Menarik juga membaca thread ini.
Tapi sebagai praktisi, saya ingin memberikan sedikit kesaksian (kisah) tentang pengalaman saya berkaitan dengan topik Abhidhamma ini. Mudah2an dengan sudut pandang dari orang pertama, maka dapat ditambahkan suatu sudut pandang baru yang menjembatani antara pendapat sdr.Morpheus dan sdr.Gunasaro.
Saya tertarik ke Buddhism karena suatu sebab pengalaman batin. Pengalaman2 batin dan 'insight'2 yang saya temukan kok kebetulan banyak bersesuaian dengan Buddha Dharma. Oleh karena itu saya kemudian menjadi getol belajar teori Buddha Dharma. Walaupun masih sangat pemula di saat itu, tapi kala saya menemukan buku kecil singkat ttg Abhidhamma, saya menjadi sangat tertarik dan merasa bahwa inilah yang saya cari selama ini. Dulu waktu masih SD, saya pernah berangan-angan menuliskan daftar sifat2 baik dan sifat2 buruk. Tapi yah maklum apa mungkin bagi anak seusia itu?
Pendek kata, selanjutnya saya membeli buku Abhidhamatha Sangaha (compendium) utk dipelajari sendiri. Tentu saja saya mendapat kesulitan dengan mempelajari itu, dan justru muncul banyak pertanyaan. Tapi pertanyaan2 itu saya simpan dan terjawab sendiri sejalan dengan banyaknya berdiskusi dengan rekan2 di milis.
Di tahun kedua. Semakin dipelajari semakin mabok, ternyata terasa rumit dan diluar apa yg bisa saya pahami. Oleh karena itu saya tinggalkan saja pembelajaran Abhidhamma. Tapi berkenaan itu, proses pembelajaran saya melalui diskusi2 di milis berjalan terus dengan senior2 saya disana.
Sampailah suatu saat saya mendapat info bahwa menjalankan meditasi (terutama vipassana) itu tidak memerlukan sama sekali belajar Abhidhamma. Ada juga pendapat yg mengatakan bahwa Abhidhamma bahkan bisa menghalangi kita melihat sesuatu apa adanya. Juga saya mendapatkan info2 yang mengatakan bahwa Abhidhamma itu bukan karya sang Buddha, melainkan dari para murid beliau di masa2 sesudahnya. Otentisitas Abhidhamma diragukan.
Mendengar pendapat itu ya saya tampung saja. Pada lanjutnya, saya tetap belajar Dhamma secara umum sambil terus menggali pengetahuan. Saya juga mempraktekkan meditasi 'vipassana' dengan basis yang berbeda dengan vipassana Tradisional. Pendek kata, saya mendapat manfaat dan pembenaran bahwa belajar teori terlalu banyak juga akan menghambat melihat apa adanya.
Sampai suatu saat saya berkesempatan untuk belajar Abhidhamma kembali, tapi kali ini dengan pembimbing dan memiliki rekan2 kalyanamitta yg mendukung. Saya pikir ini adalah kesempatan baik.
Dalam pikiran saya tetap, "Belajar teori2 rumit gini cuman adalah sekedar konsep dan membebani meditasi kita",
akan tetapi justru karena itulah saya tertantang untuk bereksperimen. Ingin membuktikan apakah memang benar nantinya saya malah jadi mekanis dalam memandang sesuatu?
Saya buka2 kembali buku2 saya abhidhamma, bahkan saya pinjam dari perpustakaan utk memperluas pemahaman teoritis. Saya benar2 tenggelam dalam teori2 itu.
Tapi karena saya termasuk 'wong edan', maka saya tidak hanya pelajari teori2 Abhidhamma Pali, tapi juga pelajari sistem dari Yogacara (salah satu filosofi Tantrayana) sebagai pembanding dan sebagai perangsang.
Ternyata banyak aspek2 yang bisa digali dari pembelajaran itu yang bermanfaat. Saya merasa tidak sedang mempelajari suatu teori, tapi lebih pada bagaimana pikiran ini menyusun suatu kerangka pemahaman terhadap pengalaman yg diluar pikiran. Pembelajaran parallel dengan konsep2 Tantrayana ini saya antisipasi untuk menjauhkan saya dari keterpatokan dengan satu konsep, tapi agar pola kritis lebih berkembang.
Saya temukan bahwa belajar Abhidhamma setidaknya bermanfaat untuk mengenal term-term khusus untuk bisa mengkomunikasikan pengalaman2 dan pengertian2 yang semakin halus dan detail. Disamping itu, pemahaman Abhidhamma ini juga dapat menjadi suatu framework untuk menjembatani dunia meditatif yg abstrak sehingga dapat dikomunikasikan, diteliti dan dianalisa secara baik. Inti kata, pembelajaran Abhidhamma ada manfaatnya ditinjau dari aspek ini.
Nah sekarang persoalannya bagaimana apabila harus berkaitan dengan meditasi?
Saya mencoba mengikuti retret vipassana 10 hari. Saya berkonsultasi juga dengan mentor Abhidhamma serta senior2 saya yg lain. Inti kata mereka mengatakan, "Kala bermeditasi nanti, lepaskanlah segala macam teori". Dan benar, bahwa dalam bermeditasi saya menanggalkan semua teori. Tapi ada sesuatu keanehan yang terjadi, yaitu bahwa pengamatan / observasi saya menjadi lebih tajam. Dalam tempo yg relatif lebih singkat saya bahkan bisa mendapatkan pengetahuan (nana) yg relatif lebih maju daripada proses meditasi saya bbrp tahun yg lampau kala sebelum belajar Abhidhamma.
Saya masih tidak yakin bahwa itu adalah nana, maka saya buka e-library dari
www.buddhanet.net utk saya baca2 tentang itu, juga saya tanyakan kpd yg berkompeten. Ternyata tidak meleset jauh2 detail deskripsi dan tanda2nya.
Saya kemudian jadi menganalisa, bahwa dalam suatu meditasi walaupun kita meninggalkan teori2/konsep2, akan tetapi kemampuan discernment kita yg telah terbiasa dilatih dalam suatu framework tertentu, akan dengan otomatis bekerja membantu menembusi halangan pengamatan kita tanpa kita sadari.
Jadi, sebenarnya dengan pengalaman langsung dan penyelidikan (ehipassiko) ini, saya ingin memberi pendapat bahwa :
- Belajar Abhidhamma tetap ada gunanya, yaitu untuk
- membantu kita menganalisa diri sendiri dengan lebih cermat,
- memberi term2 utk mengkomunikasikan pengalaman abstrak kita
- memberi framework utk bisa menata / memberi struktur bagi pengalaman batin kita yang abstrak tsb sehingga dapat diamati dengan lebih baik.
- melatih batin kita secara tanpa disadari (mempertajam kemampuan discernment) dalam aspek pengamatan yg nantinya berguna dalam praktek meditasi yg sesungguhnya.
- Belajar Abhidhamma akan menjadi penghambat bila :
- kita menganggap bahwa penjabaran teori dan pemberian framework itu adalah ultimate reality itu sendiri. Dengan kata lain saya hendak mengatakan bahwa Abhidhamma adalah TOOLS utk membantu kita berhadapan dengan ultimate reality tsb.
- bila kala bermeditasi kita berpikir / menganalisa dengan menggunakan pikiran apalagi dengan mencocok2an dengan konsep2 abhidhamma.
- bila belajar abhidhamma sekedar utk mengembangkan ego / intelek sehingga kita merasa lebih pintar, atau merasa lebih buddhist, dsb.
- bila kita belajar abhidhamma secara hafalan, tanpa berusaha me-relate ke kehidupan sehari2.
So, bagi saya, apakah Abhidhamma itu adalah asli ucapan Sang Buddha atau tidak, tidaklah menjadi soal.
Dengan kata lain, sikap kita dan kebijaksanaan kita sendirilah yang akan menentukan apakah mempelajari sesuatu itu akan berguna atau tidak, menghambat atau justru membantu.
Salam,
Suchamda