Kita tidak tahu bagian mana di Tipitaka yang sudah bergeser dari aslinya. Tapi seperti yang mungkin sudah kita (mau) tahu, Tipitaka adalah literatur Buddhis paling otentik yang masih eksis di dunia ini. Oleh karena itu, sebagai bhikkhu Theravada sudah sebaiknya menggunakan Tipitaka sebagai basis pijakan kakinya.
Bila di dalam Tipitaka terdapat Vinaya tersebut, maka Ajahn Brahm sebenarnya berbuat tidak selaras dengan Vinaya di Tipitaka. Apakah Vinaya itu asli dari Sang Buddha? Kita tidak tahu secara pasti.
Setuju tipataka adalah litelatur buddhis yang otentik dalam hal historicalnya dan dijadikan basis pijakan. Tetapi jangan menjadi buta karena ketidak tahuan kita mana yg telah bergeser, itulah fungsinya panna.
Siapa yang mengatakan itu tidak selaras dengan vinaya?, berdasarkan intrepertasi, ikut2an karena ada bhikkhu A atau B dan sebagainya, apakah seluruh bhikkhu didunia telah mencapai konsesus Ajahn Brahm melanggar vinaya itu secara tulus?
Jika kita sendiri tidak tau pasti mengapa harus mengatakan itu pasti melanggar vinaya? Inilah disebut melihat hanya sebatas vinaya saja tanpa melihat aspek Dhammanya. Atau melihat tataran samuti saja...karena mengenai Ajahn Brahm pendapat diantara para bhikkhu pun terbelah dua. Jika demikian apakah bijaksana umat yang tau seupil vinaya cuma ikut2an menyimpulkan. Mana yg lebih baik.. netral lalu berlatih kedalam atau menyimpulkan karena kubu atau tipitaka sendiri yang jadi acuan mati?, padahal banyak aspek lainnya yg terabaikan. Makanya saya bilang kasus Ajahn Brahm adalah grey area...dia pun punya acuan cullavaga, tapi katanya tidak diakui dan telah dianulir, siapa yg menganulir dsb, apakah itu melalui perkumpulan arahat yg menyetujui? kalau iya berarti Ajahn Brahm baru bisa disimpulkan.
Saya sendiri netral. Sehingga menanggapi dalam posisi ehipasiko aja sebelum pada kesimpulan final. Kalau tidak ada kesimpulan, ya wait and see kek main saham aja....
Secara Dhamma (Sutta) dan Vinaya versi Theravada, jelas Ajahn Brahm berlaku salah, Bro.
Contoh terdekat:
- Dalam Dhammacakkappavatana Sutta, Sang Buddha membabarkan khotbah kepada 5 petapa; yang kemudian mereka menerima penahbisan menjadi bhikkhu. Kemudian pada saat itu, Sangha pertama telah terbentuk. Minimal untuk membentuk Sangha (bhikkhu atau bhikkhuni) adalah 5 orang. Tetapi Ajahn Brahm menahbiskan 4 orang bhikkhuni dan mendirikan Sangha Bhikkhuni di Australia. Secara Dhamma (Sutta) saja beliau sudah tidak sesuai.
- Dalam Cullavagga X.1, Sang Buddha yang mendirikan Sangha Bhikkhuni pertama kali; karena Beliau yang berhak mendirikannya. Sebab Beliau adalah Sammasambuddha. Ingat dan cermati! Maha Pajapati Gotami memohon kepada YA. Ananda agar beliau dan para wanita sakya bisa menjadi bhikkhuni. YA. Ananda menunjukkan hierarki ini kepada Sang Buddha. YA. Ananda memohon 3 kali pada Sang Buddha, dan akhirnya dikabulkan. Jika Sangha Bhikkhuni bisa didirikan oleh bhikkhu (siswa Sang Buddha), sudah tentu YA. Ananda yang melakukannya. Namun beliau tidak seperti itu. YA. Ananda paham bahwa hanya Sammasambuddha (Buddha Gotama) yang berhak mendirikan Sangha Bhikkhuni. Secara Vinaya saja, Ajahn Brahm sudah salah.
Semoga bisa dipahami.
Nah inilah arti sutta dan Dhamma sudah kabur artinya.....
Tau dari mana salah dengan versi Theravada?. Apakah bro anggota Sangha?Bagaimana sangha theravada yang mendukung?
Apakah bro sudah ikut keseluruhan permasalahan?
Yang pro dan kontra masing2 menganggap versi theravada? lalu mana yang benar?
Baik,apakah ada vinaya dan perintah dari Sang Buddha harus 5, lalu adakah penjelasan jika tidak ada maka tidak boleh? .Atau kalau punah harus Sang Buddha yang menahbiskan?,apakah ada perkataan SB seperti itu? atau hanya karena tradisi? Lalu adakah penjelasan mengenai silsilah harus begini dan begitu baru sah menurut Dhamma?
SB yg melakukan saat itu dalam penahbisan bhikkuni ,itu adalah intrepertasi Anda,intrepertasi saya malah,karena YA . Ananda menghargai SB sebagai TOP Leader saat itu-->inipun hanya intrpertasi demikian Anda. Jadi bukan sesuatu hitam diatas putih sebagai vinaya mati.
Jikasemua hanya dinilai dari tulisan tanpa pertimbangan aspek Dhamma diluar buku maka percuma adanya kalama sutta.
Sekali lagi bukan kapasitas saya untuk menyalahkan atau membenarkan .Saya komentar begini karena adanya kesimpulan2 tanpa dasar dan tanpa keterangan yg dapat dijadikan acuan. Dan semua yang disini hanya dari desas-desus.
Sekali lagi saya pribadi tidak mau menilai,tapi alasan kesimpulan dalam hal pelanggaran tidak cukup bukti.
Kenapa harus 5, tidak 4, 3 gara2 kekakuan seperti ini malah saya lihat Dhamma akan lebih cepat mati. Tetapi ini jadi jangan diartikan sebagai budaya permisif. Mana yang lebih penting samutti atau paramata sacca dalam melihat vinaya.
Kalau ada yg bisa menjelaskan kenapa harus 5, tidak 3 dsb maka akan lebih bisa diterima.
Bagi saya kasus ini adalah grey area, kalau ada yg menyimpulkan silakan saja.