//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Messages - fabian c

Pages: 1 2 3 4 5 6 [7] 8 9 10 11 12 13 14 ... 134
91
Diskusi Umum / Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
« on: 11 April 2011, 07:53:54 PM »
Teman-teman sekalian, saya ada usul bagaimana bila DC mengadakan sayembara yang terbuka untuk umum, terbuka untuk seluruh masyarakat Indonesia, bahkan masyarakat dunia.

Isi sayembaranya adalah sebagai berikut:

"Barang siapa yang bisa menemukan pernyataan dalam Tipitaka yang membenarkan/menyetujui perbuatan yang dengan sengaja melukai mahluk lain atau membunuh mahluk lain secara fisik" akan diberi hadiah.

Saya bersedia menyumbang Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) bagi mereka yang berhasil menemukan pernyataan yang membenarkan hal itu dalam Tipitaka.

Bila ada teman-teman yang ingin urunan menambah besarnya hadiah, silahkan.... Bagaimana....?

92
Meditasi / Re: Vipassana Jhana
« on: 11 April 2011, 07:07:36 PM »
apakah vipassana jhana ini sama dengan
 
'samadhi' dlm buku achan thate

berikut saya kutipkan
"keadaan batin yang diam tidak bergerak,masih ada kesadaran akan dirinya, namun tanpa pikiran dan gejolak batin"

"pikiran tetap terpusat, batin kuat dan teguh sehingga tidak tercerap oleh perasaan-perasaan itu (tercerap oleh ketenangan dan kebahagian yg timbul karena memasuki bhavanga)"

Thx

Bro Andry yang baik, kadang-kadang agak sulit membedakan keterangan seseorang apakah ia memasuki  Jhana (Samatha Jhana) atau jhana jenis lainnya. Namun dalam kasus Acharn Tate saya lebih cenderung mengatakan bahwa yang dialami beliau mungkin memang Vipassana Jhana atau bahkan Lokuttara Jhana.

Karena pada Samatha Jhana batin menyatu sepenuhnya dengan objek konsentrasi, batinnya terpaku dan menyatu dengan objek. sehingga awareness terhadap diri sendiri juga beku.

Nampaknya yang dialami Acharn Tate tidak seperti Samatha Jhana, karena beliau mengatakan masih ada kesadaran akan dirinya, selain itu pikiran tetap terpusat, batin kuat dan teguh.

Mengenai diamnya batin, kadang agak keliru antara Lokuttara Jhana dan Samatha Jhana, karena dua-duanya diam. Tapi bedanya pada Samatha Jhana batin seperti beku, sedangkan pada Lokuttara Jhana batin tidak beku, karena kalau batin beku maka pengetahuan dan kebijaksanaan tak bisa muncul, sedangkan kebijaksanaan diperlukan untuk memotong samyojana.

Tapi penilaian ini hanya spekulasi, yang paling mengerti mengenai pengalaman meditatif tersebut tentu saja Acharn Tate sendiri.

Mettacittena,

93
Semoga Bhikkhu tersebut dapat menjaga tindak-tanduknya. Untuk lain kali bertindak patut, dan sesuai dengan Vinaya.

Jangan sampai pada waktu giliran makan malam ia memakai jubah Mahayana. Tapi giliran menjaga image ia menggunakan jubah Theravada, supaya berkesan seolah-olah ia Bhikkhu patuh Vinaya.

Kalau merasa tidak cocok dengan Vinaya Theravada konsekuenlah, gunakan jubah Mahayana seterusnya, jangan pernah memakai jubah Theravada.

Bila ingin mematuhi Vinaya Theravada maka ia boleh memakai jubah Theravada.

Mettacittena,

94
Meditasi / Re: Vipassana Jhana
« on: 11 April 2011, 01:48:45 PM »
Kebetulan saya masi berkutat mempelajari Dīgha Nikāya 2: Sàmannaphala Sutta

Petikan:

97. ‘Dan ia dengan pikiran terkonsentrasi, murni dan bersih, tanpa noda, bebas dari kekotoran, lentur, mudah dibentuk, kokoh, dan setelah mendapatkan kondisi tanpa-gangguan, ia mengarahkan pikirannya kepada pengetahuan hancurnya kekotoran.123 Ia mengetahui sebagaimana adanya: “Ini adalah penderitaan”, [84] ia mengetahui sebagaimana adanya: “Ini adalah asal-mula penderitaan”, ia mengetahui sebagaimana adanya: “Ini adalah lenyapnya penderitaan”, ia mengetahui sebagaimana adanya: “Ini adalah jalan menuju lenyapnya penderitaan”. Dan ia mengetahui sebagaimana adanya: “Ini adalah kekotoran”, “Ini adalah asal-mula kekotoran”, “Ini adalah lenyapnya kekotoran”, “Ini adalah jalan menuju lenyapnya kekotoran.” Dan melalui pengetahuannya dan penglihatannya, pikirannya bebas dari kekotoran kenikmatan-indria, dari kekotoran penjelmaan, dari kekotoran kebodohan, dan pengetahuan muncul dalam dirinya: “Ini adalah pembebasan!”, dan ia mengetahui: “Kelahiran telah berakhir, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak ada lagi yang lebih jauh di sini.”’124’


Kalo dari sutta ini, pencapaian jhana dulu (bold biru) sebagaimana yang dibabarkan oleh Buddha sebelum petikan di atas, baru masuk vipassana, tidak ada indikasi konsentrasi dari vipassana yang cocok untuk dikatakan vipassana jhana?, yang ada konsentrasi dari samatha (Jhana) baru kemudian masuk ke vipassana.

Kalo dari sutta laen ga tau lagi deh....

Bro Hendrako yang baik, mungkin istilah Vipassana Jhana berasal dari kitab penjelasan (atthakata)

Mettacittena,

95
Meditasi / Re: Vipassana Jhana
« on: 11 April 2011, 01:39:48 PM »
Ko Saudara Fabian,

Apakah dlm samatha jhana, kekotoran mengendap selama berada dlm kondisi jhana, ketika keluar maka kekotoran muncul kembali. Sedangkan vipassana jhana, kekotoran mengendap dlm kondisi tersebut dan akan lenyap sedikit demi sedikit kemudian pada akhirnya lenyap total walau telah keluar dari kondisi tsb?


Mbah ko bro Haa yang baik, dalam Vipassana prosesnya bukan mengikis sedikit demi sedikit seperti pengertian teman-teman pada umumnya. Prosesnya demikian, kita tahu bahwa:

- setiap latihan meditasi Vipassana akan memperkuat konsentrasi,
- konsentrasi akan membuat kita memiliki kemampuan melihat hal-hal yang tak mungkin kita dapatkan bila kita tak memiliki konsentrasi
- berdasarkan pengalaman-pengalaman tersebut maka timbullah pengetahuan pandangan terang (nana)
- pengalaman dan konsentrasi yang bertambah matang menjadi fondasi bagi munculnya kondisi yang mendukung pada pengetahuan yang lebih mendalam (nana lebih tinggi) untuk muncul dan seterusnya.
- tapi semua pengetahuan ini hanya membimbing kita untuk menyelami hakekat semua fenomena yang kita alami dalam kehidupan ini. Pengertian ini sifatnya sementara, belum sampai pada akar belenggu itu sendiri.
- nanti bila tiba saatnya dimana pengalaman dan pengetahuan kita (akan sifat alami berbagai fenomena) telah menjadi komplit, dan konsentrasi juga telah cukup kuat maka kita akan memasuki Magga, yaitu suatu pengalaman memasuki keadaan yang tak berkondisi (mungkin bisa juga diartikan sebagai keadaan tak berkonsep/kosong) maka pengetahuan kebijaksanaan akan muncul yang menyadari dan memotong/melenyapkan belenggu batin (samyojana).

Pengalaman pandangan terang (nana) dari tingkat pertama (namarupa parichedda nana) hingga sankharupekkha nana tak dapat melepaskan kita dari belenggu batin (samyojana) kerena pengalamannya tidak mencakup pengalaman berhentinya persepsi bentuk, ruang dan waktu dsbnya. Sehingga persepsi terus muncul dan kita tak terlepas dari lingkaran roda kelahiran kembali.

Hanya ketika kita pernah mengalami berhentinya persepsi bentuk, ruang dan waktu, maka kebahagiaan yang lebih tinggi dari keadaan tersebut membuat kita menyadari dan terbebas dari pandangan salah bahwa ada aku yang kekal, pandangan salah bahwa ada entitas inti pada setiap mahluk hidup.
Pandangan benar timbul yaitu, kita menyadari bahwa semua itu ( mengenai aku, hanya persepsi salah kita). Dengan demikian samyojana pertama (sakkaya ditthi) menjadi lenyap.

Oleh karena kita tahu bahwa itu hanya persepsi, maka pandangan salah bahwa upacara yang dilakukan oleh kita ataupun dilakukan oleh orang lain dapat membuat kita terlepas dari persepsi salah, atau dapat membuat kita mencapai pencerahan juga akan sirna dengan sendirinya. Karena kita menyadari, tanpa jalan yang kita lakukan tersebut (Jalan Ariya Berunsur Delapan) tak mungkin kita mengalami kebebasan dari persepsi, karena tak mungkin terbebas dari persepsi, maka tak mungkin membawa kita mencapai pencerahan,jadi belenggu kedua silabata paramasa lenyap.

Oleh karena kita mengalami sendiri secara langsung semuanya, maka dengan demikian belenggu ketiga juga hancur pada waktu itu, yaitu keragu-raguan (vichikicca) terhadap ajaran/jalan (Dhamma), keragu-raguan terhadap penemu Jalan (Sang Buddha) dan guru yang membimbing kita (Sangha).

Jadi belenggu batin dipotong/dilenyapkan oleh pengetahuan/kebijaksanaan (panna), melalui pengetahuan pengalaman langsung (direct knowledge) bukan oleh pengikisan sedikit demi sedikit seperti yang dimengerti oleh teman-teman.

Oh ya lenyapnya ketiga belenggu paling rendah tersebut terjadi sekaligus, pada waktu memasuki Magga.

Mettacittena,

96
Sekedar urun pendapat,

Saya tak tahu apakah bila kita berhasil menggagalkan usaha umat Islam disana sekali ini, akan menjamin  mereka tak akan memprovokasi lagi untuk membuat usaha penurunan berikutnya.

Saya setuju dengan anda bahwa kebebasan beragama terancam di negara kita, tapi menempatkan simbol keagamaan yang demikian mencolok merupakan bibit laten yang dapat membuat konflik SARA setiap saat muncul kembali ke permukaan.

Yang menjadi korban nantinya adalah Chinese keturunan atau umat Buddha disana, bukan anda yang tinggal di Surabaya.

Memasang simbol agama mencolok demikian tidak membuat umatnya menjadi suci atau mendapat simpati dari umat agama lain, hanya menjadi bibit konflik yang berkepanjangan. Bila simbol keagamaan tersebut di pasang di Jakarta yang lebih pluralis dan masyarakatnya lebih pengertian, mungkin tidak akan berakibat separah itu seperti yang terbukti di salah satu vihara di Jakarta.

Ini hanya sekedar pendapat dari saya.

Mettacittena,

97
Buddhisme untuk Pemula / Re: Pertanyaan Kritis Mengenai Buddhisme
« on: 11 April 2011, 10:45:30 AM »
di sutta pitaka jhana ada 4. di abhidhamma jhana ada 5. tentu masih ada pikiran. namanya jhana citta 67

bro Icykalimu yang baik, perbedaannya jumlah rupa Jhana menurut Sutta dan menurut Abhidhamma hanya cara meng"klasifikasi"kannya saja bro...

Mettacittena,

98
Tolong ! / Re: Menjadi Bhikku
« on: 11 April 2011, 10:31:42 AM »
Lebih baik menjadi Bhikkhu walau hanya sehari tapi bisa melihat timbul dan lenyapnya fenomena....
Daripada menjadi Bhikkhu seratus tahun tapi tak pernah melihat timbul dan lenyapnya fenomena....

Ini petikan dari Dhammapada, disini jelas bukan menjadi Bhikkhunya yang penting, tapi menembus sifat anicca semua fenomena yang lebih penting.

Dan itu bisa ditembus oleh umat awam, tak perlu menjadi Bhikkhu. Tapi bila kita dapat menjadi Bhikkhu yang tak akan dicela orang (karena meninggalkan anak isteri yang masih dalam tanggungan) tentunya lebih baik.

Mettacittena,

99
Thanks atas nasehatnya bro fabian..

Sebenarnya setelah saya baca postingan aa tono, diusulkan kenapa gak lewat japri saja.. saya sedikit chit chat ama bro Indra via japri, bro Indra juga berkenan menjelaskan semua.. dan saya memang cukup kaget mendengarnya apa motif nya kenapa dia begitu...
 
walau apa yang dia katakan masuk akal bagi gw.. tapi kasian juga kalau karena dia bersikap agresif, bro Indranya jadi kurang disukai
dan yang paling penting, bisa jadi kebanyakan member dc tidak tahu motif ini.. jadi yang "terlihat" adalah yang tengah ribut2.. disalahkan pastinya bro Indra, karena dianggap mencela tanpa bukti (padahal sebenarnya ada bukti, tapi buktinya tidak terlalu terpublish)

apa maksudnya tidak terpublish, sebenarnya mungkin sudah dipublish, namun ketika postingan saling balas membalas, kebanyakan member hanya akan melihat last posting, jadi bisa jadi motif tersebut sudah tertutupi oleh postingan lain..

jadi mungkin sekedar input, ada bagusnya bukti2 yang terkait mengenai suatu personel / organisasi yang "perlu dicela" diletakkan di postingan pertama.. jadi biar yang lain juga bisa melihat.. oh ini alasannya dan gak langsung serta merta menyalahkan seseorang ketika komplen keras juga..

mengenai cara kritik.. saya pun pribadi tidak setuju, karena menurut gw terlalu keras / kasar ya.. ya mungkin seiring waktu.. tata cara debat komplen bisa disalurkan dengan baik..
tapi kalau ditinjau dari sisi motif bro Indra, gw masih bisa mengerti.. ya karena bro Indra yang sudah "ehipassiko" lah istilahnya.. jadi tentu juga ada perbedaan emosi antara yang mengalami dengan yang gak mengalami dan gak tahu apa2..
 

Bro Forte yang baik, Saya tak pernah meragukan dedikasi bro Indra terhadap Buddha Dhamma, kita bisa menilai berdasarkan hasil karya-karyanya. Tanpa dedikasi yang kuat tak mungkin ia mau menyelesaikan tugas yang demikian berat menerjemahkan buku-buku yang berat. Bila ia tak memiliki dedikasi yang kuat tentu sudah lama ia tinggalkan pekerjaan berat yang tak menguntungkan samasekali secara finansial, bahkan merugikan. Akan lebih menguntungkan bila ia hanya mengurusi bisnisnya.

Oleh karena itu saya yakin bro Indra memiliki alasan kuat mengritik Bhikkhu tersebut, kritiknya terhadap Bhikkhu bergitar tentu didasarkan keprihatinan mendalam terhadap apa yang dilakukan Bhikkhu tersebut, apa dampaknya terhadap perkembangan Buddha Sasana dan pasti bukan disebabkan antipati pribadi.

Siapapun yang mengharapkan perkembangan Buddha Dhamma akan sepakat bahwa Bhikkhu bergitar merusak citra Bhikkhu yang seharusnya adalah petapa. Bukan gitaris.
Bila ingin bermusik gitar gabung grup band saja, jangan jadi Bhikkhu, bila ia bukan Bhikkhu tak ada yang mengritik, bahkan mungkin ia akan dikagumi.

Mettacittena,


100
Wah seru... Baru lihat...  :)

Maaf teman-teman... Komentar dikit ya...? Kita semua masih memiliki "ego" hanya Arahat yang sudah tak memiliki "ego". Dalam suatu diskusi memang kadang atmosfir menjadi panas. Bila kita memulai suatu polemik dan telah masuk ke dalamnya sulit bagi kita untuk keluar, bila sudah demikian siapa yang memulai sudah menjadi tak penting, selalu yang timbul adalah bagaimana kita mempertahankan pendapat kita.

Polemik merupakan "bumbu" yang membuat suatu forum menjadi hidup, yang penting jangan sampai memulai dengan mengaitkan secara langsung dengan menghina pribadi bersangkutan("ad hominem") Walaupun terkadang kita sangat "tergoda" untuk melakukan ad hominem. Bila seseorang melakukan ad hominem maka besar kemungkinan lawan diskusi akan membalas dengan ad hominem juga, karena itu merupakan suatu bentuk "abuse".

Marilah kita berdiskusi dengan semangat membagi pengetahuan dan membagi Dhamma, walaupun itu sulit dilakukan karena kita memiliki pandangan yang berbeda-beda, karena belajar aliran yang berbeda-beda.

Janganlah kita menuduh seseorang menghina bila ia mengungkapkan sesuatu berdasarkan "fakta", karena mengungkapkan sesuatu berdasarkan fakta adalah "ungkapan kebenaran".
Memang pahit bagi yang menerima, itulah "kebenaran" kadangkala pahit dan sukar diterima.

Balik mengenai Bhikkhu bergitar, sudah sepantasnya dicela.

Suatu ketika Sang Buddha mengadakan pesamuan, setelah Beliau melihat berkeliling lalu beliau berkata, "Pesamuan ini tidak bersih..!" lalu Y.A. Maha Mogallana melihat berkeliling dan beliau melihat satu Bhikkhu belum Arahat, beliau mendekati Bhikkhu tersebut lalu meminta Bhikkhu tersebut keluar, Bhikkhu tersebut ngotot tidak mau keluar, Y.A maha Mogallana (kalau tidak salah) lalu memaksa Bikkhu tersebut keluar.

Pada masa Sang Buddha di hadapan Sang Buddha seorang Bhikkhu berani "ngotot" setelah diperingatkan, apalagi jaman sekarang...? Oleh karena itu kita pantas mencela seorang Bhikkhu yang tidak menjalankan Vinaya dengan baik, karena Bhikkhu yang dengan sengaja melanggar Vinaya, yang tidak peduli dengan kritik terhadap tingkah lakunya yang buruk, mengotori "Buddha Sasana". Para Bhikkhu yang "tak tahu malu" bagai rayap menggerogoti Buddha Dhamma dari dalam.

Ini bukan berarti kita harus menghakimi dia "terus menerus". Bila ia berubah dan kemudian memperbaiki tingkah lakunya maka pasti orang-orang akan berhenti mencelanya. Bahkan mungkin berbalik memujinya bila ia melaksanakan Vinaya dengan baik dan konsekuen, bila ia telah berusaha menghindarkan perbuatan salah walau sekecil apapun.

Ada suatu cerita dalam Sutta dimana seorang Bhikkhu dicela oleh dewa "hanya" karena ia mencium bau bunga tanpa seijin pemilik bunga tersebut. Suatu perbuatan salah yang demikian kecil mungkin kalau orang yang telah terbiasa dengan pelanggaran besar akan menganggap hal itu hanya "sepele", tapi itulah Tipitaka kita diharapkan bertindak patut, sangat patut dan tak berbuat kesalahan walau kecil yang dapat dicela oleh para bijaksana (baca: Karaniya Metta Sutta).

Akibat suatu perbuatan buruk kadang lama baru hilang, jadi Bhikkhu tersebut seharusnya memperbaiki dirinya, pasti suatu saat semua celaan akan berhenti dengan sendirinya, bahkan bila ia telah bertindak patut dengan menjaga Vinaya, para "bekas" pencela mungkin akan berbalik membelanya bila ia dicela orang.

Mettacittena,


101
Meditasi / Re: 10 kekotoran Vipassana ada di Kitab Komentar saja!
« on: 10 April 2011, 10:28:17 PM »
om salah, dalam MN Cūḷavedalla Sutta

(JALAN MULIA BERUNSUR DELAPAN)

9. “Yang Mulia, apakah Jalan Mulia Berunsur Delapan?”

“Teman Visākha, adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan ini; yaitu, pandangan benar, kehendak benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar, dan konsentrasi benar.”

10. “Yang Mulia, apakah Jalan Mulia Berunsur Delapan adalah terkondisi atau tidak terkondisi?”

“Teman, Visākha, Jalan Mulia Berunsur Delapan adalah [301] terkondisi.”

11. “Yang Mulia, apakah tiga kelompok termasuk dalam Jalan Mulia Berunsur Delapan, atau Jalan Mulia Berunsur Delapan termasuk dalam tiga kelompok?”

“Tiga kelompok bukan termasuk dalam Jalan Mulia Berunsur Delapan, teman Visākha, tetapi Jalan Mulia Berunsur Delapan termasuk dalam ketiga kelompok. Ucapan benar, perbuatan benar, dan penghidupan benar – kondisi-kondisi ini termasuk dalam kelompok moralitas. Usaha benar, perhatian benar, dan konsentrasi benar – kondisi-kondisi ini termasuk dalam kelompok konsentrasi. Pandangan benar dan kehendak benar – kondisi-kondisi ini termasuk dalam kelompok kebijaksanaan.”


Oh iya ternyata ada, terima kasih atas koreksinya bro.... GRP sent...  :)

Mettacittena,

102
Meditasi / Re: Vipassana Jhana
« on: 10 April 2011, 10:17:54 PM »
menurut sumber kontemporer, konsentrasi dalam vipassana disebut sebagai khanika samadhi, yaitu konsentrasi dari-saat-ke-saat. apakah ini sama dengan vipassana jhana itu?

Bro Indra yang baik, yang dimaksud dengan Vipassana Jhana adalah lokuttara Jhana. Lokiya Jhana yang umumnya kita tahu adalah rupa dan arupa Jhana, sedangkan Lokuttara Jhana menggunakan Nibbana sebagai objek.

Mengutip keterangan Bhikkhu Pesala bahwa tak ada jalan Pandangan Terang tanpa melalui Jhana, yang dimaksud dengan Jhana disini adalah Vipassana Jhana.

Jadi kesimpulannya uraian Bhikkhu Pesala menurut saya sebagai berikut:

Seseorang yang berlatih Vipassana akan mendapatkan Vipassana Jhana, tapi Vipassana Jhana berbeda dengan Samatha Jhana, karena Vipassana Jhana bukan penyerapan penuh seperti lokiya Jhana, tapi konsentrasinya mirip dengan Upacara Samadhi.
Pada Vipassana Bhavana kelima rintangan batin (nivarana) juga akan mengendap sementara dan kemudian lenyap sama sekali setelah mencapai kesucian.

Setelah mencapai Magga-Phala maka Jhananya disebut Lokuttara Jhana, Lokuttara Jhana hanya bisa dicapai bila seseorang mencapai Magga-Phala/Nibbana. Lebih lanjut Bhikkhu Pesala menguraikan bahwa perdebatan seputar perlukah Jhana dalam Vipassana? Disebabkan dalam Tipitaka sendiri keterangan yang ada terbatas dan tidak menerangkan secara mendetil. Itulah sebabnya kitab penjelasan diperlukan, karena sangat banyak diperlukan uraian untuk subjek yang demikian dalam (ket: mungkinkah disebabkan Sang Buddha juga waktuNya terbatas...?)

Walaupun uraian dari Bhikkhu Pesala ini mungkin masih belum memuaskan teman-teman yang ingin lebih tahu mengenai Vipassana, Magga-Phala dan Nibbana. Tapi satu hal yang pasti: untuk mencapai Magga-Phala/Nibbana diperlukan konsentrasi yang sangat kuat.

Inilah penyebab saya selalu argue bila ada seseorang yang mengatakan bahwa untuk mencapai Magga-Phala/Nibbana tak diperlukan konsentrasi, hanya cukup kesadaran saja.

Mudah-mudahan kutipan jawaban dari Bhikkhu Pesala berikut ini dapat membantu teman-teman untuk lebih  mengerti mengenai Vipassana.

"The suddha-vipassanā method is different to the samatha-vipassanā method. They should not be confused. If a nimitta arises and you note it as "seeing, seeing" then you won't enter absorption, though you may gain insight into its conditioned nature.
Don't try to ride two horses at once. Samatha meditation uses concepts as its objects, vipassanā meditation uses ultimate realities. After becoming adept at gaining jhāna, the samatha meditator must switch to the vipassanā method to gain insight.
If he or she doesn't bring up invesitagtion (dhammavicaya), he or she will just re-enter jhāna every time, and remain in that state longer and longer, like Uddaka and Alāra. In many previous lives the Bodhisatta practised jhānas and the Brahmavihāras as a recluse for tens of thousands of years without gaining enlightenment. After death he was reborn in the Brahma realm for billions of years. When that kamma expired, he was again reborn in the human realm or even in the animal realm.
"

http://my.opera.com/vipassana/forums/topic.dml?id=116560

Metode suddha-vipassana berbeda dengan metode samatha-vipassana. Jangan dicampur adukkan. Jika nimitta muncul dan anda mencatat "melihat, melihat" maka anda tak akan mencapai penyerapan (ket: Jhana dalam pengertian umum/ lokiya Jhana), walaupun anda mungkin mendapatkan pandangan terang terhadap sifat alaminya yang berkondisi.
Jangan menunggangi dua kuda sekaligus. Meditasi samatha menggunakan konsep sebagai objek, meditasi vipassana menggunakan realitas mutlak (sebagai objek). Setelah menjadi ahli dalam memasuki Jhana, meditator samatha harus pindah ke metode vipassana untuk mendapatkan pandangan terang.
Jika ia tidak melakukan penyelidikan Dhamma (dhammavicaya) (ket: menurut pengertian saya perhatian terhadap fenomena), ia akan memasuki jhana lagi (lokiya Jhana) terus-terusan, dan dengan bertambahnya waktu masuk kedalam keadaan itu semakin lama , seperti Uddaka dan Alara. Dalam berbagai kehidupan yang lalu Bodhisatta berlatih Jhana dan Brahmavihara sebagai petapa selama puluhan ribu tahun tanpa mencapai Kesucian. Setelah meninggal ia terlahir di alam Brahma selama milyaran tahun. Ketika kamma tersebut telah habis, ia terlahir kembali di alam manusia atau bahkan di alam binatang.

Mettacittena,

103
Meditasi / Vipassana Jhana
« on: 05 April 2011, 07:37:31 PM »
Menurut U Pandita Sayadaw dan Mahasi Sayadaw ada dua macam Jhana, yaitu Samatha Jhana dan Vipassana Jhana, ini copasannya, maaf saya belum bisa terjemahkan sebab saya harus pergi malam ini mungkin Sabtu baru kembali.

Vipassanā Jhāna

On the other hand, vipassanā jhāna allows the mind to move freely from object to object, staying focused on the characteristics of impermanence, suffering and absence of self that are common to all objects. Vipassanā jhāna also includes the mind which can be focused and fixed upon the bliss of nibbāna. Rather than the tranquility and absorption which are the goal of samatha jhāna practitioners, the most important results of vipassanā jhāna are insight and wisdom.

Vipassanā jhāna is the focusing of the mind on paramattha dhammas. Usually these are spoken of as “ultimate realities,” but actually they are just the things we can experience directly through the six sense doors without conceptualization. Most of them are saṅkhāra paramattha dhamma, or conditioned ultimate realities; mental and physical phenomena which are changing all the time. Nibbāna is also a paramattha dhamma, but of course it is not conditioned


http://homepage.ntlworld.com/pesala/Pandita/html/jhanas.html

Bagaimana menurut pendapat teman-teman...?

Mettacittena,

104
Tibetan / Re: tantra sex nyontek dari taoist sex?
« on: 05 April 2011, 11:24:18 AM »
Kakak adik...? Mana yang kakak....?

105
"..Vakkali, dhammaṃ passati so maṃ passati; yo maṃ passati so dhammaṃ passati"

"..Vakkali, ia yang melihat Dhamma, melihat Aku; ia yang melihat Aku, melihat Dhamma" (Vakkali Sutta , Samyutta Nikaya )


"Tathāgatassa hetaṃ, vāseṭṭha, adhivacanaṃ ‘dhammakāyo’ itipi, ‘brahmakāyo’ itipi, ‘dhammabhūto’ itipi, ‘brahmabhūto’ itipi."

Vāseṭṭha, demikianlah nama yang sesuai dengan Tathāgata: 'dhammakaya (tubuh dhamma)', 'brahmakaya (tubuh brahma)', 'dhammabhuta (perwujudan dhamma)', 'brahmabuta (perwujudan brahma)'." (Aggañña Sutta , Digha Nikaya )


Ekāyano ayaṃ, bhikkhave, maggo sattānaṃ visuddhiyā, sokaparidevānaṃ samatikkamāya, dukkhadomanassānaṃ atthaṅgamāya, ñāyassa adhigamāya, nibbānassa sacchikiriyāya, yadidaṃ cattāro satipaṭṭhānā.

Terjemahan Indonesia:
"Inilah jalan tunggal, Untuk mencapai kesucian mahluk-mahluk, untuk mengakhiri ratap tangis dan kesedihan, untuk mengatasi ketidak-nyamanan, dan ketidak-senangan, untuk mencapai Nibbana, yaitu empat landasan perhatian."

Terjemahan versi Mettalanka:
"Bhikkhus, there is only one way for the purification of beings, for ending grief and lament, to overcome unpleasantness and displeasure and to realize extinction and that is this fourfold establishment of mindfulness"

Bandingkan terjemahan versi access to insight:
"This is the direct path for the purification of beings, for the overcoming of sorrow & lamentation, for the disappearance of pain & distress, for the attainment of the right method, & for the realization of Unbinding — in other words, the four frames of reference."

Inilah yang tidak saya sukai dari terjemahan access to insight, ekayano diterjemahkan sebagai "jalan langsung" padahal jelas eka berarti tunggal.

Mettacittena,

Pages: 1 2 3 4 5 6 [7] 8 9 10 11 12 13 14 ... 134
anything