“Bagaimanakah (dapat dikatakan bahwa) seseorang tidak menyerah pada suatu sidang lengkap yang sah? Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, … [244] (sama seperti ||4|| dengan menggantikan melakukan pelanggaran yang mengakibatkan kejatuhan menjadi tidak menyerah pada suatu sidang lengkap yang sah) … [245] … Penangguhan Pātimokkha ini adalah sah. ||6||
“Bagaimanakah (dapat dikatakan bahwa) seseorang menarik penerimaannya (atas suatu tindakan resmi yang telah diputuskan) dalam suatu sidang lengkap yang sah? Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu, … [244] (sama seperti ||4|| dengan menggantikan melakukan pelanggaran yang mengakibatkan kejatuhan menjadi menarik penerimaannya (atas suatu tindakan resmi yang telah diputuskan) dalam suatu sidang lengkap yang sah … Penangguhan Pātimokkha ini adalah sah. ||7||
“Bagaimanakah (dapat dikatakan bahwa) ia terlihat, terdengar, atau dicurigai telah jatuh dari perilaku bermoral? Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu … (sama seperti ||4|| dengan menggantikan melakukan pelanggaran yang mengakibatkan kejatuhan menjadi terlihat, terdengar, atau dicurigai telah jatuh dari perilaku bermoral … Penangguhan Pātimokkha ini adalah sah. ||8|| “Bagaimanakah (dapat dikatakan bahwa) ia terlihat, terdengar, atau dicurigai telah jatuh dari perilaku baik? Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu … (baca ||8||
“Bagaimanakah (dapat dikatakan bahwa) ia terlihat, terdengar, atau dicurigai telah jatuh dari pandangan benar? Ini adalah sebuah kasus, para bhikkhu … [246] (baca ||8||) … Penangguhan Pātimokkha ini adalah sah. Ini adalah sepuluh penangguhan Pātimokkha yang sah.” ||9||3||
Demikianlah bagian pengulangan pertama
Kemudian Yang Mulia Upāli menghadap Sang Bhagavā; setelah mendekat, setelah menyapa Sang Bhagavā, ia duduk dalam jarak selayaknya. Setelah duduk dalam jarak selayaknya, Yang Mulia berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut:
“Yang Mulia, jika seorang bhikkhu ingin melakukan suatu tugas untuk dirinya sendiri, berapakah kualitas yang dimiliki tugas itu yang boleh ia lakukan untuk dirinya sendiri?”
“Upāli, jika seorang bhikkhu ingin melakukan suatu tugas untuk dirinya sendiri, tugas yang boleh ia lakukan untuk dirinya itu harus memiliki lima kualitas. Upāli, jika seorang bhikkhu ingin melakukan suatu tugas untuk dirinya sendiri, maka ia harus mempertimbangkan: ‘Tugas itu yang ingin kulakukan untuk diriku sendiri, apakah sekarang adalah waktu yang tepat untuk melakukan tugas untukku, atau tidak?’ Jika, Upāli, setelah mempertimbangkan, ia mengetahui bahwa: ‘Sekarang adalah waktu yang salah untuk melakukan tugas untuk diriku sendiri, bukan waktu yang tepat,’ maka, Upāli tugas yang ingin ia lakukan untuk dirinya sendiri itu tidak boleh dilakukan. Tetapi jika, Upāli, setelah mempertimbangkan, ia mengetahui bahwa: ‘Sekarang adalah waktu yang tepat untuk melakukan tugas untuk diriku sendiri, bukan waktu yang salah,’ maka Upāli, bhikkhu itu harus mempertimbangkan lebih lanjut: ‘Tugas itu yang ingin kulakukan untuk diriku sendiri, apakah tugas itu yang ingin kulakukan untuk diriku sendiri adalah sesuatu yang benar, atau tidak?’ Jika, Upāli, setelah mempertimbangkan, ia mengetahui bahwa: ‘Tugas untuk diriku sendiri itu adalah sesuatu yang salah, bukan sesuatu yang benar,’ maka Upāli, tugas itu yang ingin ia lakukan untuk dirinya sendiri tidak boleh dilakukan. Tetapi jika, Upāli, setelah mempertimbangkan, ia mengetahui bahwa: ‘Tugas untuk diriku sendiri itu adalah sesuatu yang benar, bukan sesuatu yang tidak benar,’ maka Upāli, bhikkhu itu harus mempertimbangkan lebih lanjut: ‘Tugas itu yang ingin kulakukan untuk diriku sendiri, apakah tugas itu berhubungan dengan tujuan, atau tidak?’ Jika, Upāli, setelah mempertimbangkan, ia mengetahui bahwa: ‘Tugas untuk diriku sendiri itu tidak berhubungan dengan tujuan, bukan berhubungan dengan tujuan,’ maka Upāli, tugas itu yang ingin ia lakukan untuk dirinya sendiri tidak boleh dilakukan. Tetapi jika, Upāli, setelah mempertimbangkan, ia mengetahui bahwa: ‘tugas ini yang ingin kulakukan untuk diriku sendiri adalah berhubungan dengan tujuan, bukan tidak berhubungan dengan tujuan,’ maka Upāli, bhikkhu itu harus mempertimbangkan lebih lanjut: ‘Akankah aku, dengan melakukan tugas untuk diriku sendiri ini, menarik para bhikkhu yang adalah para sahabat dan kolegaku di pihakku sesuai dengan dhamma, sesuai dengan disiplin, atau tidak?’ jika, Upāli, setelah mempertimbangkan, ia mengetahui bahwa: ‘Aku, dengan melakukan tugas untuk diriku sendiri ini, tidak akan menarik para bhikkhu yang adalah para sahabat dan kolegaku di pihakku sesuai dengan dhamma, sesuai dengan disiplin,’ maka Upāli, tugas itu yang ingin ia lakukan untuk dirinya sendiri tidak boleh dilakukan. Tetapi jika, Upāli, setelah mempertimbangkan, bhikkhu itu mengetahui bahwa: [247] ‘Aku, dengan melakukan tugas untuk diriku sendiri ini, akan menarik para bhikkhu yang adalah para sahabat dan kolegaku di pihakku sesuai dengan dhamma, sesuai dengan disiplin,’ maka Upāli, bhikkhu itu harus mempertimbangkan lebih lanjut: ‘Setelah melakukan tugas untuk diriku sendiri ini, akankah hal ini menjadi percekcokan, pertengkaran, perselisihan, pertikaian, perpecahan dalam Saṅgha, kemarahan dalam Saṅgha, perbedaan dalam Saṅgha, atau tidak?’ jika, Upāli, setelah mempertimbangkan, ia mengetahui bahwa: ‘Setelah melakukan tugas untuk diriku sendiri ini, maka akan terjadi percekcokan … perbedaan dalam Saṅgha,’ maka Upāli, tugas itu yang ingin ia lakukan untuk dirinya sendiri tidak boleh dilakukan. Tetapi jika, Upāli, setelah mempertimbangkan, bhikkhu itu mengetahui bahwa: ‘Setelah melakukan tugas untuk diriku sendiri ini, tidak akan terjadi percekcokan … perbedaan dalam Saṅgha,’ maka Upāli, tugas itu yang ingin ia lakukan untuk dirinya sendiri boleh dilakukan. Demikianlah, Upāli, jika suatu tugas untuk diri sendiri yang dilakukan dengan memiliki lima kualitas ini, maka tidak akan ada penyesalan kelak.” ||4||
“Yang Mulia, jika seorang bhikkhu mencela, ingin mencela bhikkhu lain, setelah mempertimbangkan berapa kondisikah ia boleh mencela bhikkhu lain?”
“Upāli, jika seorang bhikkhu mencela, ingin mencela bhikkhu lain, setelah mempertimbangkan lima kondisi maka ia boleh mencela bhikkhu lain. Upāli, jika seorang bhikkhu mencela, ingin mencela bhikkhu lain, ia harus mempertimbangkan sebagai berikut: ‘Sekarang, apakah aku cukup murni dalam tingkah laku jasmani, apakah aku memiliki tingkah laku jasmani yang murni, tanpa cacat, tanpa cela? Apakah kondisi ini terdapat dalam diriku, atau tidak?’ Jika, Upāli, bhikkhu ini tidak cukup murni dalam tingkah laku jasmani, tidak memiliki tingkah laku jasmani yang murni, tanpa cacat, tanpa cela, maka akan ada di antara mereka yang berkata kepadanya: ‘Sudilah engkau, Yang Mulia, melatih dirimu sehubungan dengan jasmani’ – demikianlah mereka akan berkata kepadanya.
“Dan kemudian, Upāli, jika seorang bhikkhu mencela, ingin mencela bhikkhu lain, ia harus mempertimbangkan sebagai berikut: ‘Sekarang, apakah aku cukup murni dalam tingkah laku ucapan, apakah aku memiliki tingkah laku ucapan yang murni, tanpa cacat, tanpa cela? Apakah kondisi ini terdapat dalam diriku, atau tidak?’ Jika, Upāli, bhikkhu ini tidak cukup murni dalam tingkah laku ucapan … ‘Sudilah engkau, Yang Mulia, melatih dirimu sehubungan dengan ucapan’ – demikianlah mereka akan berkata kepadanya.
“Dan kemudian, Upāli, jika seorang bhikkhu mencela, ingin mencela bhikkhu lain, ia harus mempertimbangkan sebagai berikut: ‘Sekarang, apakah pikiran cinta kasih, tanpa niat buruk terhadap para pengembara-Brahma sahabatku, mantap dalam diriku? [243] apakah kondisi ini terdapat dalam diriku, atau tidak?’ Jika, Upāli, pikiran cinta kasih, tanpa niat buruk terhadap para pengembara-Brahma sahabatnya, tidak mantap dalam diri bhikkhu tersebut, maka akan ada di antara mereka yang berkata kepadanya: ‘Sudilah engkau, Yang Mulia, menegakkan pikiran cinta kasih terhadap para pengembara-Brahma yang menjadi sahabatmu.’ - demikianlah mereka akan berkata kepadanya.
“Dan kemudian, Upāli, jika seorang bhikkhu mencela, ingin mencela bhikkhu lain, ia harus mempertimbangkan sebagai berikut: ‘Sekarang, apakah aku adalah seorang yang banyak mendengar, seorang yang ahli dalam kelompok, gudang pengetahuan dalam kelompok? Atas hal-hal itu yang indah di awal, indah di pertengahan, indah di akhir, dan yang, dengan makna, dengan kata-kata, menyatakan pengembaraan-Brahma yang lengkap sepenuhnya, murni sepenuhnya – apakah hal-hal demikian banyak kudengar, kupelajari, kuulangi, kurenungkan, keperhatikan dengan seksama, ditembus dengan sempurna melalui penglihatan? Sekarang, apakah kondisi ini terdapat dalam diriku, atau tidak?’ Jika, Upāli, bhikkhu tersebut tidak banyak mendengar … jak hal-hal tersebut belum … ditembus dengan sempurna melalui penglihatan, maka akan ada di antara mereka yang berkata kepadanya: ‘Sudilah engkau, Yang Mulia, menguasai tradisi’ - akan ada di antara mereka yang berkata demikian kepadanya.
“Dan kemudian, Upāli, jika seorang bhikkhu mencela, ingin mencela bhikkhu lain, ia harus mempertimbangkan sebagai berikut: ‘Sekarang, apakah kedua Pātimokkha telah dengan benar diturunkan kepadaku secara terperinci, dikelompokkan dengan benar, diatur dengan benar, diselidiki dengan benar klausa demi klausa, sehubungan dengan bentuk tata bahasa? Apakah kondisi ini terdapat dalam diriku, atau tidak?’ Jika, Upāli, kedua Pātimokkha tidak dengan benar diturunkan kepada bhikkhu tersebut secara terperinci … sehubungan dengan tata bahasa, dan jika mereka berkata: ‘Dimanakah, Yang Mulia, hal ini dinyatakan oleh Sang Bhagavā?’ dan jika ketika ditanya demikian ia tidak mampu menjawab, maka akan ada di antara mereka yang berkata: ‘Sudilah engkau, Yang Mulia, mempelajari disiplin’ - akan ada di antara mereka yang berkata demikian kepadanya. Upāli, jika seorang bhikkhu mencela, ingin mencela bhikkhu lain, setelah mempertimbangkan lima kondisi ini maka ia boleh mencela bhikkhu lain. ||1||