Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia
Buddhisme Awal, Sekte dan Tradisi => Theravada => Sutta Vinaya => Topic started by: Andi Sangkala on 30 August 2008, 11:03:59 AM
-
Namaste _/\_
Informasi tentang Dhamma bagi kita sekarang jauh lebih mudah diperoleh ketimbang dengan pendahulu kita. Sekarang kita tinggal tanya saja pada Mr. Google maka dengan cepat beliau melayani keinginan kita, tapi bagi pendahulu kita serpihan Dhamma sekecil apapun menjadi pusaka yang luar biasa bagaikan seorang arkeolog yang menemukan serpihan tulang Dino atau benda purbakala lainnya.
Serpihan tadi menjadi daya tarik untuk penyelidikan lebih lanjut, hal ini membuat mereka lebih arif. ^:)^
Namun yang kita temukan sekarang adalah Gunung Dhamma sehingga serpihan kecil Dhamma seringkali terlupakan, padahal kita hanya memandang gunung (baca Dhamma) yang menjulang tinggi dari kejauhan tanpa melihat krikil kecil yang menghalangi jalan kita. 8)
Kita terpukau dengan keindahan gunung (versi kita) sehingga kita banyak cerita tentang gunung padahal kita belum pernah mendaki gunung, bahkan kita tidak punya pengetahuan tentang gunung yang baik namun kita sering kali terjebak pada debat kusir soal gunung. :o
Pengalaman orang mendaki gunung berbeda satu sama lain, karena waktu yang berbeda, musim yang berbeda, sisi pendakian yang berbeda, kondisi pribadi (kesehatan dsb) yang berbeda dan lain sebagainya. Seorang pendaki gunung yang baik selalu berbicara sesuai pengalamannya sehingga dia juga mampu membimbing orang lain untuk mendaki gunung tersebut dengan aman, bukan malah terjebak pada perdebatan yang berkepanjangan. :x
Kitab suci Tipitaka tidak ditulis, dicetak atau diterbitkan oleh Buddha, Tipitaka adalah hasil kompilasi para Bhikkhu setelah Buddha parinibbāna, Tipitaka dikumpulkan dan kemudian disusun setelah terlebih dahulu dicocokkan melalui pengulangan secara lisan oleh para bhikkhu berdasarkan daya ingat mereka (tradisi pengulangan sabda Buddha masih kuat dilaksanakan oleh para Bhikkhu secara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya). _/\_
Anehnya ketika orang membaca sutta maka dengan cepat dia menyatakan bahwa sutta ini sahih sedangkan yang lainnya tidak sahih, mungkin lebih arif apabila seseorang menyatakan sutta ini lebih cocok baginya ketimbang yang lain, dengan demikian nuansa kosombongan tidak akan muncul dalam batin orang tersebut. :P
Seringkali kita lupa bahwasanya Buddha membabarkan Dhamma dengan pelbagai cara yang arif (upāyakosalla) pada orang yang berbeda tingkat batinnya.
Pada orang bijak Buddha menerangkan Dhamma secara singkat, pada yang lainnya mungkin panjang lebar, sedangkan pada yang lainnya mungkin disertai contoh atau perumpamaan dsb. ^:)^
Semoga hal ini menjadi bahan renungan bagi kita semua :)
Sukhi hotu _/\_
Andi
-
anda mungkin benar, tapi orthodoxy gak bisa diutik2...
bagi theravadin orthodox, kebenaran itu udah jadi kristal sejak konsili ketiga dan saat buddhaghosa menerbitkan visuddhimagga...
-
Anehnya ketika orang membaca sutta maka dengan cepat dia menyatakan bahwa sutta ini sahih sedangkan yang lainnya tidak sahih, mungkin lebih arif apabila seseorang menyatakan sutta ini lebih cocok baginya ketimbang yang lain, dengan demikian nuansa kosombongan tidak akan muncul dalam batin orang tersebut.
Lebih aneh lagi kalo ada yang meragukan satu sutta, lalu langsung "ditendang".
-
sudah2x, jangan saling menyindir :)
-
Hmm, maen sindir2an yah disini kakakak :))
-
Hmm, maen sindir2an yah disini kakakak :))
Namaste _/\_
Bukan sindir2an :) cuma saling mengingatkan bahwa:
Seseorang yang rajin belajar Dhamma sering berpendapat keliru bahwa dia sudah dekat dengan Dhamma, padahal dia cuma sibuk belajar.
Begitu juga seorang yang rajin mengajar Dhamma sering berpendapat berpendapat bahwa dia sudah dekat dengan Dhamma, padahal dia cuma sibuk mengajar.
Begitu juga seorang yang rajin bermeditasi juga bisa berpikir keliru bahwa dia sudah dekat dengan Dhamma, tapi sesungguhnya dia cuma sibuk bermeditasi, dst ^:)^ ^:)^ ^:)^ ^:)^ ^:)^ ^:)^
Semoga kita menjadi cerah dan tercerahkan :x
Sukhi hotu _/\_
Andi
-
Hmm, maen sindir2an yah disini kakakak :))
Namaste _/\_
Bukan sindir2an :) cuma saling mengingatkan bahwa:
Seseorang yang rajin belajar Dhamma sering berpendapat keliru bahwa dia sudah dekat dengan Dhamma, padahal dia cuma sibuk belajar.
Begitu juga seorang yang rajin mengajar Dhamma sering berpendapat berpendapat bahwa dia sudah dekat dengan Dhamma, padahal dia cuma sibuk mengajar.
Begitu juga seorang yang rajin bermeditasi juga bisa berpikir keliru bahwa dia sudah dekat dengan Dhamma, tapi sesungguhnya dia cuma sibuk bermeditasi, dst ^:)^ ^:)^ ^:)^ ^:)^ ^:)^ ^:)^
Semoga kita menjadi cerah dan tercerahkan :x
Sukhi hotu _/\_
Andi
lalu, gimana caranya dekat dengan Dhamma ?
_/\_
-
Namaste _/\_
Informasi tentang Dhamma bagi kita sekarang jauh lebih mudah diperoleh ketimbang dengan pendahulu kita. Sekarang kita tinggal tanya saja pada Mr. Google maka dengan cepat beliau melayani keinginan kita, tapi bagi pendahulu kita serpihan Dhamma sekecil apapun menjadi pusaka yang luar biasa bagaikan seorang arkeolog yang menemukan serpihan tulang Dino atau benda purbakala lainnya.
Serpihan tadi menjadi daya tarik untuk penyelidikan lebih lanjut, hal ini membuat mereka lebih arif. ^:)^
Namun yang kita temukan sekarang adalah Gunung Dhamma sehingga serpihan kecil Dhamma seringkali terlupakan, padahal kita hanya memandang gunung (baca Dhamma) yang menjulang tinggi dari kejauhan tanpa melihat krikil kecil yang menghalangi jalan kita. 8)
Kita terpukau dengan keindahan gunung (versi kita) sehingga kita banyak cerita tentang gunung padahal kita belum pernah mendaki gunung, bahkan kita tidak punya pengetahuan tentang gunung yang baik namun kita sering kali terjebak pada debat kusir soal gunung. :o
Pengalaman orang mendaki gunung berbeda satu sama lain, karena waktu yang berbeda, musim yang berbeda, sisi pendakian yang berbeda, kondisi pribadi (kesehatan dsb) yang berbeda dan lain sebagainya. Seorang pendaki gunung yang baik selalu berbicara sesuai pengalamannya sehingga dia juga mampu membimbing orang lain untuk mendaki gunung tersebut dengan aman, bukan malah terjebak pada perdebatan yang berkepanjangan. :x
Kitab suci Tipitaka tidak ditulis, dicetak atau diterbitkan oleh Buddha, Tipitaka adalah hasil kompilasi para Bhikkhu setelah Buddha parinibbāna, Tipitaka dikumpulkan dan kemudian disusun setelah terlebih dahulu dicocokkan melalui pengulangan secara lisan oleh para bhikkhu berdasarkan daya ingat mereka (tradisi pengulangan sabda Buddha masih kuat dilaksanakan oleh para Bhikkhu secara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya). _/\_
Anehnya ketika orang membaca sutta maka dengan cepat dia menyatakan bahwa sutta ini sahih sedangkan yang lainnya tidak sahih, mungkin lebih arif apabila seseorang menyatakan sutta ini lebih cocok baginya ketimbang yang lain, dengan demikian nuansa kosombongan tidak akan muncul dalam batin orang tersebut. :P
Seringkali kita lupa bahwasanya Buddha membabarkan Dhamma dengan pelbagai cara yang arif (upāyakosalla) pada orang yang berbeda tingkat batinnya.
Pada orang bijak Buddha menerangkan Dhamma secara singkat, pada yang lainnya mungkin panjang lebar, sedangkan pada yang lainnya mungkin disertai contoh atau perumpamaan dsb. ^:)^
Semoga hal ini menjadi bahan renungan bagi kita semua :)
Sukhi hotu _/\_
Andi
Koq mirip ama ceramahnya Romo Cunda di dharmasukha hari sabtu kemaren sih...
-
Namaste _/\_
Informasi tentang Dhamma bagi kita sekarang jauh lebih mudah diperoleh ketimbang dengan pendahulu kita. Sekarang kita tinggal tanya saja pada Mr. Google maka dengan cepat beliau melayani keinginan kita, tapi bagi pendahulu kita serpihan Dhamma sekecil apapun menjadi pusaka yang luar biasa bagaikan seorang arkeolog yang menemukan serpihan tulang Dino atau benda purbakala lainnya.
Serpihan tadi menjadi daya tarik untuk penyelidikan lebih lanjut, hal ini membuat mereka lebih arif. ^:)^
Namun yang kita temukan sekarang adalah Gunung Dhamma sehingga serpihan kecil Dhamma seringkali terlupakan, padahal kita hanya memandang gunung (baca Dhamma) yang menjulang tinggi dari kejauhan tanpa melihat krikil kecil yang menghalangi jalan kita. 8)
Kita terpukau dengan keindahan gunung (versi kita) sehingga kita banyak cerita tentang gunung padahal kita belum pernah mendaki gunung, bahkan kita tidak punya pengetahuan tentang gunung yang baik namun kita sering kali terjebak pada debat kusir soal gunung. :o
Pengalaman orang mendaki gunung berbeda satu sama lain, karena waktu yang berbeda, musim yang berbeda, sisi pendakian yang berbeda, kondisi pribadi (kesehatan dsb) yang berbeda dan lain sebagainya. Seorang pendaki gunung yang baik selalu berbicara sesuai pengalamannya sehingga dia juga mampu membimbing orang lain untuk mendaki gunung tersebut dengan aman, bukan malah terjebak pada perdebatan yang berkepanjangan. :x
Kitab suci Tipitaka tidak ditulis, dicetak atau diterbitkan oleh Buddha, Tipitaka adalah hasil kompilasi para Bhikkhu setelah Buddha parinibbāna, Tipitaka dikumpulkan dan kemudian disusun setelah terlebih dahulu dicocokkan melalui pengulangan secara lisan oleh para bhikkhu berdasarkan daya ingat mereka (tradisi pengulangan sabda Buddha masih kuat dilaksanakan oleh para Bhikkhu secara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya). _/\_
Anehnya ketika orang membaca sutta maka dengan cepat dia menyatakan bahwa sutta ini sahih sedangkan yang lainnya tidak sahih, mungkin lebih arif apabila seseorang menyatakan sutta ini lebih cocok baginya ketimbang yang lain, dengan demikian nuansa kosombongan tidak akan muncul dalam batin orang tersebut. :P
Seringkali kita lupa bahwasanya Buddha membabarkan Dhamma dengan pelbagai cara yang arif (upāyakosalla) pada orang yang berbeda tingkat batinnya.
Pada orang bijak Buddha menerangkan Dhamma secara singkat, pada yang lainnya mungkin panjang lebar, sedangkan pada yang lainnya mungkin disertai contoh atau perumpamaan dsb. ^:)^
Semoga hal ini menjadi bahan renungan bagi kita semua :)
Sukhi hotu _/\_
Andi
Koq mirip ama ceramahnya Romo Cunda di dharmasukha hari sabtu kemaren sih...
Ini yang dharmasukha depok??? :-?
jangan2 dua2nya orang depok yah??? ^-^
-
Kalo Mr. Wei biasa mangkal di dhammasukkha pluit (VPDS).... ;D
Romo Cunda memang sering ceramah di VPDS... :)
_/\_ :lotus:
-
Hmm, maen sindir2an yah disini kakakak :))
Namaste _/\_
Bukan sindir2an :) cuma saling mengingatkan bahwa:
Seseorang yang rajin belajar Dhamma sering berpendapat keliru bahwa dia sudah dekat dengan Dhamma, padahal dia cuma sibuk belajar.
Begitu juga seorang yang rajin mengajar Dhamma sering berpendapat berpendapat bahwa dia sudah dekat dengan Dhamma, padahal dia cuma sibuk mengajar.
Begitu juga seorang yang rajin bermeditasi juga bisa berpikir keliru bahwa dia sudah dekat dengan Dhamma, tapi sesungguhnya dia cuma sibuk bermeditasi, dst ^:)^ ^:)^ ^:)^ ^:)^ ^:)^ ^:)^
Semoga kita menjadi cerah dan tercerahkan :x
Sukhi hotu _/\_
Andi
lalu, gimana caranya dekat dengan Dhamma ?
_/\_
Yg ditulis Andi Sangkala maksudnya adalah ketiga hal itu harus disikapi secara bijaksana dan seimbang, jangan sampai salah satu point itu kebablasan. Masih banyak point2 yg lainnya silakan digali lebih mendalam dan direnungkan. Dhamma itu ada saat ini juga tergantung apakah kita bisa melihatnya, kalo masih banyak debu/ilusi tidak mungkin kelihatan ._/\_
-
lalu, gimana caranya dekat dengan Dhamma ?
_/\_
dear Andrew,
jika saya boleh menjawab.......
tujuan utama Buddhism adalah mengikis Lobha, Dosa dan Moha untuk merealisasi Anatta sehingga pada akhirnya akan dapat mencapai Nibbana
Jadi bagaimana caranya org menjadi dekat Dhamma??? tentunya dengan melaksanakan Dhamma tersebut karena sebagaiman diketahui, ada istilah "Tidak Kenal maka Tidak Sayang"
Bro Andi diatas sudah menyebutkan dengan jelas bahwa
"Seseorang yang rajin belajar Dhamma sering berpendapat keliru bahwa dia sudah dekat dengan Dhamma, padahal dia cuma sibuk belajar, dst"
Disini jelas bahwa dia melekat pada Dhamma itu sendiri alias Lobha dimana ini tentunya tidak selaras dengan Dhamma itu sendiri.
Bro Willibordus pernah menyebutkan, bahwa dalam tahapan merealisasi Anatta, EGO sedikit demi sedikit mulai terkikis dimana efeknya adalah kita akan semakin toleran dan orang di sekitar kita semakin nyaman berada di sekitar kita
semoga ukuran-ukuran ini bisa memperjelas mengenai kedekatan dengan Dhamma yah.......
-
Kalo Mr. Wei biasa mangkal di dhammasukkha pluit (VPDS).... ;D
Romo Cunda memang sering ceramah di VPDS... :)
_/\_ :lotus:
oooo :-[............. berarti dua2nya dateng ke pluit yah??? ;D
-
Koq mirip ama ceramahnya Romo Cunda di dharmasukha hari sabtu kemaren sih...
namaste _/\_
heheheheh asik kalo sama seh ^:)^
namanya juga merelay hehehehe ;)
sukhi hotu _/\_
Andi
-
Hmm, maen sindir2an yah disini kakakak :))
Namaste _/\_
Bukan sindir2an :) cuma saling mengingatkan bahwa:
Seseorang yang rajin belajar Dhamma sering berpendapat keliru bahwa dia sudah dekat dengan Dhamma, padahal dia cuma sibuk belajar.
Begitu juga seorang yang rajin mengajar Dhamma sering berpendapat berpendapat bahwa dia sudah dekat dengan Dhamma, padahal dia cuma sibuk mengajar.
Begitu juga seorang yang rajin bermeditasi juga bisa berpikir keliru bahwa dia sudah dekat dengan Dhamma, tapi sesungguhnya dia cuma sibuk bermeditasi, dst ^:)^ ^:)^ ^:)^ ^:)^ ^:)^ ^:)^
Semoga kita menjadi cerah dan tercerahkan :x
Sukhi hotu _/\_
Andi
Saya suka quote ini, ini membawakan saya pemahaman baru.
_/\_
-
Namaste _/\_
Bukan sindir2an :) cuma saling mengingatkan bahwa:
Seseorang yang rajin belajar Dhamma sering berpendapat keliru bahwa dia sudah dekat dengan Dhamma, padahal dia cuma sibuk belajar.
Begitu juga seorang yang rajin mengajar Dhamma sering berpendapat berpendapat bahwa dia sudah dekat dengan Dhamma, padahal dia cuma sibuk mengajar.
Begitu juga seorang yang rajin bermeditasi juga bisa berpikir keliru bahwa dia sudah dekat dengan Dhamma, tapi sesungguhnya dia cuma sibuk bermeditasi, dst ^:)^ ^:)^ ^:)^ ^:)^ ^:)^ ^:)^
Semoga kita menjadi cerah dan tercerahkan :x
Sukhi hotu _/\_
Andi
Tulisan anda saat Ini terbukti. Semoga ini menjadi bahan renungan di hari raya Imlek 2564. _/\_