Padahal "aku" yang kita ganduli ini (yang kita sayang2, kita manjakan, kita pelihara dan besarkan) adalah ilusi saja. Kalau sudah memahami yang mana ilusi dan mana yang nyata, maka kebencian itu pun akan hilang. Karena subyek yang dirugikan itu sudah hilang, otomatis, perasaan benci yang timbul akibat hal2 itu juga hilang.
Bisa jadi mungkin ketika dijahati orang, bukan timbul benci, tapi timbul rasa kasihan. (saya bilang mungkin, soalnya ilmunya belum sampai ke sana, cuman bisa ngomong doank
)
----
Kalau belum bisa menyadari anatta, maka obat2 kebencian yang bisa diberikan sifatnya sementara, seperti kita memangkas daun dan ranting, selama belum ditebas akarnya, satu dipangkas nanti timbul lagi tunas baru di tempat lain, begitu seterusnya. Akhirnya benci-rindu-benci-rindu
.
Tapi kalau sudah akarnya yang ditebas, pikiran ttg "aku" yang salah, benar2 paham apa itu anatta, bukan cm secara intelektual tapi benar2 sadar, otomatis benci itu pun tidak akan timbul lagi.