[at] atas
iya, yg ini saya tau semua, maksudnya kalo diterjemahin ke indo, ga tau bhs indonya, hehehehe
thx kpd bro/sis purnama sudah membantu
Maksud gina Akulturasi musik tradisional tionghoa di Indonesia, Khususnya gambang Keromong Begitu Gina
Kalo benar
Tulisan ini mungkin bs membantu gina :
Sebutan Gambang Kromong di ambil dari nama dua buah alat perkusi, yaitu gambang dan kromong. Bilahan Gambang yang berjumlah 18 buah, biasa terbuat dari kayu suangking, huru batu atau kayu jenis lain yang empuk bunyinya bila dipukul. Kromong biasanya dibuat dari perunggu atau besi, berjumlah 10 buah (sepuluh pencon).
Orkes Gambang Kromong merupakan perpaduan yang serasi antara unsur-unsur Non tionghoa dengan unsur Tionghoa. Secara fisik unsur Tionghoa tampak pada alat-alat musik gesek yaitu Tehyan, Kongahyan dan Sukong, sedangkan alat musik lainnya yaitu gambang, kromong, gendang, kecrek dan gong merupakan unsur lokal betawi. Perpaduan kedua unsur kebudayaan tersebut tampak pula pada perbendarahaan lagu-lagunya.
Disamping lagu-lagu yang menunjukan sifat lokal betawi seperti Jali-jali, Surilang, Persi, Balo-balo, Lenggang-lenggang Kangkung, Onde-onde, Gelatik Ngunguk dan sebagainya, terdapat pula lagu-lagu yang jelas bercorak Tionghoa, baik nama lagu, alur melodi maupun liriknya seperti Kong Jilok, Sipatmo, Phe Pantaw, Citnosa, Macuntay, Gutaypan dan sebagainya.
Gambang ada satu alat tetabuhan dari gamelan "Salendro" atau "Pelog" yang telah dibawa masuk ka pulau jawa, Madura dan Bali oleh orang Hindu yang datang di sini sambil menyiarken agama Budha.
Menurut riwayat Indonesia, bangsa Tionghoa sedari jaman Prabu Brawdijaja, Raja dari Majapahit, itu masa kira-kira tahun 1300 - sudah ada di sini. Karena saja bermaksud buat menuturkan asal-usulnja "Orkest Gambang", maka gamelan "Salendro" dan "Pelog" saja tinggalkan, dan saja ajak pembaca akan mencari tahu, kenapa "Gambang Orchestra" digemarin oleh Peranakan Tionghoa sedari jaman dulu sampai sekarang.
Buat mendapatkan keterangan sampai jelas betul saja sudah puteri jakarta, bilangan Tangerang dan Bekasi. Orang-orang yang sudah tua, yang telah mendengar pula ini dari ia orang punya leluhur lagi, ada tuturken apa yang saja tulis di bawah. Sangat menggembirakan hati saja, saja telah biasa dapatkan not-not dari lagu-lagu, jang kebanyakan dari pemain-pemain orkest gambang jaman sekarang tidak mengarti, terkecuali mereka yang paham huruf mandarin.
------------------------------------------------------------ -----------------
TANJIDOR
Selain mendapat pengaruh dari budaya Cina, kesenian Betawi dipengaruhi oleh beragam budaya dari Eropa. Orkes Tanjidor, misalnya, mulai ada sejak abad ke-18. Konon salah seorang Gubernur Jenderal Belanda, Valckenier menggabungkan rombongan 15 orang pemain alat musik tiup Belanda dengan pemain gamelan, pesuling Cina, dan penabuh tambur Turki untuk memeriahkan pesta.
Tak heran, secara sepintas, bunyi orkes Tanjidor sangat mirip dengan lagu-lagu dalam kelompok marching band, tapi lagu-lagu barat berirama imarsi maupun wals yang dimainkan oleh para pemain tanjidor sudah sulit dilacak asal-usulnya, mengingat sejak awal keberaadannya dikembangkan sesuai selera sekaligus kemampuan ingat para juru panjaknya dari generasi ke generasi.
Sampai saat ini, Tanjidor masih ditampilkan untuk menyambut tamu, memeriahkan arak-arakan atau mengiringi pengantin. Namun dalam perayaan HUT Jakarta biasanya ditampilkan sebagai salah satu peserta festival. Menyebut Tanjidor, tampaknya identik dengan tokohnya, Marta Nya'at.
------------------------------------------------------------ ------------
Kesenian ini sering sekali jika anda mengunjungi jakarta ketika dekat hari imlek. Sering sekali musik gambang kromong dan Tanjidor ditampilkan. Kesenian ini dari suku betawi ini merupakan hasil asimilasi kesenian tinghoa dan penduduk lokal betawi sendiri. Sekarang penikmat gambang kromong dan tanjidor yang lebih banyak dinikmati oleh kaum senior dan kaum China benteng saja. Pertanyaannya apakah yang generasi yang lebih muda melupakan musik gemabang kromong dan tanjidor ?. Padahal kesenian ini pada masa pemerintahan Bung Karno sering tampil di kawasan pecinan jakarta. Sekarang hanya dinikmati sedikit orang saja. Kalo Imlek anda di jakarta pasti anda bisa menemukan kesenian ini tapi sayangnya sedikit wilayah jakarta yang menyediakan kesenian ini. Menurut pandangan kalian setuju ngak kalo kesenian ini diangkat kembali di Imlek ini ?
Konghian/Gaohu
Tehyan / Erhu
Sukong/Gou hu
Maaf
Baru belajar masukin gambar
Jadi maluuuuu