Sedikit pendahuluan, Tulisan ini memiliki kesamaan dari
sumber lain yang juga menggunakan penggeseran istilah "parimandala", dan dari sumber yang sama juga, yaitu Satapatha Brahmana; juga nuansa
apologetic yang kental. Klaim dari aneka pihak religius dengan format
"ilmu modern X sudah ada di kitab Y, Z tahun sebelum Sains menemukan" adalah hal yang sangat umum ditemukan. Bagi orang awam yang asing dengan studi literatur historis ataupun sains, prinsip logika sederhana dapat dipakai untuk menguji kebenarannya, yaitu merumuskan pertanyaan berikut:
1.
Jika sudah dituliskan Z tahun sebelumnya, apakah ada aplikasi teknologi tersebut dalam masyarakat tempat teknologi itu ditemukan? Contoh: jika ada klaim "listrik ditemukan 3000 tahun lalu di wilayah tertentu, apakah kemudian ada aplikasi apapun yang berkenaan dengan listrik misalnya lampu, blender, atau mesin bentuk sederhana apapun?
Jika teknologi abad modern dikatakan telah ditemukan oleh pihak tertentu di masa lampau tapi kehidupan masyarakat tersebut tidak terimbas dari penemuan tersebut dan tetap seperti jaman batu, kemungkinan besar adalah klaim semata.
2.
Jika sudah dituliskan, apakah ada dampak terhadap kehidupan dan budaya di sana pada waktu itu, dalam bidang lain, misalnya penggambaran dalam kesenian; bahasan dalam literatur lain yang merespon "penemuan" tersebut; atau misal dalam hal klaim geodesy seperti tulisan di atas, kemudian muncul pengukuran diameter dunia, pemetaan benua dan samudra, penjelasan iklim dan musim, perbedaan zona waktu, dan lain-lainnya.
Jika pengetahuan dikatakan telah diketahui oleh pihak tertentu di masa lampau, tapi tidak ada reaksi dan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan apapun, tidak memicu sebuah kemajuan dalam bentuk apapun, maka kemungkinan besar juga itu hanya klaim belaka.
ParimaṇḍalaSepertinya istilah mandala adalah umum dan merujuk pada bentuk lingkaran. Bagi yang asing dengan istilah ini, silahkan
baca-baca.Bagaimana dengan parimandala? Apakah berbeda? Dalam
DN 30. Lakkhanasutta terdapat istilah ini:
"...nigrodha
parimaṇḍalo hoti, yāvatakvassa kāyo tāvatakvassa byāmo yāvatakvassa byāmo tāvatakvassa kāyo..."
"...His
proportions have the symmetry of the banyan-tree: the length of his body is equal to the compass of his arms, and the compass of his arms is equal to his height..."
Penjelasan di sini adalah panjang kedua tangan terentangkan adalah sama dengan tinggi badannya. Di sini jelas bahwa yang disinggung adalah proyeksi dua dimensi seperti dalam
Vitruvian Man oleh Leonardo da Vinci (perhatikan bahwa proporsi nigrodhaparimandala yang adalah ciri manusia besar adalah berbeda dengan Vitruvian Man yang mewakili orang kebanyakan). Jika parimandala di sini diseret ke bahasan 3 dimensi menjadi bentuk bola, tentu dapat dibayangkan seorang Buddha memiliki proporsi seperti
Pac-man, yang sepertinya amat sangat kecil kemungkinannya.
Dalam Vinaya, Sekkhiya, juga ada istilah ini, saya tidak yakin persisnya, namun sepertinya merujuk pada jubah yang dipakai membalut/melingkari tubuh secara menyeluruh. Kalau ada yang bisa info, silahkan bantu.
Istilah ini bukanlah khas Buddhis. Dalam tradisi Jainisme, misalnya postur tubuh demikian adalah salah satu dari 6 jenis ukuran simetri tubuh yang disebabkan
oleh samsthana nama-karma.[1] Dijelaskan bahwa bagian atas tubuh berkembang sempurna, namun bagian bawah tidak, sehingga kaki dan lengan memiliki panjang yang sama. (Ini yang memberikan gambar lebih jelas mengenai perbedaan Vitruvian Man dan Lakkhanasutta.) Dalam Tradisi Hindu, postur demikian dianggap sebagai tanda manusia luar biasa.
[2]Aneka teks mengenai seni dan desain dalam
Shilpa Sastra membahas bentuk ini, dan menurut
Wisdomlib, Dharma-saṃgraha (section 34) karya Nagarjuna memasukannya ke salah satu dari 20 bentuk objek.
Singkat kata, seperti mandala, istilah parimandala merujuk pada bentuk lingkaran, bukan bola.
Bagaimana dengan istilah "Bhugolo"? Benar, itu adalah bola dan disebutkan dalam
Surya Siddhanta, literatur abad 3-4 Masehi. Namun tidak istimewa sebab 500 tahun sebelumnya, di dunia Hellenistik sudah ada bahkan usaha perhitungan keliling bumi. Juga, walaupun menggambarkan bumi secara bulat, namun menggunakan prinsip geosentris di mana bumi adalah diam, dan matahari dan bulan yang mengelilingi.
Secara singkat bisa dibaca
sejarah perkembangan ide bumi bulat.[1] J. Jaini.
Outline of Jainism. Cambridge University Press. p.34
[2] J. Roy.
Theory of Avatāra and Divinity of Chaitanya. Atlantic Publishers & Distributors (P) Limited.
Matahari tenggelam di satu bagian, maka terbit di bagian lainUntuk yang awam dengan kosmologi India kuno (Hindu, Jain, Buddhis), bisa
baca-baca tentang gunung Mahameru dulu. Ini adalah gunung sebagai pusat dari dunia yang berbentuk piring. Dalam kosmologi Buddhis setiap cakkavala terdiri dari Mahameru sebagai pusatnya, lalu dikelilingi pegunungan yang lebih kecil dan hutan, kemudian samudera luas. Di piringan bagian utara Mahameru terdapat benua Uttarakuru, sedangkan di selatan, barat, dan timur ada Jambudīpa, Aparagoyāna, dan Pubbavideha. Benua ini adalah mengambang di atas permukaan air seperti dijelaskan dalam DN 16. Air tidak tumpah ke luar angkasa karena setiap cakkavala dibatasi pegunungan melingkar yang menutup samudera, cakkavālasilā. Silahkan baca di
sini untuk lengkapnya, sekaligus sumber rujukan.
Sumber paralel dari Abhidharma Sarvastivada lebih detail menggambarkan mengenai struktur ini. Bagi yang berminat bisa buka di
sini, hal. 45 untuk bab dunia, atau hal. 49 untuk langsung lihat gambarnya. Di sini kita bisa lebih jelas mengapa matahari terbit di satu tempat berarti tenggelam di tempat lain:
karena terbenam di balik Mahameru. Itu juga menjelaskan frasa "candimasūriyā pariharanti, disā bhanti virocanā" dalam AN 3.80 yang mengatakan bulan dan matahari (di sini digabung dalam kata majemuk/dvandva) mengelilingi (Mahameru). Sejauh jangkauan cahayanya itulah adalah satu "sistem dunia". Proporsi besar matahari dan bulan yang hampir sama besar itu juga dikuatkan dalam Visuddhimagga (VII.44) yang menyebutkan lingkar bulan adalah 49 Yojana dan matahari 50 Yojana. Hanya selisih 2% saja. Menurut sains modern, radius matahari sekitar 696 ribu KM, 40.000% lebih besar dari bulan yang hanya sekitar 1.7 ribu KM saja.
Bonus: suara merambat di angkasa luarSaya tertarik membahas bagian ini sebab polanya sering ditemukan:
1. Kitab suci mengatakan sesuatu yang secara pengetahuan adalah tidak mungkin.
Kitab suci: Buddha bisa memperdengarkan suara sampai ke 1000 dunia.
Sains: suara tidak merambat di vakum.
2. Cari pembenaran yang mirip dan judulnya sepertinya mendukung argumen:
* Menurut headline
Telegraph sepertinya menggambarkan adanya suara (musik) di angkasa yang didengar Astronot Apollo 10.
* Menurut headline
gizmodo ada suara di luar angkasa.
3. Masukkan link dengan headline yang sepertinya mendukung, sehingga membenarkan kitab suci.
--
Menurut saya, jika penulis tidak paham apa isi berita tersebut dan bagaimana mekanisme gelombang suara di ruang angkasa, maka bisa dinilai penulis tersebut adalah orang yang lompat pada kesimpulan tanpa paham isi sumber yang dicantumkannya. Tetapi jika penulis paham isi berita tersebut dan menggiring opini dengan headline berita, maka penulis tersebut adalah seorang penipu.
[TL;DR] Headline 1: yang didenger di radio astronot adalah interference/gangguan gelombang;
Headline 2: gelombang suara normal terendah yang kita dengar: panjang gelombang 17m, osilasi 20x dalam 1 detik, sementara di ruang angkasa panjang gelombang hitungan tahun cahaya, osilasi 1x dalam jutaan tahun.
Saran untuk pembaca: Bacalah yang kritis, tidak membuta dalam menerima/menolak.