//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Kisah Devadatta  (Read 22483 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Kisah Devadatta
« on: 19 October 2011, 10:37:50 PM »
Kisah Devadatta ini diambil dari Vinaya Pitaka V, Cullavagga VII, Bab tentang Perpecahan Sangha, edisi Pali Text Society.

diterjemahkan apa adanya, termasuk gaya bahasa yg kaku khas PTS

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Kisah Devadatta
« Reply #1 on: 19 October 2011, 10:40:04 PM »
Kemudian Sang Bhagavā, setelah menetap di Anupiyā selama yang Beliau kehendaki, pergi melakukan perjalanan menuju Kosambī. Dengan melakukan perjalanan secara bertahap Beliau tiba di Kosambī. Di sana Sang Bhagavā menetap di vihara Ghosita. Kemudian ketika Devadatta sedang bermeditasi di dalam kamarnya suatu pemikiran muncul dalam benaknya sebagai berikut: “Siapakah  yang dapat menjadi gembira karena aku, sehingga karena ia gembira denganku maka aku akan dapat memperoleh banyak keuntungan dan kemasyhuran?”  kemudian Devadatta berpikir: “Pangeran Ajātasattu masih muda [184] dan juga memiliki masa depan yang cerah. Bagaimana jika aku membuatnya gembira, sehingga karena ia gembira denganku maka aku akan dapat memperoleh banyak keuntungan dan kemasyhuran?”

Kemudian Devadatta, setelah merapikan tempat tinggalnya, dengan membawa mangkuk dan jubahnya, pergi menuju Rājagaha; akhirnya ia tiba di Rājagaha.  Kemudian Devadatta, setelah mengubah wujudnya  menjadi seorang anak kecil dengan sabuk ular  muncul di pangkuan Pangeran Ajātasattu. Kemudian Pangeran Ajātasattu merasa khawatir, cemas, ketakutan, gelisah.  Kemudian Devadatta berkata kepada Pangeran Ajātasattu sebagai berikut: “Apakah engkau takut padaku, Pangeran?”

“Ya, aku takut. Siapakah engkau?”

“Aku Devadatta.”

“Jika engkau, Yang Mulia, adalah sungguh Guru Devadatta, mohon engkau kembali ke wujudmu semula.” Kemudian Devadatta melepaskan wujud anak kecilnya, berdiri, dengan mengenakan jubah luarnya dan jubah (lainnya) dan membawa mangkuknya, di hadapan Pangeran Ajātasattu. Kemudian Pangeran Ajātasattu, yang sangat gembira melihat kekuatan batin Devadatta, pagi dan malam hari melayaninya dengan lima ratus kereta, dan lima ratus persembahan nasi susu diberikan kepadanya sebagai persembahan makanan.  Kemudian muncul dalam diri Devadatta, dikuasai oleh perolehan, kehormatan, dan kemasyhuran,   pikirannya dikuasai oleh hal-hal itu, salah satu di antaranya adalah keinginan sebagai berikut: “Adalah aku yang akan memimpin perkumpulan para bhikkhu.”  Tetapi pada saat itu juga ketika ia berpikir demikian Devadatta mengalami kejatuhan dalam hal kekuatan batinnya.  ||1||

Pada saat itu  Kakudha  orang Koliya,  pelayan Yang Mulia Moggallāna Yang Agung,  baru saja meninggal dunia dan terlahir kembali dalam jasmani ciptaan-pikiran  tertentu, dan  sosoknya  bagaikan dua atau tiga lahan desa Magadha,  namun bahkan dengan sosok sebesar itu ia tidak melukai dirinya atau makhluk lain. Kemudian Kakudha sang deva muda menghadap Yang Mulia Moggallāna Yang Agung; setelah menghadap, setelah menyapa Yang Mulia Moggallāna Yang Agung, ia berdiri pada jarak yang selayaknya. Setelah ia berdiri pada jarak yang selayaknya, deva muda Kakudha berkata kepada Yang Mulia Moggallāna Yang Agung sebagai berikut:

“Devadatta, Yang Mulia, dikuasai oleh perolehan, kehormatan, dan kemasyhuran, pikirannya dikuasai oleh hal-hal ini, salah satu di antaranya adalah keinginan sebagai berikut: “Adalah aku yang akan memimpin perkumpulan para bhikkhu.”  Tetapi pada saat itu juga ketika ia berpikir demikian Devadatta mengalami kejatuhan dalam hal kekuatan batinnya.” Demikianlah Kakudha berkata si deva muda. Setelah mengatakan hal itu, setelah berpamitan dengan Yang Mulia Moggallāna Yang Agung, dengan Yang Mulia Moggallāna Yang Agung tetap di sisi kanannya ia lenyap dari sana. Kemudian Yang Mulia Moggallāna Yang Agung menghadap Sang Bhagavā; [185] setelah menghadap, setelah menyapa Sang Bhagavā, ia duduk dalam jarak selayaknya. Setelah ia duduk dalam jarak selayaknya, Yang Mulia Moggallāna Yang Agung berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut:

“Kakudha orang Koliya, Yang Mulia, yang baru saja meninggal dunia dan telah terlahir kembali dalam jasmani ciptaan-pikiran tertentu … Kemudian Kakudha si deva muda menghadapku … dengan aku tetap di sisi kanannya, ia lenyap dari sana.”

“Tetapi, Moggallāna, apakah Kakudha si deva muda melingkupi pikiranmu dengan pikirannya agar engkau mengetahui apa yang dikatakan oleh Kakudha si deva muda, bahwa demikianlah adanya dan bukan sebaliknya?”

“Yang Mulia, Kakudha si deva muda melingkupi pikiranku dengan pikirannya agar aku mengetahui apa yang dikatakan oleh Kakudha si deva muda, bahwa demikianlah adanya dan bukan sebaliknya.”

“Perhatikan apa yang engkau katakan, Moggallāna, perhatikan apa yang engkau katakan,  Moggallāna. Si dungu ini  akan mengkhianati dirinya sendiri, oleh dirinya sendiri. ||2||

“Moggallāna, terdapat lima guru ini di dunia ini.  Apakah lima ini?

“Ada kalanya, Moggallāna, ketika seorang guru, tidak murni dalam hal perilaku moral, berpura-pura, “aku murni dalam perilaku moral,’ dan ia mengatakan, “perilaku moralku murni, bersih, tanpa noda.’ Para siswa mengetahui ini sehubungan dengannya: ‘Guru ini, tidak murni dalam perilaku moral berpura-pura … tanpa noda.’ Tetapi mereka berpikir: ‘Jika kami memberitahukan hal ini kepada para perumah tangga, ia tidak akan menyukainya, dan bagaimana mungkin kami melakukan  apa yang tidak disukainya? Terlebih lagi ia setuju untuk (menerima)  benda-benda kebutuhan seperti jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan untuk yang sakit. Apa pun yang seharusnya dilakukan oleh seseorang, bahkan dengan itu ia  akan dikenal.’ Moggallāna, para siswa melindungi guru seperti itu sehubungan dengan perilaku moral dan guru itu mengharapkan perlindungan dari para siswa sehubungan dengan perilaku moral. ||3||

“Kemudian, Moggallāna, ada kalanya ket8ika seorang guru, tidak murni dalam hal penghidupan, berpura-pura … [186] … tidak murni dalam hal mengajar dhamma, berpura-pura … tidak murni dalam pembabaran … tidak murni dalam pengetahuan dan penglihatan, berpura-puran … Moggallāna, para siswa melindungi guru seperti itu sehubungan dengan pengetahuan dan penglihatan dan guru itu mengharapkan perlindungan dari para siswa sehubungan dengan pengetahuan dan penglihatan. Ini, Moggallāna, adalah lima guru yang terdapat di dunia ini.

“Tetapi Aku, Moggallāna, murni dalam hal perilaku moral, Aku mengakui bahwa Aku murni dalam hal perilaku moral, bahwa perilaku moralKu adalah murni, bersih, tanpa noda. Dan para siswa tidak melindungiKu sehubungan dengan perilaku moral dan Aku tidak mengharapkan perlindungan dari para siswa sehubungan dengan perilaku moral. Aku murni dalam penghidupan … Aku murni dalam hal mengajar dhamma … Aku murni dalam hal pembabaran … Aku murni dalam hal pengetahuan dan penglihatan. Aku mengakui bahwa Aku murni dalam hal pengetahuan dan penglihatan, bahwa pengetahuan dan penglihatanKu adalah murni, bersih, tanpa noda. Dan para siswa tidak melindungiKu sehubungan dengan pengetahuan dan penglihatan dan Aku tidak mengharapkan perlindungan dari para siswa sehubungan dengan pengetahuan dan penglihatan.” ||4||

Kemudian Sang Bhagavā, setelah menetap di Kosambī selama yang Beliau kehendaki, melakukan perjalanan menuju Rājagaha. Melakukan perjalanan secara bertahap, akhirnya Beliau tiba di Rājagaha. Si sana Sang Bhagavā menetap di Hutan Bambu di Taman Suaka Tupai.  Kemudian beberapa bhikkhu menghadap Sang bhagavā; setelah menghadap, setelah menyapa Sang Bhagavā, mereka duduk dalam jarak selayaknya. Setelah mereka duduk dalam jarak selayaknya, para bhikkhu ini berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut:

“Pangeran Ajātasattu, Yang Mulia, setiap pagi dan malam hari pergi melayani Devadatta dengan lima ratus kereta, dan lima ratus persembahan nasi susu dibawa sebagai persembahan makanan.”

“Para bhikkhu, jangan iri pada perolehan dan kehormatan dan kemasyhuran Devadatta. Karena, para bhikkhu, selama Pangeran Ajātasattu setiap pagi dan malam pergi melayani Devadatta dengan dengan lima ratus kereta [187] dan (selama) lima ratus persembahan nasi susu dibawa sebagai persembahan makanan, maka Devadatta akan mengalami kemunduran dalam hal kondisi-kondisi batin, bukan kemajuan. Hal ini, para bhikkhu, bagaikan melemparkan  kantung daging  ke hidung seekor anjing buas – seperti halnya, para bhikkhu, anjing itu akan menjadi semakin buas, demikian pula, para bhikkhu, selama Pangeran Ajātasattu setiap pagi dan malam pergi melayani … maka Devadatta akan mengalami kemunduran dalam hal kondisi-kondisi batin, bukan kemajuan. Perolehan, kehormatan, dan kemasyhuran Devadatta  akan membawa bencana baginya. Perolehan, kehormatan, dan kemasyhuran Devadatta akan membawa kehancuran baginya. Seperti halnya, para bhikkhu, sebatang pohon pisang yang berbuah untuk menghasilkan bencana bagi pohon itu, berbuah untuk menghasilkan kehancuran bagi pohon itu, demikian pula, para bhikkhu, perolehan, kehormatan, dan kemasyhuran Devadatta akan membawa bencana baginya, perolehan, kehormatan, dan kemasyhuran Devadatta akan membawa kehancuran baginya. Seperti halnya, para bhikkhu, sebatang pohon bamboo … sebatang buluh, berbuah untuk menghasilkan bencana baginya … demikian pula, para bhikkhu, perolehan, kehormatan, dan kemasyhuran Devadatta akan membawa … kehancuran baginya,

Sesungguhnya buah pisang akan menghancurkan,
   Buah bamboo, buah buluh,
   Demikian pula kehormatan menghancurkan si dungu,
   Bagaikan janin seekor bagal.”  ||5||2||

Demikianlah bagian pengulangan pertama

Pada saat itu Sang Bhagavā sedang duduk membabarkan dhamma dengan dikelilingi oleh banyak pengikut, termasuk sang raja.  Kemudian Devadatta bangkit dari duduknya, setelah memberi hormat kepada Sang Bhagavā dengan merangkapkan tangan, berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut: “Yang Mulia, sekarang Sang Bhagavā sudah tua, jompo, didera bertahun-tahun, Beliau telah menjalani umur kehidupanNya dan menjelang akhir hidupNya ; Yang Mulia, sudilah Yang Mulia sekarang merasa puas dengan kediaman nyaman di sini dan saat ini,  sudilah Beliau menyerahkan kumpulan para bhikkhu ini kepadaku. Adalah aku yang akan memimpin kumpulan para bhikkhu ini.”

“Cukup, Devadatta, jangan memimpin kumpulan para bhikkhu ini.” Dan untuk ke dua kalinya … Dan untuk ke tiga kalinya Devadatta berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut: “Yang Mulia, sekarang Sang Bhagavā sudah tua, jompo, didera bertahun-tahun …  Adalah aku yang akan memimpin kumpulan para bhikkhu ini.”

“Aku, Devadatta, tidak akan menyerahkan kumpulan para bhikkhu ini bahkan kepada Sāriputta dan Moggallāna. Bagaimana mungkin Aku menyerahkannya kepadamu, seorang malang yang untuk dimuntahkan bagai ludah?”

Kemudian Devadatta berpikir: [188] “Sang Bhagavā di depan kumpulan ini yang termasuk sang raja, mencelaku dengan (menggunakan) kata, ‘untuk dimuntahkan bagai ludah,’ sementara Beliau memuji Sāriputta dan Moggallāna,” karena marah dan tidak senang, setelah berpamitan pada Sang Bhagavā, ia pergi dengan Beliau tetap di sini kanannya.

Dan ini adalah kali pertama Devadatta merasa dengki terhadap Sang Bhagavā. ||1||

Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut: “Baiklah, para bhikkhu, silakan Sangha melakukan suatu tindakan (resmi) informasi  melawan Devadatta di Rājagaha dengan tujuan mengumumkan bahwa Devadatta dulu bersifat seperti itu, sekarang ia berubah; dan bahwa apa pun yang dilakukan oleh Devadatta melalui tindakan atau ucapan, dalam hal itu baik Sang Tathāgata atau pun dhamma atau pun Sangha tidak bertangung jawab, melainkan hanya Devadatta yang bertanggung jawab. Dan beginilah, para bhikkhu, hal ini dilakukan: Sangha harus diberitahukan oleh seorang bhikkhu yang berkompeten dan berpengalaman sebagai berikut: ‘Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Jika dianggap baik oleh Saṅgha, silakan Sangha melakukan suatu tindakan informasi melawan Devadatta di Rājagaha, dengan tujuan mengumumkan bahwa Devadatta dulu bersifat seperti itu, sekarang ia berubah; dan bahwa apa pun yang dilakukan oleh Devadatta … hanya Devadatta yang bertanggung jawab. Ini adalah usul. Yang Mulia, mohon Sangha mendengarkan saya. Sangha melakukan tindakan (resmi) informasi melawan Devadatta di Rājagaha, untuk mengumumkan bahwa … hanya Devadatta yang bertanggung jawab. Jika pelaksanaan tindakan (resmi) informasi melawan Devadatta di Rājagaha ini sesuai dengan keinginan Yang Mulia, maka Yang Mulia cukup berdiam diri, mereka yang tidak menginginkan, silahkan berbicara. Tindakan (resmi) informasi melawan Devadatta di Rājagaha, dengan tujuan mengumumkan bahwa Devadatta dulu bersifat seperti itu, sekarang ia berubah; dan bahwa apa pun yang dilakukan oleh Devadatta … hanya Devadatta yang bertanggung jawab dilaksanakan oleh Sangha. Hal Ini sesuai keinginan Saṅgha, oleh karena itu Saṅgha berdiam diri. Demikianlah saya memahami hal ini.’”

Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada Yang Mulia Sāriputta sebagai berikut: “Baiklah, apakah engkau, Sariputta, yang akan memberikan informasi melawan Devadatta di Rājagaha?”

“Sebelumnya, Yang Mulia, aku memuji Devadatta di Rājagaha dengan mengatakan: ‘Putera Godhi memiliki kekuatan batin yang luar biasa, putera Godhi memiliki keagungan luar biasa.’ Bagaimana aku dapat, Yang Mulia, memberikan informasi melawan Devadatta di Rājagaha?”

“Bukankah hal itu adalah kebenaran yang engkau ucapkan, Sāriputta, ketika engkau memuji Devadatta di Rājagaha dengan mengatakan: ‘Putera Godhi memiliki … keagungan luar biasa’?”

“Benar, Yang Mulia.”

“Meskipun begitu, Sāriputta, jika engkau memberikan informasi melawan Devadatta di Rājagaha, hal itu juga benar.”

“Baiklah, Yang Mulia,” Yang Mulia Sāriputta menyetujui Sang Bhagavā. ||2||

Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu, sebagai berikut: “Baiklah, para bhikkhu, biarlah Saṅgha menunjuk Sāriputta untuk memberikan informasi melawan Devadatta di Rājagaha dengan mengatakan: ‘Devadatta dulu bersifat seperti itu, sekarang ia berubah; dan bahwa apa pun yang dilakukan oleh Devadatta melalui tindakan atau ucapan, dalam hal itu baik Sang Tathāgata atau pun Sangha tidak bertangung jawab, melainkan hanya Devadatta yang bertanggung jawab.’ Dan beginilah, para bhikkhu, penunjukan Sāriputta disepakati: Pertama-tama, Sāriputta harus diminta; setelah diminta, Saṅgha harus diberitahukan oleh seorang bhikkhu yang berkompeten dan berpengalaman, dengan mengatakan: ‘Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Jika dianggap baik oleh Saṅgha, maka Saṅgha harus menyetujui Sāriputta [189] untuk memberikan informasi melawan Devadatta di Rājagaha dengan mengatakan: ‘Devadatta dulu bersifat seperti itu … hanya Devadatta yang bertanggung jawab.’ Ini adalah usul. Jika kesepakatan untuk menunjuk Sāriputta untuk memberikan informasi melawan Devadatta di Rājagaha, dengan mengatakan: ‘Devadatta dulu bersifat seperti itu … hanya Devadatta yang bertanggung jawab’ ini sesuai dengan keinginan Yang Mulia, maka Yang Mulia cukup berdiam diri, mereka yang tidak menginginkan, silahkan berbicara. Yang Mulia Sāriputta ditunjuk oleh Saṅgha untuk memberikan informasi melawan Devadatta di Rājagaha dengan mengatakan: ‘Devadatta dulu bersifat seperti itu … hanya Devadatta yang bertanggung jawab’ … Hal ini sesuai keinginan Saṅgha, oleh karena itu Saṅgha berdiam diri. Demikianlah saya memahami hal ini’.”

Yang Mulia Sāriputta, yang telah ditunjuk (demikian), setelah memasuki Rājagaha bersama dengan beberapa bhikkhu, memberikan informasi melawan Devadatta di Rājagaha dengan tujuan untuk mengumumkan bahwa: “Devadatta dulu bersifat seperti itu, sekarang ia berubah; dan bahwa apa pun yang dilakukan oleh Devadatta melalui tindakan atau ucapan, dalam hal itu baik Sang Tathāgata atau pun dhamma atau pun Sangha tidak bertangung jawab, melainkan hanya Devadatta yang bertanggung jawab.” Orang-orang itu yang kurang berkayinan, tidak mempercayai, yang kurang cerdas, berkata sebagai berikut: “Para petapa ini, para putera Sakya cemburu, mereka iri pada perolehan dan kehormatan Devadatta.” Tetapi mereka yang berkeyakinan dan yang percaya,  yang bijaksana dan cerdas berkata sebagai berikut: “Hal ini pasti bukan urusan biasa sehingga Sang Bhagavā memutuskan untuk memberikan informasi melawan Devadatta di Rājagaha.” ||3||

Kemudian Devadatta mendatangi Pangeran Ajatasattu; setelah mendatanginya, ia berkata kepada Pangeran Ajātasattu sebagai berikut: “Dulu,  pangeran, orang-orang berumur panjang, sekarang mereka berumur pendek, dan adalah mungkin bahwa engkau, selagi masih menjadi seorang pangeran, meninggal dunia, sekarang engkau, pangeran, setelah membunuh ayahmu, akan menjadi raja. Aku, setelah membunuh Sang Bhagavā, aku menjadi Yang Tercerahkan.” Dan Pangeran Ajātasattu berpikir: “Guru Devadatta memiliki kekuatan batin yang luar biasa, keagungan yang luar biasa; Guru Devadatta pasti mengetahui (apa yang benar).” Setelah mengikatkan sebilah belati  di pahanya, pada dini hari (walaupun) ngeri, cemas, takut, gelisah, memasuki kamar pribadi (raja) dengan paksa. Tetapi menteri yang menjaga kamar pribdi melihat Pangeran Ajātasattu pada dini hari itu (walaupun) ngeri, cemas, takut, gelisah, memasuki kamar pribadi (raja) dengan paksa. Melihatnya, mereka menangkapnya, mereka menggeledahnya, dan setelah melihat sebilah belati terikat dipahanya, mereka bertanya kepada Pangeran Ajātasattu: “Apa yang hendak engkau lakukan, pangeran?”

“Aku hendak membunuh ayahku.”

“Siapakah yang menyuruhmu?”

“Guru Devadatta.” Beberapa menteri memberikan pendapat: “Pangeran harus dibunuh dan Devadatta serta seluruh bhikkhu harus dibunuh.”  Beberapa menteri memberikan pendapat: “Para bhikkhu tidak perlu dibunuh karena para bhikkhu tidak melakukan kesalahan,  tetapi Pangeran dan Devadatta harus dibunuh.” Beberapa menteri memberikan pendapat: “Pangeran tidak perlu dibunuh, juga Devadatta dan para bhikkhu tidak perlu dibunuh. Raja harus diberitahu dan kita akan melakukan apa pun yang dikatakan raja.” ||4||

Kemudian para menteri ini, membawa Pangeran Ajātasattu menghadap Raja Seniya Bimbisara dari Magadha; [190] setelah menghadap, mereka memberitahukan persoalan ini kepada Raja Seniya Bimbisara dari Magadha. Ia berkata: “Pendapat apakah, yang telah terbentuk oleh para menteriku?”

“Beberapa menteri, Baginda, memberikan pendapat ini … Beberapa menteri, Baginda, memberikan pendapat ini … Beberapa menteri, Baginda, memberikan pendapat ini: ‘Pangeran tidak perlu dibunuh, juga Devadatta dan para bhikkhu tidak perlu dibunuh. Raja harus diberitahu dan kita akan melakukan apa pun yang dikatakan raja.’”

“Apakah, para menteriku, hubungan Sang Tathāgata atau dhamma dengan kasus (ini)? Bukankah Sang Bhagavā telah memberikan informasi melawan Devadatta di Rājagaha untuk memgumumkan bahwa Devadatta dulu bersifat seperti itu, sekarang ia berubah; dan bahwa apa pun yang dilakukan oleh Devadatta melalui tindakan atau ucapan, dalam hal itu baik Sang Tathāgata atau pun dhamma atau pun Sangha tidak bertangung jawab, melainkan hanya Devadatta yang bertanggung jawab?”

Para menteri ini yang telah memberikan pendapatnya sebagai berikut: ‘Pangeran harus dibunuh dan Devadatta serta seluruh bhikkhu harus dibunuh,’ mereka ini ia bubarkan.  Para menteri ini yang telah memberikan pendapatnya sebagai berikut: ‘Para bhikkhu tidak perlu dibunuh karena para bhikkhu tidak melakukan kesalahan, tetapi Pangeran dan Devadatta harus dibunuh,’ mereka ini ia turunkan jabatannya. Para menteri ini yang telah memberikan pendapatnya sebagai berikut: ‘’Pangeran tidak perlu dibunuh, juga Devadatta dan para bhikkhu tidak perlu dibunuh. Raja harus diberitahu dan kita akan melakukan apa pun yang dikatakan raja.’ Mereka ini ia naikkan jabatannya. Kemudian Raja Seniya Bimbisara dari Magadha berkata kepada Pangeran Ajātasattu sebagai berikut:

“Mengapa engkau, pangeran, ingin membunuhku?”

“Baginda, aku menginginkan kerajaan.”

“Jika engkau, pangeran, menginginkan kerajaan, maka kerajaan ini menjadi milikmu,” dan ia menyerahkan kerajaan itu kepada Pangeran Ajātasattu. ||5||
« Last Edit: 19 October 2011, 10:43:59 PM by Indra »

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Kisah Devadatta
« Reply #2 on: 19 October 2011, 10:40:46 PM »
Kemudian Devadatta mendatangi Pangeran Ajātasattu ; setelah mendatangi ia berkata kepada Pangeran Ajātasattu sebagai berikut:

“Baginda, perintahkan orang-orangmu agar mereka membunuh Petapa Gotama.” Kemudian Pangeran Ajātasattu memerintahkan orang-orangnya, dengan berkata: “Orang-orangku, lakukan apa yang dikatakan oleh Guru Devadatta.” Kemudian Devadatta memerintahkan mereka dengan mengatakan, “Pergilah, teman-teman, Petapa Gotama menetap di suatu tempat. Setelah membunuhnya, kembalilah melalui jalan lain,” dan ia melepas dua orang di jalan itu, dengan berkata: “Siapa pun yang berjalan sendirian melalui jalan ini, setelah membunuhnya, kembalilah melalui jalan ini,” dan setelah melepas empat orang di jalan itu dengan mengatakan: “Jika ada dua orang mana pun yang berjalan di jalan ini, setelah membunuh mereka, kembalilah melalui jalan ini,” dan setelah melepas delapan orang di jalan itu dengan mengatakan: “Jika ada empat orang mana pun yang berjalan di jalan ini, [191] … kembalilah melalui jalan ini,” dan setelah melepas enam belas orang di jalan itu dengan mengatakan: “Jika ada delapan orang mana pun yang berjalan di jalan ini, setelah membunuh mereka, kembalilah melalui jalan ini.” ||6||

Kemudian orang itu yang berjalan sendirian, setelah memegang pedang dan tameng, setelah mengikat busur dan kantung anak panah,  mendatangi Sang Bhagavā; setelah mendatangi Beliau, ketika ia cukup dekat dengan Sang Bhagavā ia berdiri diam, tubuhnya kaku  karena ngeri, cemas, takut, gelisah.  Sang Bhagava melihat orang itu berdiri diam, tubuhnya kaku … gelisah dan setelah melihatnya, Beliau berkata kepada orang itu sebagai berikut: “Kemarilah, sahabat, jangan takut.” Kemudian orang itu, setelah mengesampingkan pedang dan tamengnya ke satu sisi, setelah menurunkan busur dan kantung anak panah, mendekati Sang Bhagavā, setelah mendekat, setelah mencondongkan kepalanya ke kaki Sang Bhagavā, ia berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut:

“Yang Mulia, suatu pelanggaran menguasaiku, aku dungu, sesat, bersalah, dalam hal bahwa aku datang ke sini dengan pikiran jahat,  pikiran membunuh.  Yang Mulia, sudilah Yang Mulia mengakuinya bagiku pelanggaran sebagai pelanggaran demi pengendalian di masa depan.”

“Sungguh, sahabat, suatu elanggaran menguasaimu, engkau dungu, sesat, bersalah, dalam hal bahwa engkau datang ke sini dengan pikiran jahat,  pikiran membunuh. Tetapi jika engkau, sahabat, setelah melihat pelanggaran sebagai pelanggaran, mengakui sesuai dengan aturan, maka kami mengakuinya bagimu; karena sahabat dalam dislin mulia, ini adalah kemajuan; siapa pun yang setelah melihat pelanggaran sebagai pelanggaran, mengakuinya sesuai aturan, maka ia mencapai pengendalian di masa depan.”

Kemudian Sang Bhagavā membabarkan khotbah bertahap  kepada orang ini, yaitu, khotbah tentang kedermawanan, khotbah tentang perilaku bermoral, khotbah tentang alam surga … penderitaan, asal-mulanya, lenyapnya, dan Sang Jalan. Seperti halnya sehelai kain bersih tanpa noda akan diwarnai dengan mudah, demikian pula (ketika ia sedang duduk) di tempat itu penglihatan-dhamma, yang tanpa debu, tanpa noda, muncul pada orang itu, bahwa “segala sesuatu yang muncul akan lenyap.” Kemudian orang itu  menjadi salah seorang yang telah melihat dhamma, telah mencapai dhamma, telah mengenal dhamma, masuk ke dalam dhamma, setelah menyeberangi keragu-raguan, setelah menyingkirkan kebimbangan, setelah tanpa bantuan orang lain mencapai keyakinan penuh dalam ajaran Sang Guru, ia berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut:

“Mengagumkan, Yang Mulia: Yang Mulia, ini menakjubkan. Seolah-olah seseorang menegakkan apa yang terbalik … demikianlah dhamma dijelaskan dalam berbagai cara oleh Sang Bhagavā, maka aku, Yang Mulia, [192] menyatakan berlindung kepada Sang Bhagavā, dhamma, dan kepada kumpulan para bhikkhu. Sudilah Yang Mulia menerimaku sebagai seorang umat awam yang telah menerima perlindungan sejak hari ini hingga akhir hidupku.”

Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada orang itu sebagai berikut “Jangan engkau, sahabat, pergi melalui jalan itu. Pergilah melalui jalan ini,” dan Beliau melepasnya pergi melalui jalan lain. ||7||

Kemudian kelompok dua orang itu, dengan berpikir: “Mengapa orang itu yang sendirian begitu lambat datang ke sini?” pergi untuk menjumpainya dan melihat Sang Bhagavā duduk di bawah sebatang pohon. Melihat Beliau, mereka mendekati Sang Bhagavā; setelah mendekat, setelah menyapa Sang Bhagavā, mereka duduk dalam jarak yang selayaknya. Sang Bhagavā membabarkan khotbah bertahap kepada kedua orang itu …  mencapai keyakinan penuh dalam ajaran Sang Guru, ia berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut: “Mengagumkan, Yang Mulia … Sudilah Yang Mulia menerima kami sebagai seorang umat awam yang telah menerima perlindungan sejak hari ini hingga akhir hidup kami.”

Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada orang-orang itu sebagai berikut “Jangan kalian, sahabat-sahabat, pergi melalui jalan itu. Pergilah melalui jalan ini,” dan Beliau melepas mereka pergi melalui jalan lain. Kemudian kelompok empat orang itu, dengan berpikir: “Mengapa dua orang itu begitu lambat datang ke sini?” … dan Beliau melepas mereka pergi melalui jalan lain. Kemudian kelompok delapan orang itu, dengan berpikir: “Mengapa empat orang itu begitu lambat datang ke sini?” … dan Beliau melepas mereka pergi melalui jalan lain. Kemudian kelompok enam belas orang itu, dengan berpikir: “Mengapa delapan orang itu begitu lambat datang ke sini?” … Sudilah Yang Mulia menerima kami sebagai seorang umat awam yang telah menerima perlindungan sejak hari ini hingga akhir hidup kami.”  ||8||

Kemudian satu orang itu menghadap Devadatta ; setelah menghadap ia berkata kepada Devadatta sebagai berikut: “Yang Mulia, aku tidak mampu membunuh Sang Bhagavā, Sang Bhagavā memiliki kesaktian luar biasa, keagungan luar biasa.”

“Baiklah, sahabat, jangan engkau membunuh Petapa Gptama. Aku sendiri yang akan membunuh Petapa Gotama.”

Pada saat itu Sang Bhagavā sedang berjalan mondar-mandir di bawah keteduhan Puncak Gunung Nasar. Kemudian Devadatta, setelah mendaki Puncak Gunung Nasar melemparkan sebuah batu besar ke bawah, dengan berpikir: “Dengan ini aku akan membunuh Petapa Gotama.” Tetapi dua puncak gunung, bertemu, menghancurkan batu itu, dan (hanya) sepotong kecil dari batu itu, setelah jatuh, melukai kaki Sang Bhagavā hingga berdarah.  Kemudian Sang Bhagavā, setelah melihat ke atas, berkata kepada Devadatta sebagai berikut: “Engkau telah menghasilkan keburukan besar, orang dungu, dalam hal bahwa engkau, dengan pikiran jahat, pikiran membunuh, telah melukai Penemu-Kebenaran hingga berdarah.” Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut: “Ini, para bhikkhu, adalah perbuatan pertama yang akan berbuah segera  yang dikumpulkan oleh Devadatta karena ia, dengan pikiran jahat, pikiran membunuh, melukai Penemu-kebenaran hingga berdarah.” ||9|| [193]

Para bhikkhu mendengar: “Dikatakan bahwa Devadatta berencana untuk membunuh Sang Bhagavā,” maka para bhikkhu ini berjalan mondar-mandir di segala sisi kediaman Sang Bhagavā melakukan penyelidikan dengan suara keras, dengan suara berisik untuk perlindungan, pertahanan dan penjagaan Sang Bhagavā. Sang Bhagavā mendengar suara-suara keras, suara berisik, dan suara penyelidikan itu, dan karena mendengarnya, Beliau bertanya kepada Yang Mulia Ānanda, dengan berkata:

“Apakah, Ānanda, suara keras, suara berisik, suara penyelidikan ini?”

“Yang Mulia, para bhikkhu mendengar bahwa Devadatta berencana untuk membunuh Sang Bhagavā, maka, Yang Mulia,  para bhikkhu ini berjalan mondar-mandir … untuk perlindungan, pertahanan dan penjagaan Sang Bhagavā. Ini, Yang Mulia, adalah suara keras, suara berisik, suara penyelidikan itu.”

“Baiklah, Ānanda, panggil para bhikkhu ini atas namaKu, dengan mengatakan: ‘Sang Guru memanggil kalian para mulia.’”

“Baik, Yang Mulia,” dan Yang Mulia Ānanda, setelah menjawab Sang Bhagavā, mendatangi para bhikkhu itu; setelah mendatangi, ia berkata kepada para bhikkhu itu sebagai berikut: “Sang Guru memanggil kalian para mulia.”

“Baik, Yang Mulia,” dan para bhikkhu itu, setelah menjawab Yang Mulia Āṅanda, menghadap Sang Bhagavā, setelah menghadap, setelah menyapa Sang Bhagavā, mereka duduk dalam jarak selayaknya. Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu itu sebagai berikut:

“Adalah mustahil, para bhikkhu, tidak mungkin terjadi bahwa siapa pun juga dapat membunuh seorang Penemu-kebenaran melalui penyerangan; para bhikkhu, para Penemu-kebenaran mencapai nibbāna bukan karena suatu serangan.  Para bhikkhu, ada lima guru ini terdapat di dunia ini. Apakah lima ini? …  dan Aku tidak mengharapkan perlindungan dari para siswa sehubungan dengan pengetahuan dan penglihatan. Adalah mustahil, para bhikkhu, tidak mungkin terjadi bahwa siapa pun juga dapat membunuh seorang Penemu-kebenaran melalui penyerangan; para bhikkhu, para Penemu-kebenaran mencapai nibbāna bukan karena suatu serangan. Pergilah, para bhikkhu, ke tempat tinggal kalian masing-masing ; para Penemu-kebenaran, para bhikkhu, tidak perlu dilindungi.” ||10||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Kisah Devadatta
« Reply #3 on: 19 October 2011, 10:42:10 PM »
Pada saat itu ada seekor gajah buas di Rājagaha, gajah pembunuh-manusia, bernama Nālāgiri. Kemudian Devadatta, setelah memasuki Rājagaha, setelah pergi ke kandang gajah, berkata kepada para pawang gajah sebagai berikut: “Kami, sahabat, adalah sahabat raja. Kami mampu menaikkan jabatan seseorang yang berjabatan rendah dan memberikan kenaikan upah dan makanan. Sekarang, sahabat, ketika Petapa Gotama berjalan melalui jalan kereta ini,  maka, setelah melepaskan gajah Nālāgiri ini, bawalah ia ke jalan kereta ini.”

“Baiklah, Tuan,” para pawang gajah itu menjawab Devadatta.

Kemudian Sang Bhagavā, setelah merapikan jubah di pagi hari, dengan membawa mangkuk dan jubahNya, [194] memasuki Rājagaha untuk menerima dana makanan bersama dengan beberapa bhikkhu. Kemudian Sang Bhagavā berjalan melalui jalan kereta. Kemudian para pawang gajah itu melihat Sang Bhagavā berjalan melalui jalan kereta itu; melihat Beliau, setelah melepaskan gajah Nālāgiri, mereka membawanya ke jalan kereta. Gajah Nālāgiri melihat Sang Bhagavā datang dari jauh; melihat Beliau, setelah mengangkat belalainya, ia berlari menuju Sang Bhagavā, telinga dan ekornya tegak. Dari kejauhan para bhikkhu melihat kedatangan gajah Nālāgiri; melihatnya mereka berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut:

“Yang Mulia, gajah Nālāgiri ini, datang melalui jalan kereta ini, seekor gajah buas pembunuh manusia; mohon Yang Mulia berbalik, mohon Yang Sempurna berbalik.”

“Tunggu, para bhikkhu, jangan takut; Adalah mustahil, para bhikkhu, tidak mungkin terjadi bahwa siapa pun juga dapat membunuh seorang Penemu-kebenaran melalui penyerangan; para bhikkhu, para Penemu-kebenaran mencapai nibbāna bukan karena suatu serangan.” Dan untuk ke dua kalinya … Dan untuk ke tiga kalinya para bhikkhu berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut: “Yang Mulia, gajah Nālāgiri ini … mohon Yang Mulia berbalik, mohon Yang Sempurna berbalik.”

“Tunggu, para bhikkhu … para Penemu-kebenaran mencapai nibbāna bukan karena suatu serangan.” ||11||

Pada saat itu orang-orang, setelah naik ke atas rumah panjang dan rumah berkubah dan ke atas atap, menunggu di sana. Orang-orang itu yang tidak berkeyakinan, tidak percaya, yang memiliki kecerdasan rendah, mereka ini berkata sebagai berikut: “Petapa agung ini sesungguhnya menarik; ia akan dilukai oleh gajah besar itu.”  Tetapi mereka yang berkeyakinan dan percaya, yang bijaksana dan cerdas, mereka ini berkata: “Segera, tuan-tuan, gajah besar itu akan berhadapan dengan gajah (di antara manusia).”

Kemudian Sang Bhagavā melingkupi gajah Nālāgiri dengan pikiran cinta kasih. Kemudian gajah Nālāgiri, yang terlingkupi oleh pikiran cinta kasih dari Sang Bhagavā, setelah menurunkan belalainya, mendekati Sang Bhagavā; setelah mendekat, ia berdiri di hadapan Sang Bhagavā. Kemudian Sang Bhagavā menepuk kening gajah Nālāgiri dengan tangan kananNya, berkata kepada gajah Nālāgiri dengan syair sebagai berikut:

“Jangan gajah,  menyerang gajah (di antara manusia), karena serangan     gajah (di antara manusia). sungguh menyakitkan,
Karena tidak ada tujuan yang baik, bagi pembunuh gajah (di antara    manusia) ketika ia telah menyeberang.
Jangan sombong,  jangan ceroboh, karena mereka yang ceroboh tidak    akan pergi menuju tujuan yang baik;
Hanya itu yang harus engkau lakukan yang dengannya engkau akan    pergi menuju tujuan yang baik.”

Kemudian gajah Nālāgiri, setelah meniup debu dari kaki Sang Bhagavā dengan belalainya, setelah menebarkannya di atas kepalanya, mundur berlutut sambil menatap Sang Bhagavā. Kemudian gajah Nālāgiri, setelah kembali ke kandangnya, berdiri di tempat tinggalnya sendiri; dan adalah dengan cara ini [195] gajah Nālāgiri dijinakkan. Pada saat itu orang-orang menyanyikan syair ini:

“Beberapa dijinakkan dengan kayu, dengan tongkat kendali dan cambuk,
Gajah itu dijinakkan oleh Sang Bijaksana Agung tanpa tongkat, tanpa    senjata.”  ||12||

Orang-orang merendahkan, mengkritik, menyebarkan, dengan mengatakan: “Betapa jahatnya Devadatta, betapa malangnya,  karena ia telah mencoba untuk membunuh Petapa Gotama yang memiliki kekuatan batin yang luar biasa, memiliki keagungan luar biasa,” dan perolehan dan kehormatan Devadatta berkurang; perolehan dan kehormatan Sang Bhagavā bertambah. Pada saat itu Devadatta, yang kehilangan perolehan dan kehormatan,  makan bersama dengan teman-temannya, setelah meminta-minta dari para perumah tangga. Orang-orang merendahkan, mengkritik, menyebarkan, dengan mengatakan:

“Bagaimana mungkin para petapa ini, para putera Sakya makan, setelah meminta-minta di antara para perumah tangga? Siapakah yang tidak menyukai makanan-makanan yang dimasak dengan baik? Siapakah yang tidak menyukai makanan-makanan lezat?”

Para bhikkhu mendengar orang-orang itu … menyebarkannya. Para bhikkhu yang merasa malu … menyebarkannya dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin Devadatta makan bersama dengan teman-temannya, setelah meminta-minta dari para perumah tangga?” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Benarkah, seperti dikatakan, bahwa engkau, Devadatta, makan bersama dengan teman-temanmu, setelah meminta-minta dari para perumah tangga?”

“Benar, Yang Mulia.” Setelah mencelanya, setelah membabarkan khotbah, Beliau berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut:

“Baiklah, para bhikkhu, Aku akan menetapkan peraturan untuk para bhikkhu yang makan dalam kelompok tiga orang (bhikkhu)  di antara para perumah tangga – didasarkan atas tiga alasan:  demi pengendalian para individu berpikiran buruk;  demi hidup dalam kenyamanan  bagi para bhikkhu yang berperilaku baik  agar mereka yang berniat buruk tidak memecah-belah Saṅgha dengan membentuk kelompok;  demi belas kasihan pada keluarga-keluarga.  Dalam memakan makanan kelompok, seseorang harus diperlakukan menurut aturan.”  ||13||

Kemudian Devadatta mendatangi Kokālika,  Kaṭamorakatissaka, putera Nyonya Khaṇḍā, dan Samuddadatta; setelah mendatangi, ia berkata kepada Kokālika, Katāmorakatissaka, putera Nyonya Khaṇḍā, dan Samuddadatta sebagai beriikut: “Marilah, kita, Yang Mulia, memecah-belah Saṅgha Petapa Gotama, merusak kerukunan.” Ketika ia menyelesaikan kata-katanya, Kokālika berkata kepada Devdatta sebagai berikut:

“Tetapi, Yang Mulia, Petapa Gotama memiliki kekuatan batin luar biasa, keagungan luar biasa. Bagaimana mungkin kita dapat memecah-belah Saṅgha Petapa Gotama, merusak kerukunan?”

“Marilah, Yang Mulia, setelah menghadp Petapa Gotama, kita akan meminta lima hal, dengan mengatakan: ‘Yang Mulia, dalam berbagai cara Yang Mulia memuji sedikit keinginan, merasa puas, [196] melenyapkan (kejahatan), berhati-hati, berbelas kasih, mengurangi (rintangan-rintangan), mengerahkan kegigihan. Yang Mulia, lima hal ini berperan besar dalam hal sedikit keinginan, merasa puas, melenyapkan (kejahatan), berhati-hati, berbelas kasih, mengurangi (rintangan-rintangan), mengerahkan kegigihan. Baik sekali, Yang Mulia, jika para bhikkhu, seumur hidup mereka, menjadi penghuni-hutan; siapa pun yang bepergian ke dekat desa, maka ia melakukan pelanggaran. Seumur hidup mereka, mereka harus menjadi penerima dana makanan; siapa pun yang menerima suatu undangan, maka ia melakukan pelanggaran. Seumur hidup mereka, mereka harus menjadi pemakai jubah kain buangan; siapa pun yang menerima jubah yang diberikan oleh perumah tangga, maka ia melakukan pelanggaran. Seumur hidup mereka, mereka harus menetap di bawah pohon; siapa pun yang berada di bawah atap, maka ia melakukan pelanggaran. Seumur hidup mereka, mereka tidak boleh makan ikan dan daging, siapa pun yang memakan ikan dan daging, maka ia melakukan pelanggaran.’ Petapa Gotama tidak akan menyetujui hal-hal ini. Maka kemudian kita akan menarik orang-orang melalui kelima hal ini.

“Adalah mungkin, Yang Mulia, dengan kelima hal ini, untuk memecah-belah Saṅgha Petapa Gotama, menghancurkan keharmonisan. Karena, Yang Mulia, orang-orang menghargai latihan keras.” ||14||

Kemudian Devadatta bersama dengan teman-temannya menghadap Sang Bhagavā; setelah menghadap, setelah menyapa Sang Bhagavā, mereka duduk dalam jarak selayaknya. Setelah duduk dalam jarak selayaknya, Devadatta berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut:

“Yang Mulia, Yang Mulia dalam berbagai cara Yang Mulia memuji sedikit keinginan … siapa pun yang memakan ikan dan daging, maka ia melakukan pelanggaran.”

“Cukup, Devadatta,” Beliau berkata. “Siapa pun yang menghendaki, ia boleh menjadi penghuni-hutan; siapa pun yang menghendaki, ia boleh menetap di dekat desa; siapa pun yang menghendaki, ia boleh menjadi peminta-minta makanan; siapa pun yang menghendaki, ia boleh menerima undangan; siapa pun yang menghendaki, ia boleh menjadi pemakai jubah kain buangan; siapa pun yang menghendaki, ia boleh menerima jubah dari para perumah tangga. Selama delapan bulan, Devadatta, Aku mengizinkan para bhikkhu menetap di bawah pohon. Ikan dan daging adalah murni dalam tiga hal: jika tidak terlihat, terdengar atau dicurigai (dibunuh dengan sengaja untuknya).”

Kemudian Devadatta, dengan berpikir: “Sang Bhagavā tidak menyetujui kelima hal ini,” merasa senang dan gembira, bangkit dari duduknya bersama dengan teman-temannya, setelah pamit pada Sang Bhagavā, pergi dengan Beliau di sini kanannya. Kemudian, Devadatta, setelah memasuki Rājagaha bersama dengan teman-temannya, mengajarkan kelima hal ini kepada orang-orang, dengan mengatakan: “Kami, teman-teman, setelah menghadap Petapa Gotama, memohon lima hal ini, dengan mengatakan: ‘Yang Mulia, Yang Mulia dalam berbagai cara Yang Mulia memuji sedikit keinginan … siapa pun yang memakan ikan dan daging, maka ia melakukan pelanggaran.’ Petapa Gotama tidak menyetujui kelima hal ini, tetapi kami akan menjalani kelima hal ini.” ||15||

Offline will_i_am

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.163
  • Reputasi: 155
  • Gender: Male
Re: Kisah Devadatta
« Reply #4 on: 20 October 2011, 08:51:43 PM »
sambungannya mana om indra???
BTW, agak OOT dikit, kepanjangan PTS itu apa ya??
saya sering dengar di kitab komentar, tapi tidak tau kepanjangannya apa....
mohon pencerahannya..

 _/\_
hiduplah hanya pada hari ini, jangan mengkhawatirkan masa depan ataupun terpuruk dalam masa lalu.
berbahagialah akan apa yang anda miliki, jangan mengejar keinginan akan memiliki
_/\_

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Kisah Devadatta
« Reply #5 on: 20 October 2011, 10:16:15 PM »
sambungannya mana om indra???
BTW, agak OOT dikit, kepanjangan PTS itu apa ya??
saya sering dengar di kitab komentar, tapi tidak tau kepanjangannya apa....
mohon pencerahannya..

 _/\_

lanjutannya sedang dipersiapkan, dan demi kerapian, mohon jgn diskusi di sini, nanti jadi kurang indah

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Kisah Devadatta
« Reply #6 on: 25 October 2011, 11:05:20 PM »

Orang-orang itu yang tidak berkeyakinan, tidak percaya, yang tidak cerdas, mereka ini berkata sebagai berikut: “Para petapa ini, para putera Sakya selalu berhati-hati, penghalau (kejahatan), tetapi Petapa Gotama mengejar kemewahan dan berusaha memperoleh kemewahan.” Tetapi orang-orang [197] yang berkeyakinan dan percaya, yang bijaksana dan cerdas, mereka ini meremehkan, mengkritik, menyebarkan, dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin Devadatta ini memecah-belah Saṅgha Sang Bhagavā, dengan menghancurkan kerukunan?” Para bhikkhu mendengar orang-orang ini yang … menyebarkannya. Para bhikkhu yang merasa malu … menyebarkannya, dengan mengatakan:

“Bagaimana mungkin Devadatta ini memecah-belah Saṅgha Sang Bhagavā, dengan menghancurkan kerukunan?” Kemudian para bhikkhu ini mengadukan persoalan ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Benarkah, seperti dikatakan, bahwa engkau, Devadatta, memecah-belah Saṅgha, menghancurkan kerukunan?”

“Benar, Yang Mulia.”

“Cukup, Devadatta, jangan memecah-belah Saṅgha, karena memecah-belah Saṅgha adalah persoalan serius,  Devadatta. Devadatta, siapa pun yang memecah Saṅgha yang bersatu, maka ia membentuk keburukan yang bertahan selama satu kappa;  ia direbus di neraka selama satu kappa; tetapi siapa pun, Devadatta, yang merukunkan Saṅgha yang terpecah, maka ia membentuk kebajikan luhur,  ia bergembira di alam surga selama satu kappa. Cukup, Devadatta, jangan memecah-belah Saṅgha, karena memecah-belah Saṅgha adalah persoalan serius, Devadatta.” ||16||

Kemudian Yang Mulia Ānanda, setelah merapikan jubah di pagi hari, dengan membawa mangkuk dan jubahnya, memasuki Rājagaha untuk menerima dana makanan. Devadatta melihat Yang Mulia Ānanda berjalan di Rājagaha untuk menerima dana makanan; melihatnya, ia mendekati Yang Mulia Ānanda; setelah mendekat ia berkata kepada Yang Mulia Ānanda sebagai berikut: “Mulai hari ini aku akan, Yang Mulia Ānanda, menjalankan Uposatha yang berbeda dengan  Sang Bhagavā dan berbeda dengan Saṅgha para bhikkhu dan (dengan demikian) akan menjalankan tindakan (resmi) kelompok ini.”  Kemudian Yang Mulia Ānanda, setelah berjalan di Rājagah untuk menerima dana makanan, setelah makan, ia menghadap Sang Bhagavā; setelah menghadap, setelah menyapa Sang Bhagavā, ia duduk dalam jarak selayaknya. Setelah duduk dalam jarak selayaknya, Yang Mulia Ānanda berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut:

“Tadi, Yang Mulia, aku, setelah merapikan jubah di pagi hari, dengan membawa mangkuk dan jubah, memasuki Rājagaha untuk menerima dana makanan. Devadatta melihatku berjalan di Rājagaha untuk menerima dana makanan; melihatku, ia mendekatiku; setelah mendekat ia berkata kepadaku sebagai berikut: ‘Mulai hari ini aku akan … menjalankan tindakan (resmi) kelompok ini.’ Hari ini, Yang Mulia, Devadatta akan memecah-belah Saṅgha.”

Kemudian Sang Bhagavā, setelah memahami persoalan ini, pada saat itu memgucapkan ucapan berikut ini:

“Adalah mudah melakukan kebaikan bagi orang baik,    melakukan    kebaikan bagi orang jahat adalah sulit
Melakukan kejahatan bagi orang jahat adalah mudah, melakukan kejahatan bagi para mulia adalah sulit.”

Demikianlah bagian pengulangan ke dua [198]

Kemudian Devadatta pada hari Uposatha itu bangkit dari duduknya dan membagikan kupon suara,  dengan mengatakan: “Kami, Yang Mulia, setelah menghadap Petapa Gotama, memohon kelima hal ini  … Petapa Gotama tidak menyetujui kelima hal ini, tetapi kami akan hidup dengan menjalankan kelima hal ini. Jika kelima hal ini sesuai dengan kehendak Yang Mulia, silakan masing-masing mengambil satu kupon suara.”

Pada saat itu sebanyak lima ratus bhikkhu, orang-orang Vajji dari Vesālī, baru saja ditahbiskan dan masih belum berpengalaman;  dan mereka ini berpikir: “Ini adalah aturan, ini adalah disiplin, ini adalah instruksi Sang Guru,” mengambil kupon suara. Kemudian Devadatta setelah memecah-belah Saṅgha, melakukan perjalanan menuju Kepala Gayā membawa sebanyak lima ratus bhikkhu. Kemudian Sāriputta dan Moggallāna  menghadap Sang Bhagavā; setelah menghadap, setelah menyapa Sang Bhagavā, mereka duduk dalam jarak selayaknya. Setelah duduk dalam jarak selayaknya, Yang Mulia Sāriputta berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut: “Devadatta, Yang Mulia, setelah memecah-belah Saṅgha, pergi ke Kepala Gayā membawa lima ratus bhikkhu.”

“Tidak adakah pada kalian, Sāriputta dan Moggallāna,  belas kasihan pada para bhikkhu yang baru ditahbiskan ini? Pergilah, Sāriputta dan Moggallāna, sebelum para bhikkhu ini jatuh dalam kesulitan dan penderitaan.”

“Baiklah, Yang Mulia,” Dan Sāriputta dan Moggallāna setelah menjawab Sang Bhagavā, bangkit dari duduk mereka, setelah berpamitan dengan Sang Bhagavā, dengan Beliau tetap di sisi kanan mereka, mendatangi Kepala Gayā. Pada saat itu seorang bhikkhu berdiri sambil menangis tidak jauh dari Sang Bhagavā. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada bhikkhu tersebut: “Mengapa engkau menangis, bhikkhu?”

“Bahkan mereka, Yang Mulia, yang adalah siswa utama Sang Bhagavā – Sāriputta dan Moggallāna – bahkan mereka pergi mendatangi Devadatta untuk membenarkan dhamma Devadatta.”

“Mutahil, bhikkhu, tidak mungkin terjadi bahwa Sāriputta dan Moggallāna akan membenarkan dhamma Devadatta. Mereka pergi hanya untuk meyakinkan para bhikkhu.”  ||1||

Pada saat itu Devadatta, dengan dikelilingi oleh sejumlah besar pengikut, sedang mengajarkan dhamma sambil duduk. Kemudian Devadatta dari kejauhan melihat kedatangan Sāiputta dan Moggallāna; melihat mereka, ia berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut: “Lilhatlah, para bhikkhu, betapa baiknya dhamma yang kuajarkan sehingga bahkan mereka ini yang adalah para siswa utama Petapa Gotama – Sāriputta dan Moggallāna – bahkan mereka ini datang untuk membenarkan dhammaku.” Ketika ia menyelesaikan kata-kata itu Kokālika berkata kepada Devadatta sebagai berikut:

“Yang Mulia Devadatta, jangan percaya pada Sāriputta dan Moggallāna, [199] Sāriputta dan Moggallāna memiliki niat jahat dan sedang dipengaruhi oleh niat jahat.”

“Cukup, Yang Mulia, marilah kita menyambut mereka karena mereka membenarkan dhammaku.” Devadatta mengundang Yang Mulia Sāriputta untuk duduk pada setengah tempat duduknya, dengan berkata: “Marilah, Yang Mulia Sāriputta, duduk di sini.”

“Tidak, Yang Mulia,” dan Yang Mulia Sāriputta, setelah mengambil tempat duduk lain, duduk dalam jarak selayaknya; dan Moggallāna juga, setelah mengambil tempat duduk lain, duduk dalam jarak selayaknya. Kemudian Devadatta, setelah menggembirakan, menyenangkan, membangkitkan semangat, membahagiakan para bhikkhu hingga larut malam dengan khotbah dhamma, meminta  Yang Mulia Sāriputta dengan berkata:

“Saṅgha para bhikkhu, Yang Mulia Sāriputta, tidak malas atau mengantuk; sudilah engkau, Yang Mulia Sāriputta membabarkan dhamma  kepada para bhikkhu. Punggungku sakit dan aku akan meregangkannya.”

“Baiklah, Yang Mulia,” Yang Mulia Sāriputta menjawab Devadatta. Kemudian Devadatta, setelah melipat empat jubah luarnya, berbaring tidur pada sisi kanannya,  dan karena ia lelah, lengah dan tanpa perhatian, maka ia jatuh terlelap pada saat itu juga. ||2||

Kemudian Yang Mulia Sāriputta menasihati, memberikan ajaran kepada para bhikkhu dengan khotbah dhamma melalui suatu instruksi tentang keajaiban membaca-pikiran;  Yang Mulia Moggallāna menasihati, memberikan ajaran dengan khotbah dhamma melalui suatu instruksi tentang keajaiban kekuatan-batin. Kemudian setelah para bhikkhu dinasihati dan diajari oleh Yang Mulia Sāriputta dengan khotbah dhamma melalui suatu instruksi tentang keajaiban membaca-pikiran; dinasihati dan diajari oleh Yang Mulia Moggallāna dengan khotbah dhamma melalui suatu instruksi tentang keajaiban kekuatan batin, penglihatan-dhamma, yang tanpa debu, tanpa noda, muncul pada mereka, bahwa, “segala sesuatu yang muncul semuanya akan lenyap.” Kemudian Yang Mulia Sāriputta berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut: “Kita pergi, Yang Mulia, kepada Sang Bhagavā. Siapa pun yang membenarkan dhamma Sang Bhagavā ini, silakan turut serta.” Kemudian Sāriputta dan Moggallāna, dengan membawa lima ratus bhikkhu itu, mendatangi Hutan Bambu. Kemudian Kokālika membangunkan Devadatta, dengan berkata: “Bangunlah,  Yang Mulia Devadatta, para bhikkhu itu telah dibawa oleh Sāriputta dan Moggallāna. Bukankah aku telah mengatakan kepadamu, Yang Mulia Devadatta, ‘Yang Mulia Ddevadatta, jangan percaya pada Sāriputta dan Moggallāna, Sāriputta dan Moggallāna memiliki niat jahat dan sedang dipengaruhi oleh niat jahat’?” ||3||

Kemudian Sāriputta and Moggallāna menghadap Sang Bhagavā; setelah menghadap, setelah menyapa Sang Bhagavā, mereka duduk dalam jarak selayaknya. Setelah mereka duduk dalam jarak selayaknya, Yang Mulia [200] Sāriputta berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut: “Baik sekali, Yang Mulia, jika para bhikkhu yang terlibat dalam perpecahan itu dapat ditahbiskan kembali.”

“Hati-hati, Sāriputta, tentang segala penahbisan kembali para bhikkhu yang terlibat dalam perpecahan. Tetapi apakah engkau, Sāriputta, membuat para bhikkhu yang terlibat dalam perpecahan itu mengakui pelanggaran berat. Perilaku bagaimanakah, Sāriputta, yang engkau anggap telah diikuti oleh Devadatta?”

“Bahkan, seperti halnya Sang Bhagavā, setelah menggembirakan, menyenangkan, membangkitkan semangat, membahagiakan para bhikkhu hingga larut malam dengan khotbah dhamma, ia memintaku: ‘Saṅgha para bhikkhu, Yang Mulia Sāriputta, tidak malas atau mengantuk; sudilah engkau, Yang Mulia Sāriputta membabarkan dhamma  kepada para bhikkhu. Punggungku sakit dan aku akan meregangkannya.’ Hanya ini Yang Mulia, perilaku yang diikuti oleh Devadatta.” ||4||

Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut: “Dulu,  para bhikkhu, terdapat sebuah kolam besar di dalam hutan; gajah-gajah besar bermukim di dekat sana dan gajah-gajah itu, setelah terjun ke dalam kolam,  setelah mencabut serat dan tangkai teratai dengan belalai mereka, setelah mencucinya dengan baik, dan setelah mengunyahnya bersih dari lumpur, kemudian menelannya. Demikianlah mereka menjadi kuat dan indah, dan bukan karena hal ini mereka mengalami kematian atau penderitaan mematikan. Tetapi, para bhikkhu, di antara gajah-gajah besar ini, terdapat gajah-gajah muda dan mereka ini, setelah terjun ke dalam kolam, setelah mencabut serat dan tangkai teratai dengan belalai mereka, tetapi tidak mencucinya dengan baik, dan setelah mengunyahnya beserta lumpurnya, kemudian menelannya. Demikianlah mereka tidak menjadi kuat atau indah, dan karena hal ini mereka mengalami kematian atau penderitaan mematikan. Demikian pula, para bhikkhu, Devadatta akan mati, sesosok makhluk malang, yang meniru Aku.

“Sementara binatang besar  mengguncang bumi, memakan tangkai-tangkai teratai, waspada di dalam air –

Dengan meniru Aku, makhluk malang itu akan mati, bagaikan seekor binatang muda yang memakan lumpur. ||5||

“Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang memiliki delapan kualitas ini layak untuk menyampaikan pesan.  Apakah delapan ini? Di sini, para bhikkhu, seorang bhikkhu adalah seorang pendengar dan seorang yang menyebabkan orang lain mendengar dan seorang pelajar dan seorang pengajar dan seorang pengenal dan seorang pembabar dan seorang yang terampil dalam (mengenali) kerukunan dan ketidak-rukunan  dan bukan pembuat pertengkaran. Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu yang memiliki delapan kualitas ini maka ia layak untuk menyampaikan pesan. Para bhikkhu, karena ia memiliki delapan kualitas ini, Sāriputta layak untuk menyampaikan pesan. Apakah delapan ini? Di sini, para bhikkhu, Sāriputta adalah seorang pelajar … dan bukan pembuat pertengkaran. [201] Para bhikkhu, karena ia memiliki delapan kualitas ini, Sāriputta layak untuk menyampaikan pesan.

“Siapa pun, yang menghadiri suatu sidang pertemuan tingkat tinggi,
Tidak gentar, juga tidak gagal dalam membabarkan khotbah, juga tidak menyembunyikan ajaran, juga tidak berbicara  dengan keragu-raguan,  -- Seorang bhikkhu seperti ini layak meyampaikan pesan. ||6||

“Para bhikkhu, Devadatta,  dikuasai dan pikirannya dikendalikan oleh delapan kondisi salah,  sedang menuju kehancuran,  menuju neraka,  menetap di sana selama satu kappa, tidak terselamatkan.  Apakah delapan ini? Devadatta, para bhikkhu, dikuasai dan pikirannya dikendalikan oleh keberuntungan  sedang menuju kejatuhan … tidak terselamatkan. Devadatta, para bhikkhu, dikuasai dan pikirannya dikendalikan oleh ketidak-beruntungan … oleh kemasyhuran … oleh ketidak-masyhuran … oleh kehormatan … oleh ketidak-hormatan … oleh keinginan jahat … oleh pertemanan jahat sedang menuju kejatuhan … tidak terselamatkan. Para bhikkhu, Devadatta, dikuasai dan pikirannya dikendalikan oleh delapan kondisi salah ini,  sedang menuju kehancuran, menuju neraka, menetap di sana selama satu kappa, tidak terselamatkan.

“Para bhikkhu, adalah baik bahwa seorang bhikkhu harus hidup dengan senantiasa mengatasi keberuntungan  yang telah muncul, ketidak-beruntungan yang telah muncul, kemasyhuran yang telah muncul, ketidak-masyhuran yang telah muncul, kehormatan yang telah muncul, ketidak-hormatan yang telah muncul, niat jahat yang telah muncul, pertemanan jahat yang telah muncul. Dan mengapakah, para bhikkhu, untuk tujuan apakah seorang bhikkhu harus hidup dengan senantiasa mengatasi keberuntungan … pertemanan jahat yang telah muncul? Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu hidup dengan tidak senantiasa mengatasi keberuntungan yang telah muncul, maka kekotoran, yang merusak dan membakar,  dapat muncul, tetapi jika ia hidup dengan senantiasa mengatasi keberuntungan yang telah muncul, maka kekotoran itu, yang merusak dan membakar, tidak ada padanya … jika ia hidup dengan senantiasa mengatasi pertemanan jahat yang telah muncul, maka kekotoran itu, yang merusak dan membakar, tidak ada padanya.

“Adalah demi tujuan baik ini, para bhikkhu, maka seorang bhikkhu harus hidup dengan senantiasa mengatasi keberuntungan yang telah muncul … pertemanan jahat yang telah muncul. Untuk tujuan itulah, para bhikkhu, dengan mengatakan, ‘Kami akan hidup dengan senantiasa mengatasi keberuntungan yang telah muncul … pertemanan jahat yang telah muncul’ – demikianlah kalian, para bhikkhu, harus berlatih.

“Para bhikkhu, [202] Devadatta,  dikuasai dan pikirannya dikendalikan oleh tiga kondisi salah, sedang menuju kehancuran, menuju neraka, menetap di sana selama satu kappa, tidak terselamatkan. Apakah tiga ini? Niat jahat, pertemanan jahat, terhenti di tengah perjalanan dalam karirnya karena pencapaiannya bernilai kecil.  Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang dikuasai … oleh ketiga kondisi salah ini … tidak terselamatkan. ||7||

“Jangan  biarkan siapa pun yang berniat jahat muncul di dunia;
Dan ketahuilah dengan hal ini: sebagai tujuan dari mereka yang berniat jahat,
Dikenal sebagai ‘Sang Bijaksana,’  dianggap sebagai ‘seorang yang patut,’
Devadatta berdiri bersinar dengan kemasyhuran – aku dengar dikatakan.
Ia, jatuh ke dalam kehancuran,  menyerang Sang Penemu-kebenaran,
Mencapai Neraka Avīci,  berpintu empat, mengerikan,
Karena ia yang melukai seorang yang tanpa kebencian, tidak melakukan perbuatan jahat –
Kejahatan itu hanya menyentuh ia yang berpikiran penuh kebencian, yang merendahkan,
Yang berpikir untuk mencemari lautan dengan sekendi racun –
Ia tidak dapat mencemarinya dengan itu, karena keagungan  samudera raya.
Maka ia yang dengan kejam  melukai Sang Penemu-kebenaran
Yang telah pergi dengan sempurna, pikiranNya tenang – padanya kekejaman tidak berdampak,
Seorang bijaksana harus berteman dengan orang demikian dan mengikutinya,
Seorang bhikkhu yang mengikuti jalanNya  akan mencapai hancurnya keburukan.” ||8||4||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Kisah Devadatta
« Reply #7 on: 27 October 2011, 07:48:28 PM »
Kemudian Yang Mulia Upāli menghadap Sang Bhagavā, setelah menghadap, setelah menyapa Sang Bhagavā, ia duduk dalam jarak selayaknya. Setelah duduk dalam jarak selayaknya, Yang Mulia Upāli berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut: “Yang Mulia, sehubungan dengan kata-kata: Perselisihan dalam Saṅgha,  perselisihan dalam Saṅgha- sejauh apakah, Yang Mulia, perselisihan dalam Saṅgha itu tetapi bukan perpecahan dalam Saṅgha? Dan kemudian sejauh apakah perselisihan dalam Saṅgha yang juga merupakan perpecahan dalam Saṅgha?”

“Jika, Upāli, ada satu orang di satu pihak  dan dua orang di pihak lain  dan jika seorang yang ke empat  berkata dan membagikan kupon suara, dengan mengatakan: ‘Ini adalah aturan, ini adalah disiplin, ini adalah instruksi Sang Guru, ambillah (kupon suara) ini, setujuilah ini’ – ini, Upāli, adalah perselisihan dalam Saṅgha tetapi bukan perpecahan dalam Saṅgha.

“Jika, Upāli ada dua orang di satu pihak dan dua orang di pihak lain, dan jika seorang yang ke lima berkata … dua orang di satu pihak dan tiga orang di pihak lain dan jika seorang yang ke enam berkata … tiga orang di satu pihak dan tiga orang di pihak lain dan jika seorang yang ke tujuh berkata … tiga orang di satu pihak dan empat orang di pihak lain dan jika seorang yang ke delapan berkata dan membagikan kupon suara, dengan mengatakan: ‘Ini adalah aturan, ini adalah disiplin, ini adalah instruksi Sang Guru, ambillah (kupon suara) ini, setujuilah ini’ – ini, Upāli, adalah perselisihan dalam Saṅgha tetapi bukan perpecahan dalam Saṅgha. [203]

“Jika, Upāli, empat orang di satu pihak dan empat orang di pihak lain dan jika seorang yang ke Sembilan berkata … ini, Upāli, adalah perselisihan dalam Saṅgha yang juga merupakan perpecahan dalam Saṅgha. Perselisihan dalam Saṅgha yang juga merupakan perpecahan dalam Saṅgha terjadi (karena ada) Sembilan atau lebih dari Sembilan orang.  Upāli, seorang bhikkhunī tidak memecah-belah Saṅgha bahkan jika ia melakukan tindakan memecah-belah  … seorang yang dalam masa percobaan … seorang samaṇera … seorang samaṇerī … seorang umat awam … seorang umat awam perempuan tidak memecah-belah Saṅgha bahkan jika ia melakukan tindakan memecah-belah. Hanya seorang bhikkhu, Upāli, yang berasal dari komunitas yang sama, menetap di tempat yang sama, dapat memecah-belah Saṅgha.” ||1||

“Yang Mulia, sehubungan dengan kata-kata:  Perpecahan dalam Saṅgha, perpecahan dalam Saṅgha – sejauh apakah, Yang Mulia, Saṅgha dapat terpecah?”

“Sehubungan dengan hal ini, Upāli, para bhikkhu menjelaskan apa yang bukan-dhamma sebagai dhamma, mereka menjelaskan dhamma sebagai bukan-dhamma, mereka menjelaskan bukan-disiplin sebagai disiplin, mereka menjelaskan disiplin sebagai bukan-disiplin, mereka menjelaskan apa yang tidak dibabarkan, tidak diucapkan oleh Sang Penemu-kebenaran sebagai dibabarkan, diucapkan oleh Sang Penemu-kebenaran, mereka menjelaskan apa yang dibabarkan, diucapkan oleh Sang Penemu-kebenaran sebagai tidak dibabarkan, tidak diucapkan oleh Sang Penemu-kebenaran, mereka menjelaskan apa yang tidak dipraktikkan oleh Sang Penemu-kebenaran sebagai dipraktikkan oleh Sang Penemu-kebenaran, mereka menjelaskan apa yang dipraktikkan oleh Sang Penemu-kebenaran sebagai tidak dipraktikkan oleh Sang Penemu-kebenaran, mereka menjelaskan apa yang tidak ditetapkan oleh Sang Penemu-kebenaran sebagai ditetapkan oleh Sang Penemu-kebenaran, mereka menjelaskan apa yang ditetapkan oleh Sang Penemu-kebenaran sebagai tidak ditetapkan oleh Sang Penemu-kebenaran, mereka menjelaskan apa yang bukan pelanggaran sebagai pelanggaran, mereka menjelaskan pelanggaran sebagai bukan pelanggaran, mereka menjelaskan pelanggaran kecil sebagai pelanggaran serius, mereka menjelaskan pelanggaran serius sebagai pelanggaran kecil, mereka menjelaskan pelanggaran yang dapat ditebus sebagai pelanggaran yang tidak dapat ditebus, mereka menjelaskan pelanggaran yang tidak dapat ditebus sebagai pelanggaran yang dapat ditebus, mereka menjelaskan pelanggaran berat sebagai bukan pelanggaran berat, mereka menjelaskan bukan pelanggaran berat sebagai pelanggaran berat.  Hal-hal ini, sehubungan dengan delapan belas hal ini menarik dan memisahkan (teman),  mereka menjalankan Uposatha secara terpisah, mereka menjalankan Undangan secara terpisah,  mereka menjalankan tindakan (resmi) Saṅgha secara terpisah. Sejauh inilah, Upāli, Saṅgha menjadi terpecah.” ||2||

“Yang Mulia, sehubungan dengan kata-kata ini:  Kerukunan dalam Saṅgha, kerukunan dalam Saṅgha – sejauh apakah, Yang Mulia, Saṅgha disebut rukun?”

“Sehubungan dengan hal ini, Upāli, para bhikkhu menjelaskan apa yang bukan-dhamma sebagai bukan-dhamma, mereka menjelaskan dhamma sebagai dhamma … mereka menjelaskan bukan pelanggaran berat sebagai bukan pelanggaran berat. Hal-hal ini, sehubungan dengan delapan belas hal ini tidak menarik, tidak memisahkan (teman), mereka tidak menjalankan Uposatha secara terpisah, mereka tidak menjalankan Undangan secara terpisah, mereka tidak menjalankan tindakan (resmi) Saṅgha secara terpisah. Sejauh inilah, Upāli, Saṅgha menjadi rukun.” ||3||

“Tetapi, Yang Mulia,  setelah memecah-belah  Saṅgha yang rukun, apakah yang ia hasilkan?”

“Upāli, setelah memecah-belah Saṅgha yang rukun, ia menghasilkan keburukan yang berlangsung selama satu kappa dan ia direbus di neraka selama satu kappa.  [204]

Penyebab perpecahan dalam Saṅgha, mengalami kejatuhan, menuju neraka, selama satu kappa,
Menganjurkan ketidak-rukunan, berdiri pada pihak bukan-dhamma, jatuh dari kedamaian dari pembudakan.
Setelah memecah-belah Saṅgha yang rukun, ia direbus selama satu kappa di neraka.”

“Tetapi, Yang Mulia,  setelah merukunkan Saṅgha yang terpecah-belah, apakah yang ia hasilkan?”

“Upāli, setelah merukunkan Saṅgha yang terpecah-belah, ia menghasilkan jasa yang luhur dan ia bergembira di alam surga selama satu kappa.
Kerukunan bagi Saṅgha adalah berkah, dan juga teman dari mereka yang rukun,
Menganjurkan kerukunan, berdiri pada pihak dhamma, tidak jatuh dari kedamaian dari pembudakan.
Dengan merukunkan Saṅgha, ia bergembira selama satu kappa di alam surga.”  ||4||

“Jadi, tidak mungkinkah, Yang Mulia, bahwa penyebab perpecahan dalam Saṅgha mengalami kejatuhan, menuju neraka, menetap di sana selama satu kappa, tidak terselamatkan?”

“Mungkin saja, Upāli, bahwa bahwa penyebab perpecahan dalam Saṅgha mengalami kejatuhan … tidak terselamatkan.”

“Tetapi mungkinkah, Yang Mulia, bahwa bahwa penyebab perpecahan dalam Saṅgha tidak mengalami kejatuhan, tidak menuju neraka, tidak menetap di sana selama satu kappa, dapat terselamatkan?”

“Mungkin saja, Upāli, bahwa bahwa penyebab perpecahan dalam Saṅgha tidak mengalami kejatuhan … dapat terselamatkan.”

“Tetapi penyebab perpecahan dalam Saṅgha (manakah), Yang Mulia, yang mengalami kejatuhan, menuju neraka, menetap di sana selama satu kappa, tidak terselamatkan?”

“Ini adalah kasus, Upāli, di mana seorang bhikkhu menjelaskan apa yang bukan-dhamma sebagai dhamma; jika ia memiliki pandangan bahwa dalam (penjelasan) ini terdapat apa yang bukan-dhamma, jika ia memiliki pandangan bahwa dalam perpecahan terdapat apa yang bukan-dhamma, salah menyampaikan pendapat, salah menyampaikan persetujuan, salah menyampaikan kesenangan, salah menyampaikan kehendak,  dan jika ia berkata dan membagikan kupon suara, dengan mengatakan: ‘Ini adalah aturan, ini adalah disiplin, ini adalah instruksi Sang Guru, ambillah (kupon suara) ini, setujuilah ini’ – penyebab perpecahan dalam Saṅgha ini, Upāli, mengalami kejatuhan, menuju neraka, menetap di sana selama satu kappa, tidak terselamatkan.

“Kemudian, Upāli, jika seorang bhikkhu menjelaskan apa yang bukan-dhamma sebagai dhamma, jika ia memiliki pandangan bahwa dalam (penjelasan) ini terdapat apa yang bukan-dhamma, jika ia memiliki pandangan bahwa dalam perpecahan terdapat dhamma, salah menyampaikan pendapat … tidak terselamatkan.

“Kemudian, Upāli, jika seorang bhikkhu menjelaskan apa yang bukan-dhamma sebagai dhamma, jika ia memiliki pandangan bahwa dalam (penjelasan) ini terdapat apa yang bukan-dhamma, jika ia ragu-ragu sehubungan dengan suatu perpecahan … jika ia memiliki pandangan bahwa dalam (penjelasan) ini terdapat dhamma, jika ia memiliki pandangan bahwa dalam perpecahan terdapat apa yang bukan-dhamma … jika ia memiliki pandangan bahwa dalam (penjelasan) ini terdapat dhamma, jika ia ragu-ragu sehubungan dengan suatu perpecahan … jika ia ragu-ragu sehubungan dengan (penjelasan) ini, jika ia memiliki pandangan bahwa dalam perpecahan terdapat apa yang bukan-dhamma … jika ia ragu-ragu sehubungan dengan (penjelasan) ini, jika ia memiliki pandangan bahwa dalam perpecahan terdapat dhamma … jika ia ragu-ragu sehubungan dengan (penjelasan) ini, jika ia ragu-ragu sehubungan dengan suatu perpecahan, salah menyampaikan pendapat … tidak terselamatkan.” ||5||

“Tetapi penyebab perpecahan dalam Saṅgha (manakah), Yang Mulia, yang tidak mengalami kejatuhan, juga tidak menuju neraka, [205] tidak menetap di sana selama satu kappa, dapat terselamatkan?”

“Ini adalah kasus, Upāli, di mana seorang bhikkhu menjelaskan apa yang bukan-dhamma sebagai dhamma; jika ia memiliki pandangan bahwa dalam (penjelasan) ini terdapat dhamma, jika ia memiliki pandangan bahwa dalam perpecahan terdapat dhamma, namun tidak salah menyampaikan pendapat, tidak salah menyampaikan persetujuan, tidak salah menyampaikan kesenangan, tidak salah menyampaikan kehendak, ia berkata dan membagikan kupon suara, dengan mengatakan: ‘Ini adalah aturan, ini adalah disiplin, ini adalah instruksi Sang Guru, ambillah (kupon suara) ini, setujuilah ini’ – bahkan penyebab perpecahan dalam Saṅgha ini, Upāli, tidak mengalami kejatuhan, tidak menuju neraka, tidak menetap di sana selama satu kappa, dapat terselamatkan.

“Kemudian, Upāli, seorang bhikkhu menjelaskan dhamma sebagai bukan-dhamma … menjelaskan apa yang bukan pelanggaran berat sebagai pelanggaran berat, tetapi (walaupun) ia memiliki pandangan bahwa dalam (penjelasan) ini terdapat dhamma, pandanagn bahwa dalam perpecahan terdapat dhamma, namun tidak salah menyampaikan pendapat … dapat terselamatkan.” ||6||5||

Demikianlah bagian pengulangan ke tiga
------------------------------------------

SELESAI

Offline Wolvie

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 805
  • Reputasi: 25
Re: Kisah Devadatta
« Reply #8 on: 22 November 2011, 02:59:52 AM »
Sy lupa2 inget klo ga salah ada Sutra (Mahayaua) bahwa akhirna Devadatta kelak mencapai ke-Buddha-an, bahkan menjadi satu2nya Sammasambuddha pada kalpa itu?

Klo ada yang tau tolong share ya. thanks

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Kisah Devadatta
« Reply #9 on: 22 November 2011, 07:26:36 AM »
Devadatta diramalkan akan menjadi paccekabuddha di masa depan, setelah keluar dari Avici, bukan menjadi Sammasambuddha, tapi kalo menurut Mahayana sih, mungkin aja, karena dalam Mahayana bahkan Sammasambuddha pun masih bisa lahir lagi. jadi mungkin saja si Paccekabuddha Devadatta ini, karena merasa salah jalan, akhirnya memutuskan lahir lagi kemudian menempuh jalan Sammasambuddha. ;D

Offline Wolvie

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 805
  • Reputasi: 25
Re: Kisah Devadatta
« Reply #10 on: 22 November 2011, 02:45:09 PM »
Devadatta diramalkan akan menjadi paccekabuddha di masa depan, setelah keluar dari Avici, bukan menjadi Sammasambuddha, tapi kalo menurut Mahayana sih, mungkin aja, karena dalam Mahayana bahkan Sammasambuddha pun masih bisa lahir lagi. jadi mungkin saja si Paccekabuddha Devadatta ini, karena merasa salah jalan, akhirnya memutuskan lahir lagi kemudian menempuh jalan Sammasambuddha. ;D

iya bro Indra sy pernah baca sayangnya ga sy save n yang jelas Sutra itu bukan Saddharma Pundarika Sutra, soalnya klo di SPS ga disebutkan Devadatta menjadi satu2nya Sammasambuddha pada kalpa itu.. Sy google juga belum nemu,  :'(hiks...
 _/\_

Offline will_i_am

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.163
  • Reputasi: 155
  • Gender: Male
Re: Kisah Devadatta
« Reply #11 on: 22 November 2011, 03:42:55 PM »
Devadatta diramalkan akan menjadi paccekabuddha di masa depan, setelah keluar dari Avici, bukan menjadi Sammasambuddha, tapi kalo menurut Mahayana sih, mungkin aja, karena dalam Mahayana bahkan Sammasambuddha pun masih bisa lahir lagi. jadi mungkin saja si Paccekabuddha Devadatta ini, karena merasa salah jalan, akhirnya memutuskan lahir lagi kemudian menempuh jalan Sammasambuddha. ;D
ibaratnya gini ya:
orang jalan menuju vihara melewati jalan A ke jalan B, baru ke jalan C....
setelah sampai di vihara itu ada orang lain ngomong "eh, ngapain kamu jalan jauh2 lagi, langsung dari jalan A ke jalan C udah bisa nyampe sini kok..."
eh, si orangnya balik lagi ke jalan A, menuju jalan C, dan kembali ke vihara lagi...
kok aneh ya??
hiduplah hanya pada hari ini, jangan mengkhawatirkan masa depan ataupun terpuruk dalam masa lalu.
berbahagialah akan apa yang anda miliki, jangan mengejar keinginan akan memiliki
_/\_

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Kisah Devadatta
« Reply #12 on: 22 November 2011, 06:22:33 PM »
Menurut Saddharmapundarika Sutra bab XII, Devadatta akan mencapai Samyak Sambodhi sebagai Buddha yg bernama Devaraja. Utk lebih jelasnya lihat di http://fodian.net/world/Indonesian/Bab-XII.htm
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Kisah Devadatta
« Reply #13 on: 22 November 2011, 06:46:28 PM »
Oh ya, tentang Devadatta ini ada hal yg menarik:

Menurut catatan perjalanan Fa Hien (Fa Xian, 399-414 M) yg melakukan perjalanan ke India pada abad ke-5 M, pengikut Devadatta masih dapat ditemukan saat itu di India, yg hanya menghormati tiga Buddha sebelumnya, tetapi tidak menghormati Buddha Sakyamuni:

Quote
There are also companies of the followers of Devadatta still existing. They regularly make offerings to the three previous Buddhas, but not to Sakyamuni Buddha.

Sumber: Record of Buddhistic Kingdoms by Fa-Hien (www.buddhanet.net/pdf_file/rbddh10.pdf)

Menurut Wikipedia:

Quote
According to Faxian, Xuanzang and I Ching's writings, some people practised in a similar way and with the same books as common Buddhists, but followed the similar tapas and performed rituals to the past three buddhas and not Śākyamuni Buddha. Many followers of that sect listened to the lessons in the Nālandā with the others, but it is believed by many that they were not students of Devedatta. However, there are still those who say they follow Devadatta today at Bodh Gaya

=====================================================
The story of Devadatta has been viewed by some scholars as a later addition derived from a later account made in the vinayas of the various early Buddhist schools. The Mahāsāṃghika Vinaya mentions the figure of Devadatta, but the description and attributes of this figure are entirely different from those in the vinayas of sects from the Sthavira branch.[2] In fact, there is no overlap in the characterizations of Devadatta between the Mahāsāṃghika Vinaya and the other five extant vinayas which all come from the Sthavira branch. In addition, modern scholarship is generally in agreement that the Mahāsāṃghika Vinaya is the oldest.[3] This has led some scholars to conclude that the story of Devadatta was a legend produced by the Sthaviras after they split from the Mahāsāṃghikas in the 4th century BCE.[2] André Bareau has discovered that the earliest vinaya material common to all sects simply depicts Devadatta as a Buddhist saint who wishes for the monks to live a rigorous lifestyle.[4]

Faxian and other Chinese pilgrims who travelled to India in the early centuries of the current era recorded the continued existence of "Gotamaka" buddhists, followers of Devadatta. Gotamaka are also referred to in Pali texts of the second and fifth centuries of the current era. The followers of Devadatta are recorded to have honored all the Buddhas previous to Śākyamuni, but not Śākyamuni.

Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Devadatta

Tentang "aliran/ajaran" yg disebut Gotamaka ini, tidak dapat kita pastikan apakah pengikut Devadatta atau bukan. Menurut Pali Dictionary:

Quote
Gotamaka.-A class of ascetics, enumerated in a list of such classes. (A.iii.276. Does deva-dhammikā in Ap.ii.358 (vs.11) qualify Gotamā?) Rhys Davids thinks they were almost certainly the followers of some other member of the Sākiyan clan, as distinct from the Buddha, and suggests that it might have been Devadatta or possibly a brahmin of the Gotamagotta. (Dial.i.222; but see his article on Buddhist Law in ERE.; see also Brethren 265, n.3).

The Lalita-vistara (p.492), however, speaks of the Gautamas in a list of nine such sects; the Gotamakas and the Gautamas are evidently identical, as several of the other classes correspond with the Pāli. According to the Lalita-vistara, these sects existed even before the Buddha, for they are represented as meeting and addressing him in the sixth week after the Enlightenment, on his way to the Ajapāla-tree. We hear no more of them in subsequent history.

Sumber: http://www.palikanon.com/english/pali_names/g/gotamaka.htm
« Last Edit: 22 November 2011, 06:58:53 PM by seniya »
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Kisah Devadatta
« Reply #14 on: 22 November 2011, 06:56:47 PM »
sambungannya mana om indra???
BTW, agak OOT dikit, kepanjangan PTS itu apa ya??
saya sering dengar di kitab komentar, tapi tidak tau kepanjangannya apa....
mohon pencerahannya..

 _/\_

PTS adalah singkatan dari Pali Text Society, sebuah lembaga konservasi Tipitaka, dan merupakan yg pertama melakukan pekerjaan penerjemahan Tipitaka dari Pali ke English, yg didirikan oleh Prof. Thomas William (bukan will_i_am) Rhys Davids.
« Last Edit: 22 November 2011, 07:04:17 PM by Indra »