CAKKAVATTI SIHANADA SUTTA (26)
(Sumber : Sutta Pitaka Dhiga Nikaya V, Oleh : Lembaga Penterjemah Kitab Suci Agama Buddha, Diterbitkan Oleh : CV. Danau Batur, Jakarta, 1992)
Demikian yang telah kami dengar:
1. Pada suatu ketika Sang Bhagava berdiam di Matula dalam kerajaan Magadha. Ketika itu Sang Bhagava berkata kepada para bhikkhu: "Para bhikkhu." Para bhikkhu menjawab: "Ya, bhante." Kemudian Sang Bhagava berkata:
"Para bhikkhu, jadikanlah dirimu sebagai pelita, berlindunglah pada dirimu sendiri dan jangan berlindung pada yang lain; hiduplah dalam dhamma sebagai pelitamu, dhamma sebagai pelindungmu dan jangan berlindung pada yang lain.
Para bhikkhu, tetapi bagaimanakah seorang bhikkhu menjadi pelita bagi dirinya sendiri, sebagai pelindung bagi dirinya sendiri dan tidak berlindung pada yang lain? Bagaimana ia hidup dalam dhamma yang sebagai pelita bagi dirinya dan tidak berlindung pada yang lain?
Para bhikkhu, dalam hal ini seorang bhikkhu mengamati tubuh (kaya) sebagai tubuh dengan rajin, penuh pengertian dan perhatian, melenyapkan keserakahan dan ketidaksenangan dalam dunia. Seorang bhikkhu mengamati perasaan (vedana)... mengamati kesadaran (citta)... dan mengamati ide-ide (dhamma) sebagai dhamma dengan rajin, penuh pengertian dan perhatian, melenyapkan keserakahan dan ketidaksenangan dalam dunia.
Para bhikkhu, beginilah seorang bhikkhu menjadikan dirinya sebagai pelita bagi dirinya sendiri, menjadikan dirinya sebagai pelindung bagi dirinya sendiri dan tidak berlindung pada hal yang lain. Ia menjadikan dhamma sebagai pelita bagi dirinya sendiri, ia menjadikan dhamma sebagai pelindung bagi dirinya sendiri dan tidak berlindung pada yang lain.
Para bhikkhu, jalanlah di lingkunganmu (gocara) sendiri, yang pernah dijalani oleh para pendahulumu. Jikalau kamu sekalian berjalan di tempat itu maka Mara tidak akan mendapat tempat untuk ditempati dan tidak ada tempat untuk dihancurkan. Sesungguhnya dengan mengembangkan kebaikan maka jasa-jasa bertambah-tambah.
2. Para bhikkhu, pada zaman dahulu ada seorang maharaja dunia (cakkavatti) yang bernama Dalhanemi yang jujur, memerintah berdasarkan kebenaran, raja dari empat penjuru dunia, penakluk, pelindung rakyatnya, pemilik tujuh macam permata. Ketujuh macam permata itu adalah cakka (cakra), gajah, kuda, permata, wanita, kepala rumah tangga dan penasehat. Ia memiliki keturunan lebih dari seribu orang yang merupakan ksatriya-ksatriya perkasa penakluk musuh. Ia menguasai seluruh dunia sampai ke batas lautan, yang ditaklukkannya bukan dengan kekerasan atau dengan pedang tetapi dengan kebenaran (dhamma).
3. Para bhikkhu, setelah banyak tahun, ratusan tahun dan ribuan tahun, Raja Dalhanemi memerintah seseorang dengan berkata: 'Bilamana kau melihat Cakka permata surgawi (dibba cakka ratana) telah terbenam sedikit dan telah bergeser dari tempatnya, maka beritahukan hal itu kepadaku.
''Baiklah, raja,' jawab orang itu.
Setelah banyak tahun, ratusan tahun dan ribuan tahun, orang itu melihat bahwa Cakka ratana surgawi telah terbenam sedikit dan telah bergeser sedikit dari tempatnya. Setelah ia melihat kejadian ini, ia pergi menghadap Raja Dalhanemi dan melapor: 'Maharaja, ketahuilah bahwa Cakka ratana surgawi telah terbenam sedikit dan telah bergeser sedikit dari tempatnya.'
Para bhikkhu, Raja Dalhanemi memanggil putra yang tertua dan berkata:
'Anakku, dengarkanlah, Cakka ratana surgawi telah terbenam sedikit dan telah bergeser sedikit dari tempatnya. Juga telah diberitahukan kepadaku: 'Bilamana Cakka ratana surgawi dari maharaja dunia (cakkavatti) terbenam dan bergeser dari tempatnya, maka raja itu tidak akan hidup lama lagi'. Saya telah menikmati kenikmatan duniawi. Anakku, pimpinlah dunia ini sampai di batas lautan. Karena saya akan mencukur rambut serta janggutku, mengenakan jubah kuning, meninggalkan kehidupan duniawi untuk menjadi pertapa.'
Para bhikkhu, demikianlah setelah Raja Dalhanemi menyerahkan tahta kerajaan kepada putranya, ia mencukur rambut serta janggutnya, mengenakan jubah kuning, meninggalkan kehidupan duniawi dan menjadi pertapa. Para hari ketujuh Cakka ratana surgawi lenyap.
4. Kemudian seseorang menghadap raja dan melapor kepada beliau dengan berkata:
'Raja, demi kebenaran, ketahuilah bahwa Cakka ratana surgawi telah lenyap!'
Para bhikkhu, ketika raja mendengar kabar itu, ia menjadi sedih dan berduka cita. Lalu ia pergi menemui pertapa raja dan berkata: 'Tuanku, demi kebenaran, ketahuilah bahwa Cakka ratana surgawi telah lenyap.'
Setelah raja berkata demikian, pertapa raja menjawab: 'Anakku, janganlah bersedih dan berduka cita karena tidak ada hubungan keluarga antara kau dan Cakka ratana surgawi. Tetapi anakku, putarlah roda kewajiban maharaja yang suci. Karena bila kau memutarkan roda kewajiban maharaja yang suci dan pada hari uposatha di bulan purnama kau membasuh kepalamu serta melaksanakan uposatha di teras utama pada tingkat atas istana, maka Cakka ratana surgawi akan muncul lengkap dengan seribu ruji, roda dan as serta bagian-bagian lain.'
5. 'Tetapi, Tuanku, apakah yang dimaksud dengan roda kewajiban maharaja yang suci itu?'
'Anakku, hiduplah dalam kebenaran; berbakti, hormati dan bersujudlah pada kebenaran, pujalah kebenaran, sucikanlah dirimu dengan kebenaran, jadikanlah dirimu panji kebenaran dan tanda kebenaran, jadikanlah kebenaran sebagai tuanmu. Perhatikan, jaga dan lindungilah dengan baik keluargamu, tentara, para bangsawan, para menteri, para rohaniawan, perumah tangga, para penduduk kota dan desa, para samana dan pertapa, serta binatang-binatang. Jangan biarkan kejahatan terjadi dalam kerajaanmu. Bila dalam kerajaanmu ada orang yang miskin, berilah dia dana. Anakku apabila para samana dan pertapa dalam kerajaanmu meninggalkan minuman keras yang menyebabkan kekurangwaspadaan dan mereka sabar serta lemah lembut, menguasai diri, menenangkan diri serta menyempurnakan diri mereka masing-masing, lalu selalu datang menemuimu untuk menanyakan kepadamu apa yang baik dan apa yang buruk, perbuatan baik dan perbuatan buruk, perbuatan yang pantas dilakukan dan yang tak pantas dilakukan, perbuatan yang bermanfaat dan yang tidak bermanfaat di masa yang akan datang; kau harus mendengar apa yang akan mereka katakan dan kau harus menghalangi mereka berbuat jahat serta anjurkanlah mereka untuk berbuat baik. Anakku inilah roda kewajiban maha raja yang suci.'
'Baiklah, tuanku,' jawab raja. Ia patuh melaksanakan roda kewajiban maharaja yang suci. Pada hari uposatha raja membasuh kepalanya dan melaksanakan uposatha di teras utama pada tingkat atas istana. Kemudian Cakka ratana surgawi muncul lengkap dengan seribu ruji, roda, as serta bagian-bagian yang lain. Ketika raja melihat kejadian ini ia berpikir: 'Telah diberitahukan kepadaku bahwa raja yang melihat Cakka ratana surgawi yang muncul, maka ia menjadi Cakkavatti (maharaja dunia). Semoga saya menjadi penguasa dunia!'
6. Para bhikkhu, kemudian raja bangkit dari tempat duduknya, membuka jubah dari bagian salah satu bahunya, dengan tangan kiri ia mengambil sebuah kendi dan dengan tangan kanannya ia memercikkan air pada Cakka ratana surgawi dengan berkata: 'Berputarlah Cakka ratana. Maju dan taklukkanlah, Cakka ratana.'
Para bhikkhu, kemudian Cakka ratana berputar maju ke arah daerah bagian Timur dan raja cakkavatti mengikuti Cakka ratana itu. Raja pergi bersama tentaranya, kuda-kuda, kereta-kereta, gajah-gajah dan pasukan. Di tempat mana pun Cakka ratana itu berhenti, di tempat itu pula raja penakluk bersama empat kelompok pasukannya tinggal. Kemudian semua raja yang merupakan musuh di daerah bagian Timur datang menemui cakkavatti dengan berkata: 'Datanglah, Maharaja! Selamat datang, Maharaja! Semua ini milikmu, Maharaja! Pimpinlah kami, Maharaja!' Raja Cakkavatti menjawab: 'Kamu sekalian janganlah membunuh mahluk, jangan mengambil barang yang tidak diberikan, jangan berzinah, jangan berdusta dan jangan minum-minuman keras. Nikmatilah apa yang menjadi hak kamu sekalian.' Semua raja-raja yang merupakan musuh di daerah bagian Timur menjadi taklukkan Cakkavatti.
7. Para bhikkhu, kemudian Cakka ratana terjun ke dalam lautan timur dan muncul kembali setelah berputar maju ke arah daerah bagian selatan... (di sana terjadi seperti yang terjadi di daerah bagian timur. Demikian pula Cakka ratana terjun ke dalam lautan selatan dan muncul kembali serta berputar maju ke arah daerah bagian barat... ke arah daerah bagian utara... semua terjadi seperti yang terjadi di daerah bagian timur).
Setelah Cakkaratana menaklukkan seluruh dunia hingga ke batas lautan, Cakka ratana kembali ke kota kerajaan dan diam, sehingga orang-orang berpikir bahwa Cakka ratana telah tetap tidak akan bergerak di depan gedung pengadilan di gerbang istana raja Cakkavatti. Cakka ratana menambah keagungan istana dengan berada di depan gerbang istana raja Cakkavatti.
8. Para bhikkhu, demikian pula raja Cakkavatti kedua... raja Cakkavatti ketiga ... raja Cakkavatti keempat ... raja Cakkavati kelima ... raja Cakkavatti keenam... dan raja Cakkavatti ketujuh setelah banyak tahun, setelah ratusan tahun dan setelah ribuan tahun, beliau memerintah seseorang dengan berkata: 'Bilamana kau melihat Cakka ratana surgawi telah terbenam sedikit dan telah bergeser sedikit dari tempatnya, maka beritahukan hal itu kepadaku.'
'Baiklah, raja,' jawab orang itu.
Setelah banyak tahun, setelah ratusan tahun, dan setelah ribuan tahun, orang itu melihat bahwa Cakka ratana telah terbenam sedikit dan telah bergeser sedikit dari tempatnya. Ketika melihat kejadian ini, ia pergi menghadap raja Cakkavatti dan melaporkan apa yang telah dilihatnya.
Para bhikkhu, raja cakkavatti memanggil putranya yang tertua dan berkata: 'Anakku, dengarkanlah, Cakka ratana surgawi telah terbenam sedikit dan telah bergeser sedikit dari tempatnya. Juga telah diberitahukan kepadaku: 'Bilamana Cakka ratana surgawi telah terbenam dan bergeser dari tempatnya maka raja Cakkavatti tidak akan hidup lama lagi'. Saya telah menikmati kenikmatan duniawi, tibalah saatnya bagiku untuk mencari kebahagiaan surgawi. Anakku, pimpinlah dunia ini yang sampai di batas lautan. Karena saya akan mencukur rambut serta janggutku, mengenakan jubah kuning, meninggalkan kehidupan duniawi untuk menjadi pertapa.'
Demikianlah setelah raja Cakkavatti menyerahkan tahta kerajaan kepada putranya, ia mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning, meninggalkan kehidupan duniawi dan menjadi pertapa. Pada hari ketujuh setelah raja menjadi pertapa, Cakka ratana surgawi lenyap.
9. Kemudian seseorang menghadap raja dan melapor kepada beliau dengan berkata: 'Raja, demi kebenaran, ketahuilah bahwa Cakka ratana surgawi telah lenyap!' Ketika raja mendengar berita ini ia menjadi sedih dan berduka cita, tetapi ia tidak pergi menemui pertapa raja untuk menanyakan roda kewajiban maharaja yang suci. Dengan idenya dan caranya sendiri ia memerintah rakyatnya dan rakyat yang diperintah seperti itu, yaitu cara yang berbeda dengan apa yang mereka ikuti dahulu, menjadi tidak sukses seperti apa yang mereka biasa capai di masa raja-raja terdahulu yang melaksanakan kewajiban maharaja yang suci dari seorang raja Cakkavatti.
Para bhikkhu, kemudian para menteri, para pegawai istana, para pejabat keuangan, para pengawal dan penjaga serta orang-orang yang hidup dengan melaksanakan pembacaan mantra pergi menemui raja dan berkata: 'Wahai raja, rakyatmu yang raja perintah berdasarkan idemu dan caramu sendiri, yang berbeda dengan cara-cara yang mereka ikuti dahulu tidak sukses seperti apa yang mereka biasa capai di masa raja-raja terdahulu yang melaksanakan kewajiban maharaja yang suci. Dalam kerajaan ini ada para menteri, para pegawai istana, para pejabat keuangan, para pengawal dan penjaga serta orang-orang yang hidup dengan melaksanakan pembacaan mantra -- semua kami ini dan yang lain-lain -- memiliki pengetahuan tentang kewajiban maharaja yang suci dari raja Cakkavatti. Apabila raja menanyakan hal itu kepada kami, maka kami akan menerangkannya.'
10. Para bhikkhu, kemudian raja mempersilahkan para menteri dan orang-orang lainnya duduk, setelah itu raja bertanya kepada mereka tentang kewajiban maharaja yang suci dari raja cakkavatti. Mereka menerangkan hal itu kepada beliau. Ketika raja telah mendengar hal itu, beliau memperhatikan, menjaga dan melindungi rakyatnya dengan baik, tetapi ia tidak memberikan dana kepada orang-orang miskin. Karena ia tidak berdana kepada orang-orang miskin maka kemelaratan bertambah.
Ketika kemiskinan telah meluas, seorang tertentu mengambil barang yang tidak diberikan kepadanya, perbuatan ini disebut mencuri. Ia ditangkap orang-orang dan ia dihadapkan kepada raja dan mereka berkata: 'Raja, orang ini telah mengambil barang yang tidak diberikan kepadanya, perbuatan itu adalah mencuri.'
Lalu raja bertanya sebagai berikut kepada orang itu: 'Apakah benar bahwa kau telah mengambil barang yang tak diberikan kepadamu, dan dengan demikian kamu telah melakukan perbuatan yang disebut mencuri?'
'Benar, raja.'
'Mengapa kau melakukannya?'
'Raja, saya tak memiliki sesuatu untuk mempertahankan hidupku.'
Kemudian raja memberikan dana kepada orang itu dengan berkata: 'Dengan dana ini kau dapat menyambung hidupmu, peliharalah orang tuamu, anak-anakmu dan istrimu. Kerjakanlah pekerjaanmu dan berdanalah selalu kepada para samana
dan pertapa, karena perbuatan ini berpahala untuk terlahir kembali di alam surga.'
'Baiklah, raja,' jawab orang itu.
11. Para bhikkhu, kemudian ada orang lain mencuri. Ia ditangkap orang-orang dan mereka membawanya menghadap kepada raja, mereka berkata: 'Raja, orang ini telah mencuri.' Raja bertanya kepada orang itu dan beliau melakukan perbuatan yang sama seperti yang beliau lakukan kepada pencuri yang lalu, dengan memberikan dana kepada orang itu.
12. Para bhikkhu, orang-orang mendengar bahwa bagi mereka yang mencuri mendapat dana dari raja. Karena mendengar hal ini mereka berpikir: 'Marilah kita mencuri.' Di antara mereka itu ada orang tertentu yang melakukannya. Orang ini ditangkap dan dibawa kehadapan raja. Raja bertanya kepada orang tersebut:
'Apa sebab kau mencuri?'
'Saya mencuri sebab tak dapat mempertahankan hidupku.'
Namun raja berpikir: 'Jika saya memberikan dana kepada siapa setiap orang yang mencuri maka pencuri akan bertambah banyak. Saya harus menghentikan perbuatan ini, ia harus diganjar dengan hukuman berat, yaitu kepalanya dipancung.' Selanjutnya raja memerintah bawahannya dengan berkata:
'Perhatikanlah, ikatlah tangan orang ini ke belakang tubuhnya dan ikatlah dengan kencang. Gunduli kepalanya dan bawalah dia berkeliling disertai genderang yang nyaring ke jalan-jalan, ke persimpangan-persimpangan jalan. Bawalah dia keluar melalui gerbang selatan dan berhentilah di selatan kota. Ganjarlah dia dengan hukuman terberat berat, yaitu kepalanya dipancung.'
'Baiklah, raja,' jawab orang-orang itu dan mereka melaksanakan perintah itu.
13. Para bhikkhu, pada waktu itu telah banyak orang yang mendengar bahwa orang yang mencuri dihukum mati. Karena telah mendengar hal ini maka beberapa orang tertentu berpikir: 'Sekarang kitapun harus menyediakan pedang tajam dan orang-orang yang barangnya kita ambil dengan tanpa mereka berikan -- perbuatan yang disebut mencuri -- kita hentikan mereka dengan kepala mereka kita pancung.'
Selanjutnya, mereka mempersenjatai diri mereka dengan pedang-pedang tajam, lalu mereka, pergi merampok di desa-desa, di kampung-kampung dan di kota-kota serta di jalan-jalan. Orang-orang yang mereka rampoki mereka bunuh dengan kepala dipancung.
14. Para bhikkhu, demikianlah karena dana-dana tidak diberikan kepada orang yang miskin maka kemelaratan meluas. Karena kemelaratan bertambah maka pencuri bertambah. Karena pencuri bertambah maka kekerasan berkembang dengan cepat. Disebabkan adanya kekerasan yang meluas maka pembunuhan menjadi biasa. Karena pembunuhan terjadi maka batas usia kehidupan dan kecantikan manusia berkurang, sehingga batas usia kehidupan pada masa itu adalah 80.000 tahun, akan tetapi batas usia kehidupan anak-anak mereka hanya 40.000 tahun.
Selanjutnya, di antara orang-orang yang batas usia kehidupan 40.000 tahun ada yang mencuri. Pencuri ditangkap oleh orang-orang dan dia dihadapkan kepada raja. Orang-orang itu memberitahukan kepada raja dengan berkata: 'Raja, orang
telah mencuri.'
Raja bertanya kepada orang itu: 'Apakah benar bahwa kau telah mencuri?'
'Tidak, raja,' jawabnya. Dengan jawaban ini orang itu telah berdusta dengan sengaja.
15. Demikianlah, karena dana-dana tidak diberikan kepada orang-orang yang miskin maka kemelaratan meluas... mencuri ... kekerasan ... pembunuhan... hingga berdusta menjadi biasa. Karena berdusta telah menjadi biasa maka batas usia kehidupan dan kecantikan manusia berkurang, sehingga batas usia kehidupan manusia pada masa itu adalah 40.000 tahun, akan tetapi batas usia kehidupan anak-anak mereka hanya 20.000 tahun.
Di antara orang-orang yang batas usia kehidupan 20.000 tahun ada orang yang mencuri. Ada orang tertentu yang melaporkan hal ini kepada raja: 'Raja, ada orang yang mencuri', demikianlah ia mengatakan kata-kata jahat tentang orang itu.
Bersambung....