//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Topics - dhammasiri

Pages: 1 [2] 3 4
16
Beberapa waktu lalu, saya mendapt e-mail yang menyebutkan bahwa jumlah statistik umat Buddha telah merosot. Saya tidak ingat secara pasti jumlahnya. Yang menjadi pertanyaan:
1. Siapakah yang perlu bertanggungjawab atas kemerosotan itu?
2. Apakah sebab-sebab kemerosotan itu?
3. Apakah atau bagaimana caranya agar kita tetap dapat mempertahankan jumlah umat Buddha di Indonesia?
Thanks

17
Teman-teman,
Dengan rasa syukur dan terima kasih saya kepada teman-teman yang tetap terus bersemangat untuk mendalami ajaran Sang Buddha, hari ini secara saya merelease
Digital Universal Buddhist Dictionary version 2
Dalam release ini telah dilengkapi dengan help, juga instalasi.
Selengkapnya dapat didownload dari
http://sites.google.com/site/twinlion2009/DUBD.zip?attredirects=0
Semoga Kamus digital ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan agama Buddha baik di Indonesia maupun di dunia ini.

18
Setelah bekerja keras selama berbulan-bulan, mengatasi segala rintangan, merepoti teman-teman di DC dengan segala pertanyaan (semoga saja tidak ada yang kapok), akhirnya hari ini saya merelease versi percobaan Digital Universal Buddhist Dictionary.

Berikut ini adalah linknya:
https://www.yousendit.com/download/bFFPRGwwdVVGOFR2Wmc9PQ

Versi ini hanya bisa di download oleh 100 orang dalam jangka 7 hari. Setelah itu, file akan dihapus dari server.

Untuk sementara ini, saya masih menulis manual help (cara penggunaan kamus ini). so, pintar-pintar saja menggunakannya. Databasenya terdiri dari 78.000+ entry dibagi dalam empat kamus yaitu:
  • Pāli-English Dictionary (Edisi P.T.S)
  • Concise Pāli-English Dictionary (A.P. Buddhadatta)
  • English-Pāli Dictionary
  • Dictionary Pāli Proper Names (G.P. Malalasekera)
System requirement:
  • O.S: Windox XP, Windows 7, Vista
  • Memory: tidak tahu cara mengukurnya
  • .Net Framework 2 atau lebih baik 3,5

Screenshot:

Main screen


Main Screen query


Editor:


Editor query + Update:


Penambahan Kamus:


Help (masih dalam process):


Saya yakin ada banyak programmer di DC. Karena itu, saya mohon review, komentar dan kritik terhadap kamus digital ini. Ayo ambil bagian teman-teman untuk kemajuan Buddhist studies.
Thank you.

19
Teknologi Informasi / Mohon bantuan untuk backspace
« on: 12 April 2010, 12:08:45 PM »
Teman-teman,
Digital Universal Buddhist Dictionary yang saya design sudah mendekati tahap akhir tetapi saya mendapatkan masalah baru setelah masalah slow loading di listbox terselesaikan. Masalah yang saya hadapi adalah kalau saya ingin mendelet huruf terakhir dalam seacrhbox, messegebox selalu muncul. Saya sudah mutar-mutar mencari solusi lewat Mbah Google tetapi tidak ketemu. Saya melihat caranya adalah dengan keypress event handler tetapi tidak ada yang cocok. Saya berharap teman-teman ada yang bisa membantu.
Berikut ini ada kodenya:
Code: [Select]
Private Sub txtfind_TextChanged(ByVal sender As System.Object, ByVal e As System.EventArgs) Handles txtfind.TextChanged
        Dim combo As String = ComboBox1.SelectedItem
        Dim find As String = txtfind.Text
        sql = "SELECT * FROM Entry WHERE Entrylists LIKE '" + CStr(find) + "%' and DictLists LIKE '" + CStr(combo) + "%'"
        Call listLoad()
        If txtfind.TextLength = -1 Then
            txtfind.Focus()
        End If
        Dim curItem As String = txtfind.Text.ToString()
        Dim index As Integer = ListBox1.FindString(curItem)
        ' If the item was not found in ListBox 2 display a message box, otherwise select it in ListBox2.
        If index = -1 Then
            Dim frm As New XtraMsgVocNot
            frm.ShowDialog()

        Else
            ListBox1.SetSelected(index, True)
        End If

    End Sub

20
Pengembangan DhammaCitta / Double Account
« on: 08 April 2010, 05:51:39 PM »
Saya tidak tahu bagaimana security di DC. Saya merasa ada orang yang memiliki double account tetapi dengan nama yang berbeda (tentu tidak perlu saya sebutkan namanya di sini).

Pertanyaan saya kepada pengelola DC adalah apakah memungkinkan bagi seseorang untuk memiliki dua account yang berbeda?

Apa yang saya rasakan adalah ada seseorang yang memiliki double account. Satu account dipergunakan untuk membuat statement dan account lain dipergunakan untuk membela statement tersebut. So, intinya adalah untuk membenarkan sikap dan pendapat kita melalui account lain yang tampak independent. Dengan cara ini, member yang lain dikelabuhi, seolah-olah ada pihak yang setuju dengannya. Namun kalau kita perhatikan gaya penulisan tidak ada bedanya. Nada bicaranya juga bisa dilihat senada.

Menyikapi masalah semacam ini mungkin DC perlu menerapkan security yang baik. Saya belum tahu secara pasti, tetapi IP-banned system saya rasa kurang effective. Coba saja lihat IP saya. IP saya sering berubah. Kadang di Indonesia, kadang di China, kadang di Korea, juga kadang di USA. Email juga tidak bisa dijadikan security measurement. Saya punya email banyak dan semua email dapat saya pergunakan untuk mendaftar ke FB. Karena itu mungkin diperlukan terobosan baru agar pembodohan massal tidak terjadi.

Thanks.

21
Theravada / Asavatthaniya Dhamma: Noda Kehidupan Sosial
« on: 06 April 2010, 09:26:49 AM »
Baru-baru ini ada semacam pertikaian di DC. Jujur saya merasa prihatin atas kejadian ini. Semua pertikaian muncul karena ketidakdewasaan kita dalam menghadapi masalah. Kita masih mudah terpancing, kita masih mudah terbawa arus sehingga kemarahan pun tidak terelakkan. Karena itu, saya ingin memposting sebuah artikel yang pernah saya berikan ke salah seorang teman untuk diterbitkan. Akan tetapi, tidak ada kabar apakah artikel itu diterbitkan di majalah atau tidak. Apa pun status artikel ini, saya merasa yakin, artikel ini akan bermanfaat bagi banyak orang. Hanya saja, artikel ini saya tulis untuk menyoroti pertikaian dalam sekte Theravada. Namun demikian, artikle ini juga berlaku untuk umat Buddha secara umum. Berikut ini adalah artikelnya.

Āsavaṭṭhānīyā  Dhammā: Noda Kehidupan Sosial
Oleh: S. Dhammasiri

Di masa-masa awal, berdirinya sangha, Sang Buddha tidak menerapkan peraturan bagi para bhikkhu. Tradisi mengatakan, Sang Buddha mulai menetapkan peraturan setelah sangha berusia duapuluh tahun. Sebelum itu, tiga syair, yang cukup familiar di kalangan umat Buddha, cukup untuk mengendalikan kehidupan para bhikkhu.[1]  Selain itu, menurut Sang Buddha, menunggu waktu yang tepat.

Setalah Sangha berdiri sekian lama, tiga syair tersebut dirasa tidak lagi mampu mengendalikan kehidupan para bhikkhu. Kehidupan para bhikkhu semakin kompleks. Mau tidak mau, peraturan kehidupan monastik harus diterapkan. Faktor yang membuat Sang Buddha menetap peraturan kehidupan monastik adalah āsavaṭṭhānīyā dhammā.

Baiklah saya harus menjelaskan istilah āsavaṭṭhanīyā dhammā terlebih dahulu agar urain ini akan lebih mudah dipahami karena saya yakin tidak semua orang mengerti Bahasa Pali, dan terlebih lagi, belum tentu pembaca yang budiman pernah mendengar istilah āsavaṭṭhanīyā dhammā. Prase āsavaṭṭhanīyā merupakan kombinasi dari kata “āsava,” “ṭhana” dan suffiks “iya”. Kata “āsava” (prefiks ā + √sru), menurut Pali-English Dictionary memiliki beberapa arti. Di anrantanya adalah: 1). Minuman keras, sari bunga atau kayu yang memabukkan; 2). Bebas dari kemarahan, 3). Dalam psikologi merupakan kata tekhnis yang untuk mengacu kondisi batin yang membuat pikiran menjadi kecanduan.[2]  Kata “ṭhana” dapat berarti “tempat,” “lokasi,” “berdiri.”[3]  Istilah Dhamma juga memiliki beberapa arti. Y.M. Buddhaghosa dalam Aṭṭhasālinī mengatakan bahwa kata Dhamma (√dhṛ: menyokong, mendukung) memiliki empat arti: 1). Pariyatti (teori), 2). Hetu (kondisi, sebab), 3. guṇa (kualitas moral atau tindakan), 4). Nissatta-nijivatā (phenomena sebagai lawan dari substansial, noumenal, roh).[4]  Dhamma sebagai hetu, dijelaskan lebih jauh: pengetahuan analisis dalam dhamma berarti pengetahuan yang benar tentang kondisi atau sebab.[5]  Dari analisis di atas kita dapat menyimpulkan bahwa āsavaṭṭhanīyā dhammā dapat diterjemahkan sebagai “kondisi atau sebab yang memicu munculnya kotoran, noda” atau bisa juga diterjemahkan sebagai “kondisi atau sebab yang memicu kita menjadi mabuk, kecanduan.”

Menurut Sang Buddha ada empat faktor yang membuat munculnya āsavaṭṭhanīyā dhammā. Empat hal itu adalah rattaññumahatta, vepullamahatta, lābhaggamahatta, bāhusaccamahatta.[6]

  • Rattaññumahattā
    Rattaññumahatta merupakan prase kombinasi dari ratti (malam), ñu (mengetahui, melewati), mahattā (besar). Secara harfiah, rataññumahatta berarti “telah melewati banyak malam” atau “mengetahui banyak malam. Yang dimaksud dalam prase rataññumahattā adalah senioritas.
  • Vepullamahattā
    Vepulla dapat diterjemahkan sebagai “kemajuan” “perkembangan” atau “kesuksesan.” Dengan demikian, prase ini dapat diterjemahkan sebagai “kesuksesan”.
  • Lābhaggamahatta
    Prase lābhaggamahatta merupakan kombinasi dari “lābha” “agga” dan “mahattā.” Kata lābha dapat diartikan sebagai “keuntungan” “pendapatan” “pencapaian”. Agga memiliki arti Lābhagga dapat diartikan sebagai “utama” “tertinggi”. Karena itu, kita dapat memahaminya sebagai “popularitas”.
  • Bāhusaccamahatta
    Prase ini merupakan kombinasi dari “bāhu”, yang dapat diartikan sebagai “banyak”, “pundak” atau “tangan”, “sacca” berarti “pengetahuan” “ilmu” “kesunyataan”. Bāhusaccamahatta, dengan demikian, dapat dimengerti sebagai “berintelektual”.

Tentu bukan tanpa alasan bagi Sang Buddha memformulasikan empat hal tersebut di atas sebagi alasan munculnya noda, kotoran atau kecanduan. Karena senioritas, banyak orang menjadi mabuk akan harga diri, kecandduan pujian dan selalu ingin dihormati oleh para yuniornya. Contoh nyata adalah Bhante Channa. Pada mulanya ia adalah kusir Pangeran Siddhattha. Ke mana pun, Sang Pangeran pergi, ia akan selalu menemani. Setelah menjadi bhikkhu, ia merasa bahwa dirinya lebih senior dibandingkan yang lain karena dia telah lebih dekat dengan Sang Buddha sejak masih menjadi Bodhisatta. Ia tidak mau menghormati bhikkhu-bhikkhu senior, prilaku dan ucapannya kasar. Hanya brahmadaṇḍa-lah yang mampu menundukkannya.[7] 

Sebenarnya vepullamahattā lebih cenderung mengacu pada kesuksesan untuk mempertahan diri dan memiliki banyak pengikut, dan tidak mengacu pada kesuksesan dalam pencapaian materi. Karena selalu mampu eksis di tengah-tengah pasang-surutnya gelombang kehidupan dan pengikut selalu bertambah, muncullah ego, kesombongan, keangkuhan dan perasaan “Aku lebih hebat daripada yang lain.” Di samping itu, banyaknya pengikut dari berbagai strata, latar belakang sosial, ekonomi, pendidikan dan budaya yang berbeda, juga akan memicu munculnya berbagai permasalahan yang sangat kompleks. 

Saat seseorang telah mencapai tingkat senioritas tertentu dan mendapatkan banyak pengikut, dengan sendirinya popularitas akan datang meskipun tanpa diundang. Dalam sāsana, popularitas akan menuntun umat untuk memberikan dukungan material yang berlimpah. Ketidakhati-hatian dalam menerima dukungan material akan membuat para bhikkhu hanya menjadi pewaris materi (amisadāyāda) dan bukan pewaris dhamma (dhammadāyāda).

Ada sebuah cerita lucu terjadi di zaman Sang Buddha. Y.M. Poṭhila adalah seorang bhikkhu senior yang sangat pandai. Ia memiliki murid yang cukup banyak dan semuanya telah menyelesaikan tugas mereka sebagai bhikkhu dengan merealisasi tingkat kesucian tertinggi: Arahant. Namun, dia sendiri masih belum mencapai kesucian apa-apa. Suatu ketika, ia bersama murid-muridnya mengunjungi Sang Buddha. Di hadapan Sang Buddha, ia sangat berharap agar Sang Buddha memujinya, tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Sang Buddha menjulukinya Tuccha-Poṭhila.[8]  Merasa malu, ia pergi ke tempat yang jauh dan menjadi murid seorang sāmaṇera yang masih berusia tujuh tahun. Cerita ini mengingatkan kita bahwa intelektualitas dapat menjadi belenggu dan bumerang dalam kehidupan ini bila digunakan secara salah. Intelektualitas dapat membuat kita menjadi lupa daratan, edan akan harga diri.

Setelah faktor-faktor semacam ini muncul, mau tidak mau Sang Buddha harus menetapkan kode etik kehidupan monastik. Tujuannya adalah agar stabilitas kehidupan monastik dapat dipertahankan dan tidak menjadi rancu. Berdasarkan tradisi Theravāda, āsavaṭṭhanīyā dhammā tersebut telah membuat Sang Buddha menurunkan 227 peraturan bagi para bhikkhu dan 311 bagi para bhikkhunī.

Sekarang mari kita aplikasikan teori āsavaṭṭhanīyā dhammā ini dalam konteks kehidupan masyarakat umat Buddha di abad modern ini. Masihkah āsavaṭṭhanīyā dhammā ini relevan? Adakah unsur-unsur āsavaṭṭhanīyā dhammā dalam masyarakat umat Buddha sekarang ini?

Salah satu kualitas Dhamma, ajaran Sang Buddha adalah akālika. Ini berarti Dhamma, ajaran Sang Buddha, mampu bertahan di semua lini kehidupan. Tidak akan lapuk termakan waktu, dan dapat diterapkan di mana pun dan kapan pun. Āsavaṭṭhanīyā dhammā memang sebuah teori kuno tentang faktor-faktor yang dapat membuat sangha menjadi ternoda, namun demikian, faktor-faktor itu juga selalu dapat ditemukan di setiap sisi kehidupan masyarakat di sepanjang zaman.

Sebagaimana dapat kita lihat, tidak perlu di sekte lain cukup di kalangan Theravāda sendiri, banyak individu maupun organisasi menjadi gila posisi, mabuk kedudukan dan kecanduan harga diri. Sebagai akibatnya, mereka membentuk kelompok-kelompok tersendiri yang pada dasarnya hanya merugikan umat Buddha Theravāda sendiri. Mereka yang senior membanggakan kesenioritasannya, yang berpengikut banyak menyombongkan kesuskesannya, yang bermateri mengangungkan materinya dan yang berintelektual mendewakan intelektualitasnya. Perpecahan pun tak terelakkan, dan muncullah kerajaan-kerajaan dengan senioritas, kesuksesan, popularitas dan intelektualitas sebagai rajanya.

Secara pribadi, saya tentu merasa prihatin atas kondisi ini karena paling banter hanya menimbulkan permusuhan dan munculnya vihara-vihara baru. Munculnya vihara-vihara baru di bawah kepemimpinan senioritas, kesuksesan, popularitas dan intelektualitas, mungkin masih dapat dimaklumi. Namun, permusuhan dan kebencian sama sekali tidak dapat ditoleransi karena bertentangan dengan nilai-nilai etik yang diajarkan oleh Sang Buddha. Sang Buddha mengajarkan agar kita selalu mengembangkan kualitas ahiṃsa dan mettā.     

Saat kita hidup dalam perpecahan, tidak ada bedanya seperti gelas yang hancur berkeping-keping. Paling banter serpihan gelas itu hanya dapat digunakan untuk menghaluskan kayu sebagai pengganti amplas. Pada saat bersatu, kita ini ibarat gelas yang utuh, dapat digunakan alat untuk minum, takaran, atau menaruh sesuatu. Sesungguhnya kita dapat menggunakan semua elemen yang ada untuk saling bahu membahu. Yang senior sudah selayaknya mampu memberikan suri teladan. Yang sukses agar bersedia menunjukkan jalan, yang bermateri memberikan dukungan materi dan yang berintelektual memberikan sumbangsihnya di bidang intelektualitas.

Perpecahan di kalangan umat Buddha di zaman sekarang ini sangat berbeda dengan perpecahan yang terjadi di zaman kuno. Secara global, perpecahan di zaman kuno dapat dikatakan telah menghasilkan sekte Mahāyāna dan Theravāda. Perpecahan ini diawali pada konsili kedua atau tepatnya seratus tahun setelah Sang Buddha parinibbāna. Perpecahan tersebut telah menghasilkan sarjana-sarjana Buddhis yang luar biasa ditopang dengan penemuan-penemuan teori baru berlandaskan pada ajaran murni Sang Buddha. Nagarjuna muncul dengan teori Sunyata, Vasubandhu mengemukanan teori alāyavijñāna. Dignaga datang dengan teori filsafatnya: Buddhist Logic. Theravāda mencul dengan inovasinya bhavaṅga dan hadayavatthu. Selain teori-teori yang begitu mengagumkan, beberapa literatur Buddhist baik dalam bahasa Sanskrit, Prakrit maupun Pali muncul dengan berbagai inovasi baru. Mahavastu, Apadana, Kathavatthu bahkan banyak yang berpendapat seluruh bagian Abhidhamma Pitaka adalah inovasi baru dari kalangan Theravāda. Mau mengakui atau tidak, perpecahan yang tejadi di zaman dulu telah membawa hawa positif bagi perkembangan dunia intelektual agama Buddha. Tetapi, apakah yang terjadi saat ini? Adakah dampak positif yang kita dapatkan dari perpecahan tersebut? Jangankan melihat sarjana yang muncul dengan inovasi barunya, melihat sarjana yang mempelajari Agama Buddha dengan kesungguhan saja sangat sulit.

Kita memisahkan diri dari kelompok yang ada dan membentuk kelompok baru karena berpandangan bahwa kita memegang teguh ajaran Sang Buddha. Yang tetap pada kelompok lama juga tidak mau dikatakan telah melenceng dari ajaran Sang Buddha. Sudah saatnya kita merenungkan dengan seksama akan apa yang kita dapatkan dari perpecahan dan permusuhan di antara sekte Theravāda. Mengapa kita tidak berpikir untuk mentransformasi noda kehidupan sosial menjadi sumber untuk memperdayakan diri? Mengapa kita tidak mengubah āsavaṭṭhanīyā dhammā menjadi berkah utama? Kita harus selalu ingat bahwa memiliki banyak ilmu dan pengetahuan, menggunakan kekayaan dengan benar, menyokong generasi yang lebih muda maupun yang tua adalah bekah utama. Sang Buddha menasehatkan: “Tasmātiha, bhikkhave, evaṃ sikkhitabbaṃ—attharasassa dhammarasassa vimuttirasassa lābhino bhavissāmāti,”[9]   dan Ki Hajar Dewantara merumuskan “Ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso, tut wuri handayani.”

Saat transformasi terjadi, empat hal tersebut di atas tidak lagi menjadi sumber munculnya noda kehidupan sosial di antara umat Buddha Theravāda, melainkan menjadi berkah yang mengarahkan kita pada kemajuan, kemakmuran, kesejahteraan dan kebahagiaan.       

Endnotes:
  • Khantī paramaṃ tapo titikkhā,  nibbānaṃ paramaṃ vadanti buddhā;
     na hi pabbajito parūpaghātī,  na samaṇo‚ hoti paraṃ viheµhayanto.
    Sabbapāpassa akaraṇaṃ, kusalassa upasampadā;
    sacittapariyodapanaṃ, etaṃ buddhānasāsanaṃ.
    Anūpavādo anūpaghāto, pātimokkhe ca saṃvaro;
    mattaññutā ca bhattasmiṃ, pantañca sayanāsanaṃ;
    adhicitte ca āyogo, etaṃ buddhānasāsanan’ti.
  • T.W. Rhys Davids, Pali-English Dictionary, Asian Educational Service, India, 1997, hal.114
  • Idem,  hal.289
  • Aṭṭhasālinī, p.38: Dhammasaddo  panāyaṃ pariyattihetuguṇanissattanijjīvatādīsu dissati
  • Idem:  hetumhi ñāṇaṃ dhammapaṭisambhidā
  • Vinaya Pitaka, III, 9
  • brahmadaṇḍa berarti hukuman yang sangat berat. Tak ada bhikkhu atau samanera yang boleh bicara atau melayani bhikkhu yang sedang mendapatkan brahmadaṇḍa.
  • Tuccha berarti “kosong” “takberguana” “bodoh”.
  • Anguttara Nikāya I, 35.

22
Keluarga & Teman / Bagaimana Anda menilai pasangan Anda?
« on: 12 March 2010, 10:19:14 PM »
Teman-teman,
Hidup bahagia bersama pasangan kita adalah harapan kita. Sejauh ini saya hanya menemukan satu pasangan yang boleh saya nilai the best couple. Selama menikah 50 tahun tidak ada sedikit pun pertengkaran dalam kehidupan rumah tangga mereka. Mereka hidup rukun saling mencintai selama 50 tahun. Namun, ada juga pasangan yang selama hidupnya justru mengalami hal yang sebaliknya: Tiada hari tanpa cekcok, tiada hari tanda kekerasan dan tidak ada hari yang dilalui tanpa kebosanan hidup bersama pasangan kita.
Menurut teman-teman,
1. Apakah pasangan teman-teman baik istri/suami atau kekasih adalah orang yang ideal buat Anda?
2. Bagaimanakah teman-teman menilai pasangan hidup teman-teman sendiri? (contoh: istiku adalah orang yang sangat setia, dia tidak ingin melihat diriku menderita sekecil apa pun, dia adalah yang memprakarsai hidup kami untuk menjadi edukatif, altruistik dan juga berorientasi pada kehidupan spiritual. Kami bertekad untuk mencapai kesucian dalam kehidupan sekarang ini juga. Ini sekedar contoh. Teman-teman boleh memberi penilaian terhadap pasangan sendiri)
Thanks!

23
Kafe Jongkok / Siapakah member DC yang postingnya paling sensasional?
« on: 09 March 2010, 06:20:33 PM »
Kira-kira siapa ya?
Apa ada yang ingin dicalonkan lagi?
NB: Saya ga mencalonkan diri dah. Masa penggagas juga ingin mencalonkan diri.

24
Diskusi Umum / Akan kita ke manakankah Agama Buddha di Indonesia?
« on: 06 March 2010, 11:11:24 PM »
Beberapa waktu yang lalu saya sempat membaca, tidak layak disebut membaca karena tidak tuntus, sebuah artikle di FB. Judulnya sama seperti judul threat ini. Pertanyaan semacam itu diajukan karena penulis merasa umat Buddha Indonesia saat ini lebih cenderung menjadi mistis. Salah satu contoh yang diambil adalah banyak yang hanya tertarik untuk mendiskusikan hal-hal yang bersifat metafisika seperti regresi past life, hantu dan sebagainya. Hal ini, menurut penulis, akan bertentangan dengan agama Buddha yang lebih mengedepankan realita nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Jujur saya, secara pribadi, kadang melihat umat Buddha cenderung lari ke arah mistik. Saya sering mendapatkan pertanyaan seputar hantu, pengalaman yang kadang di luar logika berpikir saya. Saya melihat hal ini sangat berbeda dengan umat Buddha di Sri Lanka. Di Sri Lanka, umat tidak takut kepada hantu. Mereka juga sangat jarang membicarakan soal hantu. Kelahiran kembali memang menjadi bahan diskusi, tetapi tidak bersifat metafisik. Dalam berbagai diskusi, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan juga lebih profesional, lebih edukatif, lebih bisa dicerna lewat penalaran.
Karena itu, saya ingin mengajak semua teman-teman untuk bersikap profesional. Mari kita memahami ajaran Sang Buddha sebagaimana adanya dan tidak perlu dikaitkan dengan hal-hal yang metafisik. Mari kita tunjukkan kepada masyarakat bahwa agama Buddha adalah agama yang nyata, dan memberikan manfaat dalam kehidupan sekarang ini juga.
Thanks.

25
Hayo teman-teman tulis kesan-kesan kita selama bergabung bersama DC. Boleh juga nulis pesan di sini untuk DC. Tapi sorry, ya, saya tidak tahu apa topik ini sudah pernah diangkat atau belum. Karena saya belum lihat, ya saya angkat. Baik, saya yang akan memulai menulis kesan saya bersama DC.

Saya kenal DC beberapa waktu lalu. Rasanya Sdr. Peacemind yang memperkenalkannya. Setelah bergabung, saya merasa cocok. Saya merasa ada sinkronisme antara nurani saya dengan teman-teman di DC. Seolah saya merasakan di DC dikelola oleh anak-anak muda, sedarah rasanya (sorry, ya sudah tuwirr alias tua jangan tersinggung ya). DC non-sektarian, saya senang dengan semangat itu. Semua dicakup tetapi tetap ada rambu-rambu yang harus dipatuhi. DC juga berjiwa pilantropis, membantu mereka yang tidak mampu untuk melangkah lebih baik. Hal ini diwujudkan dengan membantu yang lain untuk mempelajari Dhamma. Juga DC bersedia membantu memberikan bantuan materi kepada anak-anak dari keluarga berpenghasilan rendah untuk melanjutkan pendidikan. Selain itu, DC juga menerbitkan buku-buku Buddhist yang diberikan secara gratis (rasanya begitu kalau saya tidak salah). Saya sungguh salut kepada teman-teman di DC.
Pernah juga Mas Sumedho menawari saya dan Sdr. Peacemind untuk membantu menyusun isi DCPedia, tetapi saya jawab saya siap membantu tetapi tanpa ikatan. Saya tidak tahu apakah hal itu masih berlanjut atau tidak. Ok dah, tetap maju DC. Jaya selalu untuk DC, juga untuk member DC. 

26
Teknologi Informasi / Mohon Bantuan: Listbox slow loading
« on: 12 February 2010, 02:46:58 PM »
Teman-teman,
Saya telah mampu menyelesaikan masalah terdahulu untuk Combobox selectedIndexChanged. Namun, saya menghadapi masalah baru, yaitu kalau entry yang ingin ditambilkan di listbox cukup banyak, saya butuh waktu untuk meload. Kadang cukup lama juga. Apa teman-teman punya saran agar saya bisa menampilkan entry di listbox lebih cepat? Belikut ini adalah fitur dan sourcecodenya.

N.B: Jujur kalau saya sedang mentok begini saya tidak mau jalan atau berhenti. Saya harus terus mencari cara untuk menyelesaikannya sehingga saya terus berkutat pada masalah ini. Terima kasih atas bantuannya.
Spoiler: ShowHide

Code: [Select]
Imports System.Data.SQLite
Imports System.IO
Public Class Form1
    Inherits System.Windows.Forms.Form

Private Sub Form1_Load(ByVal sender As System.Object, ByVal e As System.EventArgs) Handles MyBase.Load
        comboboxLoad()
    End Sub

Private Sub ComboBox1_SelectedIndexChanged(ByVal sender As System.Object, ByVal e As System.EventArgs) Handles ComboBox1.SelectedIndexChanged
        DictLoad()
    End Sub

Private Sub ListBox1_SelectedIndexChanged(ByVal sender As System.Object, ByVal e As System.EventArgs) Handles ListBox1.SelectedIndexChanged
        EntryLoad()
        If ListBox1.TopIndex <> ListBox1.SelectedIndex Then
            ' Make the currently selected item the top item in the ListBox.
            ListBox1.TopIndex = ListBox1.SelectedIndex
        End If
        WebBrowser1.DocumentText = "& txtMeanings.Text & "
       
    End Sub


    Private Sub txtSearch_TextChanged(ByVal sender As System.Object, ByVal e As System.EventArgs) Handles txtSearch.TextChanged
        Dim curItem As String = txtSearch.Text.ToString()

        ' Find the string in ListBox2.
        Dim index As Integer = ListBox1.FindString(curItem)
        ' If the item was not found in ListBox 2 display a message box, otherwise select it in ListBox2.
        If index = -1 Then
            MessageBox.Show("Vocabulary not available!")

        Else
            ListBox1.SetSelected(index, True)
        End If
    End Sub

Private Sub comboboxLoad()
        Dim sqlcon As New SQLiteConnection("Data Source=" & Application.StartupPath & "\Data\DUBD.db;")
        Dim str As String
        sqlcon.Open()
        ListBox1.Items.Clear()
        str = "select DictLists from Dictionary "
        Dim sqlcom As New SQLiteCommand(str, sqlcon)
        Dim dr As SQLiteDataReader
        dr = sqlcom.ExecuteReader()
        While dr.Read()
            ComboBox1.Items.Add(dr("DictLists"))
        End While
    End Sub

Private Sub DictLoad()
        Dim sqlcon As New SQLiteConnection("Data Source=" & Application.StartupPath & "\Data\DUBD.db;")
        Dim str As String
        sqlcon.Open()
        txtEntry.Text = ""
        txtMeanings.Text = ""

        ListBox1.Items.Clear()
        str = "select * from Entry where DictLists ='" & (ComboBox1.SelectedItem) & "' "
        Dim sqlcom As New SQLiteCommand(str, sqlcon)
        Dim dr As SQLiteDataReader
        dr = sqlcom.ExecuteReader()
        While dr.Read()
            ListBox1.Items.Add(dr("EntryLists"))
        End While
    End Sub
    Private Sub EntryLoad()
        Dim sqlcon As New SQLiteConnection("Data Source=" & Application.StartupPath & "\Data\DUBD.db;")
        Dim str As String
        sqlcon.Open()
        txtEntry.Text = ""
        txtMeanings.Text = ""
        txtSources.Text = ""
        Label3.Text = ""

        str = "select * from Entry where EntryLists ='" & (ListBox1.SelectedItem) & "'"
        Dim sqlcom As New SQLiteCommand(str, sqlcon)
        Dim dr As SQLiteDataReader
        dr = sqlcom.ExecuteReader()
        While dr.Read()
            Label3.Text = dr("EntryLists")
            txtMeanings.Text = dr("Meanings")
            txtSources.Text = dr("Sources")
        End While
    End Sub

   
End Class

27
Kepada teman-teman yang berdomisili di Medan dan sekitarnya, saya ingin memberitahukan bahwa Ven. Prof. Dr. Bellanwila Wimaratana, Rektor Universitas Sri Jayawardanapura, direncanakan akan menghadiri acara peresmian Gedung Mahakaruna Buddhist Center, Medan, Sumatera Utara pada tanggal 30 Januari-1 Februari 2010. Beliau adalah kepala vihara di mana saya bersama Sdr. Peacemind tinggal, dan mempunyai hubungan persahabatan dengan Indonesia sudah sejak tahun delapan puluhan. Mungkin teman-teman yang ada di Medan dan sekitarnya dapat menemui beliau. Besok kami baru akan mengurus visa. Kepastian kehadiran beliau akan saya informasikan menyusul.
Thanks.

28
Teknologi Informasi / Mohon bantuan untuk Combobox SelectedIndexChanged
« on: 07 January 2010, 12:18:00 PM »
Teman-teman, wah saya lagi menghadapi masalah nih tolong dong.
Saya punya combobox dan combobox itu telah berisi data (Category) dari database. Apa yang saya mau adalah saat saya memilih salah satu category, semua data dari database dalam category yang sama ditampilkan di listbox. Saya telah menggunakan sql command,
Code: [Select]
"SELECT * FROM Customers WHERE CustomerID = '" & ComboBox1.SelectecIndex & "'"tapi tidak bisa. Selalu saja ada exception. Apa ada yang bisa membantu? Saya sangat bersyukur kalau ada yang bisa memberikan cara yang lain. Tolong ya karena ini untuk membuat kamus Pali-English.
NB: Saya Pakai VB.Net
Thanks

29
Pojok Seni / The Art of Nudity
« on: 05 January 2010, 11:41:48 AM »
Saya tidak tahu secara persis bagaimana harus menerjemahkan kata nudity. Kata nudity berasal dari kata nude, yang artinya telanjang, bugil. Judul ini saya turunkan karena saya barusan saja pulang dari rumah umat. Di rumah umat itu, ada patung wanita telanjang, dalam posisi duduk. Terlihat jelas kedua payudaranya tampak mencuat, namun organ seksnya tidak tampak. Saat masuk ke dalam, saya melihat juga ada lukisan. Ah, lukisan itu juga dengan gaya yang sama: Telanjang. Saya memperhatikan ada dua lukisan yang sama seperti itu. Saya pun tidak berani bertanya, mengapa mereka memajang patung dan lukisan bugil semacam itu. Yang membuat saya penasaran adalah mengapa tidak ada patung atau lukisan pria bugil di rumah itu? Apakah patung pria bugil atau lukisan pria bugil tidak mengandung nilai-nilai estetik?

30
Ulasan Buku, Majalah, Musik atau Film / Buku-buku Ini Dilarang!
« on: 26 December 2009, 11:13:26 AM »

JAKARTA, KOMPAS.com — Setelah berbulan-bulan membahas, Kejaksaan Agung akhirnya resmi melarang lima buku.

Lima buku itu adalah Pembunuhan Massal Gerakan 30 September dan Kudeta Soeharto (ditulis John Roosa, diterbitkan Institut Sejarah Sosial Indonesia dan Hasta Mitra), Suara Gereja bagi Umat Penderitaan Tetesan Darah dan Cucuran Air Mata Umat Tuhan di Papua Barat Harus Diakhiri (ditulis Socratez Sofyan Yoman, diterbitkan Reza Enterprise), Lekra Tak Membakar Buku Suara Senyap Lembar Kebudayaan Harian Rakyat 1950-1965 (ditulis Rhoma Dwi Aria Yuliantri dan Muhidin M Dahlan, diterbitkan Merakesumba Lukamu Sakitku), Enam Jalan Menuju Tuhan (ditulis Darmawan, diterbitkan Hikayat Dunia), dan Mengungkap Misteri Keragaman Agama (ditulis Syahruddin Ahmad, diterbitkan Yayasan Kajian Alquran Siranindi).

Pelarangan buku itu termasuk dalam kinerja Bidang Intelijen Kejaksaan Agung selama tahun 2009. Jaksa Agung Muda Pembinaan Iskamto—yang sebelumnya menjabat Jaksa Agung Muda Intelijen—memaparkan hal itu dalam jumpa pers di Sasana Pradana Kejaksaan Agung, Rabu lalu. Jaksa Agung Hendarman Supandji hadir dalam jumpa pers itu.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Didiek Darmanto yang dihubungi pada Kamis (24/12/2009) menjelaskan, larangan terbit terhadap lima judul buku tersebut ditujukan kepada penerbit. Penerbit tidak boleh lagi menerbitkan dan mengedarkan buku-buku itu. ”Kalau yang sudah beredar, kami minta kepada penerbit agar ditarik,” katanya.

Menurut Didiek, buku-buku tersebut dilarang karena melanggar ketertiban umum. Substansi buku dinilai tidak sesuai dengan aturan. Namun, ketertiban umum yang mana yang dilanggar buku-buku itu, Didiek tidak menjelaskan.

Bukankah masyarakat berhak memperoleh informasi yang luas dan bebas? ”Bebas, tetapi tidak sebebas-bebasnya. Bebas, tetapi terkendali. Ada aturan menjaga ketertiban,” katanya.

Buku-buku itu sudah diteliti dalam tim penyeleksian (clearing house) Kejaksaan Agung sejak Mei 2009. Hal itu disebutkan pada rapat kerja Jaksa Agung dengan Komisi III DPR pada 11 Mei 2009.

Pelarangan itu menimbulkan pertanyaan, bahkan kritik. Di antaranya dari Ketua Forum Rektor Indonesia Edy Suandi Hamid. Dia berpendapat, model pelarangan buku semacam itu mestinya dihindari. Informasi bagi publik mestinya dibuka seluas-luasnya.

Edy, yang juga Rektor Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, menambahkan, pelarangan justru bisa berdampak kontraproduktif, apalagi bila berkaitan dengan sejarah masa lalu. Masyarakat, yang saat ini sudah mengerti haknya dalam memperoleh informasi, bisa mencurigai bahwa ada fakta sejarah yang sengaja disembunyikan.

Rhoma Dwi Aria Yuliantri, yang bukunya dilarang, berpendapat, sejarah adalah multitafsir, tidak tunggal. Terhadap alternatif kebenaran lain, masyarakat harus toleran.

Mengenai bukunya yang dinyatakan dilarang oleh Kejaksaan Agung, Rhoma mengaku belum tahu substansi pelarangan. Bahkan, ia juga belum diberi tahu hal-hal apa di bukunya yang membuat hal itu menjadi terlarang. Yang pasti, melarang buku—sebagai karya intelektual—merupakan pelanggaran atas hak berkreasi.

”Saya ini, kan, latar belakangnya sejarah. Ketika ada fakta, saya menuliskannya. Dengan beragam versi sejarah, pembaca menjadi kaya dan terbuka dengan beragam versi. Kalau hanya satu versi, rasanya menjadi dipaksakan,” ujarnya.

Berdasarkan catatan Kompas, kejaksaan sudah beberapa kali melarang peredaran buku. Tahun 2006, kejaksaan memeriksa dan mengawasi buku Menembus Gelap Menuju Terang 2, Atlas Lengkap Indonesia (33 provinsi) dan Dunia, serta Aku Melawan Teroris (Kompas, 3/1/2006).

Tahun 2007, kejaksaan melarang peredaran sejumlah buku pelajaran sejarah untuk sekolah. Alasannya, antara lain, tidak menyebutkan pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Madiun tahun 1948 dan hanya memuat keterlibatan G30S tanpa menyebut PKI pada tahun 1965 (Kompas, 10/3/2007).

Ukuran apa yang sebenarnya digunakan kejaksaan saat menyatakan suatu buku dilarang beredar? Mengutip pendapat Edy Suandi Hamid, ”Kalau pelarangan dilakukan oleh lembaga formal dan terkait dengan kekuasaan, akan muncul dugaan bahwa pelarangan buku ini sesuai dengan kepentingan penguasa.” Nah, pelarangan buku oleh kejaksaan sebenarnya demi kepentingan siapa? (Dewi Indriastuti)
Sumber: http://nasional.kompas.com/read/xml/2009/12/26/08031264/buku-buku.ini.dilarang

Pages: 1 [2] 3 4
anything