//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Riwayat Agung Para Buddha  (Read 227338 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline DNA

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 126
  • Reputasi: 23
  • Dhamma Nan Agung
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #465 on: 05 March 2009, 05:28:40 PM »
Anak-Ku Nàlaka, petapa moneyya yang berkeliling mengumpulkan dàna makanan dan merangkul mangkuknya harus bersikap sedemikian sehingga orang-orang akan berpikir bahwa ia adalah orang bodoh meskipun ia tidak bodoh (maksudnya adalah ia tidak boleh mengucapkan kata-kata yang tidak berguna). Ketika ia menerima sedikit, ia tidak boleh memandang rendah; dan si pemberi dàna tidak boleh disalahkan hanya karena memberikan dalam jumlah yang sedikit.
May these merits of mine lead me to the extinction of all defilements
May these merits of mine be conducive to my attainment of Nibbana
May all sentient beings obtain the share of my merits and be well and happy always. Sadhu3..

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Buddha Membabarkan Adittapariyàya Sutta
« Reply #466 on: 10 March 2009, 05:21:10 PM »
Setelah berdiam di Uruvela selama waktu yang Ia perlukan untuk membebaskan para petapa bersaudara dan seribu pengikutnya, Buddha melakukan perjalanan menuju Gayàsisa, di mana terdapat batu datar (terlihat seperti kening gajah) di dekat Desa Gayà, disertai oleh seribu bhikkhu yang dulunya adalah para petapa. Buddha duduk di atas batu datar tersebut bersama-sama dengan seribu bhikkhu.

Setelah duduk, Buddha mempertimbangkan, “Khotbah apa yang sesuai untuk 1.000 bhikkhu ini?” Kemudian Ia memutuskan, “Orang-orang ini telah memuja api setiap hari, siang dan malam; jika Aku menyampaikan Adittapariyàya Sutta yang menjelaskan tentang 12 landasan indria (àyatanà) yang terus-menerus terbakar, oleh 11 api, mereka dapat mencapai Arahatta-Phala.”

Setelah memutuskan demikian, Buddha menyampaikan Adittapariyàya Sutta yang menjelaskan secara terperinci bagaimana 6 pintu indria, 6 objek indria, 6 bentuk kesadaran, 6 bentuk kontak, 18 jenis perasaan yang muncul melalui kontak (phassa paccaya vedanà) terbakar oleh api nafsu (ràga), api kebencian (dosa), api kebodohan (moha), api kelahiran, usia tua, dan kematian, kesedihan, penyesalan, kesakitan, dukacita, dan keputus-asaan.

Sewaktu Buddha menyampaikan khotbah ini, 1.000 bhikkhu tersebut mencapai pengetahuan 4 Jalan berturut-turut dan menjadi Arahanta dengan àsava yang padam. Dengan demikian, batin 1.000 bhikkhu tersebut terbebas total dari àsava yang telah padam dan tidak dapat muncul kembali karena mereka (para bhikkhu) telah secara total melenyapkan keterikatan karena kemelekatan (tanhà) dan pandangan salah (ditthi) terhadap segala sesuatu sebagai ‘Ini adalah aku, ini adalah milikku.’ Mereka terbebas total dari àsava yang mencapai akhir dengan tidak lahir kembali.


~RAPB I, p. 811~
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline mitta

  • Teman
  • **
  • Posts: 55
  • Reputasi: 2
  • Gender: Male
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #467 on: 11 March 2009, 09:14:46 PM »


Setelah memutuskan demikian, Buddha menyampaikan Adittapariyàya Sutta yang menjelaskan secara terperinci bagaimana 6 pintu indria, 6 objek indria, 6 bentuk kesadaran, 6 bentuk kontak, 18 jenis perasaan yang muncul melalui kontak (phassa paccaya vedanà) terbakar oleh api nafsu (ràga), api kebencian (dosa), api kebodohan (moha), api kelahiran, usia tua, dan kematian, kesedihan, penyesalan, kesakitan, dukacita, dan keputus-asaan.

color]

~RAPB I, p. 811~

rinciin donk 6 pintu indria, 6 objek indria, 6 bentuk kesadaran, 6 bentuk kontak, 18 jenis perasaan .....

thx

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #468 on: 11 March 2009, 10:09:47 PM »
[at] mitta

Saya akan coba menjawabnya, yah... :)

- 6 pintu indera adalah salayatana, yaitu : mata, telinga, hidung, lidah, kulit dan pikiran.
- 6 objek indera adalah wujud, suara, bebauan, rasa, bentuk dan konsepsi.
- 6 objek kesadaran adalah kesadaran penglihatan (melalui mata), kesadaran pendengaran (melalui telinga), kesadaran penciuman (melalui hidung), kesadaran pengecapan (melalui lidah), kesadaran sentuhan (melalui kulit) dan kesadaran pemikiran / gagasan (melalui pikiran).

Setiap pintu-pintu indera itu muncul karena api lobha (keserakahan), dosa (kebencian) dan moha (kegelapan batin). Selama seseorang masih belum mengendalikan pintu-pintu inderanya dengan perhatiaan penuh, maka orang itu akan terus bergumul dalam 18 sensasi kesadaran. 18 sensasi kesadaran itu terdiri dari 3 jenis perasaan inderawi, yaitu : perasaan tertarik (lobha), perasaan menolak (dosa) dan perasaan buta (moha). 3 jenis perasaan ini akan terus timbul-tenggelam di tiap-tiap 6 kesadaran indera, sehingga total ada 18 jenis sensasi kesadaran.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #469 on: 12 March 2009, 08:31:23 AM »


Setelah memutuskan demikian, Buddha menyampaikan Adittapariyàya Sutta yang menjelaskan secara terperinci bagaimana 6 pintu indria, 6 objek indria, 6 bentuk kesadaran, 6 bentuk kontak, 18 jenis perasaan yang muncul melalui kontak (phassa paccaya vedanà) terbakar oleh api nafsu (ràga), api kebencian (dosa), api kebodohan (moha), api kelahiran, usia tua, dan kematian, kesedihan, penyesalan, kesakitan, dukacita, dan keputus-asaan.

color]

~RAPB I, p. 811~

rinciin donk 6 pintu indria, 6 objek indria, 6 bentuk kesadaran, 6 bentuk kontak, 18 jenis perasaan .....

thx

6 kesadaran indria dan pintu indria dan objeknya adalah:
1. kesadaran penglihatan, indera mata dengan bentuk
2. kesadaran pendengaran, indera telinga dengan suara
3. kesadaran penciuman, indera hidung dengan bau
4. kesadaran citarasa, indera lidah dengan rasa
5. kesadaran sentuhan, tubuh dengan sentuhan
6. kesadaran pikiran, pikiran dengan ide/gagasan

Dari semua kontak antara kesadaran indriah dengan objek, melalui pintu indriah, menghasilkan 3 jenis perasaan yaitu: menyenangkan, tidak menyenangkan, dan bukan keduanya (netral). Jadi ada 6 x 3 perasaan = 18 perasaan.

« Last Edit: 12 March 2009, 08:39:09 AM by Kainyn_Kutho »

Offline DNA

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 126
  • Reputasi: 23
  • Dhamma Nan Agung
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #470 on: 12 March 2009, 12:43:14 PM »
((Di sini, Buddha mengajarkan untuk menyepi dan tinggal sendirian (kàyaviveka) dan melepaskan keterikatan pikiran dengan merenungkan objek-objek meditasi (cittaviveka). Demikianlah, Aku, Buddha, mengajarkan bahwa tinggal sendirian dengan menjaga kàyaviveka dan cittaviveka adalah Moneyya Patipadà. Anak-Ku Nàlaka, jika engkau gembira dengan hidup menyendiri tanpa teman dan menjaga kàyaviveka dan cittaviveka, engkau akan terkenal di sepuluh penjuru.
May these merits of mine lead me to the extinction of all defilements
May these merits of mine be conducive to my attainment of Nibbana
May all sentient beings obtain the share of my merits and be well and happy always. Sadhu3..

Offline DNA

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 126
  • Reputasi: 23
  • Dhamma Nan Agung
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #471 on: 12 March 2009, 12:48:51 PM »
Anak-Ku Nàlaka, engkau harus mengetahui pokok-pokok nasihat ini (yaitu, jangan terpengaruh oleh pujian-pujian dari para bijaksana tetapi engkau harus lebih mengembangkan hiri dan saddhà dalam usaha yang lebih besar”), seperti yang telah Kuajarkan, harus dimengerti perumpamaan-perumpamaan sungai besar dan jurang sempit atau sungai kecil.

Air di jurang yang sempit dan sungai kecil mengalir dengan suara yang bergemuruh.
Air di sungai besar seperti Sungai Gangà, mengalir dengan tenang tidak bersuara.

(Maksudnya adalah seseorang yang bukan putra sejati Buddha, bagaikan jurang sempit dan sungai kecil, kacau dan heboh, “Aku adalah seorang yang mempraktikkan Moneyya Patipadà.” Dan seorang yang adalah putra sejati Buddha, melatih dua Dhamma hiri dan saddhà, bagaikan sungai besar yang tetap tenang, dan rendah hati.
May these merits of mine lead me to the extinction of all defilements
May these merits of mine be conducive to my attainment of Nibbana
May all sentient beings obtain the share of my merits and be well and happy always. Sadhu3..

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Kebajikan YM. Yasa di Masa Silam
« Reply #472 on: 12 March 2009, 05:46:12 PM »
Pada suatu ketika, 55 sahabat membentuk suatu perkumpulan yang bertujuan untuk melakukan kebajikan. Mereka melakukan tugas-tugas mengkremasi jenazah tanpa dipungut biaya kepada orang-orang yang tidak mampu. Suatu hari, mereka menemukan jenazah perempuan hamil yang miskin, mereka membawanya ke pemakaman untuk dikremasi.

Di antara 55 sukarelawan ini, 50 orang di antaranya kembali ke desa setelah menyuruh 5 orang untuk melakukan tugas tersebut dengan mengatakan, “Kalian saja yang melakukan kremasi.”

Selanjutnya, sebagai seorang pemuda (kelak menjadi Yasa, putra pedagang kaya) yang bertindak sebagai pemimpin dari 5 orang tersebut melakukan pengkremasian dengan menusuk-nusuk dan membalik mayat tersebut dengan sebatang bambu, ia mendapatkan persepsi tentang sifat yang menjijikkan dan kotor dari tubuh (asubhasannà). Pemuda itu, yang kelak menjadi Yasa, menyarankan kepada 4 orang rekannya, “Teman-teman, lihatlah mayat yang kotor dan menjijikkan ini.” Empat orang temannya juga memperoleh asubhasannà dari mayat (utuja) tersebut sesuai saran Yasa.

Ketika kelima orang ini kembali ke desa setelah menyelesaikan tugasnya mengkremasi mayat dan menceritakan pengalaman mereka akan asubha kepada 50 orang teman-teman lainnya yang telah kembali ke desa lebih dulu, ke 50 orang ini juga memperoleh asubhasannà.

Selain menceritakan hal ini kepada teman-temannya, pemuda yang menjadi pemimpin, kelak menjadi Yasa, menceritakan juga pengalaman asubha ini kepada orangtua dan istrinya sesampainya di rumah; dan orangtuanya yang dermawan serta istrinya juga memperoleh asubhasannà.

58 orang ini yang dipimpin oleh pemuda yang kelak menjadi Yasa kemudian mengembangkan latihan meditasi dengan objek kotoran dan kejijikan dari tubuh (asubhabhàvanà) berdasarkan asubhasannà yang telah mereka miliki. Demikianlah, kenyataan dari kebajikan 58 orang ini pada masa lampau.

Dengan jasa dari kebajikan masa lampau, dalam kahidupan sekarang, sebagai putra seorang pedagang kaya dari Vàrànasi, Yang Mulia Yasa memperoleh asubhasannà, kesan-kesan seperti di pemakaman ketika melihat keadaan para penari. Pencapaian Magga-Phala oleh 58 orang ini disebabkan oleh karena mereka memiliki jasa-jasa yang mendukung (upanissaya) yang berasal dari asubhabhàvanà yang mereka latih dan kembangkan pada masa lampau.


~RAPB 1, pp. 776-777~
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #473 on: 13 March 2009, 12:00:51 AM »


Setelah memutuskan demikian, Buddha menyampaikan Adittapariyàya Sutta yang menjelaskan secara terperinci bagaimana 6 pintu indria, 6 objek indria, 6 bentuk kesadaran, 6 bentuk kontak, 18 jenis perasaan yang muncul melalui kontak (phassa paccaya vedanà) terbakar oleh api nafsu (ràga), api kebencian (dosa), api kebodohan (moha), api kelahiran, usia tua, dan kematian, kesedihan, penyesalan, kesakitan, dukacita, dan keputus-asaan.

color]

~RAPB I, p. 811~

rinciin donk 6 pintu indria, 6 objek indria, 6 bentuk kesadaran, 6 bentuk kontak, 18 jenis perasaan .....

thx

Ini kutipan Adittapariyaya Sutta. Semoga cukup rinci ya..  ;D


SUTTA TENTANG URAIAN SESUATU YANG TERBAKAR

1. Demikian telah saya dengar. Suatu ketika, Sang Bhagava bersemayam di Gayasisa, di dekat sungai Gaya, bersama 1.000 bhikkhu. Saat itulah, Sang Bhagava memanggil para bhikkhu:

2. “O, para Bhikkhu, segala sesuatu adalah terbakar. Bagaimanakah, O, para Bhikkhu, segala sesuatu terbakar itu?

Penglihat1 (cakkhu), o, para Bhikkhu, adalah terbakar,
bentuk-bentuk (rupa) terbakar,
kesadaran indra penglihat2 (cakkhuvinnana) terbakar,
kontak lewat penglihat (cakkhu-samphassa) terbakar,
perasaan yang muncul karena kontak lewat penglihat (cakkhu-samphassa-paccaya uppajjati vedayita)—baik yang menyenangkan, tak menyenangkan, atau bukan tak menyenangkan pun bukan menyenangkan—ini pun adalah terbakar.

Terbakar oleh apa?
Terbakar oleh api nafsu ragawi (ragaggi), api kebencian (dosaggi), api kebodohan (mohaggi);
terbakar oleh kelahiran (jati), ketuaan (jara), kematian (marana), kesedihan (jati), ratap tangis (parideva), derita jasmani (dukkha), derita batin (domanassa), dan keputus-asaan (upayasa).

3. Pendengar (sota), o, para Bhikkhu, adalah terbakar,
suara-suara (sadda) terbakar,
kesadaran indra pendengar (sotavinnana) terbakar,
kontak lewat pendengar (sotasamphassa) terbakar,
perasaan yang muncul karena kontak lewat pendengar (sotasamphassa-paccaya uppajjati vedayita)—baik yang menyenangkan, tak menyenangkan, atau bukan tak menyenangkan pun bukan menyenangkan—ini pun adalah terbakar.

Terbakar oleh apa?
Terbakar oleh api nafsu ragawi, api kebencian, api kebodohan;
terbakar oleh kelahiran, ketuaan, kematian, kesedihan, ratap tangis, derita jasmani, derita batin, dan keputus-asaan.

4. Pencium (ghana), o, para Bhikkhu, adalah terbakar,
bau-bauan (gandha) terbakar,
kesadaran indra pencium (ghanavinnana) terbakar,
kontak lewat pencium (ghanasamphassa) terbakar,
perasaan yang muncul karena kontak lewat pencium (ghanasamphassa-paccaya uppajjati vedayita)—baik yang menyenangkan, tak menyenangkan, atau bukan tak menyenangkan pun bukan menyenangkan—ini pun adalah terbakar.

Terbakar oleh apa?
Terbakar oleh api nafsu ragawi, api kebencian, api kebodohan;
terbakar oleh kelahiran, ketuaan, kematian, kesedihan, ratap tangis, derita jasmani, derita batin, dan keputus-asaan.

5. Pengecap (jivha), o, para Bhikkhu, adalah terbakar,
rasa-rasa (rasa) terbakar,
kesadaran indra pengecap (jivhavinnana) terbakar,
kontak lewat pengecap (jivhasamphassa) terbakar,
perasaan yang muncul karena kontak lewat pengecap (jivhasamphassa-paccaya uppajjati vedayita)—baik yang menyenangkan, tak menyenangkan, atau bukan tak menyenangkan pun bukan menyenangkan—ini pun adalah terbakar.

Terbakar oleh apa?
Terbakar oleh api nafsu ragawi, api kebencian, api kebodohan;
terbakar oleh kelahiran, ketuaan, kematian, kesedihan, ratap tangis, derita jasmani, derita batin, dan keputus-asaan.

6. Penyentuh (kaya), o, para Bhikkhu, adalah terbakar,
objek-objek sentuhan (potthabba) terbakar,
kesadaran indra penyentuh (kayavinnana) terbakar,
kontak lewat penyentuh (kayasamphassa) terbakar,
perasaan yang muncul karena kontak lewat penyentuh (kayasamphassa-paccaya uppajjati vedayita)—baik yang menyenangkan, tak menyenangkan, atau bukan tak menyenangkan pun bukan menyenangkan—ini pun adalah terbakar.

Terbakar oleh apa?
Terbakar oleh api nafsu ragawi, api kebencian, api kebodohan;
terbakar oleh kelahiran, ketuaan, kematian, kesedihan, ratap tangis, derita jasmani, derita batin, dan keputus-asaan.

7. Pemikir (mana), o, para Bhikkhu, adalah terbakar,
objek-objek pemikir (dhamma) terbakar,
kesadaran indra pemikir (manovinnana) terbakar,
kontak lewat pemikir (manosamphassa) terbakar,
perasaan yang muncul karena kontak lewat pemikir (manosamphassa-paccaya uppajjati vedayita)—baik yang menyenangkan, tak menyenangkan, atau bukan tak menyenangkan pun bukan menyenangkan—ini pun adalah terbakar.

Terbakar oleh apa?
Terbakar oleh api nafsu ragawi, api kebencian, api kebodohan;
terbakar oleh kelahiran, ketuaan, kematian, kesedihan, ratap tangis, derita jasmani, derita batin, dan keputus-asaan.

8. O, para Bhikkhu, setelah mendengarkan sabda ini dan telah memahaminya,
siswa Ariya enggan terhadap penglihat,
enggan terhadap bentuk-bentuk,
enggan terhadap kesadaran indra penglihat,
enggan terhadap kontak lewat penglihat,
enggan terhadap perasaan yang muncul karena kontak lewat penglihat—
baik yang menyenangkan, tak menyenangkan, atau bukan tak menyenangkan pun bukan menyenangkan.

9. Ia enggan terhadap pendengar,
enggan terhadap suara-suara,
enggan terhadap kesadaran indra pendengar,
enggan terhadap kontak lewat pendengar,
enggan terhadap perasaan yang muncul karena kontak lewat pendengar—
baik yang menyenangkan, tak menyenangkan, atau bukan tak menyenangkan pun bukan menyenangkan.

10. Ia enggan terhadap pencium,
enggan terhadap bau-bauan,
enggan terhadap kesadaran indra pencium,
enggan terhadap kontak lewat pencium,
enggan terhadap perasaan yang muncul karena kontak lewat pencium—
baik yang menyenangkan, tak menyenangkan, atau bukan tak menyenangkan pun bukan menyenangkan.

11. Ia enggan terhadap pengecap,
enggan terhadap rasa-rasa,
enggan terhadap kesadaran indra pengecap,
enggan terhadap kontak lewat pengecap,
enggan terhadap perasaan yang muncul karena kontak lewat pengecap—
baik yang menyenangkan, tak menyenangkan, atau bukan tak menyenangkan pun bukan menyenangkan.

12. Ia enggan terhadap penyentuh,
enggan terhadap objek-objek sentuhan,
enggan terhadap kesadaran indra penyentuh,
enggan terhadap kontak lewat penyentuh,
enggan terhadap perasaan yang muncul karena kontak lewat penyentuh—
baik yang menyenangkan, tak menyenangkan, atau bukan tak menyenangkan pun bukan menyenangkan.

13. Ia enggan terhadap pemikir,
enggan terhadap objek-objek pemikir,
enggan terhadap kesadaran indra pemikir,
enggan terhadap kontak lewat pemikir,
enggan terhadap perasaan yang muncul karena kontak lewat pemikir—
baik yang menyenangkan, tak menyenangkan, atau bukan tak menyenangkan pun bukan menyenangkan.

14. Ketika timbul keengganan (nibbindam), ia menghindarinya.
Karena menghindarinya, pikiran pun terbebas (vimutti).
Saat pikiran terbebas, muncul pengetahuan (nana), ‘Pikiran telah terbebas.”
Ia memahami dengan jelas bahwa, “Telah tidak ada lagi tumimbal lahir, telah terlaksana kehidupan suci, telah dikerjakan kewajiban yang harus dikerjakan, tiada kewajiban lain lagi untuk pencapaian Sang Jalan.”

Demikian Sang Bhagava membabarkan sutta ini. Keseribu orang bhikkhu merasa puas dan bersukacita. Sewaktu pembabaran ini disampaikan oleh Sang Bhagava, batik keseribu bhikkhu tanpa kemelekatan, terbebas dari semua pengeruh batin.



Ket.
1.   Kata ‘cakkhu’, ‘sota’, ‘jivha’, ‘kaya’, dan ‘mana’ yang dimaksud adalah indrianya, bukan tertuju pada organ (daging)-nya, sehingga diartikan ‘penglihat’, ‘pendengar’, ‘pencium’, ‘pengecap’, ‘penyentuh’, dan ‘pemikir’, berturut-turut.
2.   Maksud ‘kesadaran indra penglihat’ adalah ‘kesadaran indra (vinnana) yang muncul karena indra penglihat (cakkhu)’. Demikian pula dengan ‘kesadaran indra pendengar’, dst.


~Paritta Suci-STI, pp. 168-172~
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #474 on: 15 March 2009, 08:20:27 PM »
Xori.. ada 1 catatan kaki yg ketinggalan..  :)


8. O, para Bhikkhu, setelah mendengarkan sabda ini dan telah memahaminya,
siswa Ariya enggan1 terhadap penglihat,
enggan terhadap bentuk-bentuk,
enggan terhadap kesadaran indra penglihat,
enggan terhadap kontak lewat penglihat,
enggan terhadap perasaan yang muncul karena kontak lewat penglihat—
baik yang menyenangkan, tak menyenangkan, atau bukan tak menyenangkan pun bukan menyenangkan.


Ket.
1.   Istilah 'enggan' ini adalah terjemahan dari kata 'nibbindati/nibbida'. Arti kata 'nibbida' adalah kebosanan atau kejenuhan yang didasari oleh pengetahuan luhur atau kebijaksanaan, bukan berdasar pada perasaan benci.
« Last Edit: 15 March 2009, 08:22:05 PM by Yumi »
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Ovàda Pàtimokkha
« Reply #475 on: 17 March 2009, 10:27:01 AM »
Ketika semua bhikkhu telah berkumpul, Buddha Vipassi kemudian membacakan Ovàda Pàtimokkha sbb:

(1) Khanti paramam tapo titikkhà
Nibbànam paramam vadanti Buddha 
Na hi pabbajito parupaghàti
Na Samano hoti param vihethayanto


Kesabaran (Khanti: Adhivàsana Khanti) adalah latihan moral yang terbaik.
Para Buddha menyatakan “Nibbàna yang bebas dari kemelekatan adalah yang tertinggi.”
Ia yang melukai, membunuh makhluk lain bukanlah seorang petapa.
Seseorang yang membahayakan makhluk lain bukanlah bhikkhu yang mulia yang telah memadamkan semua kotoran.

(2) Sabbapàpassa akaranam
kusalassa upasampadà
sacitta pariyodapanam
etaÿ Buddhàna Sàsanam.


Tidak melakukan kejahatan (menghindari perbuatan jahat),
melakukan kebajikan tanpa cacat yang berhubungan dengan 4 alam,
menyucikan pikiran dengan melenyapkan 5 rintangan yang mengotorinya,
inilah instruksi, nasihat yang diberikan oleh semua Buddha.

(Seseorang harus menjauhkan diri dari perbuatan jahat dengan mematuhi aturan moral;
melakukan perbuatan baik yang berhubungan dengan 4 alam melalui latihan konsentrasi dan meditasi Pandangan Cerah baik di tingkat duniawi maupun non-duniawi melalui pencapaian Arahatta-Phala.
Inilah nasihat, instruksi yang diberikan oleh semua Buddha.)


(3) Anupavàdo anupaghàto
pàtimokkhe ca samvaro
mattannutà ca bhattasmim
pantanca sayanàsanam
adhicitte ca àyogo
etam Buddhàna Sàsanam


Tidak memfitnah orang lain atau menyebabkan orang lain memfitnah (berarti menjauhkan diri dari berbicara salah);
tidak mencelakakan orang lain atau menyebabkan orang lain membunuh atau mencelakakan orang lain (menjauhkan diri dari perbuatan salah),
mematuhi aturan moral penting
dan menjaga agar jauh dari noda
(berarti mematuhi Pàtimokkhasamvara Sila dan Indriyasamvara Sila).
Mengetahui porsi yang tepat dalam hal makanan (sehubungan dengan Ajivapàrisuddhi Sila dan Paccayasannissita Sila),
berdiam di tempat sunyi (sappàya senàsana),
terus-menerus mengembangkan 8 pencapaian (samàpatti) yang merupakan dasar bagi Nàna Pandangan Cerah (Vipassanà Nàna),

rangkaian 6 aturan (Dhamma) ini merupakan peringatan, instruksi, dan nasihat dari semua Buddha.

(Bait ini merupakan ringkasan dari 3 Latihan yaitu, adhi sila, adhi citta, dan adhi pannà).

Dengan cara ini pula Buddha Sikhi dan semua Buddha-Buddha lainnya mengajarkan dan membacakan Ovàda Pàtimokkha; tidak ada perbedaan seperti ajaran khusus atau bait-bait yang Mereka bacakan. Seperti dijelaskan sebelumnya, Komentar Dhammapada menyebutkan perbedaan hanya terdapat pada faktor waktu saja.


~RAPB 1, pp. 854-856~
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Pencapaian YM. Anuruddha
« Reply #476 on: 30 March 2009, 05:50:09 PM »
YM. Anuruddhà mencapai 8 pencapaian lokiya (Jhàna Samàpatti) selama vassa pertama sejak ia ditahbiskan. Dengan dasar pencapaian ini, lebih jauh lagi ia mengembangkan dibbacakkhu Abhinnà, kekuatan gaib yang memungkinkannya untuk melihat ke 1.000 alam semesta.

Suatu hari, ia mendatangi YM. Sàriputta dan memberitahunya ...

(a) Sahabat Sàriputta, dalam Buddha Sàsana ini, aku telah dapat melihat seribu alam semesta dengan dibbacakkhu Abhinnà;
(b) Usahaku giat dan teguh, tidak menurun. Perhatianku jernih dan terpusat, bebas dari kemalasan; tubuhku juga tenang dan terkendali, bebas dari kegelisahan; pikiranku tenang, terpusat pada satu objek.
(c) Di samping semua itu, batinku, melalui tiadanya kemelekatan dan pandangan salah (tanhà dan ditthi) masih belum bebas dari cengkeraman àsava (artinya, ia masih belum mencapai kesucian Arahatta).”


YM. Sàriputta berkata, “Sahabat Anuruddhà,

(1) Ketika engkau dikuasai oleh pikiran seperti yang engkau sebutkan dalam pernyataan pertama, itu adalah kesombongan (màna) yang muncul dalam batinmu.
(2) Sehubungan dengan pernyataan kedua, itu adalah kebingungan (uddhacca) yang muncul dalam batinmu.
(3) Sehubungan dengan pernyataan ketiga, itu artinya engkau diserang oleh kekhawatiran akan perbuatan dan kesalahan masa lampau (kukucca).
Aku harap engkau, sahabat Anuruddhà, untuk melepaskan diri dari 3 kondisi: kesombongan, kebingungan, dan kekhawatiran yang menguasai batinmu hanya dengan memikirkan Nibbàna, Keabadian (Amata dhàtu).”


~RAPB 1, pp. 955-956~
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Prinsip Dasar Dalam Pembacaan Paritta
« Reply #477 on: 15 May 2009, 09:24:53 AM »
Paritta berarti kata-kata Buddha atau dikenal juga dengan sebutan sutta, yang berfungsi sebagai pelindung, menghalau segala marabahaya dari segala penjuru; menenangkan dan mengakhiri segala bahaya dan melenyapkannya; mencegah terjadinya bahaya yang akan muncul.

Mangala Sutta, Ratana Sutta, dll, adalah khotbah yang diajarkan oleh Buddha, dan cukup kuat untuk melindungi si pembaca dan si pendengar dari bahaya yang akan terjadi, juga dapat menolak dan membuyarkan bahaya yang sedang terjadi. Sutta-sutta ini memiliki sifat membawa kesejahteraan dan kemakmuran; oleh karena itu suta-sutta ini diberi nama khusus, yaitu Paritta.

Untuk dapat memberikan manfaat, si pembaca harus memiliki 4 kecakapan dan si pendengar juga harus memiliki 4 kecakapan sbb:

(a) Empat kecakapan si pembaca

1. Si pembaca harus memiliki kemampuan membaca kalimat-kalimat dan kata-kata dalam bahasa Pàli dengan ucapan, artikulasi, dan aksen yang tepat.
2. Ia harus memahami benar kalimat-kalimat Pàli yang ia bacakan.
3. Si pembaca harus membacakan Paritta tanpa mengharapkan imbalan atau hadiah.
4. Paritta harus dibacakan dengan hati yang penuh cinta kasih dan welas asih.

Paritta hendaknya dibacakan hanya dalam kondisi ini agar efektif dalam menghindari dan menghalau bahaya yang akan terjadi bagi si pendengar. Jika kondisi ini tidak terpenuhi oleh si pembaca, tidak ada manfaat yang akan diperoleh dari pembacaan Paritta.

Kondisi dalam membacakan dan mendengarkan Paritta dijelaskan dalam Komentar Digha Nikàya. Si pembaca harus memelajari dan meneliti kata-kata dan kalimat-kalimat secara sistematis, serta harus memerhatikan dan memahami istilah-istilah Pàli. Jika tidak benar-benar memelajari ucapan dan makna dari kata-kata Pàli, kecil kemungkinan untuk memperoleh manfaat yang diinginkan. Hanya pembacaan oleh mereka yang telah memelajari dengan sungguh-sungguh cara membaca Paritta ini yang akan menghasilkan manfaat yang besar. Pembacaan Paritta oleh mereka yang mengharapkan imbalan atau hadiah tidak akan menghasilkan manfaat apa pun. Pembacaan Paritta oleh mereka yang memiliki hati yang penuh cinta kasih dan welas asih dan dengan kecenderungan yang mengarah kepada Pembebasan dari lingkaran penderitaan akan sangat bermanfaat.

(Catatan: Oleh karena itu, siapa pun yang membacakan Paritta, terlebih dahulu harus memelajari bahasa Pàli beserta komentar-komentarnya di bawah bimbingan seorang guru yang baik, juga diharapkan lebih memerhatikan cara pengucapan, aksen, dan penggalan. Setiap penghilangan kata, atau kalimat dari kitab Pàli akan menyebabkan pembacaan itu menjadi tidak berguna. Pembacaan yang benar dengan pemahaman penuh atas maknanya merupakan kekuatan dari Paritta yang akan membawa manfaat yang diharapkan).

Kesalahan dalam cara membacakan, kesalahan dalam pengucapan, dan kesalahan memahami makna sebenarnya, apalagi ditambah dengan keinginan untuk memperoleh imbalan, akan mengurangi kekuatan Paritta dan tidak akan memperoleh manfaat yang diinginkan.
Oleh karena itu, harus ditekankan, mengenai pentingnya membaca Paritta sesuai kondisi yang telah digariskan, dengan hati penuh cinta kasih dan welas asih serta bertekad untuk terbebas dari samsara dan tidak mengharapkan imbalan).


Kegagalan dan Keberhasilan Seseorang yang Membacakan Paritta
Kegagalan seseorang dalam membacakan Paritta muncul karena 2 penyebab, yaitu, payoga vippatti dan ajjhàsaya vippatti.

(1) Payoga vippatti artinya ketidakmampuan dalam mengucapkan 
kata-kata dan kalimat secara tepat dan ketidakmampuan dalam memahami maknanya, karena kurangnya usaha dalam belajar.
(2) Ajjhàsaya vippatti artinya pembacaan Paritta dengan keinginan untuk mendapat imbalan berupa benda atau kemasyhuran.

Keberhasilan seseorang dalam membacakan Paritta muncul karena 2 penyebab, yaitu, payoga sampatti dan ajjhàsaya sampatti.

(1) Payoga sampatti artinya kemampuan dalam membacakan Paritta karena usaha yang rajin dalam memelajari cara yang benar dalam mengucapkan, dengan pemahaman penuh atas maknanya.
(2) Ajjhàsaya sampatti artinya kecakapan dalam membaca Paritta melalui cinta kasih dan welas asih dengan tekad agar mencapai kebebasan dan tanpa mengharapkan imbalan.
(Bagian vipatti dan sampatti ini dikutip dari Subkomentar âtanàtiya Sutta).


(b) Empat kecakapan si pendengar

1. Si pendengar harus terbebas dari kesalahan atas lima pelanggaran besar yang akibatnya akan segera berbuah (pancànantariya kamma) yaitu, (a) membunuh ayah, (b) membunuh ibu, (c) membunuh seorang Arahanta, (d) melukai seorang Buddha, dan (e) memecah-belah kesatuan para siswa Buddha.
2. Si pendengar harus bebas dari pandangan salah (niyata-micchàditthi).
3. Si pendengar harus memiliki keyakinan yang tidak tergoyahkan mengenai kemanjuran dan manfaat dari Paritta.
4. Si pendengar harus mendengarkan pembacaan Paritta dengan tekun, penuh perhatian, dan penuh hormat.

Ini adalah persyaratan yang harus dimiliki oleh si pendengar Paritta; dalam kitab Pàli Milinda Panha (bab Mendaka Panha. Pasamutti Panha) disebutkan, 3 kecapakapan pertama adalah sbb,
“Yang Mulia, rintangan seperti (a) lima pelanggaran besar, (b) pandangan salah, dan (c)
ketidakyakinan terhadap Paritta tidak akan menghasilkan perlindungan terhadap marabahaya.”
Ini adalah kata-kata yang diucapkan oleh Yang Mulia Nàgasena kepada Raja Milinda. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa mereka yang bebas dari tiga rintangan ini dapat menikmati manfaat dari Paritta.


Kegagalan dan Keberhasilan Dalam Mendengarkan Pembacaan Paritta
Kegagalan seseorang dalam mendengarkan pembacaan Paritta muncul karena 2 penyebab, yaitu, Payoga vippatti dan Ajjhàsaya vippatti.

(1) Payoga vippatti artinya ketidakmampuan dalam mendengarkan pembacaan Paritta dengan penuh hormat, merangkapkan kedua tangan; dengan perhatian terpusat pada Paritta tanpa terganggu, yang disebabkan oleh kurangnya usaha.
(2) Ajjhàsaya vippatti artinya mendengarkan pembacaan Paritta dengan setengah hati, tanpa keyakinan akan kemanjuran dan manfaat dari Paritta; mendengarkan Paritta hanya untuk menyenangkan orang yang mengundang pada suatu upacara pembacaan Paritta.

Keberhasilan seseorang dalam mendengarkan pembacaan Paritta muncul karena 2 penyebab, yaitu, payoga sampatti dan ajjhàsaya sampatti.

(3) Payoga sampatti artinya berusaha mendengarkan pembacaan Paritta dengan merangkapkan kedua tangan dan dengan penuh hormat dengan perhatian terpusat pada Paritta tanpa terganggu.
(4) Ajjhàsaya sampatti artinya mendengarkan pembacaan Paritta dengan sepenuh hati, dengan keyakinan penuh akan kemanjuran dan manfaat dari Paritta; mendengarkan Paritta tidak sekadar menyenangkan orang lain namun dengan sepenuh hati berkeinginan melakukan kebajikan.


~RAPB 1, pp. 1055-1058~
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Dhamma Sukkha

  • Sebelumnya: Citta Devi
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.607
  • Reputasi: 115
  • kilesaa... .... T__T""" :) _/\_
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #478 on: 15 May 2009, 03:40:27 PM »
Kegagalan dan Keberhasilan Dalam Mendengarkan Pembacaan Paritta
Kegagalan seseorang dalam mendengarkan pembacaan Paritta muncul karena 2 penyebab, yaitu, Payoga vippatti dan Ajjhàsaya vippatti.

(1) Payoga vippatti artinya ketidakmampuan dalam mendengarkan pembacaan Paritta dengan penuh hormat, merangkapkan kedua tangan; dengan perhatian terpusat pada Paritta tanpa terganggu, yang disebabkan oleh kurangnya usaha.
(2) Ajjhàsaya vippatti artinya mendengarkan pembacaan Paritta dengan setengah hati, tanpa keyakinan akan kemanjuran dan manfaat dari Paritta; mendengarkan Paritta hanya untuk menyenangkan orang yang mengundang pada suatu upacara pembacaan Paritta.

Keberhasilan seseorang dalam mendengarkan pembacaan Paritta muncul karena 2 penyebab, yaitu, payoga sampatti dan ajjhàsaya sampatti.

(3) Payoga sampatti artinya berusaha mendengarkan pembacaan Paritta dengan merangkapkan kedua tangan dan dengan penuh hormat dengan perhatian terpusat pada Paritta tanpa terganggu.
(4) Ajjhàsaya sampatti artinya mendengarkan pembacaan Paritta dengan sepenuh hati, dengan keyakinan penuh akan kemanjuran dan manfaat dari Paritta; mendengarkan Paritta tidak sekadar menyenangkan orang lain namun dengan sepenuh hati berkeinginan melakukan kebajikan.[/color]

~RAPB 1, pp. 1055-1058~
mo nanya.... ;D ;D ;D
jadi berarti baca paritta itu harus merangkapkan kedua tangan yo c yum? gak boleh gak merangkapkan kedua tangan... ;D ;D ;D ;D ;D

thanks yoo cyummm \;D/\;D/\;D/ , anumodana _/\_ _/\_ _/\_ ;D ;D ;D
skrg wnya jadi dah tau... berarti musti rangkapkan kedua tangan kita klo mo baca paritta\;D/\;D/\;D/
May All being Happy in the Dhamma ^^ _/\_

Karena Metta merupakan kebahagiaan akan org lain yg tulus \;D/

"Vinayo ayusasanam"
sasana/ajaran Buddha akan bertahan lama karena vinaya yg terjaga... _/\_ \;D/

Offline gr-ace

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 1
  • Reputasi: 0
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #479 on: 19 May 2009, 04:24:40 PM »
Yth Para Pengurus DhammaCitta;
Suatu kebetulan yang sangat tidak saya sangka, saya menemukan komunitas Buddhis secara online.
Saya adalah ibu rumah tangga dan memiliki 2 orang putri yang telah duduk di bangku SD. Saya termasuk awam dan minim pengetahuan tentang Dhamma.
Saya bermaksud untuk menambah pengetahuan saya melalui buku-buku, terutama dalam hal ini Riwayat Agung Para Buddha I, II & III. Bagaimana caranya saya memesan buku tersebut? Lalu anak saya juga ingin memesan buku komik Boddhi I dan II serta ingin berlangganan majalah Mamit. Bagaimana caranya agar kami dapat membeli buku-buku tersebut?
Demikian dan terimakasih atas perhatiannya.
Semoga para pengurus DhammaCitta selalu tetap bersemangat dalam perjuangannya di dunia maya ini!!
Sadhu    _/\_
Grace-Kutisari Selatan II 62H Ruko Royal Park II Surabaya-8430056

 

anything