Dear All
Neraka tampaknya dijelaskan di 2 sutta di MN. Kedua sutta itu di sampaikan Beliau ketika menetap di Sāvatthī, Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika:
129. Balapandita-sutta. Mengenai hukuman setelah kematian seorang dungu yang berbuat kejahatan dan pahala bagi orang bijaksana yang berbuat kebaikan. [lihat sutta di:
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=18173.msg304664#msg304664;
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=18173.msg304665#msg304665 Keterangan ttg itu lihat di:
http://www.palikanon.com/english/pali_names/b/balapandita_s.htm]
130. Devaduta-sutta. Sang Buddha dengan mata gaibnya melihat nasib makhluk-makhluk dan menerangkan hukuman di neraka bagi mereka yang meremehkan utusan maut. [Lihat sutta di:
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=18173.msg304666#msg304666. Penjelasan palicanon di:
http://www.palikanon.com/english/pali_names/d/devaduuta_s.htm]
Buddhisme mempunyai pengertian ttg Neraka sebagai state dari mental. [Ya, setelah anda baca 2 sutta di atas anda memang akan temukan diskripsi bentuk dari neraka.]
Penjelasannya anda bisa buka link ini [
Buddhist philosophy: a historical analysis Oleh
David J. Kalupahana,
http://books.google.co.id/books?id=EBggX7yZkCQC&pg=PA66]:
"A careful study of these concepts of heaven and hell, gods and evil spirits, reveals that they were accepted in Buddhism as regulative ideas or concepts only. The fact that they are merely theories based on speculation is well brought out it certain statements by the Buddha. To a Brahman who questioned the Buddha as to whether there are gods, the replied, "It is not so." When asked whether there are no gods, the Buddha’s reply was the same, "It is not so." And finally to the Brahman who was baffled by these replies, the Buddha said, "The world, O Brahman, is loud in agreement that there are gods" (ucce sammatam kho etam brahmana lokasmin yadidam atthi devati) [MN 2.213]. The same is the attitude of the Buddha with regard to the concept of hell. In the Samyutta-nikaya[S 4.206 & TD2.119c] he is represented as saying that it is only the uneducated ordinary man (assutava puthujjano) who believes that there is a hell beneath the great ocean. According to the Buddha's view, hell is another name for unpleasant feelings (dukkha vedana)."
Kemudian beliau memberikan ILUSTRASI yg disampaikan di MN 129, mulai dari syair no.7 s/d 17:
"7. “Jika dengan benar mengatakan tentang sesuatu: ‘Sungguh tidak diharapkan, sungguh tidak diinginkan, sungguh tidak menyenangkan,’ adalah tentang neraka yang, dengan benar dikatakan ini, sedemikian sehingga sulit menemukan perumpamaan bagi penderitaan di neraka.”
Ketika hal ini dikatakan, seorang bhikkhu bertanya kepada Sang Bhagavā: “Tetapi, Yang Mulia, dapatkah suatu perumpamaan diberikan?”
8. “Dapat, Bhikkhu,” Sang Bhagavā berkata. “Para bhikkhu, misalkan beberapa orang menangkap seorang penjahat perampok dan membawanya ke hadapan raja, dengan berkata: ‘Baginda, ini adalah seorang penjahat perampok. Perintahkanlah hukuman apapun yang engkau inginkan atas dirinya.’ Kemudian raja berkata: ‘Pergilah dan tusuk orang ini di pagi hari dengan seratus tombak.’ Dan mereka menusuknya di pagi hari dengan seratus tombak. Kemudian di siang hari raja bertanya: ‘Bagaimana orang itu?’ – ‘Baginda, ia masih hidup.’ Kemudian ia berkata: ‘Pergilah dan tusuk orang ini di siang hari dengan seratus tombak.’ Dan mereka menusuknya di siang hari dengan seratus tombak. Kemudian di malam hari raja bertanya: ‘Bagaimana orang itu?’ – ‘Baginda, ia masih hidup.’ Kemudian ia berkata: ‘Pergilah dan tusuk orang ini di malam hari dengan seratus tombak.’ Dan mereka menusuknya di malam hari dengan seratus tombak. [166] Bagaimana menurut kalian, para bhikkhu? Apakah orang itu mengalami kesakitan dan kesedihan karena ditusuk dengan tiga ratus tombak?”
“Yang Mulia, orang itu akan mengalami kesakitan dan kesedihan karena ditusuk bahkan hanya dengan satu tombak, apa lagi tiga ratus.”
9. Kemudian, dengan mengambil sebutir batu berukuran sekepalan tanganNya, Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Bagaimana menurut kalian, para bhikkhu? Manakah yang lebih besar, batu kecil yang kuambil ini, yang berukuran sekepalan tanganKu, atau Himalaya, raja pegunungan?”
“Yang Mulia, batu kecil yang telah Sang Bhagavā ambil itu, yang berukuran sekepalan tangan Beliau, tidak berarti dibandingkan Himalaya, raja pegunungan; bahkan tidak ada sebagian kecilnya, tidak dapat dibandingkan.”
“Demikian pula, para bhikkhu, kesakitan dan kesedihan yang orang itu alami karena ditusuk dengan tiga ratus tombak adalah tidak berarti dibandingkan penderitaan neraka; bahkan tidak ada sebagian kecilnya, tidak dapat dibandingkan.
10. “Kemudian para penjaga neraka menyiksanya dengan lima tusukan....[..]"
dan di akhiri syair no.17 dengan kalimat:
17. “Para bhikkhu, Aku dapat menjelaskan dalam banyak cara tentang neraka. Begitu banyak sehingga sulit menyelesaikan penjelasan terhadap penderitaan di neraka.
kemudian KALIMAT perumpamaan di atas
DI ULANG KEMBALI di MN 130: mulai dari syair no.3:
"3. “Sekarang para penjaga neraka menangkap makhluk itu pada kedua lengannya dan membawanya ke hadapan Raja Yama, dengan berkata:....[..]
hingga syair no.27.
Itulah sebabnya dikatakan bentuk fisik ini merupakan
ILUSTRASI, dan bukan sebagai hal yg sebenarnya terjadi.
Ya..di MN 130, syair no. 29 dikatakan:
29. “Para bhikkhu, Aku mengatakan hal ini kepada kalian bukan sebagai sesuatu yang Kudengar dari petapa atau brahmana lain. Aku mengatakan hal ini kepada kalian sesbagai sesuatu yang sebenarnya diketahui, dilihat, dan ditemukan olehKu sendiri.”
Yg dimaksud BUKANLAH gambaran bentuk fisik ttg itu [toh di sutta no.129, sudah dikatakan diberikan PERUMPAMAAN sebagai permintaan dari salah satu Bhikku]. Namun pada syair no.2
2. “Para bhikkhu, misalkan terdapat dua rumah berpintu dan seseorang yang berpenglihatan baik berdiri di antara kedua rumah itu melihat orang-orang masuk dan keluar dan berlalu-lalang. Demikian pula, dengan mata dewa, yang murni dan melampaui manusia, Aku melihat makhluk-makhluk meninggal dunia dan muncul kembali, hina dan mulia, cantik dan buruk rupa, kaya dan miskin. Aku memahami bagaimana makhluk-makhluk berlanjut sesuai dengan perbuatan mereka: ‘Makhluk-makhluk ini, yang berperilaku baik dalam jasmani, ucapan, dan pikiran, bukan pencela para mulia, berpandangan benar, memberikan dampak pandangan benar dalam perbuatan mereka, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, telah muncul kembali di alam yang bahagia, bahkan di alam surga. Atau Makhluk-makhluk mulia ini, yang berperilaku baik dalam jasmani, ucapan, dan pikiran, bukan [179] pencela para mulia, berpandangan benar, memberikan dampak pandangan benar dalam perbuatan mereka, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, telah muncul kembali di alam manusia. Tetapi makhluk-makhluk ini yang berperilaku buruk dalam jasmani, ucapan, dan pikiran, pencela para mulia, keliru dalam pandangan, memberikan dampak pandangan salah dalam perbuatan mereka, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, telah muncul kembali di alam hantu. Atau makhluk-makhluk ini yang berperilaku buruk … ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, telah muncul kembali di alam binatang. Atau makhluk-makhluk ini yang berperilaku buruk … ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, telah muncul kembali dalam kondisi buruk, di alam rendah, dalam kehancuran, bahkan di dalam neraka.’
Note:Penjaga neraka yaitu Yama beserta centengnya akan anda temukan disitu, beserta ilustrasi bentuk fisik neraka. Yama dimaksud merupakan yama dalam nama generik spt Indra yang merupakan nama generik di kalangan Deva dan manusia.
Utk kalangan Deva Indra merupakan 91 anak dari Yakkha, kumbandas dll [penjelasan nama Indra anda lihat di:
http://www.palikanon.com/english/pali_names/i_/inda.htm]
Utk Yama:
http://www.palikanon.com/english/pali_names/y/yama.htmYama yg disebut di niraya tidak sama dengan YAMA yang ada di atas [bukan di bagian puncak] su-meru.
Kira-kira demikian kurang lebihnya ya..mari kita bahas.