//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Riwayat Agung Para Buddha  (Read 227785 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #480 on: 19 May 2009, 04:32:03 PM »
Buku Riwayat Agung Para Buddha sudah habis, sekarang masih dalam proses cetak ulang, silahkan posting pemesanan di sini http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,9384.0.html

alamat dan no. telpon boleh melalui PM,

untuk komik bodhi dan Mamit silahkan hubungi penerbit Ehipassiko www.ehipassiko.net

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Khotbah Ambalatthika Ràhulovàda Sutta
« Reply #481 on: 27 May 2009, 05:03:13 PM »
Kemudian, Tathàgata merenungkan, “Anak muda suka berbohong, dengan berkata, ‘Aku telah melihat hal itu” (yang sebenarnya tidak mereka lihat), dan “Aku tidak melihat hal itu” (yang sebenarnya mereka lihat). “Ràhula harus dinasihati agar tidak berbohong.” Dengan menggunakan ilustrasi yang dapat dilihat dengan mata biasa, berupa, empat contoh cangkir air, dua contoh gajah pasukan, dan satu contoh permukaan cermin, Ia membabarkan khotbah Ambalatthika Ràhulovàda Sutta (Ma, 2, 77).

Setelah menahbiskan Ràhula sebagai seorang sàmanera, Tathàgata mempertimbangkan, “Anak muda cenderung untuk berbicara tanpa memperhitungkan kesopanan kata-kata dan apakah kata-katanya dapat dipercaya; oleh karena itu, Ràhula yang masih sangat muda sebaiknya diberi nasihat dan petunjuk.” Oleh karena itu Ia memanggilnya dan berkata, “Putra-Ku Ràhula, sàmanera harus menghindari diri dari membicarakan hal-hal yang bertentangan dengan Jalan dan Buah Ariya; Putra-Ku Ràhula, engkau harus berbicara hanya hal-hal yang sesuai dengan Jalan dan Buahnya.”

….

“Oleh karena itu Ràhula, engkau harus bertekad, ‘Aku tidak akan berbohong, bahkan sekadar bergurau atau untuk bersenang-senang’ dan berusaha untuk mematuhi 3 aturan latihan (sikkhà).”

Demikianlah Tathàgata menekankan pentingnya menjauhkan diri dari perbuatan berbohong.

Tathàgata melanjutkan, “Putra-Ku Ràhula, apa yang engkau pikirkan mengenai apa yang akan Kunasihatkan kepadamu ini? (engkau boleh menjawab apa saja). Apa manfaat dari sebuah cermin?” Ràhula menjawab, “Agar orang dapat memperbaiki penampilan fisiknya ketika ia melihat noda atau cacat dalam bayangan di dalam cermin.”

“Demikian pula Putra-Ku Ràhula, aktivitas perbuatan, ucapan, dan pikiran seseorang harus dilakukan setelah melewati pengamatan dan pertimbangan sesuai kebijaksanaan orang tersebut.” Dengan kata-kata pengantar ini, Tathàgata menyampaikan khotbah yang menjelaskan secara terperinci mengenai bagaimana seseorang seharusnya melakukan perbuatan secara fisik, bagaimana seseorang seharusnya 
berbicara, dan bagaimana seseorang seharusnya melatih pikiran dengan penuh kehati-hatian dan hanya setelah mempertimbangkan dengan hati-hati sesuai kecerdasannya.


Berikut ini adalah penjelasan singkatnya.

Saat kehendak muncul untuk melakukan tindakan fisik, ucapan atau pikiran, sebelum melakukannya, seseorang harus mempertimbangkan,

“Apakah perbuatan fisik, ucapan atau pikiran yang kukehendaki dapat membahayakan diriku, orang lain atau keduanya? Apakah perbuatan tersebut dapat menjadi perbuatan buruk yang dapat menyebabkan bertambahnya penderitaan?”

Jika, setelah mempertimbangkan, perbuatan yang dikehendaki itu terbukti dapat membahayakan diri sendiri, orang lain atau keduanya; atau dapat menjadi perbuatan buruk yang akan menambah penderitaan, seseorang harus berusaha untuk menghindari perbuatan fisik, ucapan, dan pikiran tersebut.

Sebaliknya, jika setelah mempertimbangkan, perbuatan yang dikehendaki itu terbukti tidak membahayakan diri sendiri, orang lain atau keduanya; atau dapat menjadi perbuatan baik yang akan menambah kebahagiaan (sukha), maka perbuatan fisik, ucapan, dan pikiran tersebut seharusnya dilakukan.

Demikian pula, dalam proses melakukan perbuatan fisik, ucapan atau pikiran, seseorang harus mempertimbangkan,

“Apakah yang sedang kulakukan, kuucapkan, kupikirkan ini berbahaya bagi diriku, orang lain atau keduanya? Apakah yang sedang kulakukan ini adalah perbuatan buruk yang dapat menambah penderitaan?”

Jika, setelah mempertimbangkan, perbuatan itu ternyata benar demikian, seseorang harus segera berhenti melakukan perbuatan tersebut (tidak meneruskan perbuatan itu).

Sebaliknya, jika, setelah dipertimbangkan, ternyata perbuatan itu tidak berbahaya bagi diri sendiri, orang lain, atau keduanya, namun adalah perbuatan baik yang dapat menambah kebahagiaan dan keseja kesejahteraan, perbuatan itu seharusnya diteruskan dengan giat dan berulang-ulang.

Setelah melakukan perbuatan fisik, ucapan dan pikiran telah dilakukan, seseorang harus mempertimbangkan (seperti sebelumnya),

“Apakah perbuatan fisik, ucapan, dan pikiran yang telah kulakukan berbahaya bagi diriku, orang lain atau keduanya? Apakah perbuatan itu adalah perbuatan buruk yang dapat menambah penderitaan?”

Jika terbukti demikian, jika perbuatan buruk itu dilakukan secara fisik dan ucapan, pengakuan harus dilakukan di depan Buddha atau seorang siswa yang bijaksana, secara jujur, jelas dan tanpa syarat bahwa perbuatan buruk jasmani dan ucapan tersebut telah dilakukan. Kemudian orang itu harus bertekad agar perbuatan tersebut tidak terulang lagi pada masa mendatang.

Sehubungan dengan perbuatan buruk yang dilakukan melalui pikiran, seseorang harus merasa letih dengan perbuatan pikiran tersebut, ia harus merasa malu dan jijik terhadap pikirannya itu. Orang itu juga harus melatih dan bertekad agar perbuatan ini tidak terulang kembali pada masa mendatang.

Jika setelah mempertimbangkan, seseorang menemukan bahwa perbuatan jasmani, ucapan atau pikiran tidak membahayakan diri sendiri, orang lain atau keduanya namun berperan dalam memberikan kebahagiaan dan kesejahteraan, maka siang dan malam ia akan bergembira dan puas sehubungan dengan kebajikan tersebut dan ia harus berusaha lebih keras lagi dalam mematuhi 3 aturan latihan (sikkhà).


Semua Buddha, Pacceka Buddha, dan Ariya Sàvaka pada masa lampau, masa depan, dan masa sekarang telah menjalani kehidupan, akan menjalani kehidupan, dan sedang menjalani kehidupan dengan cara seperti ini, mempertimbangkan perbuatan jasmani, ucapan, dan pikiran mereka dan telah menyucikan, akan menyucikan, dan sedang dalam proses menyucikan perbuatan mereka, secara jasmani, ucapan, dan pikiran.

Tathàgata mengakhiri khotbah-Nya dengan kata-kata nasihat berikut ini, “Putra-Ku Ràhula, engkau harus ingat agar selalu berusaha untuk menyucikan perbuatan fisik, ucapan, dan pikiranmu dengan mempertimbangkan dan meninjau kembali dan mengembangkan tekad untuk mematuhi 3 aturan latihan.

(Di sini sebuah pertanyaan akan muncul mengenai kapan dan di mana perbuatan jasmani, ucapan, dan pikiran tersebut muncul dan bagaimana perbuatan itu dapat disucikan dan dibebaskan).

Jawabannya adalah: Jangan membuang-buang waktu; perbuatan jasmani dan ucapan yang dilakukan pada pagi hari harus disucikan dan dibebaskan segera setelah makan di mana ia duduk di tempat ia akan melewatkan hari itu.


~RAPB 1, pp. 957-966~
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Sunce™

  • Sebelumnya: Nanda
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.350
  • Reputasi: 66
  • Gender: Male
  • Nibbana adalah yang Tertinggi
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #482 on: 27 May 2009, 05:46:32 PM »
wah, bagus banget nih sutta.. >:)< >:)< thanks yum, i give u happines by GRP.
thanks sekali lagi.

Offline tula

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 482
  • Reputasi: 24
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #483 on: 30 May 2009, 07:13:09 PM »
Mohom maap .. saya baru tau ada thread ini ..  o_O .. telat banget ya kliatannya ... pdhl da posting di req rapb (soalnya dapet link req dari mod mod),

saya sudah kapan hari dl ebook rapb yg 3 file tsb .. baca sebagian kecil, tp skrg berhenti karena pengen tau :
apakah rapb yg akan di cetak (yang masi ada thread req nya itu) sama dengan yg ebook di DC ini ?
sama persis or ada pembetulan2 , dan bagaimanakah efek nya terhadap inti dari buku tersebut ..

terima kasih.


Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #484 on: 30 May 2009, 09:35:46 PM »
 [at] Tula
essensinya tidak ada perbedaan, hanya ada pembetulan kesalahan ketik, tanda baca, dll, tidak merubah isinya

Offline tula

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 482
  • Reputasi: 24
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #485 on: 31 May 2009, 01:30:36 PM »
ok kalao gitu saya lanjut baca ebooknya sambil nunggu datang buku fisiknya

makasi banyak :)

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
9 Kemuliaan Agung Buddha
« Reply #486 on: 19 June 2009, 12:34:32 PM »
Buddha memiliki kualitas mulia yang tidak terbatas. Tetapi, yang penting diingat oleh para umat manusia, dewa dan brahmà, hanya 9 kemuliaan yang dimulai dengan Araham, yang diajarkan oleh Bhagavà secara khusus dalam berbagai khotbah-Nya. (Hal yang sama berlaku pada Dhamma, yaitu 6 Kemuliaan Agung Dhamma dan 9 Kemuliaan Agung Samgha).

9 Kemuliaan Agung Buddha Dalam Bahasa Pàli

Iti pi so Bhagavà Araham Sammàsambuddho Vijjàcaranasampanno Sugato Lokavidu Anuttaropurisadammasàrathi Satthàdevamanussànam Buddho Bhagavà.

...
Buddha yang telah mencapai Pencerahan Sempurna setelah memenuhi 30 jenis Kesempurnaan Pàrami, dan telah menghancurkan semua kotoran memiliki ciri mulia sebagai berikut:

(1) Araham
(a) Murni sempurna dari kotoran, sehingga tidak berbekas, bahkan yang samar-samar sekalipun, yang dapat menunjukkan keberadaannya,
(b) Tidak memiliki kemampuan untuk melakukan kejahatan, bahkan pada saat tidak ada seorang pun yang mengetahui,
(c) Telah mematahkan jeruji lingkaran kelahiran,
(d) Layak dihormati oleh semua makhluk di 3 alam, manusia, dewa dan brahmà.

(2) Sammàsambuddho
Telah mencapai Pencerahan Sempurna, dalam arti Beliau benar-benar memahami Dhamma oleh kecerdasan dan Pandangan Cerah dan mampu menjelaskannya kepada makhluk-makhluk lain.

(3) Vijjàcaranasampanno
Memiliki tiga pengetahuan, yaitu, Pengetahuan tentang kehidupan lampau semua makhluk, mata-dewa, dan padamnya semua noda moral, yang mana pengetahuan ini terdiri dari delapan pengetahuan beserta praktik moralitas yang sempurna yang dijelaskan dalam lima belas cara.

(4) Sugato
Karena Buddha mencapai Nibbàna melalui Empat Magga Nàna, karena Buddha hanya mengatakan hal-hal yang benar dan bermanfaat.

(5) Lokavidu
Karena Beliau mengetahui kondisi-kondisi yang muncul dalam diri semua makhluk, penyebab kelahiran mereka dalam berbagai alam kehidupan, dan fenomena jasmani dan batin yang berkondisi.

(6) Anuttaropurisadammasàrathi
Karena Beliau tidak ada bandingnya dalam hal menjinakkan mereka yang layak dijinakkan.

(7) Satthàdevamanussànam
Karena Beliau adalah guru para dewa dan manusia, yang menunjukkan Jalan menuju Nibbàna kepada para dewa dan manusia.

[8] Buddha
Karena Beliau telah mencapai Pencerahan Sempurna, mengetahui dan mengajarkan 4 Kebenaran Mulia.

(9) Bhagavà
Karena Beliau memiliki enam kualitas mulia, yaitu, keagungan (issariya), pengetahuan akan sembilan faktor spiritual, yaitu Magga-Phala Nibbàna (Dhamma), kemasyhuran dan pengikut (yasa), keagungan kesempurnaan fisik (siri), kekuasaan dan prestasi (kàmma), dan ketekunan (payatta).


~RAPB 2, pp. 2269-71~
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
(1) Araham
« Reply #487 on: 26 June 2009, 02:33:38 PM »
(a) Murni sempurna dari kotoran, sehingga tidak berbekas,

(a) Artinya, Buddha yang melalui Jalan Lokuttara, Lokuttara Magga, telah menghancurkan semua kotoran batin kilesà, yang berjumlah 15.000, tanpa meninggalkan bekas. Kotoran dapat diumpamakan sebagai musuh yang selalu berusaha melawan kepentingan dan kesejahteraan seseorang. Kotoran batin yang muncul dalam faktor batin-jasmani seorang Bakal Buddha, disebut, ari, musuh.

Ketika Buddha, setelah bermeditasi dengan objek (Musabab Yang Saling Bergantung) Mahàvajirà Vipassanà (seperti telah dijelaskan sebelumnya), mencapai Pencerahan Sempurna di atas Singgasana Kemenangan, 4 Jalan Lokuttara memungkinkan-Nya menghancurkan semua kotoran batin tersebut kelompok demi kelompok.

Oleh karena itu, Dhamma Lokuttara, Empat Jalan Ariya, adalah ciri mulia yang disebut Araham,
sedangkan faktor-faktor batin-jasmani lima kelompok kehidupan Buddha adalah pemilik ciri mulia tersebut.

bahkan yang samar-samar sekalipun, yang dapat menunjukkan keberadaannya,

(b) Kemudian, turunan kata Araham dari kata dasarnya araha, yang berarti ‘Seorang yang telah menjauhkan dirinya dari kotoran.’
Seperti dijelaskan pada (a) di atas, Buddha telah menghancurkan semua kotoran beserta kecenderungannya yang paling halus yang dapat membentuk suatu kebiasaan, tanpa meninggalkan bekas, bahkan tidak dalam bentuk samar-samar yang dapat membuktikan keberadaannya. Kotoran dan kecenderungan tersebut tidak mungkin muncul dalam diri Buddha. Dalam pengertian inilah Buddha dikatakan telah menjauhkan diri dari kotoran dan kecenderungan. Beliau telah membuangnya secara total.

Membuang semua kotoran beserta kecenderungannya adalah ciri mulia Araham,
sedangkan faktor-faktor batin-jasmani lima kelompok kehidupan Buddha adalah pemilik ciri mulia tersebut. Ciri mulia ini diturunkan dari Empat Jalan Ariya.

(Ciri mulia yang dijelaskan pada (a) dan (b) di atas tidak dimiliki oleh para Arahanta lainnya, mereka tidak berhak disebut Araham. Alasannya adalah: semua Arahanta telah menghancurkan seluruh 1.500 kilesà, tetapi tidak seperti Buddha, kesan yang samar-samar dari kecenderungan atas kebiasaan-kebiasaan mereka masih ada.

Kesan samar-samar ini adalah beberapa kecenderungan yang halus yang masih ada dalam batin para Arahanta biasa yang secara tanpa sengaja dapat muncul dalam diri mereka seperti halnya orang-orang awam. Hal ini karena kecenderungan itu tetap hidup karena perbuatan tertentu yang dilakukan berulang-ulang dalam kehidupan lampau para Arahanta yang bersangkutan, yang tetap berbekas bahkan setelah mereka menghancurkan semua kotoran.

Sebuah contoh dari fenomena ini dapat ditemukan pada Yang Mulia Pilindavaccha, seorang Arahanta yang hidup pada masa kehidupan Buddha. Ia hidup sebagai seorang brahmana dalam kelompok brahmana yang angkuh dalam 500 kehidupan berturut-turut. Anggota-anggota kelompok brahmana tersebut menganggap semua orang di luar kelompok mereka sebagai orang jahat dan bakal Pilindavaccha memiliki kebiasaan memanggil semua orang di luar kelompoknya sebagai ‘penjahat’. Kebiasaan ini terpendam dalam dirinya dalam rangkaian banyak kehidupan sehingga bahkan setelah menjadi seorang Arahanta, Yang Mulia Pilindavaccha secara tidak sengaja masih memanggil orang lain “Engkau penjahat”. Ini bukanlah karena kotoran keangkuhan namun hanya karena kebiasaan masa lampau.


(b) Tidak memiliki kemampuan untuk melakukan kejahatan, bahkan pada saat tidak ada seorang pun yang mengetahui,

(c) Araham dapat diterjemahkan sebagai “seorang yang tidak memiliki tempat rahasia untuk berbuat kejahatan” (a+raha). Ada beberapa orang yang berpenampilan seperti orang yang bijaksana atau orang baik namun diam-diam melakukan perbuatan jahat.
Sedangkan Buddha, karena Beliau telah menghancurkan semua kotoran secara total beserta kecenderungan terhadap kebiasaan-kebiasaan, tidak ada lagi tempat rahasia untuk melakukan perbuatan jahat.

Kualitas mulia tidak memiliki tempat rahasia untuk melakukan perbuatan jahat ini adalah ciri mulia Araham,
sedangkan faktor-faktor batin-jasmani lima kelompok kehidupan Buddha adalah pemilik ciri mulia tersebut.


~RAPB 2, pp. 2272-74~

btw kilesa itu yg benernya 15.000 ato 1.500 ya? :-?
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
(1) Araham
« Reply #488 on: 27 June 2009, 11:53:00 AM »
(c) Telah mematahkan jeruji lingkaran kelahiran,

(d) Araham juga berarti “seorang yang telah menghancurkan jeruji roda kehidupan” (ara+hata).

Kehidupan di tiga
alam indria, alam materi halus dan alam tanpa materi
diumpamakan sebagai “kereta pembawa menuju lingkaran kelahiran”.

Kelompok-kelompok kehidupan, khandhà, yang muncul terus-menerus,
dan dasar-dasar indria, àyatana
serta unsur-unsur, dhàtu,
diumpamakan sebagai “roda kehidupan,”
yang merupakan bagian terpenting dari kereta pembawa menuju kelahiran.

Di dalam roda tersebut
terdapat kebodohan dan kemelekatan akan kelahiran sebagai pusat

sedangkan aktivitas kehendak,
punnàbhisankhàra yang terungkap dalam kehendak-kehendak baik atau perbuatan-perbuatan baik
merupakan jeruji roda tersebut
yang mengakibatkan kelahiran kembali di alam indria dan alam materi halus.
Demikian pula, kehendak-kehendak jahat, apunnàbhisankhàra …
merupakan jeruji roda yang mengakibatkan kelahiran kembali di 4 alam sengsara. 
Dan demikian pula, kehendak-kehendak baik ànenjàbhisankhàra …
mengakibatkan kelahiran kembali di alam tanpa materi.

Dari munculnya 3 jenis kehendak ini,
kebodohan dan kemelekatan akan kelahiran disebut pusat roda
karena pusat roda adalah asal dari perputaran roda,
dengan demikian merupakan penyebab dari lingkaran samsàra.
Kekuatannya (diumpamakan) diteruskan ke tepi roda atau ban, sebagai ujungnya (yang berakhir pada usia tua dan kematian), oleh jeruji kehendak-kehendak.

(Dalam penyajian pertama ini,
inti dari 12 faktor Musabab Yang Saling Bergantung adalah kebodohan dan kemelekatan sebagai pusat roda,
usia tua dan kematian sebagai ban,
dan 3 jenis kehendak sebagai jeruji roda samsàra.
Faktor-faktor lainnya dari Musabab Yang Saling Bergantung diumpamakan sebagai kereta yang membawa menuju lingkaran kelahiran.
 
Karena adanya kotoran moral (àsava) maka muncullah kebodohan (avijjà).
Kebodohan bersumber atau disebabkan oleh kotoran moral.
Karena itu, kotoran moral dapat dilihat sebagai sumbu yang terhubung dengan pusat kebodohan dan kemelekatan akan kebodohan kelahiran.

Demikianlah, di dalam roda samsàra
dengan sumbu kotoran moral yang tersambung ke pusat kebodohan dan kemelekatan akan kelahiran,
dengan jeruji 3 jenis kehendak
dan ban usia tua dan kematian,
yang telah berputar sejak samsàra yang tidak berawal,
yang membawa kereta kehidupan di 3 alam.

Buddha, saat mencapai Pencerahan Sempurna,
telah menghancurkan hingga berkeping-keping jeruji roda
dengan berdiri di atas kedua kaki usaha batin dan jasmani,
berdiri tegak di atas moralitas, sila, dan
memegang erat kapak Magga Nàna (jasa yang memadamkan kamma) di tangan keyakinan.

Oleh karena itu, penghancuran jeruji roda samsàra oleh kapak 4 Magga Nàna adalah ciri mulia Araham,
sedangkan faktor-faktor batin-jasmani 5 kelompok kehidupan Buddha adalah pemilik ciri mulia tersebut.


Penjelasan lain:
Lingkaran kelahiran yang tidak berawal disebut roda samsàra.
Roda ini, jika dilihat makna tertingginya, adalah seperangkat yang tdd 12 faktor Musabab Yang Saling Bergantung.
Kebodohan sebagai sumber penyebab kelahiran kembali adalah pusat dari roda tersebut.
Usia tua dan kematian yang merupakan akhir dari kehidupan tersebut adalah ban dari roda tersebut.
10 faktor lainnya, dengan berpusat pada pusat roda (kebodohan) dan ban (usia tua dan kematian) sebagai 2 sekutunya, adalah jeruji dari roda tersebut.

Buddha telah secara total menghancurkan jeruji roda samsàra tersebut.
Oleh karena itu
penghancuran 10 faktor Musabab Yang Saling Bergantung oleh 4 serangan pedang Magga Nàna adalah ciri mulia Araham dalam pengertian ke-4.
Faktor-faktor batin-jasmani 5 kelompok kehidupan Buddha adalah pemilik ciri mulia tersebut
.



(d) Layak dihormati oleh semua makhluk di 3 alam, manusia, dewa dan brahmà.

(e) Araham juga berarti “Ia yang layak mendapat penghormatan dari manusia, dewa, dan brahmà”.
Ini karena Buddha adalah pribadi mulia yang layak menerima persembahan istimewa dalam bentuk 4 kebutuhan bhikkhu dari seluruh 3 alam.
Itulah sebabnya, saat Buddha muncul di dunia ini, semua dewa dan manusia yang berkuasa tidak memberikan persembahan dan penghormatan kepada makhluk lain, tetapi hanya kepada Buddha.

Beberapa contoh penting atas fakta ini:
Brahmà Sahampati memberikan persembahan istimewa dalam bentuk sebuah karangan bunga yang berukuran sebesar Gunung Sineru kepada Buddha.
Para dewa dan raja lainnya seperti Bimbisàra, Kosala, dll,
memberikan persembahan sebesar kemampuan mereka kepada Buddha,
lebih jauh lagi, setelah Buddha meninggal dunia,
Raja Asoka menghabiskan 96 crore uang untuk membangun 84.000 vihàra di seluruh benua selatan Jambudipa sebagai penghormatan kepada Buddha.

Oleh karena itu,
moralitas, sila,  konsentrasi, samàdhi,  kebijaksanaan, pannà,
Pembebasan, vimutti  dan  pengetahuan yang tiada bandingnya yang mengarah kepada Pembebasan, Vimutti Nàna Dassana,
adalah kualitas mulia yang membuat Buddha layak dihormati oleh manusia, dewa, dan brahmà, merupakan ciri mulia Araham.
Faktor-faktor batin-jasmani 5 kelompok kehidupan Buddha adalah pemilik ciri mulia tersebut
.


~RAPB 2, pp. 2274-76~
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
(2) Sammàsambuddha
« Reply #489 on: 27 June 2009, 12:06:04 PM »
(Sammà, sungguh, benar-benar, sam, oleh diri sendiri, buddho, mengetahui segala sesuatu yang layak diketahui.)

Buddha menemukan kebenaran dengan kecerdasan-Nya sendiri dan Pandangan Cerah tanpa bantuan siapa pun.

Para Pacceka Buddha juga menemukan Kebenaran dengan kecerdasan dan Pandangan Cerah mereka sendiri, namun karena mereka tidak mampu mengajarkan Kebenaran yang mereka temukan kepada orang lain, maka mereka tidak layak mendapat gelar Sammàsambuddha.
Mereka hanya disebut Sambuddha.

Para siswa Ariya mengetahui Kebenaran hanya dengan bantuan guru dan mereka mampu membabarkannya kepada orang lain, tetapi karena mereka tidak menemukan Kebenaran itu sendiri, maka mereka juga tidak disebut Sammàsambuddha.
Mereka hanya disebut Sammàbuddha.

Para Buddha adalah Sambuddha, yang mengetahui Kebenaran dan segala sesuatu melalui Pencerahan Sempurna yang dicapai oleh diri sendiri.
Mereka juga Sammàbuddha karena mereka dapat mengajarkan 4 Kebenaran kepada para siswa mereka sesuai kapasitasnya masing-masing, dan dalam bahasa yang dapat mereka pahami.
Oleh karena itu, kombinasi kedua kualitas ini membuat Buddha layak mendapat gelar Sammàsambuddha.

Oleh karena itu, 4 Magga Nàna yang memungkinkan Buddha mengetahui segala sesuatu tanpa bantuan siapa pun melalui Kemahatahuan yang tertinggi adalah ciri mulia yang disebut Sammàsambuddha.
Faktor-faktor batin-jasmani 5 kelompok kehidupan Buddha adalah pemilik ciri mulia tersebut
.


~RAPB 2, p. 2277~ *page edit
« Last Edit: 01 July 2009, 02:30:44 PM by Hendra Susanto »
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
(3) Vijjàcaranasampanno
« Reply #490 on: 29 June 2009, 01:00:51 PM »
Seseorang yang memiliki 3 pengetahuan atau 8 pengetahuan dan 15 bentuk praktik moralitas yang sempurna .…

Tiga Pengetahuan
(i) Pengetahuan akan kehidupan lampau, Pubbe Nivàsa Nàna.
(ii) Pengetahuan akan mata-dewa, Dibbacakkhu Nàna.
(iii) Pengetahuan akan padamnya kotoran moral, Asavakkhaya Nàna.

Delapan Pengetahuan
(i) sampai (iii) di atas dan
(iv) Pengetahuan Pandangan Cerah, Vipassanà Nàna
(v) Kekuatan pikiran, Manomayiddhi Nàna
(vi) Berbagai macam kekuatan batin, Iddhividha Nàna
(vii) Pengetahuan akan telinga dewa, Dibbasota Nàna.
(viii) Pengetahuan dalam membaca pikiran makhluk lain, Cetopariya Nàna.

(i) Pengetahuan akan kehidupan lampau: ... Buddha dapat melihat kehidupan lampau diri-Nya sendiri dan makhluk-makhluk lain.

(ii) Pengetahuan akan mata-dewa: ... Buddha dapat melihat segala sesuatu yang berada sangat jauh, benda-benda yang tersembunyi, dan benda-benda yang sangat halus bagi mata manusia biasa.

(iii) Pengetahuan akan padamnya kotoran moral: yaitu Arahatta-Phala Nàna yang memadamkan seluruh 4 kotoran moral.

(iv) Pengetahuan Pandangan Cerah: pemahaman akan ketidakkekalan, penderitaan, dan tanpa-diri dari semua fenomena batin dan jasmani yang berkondisi.

(v) Kekuatan pikiran: kemampuan untuk mengubah wujud melalui penguasaan pikiran yang dicapai melalui latihan Jhàna.

(vi) Berbagai macam kekuatan batin: kemampuan dalam menciptakan banyak bentuk, manusia atau lainnya.

(vii) Pengetahuan akan telinga dewa: kemampuan dalam mendengarkan suara yang berasal dari tempat yang sangat jauh, suara dalam ruang tertutup dan suara yang terlalu kecil bagi telinga manusia biasa.

(viii) Pengetahuan dalam membaca pikiran makhluk lain: Buddha dapat mengetahui pikiran makhluk lain dalam 16 cara yang berbeda-beda.

Dari delapan pengetahuan di atas, pengetahuan ke-4, pengetahuan Pandangan Cerah, adalah pengetahuan yang menyentuh alam indria.
Pengetahuan ke-3, Pengetahuan padamnya àsava adalah Pengetahuan Lokuttara.
Enam pengetahuan lainnya menyentuh pada alam materi halus, kekuatan Jhàna yang disebut Rupàvacara Kriyà Abhinnà Nàna.


Lima Belas Bentuk Praktik Moralitas Yang Sempurna, Carana
(i) Moralitas pengendalian diri, Sila Samvara.
(ii) Pengendalian indria, Indriyesugutta Dvàratà.
(iii) Mengetahui hal-hal layak sehubungan dengan makanan, Bojane Mattannuta.
(iv) Selalu sadar, Jàgariyà Nuyoga.
(v-xi) Tujuh kekayaan orang-orang bajik.
(xii-xv) Empat Jhàna materi halus

(i) Moralitas pengendalian diri: menjalani sila-sila pengendalian diri seorang bhikkhu, Pàtimokkha Samvara Sila.

(ii) Pengendalian indria: selalu menjaga pintu-pintu mata, telinga, hidung, lidah, tubuh, dan pikiran dengan penuh perhatian sehingga tidak memperbolehkan segala bentuk kejahatan masuk.

(iii) Mengetahui hal-hal layak sehubungan dengan makanan: mengetahui kelayakan atas makanan yang diterima dan dalam memakannya.
Dalam menerima dàna makanan, Buddha mempertimbangkan tingkat pengabdian si penyumbang.
Jika pengabdiannya begitu kuat namun persembahan yang ia berikan sangat kecil, Buddha akan menerimanya dan tidak memandang rendah persembahan itu.
Walaupun persembahan itu besar, namun jika pengabdian si penyumbang lemah, Buddha hanya menerima sebagian kecil saja dari persembahan itu, dengan pertimbangaan lemahnya pengabdian si penyumbang.
Jika persembahan itu cukup besar dan pengabdian si penyumbang juga cukup kuat, Buddha menerima hanya dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan-Nya. Inilah yang disebut dengan mengetahui hal-hal layak sehubungan dengan penerimaan makanan.

Dalam memakan makanan yang dikumpulkan, Buddha tidak makan sampai kekenyangan, tetapi berhenti makan 4 atau 5 suap sebelum perut-Nya penuh. Lebih penting lagi, Beliau tidak pernah makan tanpa melakukan perenungan pada waktu makan.

(iv) Selalu sadar: selalu sadar bukan berarti selalu terjaga dan tidak tidur sama sekali.
Buddha melewatkan hari dengan cara, pada jaga pertama dan jaga terakhir malam hari dalam meditasi, sewaktu berjalan atau duduk, melenyapkan rintangan-rintangan. Terjaga dengan tujuan ini disebut Selalu sadar. Dari 24 jam sehari, Buddha hanya tidur sebentar untuk memulihkan tenaga-Nya, sisa waktunya dilewatkan dalam meditasi dan praktik kebhikkhuan.

(v-xi) Tujuh kekayaan orang-orang bajik:
(a) Keyakinan di dalam Tiga Permata, Saddhà
(b) Perhatian, Sati
(c) Rasa malu untuk berbuat jahat, Hiri
(d) Rasa takut akan akibat perbuatan jahat, Ottappa
(e) Memelajari (ajaran), Bàhussacca
(f) Tekun, Viriya
(g) Kebijaksanaan, Pannà

(xii-xv) Empat Jhàna materi halus: Merujuk pada 4 Jhàna dari alam materi halus.

(Lima belas bentuk praktik sempurna dari moralitas di atas mengarah langsung menuju Nibbàna, unsur keabadian, yang saat masih sebagai orang awam, atau sebagai siswa, belum dapat dicapai sebelumnya, karena itu disebut carana.

Pengetahuan (vijjà) dan praktik moralitas yang sempurna (carana) adalah saling melengkapi.
Yang pertama bagaikan mata, sedangkan yang kedua bagaikan kaki. Untuk mencapai tempat yang dituju, mata tidak akan dapat mencapai tempat tersebut tanpa adanya kaki, demikian pula kaki tanpa mata. Oleh karena itu pengetahuan dan praktik moralitas yang sempurna harus dilatih secara bersama-sama.

... Ada 2 faktor dalam ciri mulia ini, sempurna dalam pengetahuan, dan sempurna dalam praktik moralitas.
Kesempurnaan pengetahuan Buddha adalah sumber bagi Kemahatahuan.
Kesempurnaan dalam praktik moral adalah sumber bagi welas asih-Nya.

Dengan memiliki dua Kesempurnaan ini, Buddha dengan pengetahuan-Nya mengetahui apa yang bermanfaat bagi tiap-tiap individu dan apa yang tidak.
Lebih jauh lagi, Buddha, dengan Kesempurnaan-Nya dalam praktik moralitas memancarkan welas asih-Nya kepada semua makhluk yang menyebabkan makhluk-makhluk menjauh dari apa yang tidak bermanfaat bagi mereka dan mengambil apa yang bermanfaat bagi mereka.
Kesempurnaan dalam pengetahuan dan Kesempurnaan dalam praktik moralitas bersama-sama membuat ajaran-Nya menjadi ajaran Pembebasan. Juga memastikan para siswa-Nya melakukan praktik yang benar.)

Oleh karena itu, gabungan Kesempurnaan pengetahuan dan Kesempurnaan praktik moralitas disebut ciri mulia Vijjàcaranasampanno.
Faktor-faktor batin-jasmani 5 kelompok kehidupan Buddha adalah pemilik ciri mulia tersebut
.


~RAPB 2, pp. 2277-82~
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
(4) Sugato
« Reply #491 on: 29 June 2009, 01:35:11 PM »
Komentar menjelaskan ciri mulia ini dalam 4 cara:

(a) Su, baik, gata, berjalan, perjalanan, yaitu,
pencapaian Jalan Ariya, artinya, “seseorang yang telah mencapai Jalan Ariya,” ini adalah makna pertama; Jalan Ariya adalah tanpa cacat atau tanpa noda dan oleh karena itu sangat baik.
Buddha disebut sugata karena Beliau mencapai tempat berteduh dari semua bahaya, melalui Jalan yang baik sekali, dalam sikap yang tidak terikat.
(Dalam arti ini, Jalan Ariya adalah ciri mulia dan
faktor-faktor batin-jasmani 5 kelompok kehidupan Buddha adalah pemilik ciri mulia tersebut.)

(b) Su, Nibbàna tujuan mulia, gata, menuju ke sana melalui pengetahuan.
Nibbàna adalah tujuan mulia karena merupakan akhir dari segala usaha dan merupakan Kedamaian Tertinggi. Mencapai tujuan mulia tersebut melalui Magga Nàna dalam satu kali duduk adalah ciri mulia Buddha.
(Di sini, Jalan Ariya adalah ciri mulia dan
faktor-faktor batin-jasmani 5 kelompok kehidupan Buddha adalah pemilik ciri mulia tersebut.)

Dalam kedua makna ini, menuju Nibbàna artinya menetapkan Nibbàna sebagai objek pikiran. Menuju artinya adalah hanya dengan pengetahuan, bukan, berarti tindakan pergi secara fisik menuju suatu letak geografis tertentu sebagai tujuan.

(c) Su, Sammà, baik, gata, pergi menuju Nibbanà melalui pengetahuan Jalan, Magga Nàna.
Di sini, keterangan tambahan “baik” menunjukkan kebebasan dari kotoran. Kepergian itu baik karena kotoran yang telah dihancurkan oleh 4 Pengetahuan Jalan tidak dapat muncul lagi dalam diri Buddha.

Dalam tiga pengertian di atas, makna intinya adalah sama: menetapkan Nibbàna sebagai objek pikiran melalui Empat Magga. 
Ini adalah penjelasan pertama dari Sugata dari makna yang telah disebutkan sebelumnya.


(d) Su, Sammà, baik, gata, mengatakan yang benar pada saat yang tepat.
Di sini, gada adalah akar kata tersebut yang berubah menjadi gata.
Kata-kata sesuai atau mengatakan yang benar dijelaskan lebih jauh lagi sebagai berikut:
“Ada 6 jenis ucapan di antara orang-orang. Dari 6 ini, 4 harus ditolak, yaitu, tidak didekati, dan hanya 2 yang harus diucapkan.”

(i) Jenis ucapan yang tidak benar, yang tidak bermanfaat dan tidak disukai oleh pihak lain:
(Yaitu, mengatakan seorang yang baik sebagai seorang jahat.)
Buddha menghindari ucapan semacam ini.

(ii) Jenis ucapan yang benar, tetapi tidak bermanfaat dan tidak disukai oleh pihak lain.
(Yaitu, memanggil seorang jahat dengan panggilan ‘orang jahat’, bukan dengan tujuan untuk mengkoreksinya namun hanya karena kebencian.)
Buddha juga menghindari ucapan semacam ini.

(iii) Jenis ucapan yang benar, yang bermanfaat, tetapi tidak disukai oleh pihak lain yang mendengarnya.
(Misalnya, mengatakan Devadatta adalah seorang yang akan terlahir kembali di Alam Niraya—yang diucapkan oleh Buddha karena welas asih terhadapnya.)
Buddha mengatakan ucapan jenis ini saat situasi menuntut-Nya demikian.

(iv) Jenis ucapan yang tidak benar, yang tidak bermanfaat, tetapi disukai.
(Misalnya, mengutip Veda dan menyatakan bahwa perbuatan jahat seperti membunuh akan mengarahkan seseorang menuju kelahiran yang baik.)
Buddha juga menghindari ucapan semacam ini.

(v) Jenis ucapan yang benar, tetapi tidak bermanfaat bagi pihak lain, dan disukai.
(Misalnya, pernyataan yang benar yang dapat memecah 
belah pihak lain.)
Buddha juga menghindari ucapan semacam ini.

(vi) Jenis ucapan yang benar, yang bermanfaat bagi pihak lain, dan disukai.
(Misalnya khotbah tentang dàna, moralitas, dll, yang disampaikan pada situasi yang tepat.)
Buddha mengucapkan kata-kata semacam ini pada saat yang tepat.

Dari enam jenis ucapan ini, Buddha hanya mengucapkan jenis ke-3 dan ke-6 saja.

Sehubungan dengan jenis ke-3 di atas, jika sebuah pernyataan adalah benar dan bermanfaat bagi pihak lain, walaupun tidak disukai, Buddha akan mengucapkannya karena akan bermanfaat bagi orang-orang lain yang mendengarnya, dan demi kebaikan dunia ini.

Demikian pula, jika sebuah pernyataan benar dan bermanfaat bagi pendengarnya, Buddha akan mengucapkannya tidak peduli apakah para pendengarnya suka atau tidak. Karena itu Buddha disebut Sugata, Ia yang mengucapkan kata-kata yang benar dan bermanfaat. Kata-kata yang benar dan bermanfaat adalah ciri mulia, dan faktor-faktor batin-jasmani lima kelompok kehidupan Buddha adalah pemilik ciri mulia tersebut.


~RAPB 2, pp. 2282-84~
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
(5) Lokavidu
« Reply #492 on: 02 July 2009, 02:12:03 PM »
Loka, 5 kelompok yang dilekati (upàdànakkhandà),
(dalam pengertian lain), dunia makhluk-makhluk (satta loka), dunia fenomena berkondisi (sankhara loka), dunia sebagai landasan bagi berbagai alam kehidupan (okàsa loka).

Vidu, seorang yang memiliki pengetahuan analitis dan pemahaman total.

Visuddhimagga menjelaskan lokavidu dalam 2 metode:

(1) Metode pertama, loka diterjemahkan sebagai 5 kelompok yang dilekati ...
Buddha mengetahui tidak saja 5 kelompok tetapi juga mengetahuinya dalam 4 aspek yang membuat pengetahuan-Nya lengkap dan sempurna ...
(a) Beliau memahami bahwa lima kelompok yang dilekati itu adalah penuh penderitaan (dukkha),
(b) Beliau memahami aspek asal-mula dari 5 kelompok tersebut bahwa kemelekatan adalah asal-mula dari 5 kelompok ini,
(c) Beliau memahami Nibbàna, padamnya 5 kelompok,
(d) Beliau memahami jalan menuju pemadaman tersebut, yaitu, Jalan Ariya.

... pemahaman lengkap atas 4 aspek dari 5 kelompok yang dilekati adalah ciri mulia lokavidu.
5 kelompok kehidupan Buddha adalah pemilik ciri mulia tersebut.


(2) Dalam metode kedua, loka diartikan sebagai dunia makhluk- makhluk hidup (satta loka), dunia fenomena berkondisi (sankhàra loka) dan dunia yang terdiri dari landasan-landasan bagi berbagai alam kehidupan (okàsa loka).

(a) Kelompok-kelompok dari makhluk-makhluk hidup cenderung melekat terhadap objek-objek terlihat, dst, dan dengan demikian disebut satta.
Karena kelompok-kelompok ini membentuk dasar bagi kebajikan dan kejahatan yang muncul dan lenyap, mereka (juga) disebut (loka).
Dengan demikian kita memiliki istilah sattaloka.

(b) Kelompok-kelompok dari benda tidak hidup seperti alam semesta yang tidak berbatas (cakkavalà), landasan bagi keberadaan makhluk-makhluk hidup (bhumi), istana, dll, adalah landasan bagi makhluk-makhluk hidup agar dapat muncul, apakah mereka yang cenderung merasa takut seperti halnya kaum awam, Pemenang Arus, dan Yang Sekali Kembali, atau yang bebas dari rasa takut seperti mereka Yang Tak Kembali dan Arahanta, yang disebut okàsa.
Dan karena landasan-landasan ini adalah tempat bagi muncul dan lenyapnya makhluk-makhluk hidup, maka disebut loka.
Dengan demikian kita memiliki istilah okàsaloka.

(c) Baik makhluk-makhluk hidup maupun benda-benda mati dikondisikan oleh penyebab dan disebut sankhàra.
Dunia cenderung muncul dan lenyap, dan dengan demikian disebut loka. Dengan demikian kita memiliki istilah sankhàra loka. Sankhàra loka ini dipahami penuh oleh Buddha ... (Hal ini karena meskipun merujuk pada semua makhluk, intinya adalah sifat berkondisi yang menyebabkan muncul dan lenyapnya semua makhluk.)

Buddha memiliki pengetahuan total mengenai dunia berkondisi yang Beliau pahami:
(1) sebagai faktor tunggal yang menyebabkan semua hal berkondisi,
(2) sebagai 2 hal berkondisi, batin dan jasmani,
(3) sebagai 3 hal berkondisi dalam 3 jenis perasaan,
(4) sebagai 4 hal berkondisi dalam 4 faktor kondisi,
(5) sebagai 5 hal berkondisi dalam 5 kelompok kehidupan yang dilekati,
(6) sebagai 6 hal berkondisi dalam landasan-indria internal,
(7) sebagai 7 hal berkondisi dalam 7 jenis kesadaran,
[8] sebagai 8 hal berkondisi dalam 8 kondisi duniawi,
(9) sebagai 9 hal berkondisi dalam 9 landasan kehidupan makhluk-makhluk,
(10) sebagai 10 hal berkondisi dalam 10 landasan-indria jasmani,
(11) sebagai 12 hal berkondisi dalam 12 landasan-indria,
(12) sebagai 18 hal berkondisi dalam 18 unsur.


Seperti halnya Buddha memiliki pengetahuan penuh atas dunia yang berkondisi, demikian pula Beliau mengetahui penuh tentang dunia makhluk-makhluk hidup dalam hal:
(i) Beliau mengetahui kecenderungan masing-masing pribadi, àsaya,
(ii) Beliau mengetahui kecenderungan tersembunyi dari masing-masing individu, anusaya,
(iii) Beliau mengetahui kebiasaan dari masing-masing individu, carita,
(iv) Beliau mengetahui sifat dan watak dari masing-masing individu, adhimutti.

Beliau mengetahui individu-individu yang memiliki sedikit debu kotoran di mata kebijaksanaan mereka, … debu kotoran yang tebal di mata kebijaksanaan mereka.

Beliau mengetahui individu-individu yang memiliki kemampuan yang tajam seperti dalam hal keyakinan dan pendirian, … yang memiliki kemampuan yang tumpul.

Beliau mengetahui individu-individu yang memiliki kebajikan seperti keyakinan dan kebijaksanaan yang dapat membantu mereka dalam mencapai Pengetahuan Jalan, dan mengetahui individu-individu yang tidak memiliki kebajikan.

Beliau mengetahui individu-individu yang bebas dari kekurangan dalam perbuatan-perbuatan, kotoran dan akibat-akibat kehidupan lampau mereka yang menghalangi pencapaian pengetahuan Jalan dan individu-individu yang tidak terbebas
.


~RAPB 2, pp. 2293-2297~
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline tula

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 482
  • Reputasi: 24
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #493 on: 12 July 2009, 09:21:08 PM »
welll ... karena uda 33 halaman ..males buka 1 1 dari depan (semoga aja lom di bahas)
tula kemaren uda baca sampe hal 100 an .. terus terang pening xixixixixi .. baca belakang depannya lupa blas ..

jadi ini mulai baca lagi dari awal ...

kebetulan ada yg mau tula tanyaken ...

Bakal Buddha Viriyadhika, mengandalkan sepenuhnya pada usaha, usaha disini seperti apa ya ? usaha menjalankan sila ? usaha mencari pandangan yg benar ? usaha dll ? or lgsg di gabung usaha dalam sila samadhi panna ?

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #494 on: 17 July 2009, 02:30:13 AM »
ko tula, kalo liat dari bodhisatta-kicca, sptnya usaha dlm memenuhi Parami, càga, dan cariya.

Quote
... 3 jenis Bakal Buddha yang ingin mencapai 3 jenis Pencerahan yang telah dijelaskan sebelumnya akan mencapainya hanya setelah mereka memenuhi Kesempurnaan (Pàrami), mengorbankan kehidupan dan bagian tubuh mereka sebagai dàna (càga) dan mengembangkan kebajikan melalui tindakan (cariya) sebagai alat untuk memperoleh Pencerahan yang mereka inginkan.
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

 

anything