//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Menurut Pak Hud jalan mulia beruas 8 itu bisa membawa kebebasan tidak?  (Read 93109 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Ketika dikatakan bahwa dalam perjalanan menyeberang, diperlukan RAKIT. setelah mencapai seberang, bahkan RAKIT pun harus ditinggalkan... Konteks pelepasan RAKIT hanya boleh dilakukan ketika telah tiba diseberang.
Jangan karena terbawa pada pernyataan bahwa RAKIT pun harus ditinggalkan, bahkan semasa dalam perjalanan pun RAKIT pun sudah akan ditinggalkan.

Untuk berhenti, diam, tidak perlu rakit apa pun. Sekarang juga orang bisa berhenti/diam kalau mau, sekalipun diam itu mungkin baru untuk sementara. Jadi tidak perlu konsep "pantai seberang" segala. Konsep "saya akan mencapai pantai seberang" justru memperkuat aku, sehingga tidak akan pernah sampai ke "pantai seberang".

hudoyo
« Last Edit: 25 July 2008, 11:24:09 AM by hudoyo »

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Bahkan para SRAVAKA (ARAHAT) pun menghormati GURU-nya...

Di dalam diam tidak ada yang dihormat, tidak ada yang menghormat.

hudoyo

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Yang menurut saya masalah adalah suatu sikap menggenggam atau membenci teori, terlebih lagi bagi mereka yang hanya ikut2an tanpa tahu di mana relevan dan di mana tidak-relevannya suatu teori.

Bagi saya, semua teori tidak relevan, jadi tidak ada pula sikap "menggenggam" atau "membenci" teori apa pun. Terserah orang lain mau bersikap begini begitu terhadap teori.
Tidak ada lagi yang baru dalam posting ini, sampai di sini saja.

hudoyo

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Tidak ada lagi yang baru dalam posting ini, sampai di sini saja.

 _/\_

Offline williamhalim

  • Sebelumnya: willibordus
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.869
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male
kesimpulannya blom loh...  ???

Pertanyaan topik: Re: Menurut Pak Hud jalan mulia beruas 8 itu bisa membawa kebebasan tidak?

Apakah dari hasil diskusi diatas bisa disimpulkan bahwa Jalan Mulia beruas Delapan (atau apapun namanya, yg penting esensinya sama) bisa / harus untuk dijalankan untuk mencapai pemadaman... atau dengan kata lain: Orang yg padam pasti telah memenuhi kedelapan rumusan tsb...

CMIIW

::
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Offline HokBen

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.525
  • Reputasi: 100
  • Gender: Male
Ketika dikatakan bahwa dalam perjalanan menyeberang, diperlukan RAKIT. setelah mencapai seberang, bahkan RAKIT pun harus ditinggalkan... Konteks pelepasan RAKIT hanya boleh dilakukan ketika telah tiba diseberang.
Jangan karena terbawa pada pernyataan bahwa RAKIT pun harus ditinggalkan, bahkan semasa dalam perjalanan pun RAKIT pun sudah akan ditinggalkan.

Untuk berhenti, diam, tidak perlu rakit apa pun. Sekarang juga orang bisa berhenti/diam kalau mau, sekalipun diam itu mungkin baru untuk sementara. Jadi tidak perlu konsep "pantai seberang" segala. Konsep "saya akan mencapai pantai seberang" justru memperkuat aku, sehingga tidak akan pernah sampai ke "pantai seberang".

hudoyo

pak hud, apa kalimat yg saya bold itu dapat diartiken :

# menjadi orang yang "bebas" itu adalah dengan "berhenti" / "diam", dan itu dapat dilakukan kapan pun & oleh siapapun bahkan tanpa perlu tahu segala macam teori ajaran ( yg diibaratkan rakit ), termasuk tanpa perlu tahu & tanpa perlu praktek segala yg dirumuskan dalam Jalan Mulia beruas delapan (atau apapun namanya, yg penting esensinya sama)  #

mohon koreksiannya , atau ada arti yg laen?

IMO, mungkin kalimat2 yg dibold ini termasuk kalimat tinggi yg dimaksud oleh rekan Adiharto

Offline J.W

  • Sebelumnya: Jinaraga, JW. Jinaraga
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.864
  • Reputasi: 103
  • Gender: Male
Tidak ada lagi yang baru dalam posting ini, sampai di sini saja.

Hhmm...ada neh pak.... mohon pencerahannya petunjuknya..

Waktu makan siang tadi, ada yg menu sbb:
Quote
Dari: xxxx, Medan
Namo Buddhaya,
Bhante, saya ingin bertanya :
1. Dapatkah Bhante membuktikan bahwa Sang Buddha adalah tokoh :
a). Emansipasi wanita yang pertama di dunia ?
b). Multi Level Marketing (MLM) pertama ?
c). Ajaran Buddha bukan hanya mengajarkan tata susila & moralitas ?
2. Apa sajakah keistimewaan Ajaran Sang Buddha ?
3. Apakah umat Buddha adalah umat peminta-minta ?
4. Ajaran Agama Buddha masih relevan hingga abad globalisasi ini. Apa pendapat Bhante terhadap pernyataan di atas ?
5. Di Indonesia, Tipitaka sampai sekarang ini belum diterjemahkan hingga lengkap. Bagaimana menurut Bhante ?

6. Mengapa Jalan Mulia Berunsur Delapan dikatakan sebagai jalan satu-satunya untuk mencapai Nibbana ?
7. Dhamma yang bagaimanakah yang harus dijadikan pedoman hidup kita ?
8. Menurut Bhante apakah alam semesta ini terwujud sesuai dengan proses alam ?
Terima kasih atas jawaban yang diberikan Bhante.


Jawaban:
1a. Seperti diketahui bersama bahwa Ajaran Sang Buddha yang berusia lebih dari 2500 tahun termasuk salah satu ajaran tertua di dunia. Dan, dalam Ajaran Sang Buddha wanita dianggap sama dengan pria. Sang Buddha pernah menyampaikan bahwa wanita mempunyai kesempatan yang sama dengan pria untuk mencapai kesucian atau Nibbana. Besarnya kesempatan mencapai kesucian ini diwujudkan Sang Buddha dengan mendirikan lembaga khusus untuk wanita yaitu Sangha Bhikkhuni. Dalam catatan sejarah, Sangha Bhikkhuni adalah organisasi wanita pertama di dunia. Dengan satu contoh ini, kiranya sudah cukup untuk memberikan gambaran tentang hubungan Sang Buddha dengan emansipasi wanita. Tentu saja masih banyak contoh serupa yang bisa diperoleh dari 45 tahun Sang Buddha mengajarkan Dhamma.

1b. Untuk menjawab pertanyaan ini, kiranya perlu diperjelas terlebih dahulu maksud pernyataan bahwa Sang Buddha mengenalkan MLM pertama. Dalam pengertian yang berkembang di masyarakat, MLM biasanya berhubungan dengan penghasilan dan keuntungan materi. Padahal, kegiatan pembabaran Dhamma yang dilakukan oleh Sang Buddha tidak menjadi sarana mencari penghasilan apalagi keuntungan.
Namun, apabila mengingat salah satu nasehat Sang Buddha yang menyebutkan bahwa "Berdana Dhamma adalah pemberian yang tertinggi dari semua dana", maka tentunya diharapkan setiap orang mampu memberikan pencerahan kepada diri sendiri maupun orang lain yang berada di sekitarnya. Dengan demikian, seorang ayah akan membagikan pemahaman Dhamma kepada anak-anaknya. Anak-anak itu nantinya akan membagikan pemahaman Dhamma yang sudah diperolehnya kepada teman-teman mereka. Setiap teman yang memahami Dhamma akan berbagai kepada teman yang lain maupun keluarganya sendiri. Demikian seterusnya sehingga terbentuklah masyarakat yang memahami Dhamma.
Apabila perilaku berbagi Dhamma ini dapat terlaksana dengan baik, maka cara seperti inilah yang mungkin dapat disebut sebagai MLM di bidang Dhamma.

1c. Inti Ajaran Sang Buddha menyebutkan tiga hal yang wajib dilakukan umat Buddha yaitu mengurangi kejahatan, menambah kebajikan serta membersihkan pikiran dari ketamakan, kebencian serta kegelapan batin. Dengan demikian, jelas tampak bahwa tata susila dan moralitas termasuk dalam kurangi kejahatan serta menambah kebajikan.
Dalam pelaksanaan sehari-hari, menambah kebajikan serta mengurangi kejahatan masih merupakan tindakan badan saja. Hal itu belum mencukupi. Banyak tindakan badan yang baik namun didasari dengan pikiran yang kurang baik. Misal, menolong orang demi mendapatkan nama baik atau pujian. Oleh karena itu, diperlukan kuajiban ketiga yaitu membersihkan pikiran. Apabila pikiran baik, otomatis semua perilaku dengan badan maupun ucapan akan baik pula. Pengendalian pikiran inilah yang menjadikan Ajaran Sang Buddha bukan hanya berisikan tata susila serta moralitas saja.

2. Ada banyak keistimewaan dalam Ajaran Sang Buddha. Misal, logika dan pembuktian yang lebih diutamakan daripada hanya percaya sabda Sang Buddha, atau penjelasan yang mendalam tentang cara-cara mengendalikan pikiran dengan bermeditasi, serta masih banyak keistimewaan lainnya. Termasuk yang perlu disebutkan di sini adalah bahwa Ajaran Sang Buddha dapat didengar dan dilaksanakan oleh siapapun juga tanpa harus menjadi umat Buddha terlebih dahulu.

3. Dalam kehidupan umat Buddha diajarkan untuk meyakini adanya Hukum Kamma atau Hukum Sebab dan Akibat Perbuatan. Inti Hukum Kamma menyebutkan pembuat kebajikan akan mendapatkan kebahagiaan dan pembuat kejahatan akan mendapatkan penderitaan. Dari pengertian dasar ini timbullah sikap umat Buddha untuk terus bersemangat menambah kebajikan dengan badan, ucapan serta pikiran agar dapat mewujudkan kebahagiaan dalam hidup ini maupun kehidupan yang selanjutnya. Dengan demikian, umat Buddha tidak diajarkan dan tidak perlu meminta-minta kepada fihak manapun juga untuk mendapatkan kebahagiaan.
Kiranya sikap mental umat Buddha berdasarkan Hukum Sebab dan Akibat ini selaras dengan pepatah yang mengatakan :"Rajin pangkal pandai; hemat pangkal kaya" yang tentunya tidak bisa diubah menjadi :"Minta-minta pangkal pandai; minta-minta pangkal kaya".

4. Kemajuan jaman memang bisa mengubah tatanan masyarakat maupun pola pikir seseorang. Namun, sejauh membicarakan inti Dhamma yang berisikan kurangi kejahatan, tambah kebajikan serta sucikan pikiran, maka sampai kapan pun ketiga sikap mental itu masih tetap relevan. Meskipun hidup di masa globalisasi ini, tidak mungkin kiranya masyarakat membenarkan adanya tindakan untuk menambah kejahatan, mengurangi kebajikan serta membingungkan pikiran. Justru, dengan adanya kemajuan jaman tingkat gelisahan batin dalam masyarakat semakin tinggi. Menghadapi kondisi ini, jelas pengendalian pikiran agar selalu sadar setiap saat menjadi sangat penting dan perlu. Oleh karena itu, di jaman globalisasi ini, Ajaran Sang Buddha bukan hanya relevan namun juga menjadi kebutuhan yang sangat penting untuk mempersiapkan mental setiap orang menghadapi perubahan serta kenyataan hidup.

5. Kitab Suci Agama Buddha yang disebut Tipitaka memuat hampir seluruh Ajaran Sang Buddha yang disampaikan selama 45 tahun. Disebutkan bahwa seluruh isi Tipitaka adalah 84.000 ceramah Dhamma Sang Buddha. Oleh karena sedemikian banyak isi Tipitaka, maka tentu membutuhkan waktu yang sangat lama untuk menerjemahkannya. Saat ini, sedikit demi sedikit Tipitaka sudah mulai diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Tentunya, pada saatnya nanti akan tersedia Tipitaka dalam Bahasa Indonesia yang lengkap.
Untuk membaca sebagian isi Tipitaka dalam Bahasa Indonesia, silahkan buka pada :

http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka.php

6. Nibbana atau kesucian dalam Ajaran Sang Buddha dimengerti sebagai hilangnya kemelekatan yang timbul akibat pikiran dikotori oleh ketamakan, kebencian serta kegelapan batin. Upaya pembersihan secara total ketiga penyebab kemelekatan dilakukan dengan melaksanakan Jalan Mulia Berunsur Delapan. Jalan Mulia ini merupakan sistematika perubahan perilaku yang diawali dari perubahan perilaku badan dan ucapan yang kemudian ditingkatkan pada pengendalian pikiran. Sistematika yang disampaikan Sang Buddha ini telah terbukti mengantarkan banyak orang mencapai kesucian atau Nibbana sejak jaman Sang Buddha sampai saat ini.

7. Dhamma atau Ajaran Sang Buddha tidak akan memberikan manfaat kalau hanya didengar, dihafalkan dan dijadikan sarana memenangkan perdebatan dalam masyarakat. Dhamma akan bermanfaat dan memberikan kebahagiaan apabila rajin dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari sehingga menimbulkan perubahan perilaku badan, ucapan serta cara berpikir. Untuk itu, dasar-dasar Dhamma yang perlu dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari adalah kerelaan, kemoralan serta konsentrasi. Pelaksanaan ketiga hal inilah yang akan menjadikan seseorang berbahagia dalam kehidupan ini maupun dalam kehidupan-kehidupan yang akan datang.

8. Dalam pengertian Dhamma, segala sesuatu terjadi karena Hukum Sebab dan Akibat. Oleh karena itu, terjadinya alam semesta dan segala isinya termasuk manusia adalah karena proses yang cukup lama, bukan karena diciptakan.
Semoga semua jawaban atas pertanyaan yang cukup banyak ini dapat memberikan manfaat dan membangkitkan semangat untuk mempelajari serta melaksanakan Ajaran Sang Buddha dalam kehidupan sehari-hari.
Semoga selalu bahagia dalam pelaksanaan Dhamma.

Salam metta,
B. Uttamo

sumber : http://www.samaggi-phala.or.id/ftj_win.php?id=2778

« Last Edit: 25 July 2008, 03:13:41 PM by Jinaraga »

Offline nyanadhana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.903
  • Reputasi: 77
  • Gender: Male
  • Kebenaran melampaui batas persepsi agama...
Ketika Sang Buddha memutar Dhammacakkapavattana....Beliau menjelaskan 2 Ekstrim yang dihancurkan melalui Jalan Tengah apakah Jalan Tengah itu ya 8 Jalan Ariya sehingga membawa orang menuju Nibbana. Yang dimaksud mungkin ketika kamu sedang berjuang mencapai Nibbana. gunakan 8 Jalan itu dan ketika sudah sampai maka ibarat rakit dilepas,lagian orang yang telah mencapai Nibbana atau kepadaman, ia tidak lagi memerlukan kemelekatan akan 8 Jalan itu sendiri melainkan telah terintegrasi dalam setiap ucapan,perbuatan dan pikiran.

Ini saja yang saya tangkap ketika membaca Visuddhi Magga
Sadhana is nothing but where a disciplined one, the love, talks to one’s own soul. It is nothing but where one cleans his own mind.

Offline tesla

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.426
  • Reputasi: 125
  • Gender: Male
  • bukan di surga atau neraka, hanya di sini
sejauh yg saya tangkap,

~Pencerahan yg dibicarakan nibbana dicapai melalui jalan mulia beruas 8, adalah suatu perjalanan spiritual mencapai kesempurnaan. ada perjuangan & jalan yg harus ditempuh. (sampai di nibbana, mungkin jalan tsb tidak perlu lagi...)

~Pencerahan yg dimaksud Pak Hudoyo bukanlah suatu perjalanan spiritual yg tempat pemberhentian akhirnya nanti adalah nibbana, melainkan lebih pada kondisi "sadar", terbebas dari lamunan dunia. nibbana itu sendiri pun bukanlah suatu tempat atau kesempurnaan, melainkan hanya "padam". (padamnya lamunan duniawi mungkin yach ^-^ )

_/\_
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Offline williamhalim

  • Sebelumnya: willibordus
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.869
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male
Saya punya pendapat yang berbeda dengan Anda. Sejak awal tidak ada tujuan apa pun, oleh karena itu tidak ada jalan. Yang ada hanyalah sadar akan saat sekarang, sadar akan corak kehidupan yang tidak pernah memuaskan (dukkha), tanpa mengharapkan apa pun, oleh karena si aku tidak mungkin melenyapkan dukkha, yang adalah dirinya sendiri. Sadar itu sendiri membawa perubahan radikal; tidak perlu menempuh jalan apa pun, yang hanya merupakan impian si aku. Masalahnya adalah banyak orang yang tidak mau sadar, karena asyik melekat pada si aku dan milikku dan agamaku, yang dianggapnya membahagiakan dan kekal. Di samping itu, ada pula orang yang sudah mulai sadar akan dukkha karena dia belajar agama Buddha sedikit, tapi tidak sadar bahwa dukkha bersumber pada si aku, sehingga si aku mencari jalan untuk keluar dari dukkha, si aku ingin mencapai kebahagiaan abadi, mencapai nibbana, yang adalah mustahil, karena pada dasarnya si aku itu sendiri adalah dukkha. Tanpa mengenali si aku, Jalan Mulia Berunsur Delapan di dalam agama Buddha hanyalah narkoba yang membuat umat Buddha puas diri, dan tidak benar-benar sadar. Itu bukan ajaran Sang Buddha.
 
Salam,
hudoyo

Sy teringat lagi Pak Hud pernah membahas mengenai "Tanpa Konsep".

Dihubungkan dengan penjelasan diatas, sy semakin bingung.

Yg di Bold diatas:
Sejak awal tidak ada tujuan apa pun, oleh karena itu tidak ada jalan

"Tidak ada tujuan". IMO, semua yg melakukan sesuatu pasti ada tujuannya. Mungkin saja tujuannya adalah: 'Nibbana' atau juga tujuannya adalah 'Padamnya si AKU'. Apapun namanya, tetap saja 'mempunyai tujuan'.

dan berikutnya:
Yang ada hanyalah sadar akan saat sekarang, sadar akan corak kehidupan yang tidak pernah memuaskan (dukkha)

"Sadar akan saat sekarang". Bukankah ini adalah suatu 'jalan/cara' juga?

Berikutnya:
dukkha bersumber pada si aku

Bukankah ini suatu KONSEP juga? Dan Sang Buddha sebenarnya telah merumuskan 'dukkha' ini dengan sempurna dan lebih lengkap. Kita hanya mengulang2 dan memodifikasi apa yg pernah diajarkan oleh Sang Buddha doeloe.

---

Terlepas dari apapun namanya (konsep/tanpa konsep, ada tujuan/tidak ada tujuan, ada cara/tidak ada cara), menurut sy semuanya hanyalah beda 'sebutan' saja. Tapi pada praktiknya TANPA KONSEP tidak berbeda dengan cara2 yg dirumuskan oleh Sang Buddha (4 Noble Truth, JMb-8, dsbnya)

::

Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Mungkin memang beda definisi saja. Menurut saya memang pengetahuan akan "Dukkha bersumber dari gerak si 'aku'" dan "nibbana adalah dengan 'diam'" pun sudah termasuk "rakit" dalam definisi saya. Begitu pula penggunaan pengetahuan dari Bahiya Sutta dan Malunkyaputta Sutta, walaupun hanya 2 (bukan 84000), itu juga sudah termasuk "rakit", lagi2 menurut definisi saya.


Offline aditya

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 173
  • Reputasi: 16
Kalo tidak perlu 'rakit' apapun lagi, selain 'diam'...,

Kenapa kita harus berdiskusi (ttg dhamma) di forum ini?
Kenapa harus mempertahankan pendapat dan kebenaran?
Kenapa guru buddha meminta siswa2nya membabarkan dhamma?
Kenapa harus berlatih MMD?
Kenapa harus melatih orang lain MMD?
Kenapa harus hidup?
Kenapa harus belajar dan tahu dhamma?
Kenapa harus nanya?
Kenapa harus menjawab?
 _/\_

Offline williamhalim

  • Sebelumnya: willibordus
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.869
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male
sejauh yg saya tangkap,

~Pencerahan yg dibicarakan nibbana dicapai melalui jalan mulia beruas 8, adalah suatu perjalanan spiritual mencapai kesempurnaan. ada perjuangan & jalan yg harus ditempuh. (sampai di nibbana, mungkin jalan tsb tidak perlu lagi...)

~Pencerahan yg dimaksud Pak Hudoyo bukanlah suatu perjalanan spiritual yg tempat pemberhentian akhirnya nanti adalah nibbana, melainkan lebih pada kondisi "sadar", terbebas dari lamunan dunia. nibbana itu sendiri pun bukanlah suatu tempat atau kesempurnaan, melainkan hanya "padam". (padamnya lamunan duniawi mungkin yach ^-^ )

_/\_

Yap...
Dua2nya sama saja.

1. Nibbana = padamnya ke AKU-an alias padamnya LDM (Ego). Ini oke.
2. '8 jalan mulia' (Buddhism), 'hanya sadari' (Pak Hud): kan kedua2nya adalah cara / jalan untuk mencapai tujuan point 1 itu.

Jadi, sebenarnya kan tidak ada bedanya?  


::
« Last Edit: 25 July 2008, 05:49:09 PM by willibordus »
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
IMHO , mungkin menurut pak hudoyo itu bahwa orang yang tidak mengenal agama/ajaran sang Buddha pun dapat merealisasikan nibbana tanpa harus mengetahui JMB-8/4KM .

Tapi jalan yang di tunjukan oleh sang Buddha menurut sy sich sudah bagus dan sempurna, tinggal kitanya yang menjalankan dan membuktikan apa benar/tidaknya jalan itu.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline williamhalim

  • Sebelumnya: willibordus
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.869
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male
Mungkin lebih baik dirunut lagi asal muasal diskusi Jalan Mulia beruas-8 ini:

http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,3081.60.html
Quote
Ada beberapa bagian dari Tipitaka Pali yang saya ragukan kebenarannya. ... Yang paling mencolok adalah di dalam Mahaparinibbana-sutta, di mana Sang Buddha dikisahkan bersabda, bahwa di dalam ajaran mana pun yang tidak mengandung Jalan Mulia Berfaktor Delapan tidak mungkin ada pembebasan. ... Dengan kata lain, di situ ditampilkan Sang Buddha mengklaim bahwa hanya di dalam ajarannya sendiri mungkin tercapai pembebasan, di luar ajaran Buddha tidak mungkin ada pembebasan: ajaranku paling benar, semua ajaran lain salah.
Saya tidak percaya itu.
Salam,
hudoyo

Menurut sy Sang Buddha tidak pernah mengatakan bahwa Jalan yg Beliau tunjukkan adalah satu2nya jalan, melainkan Beliau berkata bahwa: jikapun ada jalan2 yg lain maka jalan tsb pasti MENGANDUNG ke-8 Unsur Jalan Mulia.

MENGANDUNG 8 Jalan Mulia bisa saja dalam bentuk rumusan2 yg lain (jika ada). Salah satu contoh yg jelas adalah: 3 rumusan (Sila Samadhi Panna) yg kebetulan masih termasuk ajaran Buddha juga, atau mungkin ada yg bisa memberi contoh Jalan apa yg membawa kepada 'padamnya AKU' yg tidak mengandung 8 Jalan Mulia?

Jadi kesimpulan Pak Hud:

Quote
Dengan kata lain, di situ ditampilkan Sang Buddha mengklaim bahwa hanya di dalam ajarannya sendiri mungkin tercapai pembebasan, di luar ajaran Buddha tidak mungkin ada pembebasan: ajaranku paling benar, semua ajaran lain salah.
Saya tidak percaya itu.
Salam,
hudoyo

Sy pikir tidak begitu. Dengan atau Tanpa rumusan 8 Jalan Mulia, seseorang mungkin saja bisa mencapai pencerahan, namun apa yg dijalaninya PASTILAH MENGANDUNG unsur2 yg 8 itu.

::
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)