Hubungan dengan Negara dan Politik Nasional
Wat Phra Dhammakāya tetap tidak berpihak dan netral dari politik ketika ia merupakan Soon-phuttachak-patibattham. Peraturan nomor enam dari sepuluh peraturan yang terpasang bagi setiap pengunjung komunitas itu dan juga di dalam Buku Paritta Dhammadāyāda menyatakan: "Tidak boleh ada kampanye atau kegiatan politik di dalam wat."16 Di dalam pembentukan Partai Palang Tham pada akhir 1980-an pimpinan wat, pada waktu itu Phra Dattajīvo, terang-terangan menolak undangan Mr Chamlong Srimuang untuk berpartisipasi dalam partai yang baru itu dalam percakapan telepon mereka.
17Ketidakberpihakan dalam politik ini tidak lagi benar bagi Wat Phra Dhammakāya. Wat ini mengambil peran aktif dalam pembentukan partai politiknya sendiri pada 14 Juni, 2000, Partai Thai-Mahā-rat,
18 setelah terungkap serangkaian skandal publik di kalangan pimpinan komunitas. Karena beberapa alasan praktis, partai itu tidak begitu sukses dalam pemilihan umum dan akhirnya dibubarkan dengan perintah pengadilan pada 24 Desember 2002.
19 Tampaknya, inisiatif politik Phra Dhammajayo tidak bekerja sebagaimana diharapkan dan pembentukan partai politik yang didukung oleh Dhammakāya ternyata merupakan kegagalan. Namun demikian, keterlibatan dalam politik nasional dilihat sebagai keperluan. Pimpinan wat secara terbuka mendukung calon-calon bagi posisi senator dalam pemilihan 2000 dan memperoleh pengaruh cukup besar di kalangan para senator. Pimpinan wat merencanakan bekerja sama dengan Partai Thai Rak Thai (TRT), karena mereka mempunyai sikap yang sama terhadap bisnis dan manajemen modal. Sayang sekali, TRT juga berafiliasi dengan Mr Chamlong Srimuang dan gerakan Santi Asoke. Namun, pimpinan Wat Phra Dhammakāya tidak ragu menjalin kontak erat dengan pimpinan TRT.
Perlahan-lahan, upaya itu membuahkan hasil. Keuntungan paling penting dalam politik bagi Wat Phra Dhammakāya adalah aliansinya dengan TRT di bawah pimpinan Mr. Thaksin Shinawatra pada awal 2005. Hubungan dengan TRT meningkatkan pamor pimpinan wat itu. Semua tuntutan yang dilancarkan oleh Kejaksaan Agung terhadap kepala vihara Wat Phra Dhammakāya dicabut dari pengadilan. Insiden itu merupakan salah satu peristiwa paling penting dalam sejarah sistem peradilan Thai. Seluk-beluk peristiwa ini tetap menjadi pokok perdebatan sengit dan kontroversi, oleh karena Jaksa Agung yang bertanggung jawab atas penuntutan terhadap kepala vihara itu tiba-tiba meninggal dunia. Ia pernah bersumpah bahwa ia akan mendorong tuntutan peradilan karena semua bukti kriminal sudah jelas. Setelah kematiannya yang mendadak, jenazahnya dikremasikan dengan cepat. Perdana Menteri Thaksin Shinawatra langsung menunjuk Jaksa Agung baru, yang tanpa menunda-nunda mencabut dari pengadilan semua 52 tuntutan terhadap kepala vihara.
20 Ini merupakan insiden pertama semacam ini yang terjadi dalam sejarah hukum di Thailand.
Pada pagi Minggu pertama dari September 2006, Phra Dhammajayo mengumumkan kemenangannya yang menentukan kepada massa dari Wat Phra Dhammakāya dengan kalimat kesukaannya dalam Bahasa Pali: Jitaṃ me (“Aku menang!”). Kemudian, setiap koran yang memuat kritik terhadap Kepala Vihara Wat Phra Dhammakāya diharuskan memuat permintaan maaf resmi. Sejak saat itu, publik Thai hampir tidak pernah melihat kritik terhadap Wat Phra Dhammakāya atau kepala viharanya. Juga, segera setelah itu, Phra Dhammajayo sekali lagi diangkat menjadi Kepala Vihara Wat Phra Dhammakāya.
Kudeta pada 19 September 2006 tidak mengakhiri ikatan dengan perdana menteri yang terguling, yang sekarang hidup dalam pengasingan di berbagai tempat di dunia. Wat Phra Dhammakāya secara aktif mempromosikan Partai Kekuatan Rakyat (PPP), yang muncul dari TRT. Sebagai tambahan dari dukungan terhadap beberapa murid yang mencalonkan diri dalam kampanye pemilihan pada 2008, para bhikkhu dari Wat Phra Dhammakāya secara terang-terangan mengatakan kepada para pengunjung untuk memilih PPP.
Sekalipun menghadapi kampanye negatif dan diskriminasi keras dari militer dan sektor konservatif dari politik Thai, PPP berhasil memenangkan pemilihan dan membentuk mayoritas dalam pemerintahan koalisi yang dipimpin oleh dua perdana menteri berturutan, Samak Sunthoravej dan Somchai Wongsawat. Namun PPP dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi Thailand pada Desember 2008, yang menyebabkan naiknya pemerintahan koalisi baru dipimpin oleh Partai Demokrat di bawah pimpinan Abhisit Vejjajiva.
Para mantan anggota PPP membentuk partai baru yang dinamakan Partai Pheu Thai yang melanjutkan kesetiaannya kepada Thaksin Shinawatra. Partai baru ini menang secara telak dalam pemilihan umum pada 2011. Wat Phra Dhammakāya lagi-lagi memainkan peran aktif dalam kampanye politik. Di bawah perdana menteri perempuan pertama Thailand, untuk pertama kali Wat Phra Dhammakāya mempunyai beberapa murid inti duduk di Parlemen. Pada dewasa ini, para pengikut setia Wat Phra Dhammakāya menjadi anggota senior dari partai-partai politik utama, yaitu Partai Pheu Thai, Partai Democrat, dan Partai Chart Thai Pattana untuk menyebutkan beberapa saja.
Pada 5 Desember 2011, dalam perayaan Ulang Tahun ke-84 Raja Bhumipol Adulyadej, kepala vihara mendapat gelar Phra Thammayanthera. Wakilnya mendapat gelar-pangkat Phraratch, setingkat lebih tinggi dalam sistem feodal kepangkatan, yang masih ada di dalam Dewan Sangha Thailand. Ini tanda jelas dari kemenangan wat di dalam pemerintahan dan persetujuan dari Dinasti Chakri. Namun, istana juga mengangkat kepala vihara Wat Loung Phor Soth Dhammakāyārām, pengecam tangguh dari Wat Phra Dhammakāya, dengan memberi pangkat Phra Thep, yang setara dengan pangkat Phra Dhammajayo.
16 Lihat juga Buku Paritta Dhammadāyāda (76).
17 Salah satu pengalaman langsung penulis, yang tinggal di in Wat Phra Dhammakāya. Palang Tham Party, 9 Juni 2531-10 Oct 2550.
18 Nama “Thai Mahā-rat” adalah nama bagi zaman keemasan di masa depan baru bagi Thailand sebagaimana dinubuatkan oleh Kepala Vihara Wat Phra Dhammakāya pada 1988, pada masa ketika wat itu sering dikunjungi oleh Putra Mahkota Maha Vajiralongkorn.
19 Ketetapan Mahkamah Konstitusi 63/2545; also,
www.concourt.or.th/download/Summary_desic/45.
20 Salah satu di antara tuntutan itu adalah Penghinaan Terhadap Raja (Lese Majeste). Pada 2000, saya pribadi diperiksa tiga kali oleh seorang pejabat polisi tingkat tinggi dari Departemen Keamanan selama lebih dari enambelas jam seluruhnya. Kepada saya dikatakan bahwa mereka telah memperoleh banyak dokumen penting yang diedarkan oleh pengikut wat. Mereka terkejut bahwa pimpinan wat mengharapkan berakhirnya Dinasti Chakri, Monarki di Thailand.