//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: SONGS OF MILAREPA  (Read 8622 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
SONGS OF MILAREPA
« on: 07 April 2009, 01:45:24 PM »

Kisah Lembah Permata Karang Merah
===========================

Sujud kepada semua Guru

Suatu ketika Sang Yogi Agung Milarepa sedang menetap di Benteng Elang di Lembah Permata [Karang Merah],  tercerap dalam praktik meditasi Mahàmudra.  Merasa lapar, ia memutuskan untuk mempersiapkan makanan, tetapi setelah mencari-cari,  ia tidak menemukan apapun yang tersisa di gua itu, tidak ada air maupun bahan bakar, apalagi garam, minyak, atau tepung. “Sepertinya aku telah melalaikan banyak hal!” ia berkata, “Aku harus pergi mengumpulkan kayu bakar.”

Ia pergi keluar. Tetapi ketika ia telah mengumpulkan banyak ranting, muncul badai, dan angin cukup kencang untuk menerbangkan kayu itu dan merobek jubah usangnya. Ketika ia berusaha mempertahankan jubahnya, kayu itu beterbangan tertiup angin. Ketika ia berusaha mempertahankan kayu itu, jubahnya robek. [Frustasi], Milarepa berpikir, “Walaupun aku telah mempraktikkan Dharma  dan hidup dalam kesunyian dalam waktu yang lama, aku masih belum menyingkirkan kemelekatan-ego! Apalah gunanya mempratikkan Dharma jika seseorang tidak mampu menyingkirkan kemelekatan-ego? Biarlah angin menerbangkan kayu-kayuku jika ia menginginkannya. Biarlah angin menerbangkan jubahku jika ia menginginkannya!” Dengan berpikir demikian, ia berhenti menolak. Tetapi, karena lemah yang disebabkan kurang makan, dengan tiupan angin yang berikutnya, ia tidak mampu lagi bertahan dari badai itu, dan jatuh pingsan.

Ketika ia tersadar dari pingsannya, badai telah berlalu. Tinggi di atas dahan pohon ia melihat serpihan jubahnya berkibar tertiup angin sepoi-sepoi. Kesia-siaan mutlak dari dunia ini dan segala perkaranya menampar Milarepa, dan perasaan kuat terhadap pelepasan keduniawian meliputi dirinya. Duduk di atas batu karang, ia bermeditasi sekali lagi.

Tidak lama kemudian, sebuncah awan putih muncul dari lembah Dro Wo  jauh di timur. “Di bawah batas awan-awan itu terletak kuil Guruku, Penerjemah Agung Marpa.”  Milarepa merenung, “Pada saat ini Beliau dan istrinya pasti sedang membabarkan ajaran Tantra, memberikan inisiasi dan instruksi kepada adik-adikku. Ya, guruku ada di sana. Jika aku pergi ke sana sekarang, aku akan dapat bertemu dengannya.” Suatu kerinduan yang tidak tertahankan kepada gurunya muncul dalam pikirannya sewaktu ia dengan putus asa memikirkan gurunya. Air matanya berlinang, dan ia mulai menyanyikan sebuah lagu, “Pikiran tentang Guruku”:

Dalam pikiran tentangmu, Ayah, Marpa,
penderitaanku teratasi;
Aku, si pengemis, sekarang menyanyikan untukmu sebuah
lagu kerinduan.

Di atas Lembah Permata Karang Merah, di Timur,
Melayang sebuncah awan putih,
Di bawahnya, bagaikan seekor gajah yang berdiri dengan
kedua kaki belakang, pegunungan yang besar menjulang;
Di sebelahnya, bagaikan seekor singa yang melompat,
tampak puncak lainnya.

Di kuil di Lembah Dro Wo, terdapat tempat duduk batu yang megah;
Siapakah yang sekarang bertahta di sana?
Apakah Marpa si Penerjemah?
Jika engkau, maka aku akan gembira dan bahagia.
Walaupun terbatas dalam penghormatan, aku ingin menjumpaimu;
Walaupun lemah dalam keyakinan, aku ingin bergabung denganmu.
Semakin aku bermeditasi, semakin aku merindukan Guruku.

Apakah istrimu, Dagmema, masih bersamamu?
Kepadanya aku lebih bersyukur daripada kepada ibuku.
Jika ia di sana aku akan gembira dan bahagia.
Walaupun perjalanan cukup panjang, aku ingin menjumpainya.
Walaupun perjalanan berbahaya, aku ingin bergabung dengannya.
Semakin aku merenungkan, semakin aku memikirkan engkau.
Semakin aku bermeditasi, semakin aku memikirkan Guruku.

Betapa bahagianya jika aku dapat bergabung dalam pertemuan itu,
Yang mana engkau mungkin sedang membabarkan Hevajra Tantra.
Walaupun berpikiran sederhana, aku ingin mempelajari.
Meskipun bodoh, aku ingin membacakan.
Semakin aku merenungkan, semakin aku memikirkan engkau.
Semakin aku bermeditasi, semakin aku memikirkan Guruku.

Saat ini engkau mungkin sedang memberikan Empat Inisiasi
Simbolis  dari Transmisi Oral,
Jika aku dapat bergabung dalam pertemuan itu, aku akan gembira dan
Bahagia.
Walaupun kurang akan jasa, aku ingin diinisiasi –
Walaupun terlalu miskin untuk memberi banyak, aku menginginkannya.
Semakin aku merenungkan, semakin aku memikirkan engkau.
Semakin aku bermeditasi, semakin aku memikirkan Guruku.

Saat ini engkau mungkin sedang mengajarkan Enam Yoga Nàropa;
Jika aku dapat bergabung dalam pertemuan itu, aku akan gembira dan
Bahagia.
Walaupun kurang cerdas, aku merasa perlu mempelajarinya;
Walaupun kurang tekun, aku ingin mempraktikkannya.
Semakin aku merenungkan, semakin aku memikirkan engkau.
Semakin aku bermeditasi, semakin aku memikirkan Guruku.

Para bersaudara dari Weu dan Tsang mungkin berada di sana,
Jika demikian, aku akan bergembira dan bahagia.
Walaupun rendah dalam Pengalaman dan Pencapaian,
Aku ingin membandingkan diriku dengan mereka.
Walaupun dalam keyakinan dan penghormatanku yang terdalam
Aku tidak pernah terpisah darimu.
Aku sekarang tersiksa oleh keinginan untuk berjumpa denganmu.
Kerinduan ini menyiksaku,
Siksaan dahsyat ini menyesakkanku,
Kumohon, Guruku yang agung, bebaskan aku dari siksaan ini.

Segera setelah Milarepa selesai, kemudian Yang Mulia, Jetsun  Marpa,  muncul di atas sebuncah awan pelangi yang menyerupai jubah lima warna. Dengan cahaya [surgawi] yang meningkat menyelimuti penampilannya, dan menunggang seekor singa berhias, ia mendekati Milarepa.

“Penyihir Agung,  puteraku, mengapakah begitu mendalam emosimu,” ia bertanya, “Apakah engkau memanggilku dengan begitu putus asa? Mengapa emgkau begitu bersusah-payah? Tidakkah engkau memiliki keyakinan di dalam Gurumu dan Buddha Pelindung? Apakah dunia luar menarikmu dengan pikiran-pikiran mengganggu?  Apakah delapan angin duniawi  menderu di guamu? Apakah kekuatan dan kerinduan melemahkan kekuatanmu? Apakah engkau tidak terus-menerus memberikan pelayanan kepada para Guru dan Tiga Yang Berharga  di atas? Tidakkah engkau mempersembahkan jasa-jasamu kepada makhluk-makhluk indriawi di enam alam?  Belumkah engkau mencapai kondisi kemuliaan yang dengannya engkau dapat memurnikan kesalahan-kesalahanmu dan memperoleh jasa? Tidak peduli apapun penyebabnya, engkau boleh yakin bahwa kita tidak akan pernah terpisahkan. Dengan demikian, demi Dharma dan kesejahteraan makhluk-makhluk indriawi, lanjutkanlah meditasimu.”

Terinspirasi oleh penglihatan luhur yang menggembirakan ini, Milarepa menyenandungkan jawaban:

Ketika aku melihat penampilan guruku dan mendengar kata-katanya,
Aku, si pengemis, tergerak oleh Pràõa dalam pikiranku.
Dalam ingatan akan ajaran dari Guruku,
Hormat dan sembah muncul dalam pikiranku.
Berkahnya yang penuh belas kasihan memasukiku;
Semua pikiran yang merusak  terbuang.

Laguku yang sungguh-sungguh, yang berjudul “Pikiran tentang Guruku”
Pasti telah terdengar olehmu, Guruku;
Namun aku masih berada di dalam kegelapan.
Komohon, kasihanilah aku dan lindungilah aku!

Ketekunan yang tidak tergoyahkan
Adalah persembahan tertinggi untuk Guruku.
Cara terbaik untuk menyenangkanNya
Adalah dengan menahankan kerasnya meditasi!
Berdiam di dalam gua ini, sendirian,
Adalah pelayanan termulia kepada para ôàkinī!
Mengabdikan diriku kepada Dharma Suci
Adalah pelayanan terbaik kepada Buddhisme –
Mengabdikan diriku untuk bermeditasi, dengan demikian
Membantu makhluk-makhluk indriawi yang lemah!
Mencintai kematian dan penyakit adalah berkah
Yang dengannya kesalahan seseorang dibersihkan;
Menolak makanan-makanan terlarang membantu seseorang mencapai
Penembusan dan Pencerahan;
Untuk membalas karunia dari Ayahku Guruku
Aku bermeditasi dan bermeditasi lagi.

Guruku, kumohon berikanlah perlindunganmu!
Bantulah pengemis ini menetap di dalam pertapaannya.

Yang Mulia Milarepa merapikan jubahnya dan membawa segenggam kayu kembali ke guanya. Di dalam, ia terkejut melihat lima siluman India dengan mata sebesar piring. Satu sedang duduk di atas tempat tidurnya membabarkan khotbah, dua mendengarkan khotbah itu, yang lain mempersiapkan dan mempersembahkan makanan, dan yang terakhir sedang membaca buku-buku milik Milarepa.

Dari keterkejutan ini, Milarepa berpikir, “Ini pasti penampakan magis dari para dewa di sini yang tidak menyukaiku. Walaupun aku telah menetap di sini dalam waktu yang lama, aku tidak pernah memberikan persembahan atau ungkapan terima kasih kepada mereka.” Kemudian ia mulai menyanyikan “Nyanyian terima kasih kepada para dewa Lembah Permata Karang Merah”:

Tempat sunyi ini dimana terletak gubukku
Adalah tempat yang menyenangkan bagi para Buddha,
Tempat dimana makhluk-makhluk sempurna berdiam,
Tempat berlindung dimana aku berdiam sendirian.

Di atas Lembah Permata Karang Merah
Awan-awan putih meluncur;
Di bawah, Sungai Tsang mengalir lembut;
Burung-burung nasar terbang melingkar di antaranya.

Lebah-lebah mendengung di antara bunga-bunga,
Mabuk oleh keharumannya;
Di pepohonan burung-burung menukik dan berlompatan.
Memenuhi udara dengan kicauan mereka.

Di Lembah Permata Karang Merah
Burung-burung pipit muda belajar terbang,
Monyet-monyet melompat dan bergelantungan,
Dan binatang-binatang buas berlari dan berlomba,
Sedangkan aku berlatih Dua-Pikiran-Bodhi
   Dan menyukai meditasi.

Tetapi para siluman,  hantu,  dan dewa,
Semua teman-teman Milarepa,
Minumlah sari kebajikan dan belas kasihan,
Kemudian kembalilah ke alam kalian.

Tetapi siluman-siluman India itu tidak lenyap, dan menatap mengancam pada Milarepa. Dua dari mereka melangkah maju, satu menyeringai dan mengigit bibir bawahnya, dan yang lain menggertakkan giginya menakutkan. Yang ketiga, berjalan dari belakang berteriak dan tertawa keras, sewaktu mereka mencoba untuk menakuti Milarepa dengan mimik yang menakutkan.

Milarepa, mengetahui niat jahat mereka, memulai meditasi Buddha marah dan sekuat tenaga membacakan mantra-mantra sakti.  Namun para siluman masih tidak mau pergi. Kemudian, dengan belas kasihan agung, ia membabarkan Dhamma kepada mereka; namun mereka masih bertahan.

Milarepa akhirnya menyatakan, “Melalui belas kasih Marpa. Aku telah menembus sepenuhnya bahwa semua makhluk dan semua fenomena adalah dari pikiran sendiri. Pikiran sendiri adalah kekosongan yang transparan.  Oleh karena itu, apalah gunanya semua ini, dan betapa bodohnya aku mencoba untuk melenyapkan penampakan ini secara fisik!”

Kemudian Milarepa, dengan tanpa takut, menyanyikan “Lagu Pencapaian”:

Guru Ayah, yang menaklukkan Empat Siluman,
Aku bersujud kepadamu,Marpa Sang Penerjemah.

Aku, yang engkau lihat, seseorang dengan sebuah nama,
Putera Darsen Gharmo,
Diperlihara dalam rahim ibuku.
Melengkapi tiga pembuluh darah.
Sebagai bayi, aku tidur di ayunanku;
Sebagai pemuda, aku menjaga pintu;
Sebagai seorang dewasa, aku menetap di gunung tinggi.

Walaupun badai di puncak salju menakutkan,
Aku tidak merasa takut.
Walaupun tebing curam dan berbahaya,
Aku tidak takut!

Aku, yang engkau lihat, seseorang dengan sebuah nama,
Adalah putera Elang Emas,
Aku menumbuhkan sayap dan bulu di dalam telur.
Sebagai bayi, aku tidur di ayunanku;
Sebagai pemuda, aku menjaga pintu;
Sebagai yang dewasa, aku terbang di angkasa.
Walaupun angkasa tinggi dan luas, aku tidak takut;
Walaupun jalan curam dan sempit, aku tidak takut.

Aku, yang engkau lihat, seseorang dengan sebuah nama,
Adalah putera Nya ChenYor Mo,  Raja para ikan.
Di dalam rahim ibuku, aku memutar mata emasku;
Sebagai bayi, aku tidur di ayunanku;
Sebagai pemuda, aku belajar berenang;
Sebagai yang dewasa, aku berenang di lautan luas.
Walaupun hempasan gelombang menakutkan, aku tidak takut;
Walaupun banyak mata kail, aku tidak takut.

Aku, yang engkau lihat, seseorang dengan sebuah nama,
Adalah putera para Lama Ghagyu.
Keyakinan tumbuh dalam rahim ibuku.
Sebagai bayi, aku memasuki pintu Dharma;
Sebagai pemuda, aku mempelajari Ajaran Buddha,
Sebagai seorang dewasa, aku menetap sendirian di dalam gua.
Walaupun siluman-siluman, hantu-hantu, dan makhluk jahat memperbanyak diri, aku tidak takut.

Cakar singa salju tidak pernah membeku,
Atau apalah artinya ia
Disebut “Raja” singa –
Ia yang memiliki “Tiga Kekuatan Sempurna.”

Elang tidak pernah jatuh dari angkasa;
Karena jika demikian, bukankah itu menggelikan?
Sepotong besi tidak dapat dipecahkan oleh sebutir batu;
Karena jika demikian, untuk apa mengolah bijih besi?
Aku, Milarepa, tidak takut pada siluman maupun keajahatan;
Jika mereka membuat takut Milarepa, apalah gunanya
Pencapaian dan pencerahannya?

Kalian para hantu dan siluman, musuh-musuh Dharma,
   Aku menyambut kalian hari ini!
Dengan gembira aku menerima kalian!
Aku mohon, agar kalian, sudi tinggal, tidak tergesa-gesa pergi;
Kita akan berdiskusi dan bermain bersama.
Walaupun kalian harus pergi, tinggallah selama satu malam ini;
Kita akan membandingkan Dharma hitam melawan yang putih,
Dan lihat siapa yang menang.

Sebelum kalian datang, kalian berjanji untuk menyerangku.
Rasa malu dan kekalahan akan menyertai
Jika kalian kembali sebelum memenuhi janji ini.

Milarepa bangkit dengan penuh keyakinan dan berjalan maju menuju para siluman di dalam guanya. Ketakutan, mereka mundur, memutar mata mereka dalam keputus-asaan dan gemetar. Kemudian, berputar bersama bagaikan kolam pusaran air, mereka menjadi satu dan lenyap.

“Ini adalah Raja Siluman Vinàyaka  pembuat halangan, yang datang mencari kesempatan jahat.” Pikir Milarepa. “Badai, juga, tidak diragukan adalah ciptaannya. Berkat belas kasih Guruku ia tidak berkesempatan untuk mencelakaiku.”

Setelah ini Milarepa memperoleh kemajuan spiritual yang tidak terukur.

Kisah ini menceritakan serangan Raja Siluman Vinàyaka, ini memiliki tiga makna, dan karena itu disebut “Enam cara berpikir Guruku,” “Kisah Lembah Permata Karang Merah,” atau “Kisah Milarepa mengumpulkan kayu.”


****

« Last Edit: 07 April 2009, 02:19:26 PM by Indra »

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: SONGS OF MILAREPA
« Reply #1 on: 07 April 2009, 02:27:49 PM »
Perjalanan menuju Lashi #1
====================

Sujud Kepada Semua Guru

Suatu ketika Guru Agung Yoga, Jetsun  Milarepa sedang menetap di pertapaan Lembah Permata, ia berpikir “Aku harus mematuhi perintah Guruku untuk pergi ke Gunung Salju Lashi dan mempraktikkan meditasi di sana,” dan pergi menuju tempat itu.

Milarepa mendekati Nya Non Tsar Ma, gerbang menuju Gunung Salju Lashi, dimana penduduk Tsar Ma sedang mengadakan pesta minuman. Dalam pembicaraan mereka, seseorang bertanya, “Tahukah engkau bahwa pada masa sekarang ini hidup seorang yogi agung yang bernama Milarepa? Ia selalu menetap sendirian di gunung-gunung salju, di tempat-tempat yang jauh dan tidak berpenghuni, menjalankan disiplin pertapa yang tidak mungkin dicapai oleh siapapun kecuali para umat Buddha yang sempurna. Pernahkah engkau mendengar tentangnya?” Selagi mereka memuji, Jetsun Milarepa tiba di depan pintu. Seorang gadis cantik bernama Lesebum, berhiaskan banyak perhiasan, menyapanya, bertanya: “Siapakah engkau dan darimanakah engkau datang?” “Pelayan,” Milarepa menjawab, “Aku adalah Yogi Milarepa, yang selalu menetap di tempat-tempat yang tidak dikenal di gunung-gunung. Aku datang untuk meminta makanan.” “Aku dengan gembira memberikan makanan kepadamu,” gadis itu berkata, “tetapi benarkah engkau Milarepa?” ia menjawab, “Tidak ada alasan mengapa aku harus berbohong kepadamu.” Gadis itu gembira, segera masuk ke dalam rumah dan menyebarkan berita itu. Ia memanggil semua pengembara, berkata, “Kalian sedang membicarakan yogi terkenal itu yang menetap di tempat yang jauh. Ia sekarang berdiri di depan pintu.”

Semua orang bergegas ke pintu, beberapa bersujud kepada Jetsun, yang lainnya mengajukan berbagai pertanyaan. Semuanya sadar bahwa ia adalah Milarepa yang sebenarnya. Kemudian mereka mengundangnya masuk, memberikan penghormatan besar kepadanya, dan memberikan makanan kepadanya.

Sang tuan rumah, seorang gadis kaya bernama Shindormo, menawarkan keramahannya kepada Jetsun, dan bertanya: “Yang Mulia, Bolehkah aku bertanya kemanakah engkau hendak pergi?” Milarepa menjawab, “Aku sedang dalam perjalanan menuju Gunung Salju Lashi untuk berlatih meditasi.” Kemudian gadis itu berkata, “Kami berharap engkau sudi memberikan anugerah kepada kami dengan menetap di Dreloon Joomoo dan memberkahi tempat ini. Kami akan menyediakan semua makanan yang engkau butuhkan tanpa usaha apapun darimu.”

Di antara para tamu terdapat seorang guru bernama Shaja Guna, yang berkata kepada Milarepa, “Jika engkau cukup bermurah hati untuk menetap di sini di Dreloon Joomoo, lembah para hantu, hal itu akan membantumu dan juga membantu kami. Aku akan berusaha sebaik mungkin untuk melayanimu.” Seorang awam berseru, “Betapa menggembirakan jika sang yogi agung menetap bersama kita! Aku memiliki peternakan sapi yang baik, tetapi para siluman dan hantu menjadi sangat berani sehingga mereka muncul [bahkan di siang hari]! Mereka sangat ganas sehingga bahkan aku tidak berani mendekati tempat itu lagi. Aku mohon kebaikan dan belas kasihmu, untuk mengunjungi peternakanku segera.” Semua tamu kemudian bersujud kepada Jetsun, memohon kepadanya agar pergi ke peternakan itu.

Milarepa menjawab, “Aku akan pergi ke sana segera – bukan karena peternakan dan sapimu, tetapi sebagai kepatuhanku kepada Guruku.”

“Kami puas asalkan engkau berjanji untuk pergi,” mereka berkata. “Sekarang, biarlah kami mempersiapkan makanan terbaik dan mengatur keberangkatanmu.”

Kemudian Milarepa berkata, “Aku terbiasa menyendiri … aku berdiam di pertapaan dan tidak membutuhkan teman atau makanan baik. Tetapi terimalah ucapan terima kasihku atas ketulusan kalian untuk mempersembahkannya. Pertama-tama, aku akan pergi sendirian ke peternakan itu. Setelah itu, kalian boleh datang dan melihat apa yang telah dilakukan.”

Ketika Milarepa tiba di kaki gunung, para makhluk bukan-manusia menciptakan pemandangan yang menakutkan untuk menyerangnya. Jalan menuju puncak, yang sepertinya mencapai langit, berguncang dan terlontar. Halilintar bergemuruh marah, kilat tajam menyambar-nyambar ke segala penjuru, dan kedua sisi gunung berguncang dan terangkat. Sungai mendadak menjadi semburan air yang deras dan menghantam tepinya, mengubah lembah itu menjadi danau yang luas, kelak disebut danau siluman. Milarepa bangkit dan menggerakkan tangannya, dan banjir itu seketika lenyap. Ia pergi ke bagian yang rendah dari lembah itu. Para siluman meledakkan kedua sisi gunung, dan menciptakan hujan batu yang turun bagaikan hujan deras. Kemudian dewi penjaga bukit menciptakan untuk Jetsun sebuah jalan bagaikan ular yang berjalan di sepanjang wilayah itu, jalan itu kelak disebut Jalan Dewi Bukit [atau Jalan ôàkini]. Ini menyingkirkan semua siluman tingkat rendah, tetapi para siluman yang lebih tinggi dan lebih sakti, menjadi marah akan kegagalan itu, berkumpul di ujung Jalan Dewi Gunung untuk melancarkan serangan baru. Milarepa mengkonsentrasikan pikirannya, dan membuat gerakan mistis lain untuk menyingkirkan mereka. Tiba-tiba semua penampakan makhluk-makhluk jahat itu lenyap. Sebuah jejak kaki tertera di atas batu dimana Milarepa berdiri.  Ia baru berjalan beberapa langkah ketika langit menjadi bersih. Dalam kemenangan, ia kemudian duduk di puncak bukit; ia memasuki Samàdhi belas kasihan;  dan belas kasihan yang tidak terukur kepada semua makhluk muncul dalam pikirannya. Karena hal ini, Milarepa mengalami kemajuan spiritual dan inspirasi. Kelak, tempat dimana ia duduk disebut Bukit Belas Kasih.

Milarepa kemudian pergi ke tepi sungai [lit.: Sungai Baik], dimana ia mempraktikkan [Samàdhi] Yoga Sungai Mengalir.  

Pada hari kesepuluh pada musim gugur di bulan Api tahun Macan, siluman dari Nepal yang bernama Bha Ro, memimpin bala tentara para siluman yang besar yang memenuhi angkasa dan bumi di seluruh lembah Sungai Baik, datang untuk menantang Milarepa. Para siluman mengangkat gunung dan melemparkannya ke arah Jetsun, dan menyerangnya dengan halilintar dan hujan senjata. Mereka meneriakinya, memakinya dengan ancaman: “Kami akan membunuhmu! Kami akan mengikatmu dan mencincangmu menjadi berkeping-keping!” dan seterusnya. Mereka juga menampakkan diri dalam bentuk yang mengerikan untuk menakutinya.

Merasakan niat jahat dari bala tentara siluman, Milarepa menyanyikan “Kebenaran Karma”:

Aku berlindung kepada semua Guru agung,
Dan bersujud kepada mereka.

Melalui khayalan dan ilusi,
Kalian makhluk jahat perusak laki-laki dan perempuan,
Mampu menciptakan teror yang luar biasa ini.

Kalian para siluman Ah Tsa Ma yang malang,  hantu-hantu kelaparan,
Kalian tidak akan mampu mencelakaiku.

Karena karma buruk masa lampau,
Telah masak sempurna,  kalian menerima
Tubuh siluman dalam kehidupan ini.
Dengan bathin dan jasmani yang begitu menakutkan,
Kalian mengembara di angkasa selamanya.

Digerakkan oleh api Kleša,
Pikiran kalian dipenuhi dengan kejahatan dan pikiran-pikiran kotor.
Perbuatan dan ucapan kalian jahat dan merusak.
Kalian berteriak, “Bunuh dia! Cincang dia! Pukul dia! Potong dia!”

Aku adalah seorang yogi yang hampa dari pikiran-pikiran,
Mengetahui bahwa tidak ada yang disebut pikiran.

Berjalan dengan gagah berani bagaikan seekor singa,
Melakukan perbuatan tanpa takut bagaikan pemberani,
Tubuhku bergabung dengan tubuh Buddha,
Ucapanku bagaikan ucapan kebenaran Sang Tathàgata,
Pikiranku tercerap dalam Alam Cahaya Agung.
Aku melihat dengan jelas sifat kosong dari enam kelompok.
Seorang Yogi, seperti diriku, mengabaikan makian dari para hantu kelaparan!

Jika Hukum Sebab Akibat benar,
Dan seseorang yang melakukan perbuatan layak menerima akibatnya,
Kekuatan Karma yang masak  akan menariknya
Menuju Jalan kesengsaraan
Dari Penderitaaan dan kesedihan

Sangat menyusahkan dan menyengsarakan bahwa kalian
   para hantu dan siluman
Tidak memahami Kebenaran!
Aku, Milarepa yang bertampang biasa,
Sekarang membabarkan lagu Dharma kepada kalian.

Semua makhluk yang hidup dari makanan
Adalah ayahku dan ibuku!
Menyakiti mereka yang kepada mereka kita berhutang budi
Sesungguhnya adalah bodoh dan tidak masuk akal!

Bukankah suatu perbuatan yang membahagiakan dan menggembirakan
Jika kalian meninggalkan pikiran jahat kalian?
Bukankah suatu hal yang menggembirakan dan penuh berkah
Jika kalian mempraktikkan sepuluh kebajikan?
Ingatlah hal ini dan renungkan maknanya,
Kerahkan diri kalian dan pertimbangkanlah dengan seksama.

Kemudian para siluman mengejek Milarepa: “Kata-katamu yang melantur tidak akan menipu kami. Kami menolak untuk menarik sihir kami dan membebaskan engkau.” Kemudian mereka melipat-gandakan senjata supranatural mereka dan meningkatkan bala tentara siluman untuk menyerangnya. Milarepa merenung sejenak dan kemudian berkata, “Dengarkan aku, kalian bala tentara siluman! Berkat belas kasih Guruku aku telah menjadi seorang yogi yang telah sepenuhnya menembus Kebenaran Tertinggi. Bagiku, kesakitan dan rintangan yang disebabkan oleh para siluman adalah kemenangan bagi pikiran seorang yogi. Semakin berat kesakitan itu, semakin aku memperoleh Jalan Bodhi.  Sekarang dengarkanlah laguku ‘Tujuh perhiasan’”:

Aku bersujud kepada Marpa Sang Penerjemah,
Aku, yang melihat inti tertinggi dari ke-ada-an.
Menyanyikan lagu [tujuh] perhiasan.

Kalian para siluman perusak berkumpul di sini
Pinjamkan telinga kalian dan dengarkan dengan seksama laguku ini.

Di sisi Sumeru,  gunung tengah,
Langit bersinar biru di seluruh Benua Selatan;
Langit adalah keindahan bumi,
Biru surgawi adalah hiasannya.

Tinggi di atas pohon besar Sumeru
Bersinar cahaya dari matahari dan bulan,
Menerangi Empat Benua.
Dengan cinta kasih dan belas kasihan, Raja Nàga
   Mengerahkan kekuatan saktinya:
Dari angkasa luas, ia menurunkan hujan,
Bagi bumi, ini adalah hiasannya.

Dari lautan luas, uap air naik,
Mencapai angkasa luas.
Membentuk awan-awan besar;
Hukum sebab akibat mengatur transformasi unsur-unsur.

Dalam pertengahan musim panas, pelangi muncul di atas ruang terbuka,
Dengan lembut bersandar di atas bukit.
Bagi ruang terbuka dan gunung-gunung,
Pelangi adalah keindahan dan hiasan.

Di Barat, ketika hujan turun di lautan dingin,
Belukar dan pepohonan subur di tanah.
Untuk semua makhluk di seluruh Benua,
Ini adalah keindahan dan hiasan.

Aku, Yogi yang menyukai kesunyian,
Bermeditasi pada kehampaan pikiran.
Terpesona oleh kekuatan konsentrasiku,
Kalian para siluman yang iri terpaksa mengerahkan sihir.
Bagi sang yogi, mantra siluman
Adalah keindahan dan hiasan.

Kalian bukan-manusia, dengarlah dengan seksama dan dengarkan aku!
Tahukah kalian siapa aku?
Aku adalah Yogi Milarepa;
Dari pikiranku muncul
Bunga pikiran – Pencerahan.
Dengan suara jernih  aku menyanyikan kisah ini kepada kalian,
Dengan kata-kata tulus aku membabarkan Dhamma kepada kalian,
Dengan pikiran penuh belas kasih aku memberikan nasehat ini kepada kalian
Jika dalam hati kalian tumbuh Keinginan-akan-Bodhi,
Walaupun kalian tidak berguna bagi yang lain,
Dengan meninggalkan sepuluh kejahatan,
Tahu bahwa kalian akan memenangkan kegembiraan dan kebebasan,
Jika kalian mengikuti ajaranku,
Pencapaian kalian akan meningkat pesat;
Jika kalian mempraktikkan Dhamma sekarang,
Kegembiraan yang berlangsung lama akhirnya akan meliputi kalian.

Sebagian besar siluman tersadar oleh lagu itu, menjadi berkeyakinan dan hormat kepada Milarepa, dan mantra jahat itu lenyap. Mereka berkata, “Engkau sungguh seorang yogi besar dengan kekuatan menakjubkan. Tanpa penjelasan Kebenaranmu, dan pengungkapan kekuatanmu yang menakjubkan, kami tidak akan pernah memahami. Sejak saat ini, kami tidak akan mengganggumu. Kami juga berterima kasih atas pembabaranmu tentang Kebenaran karma. Sejujurnya, kami memiliki kecerdasan terbatas dan kebodohan terbatas. Pikiran kami tenggelam dalam rawa pikiran-pikiran kebiasaan keras kepala.  Karena itu, kami mohon, ajarkanlah kami pelajaran yang mendalam dalam hal makna, besar dalam manfaat dan sederhana dalam pemahaman dan pelaksanaan.”

Kemudian Milarepa menyanyikan, “Lagu Tujuh Kebenaran”:

Aku bersujud kepadamu, Marpa Sang Penerjemah.
Aku mohon agar engkau memberikan peningkatan Pikiran-Bodhi.

Betapapun indahnya kata-kata dalam sebuah lagu,
Itu hanyalah nada-nada bagi mereka
Yang tidak menangkap kata-kata Kebenaran.

Jika suatu perumpamaan tidak selaras dengan Ajaran Buddha
Betapapun jelasnya
‘Hanyalah sekedar gaung yang bergema.

Jika seseorang tidak mempraktikkan Dharma
Betapapun terpelajarnya ia dalam Ajaran yang ia akui,
Ia hanya menipu diri sendiri

Hidup dalam kesunyian adalah penjara-diri,
Jika seseorang tidak mempraktikkan instruksi dari Transmisi Oral,
Mengerjakan pertanian adalah hukuman diri,
Jika seseorang mengabaikan Ajaran Buddha.

Bagi mereka yang tidak menjaga moralitas mereka,
Doa-doa hanyalah pikiran-pikiran muluk.
Bagi mereka yang tidak mempraktikkan apa yang mereka babarkan
Ceramah hanyalah kebohongan tanpa keyakinan.

Menghindari kejahatan, kesalahan-kesalahan mereka berkurang;
Melakukan kebajikan, jasa akan diperoleh.
Menetap dalam kesunyian, dan bermeditasi sendirian;
Banyak berbicara adalah tidak berguna.
Ikuti apa yang kunyanyikan, dan praktikkan Dharma!


Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: SONGS OF MILAREPA
« Reply #2 on: 07 April 2009, 02:28:51 PM »
Perjalanan menuju Lashi #2
====================


Keyakinan terhadap Milarepa semakin bertambah dalam diri para pendengarnya, dan mereka semakin menghormatinya. Mereka bersujud dan mengelilinginya  berkali-kali. Sebagian besar dari mereka pulang ke rumah mereka. Tetapi pemimpin siluman, Bha Ro, dan beberapa pengikutnya masih tidak pergi dari sana. Sekali lagi mereka memunculkan pemandangan menakutkan untuk menakuti Milarepa, tetapi ia melawan mereka dengan lagu yang menceritakan kebenaran akan kebaikan dan kejahatan:

Aku bersujud di kaki Marpa yang penuh belas kasih.

Apakah kalian siluman perusak masih marah?
Tubuh kalian dapat terbang melalui angkasa dengan mudah,
Tetapi pikiran kalian dipenuhi dengan pikiran-pikiran kebiasaan jahat.
Kalian memamerkan taring kalian yang mematikan untuk menakuti makhluk lain
Tetapi kalian boleh percaya, ketika kalian menyakiti mereka,
Kalian hanya membawa kesulitan bagi diri kalian sendiri.

Hukum Karma tidak pernah gagal bekerja;
Tidak seorangpun yang dapat menghindar dari masaknya.
Kalian hanya membawa kesulitan bagi diri kalian sendiri.
Kalian hantu-hantu kelaparan, bingung dan bersalah!
Aku merasa sedih dan kasihan kepada kalian.

Karena kalian selalu melakukan kejahatan.
Menjadi jahat adalah wajar bagi kalian.
Karena Karma membunuh membelenggu kalian,
Kalian memuaskan diri dengan makanan dari daging dan darah,
Dengan  membunuh makhluk lain,
Kalian terlahir menjadi hantu kelaparan.

Perbuatan jahat kalian mengarahkan kalian
Kepada kedalaman jalan yang rendah.
Berbaliklah, teman-temanku, dari perangkap Karma ini,
Dan berusahalah untuk mencapai kebahagiaan sejati yang adalah
Melampaui semua harapan dan ketakutan!

Para siluman itu mengejek Milarepa: “Perwujudanmu sebagai pembabar yang mahir yang mengenal Ajaran dengan baik adalah sangat mengesankan, tetapi keyakinan apakah yang engkau dapatkan dari praktik Dharma?”

Milarepa menjawab dengan “Lagu Jaminan Sempurna”:

Sujud kepada Marpa yang Sempurna.

Aku adalah yogi yang melihat Kebenaran Tertinggi.
Dalam asal-mula yang tidak dilahirkan, pertama aku memperoleh jaminan;
Pada Jalan Bukan-Pemadaman, perlahan-lahan aku menyempurnakan kekuatanku;
Dengan simbol-simbol dan kata-kata yang bermakna
Mengalir dari belas kasih agung,
Sekarang aku menyanyikan lagi ini
Dari alam mutlak dari inti Dharma.

Karena karma jahat kalian telah menciptakan
Kebutaan pekat dan rintangan yang tidak dapat ditembus,
Kalian tidak dapat memahami makna
Dari kebenaran Tertinggi.
Karena itu, dengarkanlah, Kebenaran akhir.

Dalam Sutra-sutra kuno dan tanpa noda mereka,
Para Buddha di masa lampau, berulang kali
Menasehati dengan Kebenaran Karma yang abadi –
Bahwa setiap makhluk indriawi adalah satu persaudaraan.
Ini adalah kebenaran abadi yang tidak pernah gagal.
Dengarlah dengan seksama ajaran belas kasihan ini.

Aku, sang yogi yang berkembang dengan praktiknya,
Mengetahui bahwa rintangan luar hanyalah pertunjukan-bayangan,
Dan dunia semu
Permainan magis dari pikiran yang belum terlahirkan

Dengan melihat ke dalam pikiran terlihat
Sifat-pikiran – tanpa inti, sesungguhnya hampa.
Melalui meditasi dalam kesunyian, belas kasih
Dari para Guru turun-temurun dan ajaran
Dari Nàropa  agung tercapai.
Kebenaran terdalam dari Sang Buddha
Harus dijadikan obyek meditasi.

Dengan instruksi penuh belas kasih dari Guruku,
Makna terdalam yang sulit dipahami dari Tantra telah dipahami.
Melalui praktik Yoga Kemunculan dan Kesempurnaan,
Kekuatan penting dihasilkan
Dan alasan terdalam bagi mikrokosmos ditembus.
Dengan demikian di dunia luar aku tidak takut kepada
Rintangan-rintangan ilusi.

Kepada silsilah dewata agung yang kumiliki,
Dengan para yogi yang tidak terhitung yang agung bagaikan angkasa.

Ketika dalam pikiran sendiri seseorang merenungkan
Kondisi asli dari pikiran,
Pikiran ilusi akan diri mereka lenyap
Ke dalam alam Dharmadhàtu.
Tidak ada penyerang atau yang diserang dapat terlihat.
Dengan seksama mempelajari Såtra-såtra
Mengajarkan kita bahwa tidak ada lagi yang lebih dari ini.

Siluman pemimpin dan pengikut kemudian mempersembahkan tengkorak mereka  kepada Milarepa, bersujud, dan mengelilinginya berkali-kali. Mereka berjanji untuk membawakan makanan untuknya selama satu bulan, kemudian lenyap bagaikan pelangi di angkasa.

Keesokan paginya saat matahari terbit, Siluman Bha Ro membawa dari Mon banyak hantu perempuan berpakaian mewah disertai banyak pengikut. Mereka membawa kendi-kendi berisi anggur, dan piring-piring kuningan berisi berbagai jenis makanan, termasuk nasi dan daging, yang mereka persembahkan kepada Jetsun. Berjanji bahwa sejak saat itu akan melayani dan mematuhinya, mereka bersujud kepadanya berulang kali dan lenyap dari sana. Satu di antara para siluman itu, yang bernama Jarbo Ton Drem, adalah pemimpin dari banyak dewa.

Melalui pengalaman ini, Milarepa memperoleh pengalaman yogis yang luar biasa. Ia menetap di sana selama satu bulan, bersemangat dan gembira, dan tanpa merasa kelaparan.

Suatu hari, [setelah satu bulan berlalu,] Milarepa teringat suatu tempat di Lashi yang terkenal akan airnya yang baik, dan memutuskan untuk pergi ke sana. Dalam perjalanan, ia sampai di suatu lapangan yang terdapat pepohonan tamarix. Di tengah-tengah lapangan itu terdapat sebuah batu besar dengan tepi yang menjorok di bagian atas. Milarepa duduk di atas batu itu selama beberapa waktu; banyak dewi berdatangan, bersujud kepadanya, dan melayaninya dengan persembahan-persembahan yang baik. Salah satu dari para dewi itu juga meninggalkan dua jejak kaki di atas batu, dan kemudian lenyap bagaikan pelangi.

Sewaktu Milarepa melanjutkan perjalanannya, sekelompok siluman berkumpul dan menciptakan pemandangan organ kewanitaan yang besar untuk mengejutkannya. Kemudian Jetsun mengkonsentrasikan pikirannya dan dengan gerakan tubuhnya memperlihatkan organ kelaminnya yang ereksi. Ia berjalan lebih jauh, mencapai tempat batu berbentuk vagina itu terletak di tengah – unsur tertinggi di wilayah itu. Ia memasukkan batu berbentuk organ kelamin laki-laki ke dalam lubang di batu itu, [suatu tindakan simbolis]  yang memudarkan gambaran nafsu yang diciptakan oleh para siluman. Tempat itu kelak disebut Ladgu Lungu.

Ketika Milarepa mencapai tengah-tengah lapangan itu, Siluman Bha Ro kembali untuk menyambutnya. Ia mempersiapkan tempat duduk untuk berkhotbah kepada Jetsun, memberikan persembahan dan pelayanan, dan memohon pembabaran Ajaran Buddha. Milarepa membabarkan tentang Karma, dan kemudian siluman itu melebur menjadi batu besar di depan tempat duduknya.

Milarepa, dalam kondisi gembira, menetap di tengah-tengah lapangan itu selama satu bulan, dan kemudian melanjutkan perjalanan menuju Nya Non Tsar Ma. Ia memberi tahu orang-orang di sana bahwa lapangan tidak dikenal sebelumnya hingga ia menaklukkan para siluman di sana dan mengubah tempat itu menjadi tempat yang cocok untuk mempraktikkan Dharma. Ia juga memberitahu mereka bahwa ia ingin kembali ke sana untuk bermeditasi sesegera mungkin. Setelah ini, penduduk Nya Non Tsar Ma menjadi berkeyakinan mendalam terhadap Milarepa.

Demikianlah kisah “Perjalanan menuju Lashi.”


Offline samsung

  • Teman
  • **
  • Posts: 61
  • Reputasi: 2
Re: SONGS OF MILAREPA
« Reply #3 on: 08 April 2009, 10:29:23 AM »
ada ngk kisah2 nya milarepa yang lain nya
 bole ni di bagi post2 nya
 hheeheh, kalo bisa bahasa indo ya.. thx

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: SONGS OF MILAREPA
« Reply #4 on: 08 April 2009, 10:53:51 AM »
Lagu Wilayah Salju #1
================

Sujud kepada semua Guru

Reputasi Jetsun dalam menaklukkan siluman-siluman dan hantu-hantu jahat berkembang sebagai akibat dari kunjungannya ke wilayah Gunung Salju Lashi. Semua penduduk Desa Nya Non menjadi penyokongnya dan memberikan pelayanan dan persembahan kepadanya. Di antara mereka adalah seorang perempuan bernama Wurmo, yang memiliki keyakinan mendalam dan dengan sungguh-sungguh mencari Ajaran Dharma. Ia memiliki seorang anak laki-laki yang bernama Joupuva, yang ia putuskan untuk diserahkan kepada Milarepa sebagai pelayan setelah anak itu dewasa.

Milarepa diundang untuk menetap di Nya Non Tsar Ma oleh para penduduk, dan selagi di sana ia dilayani oleh penyokongnya, Shindormo. Jetsun menetap di desa itu untuk beberapa waktu, tetapi ia segera merasa tertekan dengan sikap keduniawian oleh orang-orang di sana. Menunjukkan ketidak-bahagiaannya, ia memberitahu para penduduk desa bahwa ia ingin kembali ke Gunung Salju Lashi.

Para penduduk kemudian menangis, “Yang Mulia! Adalah demi manfaat bagi kami dan bukan demi kesejahteraan makhluk lain maka kami memohon agar engkau menetap di desa kami pada musim dingin ini dan mengajari kami. Engkau dapat menaklukkan siluman jahat setiap saat. Musim semi yang akan datang engkau bisa bersiap-siap untuk melakukan perjalananmu.” Yang Mulia Dunba  Shajaguna [seorang pendeta] dan Shindormo adalah yang secara khusus bersungguh-sungguh atas permintaan itu: “Musim dingin segera tiba, dan engkau akan menemui banyak kesulitan di gunung salju. Mohon undurkan waktu keberangkatanmu.”

Dengan mengabaikan permohonan mereka, Milarepa memutuskan untuk pergi. “Aku adalah putera dari keturunan Nàropa,” ia berkata. “Aku tidak takut akan kesulitan dan terpaan badai di gunung salju. Bagiku menetap secara permanen di suatu desa adalah jauh lebih buruk daripada mati. Guruku Marpa juga memerintahkan agar aku menghindari kekacauan duniawi dan menetap dalam kesunyian untuk mengejar pengabdianku,”

Kemudian para penduduk Tsar Ma segera mempersiapkan perbekalan untuknya; sebelum pergi, ia berjanji untuk menemui mereka yang datang untuk meminta nasehat Dhamma selama musim dingin. Dunba Shajaguna, Shindormo, dan empat lainnya, para bhikshu dan umat awam, membawa minuman untuk acara perpisahan, menyertai Jetsun. Mereka mendaki bukit dan sampai di dataran tinggi kecil.

Dengan membawa tepung, beras, sepotong daging, dan seiris mentega, Milarepa berangkat sendirian menuju Gua Besar Menaklukkan Siluman, dimana ia bermaksud untuk menetap.

Dalam perjalanan pulang, enam siswa itu diserang oleh badai dahsyat di sisi jauh dari gunung, badai itu membutakan mereka sehingga mereka kesulitan menemukan jalan. Mereka harus mengerahkan segenap kekuatan mereka berusaha melawan badai itu, dan mencapai desa setelah semua orang tidur malam itu.

Salju turun selama delapan belas hari dan malam, memotong komunikasi antara Drin dan Nya Non selama enam bulan. Semua siswa Milarepa menganggap bahwa guru mereka telah tewas dalam badai dan, untuk mengenangnya, mereka mengadakan upacara kematian.

Di bulan Saga [pertengahan Maret hingga April], para siswa, membawa kapak dan peralatan lainnya, pergi mencari jenazah Jetsun. Sebelum mencapai tempat yang dituju, mereka duduk untuk beristirahat. Dikejauhan mereka melihat seekor macan salju menguap dan meregangkan badan saat mendaki sebuah batu besar. Mereka mengamati beberapa lama hingga ia akhirnya pergi. Mereka sangat yakin bahwa mereka tidak akan menemukan jenazah Jetsun, karena mereka yakin sekali bahwa macan itu telah membunuh dan memakan tubuhnya. Mereka mengeluh, “Apakah masih mungkin untuk mendapatkan serpihan jubahnya, atau rambutnya?” memikirkan hal ini menyebabkan mereka menangis sedih. Kemudian mereka melihat banyak jejak kaki manusia di samping jejak macan itu. Sejak saat itu, jalan kecil dimana macan itu terlihat dikenal sebagai “Jalan Macan”. [Melihat macan itu], para penduduk menjadi kebingungan. Mereka berpikir, “Apakah ini jelmaan dewa taukah hantu?” Dalam kebingungan, mereka mendekati Gua Menaklukkan Siluman, dan, mendengar Milarepa sedang bernyanyi, kemudian mereka saling bertanya satu sama lain, “Mungkinkah para pemburu yang lewat memberikan makanan kepada Jetsun, atau apakah ia mendapatkan sisa-sisa dari mangsa binatang buas, sehingga ia tidak mati?”

Ketika mereka sampai di gua, Milarepa mencela mereka: “Kalian lamban, kalian telah lama sampai di sisi lain gunung ini. Mengapa lama sekali kalian sampai di sini? Makanan telah lama disiapkan dan pasti sudah dingin. Bergegaslan dan masuk!” Para siswa itu bergembira, dan berteriak dan menari gembira. Segera mereka mendekati Jetsun, bersujud di hadapannya. Milarepa berkata, “Sekarang bukan waktunya untuk membicarakan hal ini; sekarang adalah waktunya untuk makan.” Tetapi pertama-tama mereka bersujud kepadanya, menyapanya dan menanyakan kesehatannya. Kemudian mereka melihat sekeliling gua dan melihat bahwa tepung yang mereka berikan kepadanya masih belum digunakan. Sepiring gandum, beras, dan daging siap tersaji. Dunba Shajaguna berseru kepada Jetsun, “Sebenarnya ini adalah waktu makan malam bagi kami, tetapi engkau tentu sudah mengetahui kedatangan kami.” Milarepa menjawab, “Ketika aku sedang duduk di batu, aku melihat kalian beristirahat di sisi lain jalan itu.” “kami melhat seekor macan duduk di sana,” Dunba Shajaguna berkata, “tetapi kami tidak melihat engkau. Dimanakah engkau saat itu?” “Aku adalah macan itu, “ Milarepa menjawab. “Pada seorang Yogī yang telah menguasai Pikiran-Pràõa,  inti dari Empat Unsur telah dikuasai dengan sempurna. Ia dapat mengubah dirinya menjadi bentuk apapun yang ia pilih. Aku telah memperlihatkan kekuatan gaibku dalam melakukan tindakan supernormal karena kalian semua adalah siswa yang telah maju. Namun demikian, kalian tidak boleh menceritakan hal ini kepada orang lain.”

Shindormo berkata, “Jetsun, wajah dan tubuhmu terlihat lebih cerah dan lebih sehat daripada tahun lalu. Jalan dikedua sisi gunung terhalang oleh salju, dan tidak ada seorangpun yang dapat melewatinya untuk membawakan makanan untukmu. Apakah engkau diberi makan oleh para dewa, atau apakah engkau menemukan bintang yang terbunuh oleh binatang buas? Apakah rahasianya?”

Milarepa menjawab, “Dalam sebagian besar waktuku, aku berada dalam Samàdhi dan karena itu tidak membutuhkan makanan. Pada hari-hari Uposatha, banyak Dakinī  mempersembahkan makanan untukku dalam pesta Tantra mereka. Kadang-kadang, aku memakan sedikit tepung kering di ujung sendok, seperti yang kulakukan kemarin dan beberapa hari yang lalu. Di akhir Bulan Kuda, aku mendapatkan penglihatan bahwa kalian semua, para siswaku, mengelilingiku dan mempersembahkan banyak minuman dan makanan sehingga sampai beberapa hari setelahnya aku tidak merasa lapar sama sekali. Apakah yang kalian lakukan di akhir Bulan Kuda itu?” para siswa itu mengingat kembali dan ingat bahwa itu adalah tanggal mereka mengadakan upacara kematian untuk Jetsun karena menganggap bahwa ia telah meninggal dunia. Milarepa mengomentari, “Ketika kaum duniawi melakukan upacara persembahan, itu sungguh membantu kondisi Bardo  mereka. Akan tetapi, masih lebih baik dan lebih bermanfaat untuk mencapai Bardo di sini-dan-saat ini.”

Para siswa bersungguh-sungguh memohon agar Milarepa kembali ke Nya Non, tetapi ia menolak, berkata: “Aku sangat menikmati menetap di sini; Samàdhiku mengalami kemajuan. Aku ingin tetap di sini, jadi, kembalilah tanpa diriku!” tetapi para siswa memaksa, “Jika Yang Mulia Jetsun tidak kembali bersama kami kali ini, penduduk Nya Non akan menyalahkan kami karena meninggalkannya sendirian pergi ke kuburannya. Kemudian celaan dan kutukan akan menimpa kami.” Wurmo menangis, “Jika engkau tidak kembali, kami akan membawamu secara paksa atau duduk di sini hingga kematian menjemput kami.” Milarepa tidak mampu menolak bujukan mereka dan, terpaksa setuju untuk pergi dengan mereka.

Kemudian para siswa itu berkata, “Mungkin para Dàkinī tidak membutuhkan engkau, tetapi para siswa dalam silsilahmu tentu membutuhkan engkau. Sekarang mari kita tunjukkan kepada para Dàkinī bagaimana kita menaklukkan salju tanpa sepatu salju.”

Pagi berikutnya mereka semua meninggalkan gua dan pergi menuju Nya Non. Shindormo berjalan terlebih dulu untuk mewartakan berita baik kepada para penduduk desa bahwa Jetsun masih hidup dan sedang berjalan kembali ke desa.

[Ketika mereka mendekati desa] Milarepa dan para siswanya sampai di sebuah batu datar besar berbentuk seperti panggung, tempat dimana para petani menggiling gandum mereka. Saat itu berita kedatangannya telah menyebar. Laki-laki dan perempuan, orang dewasa dan anak-anak, tua dan muda, semuanya berduyun-duyun mendatangi Jetsun, menatapnya, merangkulnya, menangis dengan penuh perasaan, menanyakan kesehatannya, Milarepa, dengan sepatu salju masih di kakinya dan menyandarkan dagunya di sebatang tongkat menyanyikan:

Kalian dan aku – para penyokong, dan Milarepa tua,
Di bawah atap penuh berkah dari langit yang menggembirakan ini,
Berjumpa sekali lagi sebelum kehidupan duniawi kita berlalu.
Aku bernyanyi untuk menjawab pertanyaan tentang kesejahteraanku.
Dengarkanlah, dan perhatikanlah laguku!

Di akhir Tahun Macan
Sebelum Tahun Kelinci dimulai,
Di hari keenam bulan Wa Jal,
Dorongan pelepasan keduniawian tumbuh dalam diriku.
Ke Gunung Salju Lashi yang jauh
Datanglah Milarepa, si penyendiri, yang menyukai kesunyian,
Sepertinya langit dan bumi sepakat; diantara,
Serangan angin yang merobek kulit,
Sungai mengalir dan aliran deras menerpa;
Awan gelap menyapu dari segala penjuru;
Matahari dan bulan tertutup kegelapan;
Dan dua puluh delapan bintang  menyatu
Dan Bimasakti terkunci,
Dan delapan planet  terikat oleh rantai besi.
Cakrawala terbungkus kabut;
Dalam kelembaban, salju turun selama sembilan hari dan malam.
Kemudian lebih banyak lagi selama delapan belas hari dan malam selanjutnya.
Saljut turun, besar bagaikan kantung-kantung wol.
Turun bagaikan burung-burung terbang di angkasa,
Turun bagaikan kawanan lebah yang terbang berputar.
Jatuh bertaburan bagaikan roda gelondongan
Jatuh kecil-kecil bagaikan biji kacang,
Jatuh bagaikan kapas.

Salju yang turun tidak terkira.
Salju menyelimuti seluruh gunung dan bahkan menyentuh langit,
Jatuh menembus semak belukar dan bergelantungan di pepohonan.
Gunung hitam menjadi putih,
Semua danau membeku.
Air jernih membeku di bawah bebatuan;
Dunia menjadi rata, putih polos;
Bukit dan lembah menjadi datar.
Salju sedemikian dahsyat sehingga bahkan pelaku kejahatan tidak berkesempatan keluar.
Binatang liar kelaparan dan ternak juga.
Ditingalkan oleh penduduk di gunung-gunung,
Memelas, lapar dan lemah.
Di pepohonan, kelaparan melanda burung-burung,
Sedangkan tikus-tikus bersembunyi di bawah tanah.

Dalam bencana dahsyat ini aku tetap berada dalam kesunyian total.
Salju yang turun di akhir tahun ini menjadi badai
Menyerangku, jubah kapas, tinggi di Gunung Salju,
Aku melawannya ketika ia menjatuhiku
Hingga ia berubah menjadi rintik-rintik,
Aku menaklukkan angin yang marah –
Mengalahkan mereka hingga tenang.
Jubah katun  yang kupakai bagaikan terbakar

Berjuang antara hidup dan mati.
Seperti ketika raksasa bergulat dan pedang beradu.
Aku, Yogi yang terampil, adalah pemenang –
Aku menjadi teladan bagi semua Buddhis
Contoh bagi semua Yogī besar

Kakuatanku melebihi Panas Kehidupan  dan Dua Jalur yang ditunjukkan.
Dengan penuh kewaspadaan mengamati empat penyakit  yang disebabkan oleh meditasi,
Dan mempertahankan praktik ke dalam,
Pràõa dingin dan hangat menjadi intinya,
Ini adalah bagaimana angin yang marah menjadi jinak,
Dan badai, ditaklukkan, kehilangan semua kekuatannya;
Bahkan bala tentara Dewa tidak dapat mengalakhkan ku. Dalam perang ini aku, Sang Yogī, menang.

Putera Dharma yang berkeyakinan dalam kulit macan,
Aku tidak pernah mengenakan mantel dari kulit-rubah,
Putera raksasa, aku tidak pernah lari karena marah.
Putera singa – raja segala binatang buas –
Hidup di gunung salju,
Sebagai tugas kehidupan hanyalah lelucon bagiku.

Jika kalian percaya apa yang diceritakan orang tua ini
Dengarkanlah ramalannya

Ajaran dari Silsilah Praktik  akan tumbuh dan menyebar jauh;
Sedikit makhluk yang berhasil akan muncul di dunia;
Kemashyuran Milarepa akan menyebar ke seluruh dunia.
Kalian, para siswa, dalam ingatan manusia
Akan memiliki keyakinan berlimpah;
Kemashyuran dan pujian pada kita
Akan terdengar di waktu-waktu mendatang.

Menjawab kekhawatiran kalian akan kesehatanku,
Aku, Yogi Milarepa, sungguh sangat sehat.
Dan bagaimana dengan kalian, para penyokong? Apakah kalian sehat dan bahagia?

Lagu gembira Jetsun begitu menginspirasi para penduduk sehingga mereka menari dan bernyanyi gembira, dan Milarepa, dalam kegembiraan, bergabung dengan mereka. Panggung batu besar dimana mereka menari menjadi penuh dengan jejak kaki dan tangan, seolah-olah diukir. Bagian tengah panggung itu turun, membentuk cekungan dengan jejak kaki tidak beraturan; karenanya panggung itu, yang sebelumnya disebut “Batu jejak-putih,” selanjutnya disebut “Batu Sepatu Salju.”

Kemudian para penduduk menyertai Milarepa pergi menuju desa Nya Non Tsar Ma, dan memberikan pelayanan dan persembahan kepadanya. Seorang penyokong perempuan bernama Lesebum berkata, “Yang Mulia, tidak ada yang lebih menggembirakan kami daripada mengetahui bahwa engkau masih hidup dan telah kembali ke desa kami dengan selamat. Penampilanmu lebih cerah daripada biasanya, dan engkau lebih bersemangat. Apakah para dewi memberikan persembahan kepadamu sewaktu engkau mengasingkan diri?”

Sebagai jawaban, Milarepa menyanyikan:

Aku bersujud di kaki Guruku Marpa.

Pemberian berkah diberikan oleh para Dàkinī;
Sari Samaya  adalah makanan berlimpah;
Melalui pengabdian penuh keyakinan, organ-organ indria diberi makan
Demikianlah jasa baik dikumpulkan oleh para siswaku.

Pikiran perantara tidak memiliki inti;
Hampa, lebih kecil daripada atom yang terkecil.
Ketika yang melihat dan yang terlihat keduanya dilenyapkan,
“Pandangan”sungguh telah dipahami.

Sedangkan untuk “Praktik” – dalam arus penerangan,
Tidak ada tingkatan yang dapat ditemukan.
Ketekunan dalam praktik adalah kokoh
Ketika pelaku dan perbuatan keduanya dibatalkan.

Dalam alam penerangan,
Dimana subyek dan obyek adalah satu,
Aku tidak melihat sebab, karena semuanya kosong.
Ketika perbuatan dan pelaku lenyap,
Semua perbuatan menjadi benar.

Pikiran-pikiran terbatas  memudar di dalam Dharmadhàtu;
Delapan angin duniawi tidak membawa harapan ataupun ketakutan,
Ketika sīla dan pelaku sīla lenyap,
Disiplin telah dijalankan dengan sempurna.

Dengan mengetahui bahwa bathin-Diri adalah Dharmakàya
Tubuh Buddha adalah mutlak –
Dengan ketekunan, sumpah untuk mensejahterahkan makhluk lain,
Perbuatan dan pelaku lenyap.
Demikianlah kemenangan Dharma agung.

Menjawab pertanyaan para siswanya,
Ini adalah lagu gembira yang dinyanyikan oleh si orang tua!
Salju turun mengurung
Rumah meditasiku;
Para dewi memberikan makanan kepadaku;
Air dari gunug salju adalah minuman paling murni.
Semuanya dilakukan tanpa usaha;
Tidak perlu menanam jika tidak ada kebutuhan [akan makanan]
Gudangku penuh tanpa dipersiapkan atau ditimbun.
Dengan mengamati pikiran sendiri, segala sesuatu terlihat;
Dengan duduk di tempat rendah, singgasana kerajaan dicapai.
Kesempurnaan dicapai melalui belas kasih Guru;
Karunia ini dibayar dengan praktik Dharma.
Para pengikut dan penyokong berkumpul,
Berikanlah pelayananmu dengan penuh keyakinan.
Berbahagialah, semua, dan bergembiralah.


Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: SONGS OF MILAREPA
« Reply #5 on: 08 April 2009, 10:55:30 AM »
Lagu Wilayah Salju #2
================


Dunbar Shajaguna bersujud kepada Milarepa, berkata: “Sungguh indah dan menyenangkan mengetahui bahwa begitu banyaknya salju tidak mencelakai Jetsun, dan bahwa kami, siswamu, mampu membawamu kembali ke desa dengan selamat. Betapa gembiranya bahwa semua siswa dapat melihat Guru mereka! Kami akan sangat berterima kasih dan berbahagia jika engkau membabarkan Dhamma tentang pengalaman meditasimu musim dingin ini, sebagai hadiah kedatangan kepada kami.”

Milarepa, dalam menjawab permohonan Shajaguna dan sebagai hadiah kedatangannya untuk para siswa di Nya Non, menyanyikan lagu “Enam Inti Pengalaman Meditasi”:

Sujud kepada Guruku yang memiliki Tiga Kesempurnaan.

Malam ini, atas permohonan
Siswaku Shajaguna dan penyokongku Dormo,
Aku, Milarepa, memberitahukan apa yang kualami ketika bermeditasi,
Aku yang menetap di tempat yang jauh.

Sumpah yang murni memungkinkan pertemuan ini terjadi;
Dharma yang murni mempertemukan aku dengan para penyokongku
Anak-anakku! Apa yang kalian minta, aku,
Sang ayah, akan memberikan sebagai hadiah kedatanganku.

Aku meninggalkan keduniawian, dan telah meratapinya
Aku, Milarepa, datang ke Gunung Salju Lashi
Menempati sendirian Gua Menaklukkan Siluman.
Selama enam bulan penuh, pengalaman meditasi tumbuh;
Aku sekarang mengungkapkannya dalam lagu ini, lagu Enam Inti.

Pertama adalah Enam perumpamaan luar;
Kedua, Enam perbuatan salah di dalam,
Yang harus dipertimbangkan dengan seksama;
Ketiga, Enam tali yang mengikat kita dalam saüsàra;
Keempat, Enam jalan yang melaluinya kebebasan tercapai,
Kelima, Enam Inti Pengetahuan,
Keenam, enam pengalaman kebahagiaan meditasi.

Jika ada halangan,
Itu tidak dapat disebut ruang angkasa;
Jika dapat dihitung,
Itu tidak dapat disebut bintang-bintang.
Seseorang tidak dapat mengatakan “Ini adalah gunung,”
Jika ia bergerak dan berguncang.
Itu bukanlah lautan
Jika ia membesar atau mengecil,
Seseorang tidak dapat disebut perenang
Jika ia memerlukan jembatan.
Itu bukanlah pelangi    
Jika bisa dipegang.
Ini adalah enam perumpamaan luar.

Batasan dari yang sudah pasti
Membatasi pemahaman.
Mengantuk dan kekacauan
Bukanlah meditasi.
Penerimaan dan penolakan
Bukanlah perbuatan kehendak.
Pikiran yang mengalir terus-menerus
Bukanlah Yoga.
Jika ada Timur dan Barat,
Itu bukanlah kebijaksanaan,
Jika terlahir dan mati,
Itu bukanlah Buddha.
Ini adalah Enam kesalahan di dalam

Penghuni Neraka terikat oleh kebencian,
Hantu kelaparan oleh kesengsaraan,
Dan binatang buas oleh kebutaan.
Manusia terikat oleh nafsu,
Asura oleh kecemburuan,
Dan para Dewa di surga, oleh kesombongan.
Enam belenggu ini adalah rintangan menuju kebebasan.

Alam [kedalaman] mula-mula adalah Kebijaksanaan alami asli
Alam kesadaran adalah tanpa “eksterior” atau “interior”;
Alam pandangan terang adalah tanpa penerangan atau kegelapan;
Alam Dharma adalah ada dimana-mana dan meliputi segalanya;
Alam Tig Le  adalah tanpa mutasi dan transisi.
Alam Pengalaman  adalah tanpa interupsi.
Ini adalah Enam Alam Inti yang tidak tergoyahkan

Kebahagiaan bertambah jika Panas Kehidupan dikipasi
Ketika udara dari Nàóī  mengalir di jalur tengah,
Ketika pikiran-Bodhi  mengalir dari atas,
Ketika dimurnikan di bawah,
Ketika putih dan merah bertemu di tengah,
Dan kegembiraan dari tubuh yang tanpa kebocoran mengenyangkan seseorang
Ini adalah Enam Pengalaman Bahagia dari Yoga.

Untuk menyenangkan kalian, anak-anak dan pengikutku,
Aku menyanyikan lagu Enam Inti ini,
Dari pengalaman-pengalamanku musim dingin lalu ketika bermeditasi.
Semoga semua yang hadir pada pertemuan menggembirakan ini
Meminum sari surgawi dari laguku.
Semoga semuanya bergembira dan bersukacita.
Semoga keinginan kalian yang murni terpenuhi.

Ini adalah lagu bodoh yang dinyanyikan oleh orang tua ini;
Jangan meremehkannya, ini adalah pemberian Dharma,
Tetapi dengan hati gembira melangkah maju
Di Jalan Ajaran Terberkahi!

Shindormo berseru, “Jetsun, Yang Termulia! Engkau seperti para Buddha di masa lampau, masa sekarang, dan masa depan. Kesempatan untuk melayanimu dan belajar darimu adalah kesempatan istimewa yang jarang. Mereka yang tidak memiliki keyakinan terhadap engkau sesungguhnya lebih dungu daripada binatang.”

Milarepa menjawab, “Tidaklah penting bagi seseorang untuk memiliki keyakinan terhadapku. Tidak menjadi masalah apakah mereka berkeyakinan atau tidak. Tetapi jika engkau terlahir sebagai manusia dan terlahir di waktu dan tempat dimana Agama Buddha berkembang, adalah sungguh dungu jika tidak mempraktikkan Dharma.” Kemudian Milarepa menyanyikan:

Di kaki Marpa Sang Penerjemah, aku bersujud
Dan bernyanyi untuk kalian, para penyokongku yang penuh keyakinan.

Betapa bodohnya melakukan kejahatan dengan sembrono
Sementara Dharma murni ada di sekelilingmu.
Betapa bodohnya menghabiskan waktu hidupmu dengan tidak berarti,
Ketika tubuh manusia adalah anugerah yang sangat jarang.
Betapa menggelikan untuk melekat pada kota yang menyerupai penjara dan menetap di sana.
Betapa lucunya berkelahi dan bertengkar dengan istri dan sanak saudaramu,
Siapakah yang mengunjungimu.
Betapa bodohnya menyukai kata-kata manis dan lembut
Yang hanyalah gaung kosong dalam mimpi.
Betapa bodohnya mengabaikan hidup seseorang dengan menyerang musuh.
Yang hanyalah sekedar bunga-bunga lemah.

Betapa bodohnya ketika menjelang kematian masih menyiksa diri sendiri dengan pikiran akan keluarga,
Yang mengikat seseorang di istana Màyà
Betapa bodohnya bersikap kikir dalam hal harta dan uang,
Yang adalah hutang atas pinjaman dari orang lain.
Betapa menggelikan mempercantik dan menghias diri,
Yang adalah kantung yang dipenuhi oleh kotoran.
Betapa lucunya menegangkan urat syaraf demi kekayaan dan kebaikan,
Dan mengabaikan sari dari ajaran terdalam!

Dalam kelompok orang-orang bodoh, yang cerdas dan berakal
Harus mempraktikkan Dharma, sepertiku.

Orang-orang dalam kerumunan itu berkata kepada Milarepa, “Kami sangat berterima kasih atas lagu kebijaksanaanmu. Tetapi kita tidak mampu meniru kecakapan dan kecerdasanmu. Kami hanya dapat berusaha untuk menghindari hal-hal bodoh seperti yang engkau nyanyikan. Keinginan kami satu-satunya adalah kesempatan atas kehadiranmu, agar yang hidup dapat memberikan pelayanan dan mendapatkan nasehat darimu, dan yang mati, juga, dapat terselamatkan melalui belas kasihmu.”

Milarepa menjawab, “Untuk mematuhi perintah Guruku, aku bermeditasi di Gunung Salju Lashi. Aku dapat menetap di sini selama beberapa waktu, tetapi aku tidak dapat menetap di sini seperti yang kalian inginkan. Sikap tidak hormat, dan tidak bersahabat, akan berakibat jika aku menetap di antara kalian. Kemudian ia menyanyikan:

Sujud kepada Marpa Sang Penerjemah.

Semoga semua penyokongku yang berkumpul di sini
Memiliki keyakinan yang tidak tergoyahkan, dan berdoa kepadaku dengan setulus-tulusnya.

Jika seseorang menetap terlalu lama bersama teman-teman,
Mereka akan segera merasa keletihan terhadapnya;
Hidup berdekatan demikian akan mengarah pada ketidak-senangan dan kebencian.
Hanya manusia yang mengharapkan dan menuntut terlalu banyak
Ketika seseorang menetap terlalu lama bersama teman-temannya.

Permusuhan dalam sifat manusia mengarah pada rusaknya sīla;
Teman yang buruk menghancurkan perbuatan baik;
Kata-kata jujur akan membawa keburukan jika diucapkan di tengah kerumunan;
Memperdebatkan benar dan salah hanya membuat lebih banyak musuh.

Melekat pada dogma dan kefanatikan
Membuat seseorang menjadi lebih ganas dan penuh kejahatan.

Kewajiban menanggapi persembahan dari mereka yang berkeyakinan dapat menyebabkan pikiran jahat.
Menikmati Makanan Orang Mati  adalah kejahatan dan berbahaya
Persembahan makhluk-makhluk duniawi adalah rendah dan tidak berarti.

Persahabatan itu sendiri menyebabkan hinaan;
Dari hinaan, kebencian dan ketidak-senangan tumbuh.

Sebanyak rumah yang dimiliki seseorang, semakin menderita ia pada saat kematiannya.
Penderitaan dan ratapan ini sesungguhnya tidak tertahankan,
Khususnya bagi Yogī yang berdiam dalam kesunyian.

Aku, Milarepa, akan pergi ke pertapaan yang tenang, untuk hidup sendiri.
Para penyokong yang penuh keyakinan,
usaha kalian dalam mengumpulkan jasa sungguh menakjubkan;
para penyokongku, adalah baik sekali
memberikan persembahan dan melayani Guru kalian.
Aku menyatakan keinginanku untuk bertemu kalian segera,
Dan bertemu kalian sesering mungkin.

Semua para penyokong berkata kepada Milarepa, “Kami tidak pernah bosan mendengarkan nasehat dan khotbah darimu; mungkin engkau yang bosan terhadap kami. Tidak peduli betapapun hangatnya kami memperlakukan engkau agar engkau menetap di sini, kami tahu itu akan sia-sia. Kami hanya berharap agar dari waktu ke waktu engkau sudi datang dari Lashi mengunjungi kami.”

Para penduduk kemudian mempersembahkan kepada Milarepa banyak perbekalan dan barang-barang lainnya, tetapi ia tidak mengambilnya. Semua orang terinspirasi dengan rasa hormat dan memberikan penghormatan mendalam kepadanya. Dengan penuh kegembiraan dan kebahagiaan, para penduduk dengan tegas menyatakan keyakinan mereka yang tidak tergoyahkan pada Jetsun.

Ini adalah Lagu Wilayah Salju.

Offline xenocross

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.189
  • Reputasi: 61
  • Gender: Male
Re: SONGS OF MILAREPA
« Reply #6 on: 08 April 2009, 04:52:43 PM »
lanjut lanjut lanjut !!!
Satu saat dari pikiran yang dikuasai amarah membakar kebaikan yang telah dikumpulkan selama berkalpa-kalpa.
~ Mahavairocana Sutra

Offline lophenk

  • Sebelumnya: 4kupak
  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 685
  • Reputasi: 28
  • Gender: Male
Re: SONGS OF MILAREPA
« Reply #7 on: 08 April 2009, 05:13:27 PM »
kisahnya bagus banget , ada lagi gak ??
thanks Buddha...

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: SONGS OF MILAREPA
« Reply #8 on: 08 April 2009, 05:17:17 PM »
Sabar ya, sebenarnya ini cuma ekskul aja, soalnya saya lagi mengerjakan tugas utama dari Sang Tuhan yang statusnya "kejar tayang"

JJ Lee_

  • Guest
Re: SONGS OF MILAREPA
« Reply #9 on: 08 April 2009, 05:21:16 PM »
“Ketika kaum duniawi melakukan upacara persembahan, itu sungguh membantu kondisi Bardo  mereka. Akan tetapi, masih lebih baik dan lebih bermanfaat untuk mencapai Bardo di sini-dan-saat ini.”

Bardo itu apa ya?

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: SONGS OF MILAREPA
« Reply #10 on: 08 April 2009, 05:23:18 PM »
“Ketika kaum duniawi melakukan upacara persembahan, itu sungguh membantu kondisi Bardo  mereka. Akan tetapi, masih lebih baik dan lebih bermanfaat untuk mencapai Bardo di sini-dan-saat ini.”

Bardo itu apa ya?

Menurut Kepercayan Tantra, setelah seseorang meninggal dunia, ia tidak secara spontan terlahir kembali tapi ngetem dulu di alam Bardo ini. menungu kelahiran berikutnya. CMIIW

Offline bebiso

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 5
  • Reputasi: 1
  • Gender: Female
Re: SONGS OF MILAREPA
« Reply #11 on: 05 June 2009, 10:17:17 PM »
bagus2

Offline hariyono

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 253
  • Reputasi: 17
Re: SONGS OF MILAREPA
« Reply #12 on: 02 August 2009, 05:00:16 PM »
thanks
nice posting

Offline VinBaik

  • Teman
  • **
  • Posts: 54
  • Reputasi: 6
  • Gender: Male
  • OM MANI PADME HUM
Re: SONGS OF MILAREPA
« Reply #13 on: 26 May 2010, 10:46:42 AM »
Pas nih...
Aku jg sedang baca buku "Riwayat Hidup Milarepa" karya Lobshang P Lhalungpa
terbitan Karaniya :)
VAYADHAMMA SANKHARA, APPAMADENA SAMPADETHA

Nasehat terakhir Sang Buddha sebelum Parinibbana :
"Segala sesuatu yang terjadi dari paduan unsur adalah sasaran perubahan.
Berjuanglah mencapai kebebasan dengan sadar dan waspada"

 

anything