Paritta berarti kata-kata Buddha atau dikenal juga dengan sebutan sutta, yang berfungsi sebagai pelindung, menghalau segala marabahaya dari segala penjuru; menenangkan dan mengakhiri segala bahaya dan melenyapkannya; mencegah terjadinya bahaya yang akan muncul.
Mangala Sutta, Ratana Sutta, dll, adalah khotbah yang diajarkan oleh Buddha, dan cukup kuat untuk melindungi si pembaca dan si pendengar dari bahaya yang akan terjadi, juga dapat menolak dan membuyarkan bahaya yang sedang terjadi. Sutta-sutta ini memiliki sifat membawa kesejahteraan dan kemakmuran; oleh karena itu suta-sutta ini diberi nama khusus, yaitu Paritta.
Untuk dapat memberikan manfaat, si pembaca harus memiliki 4 kecakapan dan si pendengar juga harus memiliki 4 kecakapan sbb:
(a) Empat kecakapan si pembaca
1. Si pembaca harus memiliki kemampuan membaca kalimat-kalimat dan kata-kata dalam bahasa Pàli dengan ucapan, artikulasi, dan aksen yang tepat.
2. Ia harus memahami benar kalimat-kalimat Pàli yang ia bacakan.
3. Si pembaca harus membacakan Paritta tanpa mengharapkan imbalan atau hadiah.
4. Paritta harus dibacakan dengan hati yang penuh cinta kasih dan welas asih.
Paritta hendaknya dibacakan hanya dalam kondisi ini agar efektif dalam menghindari dan menghalau bahaya yang akan terjadi bagi si pendengar. Jika kondisi ini tidak terpenuhi oleh si pembaca, tidak ada manfaat yang akan diperoleh dari pembacaan Paritta.
Kondisi dalam membacakan dan mendengarkan Paritta dijelaskan dalam Komentar Digha Nikàya. Si pembaca harus memelajari dan meneliti kata-kata dan kalimat-kalimat secara sistematis, serta harus memerhatikan dan memahami istilah-istilah Pàli. Jika tidak benar-benar memelajari ucapan dan makna dari kata-kata Pàli, kecil kemungkinan untuk memperoleh manfaat yang diinginkan. Hanya pembacaan oleh mereka yang telah memelajari dengan sungguh-sungguh cara membaca Paritta ini yang akan menghasilkan manfaat yang besar. Pembacaan Paritta oleh mereka yang mengharapkan imbalan atau hadiah tidak akan menghasilkan manfaat apa pun. Pembacaan Paritta oleh mereka yang memiliki hati yang penuh cinta kasih dan welas asih dan dengan kecenderungan yang mengarah kepada Pembebasan dari lingkaran penderitaan akan sangat bermanfaat.
(Catatan: Oleh karena itu, siapa pun yang membacakan Paritta, terlebih dahulu harus memelajari bahasa Pàli beserta komentar-komentarnya di bawah bimbingan seorang guru yang baik, juga diharapkan lebih memerhatikan cara pengucapan, aksen, dan penggalan. Setiap penghilangan kata, atau kalimat dari kitab Pàli akan menyebabkan pembacaan itu menjadi tidak berguna. Pembacaan yang benar dengan pemahaman penuh atas maknanya merupakan kekuatan dari Paritta yang akan membawa manfaat yang diharapkan).
Kesalahan dalam cara membacakan, kesalahan dalam pengucapan, dan kesalahan memahami makna sebenarnya, apalagi ditambah dengan keinginan untuk memperoleh imbalan, akan mengurangi kekuatan Paritta dan tidak akan memperoleh manfaat yang diinginkan.
Oleh karena itu, harus ditekankan, mengenai pentingnya membaca Paritta sesuai kondisi yang telah digariskan, dengan hati penuh cinta kasih dan welas asih serta bertekad untuk terbebas dari samsara dan tidak mengharapkan imbalan).
Kegagalan dan Keberhasilan Seseorang yang Membacakan Paritta
Kegagalan seseorang dalam membacakan Paritta muncul karena 2 penyebab, yaitu, payoga vippatti dan ajjhàsaya vippatti.
(1) Payoga vippatti artinya ketidakmampuan dalam mengucapkan
kata-kata dan kalimat secara tepat dan ketidakmampuan dalam memahami maknanya, karena kurangnya usaha dalam belajar.
(2) Ajjhàsaya vippatti artinya pembacaan Paritta dengan keinginan untuk mendapat imbalan berupa benda atau kemasyhuran.
Keberhasilan seseorang dalam membacakan Paritta muncul karena 2 penyebab, yaitu, payoga sampatti dan ajjhàsaya sampatti.
(1) Payoga sampatti artinya kemampuan dalam membacakan Paritta karena usaha yang rajin dalam memelajari cara yang benar dalam mengucapkan, dengan pemahaman penuh atas maknanya.
(2) Ajjhàsaya sampatti artinya kecakapan dalam membaca Paritta melalui cinta kasih dan welas asih dengan tekad agar mencapai kebebasan dan tanpa mengharapkan imbalan.
(Bagian vipatti dan sampatti ini dikutip dari Subkomentar âtanàtiya Sutta).
(b) Empat kecakapan si pendengar
1. Si pendengar harus terbebas dari kesalahan atas lima pelanggaran besar yang akibatnya akan segera berbuah (pancànantariya kamma) yaitu, (a) membunuh ayah, (b) membunuh ibu, (c) membunuh seorang Arahanta, (d) melukai seorang Buddha, dan (e) memecah-belah kesatuan para siswa Buddha.
2. Si pendengar harus bebas dari pandangan salah (niyata-micchàditthi).
3. Si pendengar harus memiliki keyakinan yang tidak tergoyahkan mengenai kemanjuran dan manfaat dari Paritta.
4. Si pendengar harus mendengarkan pembacaan Paritta dengan tekun, penuh perhatian, dan penuh hormat.
Ini adalah persyaratan yang harus dimiliki oleh si pendengar Paritta; dalam kitab Pàli Milinda Panha (bab Mendaka Panha. Pasamutti Panha) disebutkan, 3 kecapakapan pertama adalah sbb,
“Yang Mulia, rintangan seperti (a) lima pelanggaran besar, (b) pandangan salah, dan (c)
ketidakyakinan terhadap Paritta tidak akan menghasilkan perlindungan terhadap marabahaya.”
Ini adalah kata-kata yang diucapkan oleh Yang Mulia Nàgasena kepada Raja Milinda. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa mereka yang bebas dari tiga rintangan ini dapat menikmati manfaat dari Paritta.
Kegagalan dan Keberhasilan Dalam Mendengarkan Pembacaan Paritta
Kegagalan seseorang dalam mendengarkan pembacaan Paritta muncul karena 2 penyebab, yaitu, Payoga vippatti dan Ajjhàsaya vippatti.
(1) Payoga vippatti artinya ketidakmampuan dalam mendengarkan pembacaan Paritta dengan penuh hormat, merangkapkan kedua tangan; dengan perhatian terpusat pada Paritta tanpa terganggu, yang disebabkan oleh kurangnya usaha.
(2) Ajjhàsaya vippatti artinya mendengarkan pembacaan Paritta dengan setengah hati, tanpa keyakinan akan kemanjuran dan manfaat dari Paritta; mendengarkan Paritta hanya untuk menyenangkan orang yang mengundang pada suatu upacara pembacaan Paritta.
Keberhasilan seseorang dalam mendengarkan pembacaan Paritta muncul karena 2 penyebab, yaitu, payoga sampatti dan ajjhàsaya sampatti.
(3) Payoga sampatti artinya berusaha mendengarkan pembacaan Paritta dengan merangkapkan kedua tangan dan dengan penuh hormat dengan perhatian terpusat pada Paritta tanpa terganggu.
(4) Ajjhàsaya sampatti artinya mendengarkan pembacaan Paritta dengan sepenuh hati, dengan keyakinan penuh akan kemanjuran dan manfaat dari Paritta; mendengarkan Paritta tidak sekadar menyenangkan orang lain namun dengan sepenuh hati berkeinginan melakukan kebajikan.
~RAPB 1, pp. 1055-1058~