//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Messages - fabian c

Pages: 1 2 3 [4] 5 6 7 8 9 10 11 ... 134
46
Hanya untuk yang lebih percaya science:

                             

47
Diskusi Umum / Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
« on: 13 April 2011, 09:52:47 AM »
saya ikutan menjawab, walaupun bukan mewakili mbah fabian
sumber bukan dari Tipitakam jadi tidak berlaku.
sepertinya Sang Buddha memang memuji pencapaian Kearahatan, tapi bukan bagian "bunuh-diri"nya.
dan kisah ini kalo gak salah juga melatar-belakangi munculnya vinaya tidak boleh makan daging manusia. jadi jelas Sang Buddha tidak menyetujui hal ini.
seperti penjelasan dari Sam Peacemind, Jakata hanya berisi syair2, sedangkan kisah2nya semua adalah wilayah Atthakatha, jadi tidak berlaku juga.


Mau nambahin bro... lihat term and condition:

"Perbuatan yang dengan sengaja melukai mahluk lain atau membunuh mahluk lain secara fisik"

Mettacittena,


48
Diskusi Umum / Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
« on: 13 April 2011, 09:42:32 AM »
nah itu dia yg "sudah diantisipasi", dan luka itu dibisa dibenarkan, bukan?

Bro Indra yang baik, ada perbedaan antara kata "melukai" dengan kata "terluka".

mettacittena,

49
Diskusi Umum / Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
« on: 13 April 2011, 08:56:32 AM »
seandainya, pada waktu proses mengeluarkan ranting, diketahui pasti apabila dilanjutkan maka akan dapat mengakibatkan luka, apakah proses itu dihentikan atau dilanjutkan? inilah yg saya maksudkan dengan "sudah diantisipasi"

Bila luka diteruskan, bila tidak luka juga diteruskan bro... Tak ada pilihan....

50
Diskusi Umum / Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
« on: 13 April 2011, 08:54:08 AM »
Himbauan untuk teman-teman yang bisa menemukan kelemahan Tipitaka sesuai judul Thread tolong PM saya ya...? Nanti kita atur pembagian hadiahnya.... Terima kasih.....   ^:)^   

Ane yang penting kagak rugi...   :))

51
Diskusi Umum / Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
« on: 13 April 2011, 08:49:01 AM »
Tambah 6 juta, jadi 20 masing-masing. *siap dengan jurus belut berkeringat direndam oli*
:jempol:

 =)) =)) =))


52
Diskusi Umum / Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
« on: 13 April 2011, 08:47:38 AM »
ya saya pun setuju dengan pendapat mbah fabian itu, tapi saya tambahkan sedikit lagi, terluka saat mengeluarkan ranting adalah suatu resiko yg sudah diantisipasi sebelumnya, jadi luka ini bisa dibenarkan, yg penting ranting keluar dan bayi selamat, bukankah begitu?

Coba perhatikan lagi bro... Kalau tidak salah ada tambahan kata "even if" yang kalau saya mengartikannya "walau", jadi saya menginterpretasikan bahwa dalam sutta tersebut pangeran Abhaya akan berusaha mengeluarkan ranting tersebut walau mengakibatkan luka. Tapi kata walau disini bukan berarti pasti, karena bisa ya dan bisa juga tidak.

Jadi kesimpulannya Sang Buddha membenarkan tindakan pangeran Abhaya mengeluarkan ranting dari mulut bayi tersebut walaupun mungkin saja mulut bayi tersebut akan luka.
(tentu sulit menebak apa yang akan dilakukan bayi tersebut ketika ia merasa sakit, ia bisa melakukan berbagai hal yang sulit diantisipasi, yang mungkin saja malah lebih memperparah keadaan dan menyulitkan pertolongan, karena ia belum bisa komunikasi, oleh karena itu belum mengerti petunjuk orang dewasa)

Mettacittena,

53
Diskusi Umum / Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
« on: 13 April 2011, 08:25:42 AM »
koreksi: sam dhammasiri blm melibatkan diri di sini, sam peacemind-lah yg anda maksudkan.
anda benar, bahwa bayi itu-lah yg memasukkan ranting, namun hal ini bagi saya bukanlah poin yg penting, yg penting adalah proses mengeluarkan kerikil/ranting itu yg walaupun diketahui dapat mengakibatkan luka namun tetap akan dilakukan demi menyelamatkan si bayi, yg tetap saja bagi saya tindakan melukai demi menyelamatkan itu dapat dibenarkan.

Oh iya thanks untuk koreksinya mengenai Samanera Dhammasiri bro. Mengenai pangeran Abhaya kita berbeda pendapat, menurut saya pangeran Abhaya tak mau melukai dan tak ada maksud melukai, tapi si bayi terluka ketika pangeran Abhaya berusaha mengeluarkan ranting tersebut.
Jadi dalam Sutta ini hal itu yang terjadi dan Sang Buddha membenarkan/menyetujui hal itu.

Perumpamaan yang bro berikan mungkin lebih cocok bila diterapkan untuk seseorang yang terkait karena kena kail pancing agak dalam. Bila seseorang telah kena kail pancing mau tak mau kita harus dengan sengaja memperlebar lubang dengan melukai kulit orang tersebut untuk mengeluarkan pancingnya, karena menyangkut.

Tapi dalam kasus pangeran Abhaya tak dikatakan melukai bayi tersebut untuk mengeluarkan ranting, tapi hanya dikatakan terluka ketika mengeluarkan ranting.

Mettacittena,

54
Diskusi Umum / Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
« on: 13 April 2011, 08:11:57 AM »
Teman-teman... setelah menjawab argumentasi teman-teman sekalian, saya merasa kok ada yang melenceng dan tidak sesuai dengan tujuan saya semula. Kemudian saya baca kembali tulisan saya di awal thread baru saya sadar.

Sebenarnya kalau kita amati lagi awal thread berbunyi: "Teman-teman sekalian, saya ada usul bagaimana bila DC mengadakan sayembara yang terbuka untuk umum, terbuka untuk seluruh masyarakat Indonesia, bahkan masyarakat dunia."

Harapan saya: "Bila ada teman-teman yang ingin urunan menambah besarnya hadiah, silahkan.... Bagaimana....?"

Mungkin perlu komentar Tuhan Medho... Mengenai usul saya ini.....

Mettacittena,

55
Diskusi Umum / Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
« on: 13 April 2011, 08:03:08 AM »
Kalo yang ini gimane?

8. Menaklukkan Raja Naga1) Nandopananda
(dengan Kekuatan Kesaktian / Iddhi)

Nandopananda bhujagam vibudham mahiddhim
Puttena Thera bhujagena damapayanto
Iddhupadesa vidhina jitava munindo
Tan tejasa bhavatu te jayamangalani

Nandopananda naga berpengertian salah memiliki kekuatan besar
Putra Sang Buddha yang Terkemuka (Moggallana Thera) sebagai naga pergi untuk menjinakkan
Raja Para Bijaksana menaklukkannya dengan kekuatan kesaktian
Dengan kekuatan ini semoga engkau mendapat kemenangan sempurna

Pada suatu hari, jutawan Anathapindika, sesudah mendengarkan Ajaran Sang Buddha di Vihara Jetavana, mengundang Sang Guru Agung dengan lima ratus bhikkhu untuk menerima dana pada esok harinya.

Pagi-pagi sekali, pada saat Sang Buddha memeriksa keadaan di dunia ini, Beliau melihat Raja Naga Nandopananda mempunyai pandangan salah, tetapi mempunyai karma baik untuk berlindung kepada Sang Tri Ratna. Sang Guru juga melihat hanya Bhikkhu Moggallana yang mempunyai kemampuan untuk menaklukkan Raja Naga itu.

Sang Buddha meminta Bhikkhu Ananda untuk memanggil lima ratus muridNya untuk menyertai Beliau ke Surga Tavatimsa 2). Sang Buddha beserta para bhikkhu terbang di udara. Dalam perjalanan menuju Surga Tavatimsa, mereka melintas di atas kediaman Nandopananda. Ketika itu, ia sedang menikmati makanannya yang enak. Ia sangat marah melihat para bhikkhu terbang melintas di atas kediamannya, dan berniat untuk menghalangi perjalanan mereka.

Ia lalu bergelung melingkari Gunung Sineru sebanyak tujuh kali dan kepalanya berada di puncak gunung. Ia menciptakan kegelapan, membuat segala sesuatu tidak kelihatan, sehingga menyebabkan Surga Tavatimsa tidak dapat terlihat. Kegelapan yang terjadi dengan mendadak ini, menyebabkan Bhikkhu Ratthapala berkata kepada Sang Buddha, bahwa tidak ada surga maupun Istana Vejayanta dapat terlihat pada hari itu. Sang Buddha lalu menjelaskan kepadanya bahwa Raja Naga Nandopanandalah yang menyembunyikan gunung tersebut. Setelah mendengar penjelasan Sang Guru, Bhikkhu Ratthapala berkata ia akan pergi dan menaklukkan Raja Naga itu, tetapi Sang Buddha tidak mengijinkannya.

Kemudian Bhikkhu Bhaddiya maju ke depan, menawarkan diri untuk menaklukkannya, tetapi Sang Buddha juga tidak mengijinkannya. Kemudian Bhikkhu Rahula dan beberapa bhikkhu lainnya juga tidak diijinkan oleh Sang Buddha untuk menaklukkan Raja Naga itu.

Dengan seijin Sang Buddha, Bhikkhu Moggallana pergi untuk menaklukkan Raja Naga Nandopananda. Beliau lalu mengubah dirinya seperti Raja Naga juga, lalu mendekati Nandopananda. Ia lalu melingkari Nandopananda sebanyak empat belas kali dengan ekornya.

Ia menaruh kepalanya di atas kepala Nandopananda dan menekannya ke bawah ke Gunung Sineru. Raja Naga berusaha keras untuk melepaskan diri dengan menyemburkan bisanya. Tetapi Bhikkhu Moggallana mengirimkan serangan balasan, yang lebih kuat daripada Raja Naga yang membuat Raja Naga itu amat menderita. Kemudian Raja Naga menyemburkan api, dan Bhikkhu Moggallana juga melakukan hal yang sama. Semburan api itu amat menyakiti Raja Naga, tetapi sebaliknya semburan api Raja Naga tidak menyakiti Bhikkhu Moggallana.

Nandopananda lalu berteriak dengan marah : “Siapakah engkau?”

“Saya adalah Moggallana,” jawab Bhikkhu Moggallana yang sudah kembali ke wujudNya semula.

Sesudah itu Bhikkhu Moggallana masuk ke dalam salah satu kuping Raja Naga dan keluar dari kuping lainnya. Ketika Raja Naga membuka mulutnya, Bhikkhu Moggallana memasuki perutnya, dan mulai berjalan naik turun, dari kepala sampai ke ekor dan dari ekor sampai ke kepala. Sang Buddha menegur Bhikkhu Moggallana dan mengingatkanNya akan kekuatan Raja Naga itu.

Raja Naga amat marah dengan gangguan pada ususnya yang amat menyakitkan. Ia lalu memutuskan untuk menekan sampai mati kalau Bhikkhu Moggallana keluar dari mulutnya. Ia lalu berkata :
“Yang Mulia, keluarlah dan jangan berjalan naik turun di dalam perutku ini.”

Tetapi Bhikkhu Moggallana keluar tanpa diketahuinya. Ketika Raja Naga itu melihatNya sudah berada di luar, ia lalu menyemburkan racun berbisanya yang lain. Bhikkhu Moggallana dengan segera masuk ke Jhana Keempat 3), di sana semburan racun berbisa itu tidak dapat menyentuh selembar rambutpun di tubuhNya.

Selain Sang Buddha, hanya Bhikkhu Moggallana yang dapat masuk ke Jhana Keempat dengan segera. Para bhikkhu lainnya harus mempersiapkan diri terlebih dahulu dengan bermeditasi. Bagaimanapun mereka tidak akan dapat dengan segera memasuki Jhana Keempat agar dapat terhindar dari semburan racun berbisa Raja Naga itu, karena apabila terlambat mereka akan hangus menjadi abu. Sang Buddha telah mengetahui kejadian yang amat kritis ini, dan tidak mengijinkan para bhikkhu yang lain, kecuali hanya Bhikkhu Moggallana yang dapat menaklukkan Raja Naga ini.

Nandopananda menerima kekalahannya dan mengubah dirinya menjadi seorang pemuda dan berkata :
“Yang Mulia, saya ingin berlindung kepadaMu.”

Ia bersimpuh di kaki Bhikkhu Moggallana. Kemudian Bhikkhu Moggallana mengatakan bahwa Sang Buddha ada di sini dan mereka lalu pergi menemui Beliau.

Bhikkhu Moggallana membawa Raja Naga ke hadapan Sang Buddha, lalu bersujud :
“Yang Mulia, saya ingin berlindung kepada Buddha, Dhamma dan Sangha.”

Sang Buddha bersabda :
“O, Raja Naga, semoga kamu bahagia.”

Dengan diiringi ke lima ratus bhikkhu, Sang Buddha lalu melanjutkan perjalanan menuju Surga Tavatimsa menemui Raja Sakka.

Setelah selesai, Sang Buddha kemudian kembali ke Savatthi. Jutawan Anathapindika yang sedang menunggu kedatangan Sang Buddha untuk memberikan dananya, mendengar bahwa Bhikkhu Moggallana dapat menaklukkan Raja Naga Nandopananda merasa amat gembira, lalu ia mempersembahkan dana kepada Sang Buddha dan ke lima ratus bhikkhu terus-menerus selama satu minggu.

Keterangan :

1.Naga : Mahluk Asura yang mempunyai kesaktian
2.Surga Tavatimsa : Alam 33 Dewa yang diketuai oleh Dewa Sakka
3.Jhana Keempat : Salah satu tingkat pencapaian meditasi



Bro hendrako yang baik, ane bace yang ini nggak ade yang luka, emang raje nage Nadopananda disakitin, tapi die kagak luka....Ketentuannye kan melukai....? Maap... hehehe.......

Mettacittena,

56
Diskusi Umum / Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
« on: 13 April 2011, 07:59:52 AM »
pake logika aja mbah, memasukkan ranting ke dalam kerongkongan, mungkinkah tidak melukai? apalagi jika dilakukan dengan tergesa2 dan bukan oleh seorang ahli.

Bro Indra yang baik, coba dibaca kembali kisah pangeran Abhaya tersebut.
Apakah bayi itu sendiri yang memasukkan ranting ke dalam kerongkongannya, atau pangeran Abhaya yang memasukkan ranting ke dalam kerongkongannya....?

Saya copaskan kembali postingan Samanera Dhammasiri di page pertama:

"Seandainya ada seorang bayi menelan kerikil atau ranting kecil yang mana menyangkut di tenggorokan, seseorang akan mengambil kerikil atau ranting kecil dari mulutnya meski darah harus keluar dari mulut si bayi tersebut."

Itu berbeda dengan pernyataan bro Indra diatas, karena pernyataan bro Indra berkesan seolah-olah pangeran Abhaya yang memasukkan ranting ke dalam mulut si bayi, padahal bayi itu sendiri yang memasukkan ranting ke dalam mulutnya. Pangeran Abhaya hanya berusaha mengeluarkan ranting tersebut.

Mettacittena,

57
Diskusi Umum / Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
« on: 12 April 2011, 11:44:55 PM »
sudah disepakati bahwa niat memang tidak utk melukai/menyakiti, tapi luka dan sakit itu toh tetap terjadi, dan resiko itu bisa diterima dengan kata lain sakit itu bisa dibenarkan. sebelumnya saya sudah memberikan contoh operasi bypass jantung, operasi itu perlu untuk menyelamatkan nyawa pasien tapi untuk itu dokter bedah harus melukai dada si pasien. luka ini bisa dibenarkan demi operasi tsb. intinya adalah bahwa tindakan melukai dada itu bisa dibenarkan, sama halnya dengan tindakan melukai bayi itu juga bisa dibenarkan, bukankah begitu?

Bro Indra yang baik, menurut saya

kasus pangeran Abhaya tidak dengan sengaja melukai.
sedangkan kasus dokter bypass jantung dengan sengaja melukai.

Mettacittena,

58
Meditasi / Re: Vipassana Jhana
« on: 12 April 2011, 11:32:39 PM »
Saya pernah membaca bukun susunan Mahasi Sayadaw. Beliau mengatakan bahwa khanikasamādhi dalam vipassana hanya setara dengan upacarasamādhi / access concentration.

samanera yang saya hormati,   ^:)^  memang benar demikian, saya mendengar dari teman yang telah memiliki Jhana, kekuatan upacara samadhi seorang yang belum mencapai Jhana dengan kekuatan upacara samadhi seseorang yang baru keluar Jhana berbeda kekuatan dan kestabilannya.... Mungkin ini penyebab anggapan yang berbeda-beda mengenai tingkat konsentrasi yang diperlukan untuk mencapai Magga-Phala.

Mettacittena,    _/\_

59
Daripada bhikkhu yg punya film blue di laptopnya :P
Adalagi yg punya usaha minimarket,dan ada punya skandal dengan tukang masak vihara..
Parah mana?

 :-SS  :-SS

60
Diskusi Umum / Re: Sayembara mencari kelemahan Tipitaka
« on: 12 April 2011, 11:07:40 PM »
Semua yang di dalam tanda kurung itu diambil dari kitab komentar. Bahkan kata veyagghapañcamaṃ yang diartikan sebagai the hindrances of which the fifth is like a tiger-infested journey di atas, secara sederhana, hanya bermakna 'harimau sebagai kelima". Veyaggha = harimau, pañcama = kelima. Kitab komentar menjelaskan bahwa harimau di sini bermakna lima rintangan karena seperti halnya jalan yang ada harimaunya berbahaya, demikian pula, lima rintangan batin merupakan bahaya pikiran. Mettalanka menambahkan terjemahan setelah mengacu kepada kitab komentar.

Samanera yang saya hormati,  ^:)^ Terima kasih atas koreksinya berarti memang mettalanka yang salah ketik.

Quote
Yang namanya membunuh makhluk hidup kan tidak harus mengetahui namanya kan? hehe....

Ya saya setuju kita tidak perlu mengetahui nama korban pembunuhan, tapi saya rasa Samanera juga mengerti bahwa kita juga harus tahu apakah syair itu mengenai pembunuhan yang sesungguhnya atau bukan...ya kan....?

Ada 5 kriteria untuk dapat dikatakan sebagai pembunuhan, yaitu:
- adanya mahluk hidup yang akan dibunuh
- ada kehendak dsbnya....

Apakah menurut Samanera syair itu mengenai pembunuhan fisik atau bukan....?

Mettacittena,   _/\_

Pages: 1 2 3 [4] 5 6 7 8 9 10 11 ... 134
anything