Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Buddhisme dan Kehidupan => Ulasan Buku, Majalah, Musik atau Film => Topic started by: Sumedho on 26 May 2008, 10:47:21 AM

Title: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Sumedho on 26 May 2008, 10:47:21 AM
Riwayat Agung Para Buddha
(The Great Chronicle of Buddhas)

Tipitakadhara Mingun Sayadaw

(http://dhammacitta.org/pustaka/ebook/umum/Riwayat%20Agung%20Para%20Buddha.jpg)
Orang yang menyusun Maha Buddhavamsa (Riwayat Agung Para Buddha) bukanlah manusia biasa. Beliau adalah Sayadawgyi Ashin Vicittasarabivamsa, pemegang gelar Tipitakadhara Dhamma Bhandhagarika yang bukan hanya mampu menghafal Kitab Tipitaka yang dibabarkan oleh Buddha, berikut Kitab Komentar dan Kitab Subkomentar, namun juga piawai memahami makna-maknanya secara mendalam. Sungguh seorang bhikkhu terhormat yang luar biasa.

Riwayat Agung Para Buddha adalah mahakarya klasik yang menyeluruh dan akurat, yang mana tidak ada penambahan atau pengurangan yang tak perlu dari Tipitaka. Siapa saja akan dapat memahami riwayat Buddha, Dhamma, serta para siswa-siswi Buddha dengan membaca buku ini. Para bhikkhu dan orang Myanmar membaca, menyukai, dan menghargai Riwayat Agung Para Buddha. Mereka tidak hanya meminjam buku ini, namun membeli untuk koleksi pribadi dan membacanya berulang kali. Naskah buku ini bahkan ditatah di atas batu sebagai upaya pelestarian jangka panjang!

Catatan: Untuk keseluruhan jumlah halamannya 3843 halaman. Dibagi menjadi 3 buah buku.

Silahkan ke sini untuk membaca dan mendapatkannya http://dhammacitta.org/perpustakaan/ebook/umum/riwayat-agung-para-buddha
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: nyanadhana on 26 May 2008, 10:56:24 AM
mantep....mantep....manteppp
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: F.T on 26 May 2008, 11:03:34 AM
Ayoo ... DhammaCitta Press, Berminat untuk mencetak Buku Riwayat Agung para Buddha ?? - :D
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Sumedho on 26 May 2008, 11:20:45 AM
fyi, utk 2000 copy, biayanya 300 jt rupiah :))
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: nyanadhana on 26 May 2008, 11:33:23 AM
woooo.........well kita baca pdf aja, dengan begitu kita ikutan mengurangi penggundul*n h*tan dan duit yang begitu guede. hehehehehehe. Save our forest dengan reduce pake kertas.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: F.T on 26 May 2008, 11:40:47 AM
:))

Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Fudotakika on 26 May 2008, 11:49:03 AM
Thanks Medhok...udah tak donlod, dan mo di print baca pun ternyata ketebelan, mesti pindahin ke hp buat dibaca dah.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Sumedho on 26 May 2008, 12:00:29 PM
dah di print ? yg wa liat itu satu bukunya itu ada kali 10cm. kalo 1000an halaman yah 500 lembar, yah setebal 1 rim kertas lah. Kalau nga tahu 1 rim kertas, kalo kita beli kertas ditoko buku 1 bundle itu 500 lembar. yg asli hardcover pulak, makin tebel lagi.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Fudotakika on 26 May 2008, 12:10:05 PM
dah di print ? yg wa liat itu satu bukunya itu ada kali 10cm. kalo 1000an halaman yah 500 lembar, yah setebal 1 rim kertas lah. Kalau nga tahu 1 rim kertas, kalo kita beli kertas ditoko buku 1 bundle itu 500 lembar. yg asli hardcover pulak, makin tebel lagi.

No no..di print pun ketebelan, mendingan taro di iphone buat baca baca jelang bobo, heheheh... :P
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Sukma Kemenyan on 26 May 2008, 01:49:41 PM
Mirror to Kaskus Spiritual
http:///showthread.php?t=878014

Mohon bantuannya untuk menghidupkan kembali ABBM
 _/\_
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: nyanadhana on 26 May 2008, 01:56:00 PM
ABBM itu apa?
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Hendra Susanto on 26 May 2008, 02:01:20 PM
ada isbn bos  :'(

copyrighted
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Sumedho on 26 May 2008, 02:02:41 PM
Anda Bertanya Buddhis Menjawab

 [at] hendra: isbn kan cuma kode buku oom, utk hak cipta laen lagi. CMIIW
utk softcopy dari penerjemah dan penerbit mereka no problemo. Kalo mo kita yg cetak, mending jangan. mahal bener.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Hendra Susanto on 26 May 2008, 02:05:55 PM
Anda Bertanya Buddhis Menjawab

 [at] hendra: isbn kan cuma kode buku oom, utk hak cipta laen lagi. CMIIW
utk softcopy dari penerjemah dan penerbit mereka no problemo. Kalo mo kita yg cetak, mending jangan. mahal bener.
yg bener bos??? emang boleh diterbitkan kembali?? gw yakin bgt klo kt keluar versi dc soft cover gak sampe ratusan juta, kita keluarkan per seri gt kyk kung fu boy :D
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: nyanadhana on 26 May 2008, 02:11:54 PM
bukannya sudah dibikin ama Ehipassiko,trus napaen lagi?
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Sumedho on 26 May 2008, 02:16:59 PM
ada plus minus dengan packaging tebal dan besar itu. demikian pula utk yg versi kecil2x.

Kalau memang mau, bisa dibicaraken sama penerbit/penerjemahnya jg.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Hendra Susanto on 26 May 2008, 02:17:32 PM
bukannya sudah dibikin ama Ehipassiko,trus napaen lagi?

mangkanya... klo kt keluar mubajir em :D
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: F.T on 26 May 2008, 02:47:52 PM
Ehipassiko mencetak 2000 Buku, Wah.. Umat Buddha ada berapa banyak di Indonesia ?? :hammer:

Kalau ada yang berminat untuk mendapatkan Buku RAPB, secepatnya menghubungi no telp yang tertera di ebook. Karena stock terbatas ...

Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Sumedho on 26 May 2008, 04:56:28 PM
kalo aye sih kgk pesen. ebook sudah cukup. Masih banyak yg lebih membutuhkan ;D
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: F.T on 26 May 2008, 05:05:38 PM
:jempol:

Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Kelana on 26 May 2008, 10:36:08 PM
Ijin download suhu Medho, unk di web
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Sumedho on 26 May 2008, 10:51:18 PM
silahken, nga perlu ijin2x lagi :)
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Sumedho on 27 May 2008, 10:52:32 PM
kalau ada yg udah baca *walau belum selesai*, kalau mau dibahas disini, silahken
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Johsun on 28 May 2008, 08:25:13 PM
kalau dibandingkan dengan kitab injil mana lebih tebal??
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Hendra Susanto on 28 May 2008, 08:30:00 PM
tebelan al quran :hammer: sorry ot.. ot..
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Johsun on 28 May 2008, 08:49:29 PM
ah msk tebelan alquran, sya download quran berikut riwayat turun ayatnya aja cuma 1,5 MB, kalau alkitab, 6 MB (gak bisa dibaca, why), sedangkan sekarang mau download riwayat hidup para buddha, isinya hampir 12 MB, berarti mau sepuluh kali quran donk??
cuma pdf atau zip ya??
antara dua itu mau pilih mana ya?

saya download buku membebaskan diri dari derita , atau menyembuhkan diri, dari dhammacitta ttpi gak bisa baca, sama seperti alkitab, juga begitu.
kalau tntang Avalokitesvara(dri dhmmacitta) bisa terbaca.
kira2 download riwayat para buddha hrus pake zip atau pdf?
kalau avalokitesvara itu dari Zip berarti harus download pake zip donk?
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Sumedho on 28 May 2008, 10:59:18 PM
pdf -> bisa langsung pakai
zip -> lebih kecil tapi harus di unzip dahulu baru bisa dibaca

utk pdf nga bisa dibaca, itu terputus donlodnya atau pakai pdf reader versi lama (versi 5 misalnya) ?
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 29 May 2008, 09:51:13 AM
http://www.softpedia.com/get/Office-tools/PDF/Free-PDF-Compressor.shtml (http://www.softpedia.com/get/Office-tools/PDF/Free-PDF-Compressor.shtml)
Di rumah aye pake ini buat compress pdf, buat menghemat tempat.
Kalau udah di-compress, terus di-zip, bahkan lebih kecil lage.

Tapi ada bug, misalken pdf 1 di-compress, terus langsung meng-compress pdf 2 tanpa exit dulu, jadinya buku 2 sangat besar.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Sumedho on 29 May 2008, 09:53:52 AM
PDF nya udah di optimize pake acrobat 8 nih om karuna. Dibuat compatible sama reader 5. Bisa dibuat lebih kecil lagi tapi compat nya sama 7 atau 8 saja.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 29 May 2008, 09:57:20 AM
Masak sih? aye gak pake adobe soalnya, cuma pake foxit.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Sumedho on 29 May 2008, 10:20:06 AM
kalo foxit itu dah canggih, bisa buka yg baru2x. Susahnya banyak pemirsa DC itu masih pake yang adobe 5. Pada sering komplen kgk bisa buka PDF nya. Utk beberapa PDF di DC itu pake function security yg ada di versi 6 aja. Jadinya bo huat deh utk yg memang dapetnya udah versi 6 keatas.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Mr. Wei on 30 May 2008, 12:17:56 PM
Bo huat bo huat deh ;D
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: noyz on 03 June 2008, 11:46:40 AM
hohoho... ada e-booknya toh...
kirain cuman di garasinya pak handaka aja :P
hehehehe...
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Hendra Susanto on 03 June 2008, 03:21:50 PM
langsung donlot aja pake adobe 8 lancar2 aja...
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Mr. Wei on 12 June 2008, 01:17:25 PM
Lancar koq downloadnya
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Riky_dave on 12 June 2008, 01:34:35 PM
_/\_
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Yumi on 14 June 2008, 02:33:52 PM
RAPB 1; p. 75, Pembahasan urutan 10 Parami. (No. 9 = Metta; No. 10 = Upekkha.)

Ketenangseimbangan diajarkan setelah Cinta Kasih. …………………………………...
Beberapa guru lain mengatakan, “Mereka tidak menunjukkan ketidak-berbedaan terhadap semua makhluk, tetapi terhadap tindakan agresif yang mereka lakukan. Dengan demikian welas asih yang besar dan Kesempurnaan Keseimbangan tidak berlawanan.”


Q1: Ada yang bisa bantu memperjelas gak ya gimana maksud dari kalimat yang ku underline itu? ???
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Yumi on 14 June 2008, 02:43:03 PM
RAPB 1; p. 77, Cara lain menjelaskan urutan kesempurnaan. (No. 5 = Virya; No. 6 = Khanti.)

6.    Kesabaran disebutkan setelah Usaha (a) karena Kesabaran …………………….......

   (c) karena Buddha ingin mengajarkan penyebab dari Konsentrasi segera setelah ia mengajarkan penyebab dari Usaha (sebagai kegelisahan, uddhacca, karena Usaha yang berlebihan dapat ditinggalkan hanya dengan pemahaman akan Dhamma dengan cara merenungkannya, dhammanijjhànakkhanti); (d) karena …………………………


Q2: Mohon bantu jelesain dunk...... “point c” di atas maksudnya gimana? Yum udah coba baca ulang2 kalimat tersebut sambil hayati, tapi belum bisa paham juga.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Yumi on 14 June 2008, 02:56:47 PM
RAPB 1, p. 82-83, Karakteristik, Fungsi, Manifestasi dan Penyebab langsung

(1)  ……(a)………(b)………(c)………(d)………………………………………………
Kesempurnaan Kedermawanan dapat dipahami dengan jelas hanya jika dipelajari dengan saksama dalam delapan dari empat aspek ini; ………..(hal. 82)

(3)  ………………………………………………………………………………………
mencapai Pembebasan dari: kelahiran di alam indria setelah memerhatikan cacat dari objek-objek nafsu indria (vatthu kàma), ………..(hal. 83)


Q3: Empat aspek itu = Karakteristik, Fungsi, Manifestasi dan Penyebab langsung. Delapan nya itu apa yah?

Q4: Tolong jelasin jg dunk mengenai cacat dari objek-objek nafsu indria (vatthu kama).. Tq.. _/\_
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 16 June 2008, 09:54:06 PM
RAPB 1, p. 82-83, Karakteristik, Fungsi, Manifestasi dan Penyebab langsung

(1)  ……(a)………(b)………(c)………(d)………………………………………………
Kesempurnaan Kedermawanan dapat dipahami dengan jelas hanya jika dipelajari dengan saksama dalam delapan dari empat aspek ini; ………..(hal. 82)



Q3: Empat aspek itu = Karakteristik, Fungsi, Manifestasi dan Penyebab langsung. Delapan nya itu apa yah?

Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 16 June 2008, 09:55:38 PM
RAPB 1, p. 82-83, Karakteristik, Fungsi, Manifestasi dan Penyebab langsung

(1)  ……(a)………(b)………(c)………(d)………………………………………………
Kesempurnaan Kedermawanan dapat dipahami dengan jelas hanya jika dipelajari dengan saksama dalam delapan dari empat aspek ini; ………..(hal. 82)



Q3: Empat aspek itu = Karakteristik, Fungsi, Manifestasi dan Penyebab langsung. Delapan nya itu apa yah?



Delapan adalah empat ciri tersebut (karakteristik, dst) untuk kesepuluh parami secara keseluruhan, plus empat ciri untuk masing-masing parami individually.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 16 June 2008, 10:00:46 PM
RAPB 1; p. 75, Pembahasan urutan 10 Parami. (No. 9 = Metta; No. 10 = Upekkha.)

Ketenangseimbangan diajarkan setelah Cinta Kasih. …………………………………...
Beberapa guru lain mengatakan, “Mereka tidak menunjukkan ketidak-berbedaan terhadap semua makhluk, tetapi terhadap tindakan agresif yang mereka lakukan. Dengan demikian welas asih yang besar dan Kesempurnaan Keseimbangan tidak berlawanan.”


Q1: Ada yang bisa bantu memperjelas gak ya gimana maksud dari kalimat yang ku underline itu? ???
bahwa bukan sikap tidak-memebdakan itu bukan ditujukan kepada individunya melainkan terhadap perbuatannya
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 16 June 2008, 10:07:26 PM
RAPB 1; p. 77, Cara lain menjelaskan urutan kesempurnaan. (No. 5 = Virya; No. 6 = Khanti.)

6.    Kesabaran disebutkan setelah Usaha (a) karena Kesabaran …………………….......

   (c) karena Buddha ingin mengajarkan penyebab dari Konsentrasi segera setelah ia mengajarkan penyebab dari Usaha (sebagai kegelisahan, uddhacca, karena Usaha yang berlebihan dapat ditinggalkan hanya dengan pemahaman akan Dhamma dengan cara merenungkannya, dhammanijjhànakkhanti); (d) karena …………………………


Q2: Mohon bantu jelesain dunk...... “point c” di atas maksudnya gimana? Yum udah coba baca ulang2 kalimat tersebut sambil hayati, tapi belum bisa paham juga.

Kegelisahan yang diakibatkan karena suaha yang berlebihan dapat ditinggalkan dengan perenungan Dhamma yang adalah penyebab bagi konsentrasi. ini adalah apa yang saya pahami dari kalimat tsb.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Wen Wen on 18 June 2008, 11:47:55 AM
i tak ngerti,
yang i ngerti i diajak oleh orang untuk masuk ke forum ini, ternyata kacau juga.

Peace man peace
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: El Sol on 18 June 2008, 11:50:12 AM
i tak ngerti,
yang i ngerti i diajak oleh orang untuk masuk ke forum ini, ternyata kacau juga.

Peace man peace
diajak sapa?

Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Yumi on 18 June 2008, 12:38:13 PM
 _/\_ Q4 belum dijelasin.. yg vatthu kamma?
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 18 June 2008, 12:42:11 PM
mungkin para pakar abhidhamma bisa membantu menjelaskan vatthu kamma
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Yumi on 19 June 2008, 12:40:38 PM
Empat ciri utk masing2 parami individually mksdnya?
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Yumi on 19 June 2008, 12:54:43 PM
RAPB 1, p. 87, Karakteristik, Fungsi, Manifestasi dan Penyebab langsung

(7) Berdasarkan Mahàkarunà dan Upàya-kosalla Nana, berbicara benar dan menepati kata-kata adalah Kesempurnaan Kejujuran. (Dalam istilah Abhidhammà, faktor-faktor batin yang menghindari (Virati cetasika) kehendak (Cetanà cetasika) atau kebijaksanaan (Pannà cetasika) tergantung situasinya.


Q5: Ada yg bisa bantu jelasin faktor-faktor batin yang menghindari kehendak atau kebijaksanaan tergantung situasinya ? Thx..


RAPB 1, p. 88, Karakteristik, Fungsi, Manifestasi dan Penyebab langsung


(9) Berdasarkan Mahàkarunà dan Upàya-kosalla Nana, melayani kesejahteraan dan kebahagiaan dunia adalah Kesempurnaan Cinta kasih…………………………………………… (a)…..(b)… (atau) fungsinya adalah melenyapkan sembilan penyebab kemarahan;

 
Q6: Sembilan penyebab kemarahan itu apa sich? Thx..

Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: markosprawira on 19 June 2008, 01:37:46 PM
RAPB 1, p. 82-83, Karakteristik, Fungsi, Manifestasi dan Penyebab langsung

(3)  ………………………………………………………………………………………
mencapai Pembebasan dari: kelahiran di alam indria setelah memerhatikan cacat dari objek-objek nafsu indria (vatthu kàma), ………..(hal. 83)


Q4: Tolong jelasin jg dunk mengenai cacat dari objek-objek nafsu indria (vatthu kama).. Tq.. _/\_[/color]

walah sis snailLcy kritis banget.......

Secara fisik, untuk kesadaran/citta yang timbul melalui panca indera kita akan melibatkan 3 unsur yaitu rupa, dvara dan vatthu.

Misalnya untuk kesadaran melihat, maka cakkhupassada rupa adalah organnya secara fisik, yang kemudian kesadaran diproses pada cakkhu dvara.

Sedangkan vatthu adalah tempat munculnya kesadaran, misal untuk kesadaran melihat, maka munculnya kesadaran melihat adalah di cakkhu vatthu.

Singkatnya inti dari vatthu kama adalah kenikmatan akan objek2 yang ditangkap via panca indera.

Karena kenikmatan yang kemudian dilekati (lobha), memunculkan tanha, yang kemudian menimbulkan kemelekatan. (bisa dibaca di proses Paticca Samuppada)

Tentunya seperti yang kita tahu semua, bahwa sesuai hukum anicca, objek2 itu pun tidak lah kekal...... muncul, berlangsung, tenggelam dan padam.

Namun jika dilekati, akan memunculkan dukkha.........

demikianlah kira-kira cacat dari vatthu kama

semoga bisa dimengerti yah, mengingat untuk dapat mengerti proses ini, seyogyanya dimulai dari mempelajari abhidhamma karena sudah komprehensif, meliputi "proses citta", "cetasika" dan juga melibatkan "rupa samutthana"

maaf jika penjelasannya dirasa njlimet........
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: markosprawira on 19 June 2008, 02:05:46 PM
RAPB 1, p. 87, Karakteristik, Fungsi, Manifestasi dan Penyebab langsung

(7) Berdasarkan Mahàkarunà dan Upàya-kosalla Nana, berbicara benar dan menepati kata-kata adalah Kesempurnaan Kejujuran. (Dalam istilah Abhidhammà, faktor-faktor batin yang menghindari (Virati cetasika), kehendak (Cetanà cetasika) atau kebijaksanaan (Pannà cetasika) tergantung situasinya.


Q5: Ada yg bisa bantu jelasin faktor-faktor batin yang menghindari, kehendak atau kebijaksanaan tergantung situasinya ? Thx..

dear snailLcy

diatas saya tambahkan tanda koma (,), jadi seharusnya faktor-faktor batin yang menghindari, kehendak atau kebijaksanaan tergantung situasinya

Virati cetasika adalah faktor batin yang berfungsi untuk mengendalikan diri, terdiri dari :
1. Samma vaca : perkataan benar
2. Samma kammanta : daya upaya benar
3. Samma ajiva : penghidupan yang benar

cetana cetasika = kehendak, merupakan faktor batin yang berfungsi di dalam koordinasi dan akumulasi.
Cetana mengkoordinasikan faktor-faktor batin yang berhubungan dengannya dalam berespons terhadap objek.
Seperti seorang ahli tukang kayu yang memenuhi tugasnya dan mengatur pekerjaan orang lainnya, demikian pula, cetana memenuhi fungsinya dan mengatur fungsi faktor batin lain yang berhubungan dengannya.
Cetana memegang peranan penting di dalam semua jenis aksi, baik moral maupun immoral.

Di dalam kondisi lokiya (orang awam), cetana merupakan faktor batin yang signifikan sedangkan di lokuttara (orang suci), panna yang signifikan.

Jadi disini kita bisa melihat bahwa selama kita masih orang awam, Cetana cetasika selalu muncul dalam setiap setiap citta kita.

Dalam hal Kejujuran, pertama kali harus didahului oleh cetana untuk jujur dulu. Jadi disini, cetana cetasika akan bergabung dengan virati cetasika, untuk menyempurnakan Kejujuran.

Dan seperti pada disebutkan diatas, bahwa jika sudah menjadi lokuttara, maka dominasi cetana sudah digantikan oleh Panna.

semoga bisa dimengerti yah.......


NB : untuk lebih jelasnya, anda bisa baca2 bahasan CETASIKA.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 19 June 2008, 08:29:14 PM
Empat ciri utk masing2 parami individually mksdnya?

Kesepuluh parami secara keseluruhan memiliki empat ciri (empat ciri ini di share oleh sepuluh parami), selain itu masing-masing parami juga memiliki empat ciri sendiri-sendiri. semoga jelas.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: aGus on 21 June 2008, 12:10:01 AM
ada isbn bos  :'(

copyrighted

Anda Bertanya Buddhis Menjawab

 [at] hendra: isbn kan cuma kode buku oom, utk hak cipta laen lagi. CMIIW
utk softcopy dari penerjemah dan penerbit mereka no problemo. Kalo mo kita yg cetak, mending jangan. mahal bener.

numpang cuap2.. dari pengetahuan saya, baik didaftarkan ataupun tidak, sebuah karya otomatis menjadi Hak Kekayaan Intelektual penciptanya.

trus tanda copyright siapa juga ada di dalem bukunya, n kyknya isbn mmg ga nomerin hak cipta sih..

anyway, ini kan mmg free download, trus emg knp ko Hendra  :'( copyrighted? ^^
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Yumi on 21 June 2008, 10:22:38 PM
RAPB 1, p. 82-83, Karakteristik, Fungsi, Manifestasi dan Penyebab langsung

(3)  ………………………………………………………………………………………
mencapai Pembebasan dari: kelahiran di alam indria setelah memerhatikan cacat dari objek-objek nafsu indria (vatthu kàma), ………..(hal. 83)


Q4: Tolong jelasin jg dunk mengenai cacat dari objek-objek nafsu indria (vatthu kama).. Tq.. _/\_[/color]

walah sis snailLcy kritis banget.......

Secara fisik, untuk kesadaran/citta yang timbul melalui panca indera kita akan melibatkan 3 unsur yaitu rupa, dvara dan vatthu.

Misalnya untuk kesadaran melihat, maka cakkhupassada rupa adalah organnya secara fisik, yang kemudian kesadaran diproses pada cakkhu dvara.

Sedangkan vatthu adalah tempat munculnya kesadaran, misal untuk kesadaran melihat, maka munculnya kesadaran melihat adalah di cakkhu vatthu.

Singkatnya inti dari vatthu kama adalah kenikmatan akan objek2 yang ditangkap via panca indera.

Karena kenikmatan yang kemudian dilekati (lobha), memunculkan tanha, yang kemudian menimbulkan kemelekatan. (bisa dibaca di proses Paticca Samuppada)

Tentunya seperti yang kita tahu semua, bahwa sesuai hukum anicca, objek2 itu pun tidak lah kekal...... muncul, berlangsung, tenggelam dan padam.

Namun jika dilekati, akan memunculkan dukkha.........

demikianlah kira-kira cacat dari vatthu kama

semoga bisa dimengerti yah, mengingat untuk dapat mengerti proses ini, seyogyanya dimulai dari mempelajari abhidhamma karena sudah komprehensif, meliputi "proses citta", "cetasika" dan juga melibatkan "rupa samutthana"

maaf jika penjelasannya dirasa njlimet........

Malu bertanya sesat di jalan.  _/\_ Anumodanana atas penjelasan yang telah ko Markos berikan.. Btw njlimet artinya apa yah?
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Yumi on 21 June 2008, 10:30:26 PM
Empat ciri utk masing2 parami individually mksdnya?

Kesepuluh parami secara keseluruhan memiliki empat ciri (empat ciri ini di share oleh sepuluh parami), selain itu masing-masing parami juga memiliki empat ciri sendiri-sendiri. semoga jelas.

Yup, jelas… skrg saya uda ngerti..  _/\_ Thx yaa.. Tadi ku kira maksudnya masing2 “Karakteristik, fungsi, manifestasi dan penyebab langsung” itu ada aspek umum dan aspek khusus, jadi yang umum = 4, yang khusus (individual) = 4, sehingga ada 8 dalam 4 aspek. Padahal yang tertera ada aspek umum dan khusus itu hanya karakteristik dan fungsi.


RAPB 1, p. 80-82, Apakah Karakteristik, Fungsi, Manifestasi dan Penyebab langsung dari Pàrami?

Karakteristik (Lakkhanà): ………. memiliki dua aspek: ....
 
Fungsi (Rasa): ………. juga memiliki dua aspek: .....

Manifestasi (Paccupatthàna): ….. , ketika seseorang merenungkan dalam-dalam mengenai objek-batin, apa yang biasanya muncul dalam batinnya, yang berhubungan dengan objek-batin, juga berhubungan dengan fungsinya, … penyebabnya, … akibatnya. Dengan demikian apa pun yang muncul dalam pikiran yang berhubungan dengan objek-batin yang sedang dipikirkannya disebut manifestasi.

Penyebab langsung (Padatthana): …..,” faktor penunjang langsung dari timbulnya sebuah peristiwa disebut penyebab langsung.

Kemudian, apakah empat ciri-ciri dari Sepuluh Kesempurnaan? Jawabannya adalah: pertama membahas apa-apa yang berlaku secara umum terhadap sepuluh kesempurnaan, (i) memiliki karakteristik melayani kebutuhan makhluk lain; (ii) fungsinya adalah memberikan bantuan kepada makhluk lain (kicca rasa), atau tidak ragu-ragu dalam memenuhi Kesempurnaan (sampatti rasa); (iii) manifestasinya adalah munculnya dalam pikiran yogi pengetahuan mengenai keharusan menyejahterakan makhluk lain atau akibat dari menjadi Buddha; (iv) penyebab langsungnya adalah welas asih luar biasa (Mahàkarunà) dan terampil dalam segala cara 

Empat ciri-ciri yang dimiliki masing-masing Kesempurnaan,
(1) Kehendak yang didasarkan atas Mahàkarunà dan Upàya-kosalla Nàna untuk melepaskan, mendanakan, menyerahkan milik seseorang kepada orang lain, disebut Kesempurnaan dalam memberi (Dàna).
(a) karakteristiknya adalah melepaskan;
(b) fungsinya adalah untuk menghancurkan keserakahan yang menyebabkan kemelekatan atas benda-benda yang diberikan;
(c) manifestasinya adalah ketidakmelekatan yang muncul dalam batin yogi (sehubungan dengan sifatnya) atau memperoleh kekayaan dan kemakmuran dan kehidupan yang berbahagia (sehubungan dengan akibatnya);
(d) penyebab langsungnya adalah objek-objek yang didanakan, karena berdana hanya dapat dilakukan jika objeknya tersedia.

Kesempurnaan Kedermawanan dapat dipahami dengan jelas hanya jika dipelajari dengan saksama dalam delapan dari empat aspek ini; ……….  :)

Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Yumi on 21 June 2008, 10:36:08 PM
RAPB 1, p. 87, Karakteristik, Fungsi, Manifestasi dan Penyebab langsung

(7) Berdasarkan Mahàkarunà dan Upàya-kosalla Nana, berbicara benar dan menepati kata-kata adalah Kesempurnaan Kejujuran. (Dalam istilah Abhidhammà, faktor-faktor batin yang menghindari (Virati cetasika), kehendak (Cetanà cetasika) atau kebijaksanaan (Pannà cetasika) tergantung situasinya.


Q5: Ada yg bisa bantu jelasin faktor-faktor batin yang menghindari, kehendak atau kebijaksanaan tergantung situasinya ? Thx..

dear snailLcy

diatas saya tambahkan tanda koma (,), jadi seharusnya faktor-faktor batin yang menghindari, kehendak atau kebijaksanaan tergantung situasinya

Virati cetasika adalah faktor batin yang berfungsi untuk mengendalikan diri, terdiri dari :
1. Samma vaca : perkataan benar
2. Samma kammanta : daya upaya benar
3. Samma ajiva : penghidupan yang benar

cetana cetasika = kehendak, merupakan faktor batin yang berfungsi di dalam koordinasi dan akumulasi.
Cetana mengkoordinasikan faktor-faktor batin yang berhubungan dengannya dalam berespons terhadap objek.
Seperti seorang ahli tukang kayu yang memenuhi tugasnya dan mengatur pekerjaan orang lainnya, demikian pula, cetana memenuhi fungsinya dan mengatur fungsi faktor batin lain yang berhubungan dengannya.
Cetana memegang peranan penting di dalam semua jenis aksi, baik moral maupun immoral.

Di dalam kondisi lokiya (orang awam), cetana merupakan faktor batin yang signifikan sedangkan di lokuttara (orang suci), panna yang signifikan.

Jadi disini kita bisa melihat bahwa selama kita masih orang awam, Cetana cetasika selalu muncul dalam setiap setiap citta kita.

Dalam hal Kejujuran, pertama kali harus didahului oleh cetana untuk jujur dulu. Jadi disini, cetana cetasika akan bergabung dengan virati cetasika, untuk menyempurnakan Kejujuran.

Dan seperti pada disebutkan diatas, bahwa jika sudah menjadi lokuttara, maka dominasi cetana sudah digantikan oleh Panna.

semoga bisa dimengerti yah.......


NB : untuk lebih jelasnya, anda bisa baca2 bahasan CETASIKA.


 _/\_ Anumodana atas penjelasannya yaah.. Btw 9 penyebab kemarahan ko Markos tahu ga yah apa2 z? :)
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Yumi on 21 June 2008, 10:41:30 PM
RAPB 1, p. 97, (B) Welas asih Agung dan Kepiawaian (Mahàkarunà dan Upàya-kosalla Nàna)

Karena Mahàkarunà dan Upàya-kosalla Nàna ada dalam diri para Bodhisatta, kesejahteraan dan kebahagiaan terkumpul dalam diri mereka yang berkeyakinan kepada para Bodhisatta, yang menghormati para Bodhisatta, yang berkesempatan bertemu dengan Bodhisatta atau merenungkan kebajikan-kebajikan para Bodhisatta.

Hmm… Jadi mengingatkan saya pada Bodhisattva Avalokitesvara dan Bodhisattva Ksitigarbha.. :)
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Yumi on 21 June 2008, 10:45:01 PM
RAPB 1, p. 98, D. Enam Belas Watak Batin (Ajjhàsaya)

Pàrami tidak akan muncul pada mereka yang tidak melihat bahaya dari keserakahan, dan lain-lain, dan kepada mereka yang tidak berkeinginan besar akan ketidakserakahan, dan lain-lain. Dengan demikian enam kecenderungan akan ketidakserakahan, dan lain-lain adalah juga merupakan kondisi dari Pàrami.

Q7: Enam kecenderungan akan ketidakserakahan itu apa2 aja yah?
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Yumi on 21 June 2008, 10:53:46 PM
RAPB 1, p. 99, D. Enam Belas Watak Batin (Ajjhàsaya)

1.   Karena kecenderungan akan ketidakserakahan, para Bodhisatta melihat bahaya dalam kebalikannya, seperti, sifat egois, dan dengan demikian memenuhi Kesempurnaan Kedermawanan;
2.   karena kecenderungan akan Sila, para Bodhisatta melihat bahaya dalam kebiasaan-kebiasaan buruk, dan dengan demikian memenuhi Kesempurnaan Moralitas.
3.   Harus ditekankan bahwa kebalikan dari kecenderungan melepaskan keduniawian adalah kenikmatan indria dan kehidupan berumah tangga;
4.   kebalikan dari kebijaksanaan adalah kebodohan (moha) dan keraguan (vicikicchà);
5.   kebalikan dari usaha adalah kemalasan (kosajja);
6.   kebalikan dari kesabaran adalah perasaan terluka atau tersinggung (akkhanti, dosa);
7.   kebalikan dari kejujuran adalah kebohongan;
8.   kebalikan dari tekad adalah tidak adanya kebulatan tekad (tidak kokoh dalam melakukan kebajikan);
9.   kebalikan dari cinta kasih adalah rasa tidak menyukai;
10.   kebalikan dari keseimbangan adalah (tunduk pada) perubahan-perubahan dunia

 :jempol: :jempol: :jempol: :jempol: :jempol: :jempol: :jempol: :jempol: :jempol: :jempol: :jempol: :jempol: :jempol: :jempol: :jempol: :jempol:
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Yumi on 21 June 2008, 10:57:24 PM
RAPB 1, p. 27-28, Jarangnya Kemunculan Seorang Buddha

Jayalah Buddh’uppàda-navamakkhana

Karena umat Buddha sekarang ini yang terlahir sebagai manusia dengan indra yang baik dan menganut pandangan benar hidup selagi Buddhadhamma masih berkembang, mereka telah bertemu dengan kesempatan yang sangat jarang Buddh’uppàda-navamakkhana.

Terlepas dari kesempatan yang membahagiakan ini, jika mereka mengabaikan kebajikan mempraktikkan sila, samàdhi, dan pannà, mereka akan melewatkan kesempatan emas. Kesempatan untuk terlahir dalam delapan kehidupan yang tidak menguntungkan ini (akkhana) adalah sangat besar, sedangkan kesempatan terlahir pada masa berkembangnya ajaran Buddha adalah sangat kecil. Hanya sekali dalam sejumlah tidak terhitung banyaknya kappa yang sangat lama sekali seorang Buddha muncul dan kesempatan Buddh’uppàda-navamakkhana bagi mereka yang beruntung adalah sangat sulit diperoleh.

Umat Buddha yang baik sekarang ini memiliki dua berkah: pertama adalah berkah karena terlahir pada masa ajaran Buddha sedang berkembang di dunia, yang sangat jarang terjadi, dan berkah lainnya adalah terlahir sebagai manusia yang memiliki pandangan benar. Dalam kesempatan yang sangat menguntungkan Buddh’uppàda-navamakkhana ini, mereka harus merenungkan dengan sunguh-sungguh, “Bagaimanakah kita dapat mengetahui ajaran Buddha? Kita tidak boleh melewatkan kesempatan emas Buddh’uppàda-navamakkhana ini. Jika terlewatkan, kita akan menderita dalam waktu yang lama di empat alam sengsara.”

Dengan memahami hal ini, sebagai makhluk yang beruntung yang telah bertemu dengan Buddh’uppàda-navamakkhana, suatu kesempatan yang sangat jarang terjadi ini, kita harus berusaha mengembangkan tiga kebajikan mulia sila, samàdhi, dan pannà yang diajarkan oleh Buddha sampai tercapainya Kearahattaan.

 :lotus: :lotus: :lotus: :lotus: :lotus: :lotus: :lotus: :lotus: :lotus: :lotus: :lotus: :lotus: :lotus: :lotus: :lotus: :lotus:
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 21 June 2008, 11:59:19 PM
Terima kasih Yumi,
Kutipan di atas, adalah pesan paling penting yang ingin disampaikan melalui buku Riwayat Agung Para Buddha. ^:)^
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: chingik on 22 June 2008, 02:56:55 PM
Mohon jelaskan tentang Upaya kosalla nana dan 8 akkhana,
 --->khususnya istilah "akkhana" secara etimologi artinya apa? kalo disebut "kehidupan yg tidak menguntungkan, kalimat ini mungkin adalah penjelasannya. Saya membutuhkan definisi terminologinya. 
Begitu juga dgn Upaya kosalla nana, ada yg bisa jelaskan secara lebih detail ? Thks




 
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Yumi on 23 June 2008, 04:27:30 PM
Mohon jelaskan tentang Upaya kosalla nana dan 8 akkhana,
 --->khususnya istilah "akkhana" secara etimologi artinya apa? kalo disebut "kehidupan yg tidak menguntungkan, kalimat ini mungkin adalah penjelasannya. Saya membutuhkan definisi terminologinya. 
Begitu juga dgn Upaya kosalla nana, ada yg bisa jelaskan secara lebih detail ? Thks




 


   _/\_ Berikut ini penjelasan ttg akkhana, yg saya kutip dari RAPB1. Semoga bermanfaat..

RAPB 1, p. 25-27, Sulitnya Menjadi Seorang Bakal Buddha
 
Karena Kebuddhaan begitu sulit dicapai, saat-saat di mana seorang Buddha muncul juga sangat jarang terjadi. Sehubungan dengan hal ini, Atthaka Nipàta dari Angutara Nikàya menjelaskan delapan waktu atau kehidupan dalam samsàra yang disebut sebagai ‘waktu’ yang salah (waktu yang tidak menguntungkan)’ atau ‘kehidupan yang tidak beruntung.’ Di pihak lain, saat-saat munculnya Buddha disebut sebagai saat yang menguntungkan dari kehidupan yang beruntung.

Delapan kehidupan yang tidak beruntung adalah:

(1) Kehidupan di alam yang terus-menerus mengalami penderitaan (Niraya); ini tidak menguntungkan karena makhluk-makhluk di alam ini tidak dapat melakukan kebajikan karena mengalami penderitaan dan siksaan terus-menerus.
(2) Kehidupan di alam binatang; ini tidak menguntungkan karena makhluk-makhluk di alam ini selalu ketakutan sehingga tidak dapat melakukan kebajikan dan tidak dalam posisi yang dapat mengenali kebajikan dan kejahatan.
(3) Kehidupan di alam peta; ini tidak menguntungkan karena makhluk-makhluk di alam ini tidak dapat melakukan kebajikan karena selalu merasakan kepanasan dan kekeringan, dan menderita kelaparan dan kehausan terus-menerus.
(4) Kehidupan di alam brahmà yang tidak memiliki kesadaran (asannàsatta-bhumi): ini tidak menguntungkan karena makhluk-makhluk di alam ini tidak dapat mendengarkan Dhamma karena tidak memiliki indra pendengaran.
(5) Kehidupan di wilayah seberang dunia: ini tidak menguntungkan karena makhluk-makhluk di wilayah tersebut tidak dapat dikunjungi oleh para bhikkhu, bhikkhuni, dan siswa-siswa Buddha lainnya; ini adalah tempat bagi mereka yang memiliki tingkat kecerdasan yang rendah; makhluk-makhluk di sana tidak dapat mendengarkan Dhamma meskipun mereka memiliki indra pendengaran
(6) Kehidupan di mana seseorang menganut pandangan salah: ini tidak menguntungkan karena seseorang yang menganut pandangan salah tidak dapat mendengar dan mempraktikkan Dhamma meskipun ia hidup di Wilayah Tengah tempat munculnya Buddha dan gema Dhamma Buddha berkumandang di seluruh negeri tersebut.
(7) Terlahir dengan indra yang cacat: ini tidak menguntungkan karena sebagai akibat perbuatan buruk yang dilakukan di kehidupan lampaunya, kesadaran kelahirannya tidak memiliki tiga akar yang baik, yaitu: ketidakserakahan, ketidakbencian, dan ketidakbodohan (ahetuka-patisandhika); oleh karena itu ia memiliki indra yang cacat seperti penglihatan, pendengaran, dan lain-lain. Dan dengan demikian tidak dapat melihat seorang Buddha dan mendengarkan ajarannya atau mempraktikkan Dhamma yang diajarkan meskipun ia terlahir di Wilayah Tengah dan tidak menganut pendangan salah.
8 Kehidupan di mana tidak ada kemunculan Buddha: ini tidak menguntungkan karena pada saat itu seseorang tidak dapat berusaha mempraktikkan Tiga Latihan moralitas (sila), konsentrasi pikiran (samàdhi), dan kebijaksanaan (pannà) meskipun ia terlahir di Wilayah Tengah, memiliki indra yang baik dan menganut pandangan benar yaitu percaya akan hukum kamma.

Tidak seperti delapan kehidupan yang tidak menguntungkan ini (akkhana), ada kehidupan ke sembilan yang menguntungkan yang disebut Buddh’uppàda-navamakkhana karena dalam kehidupan ini, muncul seorang Buddha. Terlahir dalam waktu demikian dengan indra yang baik dan menganut pandangan benar memungkinkan seseorang untuk berusaha mempraktikkan Dhamma yang diajarkan Buddha. Kehidupan ke sembilan ini, di mana muncul seorang Buddha (Buddh’uppàda-navamakkhana) meliputi seumur hidup Buddha sejak ia mengajarkan Dhamma dan selama ajarannya tumbuh berkembang dengan subur.

Utk lbh detailnya, bisa langsung baca aja pada Bab 1. Jarangnya Kemunculan Seorang Buddha..  :)
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Yumi on 23 June 2008, 04:48:05 PM
[at] Chingik..  _/\_ Berikut kutipan dari RAPB

Upàya-kosalla Nàna: adalah kebijaksanaan yang terampil dalam melakukan jasa seperti dàna, sila, dan lain-lain, sehingga dapat menjadi alat dan mendukung dalam mencapai Kebuddhaan. Seseorang dari keluarga yang baik yang ingin mencapai Kebuddhaan harus melakukan kebajikan-kebajikan seperti dàna, sila, dan lain-lain dengan satu tujuan yaitu mencapai Kebuddhaan. (Ia tidak boleh mengharapkan keuntungan yang dapat mengarah pada penderitaan dalam samsàra). Kebijaksanaan yang memungkinkannya untuk mencapai Kebuddhaan adalah satu-satunya Buah dari kebajikan yang dilakukannya yang disebut Upàya-kosalla Nàna.

Mahàkarunà dan Upàya-kosalla Nàna yang telah dijelaskan di atas adalah dasar untuk mencapai Kebuddhaan dan untuk melatih Kesempurnaan. Seseorang yang ingin mencapai Kebuddhaan pertama-tama harus berusaha untuk memiliki dua dasar ini.

Hanya kebajikan-kebajikan seperti dàna, sila, dan lain-lain yang dikembangkan di atas dasar dua prinsip ini yang dapat menjadi Kesempurnaan sejati.


Utk lebih jelasnya bisa coba baca di RAPB 1, Bab 3 Parami. Di Sutra Upaya Kausalya juga ada penjelasannya.  :)
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 24 June 2008, 03:31:27 AM
kalau etimologi dari kata yg ditanyakan, mungkin akan sangat sulit untuk mengetahuinya, mengingat sulit sekali ditemui seorang ahli bahasa pali, bahkan mereka yang diakui telah menguasai bahasa pali mungkin juga tidak sampai menguasai secara etimologis, namun berikut ini adalah definisi kata tsb yg saya kutip dari

(1) Pali-English Dictionary dari PTS
3. Akkhaṇa : (page 2)

Akkhaka

Akkhaka [akkha1 + ka] the collar-- bone Vin iv.213 (adhak- khakaŋ); y.216.
Akkhaṇa

Akkhaṇa [a + khaṇa, BSk. akṣaṇa AvŚ i.291 = 332] wrong time, bad luck, misadventure, misfortune. There are 9 enumd at D iii.263; the usual set consists of 8; thus D iii.287; VvA 193; Sdhp 4 sq.


(2) dari sumber Concise Pali-English Dictionary (A.P. Buddhadatta Mahathera)

akkhaṇa : [m.] inappropriate time. || akkhaṇā (f.), a lightning.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: chingik on 24 June 2008, 06:21:08 PM
Thanks all  atas penjelasannya
baru ingat ada di RAPB, hehe..baru didownload juga sih..
Btw, ttg  8 Akkhana, dalam term Mahayana diterjemahkan ke mandarin sebagai 8 nan (rintangan). Penjabarannya sama, cuma tidak dinamakan sebagai "waktu yg tidak beruntung" melainkan 'rintangan, atau ada yg mengartikannya kesulitan".

 Kalo Upaya kosallan nana, dlm term sanskrit sama dengan Upaya Kausalya ga ya?
10 parami dlm mahayana menyebutkan Upaya Kausalya adalah salah satu parami juga.
Walau terjadi perbedaan minor, tapi nilai2 yang dikembangkannya ternyata sama . :)
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 25 June 2008, 08:59:52 AM
RAPB ini sama atau tidak dengan Buddhavamsa? Bukannya isinya seharusnya para Buddha di masa lampau yah (dari Dipankara, Kondanna, Mangala, ... , Kakusandha, Konagamana, Kassapa)?
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 25 June 2008, 09:30:09 AM
Quote
Kalo Upaya kosallan nana, dlm term sanskrit sama dengan Upaya Kausalya ga ya?

Dari pertama anda bilang, saya sudah curiga begitu.

 [at] Kainyn_Kutho: RAPB ini disusun mengambil dari Tipitaka dan komentar, Sebagian mengambil dari Buddhavamsa. Sebenarnya kisah perjuangan Siddharta sebelum menjadi Bodhisatta ada yang lebih lama lagi, 16 asankheyyakappa sebelum menjadi pertapa Sumedha, cuma hal ini tidak masuk dalam RAPB ini.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 25 June 2008, 10:32:51 AM
karuna_murti,

Oh, jadi bukan terjemahan langsung dari Buddhavamsa yah?  :)
OK deh, thanx buat infonya.

Ya, kalo untuk sebelum terima niyata vivaranam, kalo ga salah 16 Asankheyya itu terbagi jadi 7 Asankheyya tekad dalam pikiran, dan 9 Asankheyya tekad yang diucapkan. Kemudian baru jadi pertapa Sumedha dan menyempurnakan paramitha selama 4 Asankheyya.

Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Yumi on 26 June 2008, 12:36:48 PM
RAPB 1, p. 104, 2. Penjelasan Mengenai Cara Merenungkan Kesempurnaan Moralitas
 
Bagaikan wewangian alami yang keharumannya menyebar ke seluruh penjuru dan cocok untuk digunakan dalam segala acara; bagaikan kekuatan mantra (vasikarana mantam) yang ampuh yang memerintahkan untuk menghormati dan memuliakan manusia-manusia mulia seperti raja, brahmana, dan dewa serta brahmà; bertindak sebagai tangga menuju alam dewa dan brahmà. Bertindak sebagai alat untuk mencapai Jhàna dan Abhinnà, jalan besar menuju Kota Nibbàna, landasan bagi tiga bentuk Pencerahan Sempurna.” Demikianlah seseorang harus merenungkan ciri-ciri dari Sila.
 

Q8: Apakah tiga bentuk Pencerahan Sempurna tsb? Ada yg bisa jelaskan?
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Yumi on 26 June 2008, 12:41:11 PM
RAPB 1, p. 110, 3. Penjelasan Mengenai Cara Merenungkan Kesempurnaan Melepaskan Keduniawian

Seperti yang dijelaskan pada Dukkhakkhandha Sutta (dari Majjhima Nikàya), seseorang harus menyadari fakta bahwa objek-objek indria lebih mengkhawatirkan dan menyedihkan daripada kenikmatan dan lain-lain; menderita karena panas, dingin, pengganggu, nyamuk, lalat, angin, matahari, binatang melata, kutu, serangga, dan lain-lain sewaktu mencari objek-objek indria yang didorong oleh nafsu-nafsu indria; sakit dan tertekan karena berusaha mencari objek-objek indria tanpa hasil; khawatir dan gelisah akan keamanan terhadap lima musuh setelah mendapatkan objek-objek indria tersebut; menderita hebat akibat berperang karena nafsu terhadap objek-objek indria tersebut; karena tiga puluh dua jenis hukuman berat (kamma-karana) yang diterima selama kehidupan ini bagi siapa saja yang telah melakukan kejahatan melalui objek-objek indria; karena penderitaan hebat dalam kehidupan di empat alam kehidupan yang penuh penderitaan.

Q9: Ada yg tau ga yaa.. 32 jenis hukuman berat (kamma-karana) itu apa2 aja..?  :-?

---------------------------------------------------------------------

RAPB 1, p. 125, Lima Belas Tindakan (Carana) dan Lima Kemampuan Batin Tinggi (Abhinna) dan Komponen-komponennya.

Komponen dari keyakinan adalah:

(i) Perenungan terhadap Buddha (Buddhanussati);
(ii) Perenungan terhadap Dhamma (Dhammanussati);
(iii) Perenungan terhadap Sangha (Sanghanussati);
(iv) Perenungan terhadap Sila (Silanussati);
(v) Perenungan terhadap kedermawanan (Càganussati);
(vi) Perenungan terhadap keyakinan, moralitas, belajar, pengorbanan dan kebijaksanaan dengan dewa sebagai saksi (Devatànussati);
(vii) Perenungan terhadap sifat-sifat Nibbàna (Upasamànussati);
(viii)Tidak bergaul dengan orang-orang yang tidak berkeyakinan (Lukkhapuggala Parivajjana);
(ix) Bergaul dengan orang-orang yang ramah dan berkeyakinan (Siniddha-puggala);
(x) Perenungan terhadap Dhamma yang dapat membangkitkan keyakinan (Pasadaniya Dhamma Pacavekkhanà);
(xi) Kecenderungan dalam membangkitkan keyakinan dalam segala postur (Tadadhimuttatà);
 

Q10: Perenungan dengan dewa sebagai saksi (Devatanussati).. Ada yang bisa menjelaskan?

---------------------------------------------------------------------------------------

RAPB 1, p. 127, Lima Belas Tindakan (Carana) dan Lima Kemampuan Batin Tinggi (Abhinna) dan Komponen-komponennya.

Komponen dari kebijaksanaan adalah:
(i) terus-menerus menyelidiki kelompok kehidupan (khandha), landasan (ayatana), dan unsur-unsur (dhatu), dan sebagainya, dari tubuh seseorang;
(ii) menyucikan objek-objek di dalam dan di luar tubuh;
(iii) menjaga keseimbangan dua pasang, keyakinan dan kebijaksanaan, usaha dan konsentrasi, sesuai pernyataan berikut,
“Keyakinan yang berlebihan akan mengarah pada antusiasme yang berlebihan; Kebijaksanaan yang berlebihan akan mengarah pada kepura-puraan;
Usaha yang berlebihan akan mengarah pada kegelisahan;
Konsentrasi yang berlebihan akan mengarah kepada kebosanan (keletihan batin);
Namun tidak ada yang namanya perhatian yang berlebihan;”
(iv) tidak bergaul dengan orang-orang bodoh;
(v) bergaul dengan orang-orang bijaksana;
(vi) perenungan terhadap pengetahuan yang mendalam yang berhubungan dengan subjek-subjek yang halus namun jelas seperti indria, dan sebagainya;
(vii) kecenderungan untuk mengembangkan kebijaksanaan dalam segala postur.

Q11: Kebijaksanaan yang berlebihan akan mengarah pada kepura-puraan..  ???

----------------------------------------------------------------------------------------------

RAPB 1, p. 127, Lima Belas Tindakan (Carana) dan Lima Kemampuan Batin Tinggi (Abhinna) dan Komponen-komponennya.

Komponen dari empat Jhàna adalah:
(i) Empat pertama carana Dhamma yang dimulai dari menjalani sila;
(ii) Bagian awal dari meditasi Samatha; dan
(iii) Lima keterampilan (vasàbhava)

Q12: Lima keterampilan (vasàbhava) itu terdiri dari apa-apa aja sih?  :-?
Title: Merenungkan Kesempurnaan Moralitas
Post by: Yumi on 26 June 2008, 12:48:35 PM
(Komentar merekomendasikan Aggikkhandhopama Sutta, dan lainnya untuk merenungkan kerugian dari tidak memiliki moralitas, berikut ini adalah ringkasan dari Aggikkhandhopama Sutta seperti yang tertulis dalam Sattaka Nipàta, Anguttara Nikàya).

Pada suatu hari Buddha sedang berjalan-jalan di Negara Kosala disertai oleh banyak bhikkhu. Saat melihat kobaran api di suatu tempat, Beliau meninggalkan jalan raya dan duduk di atas tempat duduk yang dibuat dari jubah yang dilipat empat yang dipersiapkan oleh ânanda di bawah sebatang pohon.

Kemudian Buddha menasihati para bhikkhu:

(a) Para bhikkhu, mana yang lebih baik, duduk dan berbaring dalam pelukan kobaran api yang mengamuk, atau duduk dan berbaring dalam pelukan gadis ‘kelahiran’ yang memiliki tubuh yang halus, dan menyenangkan untuk disentuh. Para bhikkhu menjawab (dengan tidak bijaksana) bahwa tentu lebih baik duduk dan berbaring dalam pelukan gadis.

Buddha menjelaskan bahwa untuk seorang tidak bermoral, adalah lebih baik duduk dan berbaring dalam pelukan kobaran api yang mengamuk karena hanya akan menderita selama satu kehidupan sedangkan berbaring dalam pelukan gadis dapat membawa kepada kelahiran di alam-alam rendah.

Kemudian Buddha bertanya lagi kepada para bhikkhu:

(b) Mana yang lebih baik, disiksa oleh orang kuat yang menarik sebelah kaki ke atas dengan tali kulit hingga kulit, daging, otot, dan tulang semuanya hancur, atau merasa gembira karena dihormati orang yang berkeyakinan?
(c) Mana yang lebih naik, seseorang yang dadanya ditusuk oleh dengan tombak yang tajam atau karena dihormati orang yang berkeyakinan?
(d) Mana yang lebih baik, tubuhmu dibungkus dengan lempengan besi panas membara atau mengenakan jubah yang didanakan oleh orang yang berkeyakinan?
(e) Mana yang lebih baik, membuka mulutmu dan diganjal dengan tiang besi panas membara dan melemparkan sebongkah besi panas membara ke dalam mulutmu, sehingga membakar seluruh organ dalam tubuhmu (bibir, langit-langit mulut, lidah, tenggorokan, dada, perut, dan usus) sepanjang perjalanannya menuju anus atau memakan makanan yang dipersembahkan oleh orang yang berkeyakinan?
(f) Mana yang lebih baik, kepalamu atau bahumu ditangkap dengan erat dan dipaksa duduk atau berbaring di atas dipan besi yang panas membara atau menggunakan dipan yang dipersembahkan oleh orang yang berkeyakinan?
(g) Mana yang lebih baik, digantung terbalik dan dicelupkan ke dalam panci berisi besi yang mendidih atau tinggal di dalam vihàra yang dipersembahkan oleh orang yang berkeyakinan?

Terhadap keenam pertanyaan ini pun para bhikkhu menjawab (dengan tidak bijaksana) seperti jawaban pertama. Buddha menjawab dengan cara yang sama dengan yang pertama, yaitu, untuk seorang yang tidak bermoral, lebih baik sebelah kakinya dirobek dan hancur, lebih baik ditusuk dengan tombak tajam, dan seterusnya, karena akan menimbulkan penderitaan dalam satu kehidupan saja; sedangkan merasa gembira karena dihormati oleh orang yang berkeyakinan, dan seterusnya, akan membawa kepada kelahiran di alam sengsara yang penuh penderitaan terus-menerus dalam waktu yang sangat lama.

Buddha mengakhiri khotbah-Nya dengan kata-kata berikut:

Untuk memberikan manfaat tertinggi kepada para dermawan yang berkeyakinan, yang mempersembahkan kebutuhan dan membuat kehidupan yang berguna dalam Sangha, seorang bhikkhu harus menjalani Tiga Latihan (sikkha*), seorang bhikkhu yang menginginkan kesejahteraannya sendiri dan kesejahteraan makhluk lain harus selalu penuh perhatian dan tekun.

(*Catatan: sikkhà adalah latihan yang harus dijalankan oleh para siswa Buddha yang terdiri dari tiga jenis: latihan moralitas tinggi (adhisila sikkhà), semadi tinggi (adhicitta sikkhà), dan kebijaksanaan tinggi (adhipannà sikkhà). Tiga latihan ini membentuk tiga bagian dari Jalan Mulia Berfaktor Delapan, yaitu, Sila, Samàdhi, Panna.)

Pada akhir khotbah tersebut, enam puluh bhikkhu yang tidak bermoral memuntahkan darah panas; enam puluh bhikhhu yang melakukan pelanggaran ringan meninggalkan Sangha dan menjalani kehidupan berumah tangga; enam puluh bhikkhu yang menjalani kehidupan suci mencapai tingkat kesucian Arahatta.

(Ini adalah ringkasan dari Aggikkhandopama Sutta).


RAPB 1, pp. 104-107
Title: Merenungkan Kesempurnaan Kesabaran
Post by: Yumi on 26 June 2008, 12:53:31 PM
……………………………………………………………………………………………............................................................
 
“Semua makhluk-makhluk ini bagaikan anakku sendiri, bagaimana mungkin seorang bijaksana bisa menjadi marah karena kejahatan yang dilakukan oleh anaknya sendiri?”

“Ia jahat kepadaku karena ia dikuasai oleh siluman kemarahan; aku harus memusnahkan siluman yang menguasainya tersebut.”

“Aku sendiri juga merupakan penyebab kejahatan yang menyebabkan penderitaan ini, (karena jika aku tidak dilahirkan, tidak mungkin ada perbuatan jahat ini).”

“Fenomena batin dan jasmani (nàma-rupa) yang melakukan perbuatan buruk, dan fenomena batin dan jasmani (nàma-rupa) yang menderita akibat dari perbuatan buruk tersebut, kedua kumpulan fenomena ini saat ini telah dihentikan. Siapa yang akan marah kepada siapa? Seharusnya tidak perlu ada kemarahan.”

Dan, “Jika semua fenomena adalah mutlak tanpa-diri, tidak ada yang namanya pelaku kejahatan dan tidak ada yang menerima perbuatan jahat.”

Dengan merenungkan seperti ini, ia harus terus-menerus melatih kesabaran. Jika kemarahan yang timbul dari kejahatan yang dilakukan makhluk lain terus-menerus menguasai pikiran seseorang karena kebiasaan dan sifatnya, ia yang bercita-cita mencapai Kebuddhaan harus merenungkan sebagai berikut:

“Kesabaran adalah pelengkap bagi latihan untuk melawan kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh makhluk lain.”

“Kejahatan-kejahatan makhluk lain, yang menyebabkan penderitaanku, menjadi faktor untuk memunculkan keyakinan dalam diriku; (karena penderitaan adalah penyebab keyakinan) dan juga sebagai faktor persepsi dari ketidakbahagiaan dan ketidakpuasan akan dunia (anabhirati sannà).”

“Adalah sifat dari indria, mata, dan lain-lain, untuk bertemu dengan berbagai objek, baik atau buruk; tidaklah mungkin menginginkan tidak bertemu dengan objek-objek yang tidak diinginkan.”

“Mengikuti kemarahan, seseorang menjadi gila karena marah, apa gunanya membalas dendam kepada orang seperti itu?”

“Seorang Buddha menjaga semua makhluk seolah-olah mereka adalah anaknya sendiri. Dengan demikian, aku yang bercita-cita mencapai Kebuddhaan, tidak boleh putus asa karena kemarahan terhadap mereka.”

“Jika seorang pelaku kejahatan adalah seorang yang memiliki tanda-tanda mulia seperti moralitas, seseorang harus berpikir, ‘aku tidak boleh marah kepada orang mulia ini.’”

“Jika seorang pelaku kejahatan adalah seorang yang tidak memiliki tanda-tanda mulia seperti moralitas, seseorang harus berpikir, ‘ia adalah orang yang harus diperlakukan dengan penuh welas asih.’”

……………………………………………………………………………………………….........................................................

“Tidaklah tepat bagiku untuk melepaskan kualitas mulia dari kesabaran hanya karena marah.”

“Bagaimana aku dapat memiliki kualitas mulia seperti moralitas, dan lain-lain, jika kemarahan, lawan dari semua kualitas mulia muncul dalam diriku? Dan dengan tidak adaanya kualitas mulia tersebut, bagaimana aku dapat memberikan bantuan kepada makhluk-makhluk lain dan mencapai cita-citaku untuk mencapai Kebuddhaan.”

“Hanya dengan kesabaran, seseorang dapat teguh terhadap pengaruh objek-objek eksternal dan memiliki konsentrasi pikiran; dan hanya dengan konsentrasi pikiran, seseorang dapat melihat semua bentuk-bentuk berkondisi (sankhara) yang tidak kekal dan tidak memuaskan dan semua Dhamma adalah tanpa-diri, Nibbàna adalah tidak berkondisi, abadi, dan sebagainya, dan ciri-ciri seorang Buddha yang tidak dapat dipahami, dengan kekuatan yang tidak terukur.

”Karena dengan perenungan demikian seseorang dapat menembus Pandangan Cerah Vipassanà (anulomika khanti) melalui pengetahun bahwa “Semua Dhamma ini adalah fenomena alami tanpa adanya inti atau apa pun yang disebut diri; mereka muncul dan lenyap sesuai kondisinya masing-masing; mereka tidak datang dari mana pun dan tidak pergi ke mana pun; mereka tidak terbentuk kekal sebagai suatu individu di mana pun; tidak ada yang mengatur fenomena alami ini” (karena tidak ada yang namanya diri). Melihat sebagaimana mereka adanya, seseorang dapat memahami bahwa mereka bukanlah ‘kesombongan—Aku.’ Dengan merenungkan demikian, Bodhisatta teguh dan tak tergoyahkan dalam cita-citanya, mencapai Kebuddhaan.

(Ini adalah tindakan atas perenungan Bodhisatta sehubungan dengan Kesempurnaan Kesabaran).

RAPB 1, pp. 116-119


 :'(  :)  >:)<  :x :x :x :-*
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 26 June 2008, 01:00:02 PM


Q10: Perenungan dengan dewa sebagai saksi (Devatanussati).. Ada yang bisa menjelaskan?



Dengan mempertimbangkan manfaat dari terlahir di alam surga, seseorang merenungkan jasa-jasanya. Ingatan ini adalah perenungan dan ingatan benar. Ini disebut perenungan dewata. Ke-diam-an pikiran yang tidak terganggu adalah praktiknya. Menyadari jasa-jasa diri sendiri dan jasa-jasa para dewa adalah karakteristik utamanya. Memuji jasa adalah fungsinya. Keyakinan dalam buah jasa adalah penyebab langsungnya.

Seseorang yang mempraktikkan perenungan dewata memperoleh delapan manfaat: ia meningkatkan lima kualitas, yaitu, keyakinan, moralitas, pembelajaran, kedermawanan dan kebijaksanaan; ia dapat memperoleh apa yang diinginkan oleh makhluk-makhluk surgawi dan apa yang mereka gemari; ia berbahagia dalam menikmati buah jasa; ia menghargai tubuhnya; ia dihormati oleh makhluk-makhluk surgawi. Melalui ini, ia juga mampu mempraktikkan moralitas dan perenungan kedermawanan. Ia memperoleh kemakmuran dan mendekati surga.

Sumber: Vimuttimagga,

Yumi, sekedar nasehat: teruskan membaca, sebagian pertanyaan anda sebenarnya ada dalam RAPB, hanya mungkin anda belum membaca sampai sana, gak seru dong kalau dikasih bocoran ;D
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: xing on 26 June 2008, 01:05:33 PM
Buku yang luar biasa, memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang Buddha dan perjalanan hidupnya.
Title: Kualitas Moral dari Seorang Bakal Buddha
Post by: Yumi on 27 June 2008, 12:41:55 PM
Bakal Buddha, yang telah menerima ramalan pasti, sangat mudah tergerak oleh welas asih terhadap makhluk lain saat ia melihat mereka yang tidak berdaya dan tidak memiliki perlindungan dalam kesulitan mengarungi kehidupan, yang ditimpa berbagai penderitaan hebat berupa kelahiran, usia tua, sakit, dan kematian; berupa pembunuhan, cacat dan luka; berupa kesulitan mencari nafkah, dan penderitaan makhluk-makhluk di alam sengsara. Karena tergerak oleh welas asih ini, ia menahan penderitaan yang luar biasa menyesakkan dan tak terperihkan seperti memotong tangannya, kakinya, telinganya, dan lain-lain, dicelakai oleh mereka yang buta dan bodoh, dan welas asihnya kepada mereka bertahan selamanya.

Ia melingkupi semua makhluk dengan welas asihnya dengan cara sebagai berikut, “Bagaimanakah aku harus memperlakukan mereka yang jahat kepadaku? Aku adalah seorang yang berusaha memenuhi Kesempurnaan dengan tujuan untuk membebaskan mereka dari kesengsaraan lingkaran kelahiran. Betapa kuatnya Kebodohan! Betapa kuatnya Kemelekatan! Betapa menyedihkan, dikuasai oleh kemelekatan dan kebodohan, mereka bahkan melakukan serangan terhadapku yang sedang berusaha untuk membebaskan semua makhluk. Karena mereka telah melakukan kekejaman ini, mereka akan mengalami kesulitan.

Dengan memancarkan welas asihnya kepada semua makhluk, Ia mencoba mencari cara dan alat yang tepat untuk menolong mereka dan merenungkan, “Karena dikuasai oleh kemelekatan dan kebodohan, mereka dengan keliru menganggap apa yang tidak kekal sebagai sesuatu yang kekal, penderitaan sebagai kebahagiaan, bukan aku sebagai aku, dan yang menyakitkan sebagai sesuatu yang menyenangkan. Dengan cara apakah Aku dapat menolong dan mengeluarkan mereka dari penderitaan yang muncul karena sesuatu penyebab.”

Dalam perenungannya, Bodhisatta melihat bahwa kesabaran (khanti) adalah satu-satunya alat untuk membebaskan makhluk-makhluk dari penjara kehidupan. Ia tidak pernah marah sedikit pun kepada makhluk-makhluk yang bersikap kejam kepadanya yang memotong bagian-bagian tubuhnya, dan lain-lain. Ia berpikir, “Sebagai akibat dari perbuatan jahat yang pernah kulakukan pada masa lampau, aku pantas mengalami penderitaan saat ini. Karena aku telah melakukan kesalahan sebelumnya, aku pantas menerima penderitaan ini sekarang; Akulah yang memulai penderitaan ini.” Demikianlah ia menanggapi kekejaman makhluk lain terhadapnya.

 
Kemudian ia merenungkan lagi, “Hanya dengan kesabaran aku dapat menyelamatkan mereka. Jika aku jahat kepada mereka yang jahat, aku akan menjadi sama dengan mereka; aku tidak ada bedanya dengan mereka. Bagaimana aku dapat membebaskan mereka dari kesengsaraan lingkaran kelahiran? Tidak akan pernah bisa. Oleh karena itu, dengan mengandalkan kekuatan kesabaran yang menjadi dasar bagi semua kekuatan, dan menerima semua perbuatan jahat mereka terhadapku, aku akan sabar; dan dengan cinta kasih dan welas asih sebagai penuntun, aku akan memenuhi Kesempurnaan. Hanya dengan demikian aku dapat mencapai Kebuddhaan. Hanya dengan mencapai Kebuddhaan, aku dapat menyelamatkan semua makhluk dari penderitaan yang ditimbulkan oleh suatu sebab.” Demikianlah ia melihat situasi tersebut sebagaimana adanya.

Setelah merenungkan demikian, Bakal Buddha memenuhi Kesempurnaan demi Kesempurnaannya dengan cara yang unik—Sepuluh Kesempurnaan biasa, Sepuluh Kesempurnaan yang lebih tinggi, dan Sepuluh Kesempurnaan tertinggi, seluruhnya berjumlah tiga puluh, yang merupakan prasyarat bagi Pencerahan (Bodhisambhàra). Pemenuhan Kesempurnaan dilakukan dalam empat cara pengembangan seperti yang telah dijelaskan di atas.

RAPB 1, pp. 12-13

 :( :'( :'( :)   8-> 8-> 8->
Title: Menganggap Pàrami sebagai “aku,” “milikku,” “diriku” karena kemelekatan, ...
Post by: Yumi on 27 June 2008, 12:54:04 PM
Apakah Faktor-faktor yang Mengotori Pàrami?

Atas pertanyaan, “Apakah faktor-faktor yang mengotori Pàrami?” jawabannya secara umum adalah: menganggap Pàrami sebagai “aku,” “milikku,” “diriku” karena kemelekatan, keangkuhan, dan pandangan salah adalah penyebab kotornya Pàrami.

Jawaban yang sebenarnya, (dalam masing-masing Pàrami) adalah sebagai berikut:

1.   Berpikir untuk membeda-bedakan antara benda-benda yang didanakan dan antara penerima-penerima dàna adalah penyebab kotornya Kesempurnaan Kedermawanan. (Bodhisatta yang hendak memenuhi Kesempurnaan Kedermawanan harus memberikan dengan tanpa diskriminasi terhadap apa pun yang ia miliki dan siapa pun yang akan menerimanya. Ia tidak boleh memikirkan kualitas dari benda-benda yang akan didanakan tersebut, “Ini terlalu jelek untuk diberikan; ini terlalu bagus untuk disumbangkan;” atau berpikir mengenai si penerima, “Orang ini adalah orang yang tidak bermoral; aku tidak akan memberikan kepadanya.” Pikiran yang membeda-bedakan ini menyebabkan Kesempurnaan Kedermawanan tersebut menjadi tidak murni.

2.   Berpikir untuk mendiskriminasikan antara makhluk-makhluk dan antara situasi tertentu menyebabkan kotornya Kesempurnaan Moralitas. (Kesempurnaan Moralitas harus dipenuhi terlepas dari makhluk dan situasinya, dengan berpikir, “Aku harus menghindari pembunuhan makhluk ini dan itu; aku tidak perlu menghindari pembunuhan makhluk-makhluk lainnya. Aku akan menjalani Moralitas pada situasi ini dan itu, tidak pada situasi lainnya,” pikiran yang membeda-bedakan ini menyebabkan Kesempurnaan Moralitas menjadi tidak murni.

3.   Berpikir bahwa dua jenis sensualitas: objek indria (vatthu kàma) dan kenikmatan indria (kilesa kàma), serta tiga alam kelahiran sebagai sesuatu yang menyenangkan, dan berpikir bahwa mengakhiri sensualitas dan kelahiran sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan adalah penyebab kotornya Kesempurnaan Melepaskan keduniawian.

4.   Pandangan salah tentang “aku,” “milikku” adalah penyebab kotornya Kesempurnaan Kebijaksanaan.

5.   Pikiran yang lamban yang mengarah kepada kemalasan dan kelambanan dan kegelisahan adalah penyebab kotornya Kesempurnaan Usaha

6.   Pikiran yang membeda-bedakan antara diri sendiri dan makhluk lain (orangku dan orang mereka) adalah penyebab kotornya Kesempurnaan Kesabaran.

7.   Mengaku melihat, mendengar, menyentuh dan mengetahui padahal tidak melihat, tidak mendengar, tidak menyentuh dan tidak mengetahui; atau sebaliknya adalah penyebab kotornya Kesempurnaan Kejujuran.

8.   Menganggap bahwa prasyarat Kebuddhaan, Pàrami, càga, cariya adalah tidak bermanfaat sedangkan lawannya adalah bermanfaat adalah penyebab kotornya Kesempurnaan Tekad.

9.   Berpikir siapa yang menguntungkan dan siapa yang tidak (siapa yang bersahabat dan siapa yang tidak bersahabat) adalah penyebab kotornya Kesempurnaan Cinta Kasih.

10.   Membedakan antara objek indria yang disukai dan yang tidak disukai yang ditemui adalah penyebab kotornya Kesempurnaan Ketenangseimbangan

~RAPB 1, pp. 128-129~
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Yumi on 27 June 2008, 03:05:41 PM

Yumi, sekedar nasehat: teruskan membaca, sebagian pertanyaan anda sebenarnya ada dalam RAPB, hanya mungkin anda belum membaca sampai sana, gak seru dong kalau dikasih bocoran ;D

 _/\_ Hm.. I see..  ;)  Thx, ko Indra..   ^:)^
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 27 June 2008, 11:36:56 PM
Tetapi, kutipan-kutipan yg inspiratif tetap diharapkan loh _/\_
Title: Merenungkan Kesempurnaan Kedermawanan
Post by: Yumi on 28 June 2008, 09:26:49 PM
“Harta pribadi seperti tanah, emas, perak, kerbau, sapi, budak perempuan, budak laki-laki, anak, istri, dan lain-lain membawa penderitaan bagi pemiliknya yang menjadi terikat dengannya. Karena mereka merupakan objek kesenangan indria, didambakan oleh orang banyak; dapat dihancurkan atau diambil oleh lima musuh (air, api, raja, maling, dan pewaris yang tidak disukai); mereka dapat menimbulkan pertengkaran dan perselisihan; mereka tidak memiliki inti; memiliki dan menjaga mereka mengharuskan adanya kerugian bagi pihak lain; kehilangan dan kehancurannya membawa penderitaan dan kesedihan, dan lain-lain; karena kemelekatan terhadap benda-benda ini, mereka yang kikir (macchariya) akan terlahir kembali di alam yang penuh penderitaan. Dengan demikian kepemilikan ini membawa banyak penderitaan bagi pemiliknya dalam berbagai cara; memberikan mereka, mengabaikan mereka, melepaskan mereka adalah jalan satu-satunya untuk mencapai kebahagiaan.” Seorang Bodhisatta harus merenungkan demikian dan melatih perhatian agar tidak lengah dalam melakukan perbuatan kedermawanan.
………………………………………………………………………………………………………........................................................
Ia juga harus merenungkan demikian,

“Orang ini telah membantuku dengan memberikan kesempatan melakukan perbuatan mulia; aku harus menggunakan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya;”

“Hidupku akan segera berakhir; aku seharusnya memberi bahkan jika tanpa diminta, (dan aku harus memberikan) lebih banyak lagi jika diminta;”

“Seorang Bodhisatta yang memiliki kecenderungan untuk berdana akan mencari-cari orang untuk menerima dananya; namun dalam hal diriku, penerima dàna datang dengan sendirinya untuk menerima danaku karena jasa dan kebajikanku;”

“Meskipun perbuatan dàna terlihat menguntungkan si penerima, namun sebenarnya akulah yang beruntung;”

“Aku harus memberikan keuntungan kepada semua makhluk-makhluk ini seperti aku memberikan keuntungan kepada diriku sendiri;”

“Bagaimana aku dapat memenuhi Kesempurnaan Kedermawanan jika tidak ada makhluk yang menerima danaku;”

“Aku harus mendapatkan dan mengumpulkan benda-benda hanya untuk mereka yang meminta;”

“Kapankah mereka akan datang atas kemauan mereka sendiri untuk mengambil benda-benda milikku tanpa meminta?;” [at ko indra: ini “diminta” bukan?]

“Bagaimanakah aku dapat membuat diriku agar disayangi oleh mereka yang menerima danaku dan bagaimanakah agar mereka dapat menjadi baik padaku?”;

“Bagaimana agar aku merasa gembira sewaktu dan setelah memberi dàna?”;

“Bagaimana agar penerima dàna datang kepadaku dan keinginan untuk memberi muncul dalam diriku?”;

“Bagaimana agar aku dapat mengetahui pikiran mereka kemudian memberikan (apa yang mereka butuhkan) tanpa mereka minta?”;

“Saat aku memiliki sesuatu untuk diberikan dan si penerima untuk menerima pemberianku, jika aku gagal memberikan, itu adalah kebohongan besar yang kulakukan”;

“Bagaimana agar aku dapat mengorbankan kehidupanku dan anggota tubuhku kepada mereka yang menghendakinya?,” ia harus terus-menerus mengembangkan kecenderungan untuk melakukan dàna.

“Bagaikan seekor serangga (kitaka), meloncat kembali kepada ia yang melepaskannya tanpa merasa takut, akibat baik akan kembali kepada orang yang melakukan dàna dengan murah hati tanpa mengharapkan imbalan.” Dengan merenungkan demikian ia harus mengembangkan pikiran tidak mengharapkan Buah dari apa yang dilakukannya. (Buah di sini maksudnya adalah kebahagiaan duniawi atau surgawi, namun bukan pencapaian Kebuddhaan).

~RAPB1, pp. 100-102~

Title: Sikap Batin Pada Saat Dàna
Post by: Yumi on 28 June 2008, 09:33:07 PM
Jika penerima dàna adalah orang disayangi, ia harus merasa gembira dengan merenungkan, “Seseorang yang kusayangi meminta sesuatu dariku”;

jika penerima dàna adalah orang yang netral, ia harus merasa gembira dengan merenungkan, “Dengan memberikan dàna ini, ia akan berteman baik denganku,”

jika penerima dàna adalah orang yang memusuhinya, ia harus merasa lebih gembira dengan merenungkan, “Musuhku meminta sesuatu dariku, dengan dàna ini semoga ia menjadi teman baikku.”

Demikianlah ia harus memberikan dàna kepada orang yang netral atau kepada musuh dengan cara yang sama seperti ia berdana kepada orang yang ia sayangi dengan penuh welas asih yang didahului oleh cinta kasih.
------------------------------------------------------------------------------------------------------

Ketika Berada Dalam Kesulitan Besar

Jika seseorang yang bercita-cita mencapai Kebuddhaan merasa begitu terikat dengan objek yang akan didanakan, sehingga tidak mungkin melepaskan karena keserakahan, ia harus merenungkan,

“Engkau, orang baik, bercita-cita mencapai Kebuddhaan, saat engkau memutuskan untuk mencapainya, untuk menolong makhluk-makhluk, tidakkah seharusnya engkau rela memberikan tubuhmu serta perbuatan-perbuatan baik yang dilakukan dengan mengorbankan tubuhmu serta buah yang dihasilkan. Sebaliknya, engkau bahkan terikat dengan objek-objek eksternal; seperti mandi seekor gajah. Jadi engkau tidak seharusnya terikat dengan objek apa pun.”
(Binatang-binatang lain mandi untuk membersihkan tubuhnya. Gajah mandi bukan untuk membersihkan tubuhnya, melainkan untuk menghancurkan pucuk-pucuk dan batang-batang bunga teratai. Bagaikan gajah yang mandi dengan percuma, kemelekatan terhadap objek-objek eksternal juga sama percumanya, tidak akan membawa menuju Kebuddhaan).

Ibarat sebatang pohon obat-obatan; mereka yang membutuhkan akarnya, akan mengambil akarnya; mereka yang membutuhkan kulit batang, batang, dahan, daun, bunga, dan buahnya, mengambil apa pun yang mereka butuhkan. Meskipun akar, batang, daun, dan bagian-bagian lainnya diiris, dipetik dan diambil, pohon obat tersebut tidak pernah terganggu oleh pikiran “mereka telah mengambil milikku.”

Demikian pula halnya, Bodhisatta harus merenungkan, “Aku, yang telah berusaha keras demi kesejahteraan makhluk-makhluk, tidak akan berpikiran buruk sedikit pun juga dalam melayani makhluk lain melalui tubuh yang menyedihkan dan menjijikkan ini. Empat unsur, apakah internal (tubuh) maupun eksternal (dunia luar) semuanya akan mengalami pembusukan, dan tercerai-berai; tidak ada bedanya unsur internal dan unsur eksternal. Karena tidak adanya perbedaan tersebut, keterikatan terhadap jasmani, dengan berpikir “ini milikku, ini adalah aku, ini diriku” ternyata hanyalah ilusi atau khayalan belaka. Dengan demikian, tanpa memedulikan tanganku, kakiku, mataku, dagingku, dan darahku, seperti halnya objek-objek eksternal, aku harus siap mendanakan seluruh tubuhku, dengan berpikir, “Kepada siapa pun yang menginginkan tubuhku, silakan ambil.”
……………………………………………………………………………………………………............................................................

~RAPB1, pp. 102-103~

Title: Bagaimana Mendanakan Benda-benda Eksternal?
Post by: Yumi on 28 June 2008, 09:37:14 PM
Saat seorang Bodhisatta mendanakan objek-objek eksternal, Beliau memberikan apa pun yang diperlukan kepada yang mememerlukannya. Saat Beliau tahu bahwa seseorang sedang memerlukan sesuatu Beliau akan memberikannya bahkan dengan tanpa diminta, apalagi jika diminta. Saat memberikan dàna, Beliau melakukannya dengan bebas dan tanpa paksaan, tanpa syarat apa pun.

Jika tersedia cukup objek yang akan didanakan, Beliau akan memberikannya kepada si penerima sebanyak yang diperlukan. Tetapi jika tidak tersedia cukup banyak, Beliau akan membagi (dalam porsi yang sama) apa-apa yang dapat dibagi dan kemudian memberikannya.

Yang perlu dicatat. Dalam memberikan dàna, Beliau tidak memberikan benda-benda yang dapat membahayakan makhluk-makhluk lain seperti senjata atau racun, Beliau juga tidak memberikan banda-benda yang tidak bermanfaat yang dapat menyebabkan kelalaian dan sebagai objek main-main.

Kepada penerima yang sedang sakit, Beliau tidak memberikan makanan dan minuman yang tidak sesuai, Beliau memberikan hanya apa yang sesuai dan dalam jumlah yang tepat.

Demikian pula, jika diminta, Beliau memberikan kepada perumah tangga apa yang baik untuk perumah tangga dan kepada bhikkhu apa yang baik untuk bhikkhu. (Beliau tidak memberikan kepada perumah tangga, benda-benda yang selayaknya diberikan kepada bhikkhu dan sebaliknya.) Dan Beliau memberikan dàna tanpa menyusahkan mereka yang dekat dengannya seperti ibunya, ayahnya dan sanak saudaranya, teman-temannya, anaknya, istrinya, budak, dan pekerjanya.

Jika Beliau menjanjikan dàna yang bagus, Beliau tidak akan memberikan sesuatu yang tidak bagus. Beliau tidak memberi dengan mengharapkan keuntungan, kehormatan, kemasyhuran atau imbalan; atau mengharapkan manfaat seperti kelahiran yang baik, kaya dan makmur, namun semata-mata hanya untuk tujuan mencapai Kebuddhaan. Beliau memberikan dàna hanya dengan satu-satunya tujuan, yaitu Kebuddhaan.

Beliau tidak memberikan dàna karena membenci si penerima atau benda yang didanakan. Bahkan jika si penerima bertindak kejam dan mencaci-makinya, Beliau tidak memberikannya dengan cara tidak sopan (seolah-olah sedang membuang sampah) dan dengan jengkel; Beliau selalu memberi dengan sopan, pikiran yang tenang, dan penuh welas asih. Kedermawanannya benar-benar bebas dari kepercayaan bahwa dukungan dengan sorak-sorai adalah menguntungkan, tetapi sehubungan dengan keyakinan yang kukuh terhadap hukum kamma dan akibatnya.

Beliau memberi dàna, tanpa mengharapkan agar si penerima menghargai dan menghormatinya; tanpa tujuan untuk membohongi atau menyebabkan perpecahan, Beliau memberikan dengan pikiran yang murni. Beliau tidak menggunakan kata-kata yang kasar dan menghina, atau mencibir dan cemberut; Beliau memberi dengan kata-kata yang manis dan penuh kasih, senyum di wajahnya dan dengan penuh ketenangan.

Jika keterikatan atau kemelekatan terhadap objek tertentu muncul dengan kuat dalam dirinya karena kualitas benda yang baik, atau karena sudah dipakai dalam waktu yang lama, atau karena sifat keserakahan yang ingin memiliki, Bodhisatta waspada terhadap keserakahan ini, dan segera menaklukkannya, dan mencari penerima sampai Beliau menemukannya dan memberikan benda tersebut.
 

Misalkan pada saat Beliau hendak memakan makanan yang hanya cukup untuk satu orang kemudian datang orang lain yang meminta makanan tersebut; dalam situasi seperti itu, seorang Bodhisatta tidak akan berpikir dua kali untuk melupakan makanannya dan dengan segera memberikan makanan tersebut kepada yang meminta seperti yang dilakukan oleh Bodhisatta Akitti yang bijaksana. (Bodhisatta dalam salah satu kehidupannya terlahir sebagai seorang Brahmana terkemuka di Bàranasã bernama Akitti yang mendanakan seluruh kekayaannya, kemudian Beliau mengundurkan diri ke dalam hutan; di hutan itu Beliau melanjutkan membagi-bagikan semua miliknya yang baru diperolehnya bahkan di saat Beliau tidak memiliki makanan kecuali daun-daun kara.)

Jika ada yang meminta anaknya, istrinya, budaknya, dan lain-lain, Beliau pertama-tama akan mengemukakan maksud tindakan dàna yang akan dilakukan; jika si peminta merasa puas dan bahagia, barulah Beliau akan mendanakannya, kepada siapa pun yang dengan senang hati membantunya memenuhi Pàramã. Namun Beliau tidak akan memberikan dàna tersebut jika Beliau mengetahui bahwa yang memintanya itu bukan manusia, melainkan raksasa atau siluman.

Demikian pula Beliau tidak akan memberikan kerajaannya kepada mereka yang dapat membawa bahaya dan penderitaan kepada rakyatnya, tetapi Beliau akan mendanakan kepada mereka yang melindungi rakyatnya dengan cara yang baik dan benar.

Demikianlah dàna objek-objek eksternal dilakukan.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------

Dua Tujuan Melakukan Dàna

Dalam mengorbankan bagian-bagian tubuhnya atau seluruh tubuhnya, Bodhisatta memiliki dua tujuan:
(i) memenuhi keinginan si penerima agar ia menikmati apa yang ia perlukan, dan
(ii) agar menjadi terampil dalam melakukan kebajikan dalam memenuhi Kesempurnaan dengan memberikan dengan murah hati tanpa sedikit pun merasa melekat terhadap objek yang diberikan.

~RAPB 1, pp. 134-137~
Title: Dhamma Dàna
Post by: Yumi on 28 June 2008, 09:38:38 PM
Pemberian Dhamma (Dhamma dàna) maksudnya adalah memberikan Dhammà ramana (satu dari enam objek indria). Sesuai dengan perkataan, “oja, pàna, jãvita adalah termasuk Dhamma dàna), Dhamma dàna dilakukan melalui makanan bergizi, minuman, dan kehidupan.

Penjelasan lebih lanjut:

Setelah mempersiapkan benda-benda seperti mentega, ghee, dan lain-lain, yang bergizi tinggi (oja), dengan mempertimbangkan hanya gizinya, adalah dhamMàramana, kemudian merenungkan, “Aku akan memberikan dàna dhaMàramana; ini adalah dàna dhamMàramana dariku,” kemudian ia memberikan dàna, mentega, ghe, dan lain-lain;

atau memberikan delapan jenis minuman (pàna) yang terbuat dari buah-buahan dan akar-akaran;

atau dengan merenungkan, “ini adalah dàna kehidupan” dengan memberikan benda-benda untuk menunjang kehidupan seperti makanan, dan lain-lain.
atau dengan memanggil dokter untuk mengobati orang sakit atau terluka;
atau dengan menghancurkan jala ikan, sangkar burung, perangkap-perangkap;
atau membebaskan mereka yang berada dalam kurungan, atau membuat pengumunan sambil memukul genderang, “berburu binatang tidak diizinkan; tidak boleh memperdagangkan ikan dan daging”, berusaha melindungi makhluk-makhluk hidup oleh diri sendiri atau dengan mengajak orang-orang lain.

Dàna semacam ini disebut Dàna Dhamma (Dhamma dàna).

Bodhisatta mengabdikan semua perbuatan-perbuatan bajik yang telah dijelaskan di atas demi kebahagiaan dan kesejahteraan makhluk-makhluk di seluruh dunia, hingga mereka mencapai Nibbàna;. pengabdiannya adalah untuk memenuhi persyaratan demi mencapai Pencerahan Sempurna, demi cita-citanya yang tidak pernah pudar (chanda), usaha (viriya), konsentrasi (samàdhi), kebijaksanaan (panna), dan Pembebasan (vimutti) sampai akhirnya Arahatta-Phala.
 

Dalam memenuhi Kesempurnaan Kedermawanan, Bodhisatta mengembangkan persepsi ketidakkekalan sehubungan dengan kehidupannya dan sehubungan dengan harta kekayaannya, Beliau menganggap harta kekayaan ini juga milik orang-orang lain juga. Beliau secara terus menerus mengembangkan rasa welas asih kepada semua makhluk. Dalam memenuhi welas asih ini, Beliau mengumpulkan sari kebajikan yang berguna untuk mencapai kekayaan. Bagaikan seseorang yang rumahnya terbakar, ia pergi dengan membawa harta kekayannya ke tempat yang aman, demikian pula Bodhisatta menyelamatkan dirinya dan aset-asetnya dari istana megah di tiga alam (manusia, dewa, dan brahmà) yang sedang diamuk oleh sebelas api ràga (api nafsu, kebencian, kebodohan, kelahiran, usia tua, kematian, kesedihan, dukacita, kesakitan, tekanan batin, dan putus asa ), dan sebagainya. Dengan cara mendanakannya dengan murah hati tanpa meninggalkan apa pun juga. Beliau melakukannya tanpa khawatir, tanpa membeda-bedakan apa yeng telah didanakan dan apa yang harus disimpan untuk dipergunakan sendiri.

(Demikianlah cara memenuhi Kesempurnaan Kedermawanan).

~RAPB 1, pp. 144-145~

Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 28 June 2008, 11:32:06 PM
Mohon tanggapan dari teman2 DC sehubungan dengan penjelasan mengenai Dhammadana di atas
banyak tertulis di buku2 Dhamma, Dana Dhamma adalah dana tertinggi, apakah berdana untuk mencetak buku2 Dhamma itu termasuk Dhammadana?
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: andry on 29 June 2008, 12:48:10 AM
Mohon tanggapan dari teman2 DC sehubungan dengan penjelasan mengenai Dhammadana di atas
banyak tertulis di buku2 Dhamma, Dana Dhamma adalah dana tertinggi, apakah berdana untuk mencetak buku2 Dhamma itu termasuk Dhammadana?
saya kira iya..
namun menurut saya Dhammadana itu semacam.. perbuatan yg mendorong seseorang untuk mengenal kebajikan.. atau berubah dari yg jahat ke yg baik (gitu lah simpelnya mah)
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Sumedho on 29 June 2008, 08:10:28 AM
Quote
Pemberian Dhamma (Dhamma dàna) maksudnya adalah memberikan Dhammà ramana (satu dari enam objek indria). Sesuai dengan perkataan, “oja, pàna, jãvita adalah termasuk Dhamma dàna), Dhamma dàna dilakukan melalui makanan bergizi, minuman, dan kehidupan.

Penjelasan lebih lanjut:

Setelah mempersiapkan benda-benda seperti mentega, ghee, dan lain-lain, yang bergizi tinggi (oja), dengan mempertimbangkan hanya gizinya, adalah dhamMàramana, kemudian merenungkan, “Aku akan memberikan dàna dhaMàramana; ini adalah dàna dhamMàramana dariku,” kemudian ia memberikan dàna, mentega, ghe, dan lain-lain;

atau memberikan delapan jenis minuman (pàna) yang terbuat dari buah-buahan dan akar-akaran;

atau dengan merenungkan, “ini adalah dàna kehidupan” dengan memberikan benda-benda untuk menunjang kehidupan seperti makanan, dan lain-lain.
atau dengan memanggil dokter untuk mengobati orang sakit atau terluka;
atau dengan menghancurkan jala ikan, sangkar burung, perangkap-perangkap;
atau membebaskan mereka yang berada dalam kurungan, atau membuat pengumunan sambil memukul genderang, “berburu binatang tidak diizinkan; tidak boleh memperdagangkan ikan dan daging”, berusaha melindungi makhluk-makhluk hidup oleh diri sendiri atau dengan mengajak orang-orang lain.

Dàna semacam ini disebut Dàna Dhamma (Dhamma dàna).
definisinya agak beda dengan defisini umum dimana dhamma dana itu berhubungan dengan memberikan sang ajaran.... hmmmm

dari contoh, sesuatu yg menunjang kehidupan...
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Mr. Wei on 29 June 2008, 05:31:20 PM
Dalam perenungannya, Bodhisatta melihat bahwa kesabaran (khanti) adalah satu-satunya alat untuk membebaskan makhluk-makhluk dari penjara kehidupan. Ia tidak pernah marah sedikit pun kepada makhluk-makhluk yang bersikap kejam kepadanya yang memotong bagian-bagian tubuhnya, dan lain-lain. Ia berpikir, “Sebagai akibat dari perbuatan jahat yang pernah kulakukan pada masa lampau, aku pantas mengalami penderitaan saat ini. Karena aku telah melakukan kesalahan sebelumnya, aku pantas menerima penderitaan ini sekarang; Akulah yang memulai penderitaan ini.” Demikianlah ia menanggapi kekejaman makhluk lain terhadapnya.

Kemudian ia merenungkan lagi, “Hanya dengan kesabaran aku dapat menyelamatkan mereka. Jika aku jahat kepada mereka yang jahat, aku akan menjadi sama dengan mereka; aku tidak ada bedanya dengan mereka. Bagaimana aku dapat membebaskan mereka dari kesengsaraan lingkaran kelahiran? Tidak akan pernah bisa. Oleh karena itu, dengan mengandalkan kekuatan kesabaran yang menjadi dasar bagi semua kekuatan, dan menerima semua perbuatan jahat mereka terhadapku, aku akan sabar; dan dengan cinta kasih dan welas asih sebagai penuntun, aku akan memenuhi Kesempurnaan. Hanya dengan demikian aku dapat mencapai Kebuddhaan. Hanya dengan mencapai Kebuddhaan, aku dapat menyelamatkan semua makhluk dari penderitaan yang ditimbulkan oleh suatu sebab.” Demikianlah ia melihat situasi tersebut sebagaimana adanya.

(halaman 12 - 13)

pertanyaan:

Isi kalimat diatas adalah praktek Bodhisatta memenuhi 10 paraminya, yaitu khanti. Namun bukan itu yang ingin saya tanyakan.

Bila melukai/ menyerang seorang bijaksana apalagi yang kuat silanya, pasti akan mendapatkan vipaka yang berat. Dan berdana kepada orang bijak/kuat sila, pasti akan mendapat vipaka yang baik.

Sama seperti Maha Kassapa yg mau menerima dana dari orang2 sulit, agar mereka mendapat vipaka baik.

Mengapa Sang Bodhisatta pada saat itu mau dilukai oleh makhluk hidup, alasannya tentu karena sedang melatih khanti... namun dengan membiarkan dirinya diserang oleh makhluk hidup lain itu bukankah menyebabkan makhluk itu malah melakukan pelanggaran berat dan akan menerima vipaka yang buruk?

Sang Buddha mengatakan bahwa dengan mencapai kesempurnaan bahwa ia akan dapat menolong makhluk2 tersebut... namun bukankah itu masih lama dan akan membiarkan makhluk2 tersebut menderita lama dahulu?

Begitu pertanyaanya, mohon pencerahan _/\_
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Mr. Wei on 29 June 2008, 05:41:29 PM
sebagai Pangeran Vessantara (Bakal Buddha Gotama sebagai Raja Jetuttara, kelahiran terakhir di alam manusia sebelum Bodhisatta terlahir kembali sebagai Pangeran Siddhattha), selagi dalam tahap memenuhi Kesempurnaan, mengorbankan hidupnya dan bagian-bagian tubuhnya sebagai dàna dan mengembangkan praktik dalam cara yang unik, seorang Bakal Buddha dapat terlahir berkali-kali di alam dewa yang berumur panjang sebagai akibat dari kebajikan-kebajikannya. Tetapi ia memilih untuk memotong kehidupannya di alam dewa dengan sengaja mati (adhimutti-maraõa) karena di alam dewa sulit untuk memenuhi Kesempurnaan, sebaliknya ia sering kali terlahir di alam manusia di mana ia dapat meneruskan tugasnya yaitu memenuhi Kesempurnaan.

(hal 13-14)



Dalam konteks itu saya merasa bahwa Sang Bodhisattamengingikan pemotongan kehidupan/ sengaja mati di alam dewa. Saya juga jadi teringat dengan 3 macam lobha, yaitu lobha akan kelahiran kembali, lobha akan kematian/ pemusnahan diri, dan lobha akan kenikmatan indra...
Apakah kasus tersebut dapat tergolong Sang Bodhisatta masih memiliki lobha?

_/\_
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 29 June 2008, 08:13:59 PM
Dear Mr. Wei,
Seorang Bodhisatta menurut paham Theravada seeprti yg dijelaskan dalam RAPB adalah makhluk biasa yang belum mencapai Pencerahan sedikitpun, jadi tentu saja Bodhisatta masih memiliki Lobha, Dosa dan Moha.

Salam
 _/\_
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Mr. Wei on 29 June 2008, 08:41:33 PM
Maksud saya, mengapa Bodhisatta mengizinkan makhluk lain menyiksanya, padahal akibat dari menyiksa orang bijak atau tangguh silanya itu berat akibatnya. Memang sih untuk menguji kesabaran Bodhisatta, namun apakah Beliau lebih memikirkan pencerahannya daripada nasib makhluk tsb?

_/\_
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 29 June 2008, 09:40:42 PM
Memang demikianlah praktek kesepurnaan (Parami) yang harus dipenuhi oleh para Bodhisatta. Bodhisatta selalu memberikan apapun termasuk kehidupannya sendiri kepada mereka yg menginginkannya, dan praktik memenuhi Parami ini hanya dengan tujuan tunggal yaitu mencapai Kebuddhaan.

2 Posts Mr.Wei and keep counting ;D
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Mr. Wei on 29 June 2008, 09:49:40 PM
Seharusnya 3 tapi karena ada 2 yg berdekatan waktunya jadi diitung 1 aja deh...

Disebut juga Pacceka-Bodhisatta, mereka harus memenuhi Kesempurnaannya selama dua asaïkhyeyya dan seratus ribu kappa. Mereka tidak dapat menjadi Pacceka-Buddha sebelum melewati masa Pemenuhan Kesempurnaan sebanyak kappa itu. Karena seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Pencerahan seorang Pacceka Buddha belumlah matang sebelum mereka memenuhi Kesempurnaan secara penuh.

(hal 16)

Yang saya bold itu... saya kurang mengerti artinya.

Entah saya yang bodoh ;D atau memang teksnya yang sulit.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 29 June 2008, 09:55:46 PM
bagian mana yg tidak dimengerti Mr. Wei, coba baca perumpaan tentang menanam padi itu, padi tetap tiadk akan masak meskipun disiram atau diberi pupuk setiap hari, padi itu akan masak paad waktunya. jadi maksudnya, proses pencerahan itu tidak bisa instan, tapi harus melewati proses pemenuhan Parami selama waktu yang diperlukan, misalnya 4 asankhyeyya dan seratus ribu kappa untuk mencapai SammaSambuddha, dua asankhyeyya dan seratus ribu kappa untuk menjadi Pacceka-Buddha, dsb.

Semoga jelas
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Mr. Wei on 29 June 2008, 10:01:05 PM
Oh iya saya salah memahami...
Saya terlalu terpaku pada kalimat itu.
Dalam teks itu maksudnya Pacekka Buddha tidak bisa mencapai Kesempurnaan sebelum menyempurnakan parami... tadi yang aye tangkap sebelumnya Pacekka Buddha itu masih tidak sesmpurna Samma Sambuddha (jadi kayak Mahayana) :)).

OK Thanx, I'll keep reading
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Mr. Wei on 30 June 2008, 11:32:53 AM
(4) Kehidupan di alam brahmà yang tidak memiliki kesadaran (asannasatta-bhumi): ini tidak menguntungkan karena makhluk-makhluk di alam ini tidak dapat mendengarkan Dhamma karena tidak memiliki indra pendengaran.

(hal 26)

Tidak memiliki kesadaran... ini membingungkan saya, karena bukankah makhluk hidup itu pasti memiliki kesadaran?
Kalau tidak memiliki kesadaran, bagaimana bisa disebut makhluk hidup?
Mungkinkah ada maksud secara tersirat?

_/\_
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Mr. Wei on 30 June 2008, 11:36:53 AM
oh iya ada 1 lagi,  [at] indra diitung 1 post aja... anggap aja 2 pertanyaan ini termasuk dalam 1 post

5. Kehidupan di wilayah seberang dunia: ini tidak menguntungkan karena makhluk-makhluk di wilayah tersebut tidak dapat dikunjungi oleh para bhikkhu, bhikkhunã, dan siswa-siswa Buddha lainnya; ini adalah tempat bagi mereka yang memiliki tingkat kecerdasan yang rendah; makhluk-makhluk di sana tidak dapat mendengarkan Dhamma meskipun mereka memiliki indra pendengaran

(hal 26)

Seberang dunia? Dimanakah itu?
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 30 June 2008, 11:37:57 AM
Wei,

Tidak semua makhluk hidup terdiri dari Nama dan Rupa (Bathin dan Jasmani), ada alam tertentu yg cuma dihuni oleh makhluk yg hanya memiliki Bathin saja tidak memiliki Jasmani, dan juga ada alam yg dihuni oleh makhluk yang terdiri dari jasmani saja tanpa Bathin.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Mr. Wei on 30 June 2008, 11:41:46 AM
 [at] indra: thanx atas jawabnnya, kalau begitu, dengan tidak memiliki kesadaran, apakah mereka memiliki kehendak?

(ini saya rasa tidak perlu dihitung sbg 1 post)

kita diskusi bentar ya :)
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 30 June 2008, 11:46:47 AM
Itu sebuah intilah untuk menunjukkan suatu wilayah yg jauh, yg tidak terjangkau oleh para bhikkhu/Bhikkhuni, sehingga makhluk2 di sana tidak mendapat kesempatan untuk mempelajari Dhamma, dianggap tidak menguntungkan karena mereka tidak memiliki kamma yg mendukung untuk bertemu dengan Buddhadhamma.

Mr.Wei, gak perlu kejar target begini deh, minta alamat lengkap aja.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 30 June 2008, 11:47:53 AM
(4) Kehidupan di alam brahmà yang tidak memiliki kesadaran (asannasatta-bhumi): ini tidak menguntungkan karena makhluk-makhluk di alam ini tidak dapat mendengarkan Dhamma karena tidak memiliki indra pendengaran.

(hal 26)

Tidak memiliki kesadaran... ini membingungkan saya, karena bukankah makhluk hidup itu pasti memiliki kesadaran?
Kalau tidak memiliki kesadaran, bagaimana bisa disebut makhluk hidup?
Mungkinkah ada maksud secara tersirat?

_/\_
Alam Asannasatta ini memiliki kesadaran (vinnana) yang bersifat pasif. Tidak ada pikiran (sanna) yang bergerak, sehingga tidak ada penginderaan sama sekali. Ketika pikiran bergerak, mereka akan meninggal dari alam itu dan terlahir di alam lain, sesuai dengan kammanya.
Untuk yang dikatakan oleh Indra, adalah 4 alam Arupa Brahma. Di sana hanya ada Nama (bathin), tanpa Rupa (jasmani).



oh iya ada 1 lagi,  [at] indra diitung 1 post aja... anggap aja 2 pertanyaan ini termasuk dalam 1 post

5. Kehidupan di wilayah seberang dunia: ini tidak menguntungkan karena makhluk-makhluk di wilayah tersebut tidak dapat dikunjungi oleh para bhikkhu, bhikkhunã, dan siswa-siswa Buddha lainnya; ini adalah tempat bagi mereka yang memiliki tingkat kecerdasan yang rendah; makhluk-makhluk di sana tidak dapat mendengarkan Dhamma meskipun mereka memiliki indra pendengaran

(hal 26)

Seberang dunia? Dimanakah itu?
Mungkin maksudnya adalah alam rendah yaitu asura, peta, binatang dan alam neraka.

Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 30 June 2008, 11:50:31 AM
untuk pertanyaan apakah memiliki kehendak atau tidak, tentu tidak punya, makhluk2 di alam itu hanya membuang2 waktu menyelesikan kamma saja, dan malangnya waktunya sangat panjaaaaang.... dan lamaaaa.... mereka tidak memproduksi kamma baru, setelah kamma di alam tsb habis, maka akan terlahir kembali di alam lain, dan proses kamma continue...
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Mr. Wei on 30 June 2008, 11:57:26 AM
 [at] INDRA: saya gak berniat kejar target... emank seh saya pengen bukunya, tapi saya juga ingin bener2 berdiskusi... mohon dimengerti... dan semua yg saya tanyakan itu memang saya tidak mengerti. _/\_

Thanx buat jawaban yang seberang itu, saya uda ngerti _/\_

Begitu juga dengan brahma itu _/\_

Thanx  :)
Title: Merenungkan Kesempurnaan Melepaskan Keduniawian
Post by: Yumi on 30 June 2008, 12:41:31 PM
Seperti yang dijelaskan pada Dukkhakkhandha Sutta (dari Majjhima Nikàya), seseorang harus menyadari fakta bahwa

objek-objek indria lebih mengkhawatirkan dan menyedihkan daripada kenikmatan dan lain-lain;

menderita karena panas, dingin, pengganggu, nyamuk, lalat, angin, matahari, binatang melata, kutu, serangga, dan lain-lain sewaktu mencari objek-objek indria yang didorong oleh nafsu-nafsu indria;

sakit dan tertekan karena berusaha mencari objek-objek indria tanpa hasil;

khawatir dan gelisah akan keamanan terhadap lima musuh setelah mendapatkan objek-objek indria tersebut;

menderita hebat akibat berperang karena nafsu terhadap objek-objek indria tersebut;

karena tiga puluh dua jenis hukuman berat (kamma-karana) yang diterima selama kehidupan ini bagi siapa saja yang telah melakukan kejahatan melalui objek-objek indria;

karena penderitaan hebat dalam kehidupan di empat alam kehidupan yang penuh penderitaan.


~RAPB 1, pp. 109-110~

 :) :) :) :) :) :) :) :) :) :) :) :) :) :) :) :) :) :) :) :) :) :) :) :)
Title: Bagaimana Kesempurnaan Melepaskan Keduniawian (Nekkhama) Dipenuhi?
Post by: Yumi on 30 June 2008, 12:45:30 PM
…………………………………………………………………………………………………….
Dengan demikian Bodhisatta pertama-tama melihat cacat tersebut (sebagaimana adanya) yang terdapat dalam kenikmatan indria dan kelahiran melalui pengetahuan akan kejijikan dan ketakutan (âdinava nàna).
………………………………………………………………………………………………………

Kenikmatan indria dari laki-laki, adalah bagaikan setetes madu di sisi tajam sebuah pedang, lebih membahayakan daripada manisnya;

kenikmatannya hanya sebentar bagaikan sebuah pertunjukan pendek yang dapat terlihat di antara kalap-kelip cahaya lampu sorot; dinikmati oleh persepsi yang salah (yang kacau) seperti hiasan seorang gila;

mereka adalah tipuan bagaikan sebuah objek yang disamarkan yang menyembunyikan setumpuk kotoran, tidak memuaskan seperti menjilat lembutnya jari tangan;

menyusahkan, bagaikan seorang yang kelaparan yang makan dengan rakus yang hanya menyebabkan penderitaan seperti umpan di mata kail yang hanya menyebabkan dukkha pada masa lalu, masa sekarang, dan masa depan bagaikan panasnya api yang berkobar-kobar;

mereka menempel bagaikan getah pohon (makkata lepa);

mereka membentuk suatu alat untuk menyembunyikan benda yang membahayakan seperti mantel seorang pembunuh.
……………………………………………………………………………………………………..

Karena melepaskan kehidupan rumah tangga adalah dasar bagi Kesempurnaan melepaskan keduniawian, pada waktu tidak ada ajaran Buddha, dalam rangka memenuhi Kesempurnaan ini, Bodhisatta menjalani kehidupan pertapaan menjadi petapa atau pengembara yang berpegang pada hukum perbuatan (kamma vàdi) dan hukum akibat dari perbuatan (kiriya vàdi). Tetapi, saat di dunia muncul seorang Buddha, Beliau bergabung dalam Sangha, menjadi bhikkhu dalam masa Buddha tersebut.

Setelah melepaskan keduniawian, ia menjalani Varitta Sila dan Càritta Sila seperti yang telah dijelaskan sebelumnya dan untuk menyucikan sila ini, Beliau menjalani praktik pertapaan keras (dhutanga).

Dengan demikian, Bodhisatta yang telah mencuci kotoran batinnya dengan air bersih Sila dan dibentengi oleh praktik dhutanga berhasil memperoleh perbuatan dan ucapan yang murni tanpa cela; Beliau merasa puas dengan jubah apa pun yang dimiliki, makanan dan tempat tinggal yang tersedia; setelah mengikuti tiga pertama dari empat tradisi para Ariya (Ariyavamsattaya), Beliau berusaha mencapai yang keempat, kebahagiaan dalam meditasi (bhàvanàrama) dengan melatih satu dari empat puluh objek meditasi yang diajarkan yang sesuai baginya hingga Beliau mencapai Jhàna awal (Upacàra) dan Jhàna pencerapan (Appanà). Pencapaian Jhàna tercerap adalah Pemenuhan Bodhisatta atas Kesempurnaan Melepaskan keduniawian.

~RAPB 1, pp. 156-158~

 :lotus: :lotus: :lotus: :lotus: :lotus: :lotus: :lotus:
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Lily W on 30 June 2008, 12:46:25 PM
(4) Kehidupan di alam brahmà yang tidak memiliki kesadaran (asannasatta-bhumi): ini tidak menguntungkan karena makhluk-makhluk di alam ini tidak dapat mendengarkan Dhamma karena tidak memiliki indra pendengaran.

(hal 26)

Tidak memiliki kesadaran... ini membingungkan saya, karena bukankah makhluk hidup itu pasti memiliki kesadaran?
Kalau tidak memiliki kesadaran, bagaimana bisa disebut makhluk hidup?
Mungkinkah ada maksud secara tersirat?

_/\_

Brahma Asannasatta-Bhumi ( Alam para Brahma yang kosong dari kesadaran (yang tidak bergerak) ) ini termasuk kedalam Alam Kehidupan Jhana keempat/Catuttha Jhana Bhumi 7 (RUPA-BHUMI 16).

Brahma Asannasatta tumimbal lahir tidak dengan kesadaran (citta/Vinnana), tetapi tumimbal lahir dengan Materi (Rupa) yaitu Jivitanavakakalapa-Rupa.

Kita (manusia) susah bayangin bentuk-bentuk para brahma itu.

[at] indra: thanx atas jawabnnya, kalau begitu, dengan tidak memiliki kesadaran, apakah mereka memiliki kehendak?

delete...

Mereka tidak memiliki Kesadaran (Nama/batin) berarti mereka juga tidak mempunyai kehendak. Mereka hanya mempunyai Rupa (materi) aja.

cmiiw...

_/\_ :lotus:
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Yumi on 30 June 2008, 12:52:40 PM
Q13:  (vii) Tanpa kejujuran seseorang pasti berprasangka miring oleh kemelekatan karena jasa yang dilakukan oleh orang lain, atau oleh ketidaksenangan karena kerugian yang diakibatkan oleh orang lain; karena itu kebenaran tidak berlaku pada situasi demikian. Hanya dengan kejujuran seseorang yang dalam situasi menghadapi kesukaan atau ketidaksukaan dapat terbebas dari prasangka miring yang disebabkan oleh keserakahan, atau oleh kebencian atau kebodohan yang menghalangi kebenaran. [RAPB 1, p. 132]  gak ngerti maksudnya tuh gimana yah  ???

Q14:  (iv) Jika suatu saat, karena lupa, seseorang melanggar satu atau dua Sila, kemudian karena merasa malu dan merasa takut, seseorang segera melakukan penebusan dengan cara yang benar, dengan menerima kembali sila setelah membuat pengakuan atau menjalani penebusan kesalahan Parivasa dan manatta untuk menyucikan moralitasnya kembali. (Setelah melakukan pelanggaran, seorang bhikkhu harus menjalani penebusan parivasa dan memenuhi penebusan manatta; seorang umat awam atau sàmanera harus mengambil ulang sila dan mematuhi sila tersebut untuk dapat memperbaiki). [RAPB 1, p. 146]  Mengenai penebusan dengan cara yang benar, kalo udah ada yg pernah saya langgar & harus mengambil sila kembali, caranya gimana? Sama gak menerima Sila dari Bhante dgn membaca Sila sendiri di rumah utk mengulang ambil sila tsb?
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Mr. Wei on 30 June 2008, 04:59:09 PM
 [at] Indra: saat ini saya baru membaca ampe hal 77... saya hanya mengambil asumsi sementara, apakah meditasi yg Bodhisatta gunakan untuk kesempurnaan adalah samatha bhavana?

_/\_
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 30 June 2008, 05:08:05 PM
Mempergunakan samatha sebagai alat bantu vipassana.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 30 June 2008, 07:05:27 PM
[at] Indra: saat ini saya baru membaca ampe hal 77... saya hanya mengambil asumsi sementara, apakah meditasi yg Bodhisatta gunakan untuk kesempurnaan adalah samatha bhavana?

_/\_

Mr.Wei,

ini akan menjadi diskusi yg menarik.
Saya tidak pernah membaca mengenai hal ini, jadi apa yg saya coba jelaskan berikut ini adalah murni dari analisa pribadi saya.

Penjelasan:
Mengingat bahwa dalam karir Sang Bodhisatta, Beliau pernah beberapa kali bertemu dengan Buddha-Buddha di masa lampau dan bahkan pernah menjadi bhikkhu jadi ada kemungkinan bahwa Beliau juga mempelajari Vipassana dari Buddha-Buddha masa lampau itu.

Tetapi ada kemungkinan bahwa Beliau tidak berlatih Vipassana. Berlatih Vipassana akan mengantarkan seseorang untuk mencapai Kesucian, yaitu Sotapanna hingga Arahat. dan ini agak berbahaya, karena jika Sang Bodhisatta mencapai kesucian maka gagallah cita-citanya untuk menjadi Samma Sambuddha. oleh karena itu, agar Beliau bisa memenuhi Paraminya selama 4 asankheyya dan 100000 kappa itu, Beliau tidak boleh mencapai Kesucian. Dengan kata lain, Beliau tidak bervipassana.

Dari 2 asumsi ini yg mana yg anda pilih Mr. Wei?

 _/\_
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 30 June 2008, 07:30:01 PM
Q13:  (vii) Tanpa kejujuran seseorang pasti berprasangka miring oleh kemelekatan karena jasa yang dilakukan oleh orang lain, atau oleh ketidaksenangan karena kerugian yang diakibatkan oleh orang lain; karena itu kebenaran tidak berlaku pada situasi demikian. Hanya dengan kejujuran seseorang yang dalam situasi menghadapi kesukaan atau ketidaksukaan dapat terbebas dari prasangka miring yang disebabkan oleh keserakahan, atau oleh kebencian atau kebodohan yang menghalangi kebenaran. [RAPB 1, p. 132]  gak ngerti maksudnya tuh gimana yah  ???

Paragraf ini menjelaskan tentang faktor-faktor yang bertentangan dengan Kesempurnaan Kejujuran. Prasangka miring yang disebabkan oleh Lobha, Dosa dan Moha adalah 3 faktor yang bertentangan dengan Sacca Parami (Kesempurnaan Kejujuran), jadi untuk memenuhi Kesempurnaan ini seseorang harus menggunakan kejujuran untuk menghadapi prasangka miring oleh lobha, Dosa, Moha itu.


Q14:  (iv) Jika suatu saat, karena lupa, seseorang melanggar satu atau dua Sila, kemudian karena merasa malu dan merasa takut, seseorang segera melakukan penebusan dengan cara yang benar, dengan menerima kembali sila setelah membuat pengakuan atau menjalani penebusan kesalahan Parivasa dan manatta untuk menyucikan moralitasnya kembali. (Setelah melakukan pelanggaran, seorang bhikkhu harus menjalani penebusan parivasa dan memenuhi penebusan manatta; seorang umat awam atau sàmanera harus mengambil ulang sila dan mematuhi sila tersebut untuk dapat memperbaiki). [RAPB 1, p. 146]  Mengenai penebusan dengan cara yang benar, kalo udah ada yg pernah saya langgar & harus mengambil sila kembali, caranya gimana? Sama gak menerima Sila dari Bhante dgn membaca Sila sendiri di rumah utk mengulang ambil sila tsb?


Kalau Yumi bisa menemukan bhikkhu untuk mengambil ulang Sila tersebut tentu lebih baik, tapi kalau tidak ada bhikkhu, boleh saja dibaca sendiri dengan tekad bahwa saya akan melaksanakan Sila ini dengan sungguh-sungguh. sebagai umat awam, Sila itu bukanlah larangan, tetapi janji tekad pada diri sendiri untuk tidak melanggar. Tapi, kalau dari pengalaman saya sih, menerima Sila dari bhikkhu akan menambah semangat untuk lebih berusaha untuk tidak melanggar, kalau ambil sendiri rasanya kurang bertanggung jawab.
Kalau saya, setiap ketemu bhikkhu dan situasi mengijinkan saya punya kebiasaan untuk memohon Tisarana dan Pancasila, tidak peduli apakah saya melanggar atau tidak, sepertinya sih pasti melanggar.

Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Mr. Wei on 30 June 2008, 07:57:48 PM
[at] Indra: saat ini saya baru membaca ampe hal 77... saya hanya mengambil asumsi sementara, apakah meditasi yg Bodhisatta gunakan untuk kesempurnaan adalah samatha bhavana?

_/\_

Mr.Wei,

ini akan menjadi diskusi yg menarik.
Saya tidak pernah membaca mengenai hal ini, jadi apa yg saya coba jelaskan berikut ini adalah murni dari analisa pribadi saya.

Penjelasan:
Mengingat bahwa dalam karir Sang Bodhisatta, Beliau pernah beberapa kali bertemu dengan Buddha-Buddha di masa lampau dan bahkan pernah menjadi bhikkhu jadi ada kemungkinan bahwa Beliau juga mempelajari Vipassana dari Buddha-Buddha masa lampau itu.

Tetapi ada kemungkinan bahwa Beliau tidak berlatih Vipassana. Berlatih Vipassana akan mengantarkan seseorang untuk mencapai Kesucian, yaitu Sotapanna hingga Arahat. dan ini agak berbahaya, karena jika Sang Bodhisatta mencapai kesucian maka gagallah cita-citanya untuk menjadi Samma Sambuddha. oleh karena itu, agar Beliau bisa memenuhi Paraminya selama 4 asankheyya dan 100000 kappa itu, Beliau tidak boleh mencapai Kesucian. Dengan kata lain, Beliau tidak bervipassana.

Dari 2 asumsi ini yg mana yg anda pilih Mr. Wei?

 _/\_


Menurut saya the last one...
Karena betul, jikalau mencapai Arahat dahulu, maka cita2nya mencapai Samma Sambuddha akan gagal...

Tapi kalau kita lihat dalam konteks mahayana, Bodhisattva seperti Avalokitesvara sebenarnya sudah mencapai parinirvana/kesucian namun karena walas asihnya maka Bodhisattva menundanya dan menjadi Bodhisattva.

Tapi karena ini kita bahas dalam lingkup kanon Pali, maka kasus Avalokitesvara ini tidak bisa disangkutpautkan ;D

Alasan kenapa saya mengatakan bahwa Bodhisatta ber samatha adalah karena Beliau mencapai jhana2 (klo dalam vipassana kayaknya saya tidak pernah mendengar pencapaian jhana 1-2-3).

Kalau ada salah mohon diluruskan _/\_
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 01 July 2008, 09:42:48 AM
Quote
Mengingat bahwa dalam karir Sang Bodhisatta, Beliau pernah beberapa kali bertemu dengan Buddha-Buddha di masa lampau dan bahkan pernah menjadi bhikkhu jadi ada kemungkinan bahwa Beliau juga mempelajari Vipassana dari Buddha-Buddha masa lampau itu.

Tetapi ada kemungkinan bahwa Beliau tidak berlatih Vipassana. Berlatih Vipassana akan mengantarkan seseorang untuk mencapai Kesucian, yaitu Sotapanna hingga Arahat. dan ini agak berbahaya, karena jika Sang Bodhisatta mencapai kesucian maka gagallah cita-citanya untuk menjadi Samma Sambuddha. oleh karena itu, agar Beliau bisa memenuhi Paraminya selama 4 asankheyya dan 100000 kappa itu, Beliau tidak boleh mencapai Kesucian. Dengan kata lain, Beliau tidak bervipassana.

Saya kira meditasi yang dilatih adalah keduanya, samatha bhavana dan vipassana bhavana.
Untuk terjadinya sesuatu, harus ada sebab yang sesuai. Dalam hal ini Bodhisatta memang harus belajar pada Buddha sebelumnya, dan meditasi yang dilakukan mungkin saja Vipassana, tetapi karena sebab timbulnya pengetahuan sempurna belum cukup, maka tidak mencapai tingkat kesucian.
_/\_
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 01 July 2008, 12:59:30 PM
[at] atas

Cukup masuk akal juga, dan sepertinya memang demikian. Kamsia, Karuna
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Yumi on 02 July 2008, 12:17:33 PM

Paragraf ini menjelaskan tentang faktor-faktor yang bertentangan dengan Kesempurnaan Kejujuran. Prasangka miring yang disebabkan oleh Lobha, Dosa dan Moha adalah 3 faktor yang bertentangan dengan Sacca Parami (Kesempurnaan Kejujuran), jadi untuk memenuhi Kesempurnaan ini seseorang harus menggunakan kejujuran untuk menghadapi prasangka miring oleh lobha, Dosa, Moha itu.


 _/\_ Trims ko.. atas penjelasan mengenai mengambil ulang sila tersebut. Yg prasangka miring ini sebetulnya masih ga tangkap maksudnya.. Maksudnya harus jujur utk menghadapi kecurigaan ya? prasangka miring = prasangka negatif? tapi gpp lagi lar, lewatin aja.. intinya jujur aja deh..  :))
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Yumi on 02 July 2008, 12:27:35 PM
Upekkhà Pàrami yang terdiri dari faktor Tatramajjhattatà dan pannà;

Tatramajjhattatà dapat dikelompokkan dalam Jhàna Pàrami karena berhubungan;

dan faktor Pannà karena sama dengan Nanupekkha dapat dikelompokkan dalam Pannà Pàrami. [RAPB 1, pp. 170-171]

 ??? ??? ???

 
(e) Melalui pasangan Dàna dan Pannà, kebajikan ganda dari konsentrasi dan meditasi Pandangan Cerah; dan juga kebajikan ganda dari buku-buku pariyatti dan meditasi;
(g) Melalui pasangan Sila dan Viriya, kebajikan ganda dari konsentrasi dan meditasi Pandangan Cerah;
 [RAPB 1, pp. 172]

Ini juga kurang jelas.. Maksudnya gimana yah? Apa hubungannya dana dgn membaca buku2 pariyatti & meditasi? Juga Sila & Virya dgn konsentrasi & meditasi pandangan cerah.. Sapa tahu ada yg lebih paham? Tolong jelasin dunk..

Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Yumi on 02 July 2008, 12:31:21 PM
Sedangkan di sini, lebih ditujukan untuk Bodhisatta yang bercita-cita untuk mencapai Pencerahan Sempurna, semua usaha dalam meditasi harus didahului oleh adanya Mahàkarunà dan Upàya-kosalla Nàna dan berhenti pada tingkat keenam dari penyucian pengetahuan Jalan (Patipadà Nànadasana Visuddhi) sebelum mencapai Jalan yang disebut tahap penyucian pengetahuan Jalan dan Buahnya (Nànadasana Visuddhi).
Sehubungan dengan sepuluh tingkat pengetahuan Pandangan Cerah, pengembangan kebijaksanaan dijelaskan sampai pada bagian pertama dari pengetahuan keseimbangan mengenai bentuk (Sankhàraupekkhà Nàna), dengan penekanan pada sembilan tingkat di bawahnya dari Pandangan Cerah Vipassanà. [RAPB 1, pp. 160-161]

  ??? ~X( terlalu dalam...
Title: Serve to be Perfect.. Be Perfect to Serve..
Post by: Yumi on 02 July 2008, 12:38:06 PM
Bagaimana Kesempurnaan Usaha, dan Seterusnya Dipenuhi?

Secara umum, keinginan untuk menaklukkan musuh-musuhnya, berusaha tanpa henti, bahkan Bodhisatta yang berusaha sendiri mengatasi musuh-musuhnya berupa kotoran batin dan menginginkan agar makhluk-makhluk lain juga melakukan usaha yang sama bekerja keras setiap saat dalam memenuhi Kesempurnaan ini.

Oleh karena itu, Bodhisatta terus-menerus merenungkan dengan penuh perhatian, “Apa yang telah kulakukan hari ini untuk memperoleh jasa dan kebijaksanaan? Apa yang telah kulakukan hari ini untuk kesejahteraan orang lain?” Dengan merenungkan demikian setiap hari, Beliau bekerja dengan penuh semangat untuk melayani makhluk-makhluk lain.
……………………………………………………………………………………………………

Pikirannya bebas dari objek-objek kenikmatan indria, besar maupun kecil, tidak membicarakan objek-objek kenikmatan indria besar maupun kecil.

Dalam setiap perbuatan, Beliau mengembangkan dan menggunakan Upàya-kosalla Nàna.
Beliau selalu bekerja dengan tekun demi kesejahteraan makhluk-makhluk lain.

Beliau sabar dalam menghadapi objek-objek indria, baik yang disukai maupun yang tidak disukai.

Beliau berpegang teguh pada kebenaran, tidak akan menyelewengkannya bahkan demi hidupnya.

Beliau melindungi semua makhluk, tidak membeda-bedakan, dengan cinta kasih dan welas asih. Bagaikan seorang ayah yang ingin mengambil alih penderitaan anak-anaknya, bahkan Beliau berkeinginan untuk mengambil alih penderitaan semua makhluk.

Beliau bergembira atas kebajikan yang dilakukan oleh semua makhluk. Beliau terus-menerus merenungkan keagungan Buddha dan keagungan kekuasaannya. Apa pun yang dilakukannya melalui ucapan dan perbuatan, dilakukan dengan pikiran yang tertuju pada Pencerahan Sempurna.

Demikianlah, Bodhisatta terus-menerus mengabdikan dirinya dalam kebajikan seperti dàna, dan lain-lain, mengumpulkan jasa dan kebijaksanaan yang tiada bandingnya hari demi hari.

Selanjutnya, setelah melepaskan kehidupan dan jasmaninya demi melindungi makhluk-makhluk lain, Beliau mencari cara meringankan berbagai macam penderitaan yang dialami oleh makhluk-makhluk lain—lapar, haus, panas, dingin, angin, matahari, dan lain-lain.

Kebahagiaan apa pun yang diperolehnya dengan melenyapkan penderitan-penderitaan tadi, kebahagiaan jasmani dan batin yang dihasilkan dari tinggal di taman-taman indah, istana, kolam, dan hutan, kebahagiaan pencapaian Jhàna yang dinikmati oleh para Buddha, Pacceka Buddha, Ariya Sàvaka, dan para Bodhisatta yang telah melepaskan keduniawian seperti yang Beliau dengar dari makhluk-makhluk lain, Beliau ingin memberikan kebahagiaan tersebut kepada semua makhluk tanpa kecuali.

(Semua perbuatan Bodhisatta yang telah dijelaskan tersebut, dilakukan sebelum Beliau mencapai Jhàna).

~RAPB 1, pp. 161-162~
Title: Saat Beliau telah berhasil mencapai Jhàna..
Post by: Yumi on 02 July 2008, 12:43:45 PM
Beliau berusaha untuk melimpahkan buah dari Jhàna yang Beliau nikmati—kebahagiaan, ketenangan, kegembiraan, konsentrasi, pengetahuan akan hal-hal sebagaimana adanya—kepada makhluk-makhluk lain agar mereka juga dapat menikmatinya seperti dirinya.

Lebih jauh lagi, Beliau melihat makhluk-makhluk dilanda penderitaan akan kelahiran yang berulang-ulang (samsàra vatta dukkha), penderitaan yang disebabkan oleh kotoran batin (kilesa dukkha), dan penderitaan yang diakibatkan oleh bentuk-bentuk kamma (abisankhàra dukkha) yang menjerat makhluk-makhluk dalam samsàra.

Demikianlah, Beliau melihat penderitaan yang dialami oleh makhluk-makhluk: Beliau melihat dengan jelas makhluk-makhluk yang berada di alam sengsara (Niraya) mengalami dipotong-potong, dibakar api terus-menerus, hancur, kesakitan dalam waktu yang lama.

Beliau melihat makhluk-makhluk di alam binatang yang mengalami penderitaan karena kebencian, tekanan, melukai, dan membunuh binatang lain atau harus bekerja keras untuk makhluk lain.

Beliau melihat makhluk-makhluk di alam hantu yang dibakar api yang berkobar-kobar, lemah karena lapar, haus, angin, matahari, dan lain-lain, memakan apa yang telah dimuntahkan, menelan ludah dan dahak, dan lain-lain, dan mengacung-acungkan tangannya dalam kesedihan.

Beliau melihat makhluk-makhluk manusia, jatuh bangun dalam memenuhi kebutuhan hidupnya; menderita hukuman seperti dipotong tangannya, kakinya, dan lain-lain karena melakukan kejahatan; menyeramkan, jelek, cacat; terbenam dalam lumpur penderitaan, tidak berbeda dengan makhluk-makhluk di Alam Niraya;
beberapa manusia, yang mengalami kelaparan dan kehausan karena kekurangan bahan makanan mirip dengan hantu kelaparan.
Beberapa dari mereka yang lebih lemah ditundukkan oleh mereka yang lebih kuat, memaksa yang lemah untuk melayani dan hidup tergantung dari yang kuat. Beliau melihat penderitaan ini tidak berbeda dengan binatang.
 

Bodhisatta melihat dengan jelas dewa-dewa di enam alam indria (yang terlihat sangat bahagia oleh manusia) menderita kegelisahan karena menelan ‘racun’ kenikmatan indria dan terbakar oleh api keserakahan, kebencian, dan kebodohan, bagaikan sebatang pohon kering yang terbakar dan semakin marak oleh tiupan angin, tanpa sedetik pun merasakan kedamaian, selalu berjuang dengan putus asa dan bergantung dari yang lain untuk bertahan hidup.

Beliau melihat jelas para brahmà di alam bentuk dan alam tanpa bentuk, setelah hidup dalam waktu yang sangat lama, selama delapan puluh empat ribu mahàkappa; akhirnya kalah terhadap hukum ketidakkekalan dan akhirnya jatuh kembali ke dalam lingkaran kelahiran, usia tua, dan kematian yang tidak terkalahkan dan penuh penderitaan seperti burung yang bersemangat tinggi terbang jauh dan jauh di angkasa atau seperti anak panah yang dilepaskan ke angkasa oleh seorang yang kuat.

Melihat dengan jelas penderitaan-penderitaan ini, Bodhisatta merasakan perasaan religius yang mendesak (Samvega), dan memancarkan cinta kasih dan welas asih kepada semua makhluk dengan tanpa membeda-bedakan dalam tiga puluh satu alam kehidupan.

Bodhisatta, dengan demikian mengumpulkan kebajikan tanpa terputus memenuhi persyaratan untuk mencapai Pencerahan Sempurna dengan tindakan, ucapan, dan pikiran yang baik, berusaha dengan saksama dan dengan penuh ketekunan agar semua Pàrami dapat dipenuhi hingga tingkat tertinggi.

Usaha yang berfungsi untuk mengantarkannya menuju Kebuddhaan—gudang yang tidak terbayangkan, tiada bandingan, tidak ternoda, dengan sifat-sifat murni—kuatnya tidak terbayangkan. Orang-orang biasa bahkan tidak berani mendengar mengenai usaha ini apalagi mempraktikkannya.

~RAPB 1, pp. 163-164~
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 02 July 2008, 10:41:16 PM
Upekkhà Pàrami yang terdiri dari faktor Tatramajjhattatà dan pannà;

Tatramajjhattatà dapat dikelompokkan dalam Jhàna Pàrami karena berhubungan;

dan faktor Pannà karena sama dengan Nanupekkha dapat dikelompokkan dalam Pannà Pàrami. [RAPB 1, pp. 170-171]

 ??? ??? ???

 
(e) Melalui pasangan Dàna dan Pannà, kebajikan ganda dari konsentrasi dan meditasi Pandangan Cerah; dan juga kebajikan ganda dari buku-buku pariyatti dan meditasi;
(g) Melalui pasangan Sila dan Viriya, kebajikan ganda dari konsentrasi dan meditasi Pandangan Cerah;
 [RAPB 1, pp. 172]

Ini juga kurang jelas.. Maksudnya gimana yah? Apa hubungannya dana dgn membaca buku2 pariyatti & meditasi? Juga Sila & Virya dgn konsentrasi & meditasi pandangan cerah.. Sapa tahu ada yg lebih paham? Tolong jelasin dunk..


membaca buku-buku Pariyatti, dalam konteks itu adalah berhubungan dengan Panna yaitu Sutamaya Panna, hal. 158). Sila adalah prasyarat bagi konsentrasi, menurut guru-guru, orang yg memiliki Sila yg baik akan lebih mudah berkonsentrasi (samadhi) daripada orang yg Sila-nya buruk, adn Viriya adalah satu dari lima kualitas yang mendukung Pandangan Cerah.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 02 July 2008, 10:55:59 PM
Sedangkan di sini, lebih ditujukan untuk Bodhisatta yang bercita-cita untuk mencapai Pencerahan Sempurna, semua usaha dalam meditasi harus didahului oleh adanya Mahàkarunà dan Upàya-kosalla Nàna dan berhenti pada tingkat keenam dari penyucian pengetahuan Jalan (Patipadà Nànadasana Visuddhi) sebelum mencapai Jalan yang disebut tahap penyucian pengetahuan Jalan dan Buahnya (Nànadasana Visuddhi).
Sehubungan dengan sepuluh tingkat pengetahuan Pandangan Cerah, pengembangan kebijaksanaan dijelaskan sampai pada bagian pertama dari pengetahuan keseimbangan mengenai bentuk (Sankhàraupekkhà Nàna), dengan penekanan pada sembilan tingkat di bawahnya dari Pandangan Cerah Vipassanà. [RAPB 1, pp. 160-161]

  ??? ~X( terlalu dalam...

Ini bagian yg menarik, mungkin pertanyaan yang dimaksudkan adalah "mengapa pengembangan kebijaksanaan bagi Bodhisatta itu dibatasi/tidak menyeluruh?"

Ini berhubungan dengan cita-cita Bodhisatta, yaitu menjadi Samma Sambuddha, kalau Bodhisatta mempraktikkan kebijaksanaan secara penuh, dikhawatirkan Beliau akan mencpai tingkatan Arahat, dan kalau ini terjadi, artinya cita-citanya gagal. (hilang sudah harapan untuk menjadi Samma Sambuddha.

Seperti yang diucapkan oleh Bodhisatta Sumedha (not Sumedho),"Aku bisa saja menjadi Arahat saat ini juga kalau aku menginginkan. Tapi apalah gunanya seorang Superman sepertiku menjadi murid tak berguna dari Buddha Dipankara, Aku ingin menjadi Samma Sambuddha seperti Buddha Dipankara ...dst"

Karena tekadnya untuk menjadi Samma Sambuddha itu pulalah yang mencegah Beliau menjadi Arahat meskipun Beliau dalam beberapa kelahirannya pernah menjadi bhikkhu sebagai murid dari Buddha, agar cita-citanya menjadi Samma Sambuddha dapat tercapai.

Silahkan dikoreksi... _/\_
Title: BERDANA… BERDANA… BERDANA…
Post by: Yumi on 04 July 2008, 05:17:02 PM
……………………………………………………………………………………………………
ada empat faktor yang menghalangi tindakan dananya ini (dàna vinibandha):
(a) Pada masa lalu tidak terbiasa dalam hal berdana,
(b) Tidak memiliki harta benda yang cukup,
(c) Harta benda yang dimiliki terlalu bagus untuk didanakan,
(d) Khawatir harta benda miliknya akan berkurang.

(a) Ketika Bodhisatta memiliki benda-benda untuk diberikan dan pencari dàna telah datang, namun pikiran Bodhisatta tidak cenderung untuk memberikan, Beliau menyadari, “Tentu Aku tidak terbiasa dalam hal berdana pada masa lampau; sehingga keinginan untuk berdana tidak muncul saat ini walaupun situasinya sangat mendukung,” oleh karena itu Beliau merenungkan,

“Walaupun keinginan untuk berdana tidak muncul dalam diriku, aku akan memberikan dàna sehingga Aku akan menjadi terbiasa dalam berdana dan bergembira karenanya. Sejak saat ini, Aku akan memberi dengan murah hati. Bukankah Aku telah bertekad untuk memberikan semua milikku kepada mereka yang membutuhkannya?
Setelah merenungkan demikian, Beliau memberikannya dengan tanpa beban, dengan gembira. Dengan memberikan dàna ini Bodhisatta melenyapkan rintangan pertama yaitu “Pada masa lampau tidak terbiasa dalam hal berdana.”

(b) Ketika tidak memiliki harta benda yang mencukupi, Bodhisatta merenungkan,

“Karena aku tidak melakukan dàna pada masa lampau, Aku menderita kekurangan harta benda. Aku harus melakukan dàna dari apa pun yang kumiliki, tidak peduli apakah harta bendaku sedikit atau tidak baik, bahkan jika hal ini akan membuat hidupku menjadi lebih sulit. Dengan pemberian ini, pada masa depan aku akan mencapai Kesempurnaan Kedermawanan.”
Setelah merenungkan demikian, Beliau memberikan dengan tanpa beban, dengan gembira, dengan benda apa pun yang dapat Beliau danakan. Dengan memberikan dàna ini Bodhisatta melenyapkan rintangan kedua yaitu “Tidak memiliki harta benda yang cukup.”

(c) Ketika merasa enggan memberikan karena kualitas yang baik dari benda miliknya, Bodhisatta merenungkan,

“O orang baik, bukankah engkau bercita-cita untuk menjadi yang termulia, yang paling terhormat, mencapai Pencerahan Sempurna? Untuk menjadi yang termulia, yang terhormat, mencapai Pencerahan Sempurna, engkau harus memberikan dàna yang termulia, yang terhormat.”
Setelah merenungkan demikian, Beliau memberikan benda-benda dengan kualitas yang terbaik dan terindah dengan tanpa beban, dengan gembira. Dengan memberikan dàna ini Bodhisatta melenyapkan rintangan ketiga yaitu “Harta benda yang dimiliki terlalu bagus untuk didanakan.”

(d) Ketika Bodhisatta merasa bahwa harta bendanya akan berkurang jika miliknya diberikan, Beliau merenungkan,

“Kerusakan dan kehilangan adalah sifat dari harta benda. Karena aku tidak melakukan perbuatan baik berdana pada masa lampau, sehingga aku tidak pernah merasa kekurangan benda untuk didanakan, maka aku sekarang mengalami kekurangan harta benda untuk didanakan. Aku akan memberikan dàna benda apa pun yang kumiliki, tidak peduli banyak atau sedikit. Dengan dàna ini, pada masa depan aku akan mencapai Kesempurnaan Kedermawanan.”
 

Setelah merenungkan demikian, Bodhisatta memberikan benda apa pun yang Beliau miliki dengan tanpa beban dan dengan gembira. Dengan memberikan dàna ini Bodhisatta melenyapkan rintangan keempat yaitu, “Khawatir harta benda miliknya akan berkurang.”

Melenyapkan rintangan dalam berdana dengan cara merenungkannya dengan cara yang tepat merupakan alat yang tepat dalam memenuhi Kesempurnaan Kedermawanan. Cara yang sama berlaku pula untuk kesempurnaan lainnya seperti Sãla, dan lain-lain.

~RAPB 1, pp. 189-191~

Title: PERJALANAN BUDDHA DIPANKARA
Post by: Yumi on 10 July 2008, 12:43:35 PM
Ketika penduduk Rammavati telah memberikan dàna makanan kepada Buddha Dipankarà dan keempat ratus ribu bhikkhu, mereka bersujud kepada Buddha dan mempersembahkan bunga, dupa, dan lain-lain dan berkumpul mendengarkan khotbah-Nya:

Buddha Dipankarà kemudian bersabda:

1.    Dànam nàma sukhàdãnam Nidànam paramam matam
   dibbànam, pana bhogànam patittàhàti pavuccàtà.
   
   “Dàna harus dipahami sebagai penyebab mulia utama bagi umat manusia dan para dewa; juga dikatakan merupakan dasar bagi kebahagiaan surgawi.”
   “Berawal dari kata-kata ini, ceramah yang indah mengenai praktik dàna (Dànakathà) disampaikan.”

2.    Silam nàm etam idhaloka-paraloka sampattiam mulam.
   
   “Sila berarti akar dari berbagai bentuk kesejahteraan dalam kehidupan sekarang maupun kehidupan mendatang.
   Dengan cara ini dan bermacam cara lainnya, ceramah mengenai sila disampaikan    secara jelas.”

3. Berikutnya, Buddha Dipankarà memberikan ceramah mengenai alam surga (saggakathà) untuk menjelaskan sila yang mana yang akan menghasilkan kebahagiaan apa di alam surga.

   “Alam surga adalah yang dicita-citakan, menyenangkan dan indah, dan benar-benar membahagiakan. Alam ini memberikan kegembiraan dan sukacita yang terus menerus. Para dewa Catumahàràjika menikmati kebahagiaan surgawi selama sembilan juta tahun manusia.” Demikianlah manfaat hidup di alam surga disampaikan.

4. Setelah menyampaikan, mengajak dan meyakinkan semua yang hadir akan ajaran-Nya sehingga mereka berkemauan untuk melakukan Dàna dan Sila, Buddha melanjutkan ceramahnya bahwa bahkan kebahagiaan surgawi tersebut tidaklah kekal dan seseorang hendaknya tidak melekat kepadanya. Dengan cara ini Buddha membabarkan mengenai kerugian dan cacat dari kenikmatan indria dan manfaat dari kebebasan terhadap kenikmatan indria; Buddha mengakhiri ceramahnya dengan khotbah mengenai Nibbàna.

Setelah menyampaikan ceramahnya kepada orang-orang yang hadir di sana, beberapa dari mereka menyatakan berlindung kepada Tiga Perlindungan, beberapa orang bertekad untuk melaksanakan Lima Sila, beberapa orang mencapai tingkat kesucian Sotàpatti-Phala (Buah dari Pemenang Arus), Sakadàgàmi-Phala (Buah dari Yang Sekali Kembali), Anàgàmi-Phala (Buah dari Yang Tak Kembali). Beberapa mencapai tingkat kesucian Arahattata-Phala (Buah dari Kearahattaan). Beberapa memperoleh tiga tingkat kebijaksanaan, enam tingkat kebijaksanaan, atau memperoleh delapan tingkat Jhàna; Buddha kemudian meninggalkan Kota Rammavati dan memasuki Vihàra Sudassana.

~RAPB 1, pp. 212-213~

Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Riky_dave on 10 July 2008, 08:11:20 PM
Snail kayak TIPITAKA berjalan saja...^-^

Salam,
Riky
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 10 July 2008, 09:34:51 PM
Yumi,

Mungkin ada baiknya, kalau anda menambahkan beberapa kalimat sendiri sebagai kesimpulan atau at least highlight kalimat yg penting, supaya memudahkan pembacaan, karena dugaan saya, sebagian member tidak membaca keseluruhan quote ini karena terlalu panjang, hanya, baca 1 atau 2 baris, dan "ah... gak menarik" then skip. ;D
Title: Ciri-ciri Buddha Dipankarà
Post by: Yumi on 11 July 2008, 12:46:25 PM
[RAPB 1, p. 218]

…………………………………………………………………………………………….
Tinggi-Nya delapan puluh lengan (kira-kira 40 meter). Ia agung dan indah seperti sebuah tiang yang bersinar dan seperti pohon sàla besar yang mekar sempurna.

(Manfaat menjelaskan ciri-ciri ini adalah: Jika tidak dijelaskan, Buddha dapat salah dikenali sebagai dewa, Màra, atau brahmà. Seseorang dapat berpikir, tidaklah aneh peristiwa-peristiwa ajaib dapat terjadi pada sesosok makhluk dewa. Ini dapat mengarah pada salah paham dan asumsi bahwa tidak ada gunanya mendengarkan ajaran-Nya. Sehingga dengan demikian tidak mungkin dapat menembus Kebenaran—mencapai Kebebasan. Di pihak lain, ciri-ciri ini akan membangkitkan keyakinan bahwa “Sangat luar biasa manusia ini.” Dengan keyakinan ini, semua makhluk akan mendengarkan ajaran-Nya dan memahami Kebenaran—dapat mencapai Kebebasan. Untuk itulah ciri-ciri ini dijelaskan).

 :o tinggi Buddha 40 meter.. tinggi banget..  ??? kalo berhadapan dgn Beliau, kita yg manusia biasa hanya bagaikan semut dunk, paling tinggi pun cuman mendekati 2 meter  ^-^
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Riky_dave on 11 July 2008, 12:51:54 PM
Yumi,

Mungkin ada baiknya, kalau anda menambahkan beberapa kalimat sendiri sebagai kesimpulan atau at least highlight kalimat yg penting, supaya memudahkan pembacaan, karena dugaan saya, sebagian member tidak membaca keseluruhan quote ini karena terlalu panjang, hanya, baca 1 atau 2 baris, dan "ah... gak menarik" then skip. ;D
Betul sekali :jempol:
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 11 July 2008, 08:47:03 PM
[RAPB 1, p. 218]

 :o tinggi Buddha 40 meter.. tinggi banget..  ??? kalo berhadapan dgn Beliau, kita yg manusia biasa hanya bagaikan semut dunk, paling tinggi pun cuman mendekati 2 meter  ^-^

Kalau semua orang tingginya rata2 40m, mungkin tinggi badan Buddha adalah normal, jangan dibandingkan dengan tinggi badan kita saat ini, postur tubuh dipengaruh oleh lingkungan/adaptasi, iklim, makanan, dll. dan juga harus diperhitungkan dengan umur kehidupan pada saat itu, kalau tingginya cuma 2 m, mungkin akan sulit membedakan antara anak2 dan orang dewasa. Dan lagi, zaman dan dunia Buddha ini kemungkinan besar tidak sama dengan zaman dan dunia kita sekarang
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 12 July 2008, 09:37:51 AM
 [at] Yumi : itu adalah tinggi Buddha pada saat kehidupan manusia sangat panjang, berbeda dengan kehidupan manusia sekarang.

Dalam buku "The Life of Buddha (Gotama)" oleh Nyanamoli dikatakan :
"The Buddha was of normal height. This may be presumed from the story of his exchange of robes with the Elder Maha-Kassapa, which will be given later, and from the following incident."
Lalu beliau memberi contoh sepupu Sang Buddha, Nanda yang sering disalah tebak sebagai Sang Buddha karena sangat tampan, tetapi lebih pendek empat ruas jari dari Sang Buddha.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 12 July 2008, 09:43:45 AM
[at] Yumi : itu adalah tinggi Buddha pada saat kehidupan manusia sangat panjang, berbeda dengan kehidupan manusia sekarang.

Dalam buku "The Life of Buddha (Gotama)" oleh Nyanamoli dikatakan :
"The Buddha was of normal height. This may be presumed from the story of his exchange of robes with the Elder Maha-Kassapa, which will be given later, and from the following incident."
Lalu beliau memberi contoh sepupu Sang Buddha, Nanda yang sering disalah tebak sebagai Sang Buddha karena sangat tampan, tetapi lebih pendek empat ruas jari dari Sang Buddha.

Yang dimaksudkan Yumi adalah Buddha Dipankara dan Nyanamoli membicarakan Buddha Gotama, jadi di sini dibacarakan dua manusia yang berbeda, di zaman yang berbeda, lingkungan, dan mungkin Planet yang berbeda.

Karuna: besok Asadha di VVD
Title: PENYERAHAN TOTAL TERHADAP BUDDHA
Post by: Yumi on 13 July 2008, 06:42:59 PM
... Bodhisatta menyerahkan dirinya kepada Buddha dengan mengatakan,
“Aku mempersembahkan tubuhku ini kepada Buddha
(imàham attabhàvam Buddhànam niyyàdemi).”
Penyerahan diri ini yang dilakukan kepada Buddha adalah alat yang baik dalam memenuhi semua Pàrami.

… Bodhisatta yang telah menyerahkan dirinya kepada Buddha merenungkan,
“Aku telah memberikan tubuh ini kepada Buddha, terjadilah apa pun yang akan terjadi,”
ketika Beliau mengalami masalah yang dapat membahayakan tubuh dan hidupnya yang sulit diatasi, atau ketika Beliau mengalami luka parah yang disebabkan oleh makhluk lain yang dapat membunuhnya, dalam usahanya memenuhi Pàrami selama berbagai kehidupannya.

Dengan merenungkan demikian, Beliau tidak akan tergoyahkan dalam menghadapi masalah yang bahkan dapat mengancam hidupnya dan bertekad untuk mengumpulkan jasa kebajikan untuk memenuhi Pàrami.

~RAPB 1, p. 191~


 :jempol: Merenungkan ini memang bs membantu.. ;D
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 14 July 2008, 12:17:38 PM
Penyerahan diri ini tentu tidak bisa disamakan dengan konsep penyerahan diri di agama lain.
Penyerahan diri disini memiliki makna berkorban demi ...
baca 8 faktor yang diperlukan untuk menerima ramalan hal 47-48.
 _/\_
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Riky_dave on 14 July 2008, 08:24:37 PM
Quote
Penyerahan diri disini memiliki makna berkorban demi ...
Berkorban demi?Maksudnya?

Salam,
Riky
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 14 July 2008, 11:25:02 PM
Berkorban demi Buddha Dipankara

Yg berdiskusi di thread ini, sebaiknya sudah atau sedang membaca buku Riwayat Agung Para Buddha, kalau belum baca jadinya gak nyambung _/\_
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Mr. Wei on 16 July 2008, 06:16:36 PM
_/\_ Ko Indra, 2 minggu ini lagi banyak tugas dari OSIS untuk MOS, 2 minggu online di DC cuma buat ngejunk ;D

Ini pertanyaan saya:

Hanya jika memiliki kebijaksanaan seseorang dapat memiliki Upàya-kosalla Nana dan dapat bermanfaat bagi makhluk lain; dan hanya dengan demikianlah, tindakan kedermawanan dapat menjadi kesempurnaan sejati. (Tanpa kebijaksanaan, seseorang dapat melakukannya dengan motivasi kepentingan pribadi; tindakan kedermawanan demi kepentingan pribadi bagaikan mengambil hasil dari sebuah investasi).


Bila berdana demi kepentingan pribadi, termasuk kusala kamma atau akusala kamma?
Atau ada tergantung faktor lainnya?
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 16 July 2008, 09:54:15 PM
Bahkan para Bodhisatta dalam melakukan dana juga dengan tujuan kepentingan pribadi, yaitu demi kepentingan pemenuhan Parami agar tercapai cita-citanya menjadi Samma Sambuddha. jadi sepertinya yang membedakan Kusala/Akusala adalah motifnya. untuk hal ini mungkin para Abhidhammaist bisa membantu menjelaskan lebih lanjut.

Tapi pada kutipan itu, yang dimaksudkan jelas adalah kepentingan yang tidak baik (Akusala), misalnya untuk pamer, supaya jadi terkenal, dlsb.

Mr.Wei, anda tidak perlu menjadikan thread ini sebagai beban, silahkan posting kalau memang perlu, khusus untuk anda saya sudah mempersiapkan piala tanpa perlu menunggu sampai 10 point, bisa diambil pada acara Kopdar, dan akan diserahkan langsung oleh Sang Maha DC Sumedho.
 _/\_
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Yumi on 17 July 2008, 09:03:49 PM
Penyerahan diri ini tentu tidak bisa disamakan dengan konsep penyerahan diri di agama lain.
Penyerahan diri disini memiliki makna berkorban demi ...
baca 8 faktor yang diperlukan untuk menerima ramalan hal 47-48.
 _/\_


Kata-kata Dalam Ramalan

Sumedhà telah memiliki semua persyaratan yang diperlukan untuk mencapai Kebuddhaan. Sebenarnya, ia memang akan menjadi seorang Buddha, ia memiliki delapan faktor yang diperlukan untuk menerima ramalan. Delapan faktor ini adalah:
(1) Ia seorang manusia,
(2) Ia seorang laki-laki,
(3) Telah memenuhi semua persyaratan untuk menjadi Arahanta,
(4) Bertemu dengan Buddha hidup,
(5) Ia adalah petapa yang percaya akan hukum karma,
(6) Telah mencapai Jhàna dan kemampuan batin tinggi,
(7) Mengorbankan dirinya untuk melayani makhluk agung Buddha Dipankarà: jika Buddha dan empat ratus ribu Arahanta berjalan di atas punggung Sumedhà yang sedang bertiarap, seolah-olah mereka berjalan di atas jembatan, ia tidak mungkin dapat bertahan hidup; memahami hal ini sepenuhnya, ia tanpa ragu-ragu dan bersemangat mempersiapkan dirinya melayani Buddha, tindakan ini disebut kebajikan yang sangat mendasar (adhikàrakusala) menurut kitab,
8 Keinginan yang kuat untuk mencapai Kebuddhaan; meskipun seluruh alam semesta ditutupi dengan bara api yang panas menyala dan mata tombak yang tajam, ia tidak akan ragu-ragu menginjaknya demi mencapai Kebuddhaan.

 :)
Title: Asava..
Post by: Yumi on 17 July 2008, 09:17:40 PM
[RAPB I, p. 227]

Dalam masa pengajaran Buddha Kondanna, bumi ini dipenuhi dengan para Arahanta, yang sudah tidak mempunyai lagi àsava dan yang sudah bersih dari segala kotoran, terlihat sangat indah bagaikan angkasa raya dengan bintang dan planetnya. (Sebagai perumpamaan dari warna jubah para Arahanta yang menutupi seluruh permukaan bumi).

Para Arahanta tidak ada bandingnya dalam hal kemuliaan. Mereka tidak terpengaruh oleh delapan kondisi kehidupan; adalah sulit bagi seseorang yang bersifat pemarah dan tidak terkendali untuk mendekatinya. Ketika para Arahanta ini yang memiliki kemasyhuran ingin Parinibbàna, mereka terbang ke angkasa, kira-kira setinggi tujuh pohon kelapa, (seperti kilat di dalam awan gelap), mereka masuk dalam Tejo Kasina Jhàna (yang dicapai melalui unsur api sebagai objek kasina). Memancarkan cahaya terang dan terbakar di angkasa, kemudian mencapai Parinibbàna.


I say that the eradication of asavas is for one who knows and sees,
not for one who does not know asavas.
Who knows and sees what?
Wise attention and Unwise attention.
When one attends unwisely, unarisen asavas arise and arisen asavas increase.
When one attends wisely, unarisen asavas do not arise and arisen asavas are abandoned.

-The Buddha-


 :lotus:
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Mr. Wei on 18 July 2008, 07:22:45 PM
Bahkan para Bodhisatta dalam melakukan dana juga dengan tujuan kepentingan pribadi, yaitu demi kepentingan pemenuhan Parami agar tercapai cita-citanya menjadi Samma Sambuddha. jadi sepertinya yang membedakan Kusala/Akusala adalah motifnya. untuk hal ini mungkin para Abhidhammaist bisa membantu menjelaskan lebih lanjut.

Tapi pada kutipan itu, yang dimaksudkan jelas adalah kepentingan yang tidak baik (Akusala), misalnya untuk pamer, supaya jadi terkenal, dlsb.

Mr.Wei, anda tidak perlu menjadikan thread ini sebagai beban, silahkan posting kalau memang perlu, khusus untuk anda saya sudah mempersiapkan piala tanpa perlu menunggu sampai 10 point, bisa diambil pada acara Kopdar, dan akan diserahkan langsung oleh Sang Maha DC Sumedho.
 _/\_

:)

Tidak terbebani sebenarnya, tapi saya kadang jadi tidak enak sama Anda :)) sudah bilang mau tapi tidak muncul2 juga
Kopdar saya gak datang...
Titip boleh?
Title: Dana Parami Buddha Mangala sewaktu masih seorang Bodhisatta
Post by: Yumi on 20 July 2008, 06:42:30 PM
… pada salah satu kehidupan-Nya yang lalu yang mirip dengan kisah Vessantara, ia hidup bersama istri dan anak-anak-Nya di suatu tempat yang menyerupai Vanka-pabbata.

Mengetahui bahwa Bodhisatta adalah seorang yang sangat murah hati, raksasa bernama Kharadàthika yang menyamar sebagai seorang brahmana mendekatinya untuk meminta putra dan putrinya.

Kemudian Bodhisatta menyerahkan putra dan putrinya kepada brahmana dengan penuh sukacita, yang menyebabkan gempa bumi dahsyat sampai sejauh dua ratus empat puluh ribu league (panjang 1 league = 3 mil), ke bawah mencapai dasar lautan. Dengan bersandar pada pagar di jalan setapak, si raksasa melahap kedua anak itu, seolah-olah ia memakan seikat bunga teratai  :lotus: disaksikan oleh Bodhisatta.  ^-^

Sewaktu menyaksikan kejadian itu, Bodhisatta melihat darah berwarna merah cerah seperti api yang menyala keluar dari mulut si raksasa, namun hal itu tidak sedikit pun menyusahkannya. Sebaliknya, ia merasa sangat berbahagia dan berpikir, “Ini adalah dàna besar yang telah kulakukan.”    :o :no:

Kemudian ia mengungkapkan tekadnya, “Sebagai akibat dari kedermawanan yang kulakukan ini, semoga pada masa depan tubuhku memancarkan sinar yang terang seperti darah (di dalam mulut raksasa).” Karena itulah untuk melengkapi tekadnya itu, pada saat mencapai Kebuddhaan, cahaya yang gilang gemilang memancar dari tubuh Buddha Mangala menembus sepuluh ribu alam semesta.

~RAPB 1, pp. 231-232~

 My goodness  :-&  
Title: Tanpa-diri dan sia-sialah segala sesuatu yang berkondisi.
Post by: Yumi on 20 July 2008, 06:46:20 PM
Buddha Mangala yang memiliki banyak pengikut dan kemasyhuran, menyalakan pelita Dhamma dan menyelamatkan sejumlah besar manusia dari sungai samsara menuju ke pantai Nibbàna. Seperti api yang berkobar-kobar menjadi padam dan seperti matahari yang terbenam, Buddha mencapai Parinibbàna untuk menunjukkan bahwa demikianlah sifat ketidakkekalan, penderitaan, dan tanpa-diri dari semua benda berkondisi bagi manusia, dewa, dan brahmà.

Segera setelah Buddha Mangala meninggal dunia, cahaya tubuh-Nya memudar dan sirna, dan seluruh sepuluh ribu alam semesta berada dalam kegelapan total. Terjadi kesedihan luar biasa bagi semua manusia di seluruh alam semesta.

Samvega
Kemuliaan Buddha Mangala yang tiada bandingnya dan konsentrasi pikiran-Nya yang diliputi kemahatahuan telah musnah. Tanpa-diri dan sia-sialah segala sesuatu yang berkondisi.

RAPB I, pp. 241-242

 :(  :|
Title: Pangeran Sobhita Melepaskan Keduniawian
Post by: Yumi on 20 July 2008, 06:52:39 PM
Selagi Beliau menikmati kehidupannya itu, sang putri melahirkan seorang putra yang diberi nama Siha. Setelah melihat empat pertanda, Bodhisatta diliputi oleh perasaan religius. Bahkan di dalam istana Beliau menjalani praktik pertapaan dan berlatih meditasi pernapasan (ànàpànabhàvanà) hingga Ia berhasil mencapai Jhàna Keempat; masih di dalam istana Beliau menjalani praktik dukkaracariya selama tujuh hari.

Kemudian, pada hari purnama di bulan Vesàkha—hari Beliau akan mencapai Kebuddhaan—Beliau menerima nasi susu yang dipersembahkan oleh Anula, istrinya sendiri. kemudian Beliau bertekad:

“Semoga istana-Ku ini, dengan segala dekorasinya, melayang ke angkasa dengan disaksikan oleh banyak orang, kemudian turun ke tanah dan membuat sebatang pohon Bodhi tepat di tengah-tengahnya. Sewaktu Aku tinggal di dekat pohon Bodhi nanti, semoga semua perempuan penghuni istana meninggalkan istana ini tanpa perlu Kuminta.”

Segera setelah Beliau berkehendak demikian, istana Bodhisatta naik dari halaman istana ayahnya, Raja Sudhamma, ke langit yang berwarna biru gelap kehijauan. Istana itu dilengkapi dengan hiasan dan wangi-wangian yang bersinar terang memperindah langit seperti matahari dengan cahayanya yang indah bak hujan emas cair, dan juga seperti bulan yang terang di bulan Kattikà di musim gugur. Istana terbang itu melayang ke alam-alam surga dan menarik perhatian banyak orang karena warna-warni cerah dari ranting-ranting pohon dan berbagai permata.

……………………………………………………………………………………………………....................................................

Setelah terbang, istana tersebut turun ke tanah dan kemudian muncullah pohon Bodhi nàga tepat di tengah-tengah. Pohon itu setinggi delapan puluh lengan, batangnya lurus, besar, dan bundar, indah dengan bunga-bunga, daun-daun, tunas, dan pucuknya. Kemudian para penari perempuan keluar dari istana tersebut dan pergi atas kemauan sendiri.

~RAPB 1, pp. 258-259~

Sobhita Buddhavamsa unik gitu lo..  ^-^
Title: Padumuttara Buddhavamsa
Post by: Yumi on 20 July 2008, 07:01:31 PM
Setelah mencapai Pencerahan Sempurna, Buddha Padumuttara tetap berdiam dalam Phala Samàpatti selama tujuh hari di bawah pohon Bodhi (dalam minggu pertama); pada hari ke delapan, Beliau berpikir untuk berdiri di atas tanah, dan sewaktu Beliau menginjakkan kaki kanan-Nya di atas tanah, bunga teratai  :lotus: yang biasa tumbuh di air secara gaib menerobos keluar dari tanah tepat di bawah telapak kaki-Nya.

Tiap-tiap bunga teratai tersebut berukuran sembilan lengan [+/- 4.5 m], dan tiap kuntumnya memiliki madu yang cukup untuk mengisi sembilan kendi air.

Tinggi Buddha Padumuttara adalah lima puluh delapan lengan [+/- 29 m], panjang antara kedua lengan-Nya adalah delapan belas lengan [+/- 9 m], kening-Nya lima lengan [+/- 2.5 m], tangan dan kaki-Nya sebelas lengan [+/- 5.5 m]. Ketika kaki-Nya yang sebelas lengan itu menginjak benang sari setinggi dua belas lengan  [+/- 6 m], lebih kurang sembilan kendi serbuk sari tumbuh dan menyebar ke seluruh tubuh-Nya yang lima puluh delapan lengan tingginya seperti bedak merah dan kuning serta putih ditaburkan ke tubuh-Nya.

Karena peristiwa ajaib inilah Ia dinamakan Buddha Padumuttara.  ;D

(Penjelasan ini diuraikan oleh pembaca Samyutta Nikàya).

~RAPB 1, p. 287~
Title: Sujàta Buddhavamsa
Post by: Yumi on 21 July 2008, 06:20:17 PM
Setelah Buddha Sumedhà Parinibbàna, usia kehidupan manusia perlahan-lahan turun dari sembilan puluh ribu tahun menjadi sepuluh tahun, kemudian naik lagi sampai asankhyeyya. Ketika usia manusia turun lagi sampai pada sembilan puluh tahun, Bodhisatta Sujàta terlahir di Surga Tusita setelah memenuhi Sepuluh Kesempurnaan. Memenuhi permohonan para dewa dan brahmà untuk menjadi Buddha, Beliau turun ke alam manusia dan masuk ke rahim Ratu Pabhavati, permaisuri dari Raja Uggaha di Kota Sumangala. Sepuluh bulan kemudian, Bodhisatta lahir.
 

Kehidupan Istana
Saat menginjak dewasa, ia tinggal di tiga istana, yaitu: Siri, Upasiri, dan Nanda, dengan dilayani oleh istri-Nya, Putri Sirinanda dan dua puluh tiga ribu pelayan-Nya selama sembilan ribu tahun.

~RAPB 1, pp. 298-299~

Ada kesamaan dgn lama tahun yg tdp pd hal. 276 [Narada Buddhavamsa]. Yg turun lagi sampai 90 thn itu kayaknya 90.000 thn. Kalo ga jadi ga nyambung, kehidupan pangeran di istana aja uda selama 9.000 thn..  :)
Title: Klasifikasi Dàna Menurut Suttanta Dalam Sepuluh Kelompok
Post by: Yumi on 21 July 2008, 06:49:45 PM
Saat seorang Bodhisatta memberikan dàna materi, Beliau memberikan dàna makanan dengan harapan, “Melalui dàna makanan ini, semoga semua makhluk memiliki umur panjang, kecantikan, kebahagiaan, kekuatan, kecerdasan, dan mencapai buah Kearahattaan.”

Dengan cara yang sama, Beliau mendanakan minuman untuk menghilangkan rasa haus akan kotoran terhadap objek indria makhluk-makhluk.

Beliau memberi dàna pakaian untuk memperoleh kulit yang indah penuh hiasan dalam bentuk rasa malu dan rasa takut;

dàna kendaraan untuk mencapai kekuatan batin dan memperoleh kebahagiaan Nibbàna;

dàna wewangian untuk memberi keharuman pada moralitas yang tiada bandingnya;

dàna bunga dan obat-obatan agar memiliki kualitas-kualitas mulia dari seorang Buddha;

dàna tempat duduk untuk mendapatkan tempat duduk kemenangan di bawah pohon Bodhi;

dàna tempat tidur untuk memperoleh ‘tidur Buddha’ yaitu berdiam dalam Jhàna ke empat, sesuai dengan kalimat, “berbaring ke sebelah kiri adalah tidur indria, berbaring ke sebelah kanan adalah tidur singa, berbaring telentang adalah tidur peta, memasuki Jhàna ke empat adalah tidur Buddha;”

dàna tempat tinggal misalnya rumah peristirahatan, dan lain-lain, agar menjadi tempat berlindung makhluk-makhluk lain;

dan dàna pelita untuk memperoleh lima mata.


~RAPB 1~

Sekedar sharing.. Bhante Khemanando seusai Beliau melakukan pindapatta tgl 17 kemarin di Medan ada menjelaskan makna dari berdana bunga. Kira2 begini..

Peristiwa itu diambil ketika Buddha mau memasuki masa vassa ke 7 beliau di surga Tavatimsa. Jadi pada waktu itu ada seorang Brahma yang meragukan keberadaan seorang Arahat. Dia berpikir bahwa saat itu tidak ada seorang Arahat, maka dia lalu mengadakan sayembara dengan menaruh patta emas di atas tiang.

Pada waktu itu Buddha dan Y.M Mogallana mengetahui hal itu. Lalu dengan mengeluarkan patihariya (kekuatan abhinna Beliau), Buddha mengambil patta tersebut sebagai tanda bahwa di dunia ini ada seorang Arahat yang masih hidup.

Setelah melakukan hal itu, Buddha menghabiskan musim hujannya di surga Tavatimsa untuk mengajar Abhidhamma kepada ibunda-Nya.

Di saat kepergian Beliau itulah, para umat dan murid2 brahma tersebut memberi persembahan bunga, dupa dan lilin kpd Beliau.

 :lotus: _/\_
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 21 July 2008, 09:19:38 PM


Ada kesamaan dgn lama tahun yg tdp pd hal. 276 [Narada Buddhavamsa]. Yg turun lagi sampai 90 thn itu kayaknya 90.000 thn. Kalo ga jadi ga nyambung, kehidupan pangeran di istana aja uda selama 9.000 thn..  :)


Yumi benar, memang ada kesalahan disitu.

Luar biasa, sangat mengesankan, padhal RAPB ini diedit oleh editor terbaik saat ini, tapi juga masih terlewatkan. saya dungguh terkesan dengan ketelitian Yumi, menunjukkan bahwa Yumi tidak asal baca tapi membaca dengan penuh perhatian.

Maaf Boss Sumedho, minta ijin untuk mengatasnamakan DC.

mempertimbangkan kualifikasi Yumi, saya atas nama DC memohon kesediaan Yumi untuk menjadi editor DC. kita bakal mengerjakan banyak sekali proyek-proyek di masa-masa mendatang. kompensasinya lumayan loh
 _/\_
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 21 July 2008, 09:26:26 PM
;D kompensasi di Tavatimsa maksudnya.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 21 July 2008, 09:34:02 PM
saya tidak berani menawarkan kompensasi begitu, tapi ini masih rahasia, takut Yumi gak tertarik ;D
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Sumedho on 22 July 2008, 06:19:10 AM
kalau sis yumi bersedia, tentu kita dapat bantuan yang luar biasa bermanfaat. :>-
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 22 July 2008, 08:01:09 AM
Sekedar sharing.. Bhante Khemanando seusai Beliau melakukan pindapatta tgl 17 kemarin di Medan ada menjelaskan makna dari berdana bunga. Kira2 begini..

Peristiwa itu diambil ketika Buddha mau memasuki masa vassa ke 7 beliau di surga Tavatimsa. Jadi pada waktu itu ada seorang Brahma yang meragukan keberadaan seorang Arahat. Dia berpikir bahwa saat itu tidak ada seorang Arahat, maka dia lalu mengadakan sayembara dengan menaruh patta emas di atas tiang.

Pada waktu itu Buddha dan Y.M Mogallana mengetahui hal itu. Lalu dengan mengeluarkan patihariya (kekuatan abhinna Beliau), Buddha mengambil patta tersebut sebagai tanda bahwa di dunia ini ada seorang Arahat yang masih hidup.

Setelah melakukan hal itu, Buddha menghabiskan musim hujannya di surga Tavatimsa untuk mengajar Abhidhamma kepada ibunda-Nya.

Di saat kepergian Beliau itulah, para umat dan murid2 brahma tersebut memberi persembahan bunga, dupa dan lilin kpd Beliau.

 :lotus: _/\_

Cerita ini kurang tepat Yumi, cerita ini mengandung kesalahan tempat, waktu, dan tokoh. baca RAPB 1, hal. 1175
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Yumi on 23 July 2008, 12:38:33 PM
Cerita ini kurang tepat Yumi, cerita ini mengandung kesalahan tempat, waktu, dan tokoh. baca RAPB 1, hal. 1175

Wah..wah.. ternyata orang kaya Rajagaha yg menaruh patta emas itu di tiang (hal. 1175), dan yg mengambilnya ternyata bukan Buddha toh.. melainkan YM. Pindola yang menyebabkan Buddha menetapkan larangan bagi para siswa-Nya utk memperlihatkan kesaktian (hal. 1182-1183). Buddha menunjukkan kesaktian-Nya di dekat pohon mangga Kandamba (hal. 1189). Beliau juga menciptakan jalan, mendemonstrasikan Keajaiban Ganda, sinar 6 warna dll.

Kemudian..

Sejumlah besar brahmà dan dewa mengucapkan puji-pujian atas keagungan, kebesaran dan kemuliaan Buddha. Seluruh angkasa hiruk pikuk oleh nyanyian para makhluk surgawi. Mereka menyiramkan bunga-bungaan surgawi, musik dari ribuan alat musik surgawi bergabung dengan alat musik umat manusia membelah angkasa; suasana itu seperti perayaan festival besar yang dihadiri oleh semua makhluk.
Lalu.. Buddha naik ke alam Tavatimsa (hal. 1204-1205).

Banyak Orang Menangis Sedih Sewaktu Buddha Hilang dari Pandangan (hal. 1206-1208)
YM. Anuruddha memberitahukan pada orang2 yg bertanya mengenai keberadaan Buddha bahwa Beliau sedang berada di Tavatimsa membabarkan Abhidhamma Pitaka pada para dewa yg dipimpin ibu-Nya pada kehidupan sebelumnya.

Semua orang-orang di sana memutuskan, “Kami tidak akan pergi tanpa memberi hormat pada Tathàgata” dan mereka membangun gubuk-gubuk darurat yang terbuat dari daun-daunan dan semak belukar di tempat itu; beratap langit dan tanah menyerap semua kotoran dan sampah mereka, dan seluruh kawasan itu dalam kondisi bersih dan sehat.

Tathàgata sebelumnya telah memberikan instruksi kepada Yang Mulia Moggallàna untuk membabarkan Dhamma kepada orang-orang ini, dan siswa awam Culà Anàthapindika bertanggung jawab dalam menyediakan makanan, ia menyediakan kuah daging, makanan, daging, tembakau, daun teh, dupa, bunga, pakaian, dan semua barang-barang yang diperlukan oleh manusia. Dan seperti yang direncanakan, Moggallàna membabarkan Dhamma kepada mereka sepanjang vassa itu.

Hmm.. Mank beda yach.. ga sesuai.. tar akan coba yumi tanyakan lagi ke Bhante.. Thx ya.. untung ko indra ksh tau..  Yumi uda koreksi sesuai RAPB tuh..  ;D

Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 23 July 2008, 12:42:33 PM
dan patta-nya bukan dari emas, tapi dari kayu cendana, ini juga yang melatarbelakangi vinaya bahwa bhikkhu tidak boleh pake patta yang terbuat dari kayu
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Yumi on 23 July 2008, 12:48:45 PM
Ko indra, baru tahu nih kalo sbg pembaca, diizinkan meralat.. ini ada satu lagi..
Poin (d) yg Pannàdhitthàna sebnrnya adlh Upasamàdhitthàna kan?
Udah baca ampe poin (5) dari kesimpulan di bawahnya baru ketahuan.. hehe..
soal jadi editor DC.. hihi.. jadi malu  :-[ nih... coz yumi kan jarang ol.. takut ga bisa menunaikan tugas dgn baik, hue..

………………………………………………………………………………………………...................
Demikianlah pandangan para guru apare. Tanpa mengkritik pandangan ini, Yang Mulia Mahà Dhammapàla menambahkan:
(a) Kesempurnaan Saccàdhitthàna terjadi pada saat kelahiran (Bodhisatta);
(b) kesempurnaan Pannàdhitthàna terjadi saat mencapai Pencerahan Sempurna;
(c) Kesempurnaan Càgàdhitthàna terjadi saat pembabaran Dhammacakka; dan
(d) Kesempurnaan Pannàdhitthàna terjadi saat Parinibbàna.

Kesimpulan Berbagai Pandangan dari Berbagai Guru
1.   Para guru eke mengatakan bahwa empat Adhitthàna disempurnakan pada peristiwa pertama saat Bodhisatta masuk ke dalam rahim.
2.   Para guru keci mengatakan bahwa empat Adhitthàna disempurnakan pada peristiwa kedua saat tercapainya Pencerahan Sempurna.
3.   Para guru anne mengatakan bahwa empat Adhitthàna disempurnakan pada peristiwa ketiga saat pembabaran Dhammacakka.
4.   Para guru apare mengatakan bahwa empat Adhitthàna disempurnakan pada peristiwa keempat saat Parinibbàna.
5.   Mengikuti tradisi para penulis yang menyampaikan pandangan yang diakuinya, Yang Mulia Mahà Dhammapàla mengomentari apare vàda di urutan terakhir karena ia menyetujui dan menerima pandangan ini dengan tambahan, “Empat Adhitthàna menjadi sempurna pada peristiwa keempat sewaktu Nibbàna dicapai seperti yang disebutkan oleh para guru apare. Akan tetapi terbukti bahwa Saccàdhitthàna disempurnakan pada peristiwa pertama; Pannàdhitthàna disempurnakan pada peristiwa kedua; Càgàdhitthàna, pada peristiwa ketiga; dan Upasamàdhitthàna pada peristiwa keempat.

~RAPB 1, pp. 185-186~


Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 23 July 2008, 01:12:52 PM
Indra,

Ada kisah sejenis dimana seorang pejabat yang menggantung patta setinggi kurang lebih 30m, dan menantang semua pertapa yang Arahat untuk mengambil patta tersebut karena dia mengatakan dunia ini tidak ada Arahat. Kemudian Maha-Moggallana dan Pindola Bharadvaja melihatnya. Pindola Bharadvaja, ingin menunjukkan bahwa pandangannya salah, terbang mengelilingi kota dan berdiri di udara dekat patta tersebut. Kemudian patta itu diturunkan dan diberikan pada Pindola Bharadvaja. Tetapi setelah sampai di vihara, Buddha menegur Pindola Bharadvaja karena bertindak kurang bijaksana. Sejak saat itu, muncul Vinaya bahwa Bhikkhu tidak boleh memperlihatkan kemampuan gaibnya.

Saya mau tanya, ini kisah yang sama dengan versi beda, atau memang berbeda sama sekali?
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 23 July 2008, 01:19:46 PM
Bro Kainyin,
Ya sepertinya cerita anda itu sama dengan yang terdapat di RAPB, cuplikannya sudah di post oleh Sis Yumi
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 23 July 2008, 01:28:37 PM
Ko indra, baru tahu nih kalo sbg pembaca, diizinkan meralat.. ini ada satu lagi..
Poin (d) yg Pannàdhitthàna sebnrnya adlh Upasamàdhitthàna kan?
Udah baca ampe poin (5) dari kesimpulan di bawahnya baru ketahuan.. hehe..


Yumi, bisa dipercepat bacanya sampe habis, biar ketauan semua errornya, soalnya ada rencana mau reprint nih.


soal jadi editor DC.. hihi.. jadi malu  :-[ nih... coz yumi kan jarang ol.. takut ga bisa menunaikan tugas dgn baik, hue..


Apakah ini penolakan?
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 23 July 2008, 02:55:00 PM
Bro Kainyin,
Ya sepertinya cerita anda itu sama dengan yang terdapat di RAPB, cuplikannya sudah di post oleh Sis Yumi

OK, thanx buat infonya. Berarti yang versi Brahma, bukan dari RAPB.

Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 23 July 2008, 10:16:20 PM
Kainyin,

Kalau ada versi lain, bisakah post di sini, atau at least linknya, karena RAPB tentunya bukan satu2nya referensi yang paling akurat _/\_
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 24 July 2008, 08:48:45 AM
Kainyin,

Kalau ada versi lain, bisakah post di sini, atau at least linknya, karena RAPB tentunya bukan satu2nya referensi yang paling akurat _/\_

Oh, bukan. Justru saya pikir yang versi Brahma itu ada di RAPB juga, tapi saya tidak ketemu.  :)
Ya, nanti kalo ada versi dari sumber lain, saya post.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Chandra Rasmi on 24 July 2008, 09:59:03 AM
Namo Buddhaya, yang di blg yumi itu, kata bhante sich adanya di Dhammapada Atthakata...
tapi, saya cari semalam tidak ada...
saya uda tanya bhante di bab berapa...tp belum ada dijawab sms saya ;D
nanti klo uda ada...baru saya post ya...hehehe...

btw...mau nanya ni...ada yang tau kisah Mala tidak??
mau cari dibuku apa ya? saya liat di Dhammapada atthakatha juga sepertinya tidak ada...
thanks..
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 24 July 2008, 12:32:25 PM
bisa lebih spesifik, Mala yang mana yang dimaksud? Mala atau Malla?
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Chandra Rasmi on 24 July 2008, 03:24:52 PM
bisa lebih spesifik, Mala yang mana yang dimaksud? Mala atau Malla?

saya kurang tau lo ko...klo ada 2 2-nya...ya gpp...
yang saya tau mala yang setiap pagi melayani pesanan bunga dari raja bimbisara...teman saya ada dapat dari samagi phala...cuma di samaggi phala...namanya sumana...
thanks
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 24 July 2008, 04:59:12 PM
Yang jual bunga untuk Bimbisara namanya Sumana. Di RAPB juga ada. Kalo dari Dhammapada Atthakata, di ayat 68.
Kalo Mala atau Malla, ga pernah denger.  ;D
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Yumi on 26 July 2008, 06:44:58 PM
Semua penghuni perempuan dan pengikutnya keluar dari istana dan berjalan sejauh setengah gàvuta dari sana. Di antara orang-orang ini, para laki-laki mengenakan jubah mengikuti teladan Bodhisatta. Para laki-laki ini seluruhnya berjumlah sembilan crore [90 juta].
…........................................
Setelah mencapai Kebuddhaan, Buddha berdiam selama empat puluh sembilan hari di dekat Mahàbodhi, kemudian Beliau menyanggupi permohonan brahmà untuk mengajarkan Dhamma. Sewaktu Beliau merenungkan siapa yang akan Beliau ajari pertama kali, Beliau melihat seratus ribu crore petapa [1 trilliun] yang menyertai-Nya sewaktu melepaskan keduniawian yang berbekal jasa-jasa masa lampau yang mereka miliki, dapat menembus Jalan dan Buahnya, Buddha segera menuju ke Taman Rusa (disebut Isipatana karena para petapa yang menguasai Jhàna dan terbang ke sana ke mari senang mampir di tempat ini). Delapan belas yojanà jauhnya dari Mahàbodhi.

Melihat Buddha mendekat dari kejauhan, sembilan ribu crore petapa [90 milyar], menyambutnya dengan melakukan kewajiban-kewajiban dengan penuh kesetiaan kemudian duduk di dekat Buddha. Kemudian Buddha mengikuti tradisi para Buddha membabarkan khotbah Dhammacakkapavatana Sutta kepada sembilan crore petapa [90 juta] serta para dewa dan brahmà yang datang untuk mendengarkan khotbah-Nya. Pada kesempatan itu, seratus ribu crore makhluk mencapai Jalan dan Buahnya.

~RAPB 1, pp. 321-322~

 _/\_ Ko indra, Dhammàbhisamaya pertama dari Dhammadassi Buddhavamsa tsb, apa memang tdpt perbedaan2 jumlah petapa yg ikut pd saat melepas keduniawian ya?

Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 27 July 2008, 10:31:55 PM

 _/\_ Ko indra, Dhammàbhisamaya pertama dari Dhammadassi Buddhavamsa tsb, apa memang tdpt perbedaan2 jumlah petapa yg ikut pd saat melepas keduniawian ya?



Thanks Yumi, kekeliruan lagi, yang benar seratus ribu crore.

cara ngetiknya pake copy paste, kesalahan ada di penerjemah, tapi kekeliruan ini seharusnya dikoreksi oleh editor, berarti editornya kurang "sati" nih. maaf ya pak editor, mengalihkan tanggung jawab.
Title: Sulitnya Menjadi Seorang Bhikkhu
Post by: Yumi on 31 August 2008, 08:46:08 PM
Sulitnya Terlahir Dalam Masa Kehidupan Seorang Buddha

Demikianlah, selama empat asankhyeyya dan seratus ribu kappa di mana Bodhisatta kita sedang dalam tahap memenuhi Kesempurnaan-Nya, hanya dalam dua puluh empat Buddha sejak Buddha Dipankarà sampai dengan Buddha Kassapa, Beliau dapat terlahir dan bertemu dengan Buddha-Buddha tersebut. Dengan demikian, harus disadari sepenuhnya sulitnya pertemuan tersebut, dan harus disyukuri dan dimanfaatkan sebaik-baiknya kesempatan yang ada tersebut.

Sulitnya Menjadi Seorang Bhikkhu

Bahkan makhluk luar biasa seperti Bodhisatta kita yang telah menerima ramalan yang pasti sejak masa Buddha Dipankarà hanya dapat bertemu dengan dua puluh empat Buddha yang amatlah sedikit jika dibandingkan dengan lamanya waktu yang Beliau jalani. Bahkan dalam dua puluh empat masa Buddha tersebut, Beliau hanya sembilan kali berkesempatan menjadi seorang bhikkhu. 
Dari sini, kita dapat melihat bahwa menjadi bhikkhu adalah sangat sulit seperti yang tertulis dalam Kitab, “Pabbajitabhavo dullabo.” “Menjadi bhikkhu adalah sangat sulit dicapai.” Adalah sangat sulit menjadi bhikkhu bagi Bodhisatta yang telah menerima ramalan pasti, dan jauh lebih sulit bagi orang-orang biasa. 

~RAPB 1, pp. 386-386~

pdhl bs jd bhikkhuni adalah impianku  :(
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Meong on 31 August 2008, 08:53:55 PM
pdhl bs jd bhikkhuni adalah impianku  :(
[/color]
serius ma?
Title: Sulitnya Terlahir Menjadi Manusia
Post by: Yumi on 31 August 2008, 08:54:38 PM
Kalimat yang mengatakan “Adalah sulit untuk menjadi bhikkhu” artinya “Sulit sekali memperoleh kondisi yang memungkinkan terjadinya situasi tersebut. Setiap kali Bodhisatta dalam kehidupannya berkesempatan bertemu Buddha, beliau jarang sekali berkesempatan untuk menjadi bhikkhu, karena situasinya tidak mendukung. Banyaknya Arahanta pada masa Buddha Dipankarà memiliki situasi yang mendukung, tidak saja untuk menjadi bhikkhu, tetapi juga untuk mencapai kesucian Arahatta. Dalam usaha apa pun, adalah sulit untuk mencapai hasil yang diharapkan jika situasinya tidak mendukung; sebaliknya jika situasinya mendukung, usaha apa pun akan memberikan hasil yang diharapkan.

Hanya karena mereka telah memiliki Kesempurnaan yang telah terpenuhi pada kehidupan-kehidupan lampau mereka, maka mereka tidak hanya dapat menjadi bhikkhu namun juga mencapai kesucian Arahatta.   _/\_

Dalam Bàlapandita Sutta, Sunnàata Vagga dari Uparipannàsa (Majjhima Nikàya) ada perumpamaan mengenai seekor kura-kura buta sehubungan dengan kalimat, “Manussattabhavo dullabho,” “Sulitnya terlahir menjadi manusia.”

Misalnya ada seseorang yang melemparkan sebuah pelampung yang berlubang di tengahnya ke tengah lautan. Pelampung tersebut akan mengapung dan hanyut ke barat jika tertiup angin timur dan hanyut ke timur jika tertiup angin barat; hanyut ke selatan jika tertiup angin utara dan hanyut ke utara jika tertiup angin selatan.

Dalam lautan tersebut, ada seekor kura-kura buta yang naik ke permukaan air seratus tahun sekali. Kemungkinan kepala kura-kura tersebut dapat masuk ke dalam lubang pelampung yang hanyut tersebut adalah jarang sekali. Sebagai makhluk yang telah mengalami penderitaan di alam sengsara dalam salah satu kehidupannya, adalah seratus kali lebih sulit terlahir menjadi manusia.  :|

~RAPB 1, p. 388-389~
Title: Perlindungan oleh Raja Dewa sejak Bodhisatta Gotama memasuki rahim
Post by: Yumi on 31 August 2008, 08:59:02 PM
Sejak Bodhisatta memasuki rahim, para Dewa Catumahàràjà, yaitu Vessavana serta yang lainnya yang hidup di alam semesta ini, memasuki kamar agung Ratu Siri Mahàmàyà dan memberikan perlindungan siang dan malam, masing-masing memegang pedang untuk mengusir hantu dan raksasa, makhluk buas, dan burung-burung yang tidak terlihat, yang mungkin terlihat oleh Bodhisatta dan ibu-Nya. Demikianlah empat puluh ribu raja dewa dari sepuluh ribu alam semesta (masing-masing alam semesta memiliki empat raja dewa) menjaga seluruh tempat dari pintu kamar ratu sampai pada batas alam semesta untuk mengusir hantu, raksasa, dan lain-lain.

Perlindungan ini dilakukan bukan karena khawatir bahwa ada ancaman terhadap kehidupan Bodhisatta dan ibu-Nya; sesungguhnya, meskipun seratus ribu crore Màra membawa seratus ribu crore Gunung Meru datang mengancam kehidupan Bodhisatta dalam kehidupan-Nya yang terakhir beserta ibu-Nya, semua Màra dan gunung tersebut pasti hancur; Bodhisatta dan ibu-Nya tetap tidak akan terluka.

Perlindungan yang diberikan oleh para raja dewa yang masing-masing memegang pedang, hanya untuk mengusir pemandangan dan suara yang mungkin mengganggu atau menakut-nakuti ratu. Alasan lain, mungkin para raja dewa melindungi Bodhisatta sebagai penghormatan belaka dan pengabdian yang dipicu oleh keagungan Bodhisatta.


Kemudian akan muncul pertanyaan, apakah para raja dewa yang berjaga di dalam kamar ratu tersebut menampakkan dirinya kepada ratu atau tidak. Jawabannya: Mereka tidak menampakkan diri sewaktu ratu mandi, berpakaian, makan, dan membersihkan badannya. Namun mereka menampakkan diri saat ratu memasuki kamar dan berbaring di dipannya.

Wujud para dewa mungkin dapat menakut-nakuti orang biasa, namun tidak dapat menakut-nakuti ratu sama sekali karena kebajikan dan keagungan Bodhisatta dan dirinya. Melihat mereka, sama seperti melihat para pengawal istana biasa.
 
~RAPB I, pp. 429-430~
Title: Ketabahan Ibu Dalam Menjalani Sila
Post by: Yumi on 31 August 2008, 09:06:23 PM
Ibu Bodhisatta dalam kehidupan terakhirnya biasanya tabah dalam menjalani aturan-aturan moralitas. Sebelum munculnya seorang Buddha, orang-orang biasanya menerima sila dari para petapa dengan cara berlutut dan bersujud di hadapan mereka.
Ratu Siri Mahàmàyà, sebelum mengandung juga biasanya menerima sila dari Petapa Kàladevila. Tetapi ketika Bodhisatta berada di dalam rahimnya, tidaklah layak baginya untuk berlutut di depan orang lain, hanya sila yang diterima dari seseorang yang lebih tinggi atau setara (bukan yang lebih rendah) yang layak untuk ditaati. Sejak ia mengandung Bodhisatta, ia menerima sila dari dirinya sendiri.


Tidak Adanya Nafsu Indria

Ibu seorang Bodhisatta dalam kehidupan terakhirnya, sejak hamil, terbebas dari nafsu indria terhadap laki-laki, bahkan kepada suaminya sendiri, untuk mempertahankan kesucian dan kemurniannya. Namun sebaliknya, tidak dikatakan bahwa nafsu indria tidak muncul bagi mereka yang melihat dirinya. Karena buah dari pemenuhan Kesempurnaan yang telah dilakukannya, ibu seorang Bodhisatta dalam kehidupan terakhirnya, memiliki kecantikan yang luar biasa, yang tidak terlukiskan bahkan oleh seorang pelukis atau pemahat yang paling ahli sekalipun.  8)

Melihat ibu Bodhisatta, jika mereka yang melihat merasa tidak puas hanya dengan melihat saja dan mencoba untuk mendekatinya dengan pikiran yang penuh nafsu, kakinya akan tertanam di tempat itu juga seolah-olah terbelenggu oleh rantai besi.  ^-^

Oleh karena itu, harus diingat bahwa ibu seorang Bodhisatta dalam kehidupan terakhirnya adalah perempuan yang mulia, unik, dan tidak dapat diganggu oleh manusia ataupun dewa.   :D

~RAPB I, p. 430~
Title: Sang Ibu Melihat Bayi Dalam Rahimnya
Post by: Yumi on 31 August 2008, 09:58:06 PM
Meskipun Mahàmàyà Devi sedang mengandung, ia tidak merasakan penderitaan sama sekali, seperti bengkak-bengkak, sakit-sakit, lelah dan lain-lain yang biasanya dialami oleh perempuan-perempuan hamil pada umumnya. Karena tidak merasakan semua penderitaan itu, ia dengan mudah melewati tahap pertama dari kehamilannya.

Ketika ia berada dalam tahap selanjutnya di mana embrio telah memiliki bentuk yang jelas dengan terbentuknya lima bagian tubuh utama, ia sering melihat apakah anaknya berada dalam posisi yang nyaman atau tidak, jika tidak, ia akan melakukan hal-hal yang biasa dilakukan oleh ibu-ibu hamil lainnya.

Setiap ia ingin melihat, ia dapat melihat Bodhisatta dengan jelas bagaikan benang sutra yang melewati permata veëuriya bersegi delapan yang murni, bersih, dan indah; atau ia melihatnya duduk bersila dengan tenang bersandar pada tulang belakang sang ibu bagaikan pengkhotbah Dhamma yang duduk di singgasana Dhamma dan bersandar pada sandaran punggungnya.   ;D  :jempol:


Kemampuan Ibu Melihat Bodhisatta

Alasan mengapa Mahàmàyà Devi dari luar dapat melihat bayinya di dalam rahimnya yang mirip kamar teratai adalah karena kebajikan yang pernah dilakukannya dalam kehidupan-kehidupan lampaunya. Kulitnya menjadi sangat bersih dan halus, bebas dari segala noda. Kulit di bagian perut juga sangat halus, bersih, dan tembus pandang bagaikan tirai kaca yang terbuat dari batu delima yang tidak ternilai harganya. Dengan demikian, embrio dapat terlihat oleh ibu yang dapat melihat Bodhisatta dengan mata telanjang menembus kulit perutnya, bagaikan sebuah benda di dalam kotak kaca yang bersih.  ;D

Catatan: Meskipun Mahàmàyà Devi dapat melihat dengan jelas bayi dalam rahimnya, namun bayi di dalam rahim tidak dapat melihat ibunya, karena kesadaran matanya (cakkhuvinnàna) belum berkembang sewaktu berada dalam rahim sang ibu.

~RAPB I, pp. 431-432~
Title: Kelahiran Bodhisatta
Post by: Yumi on 31 August 2008, 10:04:32 PM
Perempuan selain ibu seorang Bodhisatta dalam kehidupan terakhirnya, mungkin melahirkan sebelum atau sesudah sepuluh bulan masa kehamilan. Mereka tidak tahu pasti kapan bayinya akan terlahir. Bayi mereka akan terlahir pada waktu yang tidak terduga dalam satu dari empat postur, berbaring, duduk, berdiri, atau berjalan.

Namun, bagi ibu seorang Bodhisatta dalam kehidupan terakhirnya sangatlah berbeda. Masa kehamilannya tepat sepuluh bulan atau 295 hari sejak hari pertama kehamilan. Seorang Bodhisatta terlahir sewaktu ibu sedang dalam postur berdiri. Ketika terlahir, ia bersih tanpa noda bagaikan batu delima yang diletakkan di atas kain tenunan dari Kasã.

Orang-orang biasa akan mengalami siksaan berat pada saat kelahiran. Saat kontraksi pertama sang ibu yang menandakan kelahiran akan dimulai, mereka harus melalui beberapa peristiwa, berputar dengan posisi kepala di bawah; harus memaksa keluar melalui celah sempit di antara otot-otot keras di daerah jalur kelahiran dan menderita kesakitan luar biasa. Proses ini dapat diumpamakan seperti seseorang yang terjatuh dalam jurang yang sempit dan dalam atau seperti seekor gajah yang dipaksa melewati lubang kunci yang sempit.

Namun, tidak seperti bayi-bayi lain, Bodhisatta lahir dengan mudah bagaikan air yang melewati saringan, bagaikan pengkhotbah Dhamma yang turun perlahan-lahan dari atas tempat duduknya setelah memberikan khotbah Dhamma; atau bagaikan seseorang yang menuruni tangga pagoda; atau bagaikan matahari dengan seribu berkas sinarnya yang menyinari gunung emas, Bodhisatta keluar dengan mudah dan nyaman dengan tangan terentang, telapak tangannya terbuka, mata terbuka, dengan penuh perhatian dan pengertian, sama sekali tanpa rasa takut.

~RAPB I, pp. 432-433~


Kelahiran Bodhisatta

Dengan berpegangan pada dahan pohon sàla, Ratu Mahàmaya berdiri dengan anggun dengan berpakaian dari bahan kain brokat berbenang emas dan selendang bersulamkan hiasan-hiasan indah berwarna putih yang mirip mata ikan yang menutupi sampai ujung jari kakinya. Pada saat itu ia merasakan tanda-tanda kelahiran. Para pelayannya buru-buru membentuk lingkaran dan menutupi area tersebut dengan tirai.

Pada saat itu, tiba-tiba sepuluh ribu alam semesta bersama-sama dengan samudra raya bergolak, berguncang dan berputar bagaikan roda pembuat tembikar. Dewa dan brahmà berseru gembira dan menyiramkan bunga-bunga dari angkasa; segala alat musik secara otomatis memainkan lagu-lagu yang indah dan merdu. Seluruh semesta menjadi terlihat cerah dan jernih tanpa halangan di semua arah. Fenomena-fenomena ajaib ini yang seluruhnya berjumlah tiga puluh dua terjadi menyambut kelahiran Bodhisatta. ..., demikianlah Bodhisatta yang berhiaskan tanda-tanda fisik besar dan kecil dilahirkan bersih dan suci dari rahim teratai yang mirip stupa milik Mahàmàyà Devi, pada hari Jumat, malam purnama di bulan Vesàkha, bulan musim panas di tahun 68 Mahà Era, ketika bulan dalam posisi segaris dengan bintang Visàkhà.

Pada saat kelahiran Bodhisatta, dua mata air, hangat dan dingin mengalir dari angkasa dan jatuh di tubuh Bodhisatta yang memang telah bersih dan suci dan tubuh ibunya sebagai penghormatan, mereka dapat menyesuaikan panas dan dingin dari air tersebut yang jatuh ke tubuh mereka.

~RAPB I, p. 436~

 _/\_
Title: Seruan Berani
Post by: Yumi on 31 August 2008, 10:07:32 PM
Sewaktu Bodhisatta berhenti setelah berjalan tujuh langkah ke arah utara, Bodhisatta menyerukan seruan berani yang terdengar oleh semua makhluk di seluruh sepuluh ribu alam semesta sebagai berikut:

“Aggo’haÿ asmi lokassa!”
Akulah yang tertinggi di antara semua makhluk di tiga alam.

“Jeññho’haÿ asmi lokassa!”
Akulah yang terbesar di antara semua makhluk di tiga alam.

“Settho’haÿ asmi lokassa!”
Akulah yang termulia di antara semua makhluk di tiga alam.

“Ayaÿ antimà Jàti!”
Inilah kelahiran-Ku yang terakhir

“Natthi dàni punabhavo!”
Tidak ada kelahiran ulang bagi-Ku.


Sewaktu Bodhisatta menyerukan seruan ini, tidak ada seorang pun yang dapat membantahnya; seluruh brahmà, dewa, dan manusia mengucapkan selamat.

~RAPB I, p. 439~
Title: Tiga Kelahiran di Mana Bodhisatta Langsung Berbicara Saat Terlahir
Post by: Yumi on 31 August 2008, 10:13:13 PM
Bodhisatta langsung berbicara setelah lahir bukan hanya pada kelahirannya sebagai Pangeran Siddhattha, tetapi juga ketika Beliau terlahir sebagai Mahosadha Sang Bijaksana dan ketika Beliau terlahir sebagai Pangeran Vessantara. Dengan demikian ada tiga kelahiran di mana Bodhisatta langsung berbicara setelah terlahir.
 

Penjelasan singkat:
(1) Dalam kelahirannya sebagai Mahosadha Sang Bijaksana, Bodhisatta keluar dari rahim ibunya, sambil memegang sepotong kayu cendana yang diberikan oleh Dewa Sakka, raja dewa. Sang ibu yang menyaksikan benda yang dipegang oleh bayinya yang baru lahir bertanya, “Anakku, apa yang kau bawa di tanganmu?” “O Ibu, ini obat,” jawab Bodhisatta.

Demikianlah, Beliau pada mulanya diberi nama Osadha Kumara, yang artinya, “Putra Obat.” Obat itu dengan hati-hati disimpan dalam sebuah kendi. Semua pasien dengan berbagai penyakit seperti buta, tuli, dan dapat disembuhkan dengan obat tersebut, pasien pertama adalah ayahnya yang kaya raya, yang menderita sakit kepala disembuhkannya. Karena kemujaraban obat yang Beliau miliki, Bodhisatta kemudian dikenal sebagai Mahosadha, artinya, pemuda yang memiliki obat yang paling manjur.

(2) Dalam kelahiran Bodhisatta sebagai Raja Vessantara, ketika Beliau terlahir, Beliau mengulurkan tangan kanan dengan telapak tangan terbuka dan berkata, “O Ibu, apa yang engkau miliki dalam istana emasmu yang dapat kudanakan?” Sang ibu menjawab, “Anakku, Engkau terlahir untuk menjadi kaya raya di dalam istana emas ini.” Kemudian sang ibu meraih tangan anaknya yang terbuka dan menyerahkan sekantung uang senilai seratus keping perak. Demikianlah, Bodhisatta berbicara saat kelahirannya sebagai Raja Vessantara.

(3) Seperti yang telah diceritakan di atas, dalam kehidupan terakhirnya sebagai Pangeran Siddhattha, Bodhisatta mengucapkan seruan berani begitu Beliau lahir.

Ini adalah tiga kelahiran di mana Bodhisatta langsung berbicara setelah ibu-Nya melahirkan-Nya.

~RAPB I, pp. 440-441~



Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Hikoza83 on 01 September 2008, 12:50:50 PM
pdhl bs jd bhikkhuni adalah impianku  :(

beneran nih? ???
bagus dong, ada calon bhikkhuni di DC.
 _/\_


By : Zen
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: CKRA on 03 September 2008, 10:22:26 AM
Saya belum baca RAPB tapi saya sudah baca KHB yang juga terbitan Ehipassiko. Boleh minta bocoran apakah RAPB merupakan extended version dari KHB?
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 03 September 2008, 02:05:33 PM
Saya belum baca RAPB tapi saya sudah baca KHB yang juga terbitan Ehipassiko. Boleh minta bocoran apakah RAPB merupakan extended version dari KHB?
Rekan CKRA, RAPB bisa/tidak bisa disebut sebagai extended version dari KHB, karena kedua buku ini ditulis dari sumber yg sama yaitu Tipitaka. dari penampilan secara fisik bukunya, yaitu ketebalannya, dapat diketahui bahwa KHB terlalu ringkas sedangkan RAPB jauh lebih lengkap dan komprehensif.

Silahkan rekan CKRA membaca RAPB yang sudah tersedia secara gratis di perpustakaan DC ini.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: CKRA on 03 September 2008, 02:29:18 PM
Terima kasih informasinya rekan Indra. Kalau di KHB menceritakan riwayat Buddha Gotama mulai dari sebagai Sumedha langsung sebagai Siddhattha, apakah kalau di RAPB diceritakan lebih rinci riwayat Bodhisatta dalam kehidupan-kehidupan sebelum sebagai Siddhattha atau juga diceritakan riwayat Buddha Buddha lain selain Buddha Gotama, seperti Buddha Dipankara dll? Soalnya di resensi bukunya kurang jelas. Supaya ada ekspektasi sebelum membaca :)

 _/\_
CKRA
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 04 September 2008, 10:23:57 AM
CKRA,

Sesuai judul buku KRONOLOGI HIDUP BUDDHA, yang diceritakan hanya riwayat Buddha (Gotama) saja. pada RIWAYAT AGUNG "PARA BUDDHA", meceritakan Para Buddha, sejak dari Buddha Dipankara hingga Buddha Gotama, yg intinya menceritakan kisah pertemuan Sang Bodhisatta Gotama dengan Buddha-Buddha masa lampau.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: CKRA on 04 September 2008, 01:08:37 PM
Terima kasih informasinya rekan Indra  _/\_
Title: Ayu vematta: perbedaan umur kehidupan manusia saat munculnya Buddha
Post by: Yumi on 10 September 2008, 10:46:46 PM
Buddha Dipankarà, Kondanna, Anomadassi, Paduma, Padumuttara, Atthadassi, Dhammadhassi, Siddhatta, dan Tissa—sembilan Buddha ini muncul dalam kappa saat umur kehidupan manusia adalah seratus ribu tahun.

Buddha Mangala, Sumanà, Sobhita, Nàrada, Sumedhà, Sujàta, Piyadassi, dan Phussa—delapan Buddha ini muncul saat umur kehidupan manusia adalah sembilan puluh ribu tahun.

Buddha Revata dan Vessabhu--dua Buddha ini muncul saat umur kehidupan manusia adalah enam puluh ribu tahun.

Buddha Vipassi muncul saat umur kehidupan manusia adalah delapan puluh ribu tahun. Buddha Sikhi muncul saat umur kehidupan manusia adalah tujuh puluh ribu tahun. Buddha Kakusandha muncul saat umur kehidupan manusia adalah empat puluh ribu tahun. Buddha Konàgamana muncul saat umur kehidupan manusia adalah tiga puluh ribu tahun. Buddha Kassapa muncul saat umur kehidupan manusia adalah dua puluh ribu tahun. Dan Buddha Gotama muncul saat umur kehidupan manusia adalah seratus tahun.

Bukankah, para Buddha seharusnya muncul pada umur kehidupan manusia yang sama, karena mereka adalah makhluk agung yang telah memenuhi Kesempurnaan dengan tingkat yang tertinggi?

Sehubungan dengan hal ini, ada penjelasan singkat berdasarkan Komentar Mahà Padana Sutta dari Sutta Mahà Vagga Atthakathà. Umur kehidupan manusia tergantung dari kebajikan yang dilakukan oleh penguasanya. Jika ia melakukan kebajikan, semua rakyatnya juga melakukan kebajikan, juga para dewa yang memberikan hujan dan makhluk-makhluk lain yang turut membantu. Hal ini menyebabkan cuaca menjadi teratur sehingga menghasilkan tanaman-tanaman dan sayur-mayur yang sehat dan bergizi untuk umat manusia, sehingga manusia dapat berumur panjang dan sehat. Jika penguasa tidak melakukan kebajikan, rakyatnya juga tidak; dewa-dewa yang memberikan hujan dan hal-hal pendukung lainnya juga tidak melakukan kebajikan. Sehingga buah-buahan dan sayur-mayur menjadi kekurangan gizi dan cuaca tidak menentu. Akibatnya, manusia menjadi gampang sakit dan berumur pendek.    :-?

Demikianlah, Buddha yang muncul pada saat umur kehidupan manusia yang panjang memperoleh umur yang panjang, sedangkan Buddha yang muncul pada saat umur kehidupan manusia pendek juga berumur pendek.

Meskipun semua Buddha mampu untuk memperpanjang umur-Nya sebagai akibat dari kebajikan masa lampau-Nya, umur-Nya berbeda sesuai Komentar Buddhavamsa yang mengatakan, “upacita punnasambhàrànam dighayukasamvattanika - kammasamupetànam pi buddhànam yuga - vasena àyuppamànam asamanam ahosi,” meskipun mereka memiliki jasa masa lampau yang dapat memperpanjang umur-Nya, para Buddha tetap berbeda umur-Nya sesuai àyu kappa (umur kehidupan manusia).”

Contohnya: jika benih pohon jati yang umurnya dapat mencapai ratusan tahun ditanam di daerah yang kering yang tanahnya keras dan gersang, ia tidak akan hidup lama; demikian pula halnya, meskipun kebajikan para Bodhisatta dalam kehidupan terakhirnya yang meyebabkan kelahiran dan kemampuan untuk memperpanjang umurnya, jika mereka mencapai Kebuddhaan dalam suatu periode yang pendek dari suatu àyu kappa, hal ini bagaikan lahan yang kering dan gersang, hidup mereka akan menjadi pendek sesuai àyu kappa tersebut.

~RAPB I, pp. 397-398~
Title: Padhàna vematta: perbedaan lamanya mempraktikkan dukkaracariya.
Post by: Yumi on 10 September 2008, 11:29:50 PM
Tujuh Buddha—Dipankarà, Kondanna, Sumanà, Anomadassi, Sujàta, Siddhattha, dan Kakusandha—mempraktikkan dukkaracariya selama sepuluh bulan.

Empat Buddha—Mangala, Sumedhà, Tissa, dan Sikhi—mempraktikkan dukkaracariya selama delapan bulan.

Buddha Revata mempraktikkan dukkaracariya selama tujuh bulan, Buddha Sobhita mempraktikkan dukkaracariya selama empat bulan.

Tiga Buddha—Paduma, Atthadassi, dan Vipassi—mempraktikkan dukkaracariya selama setengah bulan (lima belas hari).

Empat Buddha—Nàrada, Padumuttara, Dhammadassi, dan Kassapa—mempraktikkan dukkaracariya selama tujuh hari.

Buddha Piyadassi, Phussa, Vessabhu, dan Konàgamana mempraktikkan dukkaracariya selama enam bulan.

Buddha Gotama kita, Raja Tiga Alam, mempraktikkan dukkaracariya selama enam tahun.

Seperti halnya ada alasan-alasan mengapa umur kehidupan para Buddha berbeda-beda satu dengan yang lainnya, demikian pula, ada alasan-alasan mengapa lama waktu dalam mempraktikkan dukkaracariya juga berbeda-beda (khususnya bagi Buddha Gotama). Setelah dilakukan penyelidikan diketahui bahwa ini adalah akibat perbuatannya sendiri.

Penjelasan lebih lanjut: Dalam Pubbakammavilotika Buddhapadana, Avataphala Vagga, Apadana Pàli, Vol. I, Buddha sendiri mengatakan (Sehubungan dengan perbuatan buruknya yang mengakibatkan Ia harus mempraktikkan dukkaracariya selama enam tahun yang panjang), “Avacaham jotipalo sugatam kassapam tada,” dan seterusnya, “Dalam masa Buddha Kassapa, Aku adalah brahmana muda bernama Jotipàla; Aku menghina Buddha dengan mengatakan, ‘Bagaimana mungkin orang gundul ini dapat mencapai Kebuddhaan yang sangat sulit dicapai.’ Karena perkataan salah inilah Aku harus mempraktikkan dukkaracariya selama enam tahun dalam kehidupan-Ku yang terakhir.” :o

Dari pernyataan di atas yang menyebutkan bahwa Buddha harus mempraktikkan dukkaracariya selama enam tahun karena Beliau mencela seorang Buddha, dapat disimpulkan bahwa, Buddha-Buddha yang hanya mempraktikkannya selama tujuh hari pastilah memiliki jasa dan kebajikan yang lebih dari cukup.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa lamanya waktu yang dibutuhkan dalam mempraktikkan dukkaracariya ditentukan oleh perbuatan-perbuatan Mereka sendiri.

Walaupun terdapat perbedaan dalam waktu untuk menjalani praktik pertapaan (padhàna-viriya) sebelum tercapainya Kebuddhaan, namun begitu mereka mencapainya, tingkat usaha yang mereka kerahkan (payattaviriya) yang merupakan satu dari enam kemuliaan seorang Buddha adalah sama.

~RAPB I, pp. 402-404~

Bentar lagi mau jadi Buddha.. tp masih bisa menghina Buddha..  :whistle: masa Ia ga ingat lagi dengan kehidupan2 saat menerima ramalan dr Buddha2 seblmnya? Yg Ia menyambut/mengundang Buddha dengan penuh hormat ..   :-?
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Gun@saro on 11 September 2008, 12:40:58 AM
Dear snailLcy yang baik...

Bodhisatta adalah makhluk yang menjalankan proses penyempurnaan Parami, sebagai pra-syarat untuk menjadi seorang Sammasambuddha. Artinya bathin beliau belum suci (bersih total dari kekotoran bathin). Selama bathin siapapun masih belum terbebas dari: lobha, dosa, & moha ~ maka potensi perbuatan tidak bermanfaat masih sangat rentan.

Yah, kita tentu pernah baca juga bahwa Bodhisatta sering terlahir menjadi binatang juga, tidakkah itu juga merupakan hasil dari akusala-kamma? Namun hebatnya, dalam bentuk kehidupan apapun, misi utama Beliau adalah menyempurnakan parami. Jadi tidak peduli lahir dalam kondisi apapun, Beliau berjuang teruss... Yah, ini patut sekali menjadi teladan bagi kita semua tentunya.

Tekad Beliau utk "meneruskan tradisi" Sammasambuddha, sangat patut kita renungkan. Padahal, sebelumnya (saat bertekad di hadapan Sammasambuddha Dipankara) ~ Beliau sudah memiliki kondisi pas untuk merealisasi ke-Arahat-an. Namun Beliau bertekad utk menjadi Sammasambuddha; menghabiskan waktu yang tidak terhitung kemudian mendanakan segala daya upaya sehingga Buddha Dhamma bisa menjadi panutan bagi banyak makhluk hidup (bukan cuma manusia)...
Bagi saya, bagi Anda, bagi kita semua. Berapa lama Beliau menyempurnakan Parami? Pihak non-Buddhis sungguh sangat membanggakan pengorbanan pendiri agama mereka sekali di kayu salib (mohon maaf, bukan berarti menilai kurang lho ~ semata-mata perbandingan riil saja)... Nah, gimana dengan Bodhisatta Gotama, berapa jumlah kehidupan? Kita bukannya dituntut untuk berbangga koq ~ menghormati, gimana cara menghormatnya? Praktikkan Buddha Dhamma yang sudah Beliau temukan kembali, hingga terealisasinya Nibbana ~ suatu perealisasian yang Beliau capai sendiri juga.
Dan... ini yang penting juga, Beliau bukan "berkorban" ~ melainkan "BERDANA"...

Kemarin saya sempat diskusi dgn salah seorang member di Forum ini tentang buku RAPB. Rekan saya itu bilang: "Yang menerjemahkan sudah bersedia cape2 menerjemahkan..." Saya bilang begini: "Sebenarnya, justru kita patut turut bermuditacitta akan daya-upaya luhur yang dilakukannya. Itu merupakan dana lho, juga merupakan pengembangan bathin, saat menerjemahkan memang menguras tenaga & energi ~ namun yang dominan adalah: konsentrasi, perhatian, semangat, keyakinan (akan manfaat penerjemahan), dan menggunakan kebijaksanaan... Jadi Pancabala berkembang kala itu ~ merupakan proses Bhavana".

Begitu juga ketika Sdr/i snailLcy dengan begitu rajin mengutip tulisan dari buku RAPB. Coba deh renungkan kembali, ketika sedang membaca & mengetik ulang ke forum ini; apakah poin2 yang saya sebutkan di atas berkembang?
Nah, mengapa pula seseorang yang "hobby" berbuat tidak baik (tidak bermanfaat) akan cenderung utk tidak merubah polanya? Karena dia tidak memahami secara mendalam akan "hobby"nya itu. Apa bedanya dengan seseorang yang 'hobby' berbuat baik dan tidak paham sepenuhnya juga (tanpa kebijaksanaan/panna)? Sama saja potensinya, dia akan cenderung mudah goyah, semangat bisa kendur, diajak yang kontra maka gampang ikutan... Demikianlah betapa pentingnya kita memahami, baik itu detil dari perbuatan tidak baik maupun karakteristik terperinci dari perbuatan baik itu...
Lebih semangat berbuat baik & lebih intens mengeliminir perbuatan tidak baik; merujuk kepada Daya-Upaya Benar dari Jalan Mulia Berunsur Delapan...

Cerita di atas mengingatkan kita akan betapa rentannya bathin kita ini, siapa saja di antara kita yang masih produktif menelurkan lobha, dosa, & moha. Dan... karena kita tidak tahu kepada siapa (kualitas bathinnya) kita sedang berbicara; maka perlu waspada juga. Nyeletuk gak senonoh kepada orang biasa dengan kepada orang suci, dampaknya bisa parah lho (ini secara kuantitatif alias bobot vipaka yang diterima). Asal jangan orang gila dianggap suci saja, he3... Tapi juga bukan berarti orang gila bisa kita perlakukan tidak senonoh ~ mengapa? Karena jika kondisi saat melakukan itu sangat buruk (meskipun konsekuensi kuantitatif berdasarkan obyek: rendah). Ketika terima akusala-vipaka dengan bobot "rendah", bathin saat itu juga bisa ambruk lho...

Yah, mengikuti slogan pemilik Cakkavala Dhammacitta inilah: S A T I . . .

Anumodana Sdr/i snailLcy sudah posting tulisan di atas, sehingga kita terkondisi utk saling mengingatkan kembali akan kerentanan bathin kita masing2...

Semoga berkenan...

[attachment deleted by admin]
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 11 September 2008, 01:14:52 AM
Anumodana atas penjelasannya Bro Gun,

Biasanya ini sudah menjadi tugas saya untuk menjawab pertanyaan dari Sis Siput, tapi sepertinya saya gak perlu jawab lagi, karena reply dari Bro Gun sudah sangat komprehensif. Silahkan pertanyaan berikutnya Sis Siput.

 _/\_
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Gun@saro on 11 September 2008, 01:20:02 PM
Mohon maaf, ada kesalahan pengetikan... pada alinea ke-5: "Nah, mengapa pula seseorang yang "hobby" berbuat baik akan cenderung utk tidak merubah polanya? Karena dia tidak memahami secara mendalam akan "hobby"nya itu. Apa bedanya dengan seseorang yang 'hobby' berbuat baik dan tidak paham sepenuhnya juga (tanpa kebijaksanaan/panna)?"

Seharusnya adalah berbuat yang tidak bermanfaat (tidak baik). Demikian koreksinya, semoga tidak terjadi salah pengertian. Anumodana untuk Sdri Yumi yang sudah mengingatkan saya.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Yumi on 12 September 2008, 11:27:17 PM
 ^:)^
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Che Na on 16 September 2008, 10:05:06 AM
Ingin berbagi cerita   :-[ (mohon ijin dulu neh klo salah tempat tolong di move aja  ;D )

Judulnya : Apakah Ini Dejavu ?? :-[

Semalam pulang dari mall, n rumah cc sampai rumah jam 9.00. Ne langsung mandi dan siap dengan Buku RAPB dikamar, hp (ol YM mode : on ) di samping  :)) :))

Ini adalah hari kedua saya membaca buku RAPB, walau banyak istilah dalam bahasa pali (karena lemot agak sulit mengerti  :-[ ).

SAmpai lah pada bacaan tentang Pertapa Sumedha. Pada saat membaca nama pertapa Sumedha tersebut, tiba-tiba pikiran Ne langsung membayangkan.

"seorang pertapa sedang bertelungkup di tanah becek, dengan sikap anjali menanti diinjak oleh seseorang yang sangat dihormatinya"

Namun pikiran tersebut Ne hiraukan, ne terus membaca kisah tersebut sampai terakhir.
Dan ternyata kisahnya lebih lengkap dari yang terpikirkan oleh Ne. Karena dipikran Ne itu, ne ga tau siapa Pertapa Sumedha itu (yang akhirnya menjadi BUddha Gotama), dan yang menginjak Pertapa Sumedha itu siapa pun ne gatau.

Ne mulai mengingat buku apa yang pernah Ne baca, tentang kisah pertapa Sumedha .. Tapi ga ketemu  :(

Jadi apakah ini Dejavu? ? 
MOhon penjelasan Dejavu menurut agama BUddha  ^:)^
 _/\_

Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Sunce™ on 16 September 2008, 10:10:35 AM
bisa jadi...  :-? :-?dulu ne prnh lahir di masa itu...  ::) ::)tumimbal lahir ne..  :)
dejavu bahasa lain na kali ... ;D ;D
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Che Na on 17 September 2008, 09:45:38 AM
 ^:)^ KO Indra numpang lagi yo.. (jadi seperi buku harian d)  :-[ :-[

Judulnya : "Perenungan 10 Kesempurnaan "

Selesai mandi dan makan malam, saya siap dengan buku RAPB di kamar  :-[ (hari ke - 3)

Saya mulai membaca lanjutan kisah Pertapa Sumedha, yang sampai lah pada saat beliau merenungkan 10 kesempurnaan.. satu persatu mulai saya baca tak terasa air mata mengalir  :'( :'( :'( :'( entah apa yang terjadi sampai selesai membaca ke seluruhan dari 10 Kesempurnaan tersebut ternyata pada saat itu terjadi (terjadi Gempa bumi )  ^:)^ ^:)^ ^:)^

Pada saat membaca sambil menangis itu seperti perasaan yang "campur aduk" (terharu, terpesona dll)  :'( :'( :'(

SAya kemudian terus melanjutkan bacaan..namun tidak lama mati lampu  :'( :'( :'( lagi asik2 baca kog mati lampu  :)) :)) :))

Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 17 September 2008, 10:21:31 AM
Che Na,
minta izinnya sama Sumedho
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Che Na on 17 September 2008, 10:25:58 AM
Che Na,
minta izinnya sama Sumedho

Wah Sory  ^:)^ ^:)^

KO Ben minta ijin (walau ud post duluan)  ^:)^ ^:)^ Maaf ...
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Yumi on 18 September 2008, 07:55:52 PM
Cc Che Na.. gak usa sungkan2 n pk minta izin lage..  ^-^ sikat ajaaaa!!!!  :P Yuuk sharing ttg RAPB..  :D

 :jempol:
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 20 September 2008, 08:39:57 AM
Seorang pengunjung di gerbang depan mengajukan topik diskusi berikut ini:

Quote from: http://dhammacitta.org/perpustakaan/ebook/umum/riwayat-agung-para-buddha#comment-6990
Anumodana Saudara Indra atas tanggapannya.

Mengenai pembabaran Abhidhamma oleh Sang Buddha secara paralel di alam deva Tavatimsa dan di bumi ( kepada YM. Sariputta ) memang ada dijelaskan di RAPB tentang kekuatan batin seorang Buddha dalam menciptakan dua sosok Buddha yang sama persis dalam mengajarkan Abhidhamma di dua alam berbeda pada waktu yang hampir bersamaan. Dalam kasus ini, tentunya para deva di alam Tavatimsa dan YM Sariputta ( cat : kedua alam tsb berada di bumi ini ) sudah mengetahui hal2 berikut yang terjadi pada saat kemunculan seorang Buddha yaitu : proses masuknya bodhisatta ke rahim Ratu Mahamaya, kelahiran bodhisatta, pelepasan agung, pencapaian ke Buddha-an, dan pembabaran Dhamma yang pertama kali oleh Sang Buddha. Dalam hal ini, tentunya Saddha terhadap Sang Buddha Gotama ( keyakinan bahwa Beliau benar2 sudah mencapai pencerahan sempurna ) adalah tidak tergoyahkan karena peristiwa2 tsb bisa disaksikan oleh para dewa dan manusia di bumi ini.

Kekuatan batin seorang Buddha adalah tidak terbayangkan oleh manusia awam,dan memang tidak tertutup kemungkinan Buddha mengajarkan secara paralel juga di bumi yang lain ( alam manusia, deva dan brahma di bumi yang lain ). Tetapi dalam hal ini akan muncul suatu keraguan dari makhluk di bumi yang lain, siapakah sosok Buddha Gotama itu ? dari mana asalnya ? Bagaimana beliau bisa dikatakan sebagai makhluk yang tercerahkan ? Bagaimana usahanya dalam mencapai ke - Buddha an itu ? Makhluk di bumi yang lain tentunya tidak mempunyai pengetahuan mengenai hal2 tsb, karena berbagai peristiwa tsb hanya berlangsung di bumi ini.
Jika Buddha Gotama mengajarkan kepada makhluk di bumi lain bahwa ini adalah Dhamma, itu bukan Dhamma. Bagaimana makhluk di bumi lain bisa memiliki keyakinan/saddha yang penuh terhadap Sang Buddha ? Bagaimana pula dengan komunitas Sangha di bumi yang lain ?
Karena sesungguhnya muncul nya Sammasambuddha pasti muncul Tiratana - Buddha, Dhamma, dan Sangha.
Ini adalah pertanyaan yang timbul dari pemikiran saya mengenai hal ini.

Kita sebagai makhluk di bumi ini pantas bersyukur karena mempunyai berkah yang sangat besar dengan munculnya seorang Sammasambuddha, terlebih lagi sebagai manusia yang bisa mempelajari dan mempraktekkan Dhamma yang di ajarkan Buddha.
Jika Buddha Gotama hanya mengajarkan Dhamma di bumi ini ( walaupun ‘wilayah kekuasaan’ Nya mencakup 10 ribu tata surya - ada bumi yang lain ), tentunya bumi kita ini sungguh mendapatkan berkah yang sangat mulia.

Utk point 2), selain mengenai tinggi tubuh Buddha, saya juga masih mempunyai keraguan mengenai konversi satuan ukuran yang digunakan pada zaman Buddha tsb. Misalnya : dikatakan bahwa 1 yojana itu sebanding kira2 = 16 km. Dalam beberapa bagian sutta kadang dijumpai penggunaan satuan yojana utk menggambarkan sosok Asura, jarak suatu tempat, besar sudah benda dll, yang terkadang kalau di konversikan ke satuan km, hasilnya sangat mencengangkan dan diluar logika ( pandangan zaman skrg ). Bagaimana pendapat saudara2 se Dhamma mengenai hal ini ? mohon pencerahannya

Salam Metta,
Qing Sen


Sdr. Qing Sen,

Lagi2 ini adalah usaha saya untuk menjawab menurut pendapat pribadi, karena saya belum pernah membaca referensi mengenai topik ini.

1. Di dalam RAPB dikisahkan mengenai banyak Buddha masa lampau, menurut saya tidak semua Buddha itu muncul di bumi yang kita tempati sekarang. Mungkin ketika muncul di bumi yang lain, hanya para Dewa dan Brahma saja yang karena memiliki kesaktian yang mampu bertemu dengan Buddha. Namun saat ini, kita yang tidak bertemu dengan para Buddha masa lampau juga bisa mengetahui dan memiliki keyakinan thd Buddha-Buddha itu, karena Sang Buddha Gotama telah menceritakannya.

Di alam semesta lain mungkin saja tidak terdapat Sangha seperti halnya di bumi ini.
Anda benar bahwa tempat dimana seorang Buddha muncul adalah tempat tempat yang penuh berkah. jadi kita saat ini tentulah makhluk2 yang memiliki jasa masa lampau yang cukup baik sehingga berkesempatan bertemu dengan Tiratana.

Sebagai ilustrasi: Dalam kepercayaan Mahayana, ada suatu alam surga yang disebut Sukhavati yang terletak di di sebelah Barat. Saya hanya bisa menebak, bahwa Sukhavati ini kemungkinan besar berada di alam semesta lain, karena tidak terdapat dalam 31 alam. Dikisahkan di sana terdapat Buddha yaitu Amitabha, kita di sini juga bisa mengetahui keberadaanNya dan kemuliaanNya. Tentunya kepercayaan ini kembali kepada diri kita masing2.

2. satuan Yojana

menurut Wikipedia:
A yojana (Hindi : योजन ) is a Vedic measure of distance used in ancient India. The exact measurement is disputed amongst scholars with distances being given between 6 to 15 km (4 and 9 miles).

menurut sumber dari naskah Buddhis: satu Yojana adalah jarak yang ditempuh oleh pasukan infanteri untuk berjalan dengan kecepatan normal selama satu hari. konversi 16km itu sptnya sesuai dengan definisi ini.

Mohon tanggapan dari rekan2 lain.

 _/\_
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Gun@saro on 21 September 2008, 02:55:52 AM
Saya quote "tentunya para deva di alam Tavatimsa dan YM Sariputta (cat: kedua alam tsb berada di bumi ini)" ~ mungkin OOT dari pertanyaan. Tapi setahu saya dari bagan 31 alam kehidupan, alam dewa yg share domain dgn manusia di bumi cuma Cattumaharajika...

Bumi kita ini sangat special: total akan muncul 5 Sammasambuddha (quota maksimum), tapi bukan berarti makhluk di bumi ini yang beruntung. Namun, yang beruntung adalah: semua makhluk apapun yang sudah mengumpulkan parami yang cukup, sehingga terkondisi utk lahir di bumi special ini. Yakni utk bertemu, belajar, hingga merealisasi Nibbana di bawah bimbingan Sammasambuddha... Kita kan ingat bahwa: lahir di suatu tempat yang sesuai dgn kamma kebajikan lampau, merupakan berkah utama...

Bagaimana dengan Cunda si pejagal babi, apakah kita akan menyatakan bahwa dia jauh lebih beruntung dari manusia yang lahir di bumi antah-berantah lain yang tidak muncul Sammasambuddha? Cunda tinggal tidak jauh dari tempat Sang Buddha berdiam. Namun jangankan belajar & praktik Dhamma, berdana pun tidak pernah...

4 kelangkaan di alam semesta adalah:
1) Kelahirsan sebagai manusia...
2) Berlangsung hidup sebagai manusia yg normal & patut...
3) Berkesempatan utk belajar/praktik Buddha Dhamma...
4) Kemunculannya seorang Sammsambuddha...

Poin ketiga berlaku utk mereka yang hidup di dunia tanpa Sammasambuddha, karena Buddha Dhamma adalah universal. Belaku lintas KeTuPat: keadaan, waktu, dan tempat. Tidak ada istilah expirednya... Maka ada yang disebut Pacceka Buddha... Beliau2 merupakan makhluk yang merealisasi kesempurnaan bathin secara mandiri total juga...

Nah, sebagai insan yang sekarang kita hidup di bumi ini; keempat kondisi langka tersebut sudah kita "atasi". Tinggal renungkan saja, apakah ada sense of urgency (samvaga) utk praktik Buddha Dhamma? Lho, kita gak pernah tahu persis masa hidup ini lho... Kalo sudah mati, lahir kembali jadi manusia sungguh teramat sulit (ingat ibarat kura2 buta di tengah samudra dgn gelang kayu itu?). Gimana kalo sudah lahir jadi manusia, cacat fisik/mental pula? Gimana kalo sudah lahir, fisik/mental OK, namun seperti Cunda yang tinggal dekat dengan tempat kediaman Sang Buddha, namun bathin tidak terkondisi utk belajar Dhamma???

Mengapa kita lahir di bumi ini, yang masih ada pembabaran Buddha Dhamma? Mengapa ada yang lain lahir di bumi lain dan tidak terkondisi utk belajar Dhamma? Mengapa ada yang lahir di Bangkok, tapi malah Nasrani (dia gak perlu jauh2 lahir di bumi lain, kan?)... Ini semua merupakan pertanyaan yang sangat erat kaitannya dengan Kamma Niyama & Citta Niyama...

Mereka semua yang terkondisi utk lahir di masa Buddha Gotama, baik yang akhirnya menjadi pengikut & berhasil menjadi suci; baik yang menolak mentah2; baik yang memfitnah; baik yang menjadi siswa utama; baik itu yang belajar tapi gak juga suci; bahkan hingga yang mengkhianati Buddha sendiri... Semua berkumpul di bumi ini susuai dgn kondisi2 yang dikumpulkan masing2...
Demikian juga mereka yang akhirnya harus lahir di bumi lain... Pertapa Ashita sendiri pun pindah alam dan tidak sempat "mencicipi" Buddha Dhamma, apakah tidak lebih dilematis??? Yah, kamma-vipaka memang tidak akan salah alamat...
Dan juga dengan kita yang akhirnya lahir sekarang ini; tinggal tetapkan sikap saja, apakah nantinya ketika Bodhisatta Metteya merealisasi Sammasambodhi, kita mo lahir di bumi mana? Tidak gampang memang utk tune-in dgn frekuensi yang sama, bisa2 dekat tapi ngaco seperti Cunda juga... Atau mungkin jadi model seperti Devadatta...? Yah, tinggal refleksi saja ke dalam bathin kita masing2, apa yang sedang kita "rancang" sekarang ini?
Kalo sibuk menyesatkan pandangan orang lain ke arah yang kurang baik & benar; yah siap2 gabung di domain Devadatta... Kalo sibuk belajar teoritikal belaka, yah siap2 jadi pengikut yang kurang praktik & cuma bangga dgn jubah bhikkhunya... Kalo masih terus menjagal binatang & malah melecehkan Dhamma, siap2 nanti tinggal dekat vihara seperti Cunda juga...
Ini sekadar ilustrasi semata, bukan persis yah...

Dari apa yang kita baca dari Sutta, entah itu tetang antara bhumi ataupun tata surya... Secara fisik adalah loka namun alam bathin adalah bhumi... Maka, essensiilnya adalah bhumi bathin kita, karena loka akan disesuaikan dengan kondisi bhumi bathin kita sendiri... Kita akan terlahir di alam (loka) sesuai dgn kamma (bhumi) kita di loka sebelumnya...
Ternyata, lahir jadi manusia, fisik/mental prima, tinggal dekat vihara Sang Buddha; tidak lebih baik daripada mereka yang lahir di bumi lain, fisik/mental prima, namun tetap melakukan/mengembangkan kebajikan sesuai dgn akumulasi parami sebelumnya...
Kita sekarang pun sudah jauh dari catatan sejarah ketika Sang Buddha masih hidup, baik waktu maupun ruang... Namun Sang Buddha menyatakan bahwa jika ingin melihat Beliau, maka praktikkanlah Dhamma. Itulah hakikat sejatinya, Beliau tidak mendidik kita utk melekat akan konsep fisikal, namun penekanan pada praktik faktual...
Jadi, walaupun kita gak bertemu beliau, lahir di tempat yang jauh, waktu sudah lama berlalu... Bathin tetap bahagia, karena kita bisa berkesempatan utk praktik Buddha Dhamma; saddha tetap bisa tumbuh sgn mantap...

Terkecuali sekali lho... Sang Buddha pernah bersabda: "Cilaka lah kalian yang lahir tidak pada masaku, sehingga tidak bertemu denganku dan mendengarkan sabdaku secara langsung, maka "Pantai Nibbana" tidak akan pernah kau raih... Karena akulah satu2nya yg bisa membawa rakit itu mengarungi Samudra Samsara... Demikian juga para makhluk yang lahir di bumi lain, kasihan deh kalian..."

Jadi, don't worry ~ be happy... karena kita memang insan yang (bukan beruntung yah), memang patut dan pantas ~ karena terkondisi utk lahir sebagai manusia, fisik/mental prima, berpotensi sangat besar utk praktik Buddha Dhamma, dan tentunya masih di masa Sammasambuddha Gotama (buku riwayat Beliau pun sudah ditulis/diterjemahkan dgn begitu cemerlang)... Tidak beruntung kalo gak baca, betul? Kalo pun tidak bisa baca, bisa kondisikan orang lain utk baca, itu pun masih kusala-kamma... Gak akan rugi...
Nah, yang rajin terjemahkan buku Dhamma, kayanya nanti bisa satu domain seperti YA Ananda yah? Mana tahu... yang pasti, tiketnya sudah gak yang ngaco2 dah... Selamat yah...

Semoga kita terkondisi utk bisa praktik Buddha Dhamma (universal KeTuPat) entah di alam mana pun kelahiran kita... Sadhu3...
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Yumi on 21 September 2008, 03:11:18 AM
 _/\_  :lotus:
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: dilbert on 21 September 2008, 03:26:59 AM
Ingin berbagi cerita   :-[ (mohon ijin dulu neh klo salah tempat tolong di move aja  ;D )

Judulnya : Apakah Ini Dejavu ?? :-[

Semalam pulang dari mall, n rumah cc sampai rumah jam 9.00. Ne langsung mandi dan siap dengan Buku RAPB dikamar, hp (ol YM mode : on ) di samping  :)) :))

Ini adalah hari kedua saya membaca buku RAPB, walau banyak istilah dalam bahasa pali (karena lemot agak sulit mengerti  :-[ ).

SAmpai lah pada bacaan tentang Pertapa Sumedha. Pada saat membaca nama pertapa Sumedha tersebut, tiba-tiba pikiran Ne langsung membayangkan.

"seorang pertapa sedang bertelungkup di tanah becek, dengan sikap anjali menanti diinjak oleh seseorang yang sangat dihormatinya"

Namun pikiran tersebut Ne hiraukan, ne terus membaca kisah tersebut sampai terakhir.
Dan ternyata kisahnya lebih lengkap dari yang terpikirkan oleh Ne. Karena dipikran Ne itu, ne ga tau siapa Pertapa Sumedha itu (yang akhirnya menjadi BUddha Gotama), dan yang menginjak Pertapa Sumedha itu siapa pun ne gatau.

Ne mulai mengingat buku apa yang pernah Ne baca, tentang kisah pertapa Sumedha .. Tapi ga ketemu  :(

Jadi apakah ini Dejavu? ? 
MOhon penjelasan Dejavu menurut agama BUddha  ^:)^
 _/\_



Deja vu adalah perkataan berasal dari bahasa Perancis, yang arti harfiahnya adalah pernah dilihat atau pernah dialami. Dalam dunia spiritual dewasa ini, istilah deja vu mewakili suatu pengalaman pribadi tentang ingatan akan "telah" pernah dilihat ataupun dialami suatu kejadian. Biasanya deja vu ini terjadi dalam ingatan yang seketika dan singkat. Dari testimoni orang orang yang pernah mengalami pengalaman deja vu, kadang bisa mengingat "rentetan"/jalan cerita suatu kejadian yang sedang berlangsung pada saat itu juga dan dalam beberapa saat/beberapa detika ke depan, misalnya ketika sedang membaca buku tertentu seseorang langsung deja vu pernah dalam posisi dan kondisi demikian, dan ingat persis bahwa dalam beberapa saat lagi, telepon akan berbunyi, dan hasilnya adalah TEPAT bahwa telepon tersebut berbunyi.

Belum ada catatan, suatu pengalaman deja vu yang bisa menceritakan akan "terjadinya" sesuatu di masa mendatang untuk rentang waktu yang cukup lama. Jika ada deja vu yang bisa menceritakan rentetan peristiwa dalam jangka waktu yang cukup lama, ini dapat disebut mewakili dengan kemampuan untuk "melihat" ke masa depan.

Dalam tradisi BUDDHIS, kemampuan untuk "melihat" ke masa depan itu dapat kita ketahui dari cerita-cerita RAMALAN PASTI pencapaian sammasambuddha dari semua calon sammasambuddha yang diramalkan oleh seorang sammasambuddha. Cerita cerita para ARAHAT yang bisa mengetahui dengan pasti kapan sisa umur fisik tubuh masing masing. Jadi kemampuan untuk deja vu ini masih relevan (bisa diterima) secara buddhisme. Walaupun praktek "perdukunan" untuk melihat ke masa depan itu tidak dianjurkan oleh BUDDHA sendiri, karena dianggap sebagai profesi yang rendah.

Dalam dunia modern sekarang ini, fenomena deja vu mulai dipelajari secara scientific (ilmiah) sebagaimana dengan fenomena regresi (melihat ke kehidupan lampau) dengan teknik hipnotherapy, dan fenomena clairovoyant (melihat sesuatu) dari jarak jauh atau dalam dunia buddhis dikenal dengan kemampuan bathin mata dewa (dibbhacakkhu).
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: dilbert on 21 September 2008, 03:37:59 AM

Bumi kita ini sangat special: total akan muncul 5 Sammasambuddha (quota maksimum), tapi bukan berarti makhluk di bumi ini yang beruntung. Namun, yang beruntung adalah: semua makhluk apapun yang sudah mengumpulkan parami yang cukup, sehingga terkondisi utk lahir di bumi special ini. Yakni utk bertemu, belajar, hingga merealisasi Nibbana di bawah bimbingan Sammasambuddha... Kita kan ingat bahwa: lahir di suatu tempat yang sesuai dgn kamma kebajikan lampau, merupakan berkah utama...

Bagaimana dengan Cunda si pejagal babi, apakah kita akan menyatakan bahwa dia jauh lebih beruntung dari manusia yang lahir di bumi antah-berantah lain yang tidak muncul Sammasambuddha? Cunda tinggal tidak jauh dari tempat Sang Buddha berdiam. Namun jangankan belajar & praktik Dhamma, berdana pun tidak pernah...

4 kelangkaan di alam semesta adalah:
1) Kelahirsan sebagai manusia...
2) Berlangsung hidup sebagai manusia yg normal & patut...
3) Berkesempatan utk belajar/praktik Buddha Dhamma...
4) Kemunculannya seorang Sammsambuddha...


penjelasan sdr.gun [at] saro di atas sangat jelas, hanya mungkin ada satu pandangan dari saya bahwa APAKAH semua SAMMASAMBUDDHA di kalpa kita ini (yang totalnya ada 5 sampai yang terakhir yang akan datang BUDDHA MAITREYA) itu akan terlahir di BUMI yang kita tempati ini. Mengingat definisi kalpa ini tidak merujuk pada suatu tempat (dalam hal ini BUMI), tetapi mewakili suatu rentang waktu yang sangat lama.

Dalam beberapa literatur yang pernah saya baca, bahwa ada artifak BUDDHA KASSAPA (bukti fisik otentik) yang ditemukan di BUMI ini, menandakan bahwa BUDDHA KASSAPA pernah terlahir di BUMI yang kita tempati sekarang ini pada suatu masa yang lalu. Tetapi tidak ditemukan artifak dari BUDDHA BUDDHA sebelumnya. CMIIW.

Apakah mungkin BUDDHA sebelum BUDDHA KASSAPA bukanlah lahir di BUMI KITA, tetapi lahir di "BUMI LAIN" (yang bisa menopang kehidupan tingkat tinggi seperti BUMI KITA), karena walaupun belum bisa dibuktikan keberadaan "BUMI LAIN" tersebut, tetapi para ilmuwan berani berteori bahwa pasti ada "BUMI-BUMI" lain di alam semesta ini yang bisa menopang kehidupan tingkat tinggi.

Bagaimana dengan tanggapan rekan rekan ??
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Yumi on 21 September 2008, 01:44:10 PM
 _/\_ ko gun, yumi tambahkan penjelasan ko gun mengenai 4 kelangkaan di alam semesta sbb:

Ada lima fenomena yang sulit ditemui, yaitu,
(1) Buddha’uppàda, munculnya seorang Buddha,
(2) manussattabhàva, kelahiran kembali sebagai manusia,
(3) saddhàsampattibhàva, memiliki keyakinan di dalam Tiga Permata dan hukum kamma,
(4) pabbajitabhàva, menjadi anggota komunitas para bhikkhu, dan
(5) saddhammasavana, berkesempatan mendengarkan ajaran Buddha.)  

~RAPB I, p. 22~
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Yumi on 21 September 2008, 02:19:26 PM
penjelasan sdr.gun [at] saro di atas sangat jelas, hanya mungkin ada satu pandangan dari saya bahwa APAKAH semua SAMMASAMBUDDHA di kalpa kita ini (yang totalnya ada 5 sampai yang terakhir yang akan datang BUDDHA MAITREYA) itu akan terlahir di BUMI yang kita tempati ini. Mengingat definisi kalpa ini tidak merujuk pada suatu tempat (dalam hal ini BUMI), tetapi mewakili suatu rentang waktu yang sangat lama.

Dalam beberapa literatur yang pernah saya baca, bahwa ada artifak BUDDHA KASSAPA (bukti fisik otentik) yang ditemukan di BUMI ini, menandakan bahwa BUDDHA KASSAPA pernah terlahir di BUMI yang kita tempati sekarang ini pada suatu masa yang lalu. Tetapi tidak ditemukan artifak dari BUDDHA BUDDHA sebelumnya. CMIIW.

Apakah mungkin BUDDHA sebelum BUDDHA KASSAPA bukanlah lahir di BUMI KITA, tetapi lahir di "BUMI LAIN" (yang bisa menopang kehidupan tingkat tinggi seperti BUMI KITA), karena walaupun belum bisa dibuktikan keberadaan "BUMI LAIN" tersebut, tetapi para ilmuwan berani berteori bahwa pasti ada "BUMI-BUMI" lain di alam semesta ini yang bisa menopang kehidupan tingkat tinggi.

Bagaimana dengan tanggapan rekan rekan ??

IMO, kalpa itu kan waktu yg uda sangat2 lama banget.. wajar saja kalo para ilmuwan menggali tanah sampai gitu dalam pun uda sulit ditemukan artefak dari Buddha-Buddha sebelum Buddha Kassapa. Kalopun ketemu, apa yakin masih mampu mereka kenali?? kan uda mengendap luar biasa lama.. :D

Logika aye, kalo Buddha Gotama lahir di bumi ini ya tentunya silsilah Buddhavamsa yg Ia babarkan juga yg pernah muncul sebelum Dia di bumi yg sama ini..  :-?
Di bumi yg lain, Buddha yg lain juga membabarkan pada penghuni di sana Buddhavamsa yg sebelumnya pernah muncul di sana.. Masing2 generasi Buddha mengurus silsilah-Nya sendiri-sendiri.. Gitu kali ya..?  ;D
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Yumi on 21 September 2008, 02:45:07 PM
http://dhammacitta.org/perpustakaan/ebook/umum/riwayat-agung-para-buddha

Berikut ini ada pertanyaan dari Sdr Qing Sen yg stlh yumi sendiri baca juga bingung  ???, selain tanggapan ko indra di bawah, apa ada rekan lain yg bisa share mengenai tulisan yg dibold?

Qing Sen Says:
September 17th, 2008 at 23:57

Namo Buddhaya Saudara-saudara sekalian,
Sehubungan dengan buku RAPB ini, ada beberapa point yang saya masih kurang mengerti :
1) [...]

2) a) Di katakan bahwa tinggi Buddha Gotama adalah enam belas atau delapan belas lengan - hal: 401 buku I RAPB ( cat : 1 lengan = 40 cm ), berarti tinggi Buddha Gotama itu 640 cm atau 720 cm. Dan juga Buddha-Buddha yang lain mempunyai tinggi badan yang bahkan melebihi tinggi badan Buddha Gotama.

b) Sementara pada bab lain, dikatakan bahwa tinggi seorang Buddha tidak terukur. [RAPB II, p. 1753]

* antara a) dan b) saling bertolak belakang, mungkin saudara2 sekalian ada yang bisa menanggapi hal ini, mohon pencerahan.. ----> kenapa bisa bertolak belakang ya??  :-?

* jika memang tinggi Buddha itu 640 cm atau pun 720 cm.. bisa dibayangkan betapa tingginya tubuh seorang Buddha, atau mungkin saja rata2 tinggi tubuh manusia pada zaman Buddha Gotama adalah sekitar itu. ---> kalo ini memang sudah ada penjelasannya di RAPB dan penjelasan ko Indra di bawah:

Quote tanggapan ko Indra:

2. Tinggi badan Buddha Gotama itu diukur berdasarkan tinggi rata2 manusia pada masa itu, karena pada kisah kunjungan Raja Ajatasattu menemui Sang Buddha, dikatakan bahwa Ajatasattu tidak mampu membedakan Sang Buddha dari para Bhikkhu lainnya, ini tentunya karena sosok Sang Buddha mirip dengan sosok bhikkhu lainnya, karena kalau Sang Buddha memiliki tinggi yg luar biasa tentu akan mudah dikenali.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Yumi on 21 September 2008, 05:29:23 PM
Apakah mungkin BUDDHA sebelum BUDDHA KASSAPA bukanlah lahir di BUMI KITA, tetapi lahir di "BUMI LAIN" (yang bisa menopang kehidupan tingkat tinggi seperti BUMI KITA), karena walaupun belum bisa dibuktikan keberadaan "BUMI LAIN" tersebut, tetapi para ilmuwan berani berteori bahwa pasti ada "BUMI-BUMI" lain di alam semesta ini yang bisa menopang kehidupan tingkat tinggi.

Bagaimana dengan tanggapan rekan rekan ??

 _/\_ Ko Dilbert, berikut sedikit kutipan mengenai adanya bumi-bumi lain, semoga bermanfaat..

Di antara 10.000 Cakkavala (Tata Surya) yang membentuk sebuah Jatikkhetta, Sang Buddha hanya lahir pada Cakkavala ini seperti yang tersebut dalam Anguttara Nikaya Atthakatha i. 251 dan Digha Nikaya Atthakatha iii. 897-

Menurut Ananda Vagga, Aguttara Nikaya, disebutkan bahwa dalam 1 Tisahassi Mahasahassi Lokadhatu terdapat 1 Milyar Tata Surya. Di setiap Tata Surya terdapat matahari, … bulan dan bumi yang didiami manusia. Alam semesta ini masih jauh lebih luas daripada Tisahassi Mahasahassi Lokadhatu.

Berdasarkan pada uraian Ananda Vagga tersebut, berarti Jatikkhetta tempat kelahiran para Buddha di alam semesta ini adalah banyak sekali. Jadi ada kemungkinan pada satu masa terdapat banyak Buddha yang muncul bersama-sama di alam semesta ini pada Jatikkhetta mereka masing-masing. Atau dengan kata lain, pada saat sekarang ini ada kemungkinan banyak Samma Sambuddha yang muncul, walaupun bukan dalam Jatikkhettta (10.000 Tata Surya) kita ini.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 21 September 2008, 08:44:54 PM
Dalam beberapa literatur yang pernah saya baca, bahwa ada artifak BUDDHA KASSAPA (bukti fisik otentik) yang ditemukan di BUMI ini, menandakan bahwa BUDDHA KASSAPA pernah terlahir di BUMI yang kita tempati sekarang ini pada suatu masa yang lalu. Tetapi tidak ditemukan artifak dari BUDDHA BUDDHA sebelumnya. CMIIW.

Sepengetahuan saya, bila sasana berakhir maka relik/artifak sebagai skanda terakhir akan lenyap pula.

Apakah mungkin BUDDHA sebelum BUDDHA KASSAPA bukanlah lahir di BUMI KITA, tetapi lahir di "BUMI LAIN" (yang bisa menopang kehidupan tingkat tinggi seperti BUMI KITA), karena walaupun belum bisa dibuktikan keberadaan "BUMI LAIN" tersebut, tetapi para ilmuwan berani berteori bahwa pasti ada "BUMI-BUMI" lain di alam semesta ini yang bisa menopang kehidupan tingkat tinggi.

Bagaimana dengan tanggapan rekan rekan ??

Secara tradisi Theravada, semua Sammasambuddha akan mencapai tingkat kesucian dan parinibanna di tempat yang sama,.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Gun@saro on 23 September 2008, 12:50:16 AM
_/\_ ko gun, yumi tambahkan penjelasan ko gun mengenai 4 kelangkaan di alam semesta sbb:

Ada lima fenomena yang sulit ditemui, yaitu,
(1) Buddha’uppàda, munculnya seorang Buddha,
(2) manussattabhàva, kelahiran kembali sebagai manusia,
(3) saddhàsampattibhàva, memiliki keyakinan di dalam Tiga Permata dan hukum kamma,
(4) pabbajitabhàva, menjadi anggota komunitas para bhikkhu, dan
(5) saddhammasavana, berkesempatan mendengarkan ajaran Buddha.)  

~RAPB I, p. 22~

Anumodana atas kebaikan Sdr/i snailLcy untuk melengkapinya, semoga demikian menjadi optimum manfaatnya...
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: aGus on 23 September 2008, 01:53:07 AM
Apakah mungkin BUDDHA sebelum BUDDHA KASSAPA bukanlah lahir di BUMI KITA, tetapi lahir di "BUMI LAIN" (yang bisa menopang kehidupan tingkat tinggi seperti BUMI KITA), karena walaupun belum bisa dibuktikan keberadaan "BUMI LAIN" tersebut, tetapi para ilmuwan berani berteori bahwa pasti ada "BUMI-BUMI" lain di alam semesta ini yang bisa menopang kehidupan tingkat tinggi.

Bagaimana dengan tanggapan rekan rekan ??

Secara tradisi Theravada, semua Sammasambuddha akan mencapai tingkat kesucian dan parinibanna di tempat yang sama,.
klo yg saya dengar dari Suhu Mahayana, lupa namanya ;D, katanya Buddha saat lahir disini, demikian pula di tata surya tata surya lainnya, dan juga mengajarkan hal yang sama dengan di sini.. entah maksudnya gimana.. hoho.. tapi menurut komik Bodhi yang dari Tipitaka, Buddha bisa punya tubuh lain dan membabarkan Dhamma sementara tubuh yg sebenarnya bisa melakukan apa saja (klo di komik turun ke bumi untuk menjaga kelangsungan tubuh manusia Buddha)
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Yumi on 23 September 2008, 01:06:25 PM
klo yg saya dengar dari Suhu Mahayana, lupa namanya ;D, katanya Buddha saat lahir disini, demikian pula di tata surya tata surya lainnya, dan juga mengajarkan hal yang sama dengan di sini.. entah maksudnya gimana..

Maksudnya ya hal yang diajarkan oleh semua Buddha itu sama.. Empat Kebenaran Mulia.  ;)
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: markosprawira on 23 September 2008, 02:00:52 PM
klo yg saya dengar dari Suhu Mahayana, lupa namanya ;D, katanya Buddha saat lahir disini, demikian pula di tata surya tata surya lainnya, dan juga mengajarkan hal yang sama dengan di sini.. entah maksudnya gimana..

Maksudnya ya hal yang diajarkan oleh semua Buddha itu sama.. Empat Kebenaran Mulia.  ;)

kalau saya boleh tambahkan : 4 Kebenaran Mulia dan Jalan Utama Berunsur 8
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: markosprawira on 23 September 2008, 02:08:23 PM
penjelasan sdr.gun [at] saro di atas sangat jelas, hanya mungkin ada satu pandangan dari saya bahwa APAKAH semua SAMMASAMBUDDHA di kalpa kita ini (yang totalnya ada 5 sampai yang terakhir yang akan datang BUDDHA MAITREYA) itu akan terlahir di BUMI yang kita tempati ini. Mengingat definisi kalpa ini tidak merujuk pada suatu tempat (dalam hal ini BUMI), tetapi mewakili suatu rentang waktu yang sangat lama.

Dalam beberapa literatur yang pernah saya baca, bahwa ada artifak BUDDHA KASSAPA (bukti fisik otentik) yang ditemukan di BUMI ini, menandakan bahwa BUDDHA KASSAPA pernah terlahir di BUMI yang kita tempati sekarang ini pada suatu masa yang lalu. Tetapi tidak ditemukan artifak dari BUDDHA BUDDHA sebelumnya. CMIIW.

Apakah mungkin BUDDHA sebelum BUDDHA KASSAPA bukanlah lahir di BUMI KITA, tetapi lahir di "BUMI LAIN" (yang bisa menopang kehidupan tingkat tinggi seperti BUMI KITA), karena walaupun belum bisa dibuktikan keberadaan "BUMI LAIN" tersebut, tetapi para ilmuwan berani berteori bahwa pasti ada "BUMI-BUMI" lain di alam semesta ini yang bisa menopang kehidupan tingkat tinggi.

Bagaimana dengan tanggapan rekan rekan ??

IMO, kalpa itu kan waktu yg uda sangat2 lama banget.. wajar saja kalo para ilmuwan menggali tanah sampai gitu dalam pun uda sulit ditemukan artefak dari Buddha-Buddha sebelum Buddha Kassapa. Kalopun ketemu, apa yakin masih mampu mereka kenali?? kan uda mengendap luar biasa lama.. :D

Logika aye, kalo Buddha Gotama lahir di bumi ini ya tentunya silsilah Buddhavamsa yg Ia babarkan juga yg pernah muncul sebelum Dia di bumi yg sama ini..  :-?
Di bumi yg lain, Buddha yg lain juga membabarkan pada penghuni di sana Buddhavamsa yg sebelumnya pernah muncul di sana.. Masing2 generasi Buddha mengurus silsilah-Nya sendiri-sendiri.. Gitu kali ya..?  ;D

Sekedar menambahkan bahwa secara umur, para ahli memperkirakan bahwa umur bumi adalah sekitar 3.5 milyar tahun.....

Dan seperti diketahui bahwa yang umurnya jutaan tahun saja, banyak yang sudah menjadi minyak dan gas bumi  ;D
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Yumi on 23 September 2008, 04:38:15 PM
kalau saya boleh tambahkan : 4 Kebenaran Mulia dan Jalan Utama Berunsur 8

 _/\_ Ko Markos, Jalan Utama Berunsur 8 itu udah termasuk ke dalam 4 Kebenaran Mulia (ke-4) bukan?  :-?
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Yumi on 24 September 2008, 03:37:00 AM
_/\_ ko indra.. minta izin ralat yo..

Dalam Swezon Kyawhtin (Pertanyaan No. 33 Vol. I) ditanyakan dalam bentuk bait oleh Shin Nandadhaja, seorang sàmanera di desa Kyeegan. Jawaban yang diberikan oleh Kyeethai Layhtat Sayadaw adalah, “Ada enam puluh jam Myanmar dalam sehari semalam; karena empat perawat harus bertugas secara bergiliran dalam tiap jam, enam puluh dikali empat hasilnya adalah seratus dua ratus empat puluh.”

~RAPB I, p. 485~
Title: Wafatnya Ibu Bodhisatta Mahàmàyà Devi dan Terlahir di Alam Surga Tusita
Post by: Yumi on 24 September 2008, 03:40:06 AM
Tujuh hari setelah kelahiran Bodhisatta Pangeran, ibunya Mahàmàyà Devi, sampai pada akhir kehidupannya, meninggal dunia dan terlahir kembali di Surga Tusita sebagai dewa bernama Santusita.

(Sang ibu meninggal dunia bukan karena melahirkan Bodhisatta, tetapi karena kehidupannya telah berakhir. Ingat, sewaktu Dewa Setaketu melakukan lima penyelidikan, Mahàmàyà hanya memiliki sisa kehidupan selama sepuluh bulan dan tujuh hari.  Tidak ada orang lain yang layak menempati rahim-mirip-teratai milik sang ibu, karena rahim tersebut bagaikan Kuti Harum yang ditempati oleh Buddha atau patung Buddha sebagai objek pemujaan. Di samping itu, ketika sang ibu masih hidup, tidaklah layak untuk menyingkirkannya dan mengambil perempuan lain sebagai ratu. Jadi, adalah hal biasa (dhammatà) bahwa ibu Bodhisatta hanya hidup selama tujuh hari setelah melahirkan putranya. Demikianlah, ia meninggal dunia pada saat itu.)

~RAPB I, p. 482~

Title: Apakah Ibu Bodhisatta Terlahir Sebagai Dewa Atau Dewi
Post by: Yumi on 24 September 2008, 03:43:45 AM
Atas pertanyaan, apakah sang ibu terlahir sebagai laki-laki atau perempuan di Surga Tusita, jawabannya adalah tidak diragukan lagi, ia terlahir sebagai laki-laki.

Juga dalam bagian Kelahiran Bodhisatta yang menggembirakan, Jinàlankàra Tikà, disebutkan,

“Yasmà ca Bodhisattena vasitakucchi nàma cetiyagabbhasadisà hoti, na sakkà annnena sattena àvasitum và parinbhunjitum va. Tasmà Bodhisattamàtà gabbhavutthànato sattame divase kàlam katvà Tusitapure devaputto hutvà nibbati,”

“Rahim di mana Bodhisatta pernah tinggal adalah seperti kamar dari sebuah cetiya: makhluk-makhluk lain tidak pantas untuk tinggal di sana atau menggunakannya. Oleh karena itu, tujuh hari setelah melahirkan, ibu Bodhisatta meninggal dunia dan menjadi putra dewa di kota Dewa Tusita.  >:)<


~RAPB I, p. 484~  
Title: Penunjukan pelayan seperti yang dijelaskan dalam Temiya Jàtaka
Post by: Yumi on 24 September 2008, 03:45:51 AM
Dalam penjelasan Temiya Jàtaka, Komentar Jàtaka, penjelasan mengenai bagaimana Raja Kàsi memilih pelayan untuk putranya Temiya (Sang Bodhisatta) adalah sebagai berikut:

1. Perempuan yang tinggi tidak dipilih, karena leher si anak cenderung memanjang karena harus menghisap susu di dadanya.

2. Perempuan yang pendek tidak dipilih, karena leher si anak cenderung memendek karena harus menghisap susu di dadanya.

3. Perempuan kurus tidak dipilih, karena bagian tubuh si anak akan sakit-sakit sewaktu digendong.

4. Perempuan gemuk tidak dipilih, karena bagian tubuh si anak cenderung berbentuk tidak normal karena tekanan daging-dagingnya.

5. Perempuan dengan payudara yang panjang tidak dipilih karena hidung si anak dapat menjadi pesek oleh tekanan payudara tersebut sewaktu si anak menghisapnya.

6. Perempuan yang berkulit terlalu hitam tidak dipilih karena susunya dingin, tidak cocok untuk anak dalam jangka panjang.

7. Perempuan yang berkulit terlalu putih tidak dipilih karena susunya panas, tidak cocok untuk anak dalam jangka panjang.

8. Perempuan yang sedang sakit batuk tidak dipilih karena susunya asam, tidak cocok untuk si anak.

9. Perempuan yang sedang menderita penyakit paru-paru tidak dipilih karena susunya pedas dan pahit, tidak cocok untuk si anak.

Perempuan-perempuan di atas tidak ditunjuk sebagai pelayan, hanya mereka yang bebas dari cacat-cacat di atas yang terpilih, demikianlah yang tertulis dalam Komentar.  

~RAPB I, p. 486-487~

 ^-^ ^-^ ^-^
Title: SAMVEGA
Post by: Yumi on 24 September 2008, 03:55:30 AM
Mendengar jawaban para brahmana, Raja Suddhodana memerintahkan, “Jika putraku akan pergi melepaskan keduniawian setelah melihat empat pertanda ini, mulai saat ini, mereka yang berusia tua, sakit, mati ataupun petapa tidak boleh bertemu dengan putraku; karena mereka akan menyebabkan samvega dalam diri-Nya dan membuat-Nya pergi melepaskan keduniawian. :x:)
Aku tidak ingin anakku menjadi Buddha. Aku ingin melihat-Nya menjadi raja dunia yang memerintah di empat benua dan dua ribu pulau di sekelilingnya dan berjalan di angkasa dengan mengendarai roda pusaka diiringi oleh pengikut yang berbaris hingga tiga puluh enam yojanà.” Selanjutnya sejumlah pengawal ditempatkan di segala penjuru dalam setiap jarak satu gàvuta untuk memastikan tidak adanya orang tua, orang sakit, orang mati, dan petapa dalam jarak pandang Bodhisatta.

~RAPB I, p. 481~


Samvega Bodhisatta

Adalah sifat seekor singa, jika ditembak dengan anak panah, tidak berusaha mencabut anak panah yang menjadi penyebab penderitaannya, tetapi mencari musuhnya, si pemburu yang telah memanahnya dan yang menjadi penyebab utama dari anak panah tersebut.

Dari dua fenomena ini, sebab dan akibat, para Buddha juga tidak mencari cara untuk menghilangkan akibat yang seperti anak panah tersebut, melainkan mereka mencari dengan kebijaksanaannya penyebab yang menjadi musuh seperti pemburu yang menembakkan anak panah tersebut. Oleh karena itu, para Buddha seperti singa.

Si kusir hanya menjelaskan sifat duniawi dari usia tua (jarà) sejauh yang ia pahami, tetapi Bodhisatta Pangeran yang berkeinginan untuk menjadi Buddha mengetahui dengan jelas melalui perenungan bahwa kelahiran (jàti) adalah penyebab utama dari proses ketuaan (jarà).

Setelah kembali ke istana emas, Bodhisatta Pangeran merenungkan dengan samvega penembusan, “Oh, kelahiran adalah benar-benar menjijikkan. Siapa saja yang mengalami kelahiran, pasti mengalami ketuaan.” Setelah merenungkan demikian, Beliau menjadi bersedih dan murung, muram, dan patah hati.   :| :lotus:
 
~RAPB I, pp. 514-515~
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: gina on 06 October 2008, 07:38:49 PM
pokoknya yg punya buku RAPB hrs dibaca tuh, jgn ditelantarkan.....kalo ga baca rugi....soalnya buku itu buku yg sgt bagus sekali.....,yg plg kagum itu yg pas baca tekadnya Bodhisatta, mantep......yg plg sebentar 4 asankhyeyya kappa dan 100 ribu kappa kalo mau jd Buddha........bukannya cuma yg ini, masih byk lg kekaguman yg lain....
kalo disini ga bs diceritakan satu per satu...so bagi yg mau tau silahkan baca RAPB...jgn dijadiin koleksi doang....ga akan rugi....
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Yumi on 07 October 2008, 09:00:33 PM
pokoknya yg punya buku RAPB hrs dibaca tuh, jgn ditelantarkan.....kalo ga baca rugi....soalnya buku itu buku yg sgt bagus sekali.....,yg plg kagum itu yg pas baca tekadnya Bodhisatta, mantep......yg plg sebentar 4 asankhyeyya kappa dan 100 ribu kappa kalo mau jd Buddha........bukannya cuma yg ini, masih byk lg kekaguman yg lain....
kalo disini ga bs diceritakan satu per satu...so bagi yg mau tau silahkan baca RAPB...jgn dijadiin koleksi doang....ga akan rugi....

betul sekale!!  _/\_
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: jason alexander on 09 October 2008, 11:45:27 AM
pokoknya yg punya buku RAPB hrs dibaca tuh, jgn ditelantarkan.....kalo ga baca rugi....soalnya buku itu buku yg sgt bagus sekali.....,yg plg kagum itu yg pas baca tekadnya Bodhisatta, mantep......yg plg sebentar 4 asankhyeyya kappa dan 100 ribu kappa kalo mau jd Buddha........bukannya cuma yg ini, masih byk lg kekaguman yg lain....
kalo disini ga bs diceritakan satu per satu...so bagi yg mau tau silahkan baca RAPB...jgn dijadiin koleksi doang....ga akan rugi....

betul sekale!!  _/\_

yumi dan gina ada bukunya? kelihatannya menarik.. :D
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 09 October 2008, 11:54:58 AM
Dear Jason,

Bukunya silahkan download dari perpustakaan DC http://dhammacitta.org/perpustakaan/ebook/umum/riwayat-agung-para-buddha
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: marcelyne on 09 October 2008, 11:57:18 AM
koko indra, thx lyne jg baru mau tanya _/\_
Title: Tujuh Pendamping yang Lahir Bersamaan Dengan Bodhisatta Gotama
Post by: Yumi on 10 October 2008, 11:41:08 PM
Pada waktu yang bersamaan dengan kelahiran Bodhisatta, tujuh pendamping berikut juga terlahir:
1. Putri Yasodharà, juga dikenal dengan nama Baddakaccànà, ibunda Pangeran Rahula,
2. Pangeran ânandà,
3. Menteri Channa,
4. Menteri Kàludàyi,
5. Kuda istana Kanthaka,
6. Mahàbodhi atau Pohon Bodhi Assattha, dan
7. Empat kendi emas.


Karena mereka terlahir pada waktu yang bersamaan dengan kelahiran Bodhisatta, mereka dikenal sebagi tujuh pendamping kelahiran Bodhisatta.
(1) Putri Yasodhara Bhaddakaccànà adalah putri dari Suppabuddha, raja Kota Devadaha dan Ratu Amittà,
(2) Pangeran ânandà, adalah putra seorang Sakya bernama Amittodana, adik Raja Suddhodana,
(3) Pohon Mahàbodhi tumbuh di tengah-tengah tanah kemenangan di mana Buddha mencapai Pencerahan Sempurna di hutan Uruvelà di Wilayah Tengah,
(4) Empat kendi besar emas muncul dari dalam istana Kota Kapilavatthu.
     a. Yang pertama bernama Sankha, berdiameter satu gàvuta;
     b. Yang kedua bernama Ela, dua gàvuta;
     c. Yang ketiga bernama Uppala, berdiameter tiga gàvutta;
     d. Yang keempat bernama Pundarika, berdiameter empat gàvuta atau sama dengan satu yojanà.
     Jika ada emas yang diambil dari kendi-kendi ini, kendi-kendi ini akan terisi penuh kembali, tanpa ada kehilangan sedikit pun.
     (Mengenai  empat kendi ini, dijelaskan dalam Canki Sutta dari Komentar Majjhimapannàsa, juga dalam penjelasan Sonadanda Sutta
     dari Komentar Digha Nikàya, Silakkhandhavagga).  

~RAPB I, p. 445~
Title: Petapa Kàladevila
Post by: Yumi on 10 October 2008, 11:48:22 PM
Pada hari Bodhisatta dan ibunya dibawa ke Kota Kapilavatthu, para dewa Tàvatimsa yang dipimpin oleh Sakka bergembira mengetahui bahwa “seorang putra dari Raja Suddhodana telah terlahir di Kota Kapilavatthu” dan bahwa “putra mulia ini pasti mencapai Pencerahan Sempurna di tanah kemenangan di bawah pohon Bodhi assattha,” dan mereka melemparkan pakaian mereka ke angkasa, menepuk lengan dengan telapak tangan, dan bersuka ria.

Pada waktu itu, Petapa Kàladevila yang telah mencapai lima kemampuan batin tinggi dan delapan Jhàna dan yang mempunyai kebiasaan mengunjungi istana Raja Suddhodana, sedang makan siang di sana seperti biasa, dan kemudian naik ke Surga Tàvatimsa untuk melewatkan hari itu di alam surga. Ia duduk di atas singgasana permata di dalam istana permata, menikmati kebahagiaan Jhàna. Sewaktu ia keluar dari Jhàna, berdiri di pintu gerbang istana dan melihat ke sana kemari, ia melihat Sakka dan para dewa lainnya yang bergembira melempar-lemparkan penutup kepala dan jubah mereka dan memuji kebajikan Bodhisatta di jalan-jalan utama di alam surga sepanjang enam puluh yojanà. Kemudian Sang petapa bertanya, “O Dewa, apa yang membuatmu demikian bergembira? Katakanlah ada apa gerangan.”
 

Kemudian para dewa menjawab, “Yang Mulia Petapa, hari ini putra mulia dari Raja Suddhodana telah lahir. Putra mulia ini, duduk bersila di bawah pohon Bodhi assattha di tempat yang maha suci, di tengah-tengah alam semesta, akan mencapai Pencerahan Sempurna, menjadi Buddha. Beliau akan membabarkan khotbah—Roda Dhamma. Kami akan mendapatkan kesempatan emas menyaksikan kemuliaan Buddha yang tidak terbatas dan mendengarkan khotbah Dhamma yang teragung. Itulah sebabnya kami bersuka ria.”

Mendengar jawaban para dewa tersebut, Petapa Kàladevila segera turun dari Surga Tàvatimsa dan duduk di tempat yang telah dipersiapkan untuknya di dalam istana Raja Suddhodana. Setelah saling menyapa dengan raja, Kàladevila berkata, “O Raja, aku mendengar bahwa putramu telah lahir, aku ingin melihatnya.” Kemudian raja membawa putranya yang telah mengenakan pakaian lengkap, kemudian membawanya kepada sang petapa untuk memberi hormat kepada guru istana. Ketika Bodhisatta dibawa, kedua kaki Bodhisatta terbang tinggi dan turun di atas rambut sang petapa seperti kilat yang menyambar di langit biru gelap.

Catatan: Tidak seorang pun yang cukup layak menerima penghormatan dari seorang Bodhisatta dalam kelahiran terakhirnya. Jika seseorang, yang tidak mengetahui hal ini, memaksakan kepala Bodhisatta untuk menyentuh kaki sang petapa, kepala sang petapa akan pecah menjadi tujuh keping.

Petapa Kàladevila, menyaksikan peristiwa yang mengherankan dan luar biasa dari keagungan dan kekuatan Bodhisatta, memutuskan, “Aku tidak akan menghancurkan diriku.” Kemudian ia bangkit dari tempat duduknya dan bersujud di depan Bodhisatta dengan tangan dirangkapkan. Menyaksikan pemandangan menakjubkan ini, Raja Suddhodana juga bersujud di depan anaknya.

~RAPB I, p. 446-447~
Title: Raja Suddhodana Bersujud Kepada Bodhisatta untuk Kedua Kalinya
Post by: Yumi on 10 October 2008, 11:58:33 PM
Raja Suddhodana Mengadakan Upacara Pembajakan Sawah


Ketika Raja Suddhodana meninggalkan kota kerajaan dengan para menteri, penasihat, pengawal, dan para pengikut lainnya, ia membawa serta putranya, Bodhisatta, ke lapangan upacara tersebut dan meletakkannya di bawah keteduhan pohon jambu (Eugenia jambolana) yang rindang. Tanah di bawah pohon tersebut dilapisi dengan kain beludru di mana Pangeran duduk di atasnya. Dan di atasnya dibuatkan sebuah kanopi dari beludru merah tua dengan hiasan bintang-bintang emas dan perak, seluruh tempat itu dikelilingi oleh tirai yang tebal dan ditempatkan beberapa pengawal untuk menjaga keamanan si anak.

Raja kemudian mengenakan pakaian kebesaran yang biasanya dipakai khusus untuk upacara ini dan kemudian dengan disertai oleh para menteri memasuki arena di mana upacara akan diadakan.

… Raja Suddhodana melakukan pembajakan hanya satu kali untuk memberikan berkah bagi upacara tersebut dengan menyeberangi lahan itu dari satu sisi ke sisi yang lain. Upacara tersebut diadakan dengan sangat megah. Para pengawal dan perawat yang ditugaskan menjaga Bodhisatta Pangeran meninggalkan posnya keluar dari tempat si anak berada dan berkata, “Mari kita melihat pertunjukan besar dari junjungan kita dalam upacara pembajakan.”


SANG BODHISATTA PANGERAN MENCAPAI ÂNÀPÀNA JHÀNA PERTAMA

Sementara itu, Bodhisatta, setelah melihat sekeliling dan tidak melihat seorang pun, segera mengambil posisi duduk bersila dengan tenang. Kemudian Beliau mempraktikkan meditasi ànàpàna, berkonsentrasi pada napas masuk dan keluar, dan segera mencapai rupavacara Jhàna Pertama. (Sehubungan dengan hal ini, harus dipahami bahwa Bodhisatta dapat mencapai rupavacara Jhàna Pertama dalam waktu singkat adalah karena kebiasaannya melatih meditasi ànàpàna selama banyak kehidupan dalam banyak kappa.)

Para perawat yang meninggalkan tugasnya berkeliaran ke sana kemari di meja-meja makan dan bersenang-senang sebentar. Semua pohon-pohon kecuali pohon jambu tempat Bodhisatta duduk, memiliki bayangan alami sesuai pergerakan matahari, pada sore hari, bayangan pohon akan berada di sebelah timur. Namun, bayangan pohon jambu tempat di mana Bodhisatta duduk tidak bergerak sesuai posisi matahari, bahkan di tengah hari, aneh, bayangan pohon itu tetap seperti semula, besar dan bundar, dan tidak berpindah.

Para perawat, tiba-tiba teringat, “Oh, putra junjungan kita tertinggal di belakang sendirian.” Mereka bergegas kembali dan masuk ke tirai, melihat dengan takjub, Bodhisatta Pangeran duduk bersila dalam kemuliaan, dan juga melihat keajaiban (pàtihàriya) dari bayangan pohon yang tetap berada di posisi dan bentuk yang sama, tidak berpindah. Mereka berlari menuju raja dan melaporkan, “Yang Mulia, Pangeran duduk dengan tenang dalam postur yang aneh. Dan meskipun bayangan pohon-pohon lain bergerak sesuai posisi matahari, namun bayangan pohon jambu di mana Pangeran duduk, tetap tidak berubah bahkan di tengah hari ini, tetap besar dan bundar.”

Raja Suddhodana dengan tenang mendatangi Bodhisatta dan mengamati, melihat dengan mata kepala sendiri dua keajaiban tersebut, ia mengucapkan, “O Putra Mulia, ini adalah kedua kalinya bahwa, aku, ayah-Mu, bersujud pada-Mu,” kemudian bersujud di depan anaknya dengan penuh cinta dan penuh hormat.  

~RAPB I, pp. 489-491~
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Yumi on 11 October 2008, 07:39:32 PM
“Sang Bodhisatta Pangeran sekarang telah terperosok ke dalam lumpur lima kenikmatan indria bagaikan sapi yang berkubang di rawa-rawa. Kita harus membantunya untuk mengembalikan perhatiannya,”

~RAPB I, p. 516~
Title: Desakan perasaan religius
Post by: Yumi on 11 October 2008, 07:40:58 PM
Kembali ke istana emas, Bodhisatta merenungkan dengan samvega penembusan,
“Oh, kelahiran adalah benar-benar menjijikkan. Siapa saja yang mengalami kelahiran, pasti mengalami ketuaan, pasti mengalami sakit, pasti mengalami kematian.” Setelah merenungkan demikian, Beliau menjadi bersedih dan murung, muram, dan patah hati.

~RAPB I, pp. 519-520~
Title: Melihat Pertanda Seorang Petapa
Post by: Yumi on 11 October 2008, 07:44:48 PM
Sang Bodhisatta bertanya lagi, “O kusir, apakah ‘petapa’ itu? Jelaskanlah kepadaku.’

Si kusir menjawab, “Yang Mulia, petapa adalah seseorang yang, berpendapat bahwa lebih baik melatih sepuluh kebajikan (kusalakammapatha), yang dimulai dari kedermawanan (dàna), telah melepaskan keduniawian dan mengenakan jubah berwarna kulit kayu; ia adalah seorang yang berpendapat bahwa lebih baik melatih sepuluh perbuatan-perbuatan baik yang sesuai kebenaran, yang bebas dari noda, yang suci dan murni, telah melepaskan keduniawian dan mengenakan jubah berwarna kulit kayu; ia adalah seorang yang berpendapat bahwa lebih baik tidak melakukan perbuatan yang dapat menyakiti makhluk lain, berusaha untuk menyejahterakan makhluk lain, telah melepaskan keduniawian dan mengenakan jubah berwarna kulit kayu.”

…Dhamma berarti kebenaran, Sama berarti sesuai dengan kebenaran, Kusala berarti tidak ternoda dan Punna berarti suci dan murni baik sebab maupun akibatnya;…

~RAPB I, pp. 520-522~

 :'(
Title: Hari Bodhisatta Melepaskan Keduniawian
Post by: Yumi on 12 October 2008, 11:11:56 PM
Sebelum Beliau melepaskan keduniawian dengan meninggalkan kehidupan rumah tangga, Bodhisatta melakukan empat kali kunjungan ke taman kerajaan.

Dalam kunjungannya ke taman kerajaan dengan mengendarai kereta yang ditarik oleh kuda berdarah murni pada hari purnama di bulan Âsàlha (Juni-Juli) di tahun 96 Mahà Era, Beliau melihat pertanda pertama, seorang tua. Melihat pertanda ini, Beliau menyingkirkan kesombongan yang ditimbulkan oleh kebahagiaan usia muda (yobbana manna).
 

Kemudian, ketika Bodhisatta berkunjung lagi ke taman kerajaan seperti sebelumnya pada hari purnama di bulan Kattikà (Oktober-November). Dalam perjalanan itu Beliau melihat pertanda kedua, orang sakit, melihat pertanda ini, Beliau menyingkirkan kesombongan yang ditimbulkan oleh kebahagiaan karena memperoleh kesehatan (àrogya màna).

Kemudian, ketika Bodhisatta berkunjung lagi ke taman kerajaan seperti sebelumnya pada hari purnama di bulan Phagguna (Februari-Maret). Dalam perjalanan itu Beliau melihat pertanda ketiga, orang mati, melihat pertanda ini, Beliau menyingkirkan kesombongan yang ditimbulkan oleh kebahagiaan karena memperoleh kehidupan (jivita màna).

Kemudian lagi, pada hari purnama di bulan Âsàlha, tahun 67 Mahà Era, Bodhisatta mengunjungi taman kerajaan lagi. Dalam perjalanan itu Beliau melihat pertanda keempat, seorang petapa. Pemandangan ini menyadarkan-Nya akan hidup bertapa, dan bertekad, “Aku akan menjadi petapa hari ini juga,” Beliau melanjutkan perjalanan-Nya menuju taman kerajaan pada hari itu.

(Dhammasangani dari Abhidhammà Pitaka menjelaskan dalam samvega pada bagian Nikkhepa Kanda sebagai berikut:

rasa takut akan jàti atau pengetahuan bahwa jàti adalah bahaya yang sangat menakutkan disebut jàtibhaya,

rasa takut akan jarà atau pengetahuan bahwa jarà adalah bahaya yang sangat menakutkan disebut jaràbhaya,

rasa takut akan vyàdhi atau pengetahuan bahwa vyàdhi adalah bahaya yang sangat menakutkan disebut vyàdhibhaya;

dan rasa takut akan marana atau pengetahuan bahwa marana adalah bahaya yang sangat menakutkan disebut maranabhaya.

Kelompok empat jenis pengetahuan ini disebut samvega.)

(Dari empat pertanda yang telah dijelaskan, tiga yang pertama disebut samvega nimitta, yang memunculkan desakan perasaan religius. Karena, jika kelahiran terjadi, pasti terjadi ketuaan, sakit, dan kematian. Karena munculnya kelahiran, muncul pula usia tua, sakit, dan kematian. Tidak mungkin lari dari usia tua, sakit, dan kematian bagi mereka yang terlahir. Bagi mereka yang melihat fenomena ini sebagai sesuatu yang bahaya yang menakutkan, kejam, dan mengerikan, mereka akan memunculkan penyebab bagi munculnya rasa takut dan peringatan dalam diri mereka.)  

(Pertanda terakhir, seorang petapa, adalah perwujudan yang bertujuan untuk mendorong praktik Dhamma, sebagai jalan untuk terhindar dari bahaya-bahaya yang disebutkan sebelumnya, yaitu: usia tua, sakit, dan kematian.  Oleh karena itu disebut padhàna nimitta, pertanda yang memunculkan usaha.)  

~RAPB I, pp. 522-524~
Title: Seruan Gembira Kissà Gotami, Seorang Putri Sakya
Post by: Yumi on 12 October 2008, 11:14:14 PM
Mendengar ungkapan kegembiraan dari putri Sakya, Kisà Gotami, Bodhisatta Pangeran merenungkan, “Saudara sepupu-Ku, putri Sakya, Kisà Gotami, telah mengucapkan kata-kata gembira karena melihat pribadi yang seperti ini (attabhàva) yang membawa kegembiraan dan kedamaian kepada ibu, ayah, dan istri. Tetapi, bila telah padam, apakah yang akan membawa kedamaian sejati bagi batin?”

Kemudian Bodhisatta, yang batin-Nya telah terbebas dari kotoran (kilesa), mengetahui,

“Kedamaian sejati akan muncul hanya jika api nafsu (ràga) dipadamkan;
kedamaian sejati akan muncul hanya jika api kebencian (dosa) dipadamkan;
kedamaian sejati akan muncul hanya jika api kebodohan (moha) dipadamkan;
kedamaian sejati akan muncul hanya jika panasnya kotoran seperti keangkuhan (màna), pandangan salah (ditthi), dan lain-lain disingkirkan.

Putri Kisà Gotami telah mengucapkan kata-kata indah tentang kedamaian. Dan, Aku yang akan mencari Nibbàna, kebenaran tertinggi, pemadaman yang sebenarnya dari segala penderitaan. Bahkan hari ini juga, Aku harus melepaskan keduniawian dengan menjadi petapa di dalam hutan untuk mencari Nibbàna, Kebenaran sejati.”

Dengan pikiran untuk melepaskan keduniawian yang muncul terus-menerus dalam diri-Nya, Bodhisatta Pangeran berkata, “Kalung mutiara ini akan menjadi imbalan bagi ajaran yang diberikan oleh Putri Kisà Gotami yang mengingatkan-Ku untuk mencari unsur pemadaman, Nibbuti,” melepas kalung mutiara-Nya yang bernilai satu lakh dari leher-Nya dan mengirimkannya kepada Kisà Gotami. Putri sangat gembira dan berpikir, “Sepupuku, Pangeran Siddhattha, telah mengirimkan hadiah untukku karena pikirannya tertuju padaku.”  

~RAPB I, pp. 526-527~
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Chandra Rasmi on 13 October 2008, 05:41:51 PM
Pada waktu yang bersamaan dengan kelahiran Bodhisatta, tujuh pendamping berikut juga terlahir:
1. Putri Yasodharà, juga dikenal dengan nama Baddakaccànà, ibunda Pangeran Rahula,
2. Pangeran ânandà,
3. Menteri Channa,
4. Menteri Kàludàyi,
5. Kuda istana Kanthaka,
6. Mahàbodhi atau Pohon Bodhi Assattha, dan
7. Empat kendi emas.


Karena mereka terlahir pada waktu yang bersamaan dengan kelahiran Bodhisatta, mereka dikenal sebagi tujuh pendamping kelahiran Bodhisatta.
(1) Putri Yasodhara Bhaddakaccànà adalah putri dari Suppabuddha, raja Kota Devadaha dan Ratu Amittà,
(2) Pangeran ânandà, adalah putra seorang Sakya bernama Amittodana, adik Raja Suddhodana,
(3) Pohon Mahàbodhi tumbuh di tengah-tengah tanah kemenangan di mana Buddha mencapai Pencerahan Sempurna di hutan Uruvelà di Wilayah Tengah,
(4) Empat kendi besar emas muncul dari dalam istana Kota Kapilavatthu.
     a. Yang pertama bernama Sankha, berdiameter satu gàvuta;
     b. Yang kedua bernama Ela, dua gàvuta;
     c. Yang ketiga bernama Uppala, berdiameter tiga gàvutta;
     d. Yang keempat bernama Pundarika, berdiameter empat gàvuta atau sama dengan satu yojanà.
     Jika ada emas yang diambil dari kendi-kendi ini, kendi-kendi ini akan terisi penuh kembali, tanpa ada kehilangan sedikit pun.
     (Mengenai  empat kendi ini, dijelaskan dalam Canki Sutta dari Komentar Majjhimapannàsa, juga dalam penjelasan Sonadanda Sutta
     dari Komentar Digha Nikàya, Silakkhandhavagga).  

~RAPB I, p. 445~

yum, bukannya ada 8 ??
w lupa 1 lagi, klo g salah gajah putih ya???
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 13 October 2008, 09:52:03 PM
Yang lain :
Chandaka, sang kusir kuda
Kanthaka, sang kuda
Bimbisara, raja
Prasenajit
Vajrapani
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 13 October 2008, 10:12:52 PM
Yang lain :
Prasenajit

habis baca komik Buddha ya kar?
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 13 October 2008, 10:31:52 PM
Pasenadi... soli ketuker sama sansekertanya ^:)^
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 13 October 2008, 10:34:01 PM
Channa -> Chandaka (urgh, ketuker lagi sama pali, ketauan gak baca bukunya, padahal ada di atasnya ^:)^ )
Title: "32 Tanda-tanda Besar" dari Seorang Manusia Luar Biasa
Post by: Yumi on 14 October 2008, 08:30:27 PM
Berikut adalah 32 tanda-tanda besar yang menunjukkan bahwa Beliau yang memilikinya adalah seorang manusia luar biasa:

1. Telapak kakinya rata, yang jika menginjak tanah, akan menyentuh tanah dengan rata dan mantap.

2. Masing-masing telapak kakinya memiliki gambar di dalam seratus delapan lingkaran, juga masing-masing lingkaran memiliki seribu jari-jari, titik pusat dan lingkaran.

3. Tumitnya menonjol.

4. Jari-jari tangan dan kakinya panjang dan runcing.

5. Telapak tangan dan kakinya lunak dan lembut.

6. Jari-jari tangan dan kakinya bagaikan jeruji jendela istana yang bundar sempurna; ada celah kecil antara jari-jari tangan dan kakinya.

7. Pergelangan kakinya agak lebih tinggi.

8. Kakinya seperti kaki rusa yang disebut eni.

9. Telapak tangannya panjang sehingga dapat menyentuh lututnya tanpa harus membungkuk.

10. Alat kelaminnya tersembunyi dalam kulit seperti alat kelamin gajah Chaddanta.

11. Corak kulit yang berwarna kuning cerah bagaikan emas siïginikkha murni.

12. Kulitnya sangat halus (begitu halusnya sehingga debu tidak bisa menempel).

13. Rambut―rambut di badannya, ada sehelai rambut di setiap pori-porinya.

14. Rambut-rambut di badannya, semuanya bergelombang dengan ujungnya menghadap ke atas seolah-olah melihat wajah Bodhisatta dengan penuh hormat.

15. Tubuhnya tegak bagaikan brahmà.

16. Tujuh bagian tubuhnya penuh berisi daging; dua kura-kura kaki, dua punggung tangan, dua bahu, dan leher.

17. Tubuh yang kekar sempurna bagaikan bagian depan seekor singa.

18. Bagian punggung yang tegap dari pinggang sampai leher bagaikan papan yang tanpa kerutan.

19. Tubuhnya yang simetris seperti pohon banyan, tinggi badan dan panjang rentang lengannya persis sama.

20. Leher yang bundar sempurna.

21. Tujuh ribu pembuluh darah yang ujungnya saling bersentuhan di tenggorokan dan menyebar ke seluruh tubuh, sehingga tubuhnya dapat merasakan makanan yang masuk meskipun sekecil biji wijen.

22. Dagunya seperti singa (seperti dagu seseorang yang hendak tersenyum).

23. Jumlah giginya persis empat puluh.

24. Giginya berbaris dengan rapi sempurna dan proporsional.

25. Gigi-giginya saling bersentuhan, tidak ada celah di antara gigi-giginya.

26. Empat gigi taringnya putih dan cemerlang bagaikan bintang pagi.

27. Lidahnya panjang, rata, dan lembut.

28. Suaranya memiliki delapan kualitas seperti suara brahmà.

29. Matanya biru dan jernih.

30. Bulu matanya lentik seperti bulu mata anak sapi yang baru lahir.

31. Terdapat rambut di antara kedua alis matanya (unnaloma).

32. Daging tipis di keningnya yang bagaikan ikat kepala emas.

Demikianlah 32 tanda-tanda dari seorang manusia luar biasa. (Dikutip dari Mahàpadàna Sutta dan Lakkhanà Sutta dari Digha Nikàya juga dari Brahmàyu Sutta dari Majjihma Nikàya).  

~RAPB I, pp. 455-457~
Title: Tulang Tanpa Daging
Post by: Yumi on 14 October 2008, 08:34:22 PM
Jika seekor anjing yang kurus dan lapar melihat sepotong tulang yang tidak berdaging, air liurnya menetes, ia akan menggigit tulang tersebut, namun tidak akan mendapatkan kepuasan dari tulang itu.

Karena bau lezat dari tulang itu tidak terpisah dari tulang itu dan tidak dapat pergi ke mana-mana. Ia terus menggigiti tulang itu dari atas ke bawah, dari bawah ke atas dan di tengah-tengahnya dengan bernafsu berharap dapat menikmati rasanya dan dapat terpuaskan; namun anjing itu sampai matipun tidak akan mendapatkan apa-apa dari tulang itu.

Demikian pula, laki-laki dan perempuan, semua makhluk-makhluk yang memiliki kesadaran, terikat kepada objek-objek kenikmatan indria yang seperti tulang tadi, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, seperti emas, perak, tanah, kebun, istri, anak, dan lain-lain, bagaikan anjing kurus yang kelaparan itu.

Meskipun mereka menikmati memiliki objek-objek ini dengan keterikatan yang kuat dalam waktu yang lama, mereka tidak akan pernah puas. Mereka akan terus mencari objek-objek kenikmatan indria yang lain lagi dan lagi untuk mendapatkan kepuasan yang tidak akan mereka dapatkan.

Dengan ketertarikan dan diliputi oleh nafsu keinginan yang muncul dalam diri mereka oleh objek-objek kenikmatan indria, makhluk-makhluk tidak dapat melepaskan objek-objek ini;
tanpa berkeinginan untuk melepaskan keduniawian untuk membebaskan diri mereka dari belenggu kenikmatan indria, mereka dengan sukarela terikat kepada objek-objek ini, yang akhirnya mati di bawah kaki istri dan anaknya (selagi memenuhi kewajibannya dalam rumah tangga).

Oleh karena itu, lima objek kenikmatan indria mirip sekali dengan tulang tanpa daging; lebih merupakan penderitaan.

Sebenarnya, kenikmatan indria disebut tidak dapat dipercaya dan penuh cacat!  
 
~RAPB I, pp. 528-529~
Title: 80 Tanda-tanda Kecil
Post by: Yumi on 14 October 2008, 08:42:13 PM
Sang Bodhisatta, seorang manusia luar biasa, juga memiliki 80 tanda-tanda kecil yang disebut asiti anuvyanjana, yang menyertai tanda-tanda besar.

1. Jari-jemari tangan dan kaki yang rapat dan tidak bercelah (cit’angulita).
2. Jari-jemari tangan dan kaki meruncing dari dasar ke ujungnya (anupubb’angulita).
3. Jari-jemari tangan dan kaki yang bulat (vatt’angulita).
Ini adalah tiga karakteristik sehubungan dengan jari-jemari tangan dan kaki.

4. Kuku jari tangan dan kaki berwarna merah (tamba nakhatà).
5. Kuku jari tangan dan kaki panjang, runcing, dan kuat (tuïga nakhatà).
6. Kuku jari tangan dan kaki halus dan rapi (sinida nakhatà).
Ini adalah tiga karakteristik sehubungan dengan kuku jari tangan dan kaki.

7. Pergelangan kakinya tidak menonjol keluar ataupun menjorok ke dalam, tidak tersembunyi (nigula gopphakatà). (Pergelangan kaki orang biasa terlihat menonjol seperti membengkak).
8. Semua jari kakinya rata, sama panjang (sama pàdatà). (Satu karakteristik sehubungan dengan jari kaki).
9. Cara berjalannya anggun seperti raja gajah (gaja samàn’akkamatà).
10. Cara berjalannya anggun seperti raja singa (siha samàn’akkamatà).
11. Cara berjalannya anggun seperti raja hamsa (hamsa samàn’akkamatà).
12. Cara berjalannya anggun seperti raja sapi (usabha samàn’akkamatà).
13. Cara berjalannya searah jarum jam (dakkhinàvatta gatità).
Ini adalah lima karakteristik sehubungan dengan cara berjalan.

14. Lutut bulat indah dari segala arah (samantato càrujanmu mandalatà).
Ini adalah satu karakteristik sehubungan dengan lutut.

15. Organ kelamin yang berbentuk sempurna (patipunna purisavyanjanatà).
Ini adalah satu karakteristik sehubungan dengan alat kelamin.

16. Pusar dengan garis yang tidak terputus (acchida nàbhità).
17. Pusar yang dalam (gambhira nàbhità).
18. Pusar dengan lingkaran yang mengarah ke kanan (dakkhinàvatta nàbhità).
Ini adalah tiga karakteristik sehubungan dengan pusar.

19. Paha dan lengan seperti belalai gajah (dviradakara sadisa-urubhujatà).
Ini adalah satu karakteristik sehubungan dengan paha dan lengan.

20. Tubuh berkembang sempurna (suvibhatta gattatà). (Maksudnya adalah bentuk yang sempurna).
21. Pertumbuhan badan yang perlahan-lahan (anupubba gattatà). (Maksudnya adalah bentuk yang sempurna dari bagian atas dan bawah tubuhnya).
22. Tubuh sempurna (mattha gattata).
23. Tubuh tidak kurus dan tidak gemuk (anussann’ànanussanna sabbagattatà).
24. Tubuh tidak ada keriput (alina gattatà).
25. Tubuh tidak ada bintik hitam dan bercak-bercak, dan lain-lain (tilakàdivirahita gattatà).
26. Tubuh cemerlang (anupubba rucira gattatà).
27. Tubuh bersih (suvisuddha gattatà).
(Karakteristik tubuh lainnya akan dilanjutkan kemudian).

28. Tenaga fisiknya berkekuatan seribu crore Gajah Kâlavaka (kotisahassa hatthibala dhàranatà).
Satu karakteristik sehubungan dengan tenaga fisik.

29. Hidung mancung bagaikan tongkat emas (tunga nàsatà).
Satu karakteristik sehubungan dengan hidung.

30. Gusi berwarna merah gelap (suratta dvijamamsatà). (Dalam Samantacakkhu Dipani disebut rattadvijamukhatà, bibir merah).
Satu karakteristik sehubungan dengan gusi.

31. Gigi bersih (suddha dantatà).
32. Gigi rapi dan halus mengkilap (siniddha dantatà).
Dua karakteristik sehubungan dengan gigi.

33. Indria yang suci seperti mata, dan lain-lain (visuddh’indriyatà).
Satu karakteristik sehubungan dengan indria (mata, telinga, hidung, lidah, dan badan).

34. Gigi taring bundar (vatta dàthatà).
Satu karakteristik sehubungan dengan gigi taring.

35. Bibir merah (ratt’otthatà).
Satu karakteristik sehubungan dengan bibir.

36. Rongga mulut dalam (àyata vadanatà).
Satu karakteristik sehubungan dengan mulut.

37. Garis tangan dalam (gambhira pànilekhatà).
38. Garis tangan panjang (àyata lekhatà).
39. Garis tangan lurus (uju lekhatà).
40. Garis tangan berbentuk indah (surucira-santhàna lekhatà).
41. Lingkaran cahaya mengelilingi tubuhnya berbentuk lingkaran (parimandala kàyappabhàvantatà).
42. Pipi yang penuh (paripunna kapolatà).
Satu karakteristik sehubungan dengan pipi.

43. Mata panjang dan lebar (àyatavisàla nettatà).
44. Mata jernih dengan lima macam warna (panca pasàdavanta nettatà).
Dua karakteristik sehubungan dengan mata.

45. Bulu mata yang ujungnya bergelung ke atas (kunjitagga bhamukatà).
Satu karakteristik sehubungan dengan bulu mata.

46. Lidah lunak, tipis dan berwarna merah (mudu tanuka ratta jivhatà).
Satu karakteristik sehubungan dengan lidah.

47. Telinga panjang dan indah (àyata-rucira kannatà).
Satu karakteristik sehubungan dengan telinga.

48. Urat tidak membesar (nigghanthi-siratà). 
49. Tidak ada urat yang menonjol keluar atau tenggelam ke dalam (urat yang tidak terlihat) (niggula siratà).
Dua karakteristik sehubungan dengan urat.

50. Bentuk kepala bulat indah seperti payung bulat (vatta-chattanibha càru sisatà).
Satu karakteristik sehubungan dengan kepala.

51. Kening indah, panjang, dan lebar (àyata-puthu nalàta sobhatà).
Satu karakteristik sehubungan dengan kening.

52. Alis mata indah dan alami yang tidak memerlukan perawatan (susanthàna bhamukatà).
53. Alis mata lembut (sanha bhamukatà).
54. Alis mata berbaris teratur (anuloma bhamukatà).
55. Alis mata tebal (mahanta bhamukatà).
56. Alis mata panjang (àyata bhamukatà).
Lima karakteristik sehubungan dengan alis mata.

57. Tubuh gemulai (sukumàla gattatà).
58. Tubuh santai (ativiya-somma gattatà).
59. Tubuh cemerlang (ativiya-ujjalita gattatà).
60. Tubuh bebas dari kotoran (tidak ada kotoran yang keluar dari tubuh) (vimala gattatà).
61. Tubuh tidak lengket (kulitnya selalu segar) (komala gattatà).
62. Tubuh rapi dan tampan (sinidha gattatà).
63. Tubuh harum (sugandha tanutà).
Lima belas karakteristik sehubungan tubuh termasuk delapan dari No. 20-27.

64. Bulu badan sama panjang (sama lomatà).
65. Bulu badannya tidak lengket (komala lomatà).
66. Semua bulu badannya ikal searah jarum jam (dakkhinàvatta lomatà).
67. Bulu badan berwarna kebiruan seperti warna pecahan batu collyrium (bhinn’anjana-sadisa-nila lomatà). (Samantacakkhu dipani menyebutkan rambut kepalanya yang biru memiliki keindahan bagaikan gunung emas).
68. Bulu badan bulat (vatta lomatà).
69. Bulu badan halus (sinidha lomatà).
Enam karakteristik sehubungan dengan bulu badan.

70. Napas masuk dan keluar sangat halus (atisukhuma assàsapassàsa dhàranatà).
Satu karakteristik sehubungan dengan napas.

71. Mulut harum (sugandha mukhatà).
Satu karakteristik sehubungan dengan mulut.

72. Ubun-ubun harum (sugandha muddhanatà).
Satu karakteristik sehubungan dengan ubun-ubun.

73. Rambut hitam mengkilap (sunila kesatà).
74. Rambut ikal searah jarum jam (dakkhinàvatta kesatà).
75. Rambut indah secara alami tanpa perlu perawatan (susanthàna kesatà).
76. Rambut rapi dan halus (sinnidha kesatà sanha kesatà).
77. Rambut tidak kusut (alulita kesatà).
78. Setiap helai rambutnya sama panjang (sama kesatà).
79. Rambutnya tidak lengket (komala kesatà).
Tujuh karakteristik sehubungan dengan rambut.

80. Kelompok cahaya yang disebut halo ketumàlà yang bersinar dari ubun-ubun. Bodhisatta terlihat menakjubkan dengan halo ketumàlà (ketumàlàratana vicittatà).
Satu karakteristik sehubungan dengan halo.

~RAPB I, pp. 473-478~
Title: Seonggok Daging
Post by: Yumi on 15 October 2008, 09:02:30 PM
Misalnya, seekor burung elang yang terbang setelah menyambar seonggok daging; ia akan dikejar oleh sekumpulan burung lain yang akan menyerangnya.

Selama elang itu mempertahankan daging itu, ia akan mengalami serangan tanpa welas asih dan menahan penderitaan; begitu ia melepaskan daging itu, ia akan terbebas dari kesengsaraan itu.

Burung lain yang menyambar daging itu akan mendapatkan giliran mengalami penderitaan karena diserang oleh burung-burung lain. Demikianlah setiap burung yang menyambar daging itu dan terbang pergi akan mengalami kesulitan yang sama.

Demikian pula, mereka yang terikat kepada objek-objek kenikmatan indria, yang bagaikan seonggok daging, sebagai ‘milikku’, ‘punyaku’, akan mengalami bahaya terus-menerus dari pencurian, penjarahan, dan penipuan, oleh lima musuh: air, api, raja, pencuri, dan orang-orang yang membenci yang dapat mendatangkan malapetaka pada setiap kesempatan.

Jika, bertemu dengan musuh-musuh ini, ia berusaha mempertahankan diri sekuatnya, ia bahkan dapat kehilangan hidupnya dalam keadaan yang menyedihkan.

Selama ia masih terikat dengan objek-objek kenikmatan indria ini, ia akan dikelilingi oleh banyak bahaya, sehingga tidak memiliki kebebasan.

Hanya dengan melepaskan mereka semua, ia akan mendapat kesempatan untuk hidup dalam damai.

Oleh karena itu, lima objek kenikmatan indria tersebut mirip sekali dengan seonggok daging; lebih merupakan penderitaan.

Sebenarnya, kenikmatan indria disebut tidak dapat dipercaya dan penuh cacat!

~RAPB I, pp. 529-530~
Title: 32 Tanda-tanda Besar (tanda no. 2)
Post by: Yumi on 16 October 2008, 09:38:31 PM
Masing-masing telapak kakinya (Bodhisatta) memiliki gambar di dalam 108 lingkaran, juga masing-masing lingkaran memiliki 1.000 jari-jari, titik pusat, dan lingkaran.

Gambar di dalam108 lingkaran tersebut adalah: sebuah
(1) tombak besar,
(2) rumah yang megah, srivatsa,
(3) bunga mangkuk,
(4) tiga garis mendatar,
(5) hiasan kepala,
(6) makanan,
(7) singgasana kerajaan,
 8   sebuah gancu,
(9) sebuah istana,
(10) pintu gerbang melengkung,
(11) payung putih,
(12) pedang bermata ganda,
(13) kipas bundar dari daun palem,
(14) kipas bulu merak,
(15) pengikat kepala,
(16) batu delima,
(17) mangkuk makan,
(18) karangan bunga sumana,  :rose:
(19-23) lima jenis teratai, yaitu, biru, merah, putih, paduma, dan pundarika,  :lotus:
(24) kendi penuh dengan biji mostar, dan lain-lain
(25) sebuah mangkuk dengan isi yang sama,
(26) samudra,
(27) Gunung Cakkavàla,
(28) Pegunungan Himalaya,
(29) Gunung Meru,
(30-31) matahari dan bulan,
(32) planet-planet,
(33-36) empat pulau benua besar dengan dua ribu pulau kecil di sekelilingnya, (37) raja dunia dengan bunga dan tujuh pusaka,
(38) siput putih  ^-^ dengan cangkang yang berbentuk spiral dengan lingkaran yang berputar searah jarum jam,
(39) sepasang ikan,
(40) senjata misil;
(41-47) tujuh sungai besar,
(48-54) tujuh gunung,
(55-61) tujuh sungai (di antara gunung-gunung),
(62) raja garuda,
(63) seekor buaya,  :-?
(64) sebuah spanduk,
(65) pita,
(66) tandu emas,
(67) pengusir serangga terbuat dari ekor yak,
(68) gunung perak Kelàsa,
(69) raja singa,  8)
(70) raja macan,
(71) raja kuda Valàhaka,
(72) raja gajah Uposatha atau raja gajah Chaddanta,
(73) raja nàga Bàsuki,
(74) raja hamsa emas,
(75) raja sapi,
(76) raja gajah Eràvana,
(77) monster laut emas,
(78) perahu emas,
(79) Raja Brahmà,
(80) sapi susu dan anaknya;
(81) sepasang (jantan dan betina) kinnara,
(82) raja (burung) karavika,
(83) raja merak,
(84) raja burung bangau,
(85) raja cakkavàka (angsa merah),
(86) raja jivajiva (ayam hutan),
(87-92) enam alam surga indria,
(93-108) enam belas Alam Rupàvacara Brahmà.

Demikianlah, gambar yang terdapat dalam 108 lingkaran di telapak kaki Bodhisatta.  

~RAPB I, pp. 458-459~

Aneh, kakinya bisa muat gitu banyak gambar..  ^-^ ^-^ ^-^
Title: Bantalan kayu
Post by: Yumi on 16 October 2008, 09:42:00 PM
BANTALAN KAYU yang digunakan sebagai alas untuk memotong daging dengan pisau atau kapak.

Misalnya, para kriminal dan binatang buruan seperti rusa, dan lain-lain yang disembelih di atas bantalan kayu; daging dari korban itu akan dipotong-potong dicincang di atas bantalan kayu itu pula. Bantalan kayu adalah tempat di mana makhluk-makhluk dipotong dan disiksa.

Demikian pula, lima objek-objek kenikmatan indria menghancurkan semua makhluk yang menyenangi kenikmatan ini dengan memotong dan mencincang dengan menggunakan pisau dan kapak berupa kemelekatan terhadap kenikmatan indria.

Semua makhluk yang meletakkan lehernya di atas bantalan kayu kenikmatan indria (mereka yang melekat) tidak dapat mengembangkan unsur Melepaskan keduniawian (Nekkhama Dhàtu), untuk menyelamatkan diri ke angkasa raya dan jalan besar meditasi konsentrasi, meditasi Pandangan Cerah;

Dihancurkan dan dipotong-potong menjadi berkeping-keping dengan pisau dan kapak kemelekatan di atas bantalan kayu kenikmatan indria, mereka akhirnya meninggal dunia dengan kondisi yang sangat menyedihkan.

Oleh karena itu, lima kenikmatan indria ini mirip sekali dengan bantalan kayu tempat memotong dan mencincang daging; lebih merupakan penderitaan. Sebenarnya, kenikmatan indria disebut tidak dapat dipercaya dan penuh cacat!  

~RAPB I, p. 535~
Title: Kebajikan 100 x lipat
Post by: Yumi on 18 October 2008, 12:05:00 AM
Tanda-tanda besar dan kecil yang telah dijelaskan sebelumnya juga disebut ciri-ciri Satapunna. Bodhisatta telah melakukan kebajikan seratus kali lebih banyak daripada total kebajikan yang telah dilakukan semua makhluk-makhluk lain di seluruh alam semesta yang tidak terhitung banyaknya. Oleh karena itu, kebajikannya disebut satapunna, ‘Kebajikan seratus kali lipat.’ Oleh karena itulah Ia memperoleh tiga puluh dua tanda-tanda besar dan delapan puluh tanda-tanda kecil tersebut.

Pemberian Nama Siddhattha Kepada Pangeran

Demikianlah, setelah dengan saksama memeriksa tanda-tanda besar dan kecil, para brahmana meramalkan, “Sang Pangeran akan mencapai Kebuddhaan.” Kemudian mereka berdiskusi untuk mencari nama yang tepat untuk Pangeran, kemudian mereka memberi nama Siddhattha sebagai pertanda yang menunjukkan bahwa Beliau akan berhasil menyelesaikan tugas-tugasnya demi kesejahteraan seluruh dunia.  

~RAPB I, pp. 478-479~
Title: MIMPI
Post by: Yumi on 18 October 2008, 12:24:41 PM
Lima objek kenikmatan indria itu bagaikan mimpi. Seseorang, selagi terlelap, dapat bermimpi jadi orang kaya, menjadi gubernur dari suatu provinsi (padesaràja) atau kaisar (ekaràja), menikmati sepuas hatinya kenikmatan apa pun yang diinginkannya, hidup dalam kemewahan di alam mimpi.

Dalam mimpinya, segala hal terlihat seperti nyata. Seolah-olah segala kemewahan itu tidak akan berakhir, tetapi begitu ia tiba-tiba terbangun sebelum puas menikmati kemewahan dalam mimpinya, ia mendapatkan bahwa semua itu tidak ada, tidak berbekas, dan tidak nyata.

Demikian pula, manusia dan dewa di alam indria menuruti kenikmatan duniawi dan surgawi, yang ditimbulkan oleh kemelekatan (tanhà), dan tertipu oleh kemelekatan (tanhà), kesombongan (mànà), pandangan salah (ditthi), dan menganggap bahwa nikmatnya kehidupan adalah sesuatu yang nyata, kekal, dan abadi. Mereka hanya bermimpi.

Selama jangka waktu kehidupan sekarang yang sangat pendek, selagi menikmati kenikmatan indria yang bagaikan mimpi, seseorang harus mengalami kehidupan selanjutnya, meninggalkan semua kenikmatan indria yang telah sangat dilekati.

Kemudian, seperti halnya semua kenikmatan yang dialami seseorang di dalam mimpi lenyap begitu saja tidak berbekas saat ia bangun, demikian pula semua objek-objek kenikmatan indria yang dilekati oleh seseorang dengan menganggapnya sebagai ‘milikku’, ‘punyaku’, ‘hartaku’ selama jangka waktu yang pendek dari kehidupan sekarang, semuanya tanpa terkecuali, menjadi tidak lagi berhubungan dengan dirinya.

Oleh karena itu, lima kenikmatan indria ini mirip sekali dengan mimpi; lebih merupakan penderitaan. Sebenarnya, kenikmatan indria disebut tidak dapat dipercaya dan penuh cacat!  

~RAPB I, pp. 531-532~
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Yumi on 18 October 2008, 12:30:42 PM
tanya dunk.. tanya.

Kenikmatan indria itu kalo ga salah kan tdd: penglihatan (mata), bau2an (hidung), kecapan (lidah), suara (telinga), sentuhan (kulit), ama pikiran yach.. Jumlahnya ada ENAM (6)

Tapi napa di RAPB koq cuma disebut LIMA (5) objek kenikmatan indria? :-?

^:)^ mohon bantuannya..
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Adhitthana on 19 October 2008, 12:48:23 AM
tanya dunk.. tanya.

Kenikmatan indria itu kalo ga salah kan tdd: penglihatan (mata), bau2an (hidung), kecapan (lidah), suara (telinga), sentuhan (kulit), ama pikiran yach.. Jumlahnya ada ENAM (6)

Tapi napa di RAPB koq cuma disebut LIMA (5) objek kenikmatan indria? :-?

^:)^ mohon bantuannya..

Pikiran khan bukan termasuk kenikmatan indria ??

biar sesepuh yg jelasin deeeg ......  :))
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Yumi on 21 October 2008, 07:06:01 PM
Pikiran khan bukan termasuk kenikmatan indria ??

biar sesepuh yg jelasin deeeg ......  :))

 _/\_ thx ya..
Title: 32 Fenomena Ramalan
Post by: Yumi on 21 October 2008, 07:12:01 PM
Selanjutnya, terjadi 32 fenomena gaib yang biasanya terjadi saat Bodhisatta memasuki rahim dalam kehidupan terakhirnya. 32 fenomena ini sebagaimana tercantum dalam bagian pendahuluan Komentar Jàtaka adalah sebagai berikut:

(1) Cahaya gilang-gemilang bersinar di sepuluh ribu alam semesta.

(2) Mereka yang buta menjadi dapat melihat pada saat itu jika mereka ingin melihat keagungan Bodhisatta.

(3) Mereka yang tuli dapat mendengar pada saat itu.

(4) Mereka yang bisu dapat berbicara pada saat itu.

(5) Mereka yang cacat fisik menjadi normal pada saat itu.

(6) Mereka yang lumpuh dapat berjalan pada saat itu.

(7) Mereka yang dipenjara dan terbelenggu menjadi bebas.

8 Api di semua alam neraka menjadi padam.

(9) Makhluk-makhluk di alam peta terpuaskan dari rasa lapar dan haus.

(10) Semua binatang bebas dari bahaya.

(11) Semua makhluk yang menderita penyakit menjadi sembuh dari penyakitnya.

(12) Semua makhluk berbicara dengan ramah antara satu dengan lainnya.

(13) Kuda-kuda meringkik dengan suara yang menyenangkan.

(14) Gajah-gajah bersuara manis dan merdu.

(15) Semua alat-alat musik seperti simbal, harpa, terompet, dan lain-lain berbunyi meskipun tidak ada yang memainkannya.

(16) Perhiasan seperti kalung, gelang kaki, dan lain-lain yang dipakai manusia bergemerincing walaupun tidak bersentuhan dengan apa pun.

(17) Angkasa luas dan pemandangan di segala penjuru menjadi cerah dan jelas tanpa halangan.

(18) Angin bertiup lembut, membawa kedamaian, dan kenyamanan bagi semua makhluk.

(19) Hujan turun dengan derasnya (meskipun bukan musim hujan).

(20) Air dari dalam tanah mengalir keluar ke segala arah.

(21) Tidak ada burung yang terbang di angkasa.

(22) Air sungai yang biasanya mengalir terus-menerus pada saat itu berhenti mengalir, “bagaikan pelayan yang berhenti bergerak karena teriakan majikannya.”

(23) Air laut yang biasanya asin pada saat itu menjadi manis.

(24) Segala penjuru dipenuhi dengan bunga-bunga teratai dalam tiga warna (semua danau dan kolam dipenuhi dengan lima jenis bunga teratai).

(25) Semua bunga-bunga di atas tanah dan di bawah air bermekaran.

(26) Bunga-bunga yang tumbuh di batang pohon (khandha paduma) bermekaran dengan indah.

(27) Bunga-bunga yang tumbuh di dahan pohon (sàkhà paduma) bermekaran dengan indah.

(28) Bunga-bunga yang menjalar (latà paduma) bermekaran dengan indah.

(29) Rumpun bunga (danda paduma) tumbuh di seluruh permukaan tanah dalam tujuh lapis menembus batu-batu.

(30) Bunga-bunga surgawi menjuntai sampai ke permukaan bumi.

(31) Hujan bunga terus-menerus di sekitar tempat itu.

(32) Alat-alat musik surgawi berbunyi secara otomatis.

32 fenomena luar biasa ini disebut juga 32 keajaiban. 32 keajaiban ini sama dengan 32 keajaiban yang disebut-sebut dalam Kisah 24 Buddha.

10.000 alam semesta yang mengalami 32 fenomena luar biasa ini terlihat megah bagaikan bola besar dari bunga-bunga atau seperti karangan bunga besar atau seperti hamparan bunga yang berlapis-lapis; udara di sekeliling juga berbau harum seolah-olah disebabkan oleh gerakan lembut kipas ekor yak.

~RAPB I, pp. 426-428~
Title: Barang Sewaan
Post by: Yumi on 21 October 2008, 07:13:27 PM
Misalnya, ada seseorang yang tidak memiliki apa-apa harus menyewa perhiasan seperti batu-batu berharga, emas, dan perak untuk dipakai dalam sebuah pesta. Selagi ia menikmati memakai perhiasan itu sebagai miliknya sebelum waktunya dikembalikan kepada pemilik sebenarnya, mereka merasa sedih dan patah hati karena berpisah dengan barang-barang pinjaman tersebut setelah dikembalikan kepada pemiliknya.

Demikian pula, ketika kebajikan masa lalu mereka yang menghasilkan kenikmatan indria, mereka tertipu dengan pikiran bahwa kenikmatan itu akan kekal selamanya. Ketika objek-objek ini hilang karena kejahatan yang dilakukan pada masa lalu, atau ketika ia meninggal dunia, objek-objek tersebut tidak lagi ada hubungannya dengan orang tersebut.

Menjalani kehidupan dengan kondisi seperti ini, ia yang berpikir bahwa ia adalah pemilik kenikmatan indria itu akan tertinggal di belakang, seperti barang-barang yang dipinjam atau disewa untuk sementara waktu; lebih merupakan penderitaan.

Sebenarnya, kenikmatan indria disebut tidak dapat dipercaya dan penuh cacat!

~RAPB I, pp. 532-533~
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Yumi on 21 October 2008, 07:23:40 PM
“Kawasan Mahàbodhi adalah yang terakhir lenyap pada saat hancurnya bumi dan muncul sebagai yang pertama pada saat terbentuknya bumi. Ketika bumi yang berasal dari sekuntum teratai muncul dalam bentuk pertanda di kawasan Bodhimandala. Jika Buddha akan muncul di kappa tersebut, kuntum teratai tersebut akan mekar; jika Buddha tidak muncul, kuntum teratai tersebut tidak mekar. Jika dalam kappa itu hanya akan muncul seorang Buddha, satu bunga teratai akan mekar; jika muncul dua Buddha dalam kappa tersebut, dua bunga akan mekar; jika ada tiga, empat atau lima Buddha dalam kappa tersebut, maka tiga, empat atau lima bunga akan mekar dari kuntum yang sama. (p. 548)

Ko Indra, yg bold maksudnya bumi berasal dari sekuntum teratai ya?  :-?
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 21 October 2008, 07:36:01 PM
“Kawasan Mahàbodhi adalah yang terakhir lenyap pada saat hancurnya bumi dan muncul sebagai yang pertama pada saat terbentuknya bumi. Ketika bumi yang berasal dari sekuntum teratai muncul dalam bentuk pertanda di kawasan Bodhimandala. Jika Buddha akan muncul di kappa tersebut, kuntum teratai tersebut akan mekar; jika Buddha tidak muncul, kuntum teratai tersebut tidak mekar. Jika dalam kappa itu hanya akan muncul seorang Buddha, satu bunga teratai akan mekar; jika muncul dua Buddha dalam kappa tersebut, dua bunga akan mekar; jika ada tiga, empat atau lima Buddha dalam kappa tersebut, maka tiga, empat atau lima bunga akan mekar dari kuntum yang sama. (p. 548)

Ko Indra, yg bold maksudnya bumi berasal dari sekuntum teratai ya?  :-?

Demikianlah menurut Teks tersebut. tetapi mungkin juga kalimat itu merupakan suatu simbol yang memiliki makna lain yang tidak saya pahami. Mungkin rekan2 lain memiliki referensi lain mengenai hal ini.
Title: Tindakan Luar Biasa Bodhisatta dan Maknanya
Post by: Yumi on 22 October 2008, 11:54:40 PM
(1) Bodhisatta berdiri tegak dengan kedua kaki yang rata menyentuh permukaan tanah menandakan pencapaian Empat Kemampuan Batin (Iddhipàda) pada masa depan.

(2) Bodhisatta menghadap ke arah utara menandakan bahwa pada masa depan Beliau akan menjadi yang tertinggi di antara semua makhluk.

(3) Bodhisatta berjalan tujuh langkah menandakan bahwa pada masa depan Beliau akan mencapai Tujuh Faktor Pencerahan Sempurna, permata Dhamma.

(4) Bodhisatta dinaungi oleh payung putih surgawi menandakan bahwa pada masa depan Beliau akan mencapai buah kesucian Arahatta.

(5) Bodhisatta memperoleh lima atribut kerajaan menandakan bahwa pada masa depan Beliau akan mencapai lima pembebasan (vimutti) yaitu: pembebasan melalui perbuatan di alam indria (tadanga vimutti), pembebasan melalui pencapaian Jhàna (Vikkhambana Vimuti), pembebasan melalui pencapaian Jalan (Samuccheda Vimutti), pembebasan melalui pencapaian Buah (Patippasadhi vimutti), dan pembebasan melalui pencapaian Nibbàna (Nissarana vimutti).

(6) Bodhisatta melihat ke sepuluh penjuru tanpa ada yang menghalangi pandangan-Nya, menandakan bahwa Beliau akan mencapai pengetahuan yang tidak ada halangannya (Anàvarana Nàna).

(7) Bodhisatta berseru, “Akulah yang tertinggi, terbesar, dan termulia,” menandakan bahwa pada masa depan Beliau akan memutar roda Dhamma (Dhamma Cakka) di mana tidak ada brahmà, dewa, atau manusia yang dapat menghalangi-Nya.

8 Bodhisatta berseru, “Inilah kelahiran-Ku yang terakhir!, tidak ada kelahiran lagi bagi-Ku” menandakan bahwa pada masa depan Beliau akan mencapai Nibbàna di mana tidak ada lagi kelompok jasmani dan batin yang tersisa (anupàdisesa).  

~RAPB I, pp. 439-440~
Title: Pedang atau Mata Tombak
Post by: Yumi on 22 October 2008, 11:55:38 PM
Misalnya, sisi tajam sebuah pedang atau mata tombak yang memotong dan menembus apa saja yang disentuhnya. Mereka hanyalah senjata untuk membunuh, menghancurkan musuh, dan lain-lain.

Demikian pula lima objek-objek kenikmatan indria, memiliki ketajaman yang dapat memotong dan menembus siapa aku yang disentuh atau dijeratnya.

Misalnya, seseorang yang tertusuk oleh pedang atau tombak dari objek-objek penglihatan (rupàramanna), adalah seperti seekor ikan yang terkait dengan mata kail di dalam ususnya, ia tidak dapat melepaskan diri sama sekali, tetapi dengan patuh mengikuti ke mana ia ditarik. Karena luka yang ditimbulkan oleh tajamnya pedang atau tombak dari objek-objek penglihatan, ia menjadi lupa dan tidak lagi memerhatikan praktik Sila, Samàdhi, dan Pannà yang ia lakukan sebelumnya dan berakhir dalam kehancuran. (Contoh ini berlaku juga untuk objek-objek pendengaran, dan seterusnya).

Demikianlah, lima objek kenikmatan indria ini yang mirip dengan tajamnya sisi pedang atau mata tombak hanyalah senjata untuk membunuh dan menghancurkan makhluk-makhluk.

Semua makhluk yang belum melenyapkan kemelekatan terhadap kenikmatan indria harus tetap tinggal bagaikan seorang narapidana di tengah-tengah pedang atau tombak lima objek-objek kenikmatan indria yang terarah kepada mereka di dalam alam kehidupan mana pun juga mereka berada. Lima objek-objek kenikmatan indria ini secara otomatis akan menempel pada diri mereka yang bersentuhan dengannya tanpa terkecuali.

Oleh karena itu, lima kenikmatan indria ini mirip sekali dengan sisi tajam sebuah pedang atau mata tombak; lebih merupakan penderitaan. Sebenarnya, kenikmatan indria disebut tidak dapat dipercaya dan penuh cacat!  

~RAPB I, pp. 535-536~
Title: Kanthaka Terlahir Kembali Sebagai Dewa
Post by: Yumi on 23 October 2008, 12:02:51 AM
Setelah meninggal dunia, Kanthaka terlahir kembali sebagai dewa dengan nama yang sama di tengah-tengah kemewahan dan banyak pengikut di Surga Tàvatimsa. Karena ia berhubungan erat dengan Bodhisatta dan melayaninya dalam banyak kehidupan, ia meninggal dunia karena tidak dapat menahan penderitaan karena berpisah dengan Bodhisatta. Kelahirannya di Surga Tàvatimsa bukan karena kesedihan itu.

Dalam ucapan Bodhisatta yang ditujukan kepadanya saat Bodhisatta menaiki punggungnya menjelang kepergian Bodhisatta untuk melepaskan keduniawian, ia mendengar, “Kanthaka, Aku melepaskan keduniawian, untuk mencapai Kebuddhaan.” Mendengar bahwa Bodhisatta akan melepaskan keduniawian yang tidak ada hubungannya dengan kenikmatan indria, ia menjadi sangat gembira dan puas yang disertai batin yang suci yang mengarah pada pengembangan kebajikan yang diakibatkan oleh keyakinan; sebagai akibat dari kebajikan ini ia terlahir sebagai dewa di Surga Tàvatimsa. Belakangan, saat ia mengunjungi Buddha dan mendengarkan Dhamma, ia menjadi Sotàpanna―semua ini dijelaskan dalam Komentar Vimànavatthu.  

~RAPB I, p. 550~
Title: Tiga Perumpamaan untuk Bodhisatta
Post by: Yumi on 23 October 2008, 12:07:06 AM
Kemudian muncul dalam pikiran Bodhisatta tiga perumpamaan sebagai berikut:

(1) Untuk membuat api, sekeras apa pun seseorang menggosokkan kayu api dengan sepotong kayu api yang basah yang direndam dalam air, ia tidak akan dapat menghasilkan api dan hanya akan mengalami penderitaan karena kegagalan.

Demikian pula di dunia ini, mereka yang disebut petapa dan brahmana yang masih memiliki nafsu indria yang basah dan belum dikeringkan dan yang belum menghindari diri dari objek-objek indria atau tidak dapat menembus Jalan dan Buahnya, hanya akan mendapat penderitaan sekeras apa pun mereka berusaha untuk melenyapkan kotoran batin. Ini adalah perumpamaan pertama sehubungan dengan Bodhisatta.

(Dalam perumpamaan ini, mereka yang masih memiliki objek-objek nafsu indria yang belum kering diumpamakan sebagai sepotong kayu basah; perbuatan mereka menyelam ke dalam air objek-objek indria diumpamakan seperti merendamkan sepotong kayu ke dalam air; ketidakmampuan untuk menyalakan api pengetahuan mengenai Jalan sekeras apa pun mereka berusaha tanpa melepaskan objek-objek indria adalah bagaikan api yang tidak dapat membakar namun dapat menimbulkan penderitaan sekeras apa pun sepotong kayu basah yang direndam air itu digosok.
Perumpamaan ini menggambarkan pertapaan yang disebut saputtabhariyà-pabbajjà yaitu para petapa pengembara yang masih hidup berumah-tangga bersama istri dan anaknya.)

(2) Untuk membuat api, sekeras apa pun seseorang menggosok kayu api dengan sepotong kayu api yang basah yang meskipun jauh dari air, ia tetap tidak bisa menyalakan api karena kayu yang basah itu; sebaliknya ia justru akan menjadi menderita. Demikian pula di dunia ini, mereka yang disebut petapa dan brahmana yang masih memiliki unsur-unsur menipu berupa objek-objek indria yang belum dikeringkan tidak akan menembus Jalan dan Buahnya namun hanya akan menjadi lebih menderita sekeras apa pun mereka berusaha menjauhkan diri dari air objek-objek indria secara fisik maupun batin. Ini adalah perumpamaan kedua sehubungan dengan Bodhisatta.

(Dalam perumpamaan ini, mereka yang objek-objek indrianya belum dikeringkan adalah bagaikan sepotong kayu basah, ketidakmampuan untuk menyalakan api pengetahuan mengenai Jalan sekeras apa pun mereka berusaha menjauhkan diri dari objek-objek indria baik secara fisik maupun batin bagaikan api yang tidak dapat membakar namun menghasilkan penderitaan, karena basahnya kayu itu, sekeras apa pun kayu basah itu digosok, tetap tidak akan menyala.
Perumpamaan ini menjelaskan pertapaan yang disebut bràhmanadhammikà-pabbajjà yaitu brahmana yang telah meninggalkan istri dan anaknya, tapi menjalani praktik yang salah, pàsanda).

(3) Untuk membuat api, jika seseorang menggosok sepotong kayu dengan kayu kering yang jauh dari air, ia akan dengan mudah menyalakan api karena kayu itu berada di daratan yang jauh dari air dan kering. Demikian pula di dunia ini mereka yang disebut petapa dan brahmana yang nafsu-nafsu indria telah kering dan telah menjauhkan diri dari objek-objek indria secara fisik maupun batin dapat menembus Jalan dan Buahnya jika mereka mempraktikkan cara pertapaan yang benar, sulit maupun mudah. Ini adalah perumpamaan ketiga sehubungan dengan Bodhisatta.

(Perumpamaan ini harus dipahami dengan cara yang dijelaskan sebelumnya.
Perumpamaan ini menjelaskan pertapaan yang dijalankan oleh Bodhisatta sendiri.)  

~RAPB I, pp. 568-569~
Title: Praktik Penyiksaan Diri
Post by: Yumi on 25 October 2008, 03:11:21 PM
Sejak saat itu, Bodhisatta tidak lagi berpuasa total tetapi makan sedikit demi sedikit. Untuk makan selama 1 hari kadang-kadang Ia mengambil segenggam nasi, kadang-kadang sesuap sup kacang, segenggam bubur, dan sesuap sup ercis.

Dengan memakan hanya makanan demikian, bentuk tubuh Bodhisatta terlihat sangat kurus dan lemah.
Karena Bodhisatta hanya makan sangat sedikit makanan, bagian tubuh-Nya yang besar maupun kecil menonjol di tiap-tiap sendi tulang-Nya dan kurus serta seperti ditekan pada bagian-bagian lainnya seperti buku-buku tanaman menjalar àsitika dan kàla.

Bokong Bodhisatta bagaikan kuku unta dengan anus yang seperti ditekan.

Punggung-Nya (tulang punggung) Bodhisatta menonjol keluar dan menjorok ke dalam seperti butiran tasbih.

Daging di antara tulang-tulang rusuk-Nya menjorok ke dalam memperlihatkan pemandangan yang sangat menakutkan seperti rangka atap rumah seorang petapa.

Bola mata-Nya juga terlihat menjorok ke dalam rongga mata-Nya seperti gelembung-gelembung air dari mata air yang dalam.

Kulit kepala-Nya keriput dan kering bagaikan buah labu yang dijemur.

Kulit perut-Nya menempel ke tulang punggung-Nya, tulang punggung-Nya dapat terasa jika kulit perut-Nya disentuh, dan kulit perut-Nya dapat dirasakan kalau tulang punggung disentuh.

Ketika duduk untuk menjawab panggilan alam (buang air), air seni tidak keluar seluruhnya karena tidak tersedia cukup cairan di dalam perut-Nya untuk diubah menjadi air seni. Sedangkan tinja-Nya, berupa satu atau dua bola keras seukuran biji kacang yang dikeluarkan dengan susah payah. Keringat bercucuran di sekujur tubuh-Nya. Dia jatuh di tempat itu juga dengan wajah tertelungkup.

Ketika Bodhisatta mengusap tubuh-Nya dengan tangan untuk mendapatkan perasaan nyaman, bulu-bulu badan-Nya, yang akarnya tidak pernah mendapatkan nutrisi dari daging dan darah-Nya, berguguran dari tubuh-Nya dan menempel di tangan-Nya.

Warna kulit Bodhisatta yang kuning cerah seperti warna emas murni, singinikkha. Namun bagi mereka yang melihat-Nya selama Beliau menjalani penyiksaan diri, beberapa orang berkata, “Samana Gotama berkulit hitam.” Beberapa orang berkata, “Samana Gotama bukan berkulit hitam, Ia berkulit cokelat.” Beberapa orang lain lagi mengatakan, “Samana Gotama bukan berkulit hitam atau cokelat, kulitnya berwarna abu-abu seperti ikan lele.”

(Para pembaca buku ini boleh berhenti sebentar dan membayangkan Bodhisatta menjalani praktik penyiksaan diri ini yang bagi orang- orang biasa sangat sulit dilakukan baik dalam jangka waktu beberapa hari atau bulan.)  ::)

Namun Beliau melakukannya selama enam tahun.
Dalam enam tahun usaha-Nya itu, Beliau tidak pernah berpikir, “Aku belum mencapai Kebuddhaan meskipun Aku telah berusaha dengan sangat keras. Baiklah, dalam situasi ini Aku akan kembali ke istana emas-Ku dan dilayani oleh empat puluh ribu pelayan perempuan yang dipimpin oleh permaisuri-Ku, Yasodharà, Aku akan bergembira merawat ibu-Ku (maksudnya bibi-Nya, Gotamã), ayah dan delapan puluh ribu sanak saudara-Ku yang masih hidup;”
atau “Setelah menikmati makanan-makanan lezat seperti makanan dewa, Aku lebih baik tidur nyaman di kasur mewah.”

Tidak pernah sedikit pun pikiran tersebut muncul dalam diri-Nya untuk menjalani hidup dengan mudah. Seorang manusia biasa bahkan tidak berani berpikir untuk menjalani praktik penyiksaan diri semacam ini apalagi benar-benar menjalaninya. Oleh karena itulah disebut dukkaracariya (praktik yang sangat sulit dilakukan orang-orang biasa.)

~RAPB I, pp. 574-576~
Title: Wahai Màra!
Post by: Yumi on 25 October 2008, 09:19:19 PM
“Engkau yang mengikat para makhluk—dewa, brahmà, dan manusia—agar mereka tidak dapat terbebaskan dari samsàra! Engkau datang demi keuntunganmu pribadi dan dengan maksud-maksud tersembunyi bertujuan untuk mengganggu dan mencelakakan makhluk-makhluk lain.”
(Dengan kata-kata ini Bodhisatta mengusir Màra yang bermaksud jahat terhadap-Nya.)

“Aku tidak berkeinginan sedikit pun untuk melakukan kebajikan-kebajikan yang mengarah kepada lingkaran penderitaan, vattagàmi. Engkau boleh berkata begitu kepada mereka yang menginginkan jasa-jasa vattagàmi.
(Dengan kata-kata ini Bodhisatta menjawab pernyataan Màra, “Jika Engkau berumur panjang, Engkau dapat melakukan banyak kebajikan.)”

“Wahai Màra, ada makhluk-makhluk yang tidak memiliki keyakinan (saddhà) sama sekali terhadap Nibbàna; ada yang memiliki keyakinan tetapi usahanya (viriya) lemah; ada yang memiliki keyakinan dan usaha yang kuat tetapi tidak memiliki kebijaksanaan (pannà), Engkau sebaiknya berbicara kepada mereka dan mendorong mereka untuk berumur panjang.

Sedangkan Aku, Aku memiliki keyakinan bahwa, jika Aku berusaha keras, Aku akan mencapai Nibbàna bahkan dalam kehidupan ini juga ketika jasmani-Ku lenyap.
Aku memiliki api semangat yang berkobar-kobar yang mampu membakar rumput-rumput kering dan sampah-sampah kotoran batin menjadi abu.
Aku memiliki kebijaksanaan yang seperti bom milik Sakka yang dapat menghancurkan gunung karang kebodohan (avijjà) menjadi berkeping-keping.
Aku juga memiliki perhatian (sati) dan konsentrasi (samàdhi), perhatian yang memungkinkan Aku untuk menjadi Buddha yang tidak lupa akan apa yang pernah dilakukan dan diucapkan di waktu-waktu lalu; dan konsentrasi yang tetap berdiri kokoh dalam menghadapi angin badai, bagaikan pilar batu berukir yang tidak tergoyahkan oleh badai.  :x

Dengan memiliki lima kualitas, Aku akan mencapai pantai seberang Nibbàna. Aku bekerja keras bahkan dengan mempertaruhkan hidup-Ku. Kepada orang seperti Aku, untuk apakah Engkau membicarakan mengenai umur panjang dan untuk apa membujuk-Ku untuk hidup lebih lama? Sebenarnya, tidak ada gunanya hidup bahkan selama satu hari sebagai manusia bagi mereka yang berusaha dengan rajin dan tidak pernah menyerah, yang memiliki Pandangan Cerah melalui Appanà samàdhi dan yang melihat dengan jelas timbul dan lenyapnya kelompok-kelompok jasmani dan batin.”
(Dengan kata-kata ini Bodhisatta melawan Màra yang menakut-nakuti-Nya dengan mengatakan, “O Pangeran Siddhattha, kematian-Mu sudah mendekat, kesempatan-Mu untuk tetap hidup sangatlah kecil, hanya seperseribu.)”

“Wahai Màra. […] Ketika darah, cairan-cairan empedu, dahak, air seni, dan daging itu menyusut, pikiran-Ku menjadi lebih jernih.
(Keletihan demikian tidak akan membuat-Ku mundur karena Engkau tidak mengetahui bahwa pikiran-Ku sangat sungguh-sungguh, Engkau berbicara mengenai ‘keinginan untuk hidup’ (jivitanikanti), dengan berkata “O Pangeran Siddhattha, seluruh tubuh-Mu begitu kurus karena kekurangan daging dan darah” dan seterusnya). Tidak hanya pikiran-Ku menjadi lebih jernih, tetapi perhatian-Ku yang bagaikan pusaka raja dunia, kebijaksanaan-Ku yang bagaikan senjata pemotong intan dan konsentrasi-Ku yang tidak tergoyahkan bagaikan Gunung Meru, menjadi lebih berkembang dan kokoh.”

Walaupun darah dan daging-Ku menyusut, pikiran-Ku lebih ceria dan menjadi lebih jernih dan mencapai tahap di mana perasaan-perasaan yang tiada bandingnya yang dialami oleh para Bodhisatta mulia, manusia-manusia luar biasa (Mahàpurisa).
Meskipun seluruh tubuh-Ku mengering sampai hampir terbakar dan meskipun Aku benar-benar kelelahan, pikiran-Ku tidak pernah memikirkan objek-objek indria seperti kota kerajaan dan istananya, Yasodharà, Ràhula, empat puluh ribu pelayan perempuan dan lain-lain. Wahai Màra, selidiki dan lihatlah sendiri kesucian dan keteguhan hati-Ku yang tiada bandingnya, seseorang yang telah memenuhi Kesempurnaan.
(Dengan kata-kata ini Bodhisatta menunjukkan kesungguhan usaha-Nya.)  
 
~RAPB I, pp. 578-580~

:lotus:
Title: 10 Bala Tentara Màra (Ke-1)
Post by: Yumi on 25 October 2008, 09:22:50 PM
(1) “Wahai Màra, ada objek-objek indria (vatthu-kàma), bergerak atau tidak bergerak, dan kotoran indria (kilesa-kàma) yang adalah kemelekatan terhadap objek-objek indria ini; dua bentuk indria ini menyebabkan para perumah tangga menjadi bodoh sehingga tidak menyadari kebenaran. Oleh karena itu, dua ini, vatthu-kàma dan kilesa-kàma adalah bala tentara pertama.

Ada para perumah tangga yang mati dalam keduniawian (putthujjhana) di tengah-tengah harta duniawi (gihibhoga) karena mereka tidak dapat melepaskannya meskipun mereka mengetahui jarangnya kemunculan seorang Buddha (Buddh’uppàda dullabha) dan sulitnya menjalani hidup bertapa (pabbajitabhàva dullabha).

Sebagai petapa, kebutuhan-kebutuhan seperti jubah, mangkuk, vihàra, taman, tempat tidur, dipan, selimut yang dapat dilekati dan dinikmati adalah merupakan materi-materi indria. Dan ada beberapa petapa yang mati dalam keduniawian di tengah-tengah harta benda indria milik vihàra dalam bentuk empat kebutuhan yaitu: tempat tinggal, pakaian, makanan, dan obat-obatan yang dipersembahkan oleh umat awam.

Mereka meninggal dunia dengan cara demikian karena mereka tidak sanggup melepaskan harta benda tersebut meskipun mereka telah memelajari pada waktu penahbisan tentang bagaimana memanfaatkan bawah pohon sebagai tempat tinggal, jubah dari potongan-potongan kain, dàna makanan, dan menggunakan air seni sapi yang bau sebagai obat.

Para perumah tangga dan petapa ini meninggal dunia saat bertemu dengan bala tentara pertama Màra yaitu indria (kàma).  

~RAPB I, pp. 580-581~
Title: 10 Bala Tentara Màra (ke-2)
Post by: Yumi on 27 October 2008, 12:57:20 PM
(2) “Walaupun mereka telah menjalani kehidupan pertapaan setelah bertekad melepaskan gilibhoga, beberapa cenderung terganggu atau dirusak oleh kebencian (arati) dan ketidakpuasan (ukkanthita)

sehingga tidak merasa berbahagia menjadi petapa,

tidak berbahagia dalam belajar atau berlatih,

tidak berbahagia dalam bertempat tinggal di kesunyian hutan,

dan tidak berbahagia dalam meditasi konsentrasi (samatha) dan meditasi Pandangan Cerah (Vipassanà).

Oleh karena itu arati dan ukkanthita merupakan bala tentara kedua Màra.
(Beberapa petapa mati tenggelam dalam lautan bala tentara kedua dari Màra ini.)

~RAPB 1, p. 581~
Title: Re10 Bala Tentara Màra (Ke-3)
Post by: Yumi on 27 October 2008, 01:06:33 PM
(3) “Walaupun beberapa petapa telah mengatasi bala tentara kedua, sewaktu menjalani praktik menyiksa diri dhutanga, dan karena aturan-aturan keras dari dhutanga yang memaksa mereka untuk makan makanan apa pun yang tersedia dari segala jenis yang dicampur menjadi satu.

Beberapa tidak dapat makan dengan puas (seperti sapi yang haus memuaskan dahaganya sewaktu berkubang di dalam air);
dan tidak terpuaskan sehingga menjadi lapar lagi, menderita bagaikan cacing tanah gila yang menggelepar jika terkena garam.

Karena dahaga dan lapar, khuppipàsa, mereka menjadi tidak tertarik kepada pertapaan dan menjadi berkeinginan untuk mengambil makanan sebanyak-banyaknya.

Khuppipàsa ini adalah bala tentara ketiga Màra.
(Beberapa petapa mati tenggelam dalam lautan bala tentara ketiga dari Màra ini.)

~RAPB 1, p. 581~
Title: Mara ke-4
Post by: Yumi on 28 October 2008, 11:13:47 PM
(4) “Ketika mereka menderita lapar dan haus, beberapa dari mereka menjadi sangat lemah secara fisik dan batin dan menjadi sangat ketakutan. Mereka menjadi kehilangan kepercayaan diri, malas, dan tidak berbahagia.

Karena kelelahan (tandi) mereka tidak mampu menjalani kehidupan pertapaan mereka. Tandi ini adalah bala tentara keempat dari Màra.
(Beberapa petapa mati tenggelam dalam lautan bala tentara keempat dari Màra ini.)

~RAPB 1, p. 581~
Title: Mara ke-5
Post by: Yumi on 28 October 2008, 11:17:42 PM
(5) “Karena tidak mengalami kemajuan dalam usaha spiritualnya dan menjadi malas dan putus asa, mereka mulai merasa bosan dan terjatuh dalam kekecewaan.

Sejak saat kemalasan dan kelembaman (thina-middha) berkembang, mereka mulai tidur-tiduran di dalam vihàra, berguling-guling dari satu sisi ke sisi lain dan tidur menelungkup.

Thina-middha ini adalah bala tentara kelima dari Màra.
(Beberapa petapa mati tenggelam dalam lautan bala tentara kelima dari Màra ini.)

~RAPB 1, pp. 581-582~
Title: Mara ke-6
Post by: Yumi on 29 October 2008, 01:00:12 PM
(6) “Tidur yang berlebih-lebihan karena kemalasan menyebabkan kebuntuan dalam meditasi mereka dan ketumpulan dalam pikiran. Diliputi oleh kemelekatan mereka menjadi lemah dan bingung karena hal-hal sepele ini dan itu.

Karena rasa takut (bhiru) berkembang dalam keguncangan dari ketakutan mereka; dan dengan hati yang bergetar mereka menganggap tunggul kayu sebagai gajah, seekor macan sebagai raksana.

Bhiru ini adalah bala tentara keenam dari Màra.
(Beberapa petapa mati tenggelam dalam lautan bala tentara keenam dari Màra ini.)

~RAPB 1, p. 582~
Title: Mara ke-7
Post by: Yumi on 29 October 2008, 01:02:15 PM
(7) “Walaupun mereka berlatih meditasi setelah mengatasi rasa takut dan memperoleh dorongan melalui latihan, jalan untuk mencapai Jhàna dan mencapai Magga telah tenggelam.

Karena keraguan (vicikicchà) berkembang dan mereka tidak yakin apakah mereka telah berada pada Jalan atau tidak, berada dalam praktik maupun teori.

Keraguan (vicikicchà) ini adalah bala tentara ketujuh dari Màra.
(Beberapa petapa mati tenggelam dalam lautan bala tentara ketujuh dari Màra ini.)

~RAPB 1, p. 582~
Title: Mara ke-8
Post by: Yumi on 29 October 2008, 01:04:07 PM
8 “Setelah berhasil melenyapkan vicikicchà, beberapa orang terus menerus berusaha siang dan malam tanpa putus. Begitu tanda-tanda tidak lazim muncul dalam meditasi mereka, mereka mulai menganggap tinggi diri mereka.

Karena keangkuhan dan kesombongan (makkha-thamba) mereka berkembang, mereka tidak dapat menerima pendapat orang lain; mereka merusak reputasi baik mereka; mereka tidak menghormati saudara tua mereka; bersikap tidak sabar.

Makkha-thamba ini adalah bala tentara kedelapan dari Màra.
(Beberapa petapa mati tenggelam dalam lautan bala tentara kedelapan dari Màra ini.)

~RAPB 1, p. 582~
Title: Mara ke-9
Post by: Yumi on 29 October 2008, 01:06:54 PM
(9) “Jika mereka meneruskan bermeditasi, setelah melenyapkan makkha-thamba, mereka bahkan melihat lebih banyak tanda-tanda yang tidak lazim dan menjadi bangga akan kemajuan yang mereka capai.

Berbagai macam kemelekatan dan keangkuhan (tanhà-màna) muncul sebagai berikut: mereka menjadi gembira dan bersukacita karena memperoleh banyak hadiah; mereka gembira dan bersukacita karena terkenal di empat penjuru; mereka gembira dan bersukacita karena memperoleh hal-hal menakjubkan yang tidak pernah dialami oleh orang lain; dan mereka gembira dan bersukacita karena kemasyhuran dan pengikut yang banyak yang diperoleh melalui khotbah-khotbah mengenai ajaran yang salah dan keangkuhan yang diperlihatkan melalui keinginan jahat dan kemelekatan untuk meningkatkan keuntungan mereka.

Kelompok faktor-faktor tanhà-màna adalah bala tentara kesembilan Màra.
(Beberapa petapa mati tenggelam dalam lautan bala tentara kesembilan dari Màra ini.)

~RAPB 1, pp. 582-583~
Title: Mara ke-10
Post by: Yumi on 29 October 2008, 01:10:13 PM
(10) “Beberapa petapa yang menghadapi 9 kelompok di atas mempraktikkan pemujaan dan penghormatan diri sendiri yaitu; mereka selalu mencela (att’uukkamsa) dan merendahkan orang lain (paravambhana).

Dua ini, att’uukkamsa dan paravambhana, adalah bala tentara kesepuluh Màra.

~RAPB 1, p. 583~
Title: Lima Mimpi Bodhisatta
Post by: Yumi on 30 October 2008, 01:17:01 PM
Kelompok lima bhikkhu meninggalkan Bodhisatta pada awal bulan Citta dan pindah ke Migadàya, Taman Rusa. (Waktu itu sebenarnya adalah tepat pada waktu Bodhisatta telah menyelesaikan latihan dukkaracariya. Ketika para pelayan bhikkhu meninggalkan-Nya, Bodhisatta hidup menyendiri memperoleh tingkat kesunyian yang mendukung kemajuan dan memperkuat konsentrasi-Nya. Demikianlah Beliau hidup dalam kesunyian total selama lima belas dan mempraktikkan meditasi dan memperoleh kemajuan. Bodhisatta mulia bermimpi lima mimpi luar biasa setelah tengah malam menjelang fajar pada tanggal empat belas di bulan Vesàkha.

Lima Mimpi Bodhisatta

(1) Beliau bermimpi bahwa Beliau sedang tertidur di atas permukaan tanah, dengan Pegunungan Himalaya sebagai bantalnya, tangan kiri-Nya di Samudra Timur, tangan kanan-Nya di Samudra Barat dan kedua kaki-Nya di Samudra Selatan. Mimpi pertama menandakan pencapaian Kemahatahuan, menjadi Buddha di antara manusia, dewa, dan brahmà.

(2) Beliau bermimpi bahwa sejenis rumput yang disebut tiriya dengan tangkai merah berukuran sebuah gandar sapi muncul dari pusar-Nya dan sewaktu Beliau melihat, rumput tersebut tumbuh, pertama berukuran setengah lengan, kemudian satu lengan, satu fathom (1 fathom = 1.8 meter), satu ta, satu gavuta, setengah yojanà, satu yojanà dan seterusnya. Tumbuh tinggi dan lebih tinggi hingga mencapai langit, angkasa luas, seribu yojanà ke atas dan diam di sana. Mimpi kedua ini menandakan bahwa Beliau akan mampu mengajar Jalan Berfaktor Delapan, (Atthangika Magga), yang adalah Jalan Tengah (Majjhima Patipadà), kepada umat manusia dan dewa.

(3) Beliau bermimpi, ada sekumpulan ulat berbadan putih dan kepala hitam perlahan-lahan merayap ke atas kaki-Nya, menutupi dari ujung kaki hingga ke lutut-Nya. Mimpi ketiga ini menandakan banyaknya orang (berkepala hitam) yang mengenakan pakaian putih menghormati dan berlindung (Màhasaranàgaumana) kepada Buddha.

(4) Beliau bermimpi, empat jenis burung berwarna biru, keemasan, merah, dan abu-abu terbang datang dari empat penjuru dan sewaktu mereka turun dan berdiri di atas kedua kaki-Nya, semua burung-burung itu berubah menjadi putih. Mimpi keempat menandakan kasta-kasta dari empat kasta dalam masyarakat, yaitu, kasta kesatria, kasta brahmana, kasta waisya, dan kasta sudra, dapat melaksanakan ajaran Buddha, menjadi bhikkhu dan mencapai Kearahattaan.

(5) Beliau bermimpi bahwa Beliau sedang berjalan mondar-mandir, ke sana kemari di setumpukan kotoran setinggi gunung tanpa menjadi kotor. Mimpi kelima ini menandakan perolehan empat kebutuhan, yaitu: jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan, dan memanfaatkannya tanpa terikat dan melekat pada mereka.

~RAPB 1, pp. 589-591~
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: nyanadhana on 30 October 2008, 02:57:11 PM
Pertanyaan saya. apakah Mara adalah sebuah personal ? jika iya ,Mara telah banyak mencelakakan praktek orang yang ingin mencapai kesucian dan juga usaha mengganggu Buddha,kenapa tidak masuk ke neraka Avici?sedangkan Devadatta yang bisa dikatakan oleh Mara menjadi haus akan kekuasaaan malah dilempar ke Avici.
Apakah Mara itu? sebagai personal atau kualitas batin yang buruk?
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 30 October 2008, 03:27:51 PM
Dari Wikipedia http://en.wikipedia.org/wiki/Mara_(demon)

Ada 4 Mara:
1. Klesa-mara, atau Mara sebagai perwujudan dari sifat2 jahat.
2. Mrtyu-mara, atau Mara as kematian, dalam arti lingkaran tanpa akhir dari kelahiran dan kematian.
3. Skandha-mara, atau Mara sebagai metafora dari kehidupan yang berkondisi.
4. Devaputra-mara, atau Mara sang putera dewa, yaitu, Mara sebagai makhluk personal, bukan sebagai suatu metafora.

Mara sebagai personal memang akan masuk neraka, dan jika Mara tsb jatuh ke alam neraka, maka posisinya akan digantikan oleh Mara yg baru lagi.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Lily W on 31 October 2008, 04:22:13 PM
MARA 5 ( 5 macam rintangan/halangan), yaitu :
1. Khanda (Skhandha) : lima kelompok kehidupan
2. Kilesa (Klesa) : Nafsu-nafsu/kekotoran batin
3. Abhisankhara (Abhisamskara) : Pencipta-pencipta besar
4. Maccu (Mrtyu) : Kematian
5. Devaputta (Devaputra) : Makhluk-makhluk yang tidak terlihat

Keterangan :
~Lima kelompok kehidupan atau di dlm istilah yang lebih umum di sebut nama dan rupa, di sebut sebagai salah satu dari rintangan-rintangan atau halangan2 karena mereka adalah sebab2 dari penderitaan sedemikian jauh sehingga kadang2 seseorang merasa bosan akan mereka dan mencoba untuk melakukan usaha-usaha bunuh diri
~Nafsu2 adalah juga termasuk kelompok2 rintangan lain karena mereka mempunyai kekuatan mengikat dan merusak pikiran2 yang berada di bawah pengaruh2 mereka
~Pencipta-pencipta besar, di sini terutama menunjukkan segi yang tidak baik karena kekuatan2 melemahkannya. Suatu contoh dapat di lihat pada seorang yg, selama saat di mana perbuatan2 jahat atau buruk menguasai dirinya, kehilangan kekuatan menahan diri sehingga terseret oleh mereka
~Bahwasannya kematian di anggap sebagai suatu halangan adalah jelas dimana terbukti bahwa kesempatan untuk memupuk kebaikan menjadi terhalang atau terhenti. Mungkin salah satu contoh  yg paling baik adalah bekas guru-guru Sang Buddha, Alara dan Uddaka, yang kesempatan mereka untuk memahami Dhamma menjadi hilang karena kematian mereka beberapa saat saja sebelum Sang Buddha mencapai penerangan Sempurna. Seandainya mereka masih tetap hidup dan mendengarkan ajaran Sang Buddha, mereka pasti akan mengertinya dengan segera, karena telah memiliki suatu tingkat perkembangan batin yang cukup maju.
~Makhluk2 yg tidak terlihat, di sini diterjemahkan dari istilah Devaputta, yg secara harafiah berarti para dewa. Ini harus dibatasi pada macam2 makhluk jahat yang memiliki kemauan jahat dan cenderung untuk menganggu manusia (tetapi  karena hal itu mereka tidak seharusnya di sebut para deva atau devaputta dan sebaliknya mereka harus di sebut para hantu, setan atau istilah2 lain yg demikian. itulah sebabnya istilah itu di sini lebih disukai dengan arti yg netral : Makhluk2 yang tidak terlihat).

Catatan :
1. Macam mara atau rintangan yang pertama (lima kelompok kehidupan) seharusnya juga menyatakan kenyataan kebalikan bahwasannya bagi kebanyakkan orang, lima kelompok kehidupan adalah lebih menyenangkan dan lebih menarik daripada sifat menjijikkan atau kotor; dan inilah sebabnya mengapa lima kelompok kehidupan merupakan suatu perintang atau penghalang besar karena dalam satu hal yg demikian mereka nampak lebih kuat untuk merintangi atau menghalangi usaha2 apapun yang dilakukan Sang Siswa untuk menyadari sifat mereka yang sebenarnya.
2. Macam yang kelima, makhluk2 yang tidak terlihat, menunjukkan pada mereka yang memiliki kelahiran secara spontan. Biasanya itu menunjukkan macam2 makhluk jahatdan cenderung untuk mencelakai atau menganggu manusia. tetapi di dalam pandangan mutlak atau tujuan terakhir diatas keduniawian, macam makhluk2 yg baik, yg berdiam di dalam alam2 kedevaan, kadang2 mereka secara tidak diketahui merupakan suatu rintangan atau halangan dimana mereka (atau perhubungan dengan mereka) dapat menjadikan sebab kemelekatan, dengan demikian akan menghambat kemajuan sang siswa untuk maju lebih jauh, untuk mencapai tujuan teakhir di atas keduniawian. Ini di sebut demikian terutama bagi mereka yang mencari keadaan tanpa kematian atau nibbana.
(Visuddimagga 211 Theragatha Atthakatha II.16,46)

Sumber :
Kamus Umum Buddha Dhamma (pali-sanskerta-indonesia) Penyusun PANJIKA

Semoga bermanfaat...
_/\_ :lotus:

Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 01 November 2008, 11:22:54 AM
Penjelasan Rinci halaman 3121,

"Dari penjelasan di atas bahwa satu mahàkappa terdiri dari empat asaïkhyeyya kappa, dan satu asaïkhyeyya kappa terdiri dari 84 antara kappa. Sehingga satu mahàkappa sama dengan 256 antara kappa menurut perhitungan manusia."

Seharusnya 64.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 01 November 2008, 04:55:46 PM
 [at] Kainyin: lamo tak besuo, bertapa dimana?

Thanks atas koreksinya, menurut informasi terakhir, cetakan kedua sudah sampai di mesin percetakan, jadi koreksi ini mungkin akan di-apply untuk cetakan ke-3. Anumodana
Title: Welas asih Bodhisatta
Post by: Yumi on 01 November 2008, 07:03:03 PM
(1) Sa pàdamule kilantam passanto tarunam sutam pitàvudikkhi tam Màram, Mettàyanto dayàparo

Seorang ayah yang penuh welas asih tidak akan menunjukkan kemarahan sedikit pun kepada putranya yang nakal, bahkan sebaliknya ia akan merangkulnya, memangkunya dan menidurkannya di pangkuannya dengan cinta kasih dan welas asih seorang ayah terhadap anaknya.

Demikian pula, Bodhisatta mulia memperlihatkan kesabaran terhadap semua perbuatan buruk dari Màra jahat, tidak sedikit pun merasa sedih; dan Beliau melihat Màra tanpa rasa takut tetapi dengan penuh cinta kasih dan welas asih.

~RAPB 1, p. 608~
Title: Welas asih Bodhisatta
Post by: Yumi on 01 November 2008, 07:07:35 PM
(2) Tadà so àsabhim vàcam, sihanàdam nadi muni
     Na jànàti sayam mayham, dàsabhàvampayam khalo

(3) Yena kenaci kammena, jàto devapure vare
     sakam gatim ajànanto, lokajetthomhi mannati

Ketika Màra mendekati-Nya disertai bala tentara-Nya dan menghina-Nya, Beliau berkata dengan tegas, “Màra jahat ini tidak sadar bahwa ia sebenarnya telah menjadi pelayan-Ku; terlahir di Alam Dewa Vasavatti hanya karena sedikit kebajikan, namun tidak menyadari umur kehidupannya, waktu kematiannya, dan alam sengsara yang menunggunya setelah kematiannya, ia berpikir, ‘Aku kekal; Akulah satu-satunya yang mengatur seluruh alam dunia.’

Ia tidak pernah merenungkan, tidak pernah menyadari, keadaannya yang menyedihkan dan risiko terjatuh ke alam sengsara. Karena kebodohannya, ia berani melakukan kejahatan seperti ini.”

~RAPB 1, p. 608~
Title: Welas asih Bodhisatta
Post by: Yumi on 01 November 2008, 07:20:06 PM
(4) Anantalokadhàtumhi
     sattànam hi katam subham
     mayheka Pàramitàyàpi
     kalam nàgghati solasim

(5) Tiracchàno saso hutvà
     disvà yàcakamàgatam
     pacitvàna sakam mamsam
     patitoggimhi dàtave

Jika kumpulan jasa-jasa baik seluruh makhluk-makhluk di seluruh alam semesta yang tidak terhitung banyaknya ditempatkan di satu sisi dari sebuah timbangan kebijaksanaan dan kumpulan jasa-jasa baik yang Kulakukan dalam bentuk Pàrami, ditempatkan di sisi lainnya, kumpulan jasa-jasa baik dari seluruh makhluk tidak dapat menyamai bahkan seper dua ratus lima puluh enam (1/256) dari jasa-jasa baik yang dihasilkan dari satu Pàrami yang Kulakukan.

Benar! Bahkan dalam kehidupan-Ku sebagai kelinci di alam binatang, Aku telah dengan sengaja melompat ke dalam kobaran api untuk memberikan daging-Ku yang telah matang dengan penuh kegembiraan ketika Aku melihat ia yang mengharapkan daging-Ku.

[...] Kedengarannya sombong; namun kenyataannya, tidak demikian; kata-kata itu adalah wajar dan benar.
Penjelasannya, manusia selain Bodhisatta biasanya melakukan kebajikan dengan mengharapkan kebahagiaan sebagai manusia atau dewa. (Bahkan para umat Buddha yang terlahir sebagai manusia pada masa kehidupan seorang Buddha, dan yang mengetahui bahwa perbuatan dàna yang dilakukan dengan harapan kebahagiaan dalam kehidupan selanjutnya, vattanissita dàna, tidaklah sangat bermanfaat dibandingkan dengan perbuatan dàna yang dilakukan dengan tujuan mencapai Nibbàna, vivattanissata dàna, dalam pikiran bawah sadar mereka, mereka menginginkan kehidupan yang lebih baik dan berbahagia meskipun mereka tidak menunjukkannya dengan jelas saat melakukan dàna itu).

Kebajikan yang dilakukan oleh makhluk lain menghasilkan kelahiran yang tetap berada dalam lingkaran penderitaan; hal ini seolah-olah orang-orang ini menghabiskan kekayaan jasa mereka dalam kehidupan di alam manusia, kebahagiaan manusia, kehidupan di alam surga, kebahagiaan surgawi. Bagaikan seseorang yang menghabiskan uangnya untuk kebutuhan pribadinya setiap kali ia memperoleh uang dan tidak mampu menabung, semua makhluk selain Bodhisatta, yang berbahagia dalam penderitaan lingkaran kehidupan, vattàbhirata, adalah orang-orang miskin yang tidak memiliki kekayaan kebajikan.

Sedangkan Bodhisatta, Beliau hanya bercita-cita untuk mencapai Kebuddhaan, setiap kali Beliau melakukan kebajikan untuk memenuhi Pàrami; hasilnya, semua kebajikan yang dilakukan oleh Bodhisatta tetap utuh tidak berkurang dalam batin-Nya sebagai suatu jasa (kammasamangi) selama belum menghasilkan Buah Sabbannuta Nàna.

Oleh karena itu, bagaikan seseorang yang tidak menghambur-hamburkan simpanan uangnya namun menabung uangnya yang dikumpulkan menjadi semakin kaya hari demi hari, demikian pula Bodhisatta memiliki kekayaan kebajikan yang semakin bertambah, kelahiran demi kelahiran, menjadi seorang yang paling kaya dalam hal kekayaan jasa.

Seorang kaya yang memiliki banyak crore uang tidak dapat dibandingkan dengan sekumpulan orang miskin dan melarat dalam hal kekayaan; mereka pasti akan kalah dalam perbandingan ini.

Demikian pula, seorang Bodhisatta kaya yang memiliki kekayaan jasa yang tidak terkatakan yang berasal dari Kesempurnaan tidak dapat dibandingkan dalam hal kebajikan dengan kekayaan jasa yang dimiliki oleh semua makhluk di seluruh alam semesta yang tidak terhingga banyaknya; mereka pasti terkalahkan karena mereka miskin dalam hal kebajikan karena mereka menghabiskannya semua begitu mereka memperolehnya sewaktu mereka memperoleh kehidupan yang baik, (bhavasampatti), dan menikmati kesenangan (bhogasampatti). Oleh karena itu kata-kata tegas Bodhisatta (seperti di atas) tidaklah berlebihan; adalah sesuatu yang wajar dan benar adanya.

~RAPB 1, pp. 608-611~
Title: Welas Asih Bodhisatta
Post by: Yumi on 03 November 2008, 01:16:25 PM
(6) Evam anantapunnehi, siddham dehamimam pana
     yathàbhutam ajànanto, manussoti hi mannati

Màra tidak tahu, manusia seperti apakah Aku ini; bahwa Aku memiliki pribadi yang seperti ini dalam kehidupan ini adalah sebagai hasil dari kebajikan-kebajikan yang telah Kulakukan. Dan dia pikir Aku hanyalah manusia biasa.

(7) Nàham namusso nàmanussi, na Brahmà na ca devatà
     Jaràmaranam lokassa, dassetum panidhàgato

Sebenarnya, Aku bukanlah manusia biasa berumur 7 hari; Aku juga bukan raksasa, atau brahmà atau dewa. Aku dikandung dalam rahim seorang perempuan meskipun Aku bukan seorang manusia biasa berumur tujuh tahun untuk menunjukkan penderitaan karena usia tua, sakit, dan kematian dalam lingkaran kelahiran kepada semua makhluk.

Untuk lebih jelas: tidak dapat dikatakan bahwa Bodhisatta adalah seorang manusia, raksasa, dewa, Màra atau brahmà. Karena makhluk-makhluk ini tidak memiliki tugas dan kewajiban seperti yang dilakukan oleh Bodhisatta. [...]

Penjelasan lebih lanjut: tidak ada dewa, Màra, brahmà atau suatu pribadi (Atta) yang dapat tercipta atau menciptakan makhluk-makhluk. Kenyataannya, itu adalah karena kemelekatan, tanhà, yang timbul dari batin masing-masing individu, yang bertanggung jawab atas kelahiran yang berulang-ulang (patisandhi). Juga karena kekuatan kemelekatan yang menyebabkan terjadinya perbuatan-perbuatan baik dan buruk.

Lebih jelasnya: Suatu perbuatan (kamma) adalah bagaikan tanah di (ladang); kesadaran (vinnàna) yang menyertainya adalah bagaikan benih; kemelekatan atau keserakahan (tanhà atau lobha) adalah bagaikan air. Melalui kombinasi tanah, benih, dan air muncullah tunas dari suatu pohon.

Demikian pula, melalui kombinasi tanah kamma, benih vinnàna, dan air tanhà atau lobha muncullah makhluk-makhluk. Jika tidak ada air tanhà atau lobha, meskipun ada tanah kamma dan ada benih vinnàna, tunas dari suatu pohon kelahiran tidak akan terjadi.

Oleh karena itu, Para Arahanta mulia yang telah melenyapkan air tanhà atau lobha tidak akan terlahir lagi.
Dengan demikian, makhluk-makhluk yang tercipta karena tiga penyebab ini, dikuasai oleh banjir penderitaan seperti kelahiran, dan lain-lain. Bodhisatta adalah seseorang yang ingin melenyapkan semua penderitaan ini yang diderita oleh makhluk-makhluk.

Akar penyebab dari semua penderitaan seperti kelahiran, dan lain-lain adalah kemelekatan (tanhà);
jika kemelekatan dicabut, kelahiran tidak akan terjadi.
Jika kelahiran tidak terjadi, usia tua, kematian, dan lain-lain juga tidak terjadi.

Oleh karena itu, hanya kemelekatan yang harus dihilangkan terlebih dahulu; dan karena berkembangnya kebodohan (moha), kemelekatan dari makhluk-makhluk yang menginginkan kebahagiaan melalui enam objek indria, (àramanà), seperti objek-objek penglihatan (rupàrammana), dan lain-lain, sebagai suatu yang kekal (nicca sannà), penuh kebahagiaan (sukha sannà), menyenangkan (subha sannà) atau bertahan lama (atta sannà).

Dan kemelekatan hanya dapat disingkirkan jika cacat dari enam objek indria, penyebab utama kemelekatan, dapat terlihat jelas.

Cacat dari enam objek indria ini adalah ketidakkekalan, dan lain-lain, yang menjadi sifatnya.
Sifat ketidakkekalan ini hanya dapat terlihat jelas ketika (sifat-sifat dari) usia tua dan kematian terlihat jelas;
hanya jika usia tua dan kematian dapat terlihat maka cacat dari enam objek indria ini seperti ketidakkekalan, dan lain-lain dapat terlihat pula;
dan hanya jika cacat dari enam objek indria ini terlihat maka kemelekatan dan keserakahan yang menempel pada enam objek indria ini dapat dilepaskan.
Hanya jika kemelekatan dan keserakahan dilepaskan maka penderitaan samsàra seperti kelahiran dan lain-lain, dapat dilenyapkan.
Dan oleh karena itu, Bodhisatta turun ke alam manusia ini dan dikandung di dalam rahim mirip teratai dari Ratu Màyà, untuk menunjukkan sifat-sifat dari usia tua dan kematian yang membentuk dasar dan merupakan faktor penting dalam melenyapkan penderitaan samsàra.

Penjelasan lebih lanjut: Jika Bodhisatta, terlahir sebagai dewa atau brahmà, dan mengajarkan (sifat-sifat dari usia tua dan kematian) dan memperlihatkan keajaiban, makhluk-makhluk lain tidak akan mempercayainya, [...] Ia dapat melakukan semua keajaiban. Jadi ajaran-ajarannya atau pertunjukan keajaibannya bukanlah suatu hal yang luar biasa.”

Seperti yang disaksikan oleh banyak orang; Bodhisatta dilahirkan oleh Ratu Màyà; ketika menginjak usia dewasa, Beliau menikmati kenikmatan indria; ketika putra-Nya lahir, Beliau meninggalkan putra-Nya, melepaskan keduniawian dan menjadi petapa; setelah mempraktikkan dukkaracariya, Beliau akhirnya mencapai pengetahuan mengenai Jalan dan Kemahatahuan (menjadi Buddha). Ketika, Beliau mulai mengajar Dhamma, atau mengajarkan sifat-sifat dari usia tua dan kematian, atau menjelaskan tiga karakteristik (anicca, dukkha, anatta), semua manusia mendengarkan ajaran-Nya dengan penuh hormat, dengan berpikir, “Bahkan manusia mulia ini, yang memiliki kekuasaan dan kebijaksanaan yang luar biasa, mengetahui semua segi Dhamma, tidak dapat mengalahkan usia tua, penyakit, dan kematian, apalagi kita?”

“Buddha kita, yang mengajarkan cara untuk menghindar dari penderitaan seperti kelahiran, dan lain-lain, sesungguhnya benar-benar memahami, (sifat dari segala sesuatu)!
Sesungguhnya Nibbàna, di mana tidak ada lagi penderitaan seperti kelahiran, dan lain-lain adalah sangat membahagiakan!”

Dengan keyakinan ini mereka mengikuti ajaran Bodhisatta dengan penuh ketekunan dan mereka melihat jelas tubuh attabhava ini, yang merupakan lima kelompok kemelekatan, upadanakkhandha, adalah dukkha, dan asal mula dukkha; mereka juga melihat jelas cacat dari kemelekatan dan keserakahan yang menyebabkan terciptanya tubuh ini yang merupakan lima kelompok kemelekatan.

Setelah melihat jelas hal-hal ini, makhluk-makhluk akan menjadi takut, malu, dan jijik akan kemelekatan, yang disebut Kebenaran Tentang Penyebab Dukkha (Samudaya Saccà); dan juga dengan lima kelompok kemelekatan; yang disebut Kebenaran Tentang Dukkha (Dukkha Saccà); timbul karena kemelekatan; dan mereka akan melenyapkan penyebab kemelekatan secara total.
Setelah melakukan ini, mereka akan dapat mencapai Nibbàna (Anupàdaparinibbàna), lenyapnya dukkha secara total. [...]

~RAPB 1, pp. 611-614~
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 03 November 2008, 06:00:48 PM
[at] Kainyin: lamo tak besuo, bertapa dimana?

Thanks atas koreksinya, menurut informasi terakhir, cetakan kedua sudah sampai di mesin percetakan, jadi koreksi ini mungkin akan di-apply untuk cetakan ke-3. Anumodana

Indra,

Saya memang sudah tidak berdiskusi lagi. Saya tidak bertapa di mana-mana kok :)
Sebetulnya banyak saya temukan kesalahan cetak minor dari RAPB ini. Semoga untuk cetakan berikutnya sudah dikoreksi.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 03 November 2008, 07:52:21 PM
[at] Kainyin: lamo tak besuo, bertapa dimana?

Thanks atas koreksinya, menurut informasi terakhir, cetakan kedua sudah sampai di mesin percetakan, jadi koreksi ini mungkin akan di-apply untuk cetakan ke-3. Anumodana

Saya memang sudah tidak berdiskusi lagi. Saya tidak bertapa di mana-mana kok :)
Sebetulnya banyak saya temukan kesalahan cetak minor dari RAPB ini. Semoga untuk cetakan berikutnya sudah dikoreksi.

Kalau tidak merepotkan, mohon Bro kainyn sudi mendaftar, semua kesalahan yg bro temukan, agar kami dapat melakukan revisi pada cetakan selanjutnya.

Thanks Bro
Indra,

 _/\_
Title: Penembusan Tiga Pengetahuan: Pu, Di, A
Post by: Yumi on 04 November 2008, 12:56:46 PM
Setelah memenangkan pertempuran melawan Màra Vasavatti yang juga dikenal dengan Devaputta Màra sebelum matahari terbenam pada hari purnama di bulan Vesàkha tahun 103 Mahà Era, Bodhisatta menembus tiga pengetahuan, (vijja) , dengan urutan sebagai berikut: Pengetahuan mengenai kehidupan-kehidupan lampau (Pubbenivasanussati Nàna) di jaga pertama malam itu; mata-dewa (Dibbacakkhu Nàna), di jaga pertengahan malam itu; dan pengetahuan akan padamnya perbuatan buruk (âsavakkhaya Nàna) di jaga terakhir malam itu, dan mencapai Kebuddhaan di jaga terakhir malam itu juga di malam purnama bulan Vesàkha.

Bagaimana Pubbenivasanussati Abhinnà (Pu) Dicapai

Selagi Beliau duduk di atas singgasana tidak terlihat, [...], Bodhisatta lupa akan para dewa dan brahmà yang mengelilingi-Nya memenuhi 10.000 alam semesta yang datang untuk memberikan penghormatan pada-Nya. Karena Beliau hanya merenungkan Dhamma, usaha-Nya (viriya) tidak berkurang dan sangat tajam; kesadaran-Nya (sati) kokoh dan jernih, dan Beliau secara jasmani dan batin sangat tenang dan damai. Demikianlah, Beliau mencapai dan berdiam lagi dalam Jhàna Pertama Rupavacara.

Kelompok batin Bodhisatta yang tenggelam dalam Jhàna Pertama sama sekali terbebas dari rintangan (nivarana) dan tidak terikat oleh objek-objek indria (vatthu-kàma), kenikmatan indria (kilesa-kàma), kepuasan kegembiraan (piti), dan kebahagiaan (sukha) yang muncul dalam diri-Nya dengan mendalam.

Dan lagi, ketika Bodhisatta mencapai dan berdiam dalam Jhàna Kedua Rupavacara, kelompok batin-Nya terbebas dari pergolakan dan gangguan-gangguan batin (vitakka dan vicàra).

Dan lagi, ketika Bodhisatta mencapai dan berdiam dalam Jhàna Ketiga Rupavacara, bahkan piti yang muncul dalam batin-Nya menghilang dan Beliau berdiam hanya dalam kebahagiaan (sukha vedanà). Sama sekali tidak terikat akan kebahagiaan yang tertinggi, Beliau memperoleh keadaan batin yang seimbang (Tatramajjhattatà) atau (Jhànupekkha). Perhatian-Nya menjadi sangat jernih dan kebijaksanaan Pandangan Cerah-Nya, sangat tajam.

Dan lagi, ketika Bodhisatta mencapai dan berdiam dalam Jhàna Keempat Rupavacara, karena Beliau telah menghancurkan penderitaan dan kenikmatan jasmani dan batin dari kelompok batin-Nya, Beliau berdiam dan mengamati objek-objek indria dengan tenang dan penuh keseimbangan (upekkha vedanà). Dengan kebajikan upekkha vedanà ini dan keadaan batin Tatramajjhattatà, faktor-faktor batin seperti kesadaran, dan lain-lain yang merupakan bagian dari Jhàna Keempat menjadi jernih bagaikan cahaya bulan.

~RAPB 1, pp. 622-627~
Title: 8 Kualitas Batin Bodhisatta
Post by: Yumi on 04 November 2008, 01:06:44 PM
Jika meninjau kelompok-kelompok batin Bodhisatta, akan terlihat bahwa, sewaktu Beliau mempraktikkan dukkaracariya selama enam tahun, batin-Nya sangat murni, tidak ternoda oleh tiga pikiran jahat (miccha vitakka), yaitu: pikiran kenikmatan indria (kàma vitakka), pikiran dengki (vyàpàda vitakka), pikiran jahat (vihimsa vitakka), sehingga Màra tidak berkesempatan (untuk mengecam-Nya).

Lagi, sewaktu Beliau menghabiskan hari-Nya di hutan sàla pada hari purnama di bulan Vesàkha, hari Beliau akan mencapai Pencerahan Sempurna, batin-Nya layak dihormati, karena telah dimurnikan oleh pencapaian delapan Lokiya Jhàna.

Terlebih lagi, ketika semua dewa dan brahmà dari 10.000 alam semesta berkumpul di alam semesta ini, dan memberikan penghormatan sewaktu Beliau duduk di atas singgasana tidak terlihat setelah mengalahkan Devaputta Màra, Beliau tetap tidak memedulikan mereka, terus-menerus berkonsentrasi hanya pada Dhamma. Dan, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kelompok-kelompok batin Bodhisatta, yang sekali lagi mencapai dan berdiam dalam Jhàna Keempat Rupavacara, (sebuah prestasi dari Ia yang memiliki kecerdasan tajam) memperkuat daya konsentrasi-Nya dengan konsentrasi Jhàna Keempat Rupavacara sebagai berikut:

1. Dengan kemurnian kondisi batin Jhàna Keempat (Rupa Jhàna cittuppàda), batinnya benar-benar murni selama berlangsungnya proses ini.

2. Sehubungan dengan kemurnian ini, terlihat kilauan seperti emas yang baru digosok.

3. Setelah menyingkirkan kebahagiaan dan kegembiraan (sukha somanassa), yang merupakan penyebab keserakahan (lobha).

4. Bebas dari kotoran dan noda batin yang membawa kepada bebasnya ketidakmurnian yang mengotori dan menindas batin (upakkilesa).

5. Karena dikendalikan oleh lima jenis keterampilan untuk menguasai pikiran-Nya (vasibhàva) dan karena dijinakkan dan dilatih dalam empat belas cara, batin Bodhisatta menjadi lunak, lembut sehingga mudah menuruti keinginan-Nya bagaikan sepotong kulit yang lunak.

6. Karena lunak dan lembut, bagaikan emas murni yang baru digosok, yang lunak sehingga mudah dibentuk dan disesuaikan dalam bentuk hiasan-hiasan yang diinginkan, batin Bodhisatta dengan mudah menuruti keinginan-Nya, sehingga memudahkan-Nya melakukan perenungan, mengingat kembali peristiwa-peristiwa dalam kehidupan lampau, atau melihat seolah-olah mata-dewa, objek-objek yang sangat jauh, yang tersembunyi dan yang sangat kecil.

7. Karena terlatih, sehingga tak kehilangan kualitas-kualitas di atas, batin-Nya tetap kokoh dalam kualitas-kualitas ini; atau tetap lunak dan lentur untuk mencapai apa pun yang diinginkan, batin-Nya tetap menuruti keinginan Bodhisatta.

8. Karena kokoh, batin-Nya tidak tergoncangkan; atau batin-Nya sangat kuat dalam hal keyakinan (saddhà), usaha (viriya), perhatian (sati), konsentrasi (samadhi), dan sinar kebijaksanaan (pannà). Dengan demikian, batin-Nya sama sekali tidak tergoyahkan oleh kurangnya keyakinan, kemalasan, sifat tidak peduli, kegelisahan, kebodohan, dan kegelapan yang muncul dari kotoran batin; dengan kata lain, kurangnya keyakinan, dan lain-lain, tidak dapat muncul sekecil apa pun dalam batin Bodhisatta.

Penjelasan lain:

1. Batin Bodhisatta kokoh di dalam Jhàna Keempat.

2. Sangat murni dan bebas dari rintangan (nivarana).

3. Mengatasi faktor-faktor Jhàna yang kasar (Jhànanga) seperti, vitakka, vicàra, dan lain-lain yang mengacaukan dan mengganggu pikiran, batin-Nya murni sehingga nyaris berkilap.

4. Bebas dari segala kotoran seperti kesombongan (màna), tipuan (màyà), pengkhianatan (sàtheyya), dan lain-lain yang cenderung timbul karena pencapaian Jhàna.

5. Juga bebas dari sifat iri hati (abhijjhà), dan lain-lain yang membentuk kondisi yang menyebabkan munculnya kotoran batin (upekkilesa).

6. Lunak dan mudah diarahkan, setelah memperoleh lima penguasaan (vasibhàva).

7. Setelah menjadi dasar bagi semua jenis kekuatan batin (iddhi), batin-Nya dapat menuruti apa pun yang diinginkan oleh Bodhisatta.

8. Setelah disempurnakan melalui pengembangan batin (bhàvanà), batin-Nya tidak tergoyahkan dan tetap kokoh.

Batin Bodhisatta yang memiliki delapan kualitas ini, sangatlah mudah, hanya diperlukan sedikit dorongan, untuk dapat menembus Dhamma yang harus ditembus menggunakan Abhinnà. Ketika batin-Nya di arahkan kepada objek Abhinnà, pikiran-Nya yang didasarkan atas Abhinnà ini (Abhinnà Javana) akan muncul dengan mudah.

~RAPB 1, pp. 627-630~
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 04 November 2008, 01:10:33 PM
Kalau tidak merepotkan, mohon Bro kainyn sudi mendaftar, semua kesalahan yg bro temukan, agar kami dapat melakukan revisi pada cetakan selanjutnya.

Thanks Bro
Indra,

 _/\_
Ini yang baru saya baca, selanjutnya saya kirim lagi kalau saya temukan.

Hal. 2438
Kemudian Kelompok Lima itu melihat bahwa kehidupan semua Bodhisatta telah dinodai oleh Bodhisatta,
-> Saya tidak mengerti maksudnya.

2439
Demikianlah Buddha berdiam di tujuh tempat dan karena permohonan Brahmà Sahampati
-> Ini saya tidak yakin. Setahu saya, berdiam selama tujuh hari di satu tempat.

2451
Ciptakanlah sebuah peti mati berukuran sembilan yojanà dan hiaslah dengan kubah!”
-> Jika peti itu berukuran sembilan yojana, bagaimana para gajah membawanya?

2464
Khusunya, Pañisambhidàmagga Pàëi, Mahàniddesa Pàëi dan Cåëàniddesa Pàëi yang berisikan kata-kata Thera Sàriputta.

2470
Anak itu, Uparevata, mendatangi neneknya Rupasàri dan berkat,

2492
Kehidupan Sebagai Brahmana Ekasitaka

2496
Berpikir demikian, ia memberikan segala jenis benda-benda berguna kepada sangbrahmana,
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 04 November 2008, 07:19:27 PM
Ini yang baru saya baca, selanjutnya saya kirim lagi kalau saya temukan.

Hal. 2438
Kemudian Kelompok Lima itu melihat bahwa kehidupan semua Bodhisatta telah dinodai oleh Bodhisatta,
-> Saya tidak mengerti maksudnya.

Sang Bodhisatta dalam pertapaannya bersama Kelompok Lima, pada saat itu mulai meninggalkan praktik pertapaan keras dan mulai makan seperti biasa, inilah yang dimaksudkan oleh Kelompok Lima bahwa Sang Bodhisatta dianggap telah menodai kehidupan yang dipraktikkan oleh semua Bodhisatta. karena menurut mereka seharusnya Sang Bodhisatta tetap konsisten dengan praktik pertapaan keras itu.

Quote
2439
Demikianlah Buddha berdiam di tujuh tempat dan karena permohonan Brahmà Sahampati
-> Ini saya tidak yakin. Setahu saya, berdiam selama tujuh hari di satu tempat.

Kalimat ini memang kurang lengkap, tapi mungkin penulis beranggapan bahwa pembaca sudah mengetahui makna lengkapnya. yang dimaksudkan adalah "berdiam di tujuh tempat masing2 selama tujuh hari".

Quote
2451
Ciptakanlah sebuah peti mati berukuran sembilan yojanà dan hiaslah dengan kubah!”
-> Jika peti itu berukuran sembilan yojana, bagaimana para gajah membawanya?
Mungkin saja pasukan gajah dalam jumlah yg cukup besar mengangkatnya bersama2 di atas punggung mereka, dan jangan lupa bahwa para dewa juga terlibat di sini.

untuk bagian selanjutnya, thanks atas informasinya.
 _/\_
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 05 November 2008, 08:40:19 AM
Quote
2439
Demikianlah Buddha berdiam di tujuh tempat dan karena permohonan Brahmà Sahampati
-> Ini saya tidak yakin. Setahu saya, berdiam selama tujuh hari di satu tempat.
Kalimat ini memang kurang lengkap, tapi mungkin penulis beranggapan bahwa pembaca sudah mengetahui makna lengkapnya. yang dimaksudkan adalah "berdiam di tujuh tempat masing2 selama tujuh hari".
Ya, terima kasih atas info-nya. Ternyata memang ada dijelaskan dari halaman 653-680.


Ini yang lainnya:
2537
Tiga pengetahuan Pubbenivàsa ñàna olehku, Anuruddhà, aku telah melatih dan
-> bisa dijelaskan maksudnya?


2562
Buddha dan para bhikkhu yang berdiam di dalam Nirodha Samàpatti Jhàna, memegang payung bunga, menaungi mereka oleh para petapa


2570
“Adalah wajar dalam transaksi jual beli bahwa si pembeli tidak
menghargai benda yang diantarkan oleh si penjual meskipun benda itu adalah benda yang baik dan bernilai tinggi.” Si pembeli
berusaha untuk membeli dengan harga yang sangat murah.
-> Di sini diberi tanda kutip namun tidak ada pembicara ataupun referensi.

2574
Demikianlah, si adik kemudian mengundang Buddha, melakukan persembahan besar kepada Beliau selama tujuh hari. Kemudian ia mengungkapkan cita-citanya kepada Buddha, “Yang Mulia, tujuh hari yang lalu Engkau menganugerahkan gelar etadagga kepada seorang bhikkhu dengan menyatakan ‘Bhikkhu ini adalah yang terbaik dalam masa pengajaran-Ku yang memiliki dua kualitas, yaitu, kemampuan menciptakan tubuh melalui pikiran dan terampil dalam Rupàvacara Jhàna. Sebagai hasil dari kebajikan yang kulakukan secara khusus ini, semoga aku juga mendapatkan dua kualitas itu.”
Antara kutipan Buddha [...Rupàvacara Jhàna.] dan isi tekadnya [Sebagai hasil...], kekurangan tanda kutip.

2588
(Ketika para bhikkhu lain mencipatkan tubuh melalui kekuatan batin,

2592
ia akan berdiam dalam Màtta-Jhàna
->mettà

2602
“Bhikkhu Revata sungguh adalah seoang yang memiliki

Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 05 November 2008, 09:30:40 AM
Ini yang lainnya:
2537
Tiga pengetahuan Pubbenivàsa ñàna olehku, Anuruddhà, aku telah melatih dan
-> bisa dijelaskan maksudnya?
Tiga Pengetahuan Pu, Di, A: Pubbenivasa (Nana 1)=Pengetahuan kehidupan lampau, Dibbacakkhu (Nana 2)=Mata Dewa, pengetahuan melihat kematian dan kelahiran makhluk2, 
Asavakkhaya (Nana 3)= Arahatta Magga Nana.
baca RAPB 1, hal 622-635

Quote
2562
Buddha dan para bhikkhu yang berdiam di dalam Nirodha Samàpatti Jhàna, memegang payung bunga, menaungi mereka oleh para petapa
Peristiwa ini sama dengan yang telah dijelaskan dalam kissah Sariputta Thera, jadi tidak perlu diulangi.

Quote
2570
“Adalah wajar dalam transaksi jual beli bahwa si pembeli tidak
menghargai benda yang diantarkan oleh si penjual meskipun benda itu adalah benda yang baik dan bernilai tinggi.” Si pembeli
berusaha untuk membeli dengan harga yang sangat murah.
-> Di sini diberi tanda kutip namun tidak ada pembicara ataupun referensi.
Ini adalah komentar penulis berdasarkan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat, menurut Bro Kainyn, bagaimanaah penulisan yg benar?

 _/\_

Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 05 November 2008, 10:39:22 AM
Ini yang lainnya:
2537
Tiga pengetahuan Pubbenivàsa ñàna olehku, Anuruddhà, aku telah melatih dan
-> bisa dijelaskan maksudnya?
Tiga Pengetahuan Pu, Di, A: Pubbenivasa (Nana 1)=Pengetahuan kehidupan lampau, Dibbacakkhu (Nana 2)=Mata Dewa, pengetahuan melihat kematian dan kelahiran makhluk2, 
Asavakkhaya (Nana 3)= Arahatta Magga Nana.
baca RAPB 1, hal 622-635
Ya, yang saya tahu adalah Tiga Pengetahuan (Tevijja), salah satunya Pubbenivàsanusati ñàna, lainnya adalah Dibbacakkhu ñàna, dan Asavakkhaya ñàna. Tetapi di situ disebutkan "Tiga Pengetahuan Pubbenivàsai ñàna", yang berarti Pubbenivàsa ñàna ada tiga. Mungkin seharusnya dikatakan "Tiga Pengetahuan (ñàna)" saja.


Quote
Quote
2562
Buddha dan para bhikkhu yang berdiam di dalam Nirodha Samàpatti Jhàna, memegang payung bunga, menaungi mereka oleh para petapa
Peristiwa ini sama dengan yang telah dijelaskan dalam kissah Sariputta Thera, jadi tidak perlu diulangi.
Bukan karena tidak diulang. Kalimat itu berarti Buddha dan para bhikkhu bermeditasi sambil memegang payung bunga. Kemudian "menaungi" adalah kata kerja aktif, sedangkan "oleh" mengikuti kata karja pasif, diikuti kemudian oleh subjek pelaku.
(e.g. "Saya ditemani oleh seorang sahabat", bukan "Saya menemani oleh seorang sahabat")


Quote
Quote
2570
“Adalah wajar dalam transaksi jual beli bahwa si pembeli tidak
menghargai benda yang diantarkan oleh si penjual meskipun benda itu adalah benda yang baik dan bernilai tinggi.” Si pembeli
berusaha untuk membeli dengan harga yang sangat murah.
-> Di sini diberi tanda kutip namun tidak ada pembicara ataupun referensi.
Ini adalah komentar penulis berdasarkan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat, menurut Bro Kainyn, bagaimanaah penulisan yg benar?
Komentar penulis tidak ditulis dalam bentuk kutipan. Misalnya pada hal 2431 dikatakan:

'Gadis, “Paman! Mengapa kalian tidak mengizinkan aku lewat?” (Orang-orang pada masa lampau selalu berbuat kebajikan selalu mengucapkan kata-kata yang sopan. Orang lain tidak mampu menolak permohonan mereka.)'

Komentar penulis "Orang-orang pada masa lampau..." tidak ditulis dalam bentuk kutipan. Sedangkan saya menggunakan tanda kutip tersebut karena saya mengutip dari halaman 2431 dan merujuk pada komentar penulis.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 05 November 2008, 10:49:58 AM
[quote author=Kainyn_Kutho link=topic=2900.msg96509#msg96509 Ya, yang saya tahu adalah Tiga Pengetahuan (Tevijja), salah satunya Pubbenivàsanusati ñàna, Dibbacakkhu ñàna, dan Asavakkhaya ñàna. Tetapi di situ disebutkan "Tiga Pengetahuan Pubbenivàsai ñàna", yang berarti Pubbenivàsa ñàna ada tiga. Mungkin seharusnya dikatakan "Tiga Pengetahuan (ñàna)" saja.

[/quote]
saya setuju, tapi demikianlah yg tertulis di text inggrisnya, saya tidak berani mengkoreksi.

Quote
2562
Buddha dan para bhikkhu yang berdiam di dalam Nirodha Samàpatti Jhàna, memegang payung bunga, menaungi mereka oleh para petapa
Bukan karena tidak diulang. Kalimat itu berarti Buddha dan para bhikkhu bermeditasi sambil memegang payung bunga. Kemudian "menaungi" adalah kata kerja aktif, sedangkan "oleh" mengikuti kata karja pasif, diikuti kemudian oleh subjek pelaku.
[/quote]
sebenarnya setiap frasa yang dipisahkan oleh tanda koma adalah peristiwa yg berdiri sendiri, tidak saling berhubungan. tapi anda benar kalimat ini walaupun bisa dimengerti oleh pembaca, namun tidak tepat. akan diperbaiki. terima kasih.
Quote
Komentar penulis tidak ditulis dalam bentuk kutipan. Misalnya
maksudnya?

Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 05 November 2008, 11:23:39 AM
Quote
Bukan karena tidak diulang. Kalimat itu berarti Buddha dan para bhikkhu bermeditasi sambil memegang payung bunga. Kemudian "menaungi" adalah kata kerja aktif, sedangkan "oleh" mengikuti kata karja pasif, diikuti kemudian oleh subjek pelaku.
sebenarnya setiap frasa yang dipisahkan oleh tanda koma adalah peristiwa yg berdiri sendiri, tidak saling berhubungan. tapi anda benar kalimat ini walaupun bisa dimengerti oleh pembaca, namun tidak tepat. akan diperbaiki. terima kasih.
Kalau tidak salah, frasa terpisah yang masih berhubungan dengan frasa sebelumnya dan tidak berdiri sendiri, dipisahkan dengan koma. Frasa yang tidak bergantung pada frasa sebelumnya dan berdiri sendiri, tetapi masih berhubungan, dipisahkan dengan titik koma.



Quote
Quote
Komentar penulis tidak ditulis dalam bentuk kutipan. Misalnya
maksudnya?
Maksudnya, sebelum selesai ketik tadi, salah pencet "alt + s", jadinya begitu  ;D
Sudah di-edit tadi.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 05 November 2008, 11:31:09 AM
Terima kasih sakali Bro Kainyn, tapi sepertinya Bro membaca dari Buku 3 dulu ya? karena saya yakin Buku 1 dan Buku 2 juga ada jutaan error. saya harus menegur editor saya nih.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 05 November 2008, 11:42:23 AM
Sama-sama, Bro Indra. Saya tidak berurutan membacanya, tapi kebetulan saya tertarik dengan para Savaka dengan gelar Etadaggam, jadi saya baca yang bagian itu dulu :)
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Lily W on 05 November 2008, 12:33:38 PM
Tiga Pengetahuan Pu, Di, A: Pubbenivasa (Nana 1)=Pengetahuan kehidupan lampau, Dibbacakkhu (Nana 2)=Mata Dewa, pengetahuan melihat kematian dan kelahiran makhluk2, 
Asavakkhaya (Nana 3)= Arahatta Magga Nana.
baca RAPB 1, hal 622-635

Itu kan sama dengan ABHINNA...

ABHINNA : Pengetahuan luar biasa atau tenaga batin, ada 6 jenis yaitu :
1. Pubbenivasanussati-nana : kemampuan untuk mengingat tumimbal lahir yang dahulu
2. Dibbacakkhu-nana : Mata deva/batin, kemampuan utnuk melihat alam-alam halus dan kesanggupan melihat muncul lenyapnya makhluk-makhluk yang bertumimbal lahir sesuai dengan kammanya masing-masing
3. Asavakkhaya-nana : Kemampuan untuk membasmi asava atau kekotoran batin
4. Cetopariya-nana : kemampuan untuk membaca pikiran makhluk-makhluk lain.
5. Dibbasota-nana : Telinga deva/batin, kemampuan utnuk mendengar suara-suara dari makhluk-makhluk yang berada di alam-alam kehidupan Apaya, manusia, deva dan brahma, yang dekat maupun yang jauh.
6. Iddhividha-nana : kekuatan magis yang terdiri dari :
a. Adhitthana-iddhi : dengan kekuatan kehendak mengubah tubuh sendiri dari satu menjadi banyak, dari banyak menjadi satu
b. Vikubbana-iddhi : Kemampuan untuk menyalin rupa, umpamanya menyalin rupa menjadi anak kecil, raksasa, membuat diri menjadi tidak tertampak
c. Manomaya-iddhi : Kemampuan mencipta dengan mengunakan pikiran, umpamanya menciptakan harimau, singa, pohon, dewi dan lain-lainnya.
d. Nanavipphara-iddhi : Pengetahuan menembus ajaran
e. Samadhivipphara-iddhi :  Konsentrasi, lebih jauh memiliki :
~ Kemampuan menembus dinding, tanah dan gunung
~ Kemampuan menyelam ke dalam bumi bagaikan menyelam ke dalam air
~ Kemampuan berjalan di atas air
~ Kemampuan melawan api
~ Kemampuan terbang di angkasa

Keterangan :
* Sang Buddha Gotama memiliki 6 Abhinna itu
* Yang dapat menimbulkan Abhinna harus orang yang mempunyai syarat-syarat sebagai berikut :
~ Mempunyai Samapatti 8  (Pencapaian / Rupa Jhana 4 & Arupajhana 4)
~ Harus mahir dalam Jhana (memiliki vasi/penguasaan 5)

(Dighanikaya III 281. Anguttaranikaya III. 280)

Sumber : Kamus Umum Buddha Dharma~Panjika

_/\_ :lotus:
Title: Pencapaian Pengetahuan Akan Kehidupan Masa Lampau
Post by: Yumi on 05 November 2008, 12:54:11 PM
Batin yang memiliki 8 kualitas dan sangat murni dan jernih dan dalam keadaan yang sempurna sehingga Abhinnà javana dapat muncul dengan mudah jika pikiran diarahkan kepada objek Abhinnà, Bodhisatta mengarahkannya kepada pengetahuan luar biasa mengenai kehidupan lampau (Pubbenivasanussati Abhinnà), yang dapat mengingat kegiatan-kegiatan, peristiwa dan pengalaman yang lampau.

Lalu, Pubbenivasanussati Abhinnà muncul dari dalam diri-Nya dengan mudah. Melalui pengetahuan luar biasa itu, Beliau dapat merenungkan dan melihat kegiatan-kegiatan, peristiwa, dan pengalaman pada kehidupan-kehidupan lampau sejak satu kehidupan yang lampau hingga kehidupan-Nya sebagai Sumedhà sang petapa; Beliau merenungkan kehidupan-kehidupan lampau-Nya dan siklus bumi ini dengan arah mundur dan arah maju hingga kehidupan-Nya sebagai Dewa Setaketu, satu kehidupan sebelum yang sekarang ini.

(Abhinnà ini dicapai dalam jaga pertama malam itu. Di sini, mungkin akan muncul keraguan, bagaimana mungkin dapat mengingat semua kejadian dan pengalaman dalam banyak kehidupan hanya dalam waktu yang sangat singkat itu, (Abhinnà javana), yang muncul hanya sekali dalam satu proses pikiran (vithi).

Jawabannya adalah: Meskipun hanya muncul sekali dalam satu saat proses pikiran, dalam satu proses pikiran kebodohan (moha), yang menyembunyikan peristiwa-peristiwa dan pengalaman dalam kehidupan-kehidupan lampau tersebut disingkirkan melalui saat munculnya pikiran tersebut. Semua peristiwa dan pengalaman yang terjadi dalam kehidupan-kehidupan itu dapat dilihat hanya setelah proses berturut-turut dari perenungan (paccavekkhanà vitthi), yang dilanjutkan oleh Abhinnà vitthi.

Bodhisatta mulia yang merenungkan kehidupan-kehidupan lampau secara berturut-turut melalui pubbenivasanussati vijjànna juga memperoleh pengetahuan luar biasa yang memastikannya mencapai Jalan Lokuttara dan Buahnya (Lokuttara Magga-Phala) dengan Pandangan Cerah penembusan seperti dijelaskan berikut:

“Sebenarnya hanya fenomena batin dan jasmani (nàma rupa) melalui kehidupan-kehidupan yang tidak terhitung banyaknya; yang awalnya tidak mungkin diketahui, dalam seluruh tiga peristiwa kelahiran, kehidupan, dan kematian, sebenarnya hanya dua fenomena nàma rupa ini saja.

Sebenarnya di semua alam kehidupan di setiap waktu, fenomena nàma rupa ini terus menerus berubah, bagaikan kobaran api dari sebuah lampu minyak atau seperti aliran air di sungai, dan melalui proses sebab dan akibat, adalah kelompok-kelompok nàma dan rupa yang melakukan berbagai fungsi seperti melihat pemandangan, mendengarkan suara, dan lain-lain.

Melalui enam pintu indra—mata, telinga, hidung, lidah, badan, dan pikiran—muncullah berbagai pengenalan dan kehendak seseorang (vinnatti) yang diungkapkan melalui gerak tubuh atau kata-kata, dan lain-lain.

(Kenyataannya) tidak ada satu pun individu yang dapat disebut ‘aku’, ‘dia’, ‘orang’, dan lain-lain. Sebenarnya tidak ada yang namanya dewa, Màra atau brahmà yang dapat menciptakan makhluk-makhluk).”


Oleh karena itu, Bodhisatta melalui Pubbenivasanussati Nàna menyingkirkan jauh-jauh untuk sementara (vikkhambhana-pahàna) 20 pandangan salah tentang atta (pandangan tentang diri); yaitu 4 pandangan salah mengenai atta yang berhubungan dengan kelompok keberadaan jasmani, yaitu, rupa adalah atta, atta memiliki rupa; rupa terdapat dalam atta; atta terdapat dalam rupa dan yang semacam itu, tiap-tiap kelompok dari 4 pandangan salah ini berhubungan juga dengan kelompok-kelompok perasaan, pencerapan, bentukan-bentukan pikiran, dan kesadaran. Dengan cara yang sama, Beliau juga menyingkirkan kebodohan (moha), yang telah terjadi pada masa yang sangat lampau.

~RAPB 1 ,pp. 630-632~

:lotus: :lotus: :lotus:
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 05 November 2008, 04:07:05 PM
Bro Indra, apakah sebaiknya saya menunggu cetakan ke dua keluar atau tetap diposting saja kesalahan cetak cetakan pertama yang saya temukan?
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 05 November 2008, 07:41:14 PM
Bro Kainyn, revisi cetakan kedua hanya pada buku 1, dan terbatas pada apa yg diinformasikan oleh Sis Yumi, dengan kata lain hanya ada sedikit perbaikan. Jadi saya sangat mengharapkan sekali jika Bro Kainyn dapat menginformasikan semua kesalahan yang ditemukan yang bersumber dari cetakan pertama.

Cetakan kedua juga terbatas hanya 1000 buku, sedangkan cetakan ketiga nanti jika berhasil mendapatkan sponsor, kita akan mendapatkan kira2 5000, jadi sangat disayangkan jika cetakan berjumlah besar ini masih terdapat banyak error

  _/\_
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 06 November 2008, 09:23:18 AM
OK, kalau begitu nanti saya mulai baca buku ke 2 dulu.

Masih buku ke 3:

2612
“Jika orang lain berusaha keras, ia juga akan sepertiku tetapi tidak akan melebihi apa yang telah kulakukan. Meskipun telah berusaha keras, aku tidak dapat mencapai Jalan dan Buahnya.
-> Dari konteks kalimat, seharusnya justru orang lain bisa melebihi yang dia capai (bisa mencapai Jalan dan Buah).


2613
(Ketika Yang Mulia Soõa masih muda, [...] Maka ia memelajari keterampilan bermain kecapi dan menjadi seorang pemain yang ahli.
-> Tidak ada tanda kurung penutup setelah "pemain yang ahli."


2617
(Apa yang dikutip dari Ekaka-nipàta atau Komentar Aïguttara dimulai dari pencapaian Sotàpatti setelah mendengarkan khotbah Dhammacakka [...] Perbedaan dua kisah ini disebabkan oleh perbedaan orang yang membacakan (bhàõaka).
-> Tidak ada tanda kurung penutup setelah "yang membacakan (bhàõaka)".


2617
Ia adalah seorang Sotàpanna mulia pertama dan siswa pertama di antara para siswi


2623
Mengetahui hal itu, yaitu, batin seseorang yang telah melihat cacat dalam kenikmatan indria sebagaimana adanya tidak akan tenggelam dalam kehidupan rumah tangga dalam waktu yang lama, tetapi bagaikan setetes air yang jatuh dari daun teratai, demikian pula pikiran kotornya akhirnya jatuh dari hatinya.”
-> Tidak ada kutip pembuka.


2623
Anak-Kku bhikkhu,

(Mengapa? Karena satu hal, individu yang bagaikan haÿsa yang perbuatan, jasmani dan lain-lainnya murni, tidak mungkin individu seperti itu akan menemukan kebahagiaan di dalam kelompok hal-hal buruk dan kotor yang mirip tempat yang penuh kotoran. (Itulah sebabnya.)
-> Kelebihan kurung pembuka antara "penuh kotoran." dan "itulah sebabnya.)"


2631
dan bahwa mereka sekarang bolah berbahagia

setelah mempersiapkan makanan itu dengan saksama,
-> Untuk "saksama" ini juga ada pada buku 2, hal. 1229. Kata "saksama" memang tidak keliru, tetapi lebih jarang dipakai, seperti "bia" dan "bea". Saya tidak tahu apakah termasuk baku menurut KBBI atau tidak.


2635
Sang Thera kemudian membawa Sãvali ke vihàra dan ketika menahbiskannya menjadi seorang [samanera] setelah memberikan subjek


2636
(Ketika sang pangeran mengikuti nasihat ibunya, gerakan para penduduk menjadi sangat terbatas dan tujuh hari kemudian
-> Kelebihan kurung pembuka pada "(ketika"

Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 06 November 2008, 11:48:42 AM

2612
“Jika orang lain berusaha keras, ia juga akan sepertiku tetapi tidak akan melebihi apa yang telah kulakukan. Meskipun telah berusaha keras, aku tidak dapat mencapai Jalan dan Buahnya.
-> Dari konteks kalimat, seharusnya justru orang lain bisa melebihi yang dia capai (bisa mencapai Jalan dan Buah).

Pemahaman saya atas paragraf di atas adalah bahwa Sang Bodhisatta pada saa itu sudah mulai putus asa atas latihan yang Beliau praktikkan, dan beranggapan bahwa semua orang termasuk Beliau sendiri hanya maksimum akan mencapai apa yg telah Beliau capai saat itu, tidak mungkin ada yg bisa mencapai lebih dari itu. dan ternyata praktik yang udah maksimal itu juga tidak dapat membawanya menuju pencapaian Jalan dan Buah
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 06 November 2008, 12:00:42 PM

2612
“Jika orang lain berusaha keras, ia juga akan sepertiku tetapi tidak akan melebihi apa yang telah kulakukan. Meskipun telah berusaha keras, aku tidak dapat mencapai Jalan dan Buahnya.
-> Dari konteks kalimat, seharusnya justru orang lain bisa melebihi yang dia capai (bisa mencapai Jalan dan Buah).

Pemahaman saya atas paragraf di atas adalah bahwa Sang Bodhisatta pada saa itu sudah mulai putus asa atas latihan yang Beliau praktikkan, dan beranggapan bahwa semua orang termasuk Beliau sendiri hanya maksimum akan mencapai apa yg telah Beliau capai saat itu, tidak mungkin ada yg bisa mencapai lebih dari itu. dan ternyata praktik yang udah maksimal itu juga tidak dapat membawanya menuju pencapaian Jalan dan Buah

Itu bukan kisah Bodhisatta, tetapi Thera Sona Kolivisa di mana ia menjadi putus asa karena walaupun begitu keras berusaha, tetap tidak memiliki pencapaian apapun. Ia kemudian berpikir bahwa ia seorang padaparama, individu yang tidak bisa mencapai kesucian apapun dalam kehidupan sekarang, dan kemudian berencana untuk kembali ke kehidupan perumahtangga.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 06 November 2008, 12:04:40 PM

2612
“Jika orang lain berusaha keras, ia juga akan sepertiku tetapi tidak akan melebihi apa yang telah kulakukan. Meskipun telah berusaha keras, aku tidak dapat mencapai Jalan dan Buahnya.
-> Dari konteks kalimat, seharusnya justru orang lain bisa melebihi yang dia capai (bisa mencapai Jalan dan Buah).

Pemahaman saya atas paragraf di atas adalah bahwa Sang Bodhisatta pada saa itu sudah mulai putus asa atas latihan yang Beliau praktikkan, dan beranggapan bahwa semua orang termasuk Beliau sendiri hanya maksimum akan mencapai apa yg telah Beliau capai saat itu, tidak mungkin ada yg bisa mencapai lebih dari itu. dan ternyata praktik yang udah maksimal itu juga tidak dapat membawanya menuju pencapaian Jalan dan Buah

Itu bukan kisah Bodhisatta, tetapi Thera Sona Kolivisa di mana ia menjadi putus asa karena walaupun begitu keras berusaha, tetap tidak memiliki pencapaian apapun. Ia kemudian berpikir bahwa ia seorang padaparama, individu yang tidak bisa mencapai kesucian apapun dalam kehidupan sekarang, dan kemudian berencana untuk kembali ke kehidupan perumahtangga.

maap..maap, tapi pemahaman saya tetap demikian, hanya menggantikan Sang Bodhisatta menjadi Thera Sona.
Title: Mata-Dewa
Post by: Yumi on 06 November 2008, 01:10:17 PM
Setelah Bodhisatta mulia berhasil mencapai Pubbenivasanussati Abhinnà pada jaga pertama malam itu, Beliau merenungkan banyak peristiwa dalam banyak kehidupan lampau melalui Abhinnà itu, dan setelah menyingkirkan jauh-jauh untuk sementara 20 pandangan salah (sakkàyaditthi), bersama-sama dengan moha yang terjadi dalam kehidupan yang sangat lampau, Beliau mengarahkan batin-Nya, yang memiliki 8 kualitas, ke arah pencapaian Cutupapàta Nàna, pengetahuan untuk melihat kematian dan kelahiran makhluk-makhluk, dan ke arah pencapaian Yathakammupaga Nàna, pengetahuan untuk menganalisis dan melihat perbuatan baik dan perbuatan buruk yang menyebabkan terciptanya makhluk-makhluk.

(Cutupapàta Nàna = Dibbacakkhu Nàna, karena Dibbacakkhu Nàna, juga dikenal dengan sebutan Cutupapàta Nàna.
Ketika Dibbacakkhu Nàna dikembangkan, Yathakammupaga Nàna dan Anàgautamsa Nàna (pengetahuan untuk meramalkan masa depan) juga berkembang).

Ketika batin diarahkan untuk mencapai Dibbacakkhu Nàna, yang juga disebut Cutupapàta Nàna, Dibbacakkhu Nàna (Vijjà Nàna kedua) akan muncul dengan mudah. Melalui Abhinnà ini, Beliau dapat melihat makhluk-makhluk yang berada di ambang kematian, atau yang baru saja dikandung; mereka yang terlahir dari keluarga yang rendah atau keluarga yang terhormat berdasarkan silsilah, kasta, dan lain-lain, mereka yang terlahir cantik ataupun tidak cantik, atau mencapai kehidupan yang berbahagia atau menderita. Dengan kata lain, Beliau dapat melihat mereka yang kaya dan makmur karena kebajikan-kebajikan masa lampaunya yang tidak disertai sifat serakah (alobha), dan mereka yang miskin dan melarat karena perbuatan buruk masa lampaunya karena keserakahan (lobha).

Setelah melihat dengan Dibbacakkhu Nàna, para penghuni alam sengsara (apàya), menderita kemalangan, Beliau merenungkan, “Perbuatan apakah yang telah dilakukan oleh makhluk-makhluk apàya ini sehingga mereka harus mengalami penderitaan yang hebat ini?”
Selanjutnya, dengan Yathakamm’upaga Abhinnà, Beliau melihat perbuatan baik dan perbuatan buruk yang telah dilakukan oleh makhluk-makhluk ini.[...]

Dengan Yathakamm’upaga Abhinnà, Beliau meninjau dengan saksama perbuatan baik dan perbuatan buruk yang dilakukan oleh makhluk-makhluk dan mengetahui sebagaimana adanya, “Penghuni alam apaya telah melakukan perbuatan jahat melalui tindakan, ucapan, dan pikiran; mereka memfitnah, mengejek, dan mencaci maki para mulia (Ariyà); mereka menganut pandangan salah; dan dengan pandangan salah ini mereka melakukan atau mengajak orang lain untuk melakukan berbagai perbuatan buruk. Setelah meninggal dunia, mereka terlahir kembali di alam sengsara (apàya) yaitu, alam yang menderita terus menerus (Niraya), alam binatang (tiracchana), alam hantu (peta), dan alam asura (asurahya). Makhluk-makhluk yang terlahir di alam yang berbahagia telah melakukan perbuatan baik melalui tindakan, ucapan, dan pikiran; mereka tidak memfitnah, mengejek atau mencaci maki para Ariya; mereka memiliki pandangan benar dan dengan pandangan benar ini, mereka melakukan atau mengajak orang lain untuk melakukan berbagai kebajikan. Setelah meninggal dunia, mereka terlahir kembali di alam bahagia, alam manusia, dewa, dan dua puluh alam brahmà.”

Dibbacakkhu Nàna ini (Vijjà Nàna kedua) dicapai oleh Bodhisatta mulia saat tengah malam hari itu. Dengan Vijjà Nàna kedua ini, batin Bodhisatta menjadi tidak ternoda oleh unsur-unsur kebodohan dan kegelapan (avijjàmoha dhàtu) yang menyembunyikan kematian dan kelahiran makhluk-makhluk.

Kemudian dengan Yathakamm’upaga Abhinnà yang berdasarkan atas Dibbacakkhu Abhinnà, Beliau dapat meninjau dan memahami kenyataan dari tindakan-tindakan lampau makhluk-makhluk; dan menyingkirkan 16 keraguan, kankhà, Bodhisatta mencapai tahap penyucian dengan lenyapnya keraguan, Kankhà Vitarana Visuddhi.

(16 keraguan menurut Buddhist Dictionary oleh Nyanatiloka:
Apakah aku pernah ada pada masa lampau?
Atau Apakah aku tidak pernah ada pada masa lampau?;
Sebagai apakah aku pada masa lampau?
Bagaimana aku ada pada masa lampau?;
Dari kondisi apa dan menjadi kondisi apakah aku berubah pada masa lampau?;
Apakah aku akan ada pada masa depan?
Atau apakah aku tidak akan ada pada masa depan?;
Sebagai apakah aku pada masa depan?
Bagaimana aku ada pada masa depan?;
Dari kondisi apa dan menjadi kondisi apakah aku berubah pada masa depan?
Apakah aku?
Apakah bukan aku?
Siapakah aku?
Bagaimana Aku?
Dari mana asalnya makhluk ini?
Akan ke manakah tujuannya?).

~RAPB 1, pp. 632-634~
Title: Pencapaian Pengetahuan Padamnya Perbuatan Buruk dan Menjadi Buddha
Post by: Yumi on 06 November 2008, 01:20:48 PM
Penjelasan singkat:

Bodhisatta mulia mencapai Arahatta-Magga Nàna juga disebut Asavakkhaya Nàna pada jaga terakhir malam itu, dengan menembus Sabbannuta Nàna, Kemahatahuan, dan kemudian menjadi Buddha di antara manusia, dewa, dan brahmà. Beliau mengarahkan batin-Nya yang memiliki 8 kualitas, untuk mencapai Arahatta-Magga Nàna, dan berdiam dalam Hukum Musabab Yang Saling Bergantung (Paticcasamuppàda) yang terdiri dari 12 faktor, yaitu, avijjà, sankhàra, vinnàõa, nàma rupa, salàyatana, phassa, vedanà, tanhà, upàdàna, bhava, jàti, dan marana. Menelusuri hukum ini dalam arah maju dan mundur berulang-ulang, Beliau mencapai Jalan Mulia, Ariya Magga, yang juga dikenal dengan Yathàbhuta Nànadassana.

~RAPB 1, pp. 634-635~
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 06 November 2008, 04:42:22 PM
Buku 2.

1234
(Empat perbuatan baik disebutkan dalam bait ini, yaitu: menghindari mencuri, [menghindari] berbohong, mengharapkan kesejahteraan semua manusia, dan menjauhi perbuatan buruk).

1238
Buddha Difitnah Oleh Seorang Petapa Pengembara Perempuan Bernama Ci¤camà¤avikà.
-> Judul tidak menggunakan titik.

1240
Ci¤camàõavikà berjanji, “Baiklah, Tuanku… kalian boleh percaya bahwa aku akan melaksaanakan

1241
Ia mengetuk-ngetukkan tangan dan kakinya menggunakan tulang jari sapi seperti seorang ibu yang letih menunggu kelahiran bayinya.
-> Ini saya kurang mengerti artinya. Untuk mengetuk-ngetukkan tangan dan kaki, saya pernah baca maksudnya adalah supaya bengkak dan terlihat seperti orang hamil sungguhan (karena wanita hamil bukan hanya perut saja yang membesar, tetapi juga jari-jari tangan dan kakinya).

1243
Membabarkan Mahà Paduma Jàtaka.
-> judul tidak menggunakan titik.

1245
“Adakah raja lain selain diriku… aku akan menjagamu di dalam istana dan menikmati kenikmatan seksual secara maksimal denganmu. Ketika aku menolak untuk melayaninya, ia menjambak rambutku, memukul seluruh tubuhku
-> Antara "secara maksimal denganmu." dan "ketika aku menolak", kurang tanda kutip.

1257
persembahan yang tidak pernah berhenti bagikan

1258
tanpa berhasil menemukan penyabab

1259
“Tuan-tuan, dalam hal ini, bagaimana aku dapat membantu.”
-> Seharusnya diakhiri tanda tanya.

1261 & 1262
sangat tidak tahu malu, tidak memiliki kemulian

1266
cara yang sangat memalukan itu, meskpiun Buddha

1276
Di antara para bhikkhu yang pernah penginjakkan kakinya di atas karpet putih semasa Tathàgata masih hidup,

Bhikkhu-bhikkhu itu akan menginjak karpet hanya jika mereka memang harus menginjaknya!
-> Bukan kalimat seru.

1278
tongkat pengendali gajah darimu?Sang pangeran

1290
[...]sesuai kebajikannya). Bukan berarti
-> Kurung penutup ini tidak ada kurung pembukanya.

1295
Setelah menceritakan bagian yang penting itu kepada Màra, Buddha Kakusandha berpaling kepada para bhikkhu
-> Kalimat ini memberi kesan bahwa Buddha Kakusandha yang menceritakan bagian penting kepada Mara, padahal itu dikisahkan oleh Maha Moggallana.


Selain itu, halaman 1268 di softcopy yang saya dapat itu kosong. Apakah memang begitu?
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 06 November 2008, 06:14:37 PM
1241
Ia mengetuk-ngetukkan tangan dan kakinya menggunakan tulang jari sapi seperti seorang ibu yang letih menunggu kelahiran bayinya.
-> Ini saya kurang mengerti artinya. Untuk mengetuk-ngetukkan tangan dan kaki, saya pernah baca maksudnya adalah supaya bengkak dan terlihat seperti orang hamil sungguhan (karena wanita hamil bukan hanya perut saja yang membesar, tetapi juga jari-jari tangan dan kakinya).

Mungkin seperti perbuatan orang yg kebingungan tidak tahu harus melakukan apa.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 06 November 2008, 06:25:55 PM
Bahasa Inggrisnya apa om?
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 06 November 2008, 06:44:48 PM
Bahasa Inggrisnya apa om?
She struck her hands and feet with the jaw bones of a cow to appear like a worn out fatiguing expectant mother.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Sumedho on 06 November 2008, 06:48:10 PM
Ia mengetuk-ngetukkan tangan dan kakinya menggunakan tulang rahang sapi agar terlihat seperti seorang ibu yang letih menunggu kelahiran bayinya.

:-/
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 06 November 2008, 06:50:07 PM
Ia memukuli tangan dan kakinya menggunakan tulang rahang sapi agar terlihat seperti ibu hamil yang letih.

Menurut saya perumpamaan tersebut lebih cocok menggunakan kata langsung : hamil.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 06 November 2008, 07:31:59 PM
Terima kasih Suhu dan Karuna, akan di-apply pada edisi berikutnya. Ternyata Editor DC masih lebih baik.
Title: Pencapaian Pengetahuan Padamnya Perbuatan Buruk & Menjadi Buddha
Post by: Yumi on 09 November 2008, 09:44:56 PM
Pencapaian Asavakkhaya Nàna (Vijja Nàna ketiga), dan Menjadi Buddha

Penjelasan terperinci:

Pengetahuan Empat Jalan, Magga Nàna, yang juga disebut Yathàbhuta Nànadassana,
tidak muncul dalam batin para individu
seperti Sakka dan brahmà yang sangat berkuasa di dunia
dan petapa mulia Kàladevila
dan Nàrada yang telah mencapai pencapaian Jhàna dan Abhinnà.

Jadi, mungkin akan muncul pertanyaan:

Mengapa pengetahuan mengenai Empat Jalan ini yang sangat halus dan dalam, yang bahkan tidak pernah dimimpikan selama dalam samsàra yang tidak ada awalnya dan tidak dapat ditembus sebelumnya, muncul dalam batin Bodhisatta meskipun tanpa bantuan guru dan yang menjalani pertapaan dengan kemauannya sendiri?

Jawabannya adalah:

PÀRAMI YANG LUAR BIASA

Bodhisatta mulia telah, dalam kurun waktu 4 asankhyeyya dan 100.000 kappa,
melewati banyak kelahiran yang tidak terhitung banyaknya,
mengumpulkan kebajikan Dàna Pàrami, dilakukan dalam 4 cara pengembangan (seperti yang dijelaskan dalam bab Lain-lain)
bahkan dengan taruhan hidup-Nya.

Dan dalam setiap kehidupan, Beliau berusaha
melenyapkan secara total atau mengurangi kotoran
berupa keserakahan yang timbul sewaktu menaruh perhatian pada suatu objek;
ini membawa-Nya ke arah pencapaian tahapan
di mana orang lain menyebutkan, “Apakah tidak ada keserakahan dalam batin manusia mulia ini?”

Demikian pula halnya
dengan Sila Pàrami, Khanti Pàrami, dan Mettà Pàrami,
yang dilakukan selama 4 asankhyeyya dan 100.000 kappa,
Beliau mencegah timbulnya kemarahan (kodha) dan kebencian (dosa),
dan dengan menyiramkan air dingin Mettà selama kurun waktu yang lama, Beliau telah memadamkan api kodha
dan juga menyingkirkan teman-temannya
seperti sifat iri hati (issa), kikir (macchariya), dan penyesalan (kukkucca).  

Dengan Pannà Pàrami,
yang dikembangkan dan dikumpulkan
selama banyak kelahiran dan banyak siklus dunia,
Beliau telah menaklukkan unsur-unsur kegelapan yaitu kebodohan (moha).

Beliau juga telah melenyapkan pandangan salah;
karena itu Beliau adalah seorang manusia luar biasa yang memiliki kebijaksanaan yang sangat murni.

Beliau bahkan juga mendekati semua Buddha, Paccekabuddha, dan siswa-siswa mulia serta para terpelajar lainnya yang Beliau temui dan bertanya kepada mereka pertanyaan-pertanyaan seperti,
“Dhamma yang manakah yang cacat; dan Dhamma yang manakah yang tanpa cacat?
Dhamma yang manakah hitam dan kotor; dan Dhamma yang manakah yang putih dan suci?”
Karena pertanyaan-pertanyaan ini,
Beliau melenyapkan keraguan dalam hal Dhamma
dan mengembangkan kebijaksanaan dalam kehidupan demi kehidupan.

Di dalam rumah sanak saudara-Nya, Beliau menghormati mereka yang lebih tua dari-Nya, seperti ibu dan ayah-Nya, paman-paman-Nya, dan lain-lain. Dengan membungkuk, menyembah, menghormat, menyediakan tempat duduk dengan bangkit terlebih dahulu, dengan menyambut; Beliau juga menghormati orang-orang terpelajar dan bajik.

Beliau juga melenyapkan kesombongan (màna) dan mengganggu orang lain (uddhicca) dan bebas dari keangkuhan,
bagaikan ular yang kehilangan taringnya, atau bagaikan kerbau yang kehilangan tanduknya.

Beliau sangat memuja kesabaran,
sangat mengutamakan kebajikan yang menginginkan kesejahteraan makhluk-makhluk lain,
dan kebajikan-kebajikan untuk menolong makhluk lain
dengan penuh welas asih.

Dengan melepaskan keduniawian, Bodhisatta telah meninggalkan kemewahan kerajaan dan kekuasaan-Nya dan menjadi petapa, setelah mencapai Jhàna di dalam hutan, Beliau melenyapkan 5 rintangan batin dan menyingkirkan nafsu indria (kàmaraga) dan ketertarikan akan perempuan (itthirati) yang muncul dalam setiap kehidupan-Nya.

Dengan Kesempurnaan Kejujuran,
Beliau juga telah menghindarkan diri dari perkataan salah (micchavaca) yang menyesatkan dunia;

dengan Kesempurnaan Usaha,
Beliau telah menghilangkan perasaan tidak senang (arati) dan kelambanan (kosajja) dalam meditasi konsentrasi dan Pandangan Cerah yang merupakan praktik kebajikan yang luar biasa,
dengan menjaga pikiran-Nya terus menerus aktif dan penuh ketekunan dalam melakukan kebajikan.

Demikianlah, Beliau berusaha memurnikan batin-Nya dalam kehidupan demi kehidupan.

~RAPB 1, pp. 635-637~
Title: Kumpulan Jasa dari Kebajikan Parami
Post by: Yumi on 09 November 2008, 09:48:29 PM
Bodhisatta mulia yang telah melenyapkan kotoran batin (kilesa), dengan kumpulan jasa-jasa yang dihasilkan dari kebajikan-kebajikan Kesempurnaan seperti Dàna, dll, harus melalui proses pemurnian dalam setiap kehidupan:

kotoran batin yang telah Beliau singkirkan yang akan segera muncul kembali;

Beliau menyingkirkannya yang kemudian segera timbul kembali (karena belum dilenyapkan secara total (samuccheda pahàna) melalui Jalan Kebijaksanaan (Magga Nàna);

namun Bodhisatta tidak pernah menyerah
tetap menyingkirkan jauh-jauh
meskipun hanya untuk sementara (tadanga pahàna dan vikkhambhana pahàna)
melalui kebajikan agung (Mahàkusala) dan kebajikan yang sangat luar biasa (Mahàggata kusala).

Demikianlah, dalam kurun waktu 4 asankhyeyya dan 100.000 siklus dunia, Beliau telah menyingkirkan kelompok-kelompok yang mengotori batin-Nya, dan juga menyingkirkan kebodohan dan kegelapan batin (avijjàmoha) yang bertindak sebagai jenderal dalam bala tentara kotoran (kilesa) yang selalu menyertainya.

Pada waktu yang sama, Beliau mengembangkan 5 kualitas yaitu:
keyakinan, usaha, perhatian, konsentrasi, dan kebijaksanaan,
yang berkembang semakin kuat dalam kehidupan demi kehidupan.

Demikianlah Beliau mengarungi perjalanan sulit (samsàra),
terus-menerus mengembangkan dan memenuhi Kesempurnaan
dengan semangat yang berkobar-kobar,
hingga tiba waktunya ketika Beliau terlahir sebagai Raja Vessantara,
Beliau menyerahkan istri-Nya, Ratu Maddi, sebagai perbuatan dàna terakhir
yang memungkinkan-Nya dapat mencapai Kebuddhaan.

Setelah itu, Beliau terlahir kembali di alam Surga Tusita,
menikmati kenikmatan surgawi dan menunggu waktu untuk menjadi Buddha.

~RAPB 1, pp. 637-638~
Title: 4 Magga Nana muncul tanpa bantuan
Post by: Yumi on 09 November 2008, 09:53:14 PM
Karena Beliau adalah seorang yang telah mencapai puncak Kebijaksanaan,
yang telah menyingkirkan unsur-unsur kotoran seperti keserakahan, kebencian, dll,
melalui jasa-jasa Pàrami seperti Dàna, dll,
4 Pengetahuan mengenai Jalan (Magga Nàna) yang sangat mendalam dan halus muncul (tanpa bantuan) dalam batin Bodhisatta.

Lebih jauh lagi, saat Beliau berbaring tiarap di bawah kaki Buddha Dipankarà,
Beliau telah berusaha mengembangkan kebajikan melalui pemenuhan Pàrami seperti dàna dll,
yang sangat sulit dilakukan oleh manusia biasa,
tanpa mengharapkan kesenangan di alam kehidupan mana pun
sebagai akibat dari kebajikan yang dilakukan-Nya.

Dengan segala kebajikan seperti Dàna dll,
Bodhisatta hanya mempunyai 1 cita-cita,
“Semoga segala kebajikan ini
dapat menjadi kondisi yang mendukung (upanissaya paccaya)
untuk mencapai Kemahatahuan, Sabbannuta Nàna.”


Sedangkan orang lain, mereka melakukan kebajikan
dengan harapan untuk mendapatkan kebahagiaan di alam manusia atau surga;
dan sesuai keinginannya, mereka memperoleh kebahagiaan di alam manusia dan dewa sebagai hasil dari perbuatan baik mereka.

Ini seperti menghabiskan dan menghambur-hamburkan kekayaan jasa mereka
yang terkumpul akibat perbuatan baik mereka.

Berbeda dengan orang-orang ini,
Bodhisatta setelah mengisi penuh lumbung-Nya dengan padi,
Beliau selalu menjaganya dan tidak menghabiskannya,
menyimpan dengan baik semua jasa yang diperoleh dari setiap perbuatan baik-Nya,

dengan harapan,
“Semoga segala kebajikan ini
dapat menjadi kondisi yang mendukung
untuk menembus Magga Nàna,
dengan Sabbannuta Nàna sebagai puncaknya.”


Oleh karena itu, kumpulan jasa-jasa dari Kesempurnaan dan perbuatan baik dalam kurun waktu 4 asankhyeyya dan 100.000 kappa akhirnya tiba saatnya untuk berbuah dengan pencapaian tertinggi Kebuddhaan dalam kelahiran terakhir-Nya sebagai Siddhattha.

Tetapi karena jasa yang tidak terhitung banyaknya
yang berbuah dalam 1 kehidupan,
kehidupan tersebut menjadi padat akan buah-buah jasa.
 
Dengan kebajikan dari cita-cita tunggal untuk mencapai Kebuddhaan,
jasa-jasa dari kebajikan-kebajikan-Nya yang berbuah lebat dan padat dalam kelahiran terakhir-Nya sangatlah kuat dan besar;

sebagai akibatnya, dalam batin Bodhisatta mulia
muncul Pengetahuan Empat Jalan yang sangat halus dan dalam
yang tumbuh tanpa bantuan
.

~RAPB 1, pp. 638-639~
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 15 November 2008, 11:12:32 AM
1302
(Pa¤ca―lima jenis benda pertama, dan dàyakà—penyumbang,
-> Jika dicopy-paste dari PDF, maka hasilnya di atas. Tetapi dalam PDF, tertulis "Pañcalima" tanpa "dash".

1304
“Apakah ini?,”

1320
bermain dengan anak-anak itu untuk memperolah

1326
berharap[,] “dari penampilan

1327
“Benarkah?,”

1332
oleh karena itu[,] ini adalah

1333
Brahmana Màgaõóhi dan Istrinya Mencapai Kesucian Arahatta Setelah Menjadi Anàgàmã.
-> Judul tidak menggunakan titik.

1337
Aku tidak tidak dapat dikenakan sanksi,

1338
berkata kepada [siswa] si bhikkhu terhukum

1343
melaksanakan ‘upacara

1345
Khotbah Tentang Kisah Dãghàvu.
-> Judul tidak menggunakan titik

1346
“Raja Brahmadatta dari Kàsi
-> Sebelumnya dikatakan: "Raja Benares bernama Raja Kàsi,"

1349
sedang diarak di jalan-jalan diringi oleh kebisingan

1357
bagaimana kalian dapat menegakkan martabat dan memelihara kemuliaan dan kemurnian ajaran-Ku!”
-> Kalimat tanya.

“Para bhikkhu, [...] Cukup! Jangan ada perselisihan, jangan ada pertengkaran, jangan ada perdebatan.["] Seorang bhikkhu dari

1369
“Siapakah yang telah menggunakan benda ini?;”

1373
mengisinya dengan air yang telah disaring terlebih dahulu, jika (kendi itu terlalu berat baginya) ia akan
-> (jika kendi itu terlalu berat baginya,)
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 15 November 2008, 11:30:00 AM
1378
di manakah Guru berada sekarang?,”

Tetapi (karena saling membenci di antara kami[,]) kami menolak
 
1379
Setelah melakukan hal itu, kami akan, memperlakukan kalian seperti sebelumnya.”

1382
Buddha memerintahkan, “Bawa mereka kemari, ânanda.”
-> Kalimat perintah.

Buddha berkata[,] “Para

1391
dengarkanlah khotbah kedua kelompok itu!,

1392
“Inilah mereka!,”

1402
dalam masa vassa kesebelas,
-> ke sebelas

1406
Ia mampu mencapai kesejahteraan!
-> Bukan kalimat seru

1407
Brahmana itu telah mengetahui bahwa “Pangeran Siddhattha yang mulia di istana Sakya di Kota Kapilavatthu!
Pangeran telah menjadi petapa setelah meninggalkan hidup mewah sebagai raja dunia!”
-> Bukan kalimat seru.

Apakah Ia membohongiku?,”


1408
“Kami tidak melihat gandar, bajak, tongkat penghalau, dan sapi milik Yang Mulia Gotama.
Tetapi Engkau menyatakan, “O Brahmana, seperti halnya engkau, Aku juga membajak lahan dan menanam benih serta hidup penuh kebahagiaan.[']”
-> Penggunaan tanda yang sama (") pada kutipan dalam kutipan memang tidak salah, tetapi lebih umum jika kutipan menggunakan tanda kutip ganda ("), maka kutipan dalam kutipannya menggunakan kutip tunggal (') dan juga sebaliknya. Dalam kalimat ini, juga kurang satu tanda kutip penutup di akhir.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Hendra Susanto on 15 November 2008, 11:56:40 AM
 [at]  kainyn

ingin berkontribusi untuk penerbitan DC Press selanjutnya?

sorry om out of topic ;D
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 15 November 2008, 12:33:24 PM
[at]  kainyn

ingin berkontribusi untuk penerbitan DC Press selanjutnya?

sorry om out of topic ;D

Kontribusi dalam bentuk apa? Kalau saya bisa, boleh saja.

Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 15 November 2008, 12:36:11 PM
saya tebak jadi editor ;D
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Hendra Susanto on 15 November 2008, 01:07:15 PM
tulll... jd editor... bersedia gak?

minta YM kirim PM donk kainyn

Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 15 November 2008, 01:09:55 PM
 [at] kainyn: jangan lupakan RAPB ya
 _/\_
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 15 November 2008, 01:36:06 PM
Saya setuju kalau tidak terikat, seperti RAPB ini. Tinggal dikirim atau post tulisannya saja, nanti saya coba edit semampu saya.
YM saya di "kainyn.kutho[at]yahoo[dot]co[dot]uk" tapi saya jarang online di YM.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Hendra Susanto on 15 November 2008, 02:25:05 PM
Saya setuju kalau tidak terikat, seperti RAPB ini. Tinggal dikirim atau post tulisannya saja, nanti saya coba edit semampu saya.
YM saya di "kainyn.kutho[at]yahoo[dot]co[dot]uk" tapi saya jarang online di YM.

sebenarnya sich tidak terikat, tp ya anda konsen di RAPB nanti aku pemberitahuan dulu melalui PM terlebih dahulu

makasih
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 15 November 2008, 02:50:43 PM
Saya setuju kalau tidak terikat, seperti RAPB ini. Tinggal dikirim atau post tulisannya saja, nanti saya coba edit semampu saya.
YM saya di "kainyn.kutho[at]yahoo[dot]co[dot]uk" tapi saya jarang online di YM.

sebenarnya sich tidak terikat, tp ya anda konsen di RAPB nanti aku pemberitahuan dulu melalui PM terlebih dahulu

makasih

Ya, rasanya RAPB ini masih cukup lama untuk selesai saya baca. Tapi saya coba selesaikan secepatnya.

makasih kembali.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 17 November 2008, 11:11:33 AM
1416-1417

“(O Brahmana dari suku Bhàradvaja! [...] melalui ucapan. (melalui kata-kata ini, Buddha mengajarkan Pàtimokkha-saÿvara Sãla, pengendalian moral melalui peraturan-peraturan Pàtimokkha.[)]

Sehubungan dengan penggunaan empat kebutuhan, [...] perolehan yang tidak benar. (melalui kata-kata ini, Beliau mengajarkan âjãvapàrisuddhi Sãla, praktik moral menjalani kehidupan suci). [.)]

Sehubungan dengan perut, Aku mengendalikan diri-Ku dengan makan secukupnya. (melalui kata-kata ini, Beliau mengajarkan Paccaya-sannissita Sãla,praktik moral atas ketergantungan terhadap kebutuhan-kebutuhan, dengan pembahasan pada bhojana matta¤¤utà, pengetahuan sehubungan dengan makanan secukupnya). [.)]


1417
(Artinya di sini adala, “Brahmana, [...] berbagai kebajikan yang aku (yang adalah petani yang ahli) miliki.[")]


1417-1418
(Brahmana, seperti halnya engkau, setelah melakukan pekerjaan eksternal (bàhira) […] semak belukar kebohongan:
(mengatakan “aku melihat” padahal tidak melihat),
[...]
(mengatakan “aku tidak mengetahui” padahal mengetahui).

(Delapan perkataan salah ini, semak belukar kebohongan, Aku mencabutnya, memotongnya dan menyingkirkannya dengan tangan atau arit delapan perkataan benar, kata-kata jujur seperti:
(mengatakan “aku tidak melihat” saat tidak melihat),
[...]
(mengatakan “aku mengetahui” saat mengetahui).
-> Ini saya tidak yakin, tetapi sepertinya tiap point "mengatakan ... padahal ... " tidak perlu ada di dalam kurung.


1418
mencapai tararan Arahatta yang meliputi oleh semua kemuliaan


1419-1420
(Penjelasan lain: seperti halnya, ada dua pasang sapi […] fungsi menumbuhkan kebajikan.[)]


1420
(“O Brahmana, seperti halnya dua pasang sapimu yang berjalan ke arah timur, ke arah barat dan seterusnya, ke mana pun engkau mengarahkannya, demikian pula dua pasang sapi-Ku yang berbentuk Usaha Benar berjalan menuju Nibbàna karena Aku mengarahkannya ke sana; perbedaan antara arahmu dan arah-Ku adalah: jika dua pasang sapimu mencapai tepi ujung (sawah), mereka akan kembali lagi. Tetapi dua pasang sapi-Ku, yaitu Usaha Benar-Ku, berjalan maju menuju Nibbàna tanpa berbalik kembali sejak masa kehidupan Buddha Dãpaïkara.)
(Dua pasang sapimu tidak dapat mencapai tempat di mana seorang petani sepertimu dapat terbebas dari penderitaan. Sedangkan dua pasang sapi-Ku yang berbentuk Usaha Benar dapat mencapai Nibbàna yang bebas dari penderitaan bagi petani seperti-Ku.[”])
-> Dua alinea ini masih berhubungan, mungkin sebaiknya tanda kurungnya jangan dipisahkan.

(juga menghasilkan Buah Nibbàna yang lezat bukan hanya […] dewa atau manusia). [.)]


1422
Oleh karena itu[,] “makanan itu tidak boleh dimakan sama sekali”.
-> Tidak perlu dalam tanda kutip.

Dengan menyanyikan lagu[,] Bhikkhu Gotama


1425
O Yang Mulia Gotama!, aku mencari pelindungan di dalam-Mu, di dalam Dhamma, dan di dalam Saÿgha![”]


1427-1428
Brahmana Vera¤jà mendengar berita baik (sebagai berikut), “Teman-teman, [...] karena memiliki enam kemuliaan;["]

“Yang Teragung memahami [...] dan mengajarkan mereka.["]
-> Jika dua alinea ini digabung, maka kutip penutup setelah "enam kemuliaan" dan kutip pembuka sebelum "Yang Teragung" tidak usah dipakai.


1430
ini adalah sàmaggã-rasa. (Rasa yang
-> Penjelasan ini adalah bagian dari kalimat sebelumnya.


(Sehubungan dengan hal ini, “Mengapa Buddha menyatakan, [...]
(Jawabannya adalah [..] engkau maksudkan.”)


1432
oleh karena itu Beliau disebut ‘penganut tidak berbuat apa-apa.’ [)]

1435
empat kejahatan ucapan, tiga kejahatan pikiran, dan semua kejahatana (lainnya)


1436
telah melenyapkan kejahatan adalah seoang tapassã,”

cara yang lain bahwa Bealiau telah bebas


1437
kelahiran kembali di alam dewa!,”
-> Bukan kalimat seru

[(]Sebaliknya, yang dimaksudkan oleh Buddha adalah bahwa Beliau tidak akan terlahir kembali


1438
badannya. (dari semua anak


1443
mereka berpikir[,] “Dengan cara ini


1444
Saudara-Ku ânanda, adalah



Kemudian untuk "vassa kexxx" (yang seharusnya "vassa ke xxx") ada di sepanjang buku. Termasuk juga untuk header halaman ganjil Bab 32, 35, 36, 38, 39, dan 40.

Title: 7 Tingkat Penyucian Buddha
Post by: Yumi on 17 November 2008, 12:48:43 PM
Berikut ini dijelaskan 7 tingkat penyucian (visuddhi) seorang Buddha secara singkat:

(1) Penyucian Moral (Sila Visuddhi)

Sewaktu Bodhisatta berhenti di tepi Sungai Anoma, mengenakan jubah dan menjadi petapa, Beliau mulai menjalani aturan moral tidak berbuat kejahatan (Samvara Sila).

Samvara Sila adalah 8 Sila dengan penghidupan benar sebagai sila ke-8 (âjivatthamaka Sila).
Dengan sengaja,tidak membunuh; tidak mencuri atau mengambil benda yang tidak diberikan; tidak melakukan hubungan seks yang salah (tidak melakukan hubungan seks yang tidak benar besar maupun kecil); tidak berdusta, tidak memfitnah, tidak mengucapkan kata-kata kasar dan menghina; tidak mengucapkan kata-kata yang tidak bermanfaat; tidak berpenghidupan salah.
Dengan mematuhi sila ini, Bodhisatta juga telah menjalani Penyucian Penghidupan (âjiva parisuddhi sila).

Indriya Samvara Sila adalah praktik untuk menjaga 6 pintu indria.
Tidak seperti orang-orang biasa, Buddha tidak memerlukan usaha tambahan untuk mengembangkan Indriya Samvara Sila karena pengendalian indria sudah berjalan secara otomatis dalam diri-Nya.

Juga, bagi-Nya tidak diperlukan usaha tambahan untuk menjalani aturan moral sehubungan dengan kebutuhan (Paccayasannissita Sila) untuk menghindari kotoran yang mungkin muncul karena 4 kebutuhan.

Bahkan sewaktu Beliau akan melepaskan keduniawian, Beliau telah menyingkirkan untuk sementara sejumlah kotoran yang disebabkan oleh keserakahan dan kemelekatan.
Kotoran yang tersembunyi hanya dapat dilenyapkan melalui Arahatta-Magga.


(2) Penyucian Pikiran (Citta Visuddhi)

Pencapaian 8 Jhàna dan 5 kemampuan batin lokiya (Abhinnà) yang diperoleh sewaktu belajar dari pemimpin aliran âlàra dan Udaka adalah tidak bersih dan suram seolah-olah ternoda oleh ketidakmurnian (seperti kendi emas besar yang lama tidak dipergunakan) yang dilatih selama 6 tahun pertapaan dukkaracariya yang sia-sia.

Pada hari Beliau mencapai Kebuddhaan, Beliau memakan nasi susu ghana yang dipersembahkan oleh Sujàtà dan melewatkan hari itu di hutan sàla.

Sewaktu di hutan tersebut, Beliau memurnikan 8 Jhàna dan 5 Abhinnà dengan mengembangkannya sekali lagi (seperti mencuci dan membersihkan kendi emas yang ternoda).
8 Jhàna dan 5 Abhinnà ini merupakan Penyucian Pikiran (Citta Vissuddhi) Bodhisatta.


(3) Penyucian Pandangan (Ditthi Visuddhi)

Setelah itu, Bodhisatta berjalan menuju pohon Mahàbodhi pada malam hari dan duduk di atas singgasana tidak terlihat, Beliau menaklukkan Devaputta Màra sebelum matahari terbenam;

pada jaga pertama malam itu, Beliau mengembangkan pengetahuan akan kehidupan-kehidupan lampau.

Beliau merasakan fenomena nàma dan rupa, dan menghancurkan 20 pandangan salah tentang ‘aku’ (sakkàya ditthi).


(4) Penyucian untuk Mengatasi Keraguan (Kankhàvitarana Visuddhi)

Kemudian, pada jaga pertengahan malam itu, Beliau melihat jelas makhluk-makhluk mencapai alam yang berbeda-beda sesuai perbuatannya melalui Yathàkammupaga Nàna yang berdasarkan atas Dibbacakkhu Nàna.

Melihat mereka, Beliau melihat jelas Hukum Kamma (perbuatan dan akibatnya) dan karena pencapaian ini, Beliau menjadi bebas dari keraguan.


(5) Penyucian Pengetahuan dan Pandangan Cerah Mengenai Jalan dan Bukan Jalan (Maggàmagga Nànadassana Visuddhi)

Pada jaga terakhir malam itu, Bodhisatta berdiam dalam 12 faktor dari Hukum Musabab Yang Saling Bergantung;
dan dimulai dengan perenungan batin dan jasmani (Kalàpa-Sammàsana) sebagai dasar bagi 7 perenungan seperti perenungan ketidakkekalan (anicca nupassanà), penderitaan (dukkha nupassanà), tanpa-diri (anatta nupassanà), Beliau mencapai Udayabbaya Nàna yang melihat jelas timbul dan lenyapnya segala fenomena batin dan jasmani, nàma dan rupa.

Pada waktu itu muncullah dalam diri Bodhisatta kotoran Vipassanà (Vipassànupakkilesa) seperti cahaya, dan lain-lain.


(6) Penyucian Pengetahuan dan Pandangan Cerah Mengenai Jalan (Pada Nànadassana Visuddhi), dan
(7) Penyucian Pengetahuan dan Pandangan Cerah (Nànadassana Visuddhi)

9 pengetahuan Pandangan Cerah (Vipassanà Nàna), dimulai dari Udayabbaya Nàna hingga Anuloma Nàna yang muncul dalam batin Bodhisatta disebut dengan Penyucian Pengetahuan dan Pandangan Cerah mengenai Jalan.

4 Kebenaran Mulia (Ariyà Magga) disebut juga Penyucian Pengetahuan dan Pandangan Cerah Nànadassana Visuddhi.


(Sehubungan dengan hal ini, harus dimengerti bahwa:
Sotàpatti-Magga yang dicapai oleh Buddha adalah Jhàna Magga I dengan 5 faktor (vitakka, vicàra, pãti, sukha, ekaggata).
Sakadàgàmi-Magga adalah Jhàna Magga II dengan 3 faktor (piti, sukha, ekaggata).
Anagàmi-Magga adalah Jhàna Magga III dengan 2 faktor (sukha, ekaggata).
Arahatta-Magga adalah Jhàna Magga IV dengan 2 faktor (upekkhà, ekaggata).
Dikutip dari penjelasan Upakkilesa Sutta dalam Uparipannàsa Atthakathà).

Demikianlah, urutan 7 tingkat penyucian yang dijelaskan di atas,
yang merupakan jalan benar menuju Nibbàna.

Buddha, Pacceka Buddha, dan para siswa mulia
pada masa lampau, sekarang, dan masa depan,
mencapai Nibbàna hanya melalui 7 tingkat penyucian ini.

Demikian pula para mulia yang mencapai Jalan Mulia hanya dengan mengembangkan paling sedikit meditasi tacapancaka atau dengan mendengarkan khotbah Dhamma dalam bait yang disampaikan oleh Buddha melalui proyeksi gambar Buddha sewaktu berada dalam vihàra.
Mereka semua mencapai Jalan Mulia, Ariya Magga hanya melalui 7 tingkat penyucian ini berurutan.

~RAPB 1, pp. 645-648~
Title: Mengucapkan Seruan Gembira dan Sungguh-sungguh
Post by: Yumi on 17 November 2008, 01:16:22 PM
Buddha yang telah mencapai Kemahatahuan dan memiliki semua ciri-ciri dan keagungan Kebuddhaan merenungkan:

“Aku sungguh telah terbebaskan dari penderitaan samsàra:
Aku sungguh-sungguh telah mencapai keadaan tertinggi Pencerahan Sempurna, guru di tiga alam.
Aku sungguh-sungguh telah mencapai kemenangan besar.
Akulah yang dapat membebaskan makhluk-makhluk dari belenggu 3 alam dengan memberikan khotbah Dhamma.”

Sewaktu merenungkan demikian, muncul terus-menerus dalam batin Buddha, kegembiraan luar biasa (piti);

dengan kegembiraan yang terus-menerus ini, Buddha sesuai kebiasaan semua Buddha yang baru mencapai Kebuddhaan, mengucapkan bait-bait kegembiraan berikut:

(1) Anekajàtisamsasram, sandhàvissam anibbisam
     gahakàram gavesanto, dukkhà jàti punappunnàm

Tidak mampu memotong akar kelahiran yang berulang-ulang dalam samsàra.
Dikandung dalam rahim dalam 4 cara adalah penderitaan besar,
karena tubuh yang berasal dari kelahiran ini pasti diikuti dan dilindas oleh usia tua, penyakit, dan kematian,
tidak ada kebahagiaan sama sekali, hanya melelahkan dan menyusahkan.

Oleh karena itu, sebagai Bodhisatta,
dengan tekun mencari pembuat rumah ‘Khandha’ ini,
dan tidak berhasil menemukan
karena Aku belum mencapai Sabbannuta Nàna yang melihat dengan jelas si pelaku kejahatan,
yaitu, Kemelekatan, si tukang kayu yang menyebabkan dukkha,

Aku harus mengembara dengan resah berputar-putar dalam lingkaran samsàra walaupun Aku tidak menyukainya
dan berada dalam ketakutan terus-menerus akan alat pembangkit (kincir) dukkha yang terdiri dari 5 kelompok kehidupan.

(2) Gahakàraka ditthosi, Punnà geham na kàhasi
     sabbà te phàsuka bhagga, gahakutam visankhatam
     visankharamgatam cittam, tanhanam khayamajjhaga

Engkau! Kemelekatan si tukang kayu,
penjahat yang menyebabkan penderitaan
yang dengan rajin membangun rumah 5 kelompok kehidupan yang terperangkap dalam dukkha!

Sekarang, setelah menjadi Buddha dan memiliki Sabbannuta Nàna,
Aku melihatmu dengan jelas, wahai Kemelekatan, si pembuat rumah!
Engkau tidak dapat lagi membuat rumah dari 5 kelompok kehidupan yang terjalin dengan dukkha,
karena kakimu, tanganmu, dan hidupmu telah dipotong 4 kali dengan kapak Magga Nàna
dan engkau bagaikan tunggul pohon yang tercabut.

Semua tiang-tiang kotoran batin yang terpancang dalam rumah 5 kelompok kehidupanmu
telah hancur berkeping-keping
tanpa menyisakan sedikit pun tanda-tanda dari masa lampau dan kecenderungan yang melekat.

Kegelapan batin (avijjà), tonggak utama rumahmu,
yang menyembunyikan dan menjauhkan 4 Kebenaran dan Nibbàna telah dihancurkan.

Batin-Ku yang bersih dari lumpur kotoran batin telah mencapai Nibbàna, istana kedamaian,
di luar jangkauan sankhara dan semua penderitaan samsàra.


Aku, Buddha yang tertinggi di 3 alam.
Telah menembus 4 (Arahatta) Magga-Phala,
padamnya 108 bentuk kemelekatan
untuk menyenangkan dewa dan brahmà di 10.000 alam semesta.

Catatan:
Ada 2 jenis udàna:
manasà udàna, yang diucapkan dalam hati;
dan vacasà udàna, yang diucapkan dengan mulut.

Udàna gàthà yang dimulai dengan ‘Anekajàtisamsasram dst’ diucapkan dalam hati oleh Buddha, jadi dapat dianggap sebagai manasà udàna;
Udàna dalam kitab Udàna Pàli yang dimulai dengan ‘Yadà have pàtu bhavanti dhammà dst; diucapkan dengan suara keras melalui mulut oleh Buddha.
Jadi Udàna dalam kitab Udàna Pàli dapat dianggap sebagai vacasà udànà.

~RAPB 1, pp. 650-652~
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Yumi on 18 November 2008, 01:08:15 PM
Quote
Pada waktu itu muncullah dalam diri Bodhisatta kotoran Vipassanà (Vipassànupakkilesa) seperti cahaya, dan lain-lain.

kotoran vipassana itu apa?  :-?

Quote
9 pengetahuan Pandangan Cerah (Vipassanà Nàna), dimulai dari Udayabbaya Nàna hingga Anuloma Nàna yang muncul dalam batin Bodhisatta disebut dengan Penyucian Pengetahuan dan Pandangan Cerah mengenai Jalan.

ko indra, bisa tlg jabarin ga 9 pengetahuan pandangan cerah? (yg pernah bahas di sb)  ;D
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 18 November 2008, 03:19:36 PM
1454
(Pada masa tiga Buddha itu, […] yang harus diumumkan secara resmi.)
Hanya pembacaan Pàtimokkha yang […] setiap dua minggu.[)]
(dua jenis Pàtimokkha telah dijelaskan dalam bab XXII.)

(para Buddha yang berumur panjang […] dengan mengadakan sidang (Saÿgàyanà).[)]


1459-1460
(Jika peraturan-peraturan ditetapkan terlebih dahulu, […] sebagai berikut:
(“Mengapa Bhikkhu […] Demikianlah celaan dan kecaman dari publik.[)]


1464
Bersama istrinya, Vera¤jà dengan hormat merangkapkan tangan mereka kepada Buddha dan para bhikkhu[,] dan mengantarkan kepergian


1471
Karena aku[,] mereka dapat mempersembahkan

(tahun kedua puluh


1474
bunga.) masih ada lagi warisan dariku.


1476
(selama aku tidak memberikan benih


1478
kisah Jàtaka tentang sekor rusa,


1479
perempuan petugas pengadilan, yang mengalami hal ini.


1482
Dari dua hal ini, (1) kurangnya latihan, ada dua jenis: (a) kurangnya (bimbingan yang mendukung

sewaktu Brahmana Bhana¤jàni sedang


1486-1487

“Engkau, manusia kosong, bukankah Aku mengajarkan [….] menghentikan kemelekatan dan memadamkan kotoran batin.[?]”


1493
tahun kesebelasnya menjadi sàmaõera.


1495
putra-Ku, Sàmaõera Ràhula, mengembangkan kemelekatan terhadap kehidupan rumah tangga karena keindahan tubuhnya, dengan berpikir,['] aku tampan. Penampilanku bersih dan murni.['] Bukannya berjalan ke arah yang benar, ia malah mengikuti jalan


1496-1497
(Alasan dari pertanyaan Ràhula ‘Apakah hanya jasmani (materi) yang harus direnungkan dengan cara demikian?’ adalah sebagai berikut:)

(Mendengar instruksi Buddha bahwa […] penerapan metode (Nayakusala ¥àõa).[)]

ia selanjutnya akan merenungkan bahwa[, ']hal ini juga tidak boleh dilakukan; hal itu juga tidak boleh dilakukan’ dan menembus ratusan ribu cara lainnya. Demikian pula, saat diajarkan satu hal, ‘Hal ini harus dilakukan’, ia kemudian akan merenungkan bahwa[, '] hal ini juga harus dilakukan; hal itu juga harus dilakukan’





Title: Paticcassamuppàda
Post by: Yumi on 20 November 2008, 01:05:15 PM
Saccam satto patisandhi paccayàkàrameva ca.
Duddasà caturo dhammà desetunca sudukkarà.

“(i) Kebenaran akan Empat Kebenaran,
(ii) ilusi diri sehubungan dengan lima kelompok kehidupan,
(iii) proses kelahiran kembali yang berhubungan dengan kehidupan,
(iv) Keberkondisian dari segala sesuatu seperti kebodohan
―empat subjek ini sulit dipahami oleh seseorang dan, setelah memahami, adalah sulit untuk menjelaskannya kepada orang lain.”
Demikianlah dikatakan oleh Komentar Sammahavinodani dan lainnya.

Paticcassamuppàda, karena merupakan subjek yang sulit dipahami,
sekarang akan dijelaskan kepada para pembaca secara tidak terlalu mendalam dan tidak terlalu singkat,
menggunakan penjelasan singkat berikut,
yang berdasarkan 13 syair penjelasan dari Myanmar oleh Ledi Sayadaw tentang Paticcasamuppàda.


Naskah Paticcasamuppàda Uddesa

Avijjà paccayà sankhàrà sankhàra paccayà vinnànam vinnànapaccayà nàmarupam nàmarupapaccayà salàyatanam salàyatanapaccayà phasso phassa paccayà vedanà vedanàpaccayà tanhà tanhàpaccayà upàdànam upàdànapaccayà bhavo bhavapaccayà jàti jàtipaccayà jaràmaranam soka parideva dukkha domanassupàyàsà sambhavanti. evametassa kevalassa dukkhakkhandhassa samudayo hoti.

Avijjàpaccayà sankhàrà:
dengan kebodohan akan Kebenaran sebagai kondisi, yaitu,
karena ketidakmampuan dalam melihat segala sesuatu sebagaimana adanya,
ini adalah aktivitas kehendak yang mengakibatkan kelahiran saat ini dan masa mendatang.

Sankhàra paccayà vinnànam:
dengan aktivitas kehendak yang mengakibatkan kelahiran saat ini dan masa mendatang,
kesadaran yang menghubungkan dengan kelahiran juga muncul.

Vinnàna paccayà nàmarupam:
dengan kesadaran yang menghubungkan dengan kelahiran sebagai kondisi,
maka batin dan jasmani juga muncul.

Nàmarupa paccayà salàyatanam:
dengan batin dan jasmani sebagai kondisi,
6 jenis jasmani indria yang disebut 6 pintu indria juga muncul.

Salayatana paccayà phasso:
dengan 6 pintu indria sebagai kondisi,
maka muncullah enam jenis kontak dengan objek indria masing-masing.

Phassa paccayà vedanà:
dengan 6 jenis kontak sebagai kondisi,
maka muncullah 6 jenis perasaan yang mengenali atau mengalami objek indria.

Vedanà paccayà tanha:
dengan 6 jenis perasaan sebagai kondisi,
maka muncullah 6 jenis keinginan terhadap enam objek indria.

Tanhà paccayà upàdànam:
dengan enam jenis keinginan sebagai kondisi,
maka muncullah kemelekatan yang berakar dalam.

Upàdàna paccayà bhavo:
dengan keterikatan sebagai kondisi,
maka muncullah proses penyebab dari perbuatan seseorang
dengan akibat yang terjadi pada kehidupan sekarang atau kehidupan mendatang.

Bhavà paccayà jàti:
dengan proses penyebab dari perbuatan seseorang sebagai kondisi,
maka muncullah pengulangan kehidupan atau kelahiran.

Jàti paccayà jaràmaranam soka parideva dukkhadomanassupàyàsà sambhavanti:
dengan kelahiran sebagai kondisi,
maka muncullah usia tua dan kematian, kesedihan, dukacita, penyakit fisik, tekanan batin, dan kesakitan.

(Terjemahan Ledi Sayadaw.)

~RAPB 2, pp. 2359-2360~
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: markosprawira on 20 November 2008, 02:45:02 PM
Saccam satto patisandhi paccayàkàrameva ca.
Duddasà caturo dhammà desetunca sudukkarà.

“(i) Kebenaran akan Empat Kebenaran,
(ii) ilusi diri sehubungan dengan lima kelompok kehidupan,
(iii) proses kelahiran kembali yang berhubungan dengan kehidupan,
(iv) Keberkondisian dari segala sesuatu seperti kebodohan
―empat subjek ini sulit dipahami oleh seseorang dan, setelah memahami, adalah sulit untuk menjelaskannya kepada orang lain.”
Demikianlah dikatakan oleh Komentar Sammahavinodani dan lainnya.

Paticcassamuppàda, karena merupakan subjek yang sulit dipahami,
sekarang akan dijelaskan kepada para pembaca secara tidak terlalu mendalam dan tidak terlalu singkat,
menggunakan penjelasan singkat berikut,
yang berdasarkan 13 syair penjelasan dari Myanmar oleh Ledi Sayadaw tentang Paticcasamuppàda.


Naskah Paticcasamuppàda Uddesa

Avijjà paccayà sankhàrà sankhàra paccayà vinnànam vinnànapaccayà nàmarupam nàmarupapaccayà salàyatanam salàyatanapaccayà phasso phassa paccayà vedanà vedanàpaccayà tanhà tanhàpaccayà upàdànam upàdànapaccayà bhavo bhavapaccayà jàti jàtipaccayà jaràmaranam soka parideva dukkha domanassupàyàsà sambhavanti. evametassa kevalassa dukkhakkhandhassa samudayo hoti.

Avijjàpaccayà sankhàrà:
dengan kebodohan akan Kebenaran sebagai kondisi, yaitu,
karena ketidakmampuan dalam melihat segala sesuatu sebagaimana adanya,
ini adalah aktivitas kehendak yang mengakibatkan kelahiran saat ini dan masa mendatang.

Sankhàra paccayà vinnànam:
dengan aktivitas kehendak yang mengakibatkan kelahiran saat ini dan masa mendatang,
kesadaran yang menghubungkan dengan kelahiran juga muncul.

Vinnàna paccayà nàmarupam:
dengan kesadaran yang menghubungkan dengan kelahiran sebagai kondisi,
maka batin dan jasmani juga muncul.

Nàmarupa paccayà salàyatanam:
dengan batin dan jasmani sebagai kondisi,
6 jenis jasmani indria yang disebut 6 pintu indria juga muncul.

Salayatana paccayà phasso:
dengan 6 pintu indria sebagai kondisi,
maka muncullah enam jenis kontak dengan objek indria masing-masing.

Phassa paccayà vedanà:
dengan 6 jenis kontak sebagai kondisi,
maka muncullah 6 jenis perasaan yang mengenali atau mengalami objek indria.

Vedanà paccayà tanha:
dengan 6 jenis perasaan sebagai kondisi,
maka muncullah 6 jenis keinginan terhadap enam objek indria.

Tanhà paccayà upàdànam:
dengan enam jenis keinginan sebagai kondisi,
maka muncullah kemelekatan yang berakar dalam.

Upàdàna paccayà bhavo:
dengan keterikatan sebagai kondisi,
maka muncullah proses penyebab dari perbuatan seseorang
dengan akibat yang terjadi pada kehidupan sekarang atau kehidupan mendatang.

Bhavà paccayà jàti:
dengan proses penyebab dari perbuatan seseorang sebagai kondisi,
maka muncullah pengulangan kehidupan atau kelahiran.

Jàti paccayà jaràmaranam soka parideva dukkhadomanassupàyàsà sambhavanti:
dengan kelahiran sebagai kondisi,
maka muncullah usia tua dan kematian, kesedihan, dukacita, penyakit fisik, tekanan batin, dan kesakitan.

(Terjemahan Ledi Sayadaw.)

~RAPB 2, pp. 2359-2360~

namun hendaknya janganlah dianggap bahwa "avijja" yg menjadi asal mula suatu mahluk yah.... ini yg sering disalah artikan bhw karena avijja menjadi rantai pertama, maka itulah asal muasalnya manusia/mahluk yg pertama

terus jgn pula diartikan bhw karena marana/kematian merupakan rantai ke-12 maka kematian lah yg menyebabkan avijja.....

ini adalah rantai yg kompleks utk dapat diuraikan sehingga untuk pemula tidak direkomendasi untuk membaca rantai ini secara harafiah....

semoga bermanfaat.........
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: markosprawira on 20 November 2008, 02:59:21 PM
Quote
Pada waktu itu muncullah dalam diri Bodhisatta kotoran Vipassanà (Vipassànupakkilesa) seperti cahaya, dan lain-lain.

kotoran vipassana itu apa?  :-?

Senang melihat Yumi yg bersemangat.......

coba ikut jawab :

Vipassana Kilesa biasanya timbul pada Nyana ke-3 dan ke-4.

10 Vipassana Kilesa :
Obhasa (sinar)
Piti (kegiuran)
Passadi (tenang)
Sukha (kebahagiaan)
Saddha (keyakinan)
Paggaha (terlalu semangat)
Upatthana (ingatan yang tajam)
Nyana (ilmu pengetahuan)
Upekkha (keseimbangan)
Nikhanti (kepuasan)


Quote
9 pengetahuan Pandangan Cerah (Vipassanà Nàna), dimulai dari Udayabbaya Nàna hingga Anuloma Nàna yang muncul dalam batin Bodhisatta disebut dengan Penyucian Pengetahuan dan Pandangan Cerah mengenai Jalan.

ko indra, bisa tlg jabarin ga 9 pengetahuan pandangan cerah? (yg pernah bahas di sb)  ;D

1. Nama_Rupa Pariccheda Nyana (pengetahuan membedakan jasmani dan batin)
2. Paccaya Pariggaha Nyana (pengetahuan mengenai sebab dan akibat)
3. Sammasana Nyana (pengetahuan mengenai tiga corak umum)
4. Udayabbaya Nyana (pengetahuan mengenai timbul dan lenyapnya proses-proses)
5. Bhanga Nyana (pengetahuan mengenai peleburan)
6. Bhaya Nyana (pengetahuan mengenai ketakutan)
7. Adinava Nyana (pengetahuan mengenai kabur dan membosankan)
8. Nibbida Nyana (pengetahuan mengenai kejenuhan dan kejelekan)
9. Muncitukamyata Nyana (pengetahuan mengenai tegang, gelisah dan putus asa)
10. Patisankha Nyana (pengetahuan mengenai perasaan seperti tersiksa, ingin berhenti)
11. Sankharupekkha Nyana (pengetahuan mengenai keseimbangan)
12. Anuloma Nyana (pengetahuan mengenai Tilakkhana makin jelas)
13. Gotrabhu Nyana (pengetahuan mengenai diam, tenang, damai)
14. Magga Nyana (pengetahuan mengenai jalan)
15. Phala Nyana (pengetahuan mengenai Hasil / Pahala)
16. Paccavekkhana Nyana (pengetahuan mengenai pertimbangan / perenungan kembali)

mulai dari Gotrabhu, berarti sudah masuk menjadi ariya puggala.....

semoga bermanfaat yah
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 21 November 2008, 08:26:00 AM

1501
ia merenungkan, “Aku diberi instruksi […] bhikkhu lain yang berkata, “Ràhula sulit dinasihati; ia bahkan tidak menuruti nasihat penahbisnya!”[”]


1509
karena Beliau berpkir, “Jika Aku


1511
“Buddha Yang Mulia, […] mangga itu. (saat pikiran-pikiran ini muncul) aku merenungkan, “Oh, betapa anehnya! […] dan kekejaman!”[”]


1512
“Anak-Ku Meghiya, lima faktor (berikut ini) […]
Demikianlah lima faktor itu.[”]


1515
bahkan sebelum jubah vassa vassa selesai,


1519
(Di sini beberapa ribu dewa […] juga bermanfaat bagi mereka.[)]

1528
tidak dapat melarang para Thera senior itu untuk tidak duduk di tempatnya,
-> tidak dapat melarang para Thera senior itu untuk duduk di tempatnya,


1529
(Ia yang ) disucikan dari seribu delapan jenis kemelekatan,
-> Sebelumnya dikatakan seratus delapan.


1533
Akan tetapi, engkau boleh menanyakan pertanyaan apa pun yang engkau suka. (Aku akan menjawab semua pertanyaanmu).[.)]”


1538
awam.” (artinya,


1540
ânanda menjawab[,] “Ya, Buddha


1544
Saat Buddha menanyakan mengapa mereka datang dalam rombongan besar.[,] Sakka menjawab


1548
Dan ketika mereka memasuki hutan[,] seekor rusa


1549
santapannya. (bukan berarti

melihat raja di bawah pohon banyam,

Namun raksasa itu tidak mau membebaskannya dan berkata, “Karena […] rusa ini kepadaku?[”] Bagian ini hanya terdapat dalam beberapa versi.)


1550
dan berkata, “Mengapa engkau begitu sulit menangkap rusa itu, Raja Besar, takut kehilangan gengsi?[”] Sang raja pulang ke kota tanpa

Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Yumi on 24 November 2008, 05:24:03 PM
namun hendaknya janganlah dianggap bahwa "avijja" yg menjadi asal mula suatu mahluk yah.... ini yg sering disalah artikan bhw karena avijja menjadi rantai pertama, maka itulah asal muasalnya manusia/mahluk yg pertama

terus jgn pula diartikan bhw karena marana/kematian merupakan rantai ke-12 maka kematian lah yg menyebabkan avijja.....

ini adalah rantai yg kompleks utk dapat diuraikan sehingga untuk pemula tidak direkomendasi untuk membaca rantai ini secara harafiah....

semoga bermanfaat.........

 _/\_ Ko Markos, trs asal mulanya apa dunk ya?
Title: (1) Avijjà paccayà sankhàrà
Post by: Yumi on 24 November 2008, 05:36:23 PM
Bergantung pada kebodohan, aktivitas kehendak,
yaitu, pikiran, perkataan, dan perbuatan yang disebabkan oleh motif tertentu
atau kehendak yang dikondisikan oleh kebodohan.

Terdapat makhluk-makhluk yang tidak terhingga banyaknya
yang hidup di alam semesta yang tidak terhingga banyaknya,
tetapi mereka semuanya dalam pengertian tertinggi
hanyalah merupakan perwujudan dari 12 faktor Musabab Yang Saling Bergantung,
yaitu, kebodohan, aktivitas kehendak, kesadaran yang berhubungan dengan kelahiran, batin dan jasmani, 6 landasan indria, kontak, perasaan, keinginan, kemelekatan, proses kamma, kelahiran kembali, usia tua dan kematian.
(paticca, ketergantungan pada atau dikondisikan oleh (sebab),
samuppàda, munculnya sankhàra, dan lain-lain, (akibat).

Dari 12 faktor tersebut,
kebodohan adalah kondisi yang menjadi akar dari bagian awal samsàra.
Dengan demikian disebutkan pertama kali,
sedangkan antara avijjà dan sankhàra,
avijjà adalah sebab dan sankhàra adalah akibat.

Sankhàra artinya adalah kehendak dalam bentukan pikiran, perkataan, dan perbuatan.
Avijjà adalah satu dari 52 unsur batin (cetasika),
yang pada intinya merupakan kebodohan, moha, kondisi batin yang buruk.
Moha juga diartikan sebagai ‘tidak mengetahui’, ‘tidak terampil, ‘kebodohan’, ‘ilusi kegelapan.’

Kebodohan artinya:
(1) Tidak mengetahui Kebenaran Tentang Dukkha, yaitu,
tidak melihat kebenaran bahwa 5 kelompok duniawi yang berhubungan dengan tiga alam adalah dukkha,
(2) Tidak mengetahui Penyebab Dukkha, yaitu,
tidak melihat kebenaran tentang kemelekatan (tanhà) yang menjadi penyebab dukkha,
(3) Tidak mengetahui Kebenaran Tentang Lenyapnya Dukkha, yaitu,
tidak melihat kebenaran bahwa Nibbàna adalah Lenyapnya Dukkha,
(4) Tidak mengetahui Kebenaran Tentang Jalan, yaitu,
tidak melihat bahwa Jalan Mulia Berfaktor 8 adalah Jalan menuju Nibbàna.

Empat kebodohan tentang Empat Kebenaran adalah
kondisi yang mana, semua kaum awam, yang dibutakan oleh kebodohan mereka,
melakukan perbuatan jahat yang akan mengirim mereka ke empat alam sengsara apàya,
atau melakukan perbuatan baik yang akan mengirim mereka ke 7 alam bahagia dan 16 alam brahmà yang materi halus, atau ke 4 alam brahmà tanpa materi.

Perbuatan jahat didorong oleh kehendak jahat yang disebut apunnàbhi sankhàra.
Perbuatan baik yang mengarah ke 7 alam bahagia dan 4 alam materi halus didorong oleh kehendak baik yang disebut punnàbhisankhàra.
Kehendak dalam 4 jenis perbuatan baik yang mengarah kepada 4 alam brahmà tanpa materi disebut ànebjàbhisankhàrà.
Oleh karena itu Buddha menyatakan bahwa dengan Kebodohan sebagai kondisi, muncullah 3 jenis akivitas kehendak perbuatan baik perbuatan jahat.

~RAPB 2, pp. 2361-2362~
Title: Avijja
Post by: Yumi on 25 November 2008, 12:55:39 PM
(Sehubungan dengan syair satu.)

Dalam literatur Buddhis terdapat 3 jenis manusia atau dewa yang layak dipuja, yaitu,
para dewa yang terlahir seketika sebagai individu yang dewasa yaitu upavatti deva,
para penguasa yang menguasai sebuah negeri yaitu sammuti deva,
dan para Arahanta yang mulia, yaitu visuddhi deva.
Di antara para Arahanta, Buddha sungguh tiada bandingannya. […]

Avijjà disebut kegelapan kebodohan besar, Mahàtama. […]

Kaum awam yang diselimuti oleh kegelapan akan melakukan perbuatan jahat demi kesejahteraan mereka melalui 12 pikiran jahat,
aktivitas kehendak ini yang disebut apunnàbhisankhàra cenderung mengarah ke alam sengsara.
Kebodohan tidak hanya mengarahkan kaum awam yang buta untuk melakukan perbuatan jahat, tetapi juga dapat mengarahkan mereka untuk melakukan perbuatan baik yang dapat mengirim mereka ke alam dewa dan brahmà yang tinggi.

Hal ini karena,
dua Kebenaran yang pertama dari Empat Kebenaran, yaitu, Kebenaran Tentang Dukkha dan Kebenaran Tentang Penyebab Dukkha adalah Kebenaran Lokiya yang bersifat membakar,
sedangkan dua kebenaran yang terakhir, yaitu, Kebenaran Tentang Lenyapnya dan Kebenaran Tentang Jalan adalah Kebenaran Lokuttara yang bersifat sejuk dan tenang.

Kaum awam (khususnya ia yang memuja kelahiran kembali) yang batinnya diselimuti oleh Kegelapan,
tidak memahami bahwa dua kebenaran Lokiya itu bersifat membakar
sehingga ia mendekatinya dan menjadi budak dari kemelekatannya sendiri.


Ketika kemelekatan menguasai seorang awam,
khususnya, ia yang memiliki pandangan pemusnahan,
menolak pandangan tentang adanya kehidupan setelah kematian,
ia hanya memandang kehidupannya yang sekarang saja.
Ia siap melakukan perbuatan jahat demi kesejahteraannya pada kehidupan sekarang.
Ia akan membunuh atau mencuri
atau melakukan perbuatan jahat lainnya, jika kehendak jahat apunnàbhi sankhàra memaksanya.

Kaum awam yang percaya pada pandangan keabadian,
sebaliknya, bercita-cita untuk mencapai alam kehidupan yang lebih tinggi pada masa mendatang.
Ia akan melakukan perbuatan-perbuatan baik agar dapat mencapai alam bahagia
atau terlahir di alam tanpa bentuk sesuai keinginannya,
semua ini tidak mendukung dalam mencapai Magga-Phala dan Nibbàna.

Perbuatan-perbuatan ini,
kehendak baik punnàbhi sankhàra yang mengarah ke alam indria dan alam materi halus
atau kehendak yang tidak tergoyahkan, anenjàbhi sankhàra, yang mengarah ke alam tanpa materi.
Sebagai akibat dari aktivitas kehendak tersebut, kelahiran baru akan terjadi
dan menjadi pengulangan dukkha yang tanpa akhir.

~RAPB 2, pp. 2363-2365~
Title: (2) Sankhàra paccaya vinnànam
Post by: Yumi on 25 November 2008, 01:13:20 PM
Sebagai akibat dari perbuatan kehendak yang terdiri dari 3 jenis,
kelahiran kembali di alam kehidupan yang sesuai,
yaitu, di alam sengsara apàya, atau di alam manusia, atau di alam dewa atau di alam brahmà.

Di alam kehidupan yang baru,
kesadaran yang merupakan faktor batin utama muncul.

Kesadaran yang terdiri dari 6 jenis sesuai masing-masing dari 6 pintu indria,
yaitu, mata, telinga, hidung, lidah, badan, dan pikiran.

6 jenis kesadaran yang masing-masing muncul bersama dengan kelompok batinnya
masing-masing bertanggung jawab atas objek-objek indrianya masing-masing
dan menikmati kenikmatan indria.

Dalam menikmatinya,
sebuah pandangan salah akan diri muncul seperti,
“Aku melihatnya,” “Aku mendengarnya,” “Aku menciumnya,” dst,
dan juga konsep salah tentang manusia atau dewa, dia, dll.

Semua miskonsepsi ini disebabkan oleh 6 jenis kesadaran.
Dan dengan demikian, semua bentuk kehidupan,
yang lebih sering terjadi di alam sengsara apàya, terus berlanjut.

~RAPB 2, p. 2365~
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 25 November 2008, 03:12:56 PM
1553
Buddha, “Ya, Gadrabha, Aku hanya datang saat matahari terbenam.
-> Mungkin ini terjemahan dari "just" yang seharusnya berarti "baru saja".

izinkan aku akan memberitahukan kepadanya terlebih dahulu.”
-> izinkan aku untuk memberitahukan ...


1567
dikatakan oleh Buddha adalah kekayaan seseorang.[)]


1568
kebijaksanaan. “hanya kehidupan seseorang yang berdiam di dalam kebijaksanaan yang layak dipuji,” Yang Termulia seperti para Buddha, dan lain-lain, menyatakan demikian[.] (mereka tidak menyatakan bahwa kehidupan seseorang yang hanya dari bernapas adalah layak dipuji.) Demikianlah makna dalam batas tertentu harus dipahami.


1569
Sepuluh Perbuatan Baik yang dlakukan terus-menerus,

seseorang mengatasi lingkaran penderitaan; dengan kebijaksanaan (pa¤¤à) seseorang membersihkan kotoran batin.[)]


1570
dari kossaja (kemalasan), dan pa¤¤à sebagai lawan dari moha (kebodohan).[)]

juga individu mulia Sakadàgàmã, Yang kembali satu kali, dijelaskan.[)]


1571
mulia Anàgàmã, Yang Tak Kembali, dijelaskan.[)]

jawaban keempat


1575
menjalin persahabatan. (baris keempat

empat bulan dengan modal seekor tikus mati.[)]

pertanyaan kelima.


1587
dan pada hari keempat, jasad Sirimà


1593
perubahan posisi tubuh diajarkan. (perubahan dari


1598
mata kebijaksanaan―bagian-bagian
-> Jika dicopy paste, tampak seperti di atas, tetapi yang tampak di buku adalah "kebijaksanaanbagian-bagian"

Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: markosprawira on 25 November 2008, 04:25:42 PM
namun hendaknya janganlah dianggap bahwa "avijja" yg menjadi asal mula suatu mahluk yah.... ini yg sering disalah artikan bhw karena avijja menjadi rantai pertama, maka itulah asal muasalnya manusia/mahluk yg pertama

terus jgn pula diartikan bhw karena marana/kematian merupakan rantai ke-12 maka kematian lah yg menyebabkan avijja.....

ini adalah rantai yg kompleks utk dapat diuraikan sehingga untuk pemula tidak direkomendasi untuk membaca rantai ini secara harafiah....

semoga bermanfaat.........

 _/\_ Ko Markos, trs asal mulanya apa dunk ya?


sebab utama adalah moha......

moha adalah kebodohan batin yg membuat kita tidak tahu mana yg benar dan mana yg salah

Pada waktu moha terangkat maka kita akan bisa melihat kebenaran sebagai kebenaran dan kesalahan sebagai kesalahan.....

dalam cetasika :
1. setiap muncul Lobha, PASTI ada moha
2. setiap muncul Dosa, PASTI ada moha
3. Tapi jika muncul Lobha (melekat), TIDAK MUNGKIN berbarengan dengan Dosa (menolak)

dan jika pada kusala hetu (akar baik) :
- Sugati ahetuka (tidak ada akar baik)
- Sugati Dvihetuka (2 akar baik yaitu Alobha dan Adosa)

Disini bisa dilihat bhw jika akusala, selalu muncul Moha
Tapi jika yg kusala, ternyata aMoha baru muncul di Sugati Tihetuka

Masih bnyk contoh2 lain mengenai "bahaya" laten Moha, namun selama ini, org cenderung utk bersenang2 tanpa mereka tahu bhw setelah kesenangan indera berakhir, dukkha sudah menanti  :))
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Yumi on 25 November 2008, 04:42:17 PM
sebab utama adalah moha......

moha adalah kebodohan batin yg membuat kita tidak tahu mana yg benar dan mana yg salah

Pada waktu moha terangkat maka kita akan bisa melihat kebenaran sebagai kebenaran dan kesalahan sebagai kesalahan.....

dalam cetasika :
1. setiap muncul Lobha, PASTI ada moha
2. setiap muncul Dosa, PASTI ada moha
3. Tapi jika muncul Lobha (melekat), TIDAK MUNGKIN berbarengan dengan Dosa (menolak)


Avijjà adalah satu dari 52 unsur batin (cetasika),
yang pada intinya merupakan kebodohan, moha, kondisi batin yang buruk.
Moha juga diartikan sebagai ‘tidak mengetahui’, ‘tidak terampil, ‘kebodohan’, ‘ilusi kegelapan.’


avijja = moha kan?  :-?

dan jika pada kusala hetu (akar baik) :
- Sugati ahetuka (tidak ada akar baik)
- Sugati Dvihetuka (2 akar baik yaitu Alobha dan Adosa)

Disini bisa dilihat bhw jika akusala, selalu muncul Moha
Tapi jika yg kusala, ternyata aMoha baru muncul di Sugati Tihetuka

maksudnya apa tuh? ahetuka, dvihetuka, tihetuka.. ^-^ hehe.. masih gak ngerti..
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 26 November 2008, 09:57:33 AM
Titipan dari Yumi:

101
“Kapankah mereka akan datang atas kemauan mereka sendiri untuk megambil benda-benda milikku tanpa meminta?;”

497
Pintu dan jendela utamanya disesuaikan untuk musim dingin dan musim panas, bebarapa terbuat

500
Sang Bodhistta Pangeran menjawab, “Jangan takut,

541
seekor gajah Gandha memiliki tenaga sebesar ssepuluh

573
Di antara pada dewa yang berkomentar. Mereka

619
Dan àra yang jahat dan keji yang menderita hinaan kekalahan,

2366
maka muncullah tindakan-rindakan yang pernah ia lakukan di

2367
Tiga jenis aktivias kehendak adalah penyebab munculnya


Untuk hal 101:
“Kapankah mereka akan datang atas kemauan mereka sendiri untuk megambil benda-benda milikku tanpa meminta?;”, apakah ini artinya "mereka datang sendiri dan mengambil barang tanpa meminta (karena memang sudah disediakan untuk didanakan)", ataukah seharusnya “Kapankah mereka akan datang atas kemauan mereka sendiri untuk megambil benda-benda milikku tanpa diminta?;”, yang berarti "mereka datang (dan mengambil) tanpa perlu diminta datang"?

Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: markosprawira on 27 November 2008, 10:53:33 PM
namun hendaknya janganlah dianggap bahwa "avijja" yg menjadi asal mula suatu mahluk yah.... ini yg sering disalah artikan bhw karena avijja menjadi rantai pertama, maka itulah asal muasalnya manusia/mahluk yg pertama

terus jgn pula diartikan bhw karena marana/kematian merupakan rantai ke-12 maka kematian lah yg menyebabkan avijja.....

ini adalah rantai yg kompleks utk dapat diuraikan sehingga untuk pemula tidak direkomendasi untuk membaca rantai ini secara harafiah....

semoga bermanfaat.........

 _/\_ Ko Markos, trs asal mulanya apa dunk ya?


dear yumi,

pls hati2 yah.......

pada saat kita berkata "asal mula", itu berarti kita sudah terjebak pada konsep Causa Prima....

bahwa segala sesuatu itu, pasti ada "awalnya"..

namun saat ini, saya hanya ingin menambahkan bhw Moha membuat kita tidak bisamembedakan mana yg benar dan mana yg salah.
Ini membuat kita melakukan hal yg salah, dan menjauhi hal yg benar.....

PAda waktu Moha terkuak, maka kita akan melakukan hal yg benar dan tidak akan melakukan hal yg salah

semoga bisa bermanfaat bagi kita semua
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: candle on 28 November 2008, 10:18:59 AM
 _/\_ bukunya bagus sekali, tetapi setelah saya baca postingan banyak sekali kesalahan-kesalahan ketik,  bagaimana kerja editor ya?  :-? katanya editor seluruh indonesia? kok banyak salah ya? hmmm :-?
pendapat saya untuk proyek selanjutnya jika masih ada, lebih baik editornya diganti, cari yang lebih berkonsentrasi dalam bekerja dan juga lebih bertanggung jawab. Terima kasih

 _/\_
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Pitu Kecil on 28 November 2008, 03:51:15 PM
_/\_ bukunya bagus sekali, tetapi setelah saya baca postingan banyak sekali kesalahan-kesalahan ketik,  bagaimana kerja editor ya?  :-? katanya editor seluruh indonesia? kok banyak salah ya? hmmm :-?
pendapat saya untuk proyek selanjutnya jika masih ada, lebih baik editornya diganti, cari yang lebih berkonsentrasi dalam bekerja dan juga lebih bertanggung jawab. Terima kasih

 _/\_
postingan itu adalah hasil ketikan manusia, di buku sudah OK! sebelum melihat dengan jelas, jangan salahkan pihak editor nya.
Terima kasih
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 28 November 2008, 04:34:18 PM
1601
Akhir dari kejijikan terhadap tubuh hidup ini.
-> Ini tidak jelas judul atau bagian kalimat mana. Jika judul, seharusnya tidak menggunakan titik. Kemudian kalimatnya juga rancu karena di sini diajarkan tentang kejijikan terhadap tubuh, berarti jika dikatakan "akhir dari kejijikan" berarti "awal dari menyukai", jadi tidak cocok dengan isinya.


1603
memahami dengan benar melalui ¤àta-pari¤à, “benda-benda yang terdapat […] dan lain-lain (yang tidak disebutkan secara langsung di dalam Kitab).[”]


1604
Buddha mengucapkan: ”Sutvàna Buddha-vacanaÿ idha.”[)]


1605
(viñÑàna), demikian


1606
untuk mengecam, mereka yang tidak memiliki


1607
(Dengan meninggikan diri sendiri dan merendahkan orang lain) tidak ada alasan lain selain melihat Empat Kebenaran dalam sudut pandang yang sebenarnya.
-> Kalimat ini juga tidak jelas dan berkesan "melihat Empat Kebenaran sebenarnya adalah alasan meninggikan diri sendiri dan merendahkan orang lain".


maka seseorang memuji diri sendiri dan meremehkan orang lain.)[)]


1608
Nanda, adik perempuan dari Thera ânanda,
Abhiråpanandà, putri pangeran Sakya bernama Khemaka,
Janapada-Kalyànã Nandà, tunangan Pangeran Nandà.
-> Kalau saya tidak salah, bagi nama-nama yang sama, untuk wanita menggunakan "ā", sedangkan lelaki menggunakan "a" (tanpa macron).


1610
[(]Putri-Ku Abhiråpanandà! Bagaikan sebuah lumbung untuk menyimpan hasil panen dibangun dengan mendirikan tiang-tiang, dengan mengikatnya dengan rotan, dan dengan memolesnya dengan tanah, demikian pula)



(Putri-Ku Abhiråpanandà! […] dungu sangat menyenangi (tubuh ini).[)]


1617
Meskipun ia kelaparan[,] ia tidak berniat


1619
[(]Itu benar! Dengan [...], lapar adalah yang paling parah.)



1622
Gadis itu sekarang menjadi serba salah, “Aku ingin mendengarkan [...] atau haruskah aku menggulung kain itu terlebih dahulu dan menyerahkannya kepada ayahku?["] Kemudian ia memutuskan,


Si gadis menggulung kain itu, meletakkannya di dalam keranjang, dan, dalam perjalanannya menuju


1625
Di antara tidak terhitung banyaknya makhluk duniawi[,] hanya sedikit yang memiliki kecerdasan


1626
Saat penenun itu melihat putrinya terbaring tewas, dengan tubuh berlumuran darah. Si penenun itu merasa sangat sedih.
-> Saat penenun itu melihat putrinya terbaring tewas dengan tubuh berlumuran darah, si penenun itu merasa sangat sedih.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: candle on 28 November 2008, 07:46:37 PM
_/\_ bukunya bagus sekali, tetapi setelah saya baca postingan banyak sekali kesalahan-kesalahan ketik,  bagaimana kerja editor ya?  :-? katanya editor seluruh indonesia? kok banyak salah ya? hmmm :-?
pendapat saya untuk proyek selanjutnya jika masih ada, lebih baik editornya diganti, cari yang lebih berkonsentrasi dalam bekerja dan juga lebih bertanggung jawab. Terima kasih

 _/\_
postingan itu adalah hasil ketikan manusia, di buku sudah OK! sebelum melihat dengan jelas, jangan salahkan pihak editor nya.
Terima kasih

maaf sebelumnya jika saya menyalahkan pihak editor, tetapi walaupun saya belum melihat bukunya, sudah jelas-jelas banyak yang posting tentang kesalahan ketik, ini adalah tugas seorang editor, coba dilihat lagi bukunya kalo sudah ok, kalau sudah ok kenapa banyak yang posting tentang kesalahan? terima kasih  _/\_
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Yumi on 28 November 2008, 10:39:41 PM
Kehendak jahat yang mengarah ke alam sengsara apàya
dengan kesadaran kelahiran kembali yang bersesuaian di dalam alam indria dan alam materi halus,
diikuti oleh kesadaran hasil yang bersesuaian.

Kehendak baik yang mengarah pada 7 alam bahagia, yaitu, alam manusia dan 6 alam dewa.
9 jenis kesadaran yang menghubungkan dengan kelahiran muncul pada saat kelahiran kembali,
dan pada tahap terjadinya kelahiran kembali,
16 jenis kesadaran hasil yang baik muncul dalam alam indria dan alam materi halus.

Kehendak baik yang berhubungan dengan alam materi halus
mengarah kepada 15 alam materi halus
di mana kesadaran yang berhubungan dengan kelahiran kembali
yang diikuti oleh kesadaran hasil dari alam materi halus
muncul.

Kehendak baik yang berhubungan dengan alam tanpa materi, jenis kehendak yang tidak tergoyahkan,
mengarah kepada 4 alam tanpa materi
di mana kesadaran yang berhubungan dengan kelahiran kembali
yang diikuti oleh kesadaran hasil dari alam tanpa materi
muncul.

~RAPB 2, pp. 2365-2366~
Title: Sankhara
Post by: Yumi on 28 November 2008, 10:54:53 PM
Sehubungan dengan kehendak baik dan jahat yang memunculkan kesadaran hasil yang bersesuaian,
4 tahap dorongan (samangità) harus dipahami sebagai berikut:

(i) Ketika suatu perbuatan, baik atau buruk, dilakukan,
kehendak yang bersesuaian muncul untuk memberikan akibat, sebagai kehendak baik atau kehendak buruk.
Ini adalah kehendak pada saat kemunculannya.
Tindakan yang didorong oleh kehendak yang bersesuaian (cetanà samangita).

(ii) Setelah melewati 3 tahap kesadaran, yaitu, 3 momen-pikiran,
kehendak lenyap.
Namun, bukan berarti (seperti kesadaran hasil lainnya) lenyap secara total,
akan tetapi menyisakan potensi kamma yang akan muncul kemudian jika situasi memungkinkan sebagai kesadaran hasil.
Potensi kamma ini tersembunyi selama kehidupan demi kehidupan hingga habis masa berlakunya.
Fenomena batin memiliki potensi kamma ini disebut dorongan kamma (kamma samangità).

(iii) Saat waktunya tiba bagi potensi kamma dari perbuatan masa lampau, apakah baik atau jahat,
maka muncullah tindakan-tindakan yang pernah ia lakukan di depan pintu indria yang bersesuaian dari si pelaku,
atau sesuatu yang berhubungan dengan perbuatan itu seperti bangunan atau alatnya, dan lain-lain, atau tanda-tanda dari kehidupan berikut.
(Kecuali bagi para Arahanta, pandangan ini selalu muncul pada seorang yang sedang sekarat dalam bentuk yang cukup jelas yang dapat ia kenali.)
kemunculan tiga tanda-tanda pada saat-saat menjelang kematian ini disebut dorongan kelahiran berikut (upathàna samangita).

(iv) Selanjutnya, ia meninggal dunia
dan muncullah kesadaran yang berhubungan dengan kelahiran,
yang diikuti dengan (pada tahap terjadinya kehidupan baru) kesadaran hasil yang sesuai dengan perbuatan masa lampau.
Kesadaran hasil ini berfungsi sebagai kelompok-kelompok batin (bhavanga) dan selalu hadir selama kehidupan berlangsung saat tidak adanya proses-pikiran lain yang muncul.
Munculnya kesadaran kelahiran kembali dan kesadaran hasil ini disebut dorongan hasil (vipàka samangità).

Vipàka bukan lain adalah matangnya potensi kamma atau kamma samangità menjadi kesadaran tertentu dalam pengertian sesungguhnya.
Dapat dilihat bahwa kesadaran hasil dimulai dari aktivitas kehendak atau dorongan kehendak.
Oleh karena itu Buddha menyatakan secara singkat bahwa “bergantung pada aktivitas kehendak, 6 jenis kesadaran muncul.”

~RAPB 2, pp. 2366-2367~
Title: Sankhara paccaya vinnanam
Post by: Yumi on 28 November 2008, 11:14:20 PM
3 jenis aktivitas kehendak adalah penyebab munculnya kehidupan baru.
[…] mereka adalah modal bagi terbentuknya kehidupan baru.

Melalui proses alami ‘dorongan’, yaitu, 4 samangità, yang telah dijelaskan di atas,
sebuah kehendak atas hasil yang bersesuaian.

Dalam kehidupan baru di mana kesadaran hasil muncul,
kesadaran ini menguasai total sepanjang kehidupan tersebut.
Penyair menyebutnya, “Majikannya,”
karena ini adalah faktor utama dari semua fenomena batin,
seperti halnya unsur panas yang merupakan faktor utama dari semua fenomena fisik.

Kesadaran hasil, terdiri dari 6 jenis, yaitu,
kesadaran mata, kesadaran telinga, kesadaran hidung, kesadaran lidah, kesadaran badan, dan kesadaran pikiran,
karena terdapat 6 pintu indria, yaitu, mata, telinga, hidung, lidah, badan, dan pikiran.

Kesadaran mata adalah kesadaran tertinggi di pintu mata,
kesadaran telinga adalah kesadaran tertinggi di pintu telinga,
kesadaran hidung adalah kesadaran tertinggi di pintu hidung,
kesadaran lidah adalah kesadaran tertinggi di pintu lidah,
kesadaran badan adalah kesadaran tertinggi di pintu badan,
dan kesadaran pikiran adalah kesadaran tertinggi di pintu pikiran.

Keunggulan 6 jenis kesadaran ini dapat dimengerti sebagai berikut.

Ambil kesadaran-mata sebagai contoh.

Ketika seorang pangeran yang berkuasa muncul,
ia memiliki pengikut, tahta dan segala perlengkapannya di bawah kekuasaannya,
demikian pula saat kesadaran tertentu muncul,
7 kelompok batin muncul bersamaan dengannya
yang memungkinkannya berfungsi dengan benar,
melayaninya bagaikan para pengikut pangeran.

Landasan-mata atau pintu-mata adalah bagaikan singgasana pangeran.
Kepekaan-mata adalah bagaikan perlengkapan pangeran.
Bagaikan pangeran yang menjadi penguasa tertinggi di antara para pengikut dan perlengkapannya,
demikian pula kesadaran-mata menikmati sepenuhnya objek-objek terlihat.
Prinsip yang sama berlaku pada (lima) jenis kesadaran lainnya.


Aktivitas harian seseorang, jika dianalisis dalam makna tertinggi,
terdiri atas hanya 6 jenis kesadaran-indria,
yaitu, melihat, mendengar, mengecap, mencium, menyentuh, dan berpikir atau mengenali.
Itulah sebabnya semua aktivitas fisik, ucapan, dan pikiran yang dilakukan sepanjang hari adalah berada dalam wilayah 6 jenis kesadaran ini.

Karena semua aktivitas manusia sepanjang hari, bulan dan tahun dari kehidupannya didominasi oleh 6 jenis kesadaran ini,
maka muncullah miskonsepsi atas identitas diri seperti, aku, dia, manusia, dewa
dan gagasan-gagasan diri seperti “Aku melihat,” “Aku mendengar,” “Aku mencium,” “Aku menyentuh,” “Aku mengenali,” atau “Dia melihat,” “Dia mendengar,” dst.

Ketika miskonsepsi ini muncul, maka individu tersebut sedang mengarah menuju kehidupan berikutnya di 4 alam sengsara apàya.
Semua ini adalah karena 6 jenis kesadaran tadi.

~RAPB 2, pp. 2367-2368~
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: mitta on 28 November 2008, 11:30:38 PM
3 jenis aktivitas kehendak adalah penyebab munculnya kehidupan baru.
[…]

7 kelompok batin muncul bersamaan dengannya
yang memungkinkannya berfungsi dengan benar,
melayaninya bagaikan para pengikut pangeran.
~RAPB 2, pp. 2367-2368~
maksudnya...?
gak ngerti nih??
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: mitta on 28 November 2008, 11:40:57 PM
3 jenis aktivitas itu apa aja??

trs 7 kelompok batin itu apa aja?
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Yumi on 29 November 2008, 12:09:32 AM
3 jenis aktivitas itu apa aja??

maksudnya aktivitas kehendak (sankhara). di postingan sebelumnya uda pernah ada, wan.

Perbuatan jahat didorong oleh kehendak jahat yang disebut apunnàbhi sankhàra.
Perbuatan baik yang mengarah ke 7 alam bahagia dan 4 alam materi halus didorong oleh kehendak baik yang disebut punnàbhisankhàra.
Kehendak dalam 4 jenis perbuatan baik yang mengarah kepada 4 alam brahmà tanpa materi disebut ànenjàbhisankhàrà.
Oleh karena itu Buddha menyatakan bahwa dengan Kebodohan sebagai kondisi, muncullah 3 jenis akivitas kehendak perbuatan baik perbuatan jahat.


~RAPB 2, pp. 2361-2362~

trs 7 kelompok batin itu apa aja?

ini saya quote dari postingan c lily yg Cetasika.

a)   Sabbacittasadharana cetasika 7 : 7 cetasika yg terdapat di semua jenis citta

1.   Phassa = kontak. Istilah kontak ini bukan berarti kontak secara fisik. Kontak merupakan factor batin yg pekerjaannya seperti sebuah pilar yg bertindak sebagai pendukung yg kuat untuk struktur gedung secara keseluruhan. Manifestasinya bersamaan dengan landasan, objek dan kesadaran. Walaupun disebutkan pertama kali, bukan berarti kontak ini adalah yg pertama. Pembahasan kontak pertama kali ini hanya untuk kepentingan pengajaran, tidak ada hubungannya dengan urutan kemunculannya.

2.   Vedana = perasaan. Perasaan merupakan padanan kata yg lebih tepat untuk vendana dibandingkan dengan sensasi seperti yg sering dijumpai. Seperti halnya kontak, perasaan merupakan sebuah kekayaan penting bagi setiap kesadaran. Perasaan dpt berwujud menyenangkan dan bukan menyenangkan juga bukan tidak menyenangkan / netral. Perasaan merupakan factor batin yg merasakan objek ketika objek itu kontak dengan indera.

3.   Sanna = pencerapan / persepsi. Arti kata sanna sangat bervariasi tergantung konteks pembahasannya. Untuk menghindari kebingungan, sebaiknya digunakan istilah khusus ug digunakan di dalam hubungan ini sebagai factor batin yg universal. Karakteristik utama dari sanna ini adalah kognisi atas objek dengan cara menandai, seperti bitu, hitam, dan sebagainya. Proseduralnya mirip rekognisi seorang tukang kayu terhadap jenis kayu tertentu dengan tanda-tanda yg dibuatnya, mirip seorang ahli batuan yg dapat membedakan berbagai jenis permata dengan tanda-tandanya. Antara sanna, vinnana dan panna dapat di umpamakan dengan seorang anak kecil, seorang dewasa dan seorang dewasa ahli kimia di dlm melihat uang logam. Bagi seorang anak kecil, ia hanya berpersepsi akan sebuah uang logam. Orang dewasa melihatnya dengan mengetahui nilai uang itu, dan bagi ahli kimia, iapun melihatnya bahwa uang ini terdiri dari bahan kimia logam-logam tertentu.

4.   Cetana = kehendak, merupakan faktor batin yg berfungsi di dalam koordinasi dan akumulasi. Cetana mengkoordinasikan faktor-faktor batin yg berhubungan dengannya dlm berespons terhadap objek. Seperti seorang ahli tukang kayu yg memenuhi tugasnya dan mengatur pekerjaan orang lainnya, demikian pula, cetana memenuhi fungsinya dan mengatur fungsi faktor batin lain yg berhubungan dengannya. Cetana memegang peranan penting di dlm semua jenis aksi, baik moral maupun immoral. Di dalam kondisi lokiya, cetana merupakan faktor batin yg signifikan sedangkan di lokuttara, panna yg signifikan.

5.   Ekaggata = konsentrasi terhadap satu objek, merupakan faktor batin yg mengkonsentrasikan batin terhadap satu objek. Faktor batin ini membuat kokoh batin di dlm mengalami objek.

6.   Jivitindriya = penghidup batin, merupakan faktor batin yg melebur kehidupan ke dlm factor-faktor batin yg berhubungan dengannya. Walaupun cetana menentukan aktivitas dari semua faktor batin, jivitindriya yg menginfusi kehidupan ke dlm cetana dan faktor batin lainnya.

7.   Manasikara = perhatian, adalah faktor batin yg mengarahkan faktor batin lainnya kepada objek secara spontan.


http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=422.0
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 29 November 2008, 08:34:42 AM
maaf sebelumnya jika saya menyalahkan pihak editor, tetapi walaupun saya belum melihat bukunya, sudah jelas-jelas banyak yang posting tentang kesalahan ketik, ini adalah tugas seorang editor, coba dilihat lagi bukunya kalo sudah ok, kalau sudah ok kenapa banyak yang posting tentang kesalahan? terima kasih  _/\_

Sebetulnya kalau baru cetakan pertama, kesalahan cetak dalam buku itu memang lumrah, bahkan kadang di ensiklopedia berbahasa asing pun, masih ada kesalahan cetak walaupun sangat sendikit.

Banyaknya kesalahan cetak dalam RAPB barangkali karena deadline-nya terlalu singkat; juga merupakan terjemahan, jadi mungkin arti dan istilahnya rancu.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 29 November 2008, 11:04:35 AM
1627
Suatu malam[,] saat ia sedang menyaksikan keramaian jalan-jalan melalui jendela[,] ia melihat Kukkuñamitta


1629
tidak dapat menembakkannya.) bukan hanya ia tidak mampu menembakkan anak panahnya,


1630
mereka menyusul ayah[nya], masing-masing


1636
dua jenis cinta, taõhà-pema dam mettà-pema,


1640
dengan jahat oleh orang lain dan mengalami banyak penderitaan,[.] [P]enderitaan yang manakah


kekayaannya? (tidak ada yang


1644
seratus ribu kappa yang lalu agar menjadi pelayan tetap[,] tercapai pada hari itu.


1651
Kemudian raja bertanya, “Seekor gajah jinak diperlukan, Ratuku. Apa yang harus kita lakukan? Sudahkah engkau menyiapkan lima ratus gajah?” ”Ya, aku sudah menyiapkan, Raja. Tetapi semua gajah-gajah itu belum dijinakkan. Bagaikan angin verambha mereka akan menjadi liar saat melihat para bhikkhu.” “Aku tahu, Raja, mengenai di mana harus menempatkan si gajah liar agar ia mau memegang payung dengan belalainya.” “Di manakah tempatnya?“ “Di dekat Yang Mulia Aïgulimàla,” jawab ratu.
-> Dari keseluruhan cerita, sepertinya dari 500 gajah liar, yang belum jinak hanya satu. Mungkin seharusnya:
"Tetapi belum semua gajah dijinakkan" atau "Tetapi satu gajah belum dijinakkan"
"Bagaikan angin verambha ia akan menjadi liar saat melihat para bhikkhu"


1658
“Oh! Betapa mengherankan!, jangan berkata seperti itu.[!]
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Hendra Susanto on 30 November 2008, 02:46:45 AM
_/\_ bukunya bagus sekali, tetapi setelah saya baca postingan banyak sekali kesalahan-kesalahan ketik,  bagaimana kerja editor ya?  :-? katanya editor seluruh indonesia? kok banyak salah ya? hmmm :-?
pendapat saya untuk proyek selanjutnya jika masih ada, lebih baik editornya diganti, cari yang lebih berkonsentrasi dalam bekerja dan juga lebih bertanggung jawab. Terima kasih

 _/\_
postingan itu adalah hasil ketikan manusia, di buku sudah OK! sebelum melihat dengan jelas, jangan salahkan pihak editor nya.
Terima kasih

maaf sebelumnya jika saya menyalahkan pihak editor, tetapi walaupun saya belum melihat bukunya, sudah jelas-jelas banyak yang posting tentang kesalahan ketik, ini adalah tugas seorang editor, coba dilihat lagi bukunya kalo sudah ok, kalau sudah ok kenapa banyak yang posting tentang kesalahan? terima kasih  _/\_

pagi bos,

namanya juga orang tidak luput dari kesalahan
Title: (3) Vinnàna paccayà nàmarupam
Post by: Yumi on 03 December 2008, 12:54:45 PM
Karena pekerjaan 6 jenis kesadaran,
tubuh fenomena batin yang rumit dan menakjubkan seperti kontak, kehendak, pencerapan, permulaan pikiran, dll,
muncul bagaikan asap yang menyertai api,
dan bersamaan dengan munculnya tubuh fenomena batin,
muncul pula tubuh fenomena jasmani dengan 4 unsur utama sebagai landasan, yang merupakan tempat bergantungnya 24 jenis unsur jasmani,
dengan demikian seluruhnya menjadi 28 jenis unsur jasmani.

Kombinasi dari fenomena batin dan fenomena jasmani, atau batin dan jasmani
muncul, menjelma dalam berbagai bentuk dan ukuran yang tidak terhingga banyaknya.

Demikianlah, dalam berbagai alam kehidupan,
berbagai macam makhluk seperti manusia, dewa, dan binatang yang hidup dalam air, di atas tanah, dll,
makhluk mulia, makhluk rendah,
memiliki berbagai macam ciri,
semua itu merupakan gabungan batin dan jasmani,
yang muncul di dunia ini.

6 jenis kesadaran yang memunculkan unsur batinnya
masing-masing bagaikan para pengikut seorang pangeran yang berkuasa
dan juga
berbagai kelompok jasmani bagaikan perlengkapan dari pangeran.

~RAPB 2, pp. 2368-2369~
Title: Vinnana
Post by: Yumi on 03 December 2008, 01:11:24 PM
(Sehubungan dengan syair tiga:)

Bagaikan api yang selalu muncul diikuti oleh asap,
demikian pula kesadaran selalu muncul dengan kelompok batin bagaikan untaian serabut warna-warni di dalam permata mata kucing.

Kondisi batin bekerja dengan menakjubkan untuk memungkinkan kesadaran melakukan apa pun yang diarahkan kepadanya.

Misalnya,
ada kontak yang menghubungkan organ indria dengan objek-indria,
perasaan yang mengalami objek-indria,
kehendak yang memotivasi semua kelompok batin yang muncul untuk melakukan tugasnya masing-masing, dst.

Bersamaan dengan fenomena batin ini,
juga muncul bersamaan 4 unsur utama dan 24 jenis jasmani
yang muncul bergantung pada 4 unsur utama tersebut.

Batin dan jasmani muncul karena 6 jenis kesadaran yang mengambil bentuk yang tidak terhingga banyaknya dalam berbagai alam kehidupan, dari makhluk mulia hingga makhluk rendah.

Tidak ada 2 individu yang memiliki penampilan yang sama atau jenis batin yang sama.
Perbedaan ini terjadi karena perbedaan keinginan dari para individu yang berhubungan dengan kemelekatan.

Karena kemelekatan yang berbeda-beda,
maka demikian pula keinginan para individu yang menginginkan penampilan ini atau penampilan itu, dan jenis batin ini atau jenis batin itu, dan melakukan perbuatan, baik atau jahat.
(Demikianlah, perbedaan kemelekatan menunjukkan perbedaan perbuatan.)

Perbedaan kehendak masa lampau menentukan perbedaan alam kehidupan dengan perbedaan sifat individu
bahkan di dalam alam kehidupan yang sama.
(Demikianlah perbedaan perbuatan menentukan perbedaan alam kehidupan.)

~RAPB 2, pp. 2369-2370~
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 05 December 2008, 02:16:11 PM
1661
“Temanku Sirigutta telah mengecewakan aku! […] yang memberikan persembahan kepada mereka).[”]


1662
“Perumah tangga, aku akan menjatuhkan denda hanya setelah melakukan penyelidikan,[.]”

Demikianlah, raja menjatuhkan denda kepada Garahadinna. Para guru berpandangan salah[,] yang juga datang ke pengadilan itu sebagai saksi[,] dipukul dan diusir.


1663
Sririgutta menjawab dengan tenang,

gurumu, Bhikkhu Gotama?” kemudian Sirigutta


1665
(Ia juga meletakkan kayu-kayu rapuh di jalan setapak pada salah satu sisi selokan itu, sehingga jika para bhikkhu menginjaknya dan patah, mereka akan terjatuh ke dalam selokan api).[.)]


1670
Menjinakkan Raja Nàga Nandopananda Oleh Thera Moggallàna Sesuai Instruksi Buddha
->Penjinakkan


1679
‘Bhikkhu, di dunia ini, praktik para samaõa dan brahmana sebelum engkau yang telah setua usiamu.[,] Mereka pasti mengetahui kebebasan yang lebih tinggi

jika Aku melekat pada unsur tanah, Aku akan hidup didekatmu


1680
(Kata-kata Buddha berakhir di sini. Tetapi, catatan tambahan berikut penting untuk diperhatikan.[)]


1681
empat ribu alam semesta, lima ribu alam semesta, sepuluh ribu alam semesta[,] Brahmà Satasahassã, yang dapat

Karena engkau (berada di Alam Jhàna Pertama ini) engkau kehilangan ingatanmu.
-> (Karena engkau berada di Alam Jhàna Pertama ini,) engkau kehilangan ingatanmu.

karena Aku mengetahui (Alam âbhassara yang tidak engkau ketahui) engkau tidak sebanding
-> karena Aku mengetahui (Alam âbhassara) yang tidak engkau ketahui[,] engkau tidak sebanding


1682
(Setelah hidup di Alam Brahmà Subhakinha selama umur kehidupan 64 Mahà-kappa, Brahmà Baka mengembangkan Råpavacara Jhàna Kedua seperti sebelumnya, (saat ia jatuh dari Subhakinha) ia terlahir kembali di Alam Brahmà âbhassara yang merupakan Alam Jhàna Kedua dengan umur kehidupan delapan mahàkappa. Hidup selama umur kehidupannya selama delapan mahàkappa, ia mengembangkan lagi Råpavacara Jhàna Pertama seperti sebelumnya dan (ketika jatuh dari Alam âbhassara) ia terlahir kembali di Alam Jhàna Pertama yang berumur kehidupan 64 mahàkappa dalam perhitungan antara atau hanya satu kappa dalam perhitungan asaïkheyya.)


Title: (4) Nàmarupa paccayà salàyatanam
Post by: Yumi on 06 December 2008, 12:23:01 PM
Dari kelompok batin-jasmani yang muncul karena kesadaran,
tubuh fenomena jasmani, rupa kàya
memunculkan 5 jenis kepekaan jasmani seperti kepekaan-mata, kepekaan-telinga, kepekaan-hidung, kepekaan-lidah, dan kepekaan-badan.
Dan tubuh fenomena batin, nàma kàya
memunculkan pikiran yaitu kepekaan-pikiran.
Masing-masing memiliki fungsi sendiri-sendiri.

Kepekaan-mata mengenali objek-objek terlihat,
kepekaan-telinga mengenali suara-suara,
kepekaan-hidung mengenali bau,
kepekaan-lidah mengenali rasa,
kepekaan-badan mengenali objek-objek sentuhan,
kepekaan-pikiran mengenali bentukan-bentukan pikiran dan gagasan-gagasan di samping melakukan aktivitas berpikir.

Karena melihat, mendengar, mencium, mengecap,
menyentuh atau kesan-kesan jasmani
dan berpikir
muncul tanpa akhir,
kaum awam menganggap semua ini sebagai,
“Aku melihat,” “Aku mendengar,” “Aku mencium,” “Aku mengecap,” “Aku mengetahui,” “Aku berpikir,” “Aku bodoh,” “Aku bijaksana,” dll,
semua ini dalam pandangan egosentris.

Demikianlah 6 jenis kepekaan memunculkan api pandangan salah sehubungan dengan 5 kelompok kehidupan.

~RAPB 2, p. 2370~
Title: Namarupa
Post by: Yumi on 06 December 2008, 12:37:01 PM
[…] Ada 4 jenis makhluk:
(i) Makhluk yang lahir dari telur.
(ii) Makhluk yang dikandung di dalam rahim ibunya.
(iii) Makhluk yang muncul dari kelembaban, seperti lumut.
(iv) Makhluk yang muncul sebagai individu dewasa sejak lahir.

Bagaikan buah yang memiliki biji dalam berbagai tahap pengembangan,
demikian pula makhluk yang terlahir melalui telur dan makhluk yang terlahir melalui rahim
memiliki kepekaan-mata, kepekaan-telinga, kepekaan-hidung dan kepekaan-lidah dalam berbagai tahap pengembangan pada organ-organnya masing-masing seperti mata, telinga, hidung, dan lidah.
Kepekaan-badan muncul bersamaan dengan kesadaran yang berhubungan dengan kelahiran.
Sedangkan pada makhluk-makhluk yang terlahir dewasa dan makhluk-makhluk yang terlahir dari kelembaban,
seluruh 5 jenis kepekaan jasmani muncul bersamaan dengan kesadaran yang berhubungan dengan kelahiran.
Dalam hal para brahmà,
tidak ada kepekaan-hidung, kepekaan-lidah dan kepekaan-badan.

Makhluk-makhluk memerlukan jasa masa lampau untuk memiliki sepasang mata,
karena jasa itu, tubuh kamma muncul dalam kehidupan sekarang.
4 unsur utama yang dihasilkan oleh kamma dari tubuh kamma adalah landasan bagi munculnya kepekaan-mata, jenis jasmani yang bergantung pada 4 Unsur Utama.
Demikian pula, kepekaan-telinga, kepekaan-hidung, kepekaan-lidah, dan kepekaan-badan adalah jenis jasmani yang muncul bergantung pada 4 Unsur Utama.
Semuanya adalah tubuh kamma.
(Demikianlah bagaimana tubuh fenomena jasmani, rupa kàya, memunculkan 5 jenis jasmani yang peka.)

Tubuh dari fenomena batin nàma kàya
terdiri dari kontak, perasaan, kehendak, yang memunculkan pikiran atau kepekaan-pikiran yang menyebabkan munculnya kesadaran-pikiran.
Kepekaan-pikiran adalah kesadaran pikiran itu sendiri.
Telah disebutkan sebelumnya bahwa “bergantung pada kesadaran, muncullah batin dan jasmani”.
Sekarang kepekaan-pikiran menjadi kesadaran-pikiran.

Apakah makna dari ungkapan “bahwa dari keturunan itu, muncullah ibu”?

Pertimbangkanlah sebuah analogi dari sebatang pohon.
Sebatang pohon tumbuh dari sebutir biji.
Pohon itu kemudian menghasilkan biji.
Biji pertama berbeda dari biji yang dihasilkan oleh pohon itu.

Demikian pula, dari 52 unsur batin,
kesadaran mungkin pada suatu saat didominasi oleh permulaan pikiran dan berlangsungnya pikiran,
dan pada saat lain didominasi oleh usaha, viriya,
saat lain lagi didominasi oleh kegembiraan dan kepuasan,
saat lainnya didominasi oleh keinginan, atau didominasi oleh keserakahan, atau didominasi oleh kemarahan, dsb,
ketika permulaan pikiran dominan, kesadaran akan mematuhi perintah permulaan pikiran.
Demikian pula, kesadaran yang muncul di bawah pengaruh dominasi berlangsungnya pikiran, atau keserakahan, atau kemarahan.
Demikianlah unsur-unsur batin memunculkan kepekaan-pikiran.

Atau mengambil analogi lain:
api memunculkan angin, dan angin membantu api berkobar.
Kesadaran adalah bagaikan api, unsur-unsur batin adalah bagaikan angin.
Unsur-unsur batin muncul karena kesadaran, dan kesadaran juga dikondisikan oleh unsur-unsur batin.

Sebuah analogi lain.
4 Unsur Utama adalah saling bergantung.
Jika salah satu dari 3 unsur tersebut muncul, 3 unsur lainnya juga akan muncul.
Demikian pula, jika kesadaran muncul, unsur-unsur batin yang bersesuaian juga muncul bersamaan.
Jika unsur-unsur batin muncul, maka muncul pula kesadaran bersamaan dengannya.
(Demikianlah bagaimana tubuh fenomena batin memunculkan pikiran atau kepekaan-pikiran.)

~RAPB 2, pp. 2371-2372~
Title: Namarupa
Post by: Yumi on 06 December 2008, 01:28:54 PM
Makhluk hidup mampu menjalani fungsinya hanya karena adanya 6 landasan-indria ini,
jika tidak ia akan menjadi tidak berdaya seperti sebatang kayu.

Landasan-landasan indria ini juga disebut 6 pintu-indria.
Bukan pintu dalam arti bahwa pintu tersebut dapat terbuka namun hanya peka terhadap rangsangan-indria,
bagaikan jendela kaca yang dapat dilalui oleh cahaya.

Kepekaan-mata muncul di mata,
kepekaan-telinga muncul di telinga,
kepekaan-hidung muncul di hidung,
kepekaan-lidah muncul di lidah,
kepekaan-badan muncul di seluruh badan baik badan sendiri maupun badan makhluk lain.
Kesadaran-pikiran, atau kepekaan-pikiran muncul dalam hati.
Demikianlah seluruh badan dilengkapi dengan 6 jenis kepekaan.

Bagaikan seekor burung hinggap di atas dahan,
bayangan ayunan dahan dan gerakan burung tersebut di atas tanah muncul bersamaan,
demikian pula saat sebuah objek yang terlihat dikenali oleh kepekaan-mata,
pada saat yang sama kepekaan-pikiran mengenalinya juga.

Demikianlah, dengan dipimpin oleh kesadaran-mata,
muncullah proses-pikiran yang bersesuaian,
menghasilkan pengetahuan menyeluruh tentang peristiwa tersebut,
dan seseorang mengetahui,
“Ah, ini adalah matahari,” “Ini adalah bulan,” atau “Ah, ini adalah seorang laki-laki, (atau seekor sapi, atau seekor kerbau).”

Kepekaan-pikiran mengenali 5 jenis objek-indria yang dikenali oleh masing-masing pintu-indria selain objek-pikiran meliputi semua fenomena jasmani dan fenomena batin.

Kemudian sebuah proses-pikiran yang bersesuaian muncul di pintu-pikiran,
dan seseorang menjadi sadar sepenuhnya tentang objek-pikiran yang dikenalinya tersebut.
Ini adalah proses-alami tentang bagaimana objek-indria diterima oleh masing-masing pintu-indria
dan suatu kesadaran penuh tentangnya muncul.

Karena pengalaman indria ini muncul tanpa akhir dalam diri seorang awam,
dan kesadaran penuh tentangnya muncul dalam dirinya,
ia akan menganggap peristiwa tersebut sebagai,
“Aku melihatnya,” “Aku mendengarnya,” “Aku memakannya,” “Aku merasakannya,” “Aku mengetahuinya,” “Aku memikirkannya,” “Aku bodoh,” atau “Aku bijaksana,” dsb.

Miskonsepsi tentang 5 kelompok kehidupan ini,
yang merupakan panci dari alam sengsara yang penuh penderitaan (Niraya),
membakar hebat dengan kobaran api keserakahan, kebencian, kebodohan, keangkuhan, keiri-hatian, kekikiran, dsb,
demikianlah seluruh 6 pintu-indria tersebut berkobar dengan api-api kejahatan ini.
Semua ini disebabkan oleh adanya 6 landasan-indria.

~RAPB 2, pp. 2372-2374~
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 09 December 2008, 05:44:19 PM
1683
kelahirannya adalah putra dari kelaurga baik-baik.


1684-1685
empat kelompok (gajah-gajah, kuda-kuda, kereta, dan pasukan berjalan kaki[)] yang berbaris sambil menembakkan (anak panah), meniup (terumpet), menabuh (genderang), dan berteriak (mengancam).


1688
neyyadhamma, hal-hal yang patut diketahui (selain kehidupan-kehidupanku.)[).]


1690
(Kata ‘semua’ dan ‘sabba’ dalam bahasa […] hal-hal duniawi’[,] (‘semua pribadi’, sakkàya. Istilah lengkapnya […] tertulis ‘Sabbaÿ bhikkhave àdittaÿ’.[)]

(Kalimat Pàëi yang berarti […]  ‘sakkàya sabba’ atau ‘semua pribadi’.[)]

(Sehubungan dengan istilah ‘Sabba¤¤uta ¥àõa’ […] ‘semua ini semua itu’[)]

(Demikianlah para pembaca harus […] oleh Buddha dan Brahmà Baka.[)]


1691
Ketika Buddha berkata, “Aku mengetahui semuanya […] oleh semuanya (sakkàya sabba),[”] Beliau memberikan teka-teki.

Apa yang Beliau maksudkan adalah, “Brahmà Baka, Aku mengetahui […] semuanya (sakkàya: objek-objek duniawi).[”]


Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 10 December 2008, 04:54:10 PM
1691-1692
[(]Ketika Buddha berkata, “(Aku mengetahui Nibbàna) yang tidak terjangkau oleh […] lima kelompok objek duniawi dalam sifatnya yang berkondisi (saïkhata).
(Materi-materi berkondisi seperti […] tidak terjangkau oleh semua pribadi.”)


1693
Demikianlah Brahmà Baka menuduh Buddha berkata bohong; (singkatnya, Buddha menyatakan […] non-duniawi.[)] Demikianlah tuduhan salahnya kepada Buddha.


1694
“Dhamma Nibbàna itu (1) tidak dapat […] melalui sifat-sifat mereka semua (sakkàya).[”] (Dengan kata-kata ini Buddha menegaskan makna ‘semua’).[.)]

“Yang Mulia, kalau begitu, sekarang aku akan menghilang dari hadapan-Mu. (Aku akan melakukan kesaktian sehingga aku tidak terlihat oleh-Mu) Engkau lihatlah:["]


1695
Maka untuk agar dapat terlihat,

diciptakan oleh brahmà.[,] Sehingga Baka tidak mampu


1697
“Para bhikkhu, kemudian para brahmà, para pengikut dan pelayannya merasa takjub, berkata, “Teman-teman, sungguh menakjubkan kekuatan dan kemuliaan Bhikkhu Gotama!”
[-> Harusnya tidak ke alinea baru.]
Belum pernah kami […] kelahiran dan yang muncul dari kelahiran[”]


1699
Ia memiliki sifat Tàdi, ‘tidak membeda-bedakan’, ‘mengapa’?”
Title: (5) Salàyatana paccayà phasso
Post by: Yumi on 11 December 2008, 01:07:30 PM
Karena adanya 6 landasan-indria ini di tempatnya masing-masing di dalam tubuh,
objek-objek indria dengan jelas tercermin seolah-olah berdiri di depan cermin.

Objek-objek terlihat tercermin dalam kepekaan-mata,
suara tercermin dalam kepekaan-telinga,
bau tercermin dalam kepekaan-hidung,
rasa tercermin dalam kepekaan-lidah,
objek-objek sentuhan tercermin dalam kepekaan-badan,
6 jenis objek pikiran tercermin dalam kepekaan-pikiran dari kesadaran pikiran,
sesuai terjadinya peristiwa pada 5 pintu indria lainnya.

Ketika objek-objek indria ini tercermin pada masing-masing pintu-indria,
masing-masing dengan kepekaannya sendiri-sendiri,
maka muncullah kontak pada masing-masing pintu-indria seperti anak korek-api digoreskan pada batu-api.

Karena adanya pintu-indria, objek-indria dan kesadaran-indria, (misalnya pada pintu-mata),
karena gabungan kepekaan-mata, objek terlihat dan kesadaran-mata,
maka kontak mata muncul dengan jelas.
Demikian pula, pada pintu-telinga,
karena gabungan kepekaan-telinga, suara dan kesadaran-telinga,
maka kontak-telinga muncul dengan jelas. [...]
Pada pintu-pikiran,
karena gabungan kepekaan-pikiran, masing-masing objek-indria yang tercermin melalui 6 pintu-indria dan kesadaran-pikiran,
maka kontak-pikiran muncul dengan jelas.

6 jenis kontak itu sangatlah kuat, bagaikan senjata Vajira milik Sakka,
dalam menafsirkan pengalaman-indria yang menyenangkan atau tidak menyenangkan.

Sebuah objek terlihat yang tercermin pada pintu-mata yang menjadi kontak-mata dibedakan sebagai menyenangkan atau tidak menyenangkan, berkat adanya kontak.

Prinsip yang sama berlaku pada 5 pintu-indria lainnya
di mana masing-masing kontak akan menilai masing-masing objek-indria
sebagai menyenangkan atau tidak menyenangkan.

Dalam menjelaskan fungsi dari kontak, penyair menggunakan perumpamaan meremas buah untuk mendapatkan sari buahnya.
Buah yang manis akan menghasilkan sari buah yang manis, buah yang asam akan menghasilkan sari buah yang asam.

Demikian pula, objek terlihat yang menyenangkan,
melalui bekerjanya kontak,
akan menjadi objek yang menyenangkan bagi sang individu,
dan objek yang tidak menyenangkan sebagai objek yang tidak menyenangkan.

Demikian pula halnya dengan kontak-indria lainnya.
Objek-objek yang menyenangkan akan terlihat sebagai objek yang baik, menarik atau menyenangkan. Objek-objek yang tidak menyenangkan akan terlihat sebagai objek yang buruk, tidak menarik dan tidak menyenangkan.

Perbedaan ini antara yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan muncul dari kontak.

~RAPB 2, pp. 2374-2375~
Title: (6) Phassa paccayà vedanà
Post by: Yumi on 11 December 2008, 01:14:15 PM
6 objek-indria dianggap (oleh seorang awam) sebagai menyenangkan atau tidak menyenangkan melalui kontak.

(Jika kita meninjau proses indria:) kita akan menemukan bahwa
6 jenis kesadaran hanya mengetahui objek-indria melalui pintu-indria masing-masing.

Ia hanya sekadar melihat sesuatu, mendengar sesuatu, mencium sesuatu, mengecap sesuatu, menyentuh atau merasakan sesuatu, dan memikirkan sesuatu atau membentuk suatu gagasan.

Kontak menerjemahkan pengalaman indria ini menjadi hal yang menyenangkan atau tidak menyenangkan.

Jika suatu hal yang menyenangkan dialami melalui masing-masing pintu indria,
seseorang akan menjadi senang atau mengalami perasaan yang menyenangkan.

Jika suatu hal yang tidak menyenangkan dialami melalui masing-masing pintu indria,
seseorang akan menjadi tidak senang atau mengalami perasaan yang tidak menyenangkan.

Demikianlah 6 jenis kontak yang memberikan 6 jenis perasaan.

(Perasaan menyenangkan, sukhà vedanà)
Sukhà vedanà terdiri dari dua aspek, jasmani dan batin, aspek jasmani adalah kenyamanan fisik sedangkan aspek batin adalah kebahagiaan.

(Perasaan tidak menyenangkan, dukkhà vedanà)
Dukkhà vedanà juga terdiri dari dua aspek, jasmani dan batin, aspek jasmani adalah kesakitan fisik sedangkan aspek batin adalah tekanan batin.

Kadang-kadang sukhà vedanà dikombinasikan dengan kesejahteraan jasmani dan batin,
dan dukkhà vedanà dikombinasikan dengan penderitaan jasmani dan batin.

Vedanà terdiri dari 3 jenis: perasaan menyenangkan, perasaan tidak menyenangkan, dan perasaan yang bukan menyenangkan juga bukan tidak menyenangkan.

Tetapi, dalam syair ini,
perasaan yang bukan menyenangkan juga bukan tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kejahatan dimasukkan ke dalam kelompok perasaan tidak menyenangkan,
sedangkan perasaan yang bukan menyenangkan juga bukan tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kebajikan dimasukkan ke dalam kelompok perasaan menyenangkan. Hal ini harus diperhatikan.

~RAPB 2, pp. 2375-2376~
Title: 6 Jenis Atau Unsur Perasaan
Post by: Yumi on 11 December 2008, 05:57:33 PM
(i) Perasaan yang lahir dari kontak-mata, cakkhu samphassajà vedanà
(ii) perasaan yang lahir dari kontak-telinga,
(iii) perasaan yang lahir dari kontak-hidung,
(iv) perasaan yang lahir dari kontak-lidah,
(v) perasaan yang lahir dari kontak-badan,
(vi) perasaan yang lahir dari kontak-pikiran, mano samphassajà vedanà.

Disebut unsur karena perasaan pada umumnya muncul hanya melalui 6 tersebut.

Ketika perasaan sedang dibeda-bedakan melalui masing-masing dari 6 jenis kontak tersebut, konsep menyenangkan atau tidak menyenangkan, baik atau buruk akan terbentuk dalam pikiran dari orang yang mengalami berbagai perasaan tersebut.

Ketika perasaan menyenangkan dialami, seseorang akan merasa bahagia dan secara fisik merasa nyaman.
Ketika perasaan tidak menyenangkan dialami, seseorang akan merasa tidak bahagia, tertekan dan secara fisik merasa gelisah.

Setiap orang di dunia ini memiliki tujuan utama yaitu menikmati unsur perasaan yang menyenangkan. Semua aktivitas manusia diarahkan untuk mencapai tujuan tersebut.
Unsur perasaan menyenangkan tersebut hanya membawa penderitaan kepada orang-orang awam.
Para Ariya adalah bebas dari akibat-akibat jahat.

Kaum awam berusaha keras dalam mencari perasaan menyenangkan.
Dalam kasus yang ekstrem, pencarian perasaan yang menyenangkan ini akan terjadi dalam bentuk bunuh-diri, karena seorang yang melakukan bunuh-diri menganggap bahwa kematian adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan kedamaian.

~RAPB 2, pp. 2377~
Title: (7) Vedanà paccayà tanhà
Post by: Yumi on 12 December 2008, 08:51:45 AM
Saat seseorang melihat sebuah objek terlihat (yang menyenangkan),
melalui bekerjanya kontak-mata,
objek itu akan memberikan perasaan menyenangkan kepada si pengamat.
Ia akan merasa sangat senang melihatnya. “Bagus sekali! Indah sekali!” perasaan menyenangkan menyebabkan kegembiraan dan kebahagiaan.

Bagaikan ketika butir-butir nasi kering ditaburi dengan mentega, proses batin si pengamat diliputi oleh kegembiraan.
Bagaikan bunga teratai padumà yang layu disiram dengan air sejuk, ia akan merasa segar, wajahnya cerah.
(Reaksi sehubungan dengan 5 kenikmatan indria lainnya seperti mendengar suara yang merdu, mencium bau yang harum, dan lain-lain, harus dipahami dengan cara yang sama.)

Dalam menikmati perasaan menyenangkan melalui enam pintu-indria, akan merangsang nafsu untuk menikmati lebih dan lebih lagi.

Keinginan muncul terhadap perasaan menyenangkan.
Karena itu, 6 jenis perasaan menyenangkan akan memunculkan enam jenis keinginan, yaitu,
keinginan terhadap objek terlihat,
keinginan terhadap suara,
keinginan terhadap bau,
keinginan terhadap rasa,
keinginan terhadap objek-objek sentuhan,
dan keinginan terhadap bentukan-bentukan pikiran dan gagasan-gagasan.

Semua makhluk melekat pada badan-jasmaninya sendiri dalam arti bahwa mereka ingin tetap hidup.
Oleh karena itu, mereka secara alami menginginkan makanan agar tetap hidup.
Kemudian keinginan mereka menyebar ke padi sebagai makanan pokok,
dan kemudian kepada bahan-bahan untuk menghasilkan padi seperti tanah, binatang-binatang pembantu, dan bibit yang baik, dan lain-lain yang berhubungan dengan padi.

Ini adalah contoh praktis dari keinginan yang memperbanyak dirinya dimulai dari sebuah objek tertentu yang disukai.

Jika seseorang menyukai suatu objek terlihat tertentu,
kemudian memikirkan bagaimana memilikinya,
berhubungan dengannya, apakah makhluk hidup atau benda mati, menginginkannya.
(Demikian pula halnya dengan suara merdu, bau harum, objek sentuhan yang menyenangkan, dan bentukan-bentukan pikiran yang menyenangkan.)

Karena semua makhluk selalu mengejar enam objek-indria,
berusaha memuaskan nafsu-indria mereka,
mereka menjadi dikuasai oleh keinginan yang merupakan inti dari keserakahan.

Oleh karena itu mereka bahkan tidak dapat memimpikan kebenaran yang mendalam (tentang keinginan sebagai sumber dari semua penderitaan).

Mereka menjadi tawanan dari keserakahan mereka, mereka hidup dan mati di sana.

~RAPB 2, pp. 2377-2379~
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 13 December 2008, 01:16:14 PM
1700
karena itu, Sutta ini dinamakan Brahmanimantika Sutta.
→ Brahmanimantanika (MN 49)


1702
Pada hari keberangkatannya, ia melihat ayahnya memberikan persembahan besar-besaran kepada Saÿgha yang dipimpin oleh Buddha. Kemudian ia mengirim putrinya ke rumah pedagang Ugga dengan upacara yang megah seolah-olah memperlihatkan buah
→ Rancu karena "ia" yang pertama adalah CulaSubhadda, "ia" yang ke dua adalah Anathapindika.


1703
(Guru-gurumu, Bhikkhu Gotama dan para siswa-Nya),[,)] kemuliaan


1704
(Ibu),[,)] semua tindakan fisik guru-guruku, Buddha

(Ibu),[,)] mereka (Guru-Ku, Buddha dan para siswa-Nya)


1705
(Ibu),[,)] di dunia ini banyak orang menjadi sombong saat mereka memperoleh berbagai hal atas usaha keras mereka

(Ibu),[,)] di dunia ini banyak orang menjadi sombong saat mereka menjadi terkenal dan memiliki banyak


1706
(Ibu),[,)] di dunia ini banyak orang menjadi sombong saat mereka dipuja atas usaha keras


1708
Mengetahui bahwa Buddha menerima undangan Cåëàsubhaddà, Sakka memberitahu Dewa Visukamma untuk
→ Vissukamma


1715
Setelah menghibur teman-temannya[,] ia kembali


1716
sehubungan dengan Màra yang mencoba untuk menjadi raja.
→ mencobai Buddha agar menjadi raja.


1718
[“]Gunung yang terbuat [...] perkataan, dan perbuatan.”

[“]Jika seseorang mengetahui [...] dan kebijaksanaan) untuk mengatasi nafsu indria.”


1721-1722
(Mengenai Brahmana Pokkharasàti: [...] bunga teratai lainnya. Saat mekar, aku akan memetiknya.”
(Kuncup itu tidak mekar bahkan setelah seminggu, [...] perak yang bertaburkan debu emas.)

(Si petapa berpikir, “Anak ini akan menjadi orang besar. [...] sebagai Pokkharasàti karena ia dikandung di dalam bunga teratai.)
(Tubuh brahmana itu berwarna putih bagaikan [...] dengan nama Pokkharasàti.[)] (Dari Komentar).


1724
(Catatan: Buddha tidak [...] membuka pintu”.[)]


1725
Para Bhikkhu Dicela Sebagai Berkasta Rendah untuk Pertama Kalinya


1727
Para Bhikkhu Dicela Sebagai Berkasta Rendah untuk Ke[]dua Kalinya


1728
Para Bhikkhu Dicela Sebagai Berkasta Rendah untuk Ke[]tiga Kalinya


1731
“Ambaññha (tidak berani mengangkat kepalanya lagi) saat ia[)] dikatakan sebagai putra seorang budak perempuan.


Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 13 December 2008, 01:26:18 PM
1735
[(]Kaõha berkata demikian hanya setelah sang raja berjanji akan menyerahkan putrinya.)


1739
“Ambaññha, khattiya boleh saja mengusir seorang Khattia lainnya dengan kepala dicukur dan debu ditebarkan[,] dan dibuang dari kota


1742
pencapaian Kearahattaan. (pembaca dapat membaca ajaran ini dari terjemahan Sutta ini.)


1743
namun ia bertanya dengan nada merendahkan, “Orang seperti apakah [...] mau berdiskusi dengan mereka?[”]

Ambaññha, mengapa sang raja tidak mengizinkan brahmana itu menghadapnya? Brahmana yang diangkat olehnya? (engkau pikirkanlah
-> tidak mengizinkan brahmana yang diangkat olehnya menghadapnya?

(Sang brahmana mengetahui mantra [...] telah mengelabui raja dan mengambil perhiasan Mahàraha itu.[)]


1743-1744
(Para menteri lainnya yang merasa [...] berkonsultasi dengan brahmana itu yang berada di luar tirai.[)]
Title: (8) Tanhà paccayà upàdàna
Post by: Yumi on 14 December 2008, 01:26:01 AM
Baik sekali jika keinginan terhadap 6 objek-indria dapat disingkirkan sebelum mereka menguasai.
Jika kenikmatan dalam keinginan dibiarkan berlangsung dalam waktu yang lama,
keinginan akan berkembang menjadi kemelekatan yang berakar pada keinginan itu sendiri atau pada pandangan salah,
seseorang melekat erat pada dirinya sendiri secara internal dan kepada objek-objek indria eksternal.

Kemelekatan ada 4 jenis:
(i) kemelekatan terhadap kenikmatan indria,
(ii) kemelekatan terhadap pandangan salah,
(iii) kemelekatan terhadap praktik salah sebagai alat untuk mencapai kesucian, dan
(iv) kemelekatan terhadap ilusi diri atau jiwa.


(i) Kemelekatan kepada kenikmatan indria kàmupàdàna:
yaitu obsesi pada 6 jenis yang dimulai sebagai keinginan dan berkembang,
seperti pepatah Myanmar yang mengatakan,
“Jika seekor kadal tumbuh terlalu besar, ia akan menjadi seekor buaya,
jika seekor ular tumbuh terlalu besar, ia akan menjadi nàga.”
Oleh karena itu kemelekatan adalah keinginan yang terlalu kuat.


(ii) Kemelekatan kepada pandangan salah ditthupàdàna:
Pandangan salah terdiri dari 62 jenis seperti dijelaskan oleh Buddha dalam Brahmajàla Sutta (Digha Nikàya Silakkhandha Vagga). Keyakinan kuat dalam pandangan salah adalah salah satu bentuk kemelekatan.
(3 pandangan salah yang terburuk yang dapat mengirim seseorang menuju Alam Niraya termasuk dalam 62 jenis pandangan salah yang disebutkan dalam syair ini.)


(iii) Kemelekatan kepada praktik salah yang dianggap sebagai alat untuk mencapai kesucian Silabbatupàdàna:
Beberapa petapa pada masa Buddha memiliki kebiasaan seperti sapi atau anjing  ^-^ dengan kepercayaan keliru bahwa praktik demikian dapat menyucikan batin mereka dan memberikan keselamatan.
Punna dan Senja adalah 2 petapa yang menjalani praktik demikian. (Baca Majjhima Pannàsa Kukkuravatika Sutta).

Para petapa Govatika adalah salah satu dari mereka yang meyakini bahwa semua kejahatan masa lampau dapat dihapuskan jika seseorang menjalani praktik seperti sapi, yaitu, menjalani kehidupan pertapaan yang keras.

Alasan mereka adalah: menjalani hidup dengan keras seumur hidup saat ini dapat membalas semua kejahatan masa lampau,
kehidupan pertapaan pada saat ini juga tidak melakukan kejahatan baru.
Oleh karena itu semua kejahatan masa lampau dan kejahatan masa depan dapat dihapuskan,
dan hal ini akan memberikan kebahagiaan abadi.

Seorang pengikut kepercayaan ini akan merangkak dengan 4 kaki
seperti seekor sapi, tidur seperti sapi, makan seperti sapi tanpa menggunakan tangan, dan meniru semua tingkah laku sapi.

Seseorang yang menjalani praktik sapi ini dengan cara yang tidak keras akan terlahir kembali sebagai seekor sapi,
seseorang yang menjalani praktik ini dengan cara yang terlalu keras akan terlahir kembali di alam neraka setelah meninggal dunia
.

Para petapa Kukkuravatika adalah penganut praktik-anjing.
Mereka meyakini bahwa jika seseorang menjalani kehidupan dan kebiasaan seekor anjing, maka ia akan dapat terbebaskan.
Seorang pengikut kepercayaan ini akan merangkak dengan 4 kaki, makan dan tidur seperti anjing, dan meniru semua tingkah laku anjing.

Seseorang yang menjalani praktik anjing ini dengan cara yang tidak terlalu keras akan terlahir kembali sebagai seekor anjing,
seseorang yang menjalani praktik ini dengan cara yang terlalu keras akan terlahir kembali di alam neraka setelah meninggal dunia
.


(iv) Kemelekatan kepada ilusi diri (atta) attavàdupàdàna:
Kepercayaan keliru tentang diri atau atta adalah bentuk kemelekatan kuat yang lain.
Ini didasarkan pada 5 kelompok kehidupan dengan anggapan yang keliru, masing-masing dalam 4 cara, yaitu:

1. Sehubungan dengan badan jasmani:
(a) bahwa badan jasmani adalah diri—tidak mampu memisahkan badan jasmani dari dirinya,
(b) bahwa fenomena batin adalah diri—keliru menganggap bahwa diri memiliki jasmani bagaikan pohon memiliki bayangannya,
(c) bahwa fenomena batin adalah diri—keliru menganggap bahwa badan jasmani berada dalam diri bagaikan keharuman terdapat di dalam bunga,
(d) bahwa fenomena batin adalah diri—keliru menganggap bahwa diri terdapat di dalam badan jasmani bagaikan sebutir batu delima yang disimpan di dalam peti.

2. Sehubungan dengan perasaan,

3. Sehubungan dengan pencerapan,

4. Sehubungan dengan aktivitas kehendak,

5. Sehubungan dengan kesadaran.

Pandangan keliru yang sama dianut dalam 4 cara di atas.
Dengan demikian, ada 20 pandangan salah terhadap 5 kelompok kehidupan yang memunculkan 20 jenis pandangan salah yang berbeda. Pandangan ini yang berlangsung sepanjang samsàra disebut kemelekatan kepada ilusi diri atau attavàdupàdàna.

Selama 4 jenis kemelekatan di atas ada dalam diri seseorang,
tidak akan ada jalan untuk keluar dari penderitaan lingkaran kelahiran.

~RAPB 2 pp. 2379-2381~
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: mitta on 14 December 2008, 06:57:39 PM
 _/\_

ada yg punya RAPB versi hardcopy gak ya?
pinjam donkz???
 :) :) :) :)
Thks

 _/\_
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 15 December 2008, 09:25:29 AM
1745
berbaring. Pemeriksanaan hanya dapat dilakukan saat


1750
bersama dengan putraku, putriku, istri, pengikut, dan para anggota dewan[,] aku menyatakan berlindung


1754
(Dari Dhàtu-vibbaïga Sutta, Majjhima Nikàya)
-> Vibhanga


1756
“Ke mana saja kalian?, aku tidak melihat


1761
raja menulis di atas kain emas tersebut![.]


“Telah muncul di dunia ini […] yang patut dimuliakan (Bhagavà).[”]


1766
kain penutup bagian luar dan seteleh membuka kotak itu satu demi


1767
yang dimulai dengan Suppañipanna dan sekali lagi ia mengalami


1773
memasuki Jhàna Ke[ ]empat


1774
(Guru-guru lain mengatakan […] saat kota telah benar-benar sunyi dan tenang.) Pandangan ini tidak dapat […] memulihkan diri dari kelelahan.)


1779
(Penjelasan ini tidak dapat diterima oleh komentator).[.)]


Raja Bimbisàra Berkunjung dan Memberi Hormat


1784
Devadatta Mencoba untuk Memperoleh Kekuasaan


1790
Setelah dinyatakan sebagai bhikkhu yang tindakan dan kata-katanya tidak berhubungan dengan Saÿgha.[,] Devadatta berpikir,


1795
Penyesalan yang Terlambat


1796
Pembunuh yang Dikirim Oleh Devadatta
 

1797
Buddha berkata, “Sahabat, datanglah.[!] Jangan takut.[!]”


1799
Dan kemudian Beliau mengucapkan syair berikut.[,]
 

1800
(Pariëàho ‘penderitaan’ terdiri dari dua jenis, yaitu,[…] bahwa Beliau tidak mengalaminya.
-> Pariëàho (penderitaan)


1802
Devadatta meninggalkan istana, mendatangi kandang gajah dan memberitahu di pengasuh gajah,


1804
Tetapi, para penganut pandangan salah yang tidak berkeyakinan terhadap Buddha, berkata,


1805
Peristiwa Seorang Ibu dan Anaknya


1813
Perpecahan yang Diciptakan Oleh Devadatta


Pemungutan suara dilakukan dan lima ratus [bhikkhu ]muda dari Negeri Vajjã yang menetap


1814
sama sekali tidak mungkin Sàriputta dan Moggàlana menyukai ajaran Devadatta. Sesunggu[h]nya, mereka pergi


1816
[(]Juga pada keesokan harinya, Buddha menceritakan kisah Kandagalaka Jàtaka (Nataÿdaëha Vagga, Duka Nipàta), dan lain-lain sehubungan dengan Devadatta.)


1816-1817
(Berikut ini adalah daftar singkat Jàtaka yang diceritakan oleh Buddha sehubungan dengan Devadatta:
(Ekaka Nipàta: […] dan Sa¤jãva Jàtaka.)

(Duka Nipàta: […] dan Guttila Jàtaka.)
(Tika Nipàta: Romaka Jàtaka dan Jambukhàdaka Jàtaka.)
(Catukka Nipàta: […] dan Khantivàdã Jàtaka.)
(Pa¤caka Nipàta: Cuëadhammapàla Jàtaka dan Sàëiya Jàtaka.[)] [pindah baris baru](Sattaka Nipàta: Kapi Jàtaka dan Parantapa Jàtaka.)
[…]
(Vãsati Nipàta: Sattigumba Jàtaka, Somanassa Jàtaka.)[)]


1820
Di Neraka Avãci yang luasnya seratus yojanà, tubuh Devadatta tingginya seratus yojanà.
-> Hanya memastikan saja, apakah betul tingginya sama dengan luasnya?
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 15 December 2008, 03:34:36 PM
Confirm, In the great AvÊci hell one hundred yojanÈs in width, Devadatta's body is one  hundred yojanÈs in height
Title: (9) Upàdàna paccayà bhavo
Post by: Yumi on 15 December 2008, 08:48:01 PM
Memegang erat-erat 4 jenis kemelekatan,
seorang awam meyakini bahwa jasmani yang terdiri dari 5 kelompok kehidupan adalah dirinya.

Karena pandangan salah atas kehidupan diri,
seseorang mencari kepuasan langsung melalui perbuatan jahat seperti membunuh atau mencuri, dsb
dan dengan demikian mendekati 10 perbuatan jahat.
Hal ini berarti mengumpulkan perbuatan jahat yang mengarah kepada kelahiran kembali.

Karena menginginkan kesejahteraan masa depan yang tidak lebih rendah dari kesejahteraan sekarang, seseorang melakukan perbuatan baik seperti seorang yang bajik,
seperti memberi, menjalani sila, dan melatih pikiran.
Semua perbuatan ini adalah jasa duniawi yang cenderung memperbarui kehidupan.
Mereka melakukan bentuk-bentuk kebajikan yang berhubungan dengan alam indria, atau kebajikan yang berhubungan dengan alam materi halus, atau kebajikan yang berhubungan dengan alam tanpa materi. Dengan cara-cara ini, seseorang mendekati 10 Perbuatan Baik.

10 perbuatan jahat dan 10 Perbuatan Baik cenderung memperbarui kehidupan—
2 kelompok perbuatan ini—
disebut kamma bhava atau proses penyebab kamma.

Proses atau potensi ini mengarah kepada munculnya kelompok-kelompok batin hasil dan tubuh kamma di dalam alam kehidupan yang bersesuaian (yaitu, sesuai dengan perbuatan yang dilakukan), apakah di alam indria, atau di alam materi halus, atau di alam tanpa materi.

Kelompok-kelompok batin hasil ini dan tubuh kamma disebut upapatti bhava.
(Perbuatan-perbuatan baik dan jahat duniawi mengarah kepada upapatti bhava dan karena itu disebut bhava.
Kelompok-kelompok batin hasil dan tubuh kamma adalah hasil dari kamma bhava.)

Demikianlah inti dari bait ini.

~RAPB 2 pp. 2381-2382~
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 17 December 2008, 12:23:31 PM
1822-1823
[‘]Ketika terlahir kembali di alam […] luar biasa akibat perbuatan jahatnya.’


1831
“Guru kami, Buddha, […] tertinggi Bhavagga (alam Aråpa atau tanpa bentuk).[”]


1832
Persiapan untuk Mengunjungi Buddha


1833
akan pergi dan menjumpaui Buddha.


1834
(Di belakang perempuan-perempuan tua itu terdapat barisan para sida-sida penjaga istana,[.] di belakang barisan sida-sida adalah barisan enam puluh ribu menteri yang megah dalam seragam mereka berjalan kaki.)


1837
sebuah vihàra yang indah!” ketika mereka tiba di pintu aula pertemuan


1839
(Lima ciri Tàdi […] keyakinan, dan lain-lain.[)] (Penjelasan ini terdapat dalam Mahàniddesa).


1839-1840
(Penjelasan lain adalah, […] adalah lima ciri Tàdi.[)] (Dari Sãlakkhandha Abhinava òãkà, Vol. II)


1841
Ajàtasattu merasa gembira dan bersemangat, dan ia menanyakan pertanyaan berikut.[,]


1843
guru berpandangan salah yaitu, Påraõa Kassapa, Mikkhali Gosàla,


1845
karena engkau mengakuinya dan memperbaik{i}nya.


1849
dari Buddha, Dhamma, dan Saÿgha.” (dalam Mahàjanaka


1853-1854
melibatkan tindakan kejahatan[.] (janji yang dilakukan para umat Buddha sekarang ini yang dianggap berlindung kepada Buddha, Dhamma, dan Saÿgha adalah duniawi. Seperti mematuhi peraturan […] kesadaran jahat lainnya.[)]


1854
atau rendah. (contoh yang relevan terdapat dalam Saÿyutta Nikàya).[.)]


(Upàsatãti upàsako, ‘Ia mengikuti Tiga Permata, oleh karena itu ia adalah upàsaka. Upàsako, ‘siswa Tiga Permata’).[.)]


Moralitasnya adalah mematuhi Lima Sãla[.] (contah relevan terdapat dalam Saÿyutta Nikàya.)


1856
Kerugian dan Keuntungan Raja Ajàtasattu


dan dengan membayarkan segenggam bunga (sebagai denda ringan.)[).]


permukaan selama tiga puluh ribu tahun. Kemudian (setelah enam puluh ribu tahun) ia akan terbebas dari Lohakumbhã.[”]


1859
(Penjelasan Sàma¤¤a-Phala Sutta, Silakkhandha òãkà, Vol. II).[.)]


1863
Kemudian Bhagavà mengucapkan syair berikut.[,]


1868
Pada hari ke[ ]delapan[,] ia disibukkan


1870
2-Sãhanàda Vagga, 7-Kula Sutta).[.)]


1871
oleh para bhikkhu jika para para bhikkhu belum mengunjunginya,


1875
kemudian ia meninggalkan Sàvatthã, dengan memimpin pasukan besar.


“Mengapa, tidak ada seorang pun Sakya yang memberi hormat kepadaku?”


Mahànàma si pangeran Sakya dengan budaknya Vàgamuõóà.


1877
Istrinya Mallikà adalah putri Raha Malla dari Kusinàra.

perempuan hamil pada umu[m]nya.


1883
(Alasan raja menitipkan […] mereka boleh pulang ke istana.[)]


1884
(Baca Majjhima Paõõàsa Pàëi, Dhmmacetiya Sutta).[.)]


1889
Tetapi, jika nasib mereka sekarang dihubungkan dengan perbuatan jahat mereka pada masa lampau.[,] Kematian mereka sesuai dengan penyebabnya.”


1891
Bhagavà berkata, [“]karena persembahan tiga


1892
(Kisah ini dikutip dari Komentar Jàtaka, Volume Tiga, Sattaka Nipàta, 10-Kummàsapiõói Jàtaka).[.)]


1893
penghormatan terhadap âñànàñiya Paritta―Komentar).
-> tercetak: ParittaKomentar
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 18 December 2008, 11:22:03 AM
1884
(Baca Majjhima Paõõàsa Pàëi, Dh[a]mmacetiya Sutta).[.)]


1902
Pemancaran màtta adalah penjaga internal


Ketika si yakk[h]a mengungkapkan


1903
(Ini adalah prosedur di mana si korban adalah seorang bhikkhu).[.)]


1903-1904
(Desa brahmana itu dikenal dengan [...] belakangan dihias dengan ukiran-ukiran.[)]


1905
(Sedikit catatan mengenai waktu […] Sakka tidak dapat menjumpai-Nya.[)]


1909
terhadapmu tidak dapat di[ ]tahan,


1912
kilauan cahaya para dewa―hanya saja cahaya
-> Tercetak: dewahanya


1913
(Kalimat “Berbagai urusan sehubungan [...] menghabiskan waktu Sakka.[)]   


1914
katakanlah kepada Bhagavà mewakiliku, ‘‘Yang Mulia, Sakka,


(Catatan: ada empat bangunan [...] disumbangkan Anàthapiõóika.[)]


1915
Ketika ia menjalani kereta angkasanya, roda keretanya berbunyi
-> menjalankan


1919
Bagaimana ini?” dengan merenungkan kehidupan lampau mereka, mereka melihat


1921
Kisah Magha, Pemuda dari Desa Macala


seorang pemuda di Desa Macala, Provinsi Magadha.[,] Pada suatu masa sebelum munculnya Buddha.


1924
Magha dan Sahabat-sahabatnya Ditangkap


Gajah Istana Menolak Menginjak Magha dan Teman-temannya


Sang Raja Mengetahui Kebenaran dan Memberikan Hadiah Kepada Magha dan Sahabat-sahabatnya


1926
Tetapi sekatang kita menuai jasa kebajikan


1927
Magha dan Kelompoknya Membangun Rumah Peristirahatan Besar


1929
“apa yang tertulis di sana?” seorang penduduk lainnya membacakan.[,] “Tulisan itu berbunyi, “[‘]Ini adalah rumah peristirahatan Sudhammà.[’]”


Kita yang telah bekerja selama ini tidak menuliskan nama[,] sedangkan Sudhammà, yang


1930
Magha berkata kepadanya, “Sekarang Såjà, [...] orang lain.[”]


1931
Karena menyumbangkam kayu untuk pembangunan


1932
Såjà Dihina Oleh Para Dewa Penari

para pelayannya di alam manusia yang selalu ia remehkan[,] sekarang justru
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 19 December 2008, 10:32:14 AM
1936
Pertanyaan Sakka dan Jawaban Bhagavà


Pertanyaan Pertama dan Jawabannya


1937
adalah karena issà, iri hati, dan macchariya, kekikiran.[”]


Perbedaan Iri Hati dan Kekikiran


1938
(Ledi Sayadaw: Paramattha Dãpanã, Bab tentang faktor-faktor batin).[.)]


1939
(seseorang yang dikuasai oleh macchariya,


mencari cara lain agar tidak berbagi,[;] jika harus membagi hartanya dengan orang lain atau memberikan sumbangan,

 
1943
(Hal ini karena ia menghalangi orang lain menikmati kedamaian dan kenyamanan hidup di dalam tempat tinggal itu).[.)]


1945
(2) Pertanyaan Ke[ ]dua dan Jawabannya


(Sesuatu (makhluk-makhluk hidup, […] membangkitkan kebencian.[)]


1946
(Selanjutnya),[,)]  para bhikkhu memiliki


1947
(Ini adalah iri hati yang muncul dari […] memiliki objek yang serupa.[)]


(Dengan kata lain;[,]) seperti kasus


[(] Penjelasan ini tidak diuraikan […] hingga Aññhasàlinã.)


(3) Pertanyaan Ke[ ]tiga dan Jawabannya


1948
(Chanda artinya keinginan […] lobha taõhà chanda.[)]


1949
(4) Pertanyaan Ke[ ]empat dan Jawabannya

“Sakka, raja para dewa […] keinginan tidak muncul.[”]

(Vitakka, bukan hanya […] puluh dua pandangan salah.[)]


1950
(5) Pertanyaan Ke[ ]lima dan Jawabannya


1951
Pertanyaan Ke[ ]enam, Ke[ ]tujuh, Ke[ ]delapan dan Jawabannya


1953
bersamaan dengan permulaan pikiran dan berlangsungnya pikiran (yang disebut (savitakka savicàra somanassa).


1954
Dari jenis upekkhà vedanà […] pikiran (yang disebut (savitakka savicàra domanassa).


1955
(Sehubungan dengan hal ini, Komentar mendiskusikan beberapa topik Dhamma yang halus ini sebagai berikut.)[,]
Dalam pertanyaan ini Sakka […] berbagai metode pengajaran-Nya.[)]


1956
Demikian pula, perasaan yang menyenangkan yang dapat dinikmati


1957
(Tiga pendekatan ini […] fenomena batin menjadi terpahami.[)]


1961
âne¤jasappàya Sutta
-> Anañjasappaya-sutta, MN 106


mempertimbangkan kapasitas mereka (kecenderungan batin) untuk memahami.
-> kapasitas (kecenderungan batin) mereka


1962
(Objek yang terlihat, suara, bau […] itu disebut dengan istilah ‘geha.’[)]


1963
(Catatan: gehasita somanassa […] jenis kenikmatan indria.[)]

Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 19 December 2008, 04:51:28 PM
1974
Sakka Datang dan Mencuci Kaki Mahàsãva


1977
(baca proses pengembangan Pandangan


1979
Jhàna-Jhàna―hingga Jhàna Keempat―adalah menurunkan
Tercetak: Jhàna-Jhànahingga Jhàna Keempatadalah menurunkan


pikiran dan berlangsungnya pikiran sa[vi]takka savicàra upekkhà,


1981
beberapa mencapai Tingkat Ke[ ]dua, beberapa mencapai Tingkat Ke[ ]tiga, dan beberapa mencapai Tingkat Ke[ ]empat,


Sakka Terlahir Kembali Sebagai Sakka untuk ke[ ]dua kalinya


1982
bab enam yang membahas tentang analisi{s} jasmani


1983
(9) (10) (11) Pertanyaan Ke[ ]sembilan, Ke[ ]sepuluh, Ke[ ]sebelas, dan Jawabannya


1984
dan kebajikan meningkat, engkau sebaiknya melakukan tindakan jasmani tersebut.[”]

["]Engkau harus memahami bahwa dalam melakukan tindakan jasmani tertentu, jika kejahatan menurun


1985
dalam pertanyaan ke[ ]enam, ke[ ]tujuh, dan ke[ ]delapan, Sakka bertanya tentang


1988
sebagai ke[ ]delapan, âjãvaññhamaka Sãla, istilah khusus “pencarian” perlu disebutkan karena Delapan Sãla ini melibatkan tindakan pada pintu-jasmani dan pintu-ucapan (yaitu tindakan fisik dan ucapan), dan bukan di langit.
-> Apa artinya "bukan di langit" ini?


1990
(12) Pertanyaan Ke[ ]dua Belas dan Jawabannya


Setelah mendengarkan khotbah Bhagavà dengan penuh kegembiraan, Sakka, mengajukan pertanyaan berikutnya:


1992
Bukanlah kebiasaan Buddha untuk membiarkan hal tersebut jika si pendengar khotbah-Nya tidak cukup cerdas untuk mengungkapkan pemahamannya, atau untuk mengizinkan seorang pendengar yang cukup cerdas yang mau mengungkapkan apa yang ia pahami. Di sini Sakka cukup cerdas dan juga mau. Oleh karena itu Bhagavà mengizinkan.
-> Mungkin maksudnya bukan kebiasaan Buddha untuk mengizinkan pendengar yang cukup cerdas yang tidak mau mengungkapkan?
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: tesla on 19 December 2008, 04:55:06 PM
wew... great effort ^:)^
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 19 December 2008, 04:59:46 PM
Yang terjemahin jauh lebih "kuat".
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 20 December 2008, 01:43:20 PM
1993
(Sehubungan […] Arahatta selagi memakan makanannya[.)] (Vis. I bab mengenai sãla).


1994
selama seumur hidupnya. (yaitu hingga ia meninggal dunia, Parinibbàna).[.)]


1995
mengembara selama tiga bulan vassa ini?,”


1996
(14) Pertanyaan Ke[ ]empat Belas dan Jawabannya


1998
para bhikkhu yang mennuju Nibbàna


(Demikianlah, terjadi pembicaraan antara […] Tidak semua samaõa dan bràhmana mencapai Nibbàna.[)]


2000
Kepuasan dan Kegembiraan Sakka


2001
nafsu, untuk mengakhiri lingkaran kelahiran, untuk melepaskan kemelekatan, untuk memahami Empat Kebenaran, untuk menembus Nibbàna.[”]

inilah keuntungan ke[ ]dua


2002
inilah keuntungan ke[ ]tiga

inilah keuntungan ke[ ]empat


2003
inilah keuntungan ke[ ]lima


dengan semua dewa dan b[r]ahmà lainnya.


inilah keuntungan ke[ ]enam


2003-2004
(Enam keuntungan yang diperoleh Sakka saat mendengarkan khotbah di […]Arahatta di Alam Akaniññha.[”]


Keuntungan ke[ ]enam yaitu kelahiran kembali

2004
(Kisah sebelumnya).[.)]


2007
[(]Mulai bab ini, kami akan membatasi penjelasan pada peristiwa-peristiwa dan khotbah yang terjadi pada periode vassa ke[ ]empat puluh empat dan seterusnya yang merupakan periode menjelang Parinibbàna.)


2009
dan meminta nasihat, atas rencana penyerbuanku.

bagi seorang raja?” dengan pikiran demikian

Kemudian ia berkata kepada Bhagavà.[,]
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 20 December 2008, 02:01:16 PM
2010
(sehubungan dengan hal ini, harus dimengerti bahwa


2011
(ii) Faktor Kemajuan, Ketidakmunduran Ke[ ]dua


2012
(iii) Faktor kemajuan, Ketidakmunduran Ke[ ]tiga


2013
Saat menetapkan pajak dan denda batu,


2014
terdiri dari orang-orang te[r]pelajar dalam


2015
adalah fak[t]or yang mendukung


(iv) Faktor Kemajuan, Ketidakmunduran Ke[ ]empat


2016
kerendahan hati. ‘mendengarkan


(v) Faktor Kemajuan, Ketidakmunduran Ke[ ]lima


2017
(vi) Faktor Kemajuan, Ketidakmunduran Ke[ ]enam


2018
(vii) Faktor Kemajuan, Ketidakmunduran Ke[ ]tujuh

 
2026
Selagi Bhagavà memberikan khotbah mengenai tujuh faktor kemajuan kepada Brahmana Vassakàra, ia berkeinginan

 
2028
(Khotbah ini masih belum berakhir).[.)]


2030
(iii) Dalam faktor ketidakmunduran ke[ ]tiga


2031
(Baca Vinaya Cåëavagga Pàëi, Satta Satikakkhandhaka).[.)]


Namun berapa pun kecilnya pelanggaran.[,] Tidak mematuhi peraturan yang telah ditetapkan oleh Buddha artinya adalah tidak mematuhi.


mengendalikan diri dari menulis [(]sebuah (cerita) sebagai sebuah peraturan bhikkhu.

Yang Mulia Yassa yang memimpin sidang Ke[ ]dua mengajarkan Dhamma Vinaya ini kepada para bhikkhu. Ini adalah contoh tidak mengabaikan peraturan latihan yang telah ditetapkan oleh Buddha.

-> Dikatakan Upasena menerapkan peraturan (tidak menulis) yang sebetulnya tidak diterapkan oleh Buddha. Lalu dikatakan Yassa mengajarkan ini sebagai Dhamma-Vinaya. Bukankah ini sebenarnya berarti "mengabaikan peraturan yang telah ditetapkan oleh Buddha" tentang "tidak menerapkan apa yang tidak diterapkan oleh Buddha"? Ataukah karena peraturan ini dianggap sejalan dengan Dhamma-Vinaya yang telah ditetapkan, maka dianggap sesuai? 

Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 23 December 2008, 11:29:21 AM
2033
(v) Sehubungan dengan faktor ketidakmunduran ke[ ]lima,

(vi) Sehubungan dengan faktor ketidakmunduran ke[ ]enam,

(vii) Sehubungan dengan faktor ketidakmunduran ke[ ]tujuh,


2035
“Saat pertama kami datang ke sini, kami berencana untuk menetap selama beberapa hari saja, tetapi karena para bhikkhu tuan rumah sangat menyenangkan, kami akan menetap di sini selama sepuluh atau dua belas tahun.”
-> Confirm aja, apa betul beberapa hari jadi dua belas tahun?

(Tujuh faktor yang ke[ ]dua)


2037
dan lain-lain, juga harus menyediakan waktu untuk, bermeditasi.


2038
(Tujuh faktor yang ke[ ]tiga)


2040
penembusan Jalan. (sebagai contoh[,] dapat

(2-3) Dalam Aparihàniya Dhamma ke[ ]dua dan ke[ ]tiga,


2041
(4) Dalam Aparihàniya Dhamma ke[ ]empat,

(5) Dalam Aparihàniya Dhamma ke[ ]lima,

(6) Dalam Aparihàniya Dhamma ke[ ]enam,


2042
ketika hanya pintu ke[ ]empat yang diperbolehkan

(7) Dalam Aparihàniya Dhamma ke[ ]tujuh.


2043
Aparihàniya Dhamma ke[ ]enam dan Pandangan Cerah yang disebutkan dalam yang ke[ ]tujuh

(Tujuh faktor yang ke[ ]empat)


2044
(Tujuh faktor yang ke[ ]lima)


2045
(Khotbah ini masih […] dan seterusnya.[)]


2048
Perbuatan yang Terang-terangan dan Perbuatan Secara Pribadi


2049
Dalam faktor ke[ ]empat ini,


2051
mencukupi kebutuhan mereka. Sehingga tidak menyusahkan si praktisi.


2052
Dua Belas Tahun Menjalani Praktik Adalah Waktu yang Normal


2055
Ini adalah contoh mangkuk makanan yang menjadi sumber makanan yang tidak habis-habisnya; manfaat ke[ ]empat dari praktik sàraõãya. Kisah ini juga membuktikan manfaat ke[ ]dua yaitu dihargai oleh banyak orang, dan manfaat ke[ ]tiga yaitu terberkahi dengan empat kebutuhan sepanjang waktu. Komentar mengutip kisah ini untuk memberikan contoh atas manfaat ke[ ]empat yang paling penting di sini.

merupakan upacara nasional besar-besaran.) ketika


2056
Ini adalah contoh dari manfaat ke[ ]lima.


2058
Therã Nàga berkata, “Bahkan jika mangkuk itu diam di atas setinggi tujuh pohon kelapa, itu tetap makanan yang dikumpulkan oleh seorang bhikkhunã, bukankah demikian Yang Mulia Therã?”
-> Apakah yang berbicara ini Thera atau Theri?

Kemudian ia berkata, “Gangguan [...] kepada diri sendiri, “O yang mulia, latihan [...] makanan seorang bhikkhunã.[”] Aku tidak akan sanggup [...] berdiam dalam kewaspadaan, Therã.”


2059
Ini adalah contoh dari manfaat ke[ ]enam.

Therã Nàga tidak terkena dampak bencana kelaparan, berkat praktik sàraõãya

(v) Sehubungan dengan faktor ketidakmunduran ke[ ]lima,


2060
pada semua Ariya. Dalam faktor ke[ ]enam juga,


2062
Bhagavà Mampir ke Nàëanda


2063
demikianlah praktik konsentrasi, samàdhi, mereka,


2066
(Ini adalah percakapan yang yang terjadi antara Yang Mulia Sàriputta dan Bhagavà).[.)]


2067
Mereka berkata kepada Bhagavà.[,]


2068
kerugian ke[ ]dua seorang yang tidak bermoral.”

kerugian ke[ ]tiga yang menimpa seorang yang tidak bermoral.”


2069
Ini adalah kerugian ke[ ]empat yang menimpa seorang yang tidak bermoral.”

kerugian ke[ ]lima yang menimpa seorang yang tidak bermoral.”

Lima Keuntungan yang Diperoleh Oleh Orang yang Bajik

Ini adalah keuntungan ke[ ]dua yang diperoleh orang yang bajik.”

Ini adalah keuntungan ke[ ]tiga yang diperoleh orang yang bajik.”


2070
Ini adalah keuntungan ke[ ]empat yang diperoleh orang yang bajik.”

Ini adalah keuntungan ke[ ]lima yang diperoleh orang yang bajik.”


2071
mungkin dapat berpura-pura selagi hidup[,] tetapi di atas


2072
(v) Kerugian ke[ ]lima yang menimpa seorang


2076
Perdana Menteri Magadha, Sunidha, dan Vassakàra,


2079
Buddha Membabarkan Khotbah di Desa Nàtika

Tentang Para Siswa yang Kemajuan Spiritualnya Terjamin


2080
(“Desa bersaudara,” ¤àtika, dari kata Pàëi, dan ¤ luluh menjadi n, demikianlah asal nama Nàtika.[)]

[“]Yang Mulia, di Desa Nàtika saat ini, seorang bhikkhunã bernama Nandà telah meninggal dunia. Di manakah ia terlahir kembali?”
[“]Yang Mulia, di Desa Nàtika saat ini, seorang umat awam bernama Sudatta telah meninggal dunia. Di manakah ia terlahir kembali?”
[“]Yang Mulia, di Desa Nàtika saat ini, seorang umat awam bernama Sujàtà telah meninggal dunia. Di manakah ia terlahir kembali?”
[“]Yang Mulia, di Desa Nàtika saat ini, seorang umat awam bernama Kukkuña […] Di manakah ia terlahir kembali?”


2081
[“]ânanda, melalui hancurnya tiga belenggu, […] sebagai manusia hanya satu kali lagi.”
[“]ânanda, melalui hancurnya tiga belenggu, […] dan mencapai tiga Magga yang lebih tinggi.[”]
[“]ânanda, umat awam bernama Kukkuña […] dan lenyap total di alam itu.”


2081-2082
[“]ânanda, lebih dari lima puluh umat […] lenyap total di alam itu.”
[“]ânanda, lebih dari sembilan puluh […] lagi di alam manusia.”
[“]ânanda, lebih dari lima ratus umat dari […] tiga Magga yang lebih tinggi.”


2085
Bhagavà Mampir ke Hutan Mangga Ambapàlã di Vesàlã

bagaimanakah seorang bhikkhu melatih pemahaman murni? para bhikkhu,


2086
Para Pangeran Licchavã dan Ambapàlã


2088
(Sehubungan dengan hal ini, […] kàmànaÿ àdãnava kathà).[.)]


2089
sebagai sesuatu yang indah sub[h]a.


2090
(Sehubungan dengan hal ini, akan muncul pertanyaan, “Karena para […] undangan kepada Bhagavà?[”])


2091
Vassa Terakhir Bhagavà di Desa Veëuva


2092
[(]Alasan dari perintah Bhagavà […] menjalani vassa di sekitar Vesàlã.)


2094
Oleh karena itu jenis ke[ ]tiga

Subkomentar sedangkan jenis ke[ ]tiga


2097
(Saat itu adalah tanggal delapan bulan Kattikà).[.)]
Title: Upàdàna paccayà bhavo
Post by: Yumi on 24 December 2008, 07:09:44 AM
Dalam hal ini, munculnya kamma bhava dan upapatti bhava bergantung pada 4 jenis kemelekatan
seperti yang telah dibahas secara terperinci dalam Sammohavinodhanã, Komentar Vibhangha akan dijelaskan secara singkat.
“Jenis bhava manakah yang dikondisikan oleh jenis kemelekatan yang mana?”

Untuk menjawab pertanyaan ini, “Seluruh 4 jenis kemelekatan dapat menjadi kondisi bagi kedua jenis bhava. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
Seorang awam adalah bagaikan orang gila. Karena itu, ia tidak dapat membedakan apa yang baik dan benar, dan apa yang tidak.
Oleh karena itu, di bawah pengaruh seluruh (4 jenis) kemelekatan, ia melakukan segala jenis perbuatan, yaitu kebaikan dan kejahatan duniawi, yang cenderung memperbarui kehidupan.
Bagaimana berbagai perbuatan tersebut dilakukan akan dijelaskan di sini.

Seorang awam mungkin mengetahui atau mendengar kenikmatan indria yang berlimpah pada kasta penguasa atau kelompok-kelompok tinggi di alam manusia dan di 6 alam dewa.
Ia mungkin mendapatkan nasihat jahat dari orang lain bahwa untuk mendapatkan apa yang diinginkan, seseorang harus melakukan apa pun; bila perlu, ia harus membunuh atau mencuri.
Maka di bawah pengaruh jahat kemelekatan akan kenikmatan indria,
ia melakukan perbuatan jahat seperti membunuh untuk memuaskan keinginannya yang kuat akan kenikmatan indria.
Perbuatan jahat ini mengarah menuju kelahiran kembali di alam sengsara apaya.

Atau seorang awam mungkin memiliki godaan yang menarik untuk mendapatkan objek-indria yang ia lihat di hadapannya, atau ia mungkin ingin menyimpan dan melindungi hartanya,
dan untuk itu ia akan melakukan apa pun apakah secara moral baik atau buruk.
Ini adalah kasus (umum) dalam melakukan kejahatan yang dipengaruhi oleh kemelekatan akan kenikmatan indria.
Perbuatan jahat menyebabkan kelahiran kembali di alam sengsara.
Dalam kasus ini, di mana perbuatan jahat mengirimnya ke alam sengsara disebut kamma bhava
dan kelompok-kelompok batin hasil dan tubuh kamma yang berhubungan dengan alam sengsara disebut upapatti bhava.
(Demikianlah bagaimana kemelekatan terhadap kenikmatan indria mengarah pada proses penyebab kamma yang jahat dan hasilnya.)

Seorang awam yang lain, lebih beruntung, mendapatkan nasihat yang lebih bijaksana.
Temannya adalah orang yang bajik dalam hal tingkah laku juga dalam hal menjalani Sila.
Ia mendapatkan pengetahuan akan Kebenaran.
Ia mengetahui bahwa dengan melakukan perbuatan baik ia akan dapat terlahir kembali di alam yang baik.
Ia melakukan perbuatan-perbuatan baik dan akibatnya ia terlahir kembali di alam manusia atau di alam dewa.
Dalam kasus ini, di mana perbuatan baik mengirimnya ke alam bahagia disebut kamma bhava
dan kelompok-kelompok batin hasil dan tubuh kamma yang berhubungan dengan alam bahagia disebut upapatti bhava.
(Demikianlah bagaimana kemelekatan terhadap kenikmatan indria mengarah pada proses penyebab kamma yang baik dan hasilnya.)

Seorang awam lainnya mungkin telah mendengar atau mempunyai gagasan bahwa alam brahmà bentuk atau tanpa bentuk memiliki kenikmatan indria yang lebih tinggi daripada alam indria
dan karena tertarik pada kenikmatan indria di alam brahmà, ia melatih Jhàna bentuk atau tanpa bentuk, mencapainya,
dan, akibatnya, ia terlahir kembali di alam bentuk atau tanpa bentuk.
Dalam kasus ini, di mana perbuatan baik yang berhubungan dengan alam bentuk atau tanpa bentuk yang mengirimnya ke alam bentuk atau tanpa bentuk disebut kamma bhava
dan kelompok-kelompok batin hasil dan tubuh kamma yang berhubungan dengan alam bentuk dan kelompok-kelompok batin hasil dari alam tanpa bentuk disebut upapatti bhava.
(Demikianlah bagaimana kemelekatan terhadap kenikmatan indria mengarah pada proses penyebab kamma dan hasilnya.)

Seorang awam lainnya, melekat pada pandangan salah pemusnahan atau pemadaman
meyakini bahwa diri akan benar-benar padam hanya jika terlahir di alam indria yang bahagia, atau di alam materi halus, atau di alam tanpa materi,
dan karena itu[,]melakukan jasa yang berhubungan dengan alam indria yang mengarah kepada kehidupan bahagia di alam indria, atau jasa dengan jenis yang mulia, Mahàggata yang mulia karena tidak adanya rintangan.
Jasa yang ia hasilkan yang berhubungan dengan alam indria dan alam brahmà bentuk dan tanpa bentuk disebut kamma bhava,
dan kelompok-kelompok batin hasil dan tubuh kamma tersebut disebut upapatti bhava.
(Demikianlah bagaimana kemelekatan terhadap pandangan salah menimbulkan proses penyebab kamma dan hasilnya.)

Seorang awam lainnya, di bawah pengaruh kemelekatan terhadap ilusi diri (atta),
yakin bahwa diri akan mencapai kebahagiaan sejati di alam indria yang bahagia, atau di alam materi halus, atau di alam tanpa materi,
dan karena itu[,]ia melakukan jasa yang berhubungan dengan alam indria yang mengarah kepada kehidupan bahagia di alam indria, atau jasa dengan jenis yang mulia karena tidak adanya rintangan.
Jasa yang ia hasilkan yang berhubungan dengan alam indria dan alam brahmà materi halus dan alam tanpa materi disebut kamma bhava,
dan kelompok-kelompok batin hasil dan tubuh kamma tersebut disebut upapatti bhava.
(Demikianlah bagaimana kemelekatan terhadap ilusi diri (atta) menimbulkan proses penyebab kamma dan hasilnya.)

Seorang awam lainnya, di bawah pengaruh kemelekatan terhadap praktik salah sebagai alat untuk mencapai kesucian,
yakin bahwa praktik (baik) ini dapat dipenuhi dengan keterampilan yang dimiliki oleh seorang yang menjalaninya di alam indria yang bahagia, atau di alam materi halus, atau di alam tanpa materi,
dan karena itu[,]ia melakukan jasa yang berhubungan dengan alam indria, atau alam materi halus, atau alam tanpa materi.
Jasa yang ia hasilkan yang berhubungan dengan alam indria dan jasa yang mulia yang berhubungan dengan alam brahmà disebut kamma bhava,
dan kelompok-kelompok batin hasil dan tubuh kamma tersebut disebut upapatti bhava.
(Demikianlah bagaimana kemelekatan terhadap praktik salah menimbulkan proses penyebab kamma dan hasilnya.)


~RAPB2. pp. 2382-2385~
Title: (10) Bhava paccayà jàti
Post by: Yumi on 24 December 2008, 07:19:18 AM
Dengan kamma bhava, proses penyebab kamma, sebagai kondisi, terjadilah kelahiran kembali.
Proses penyebab kamma yang baik dan proses penyebab kamma yang buruk adalah penyebab terjadinya kelahiran kembali.

Kelahiran kembali artinya adalah munculnya kelompok-kelompok batin hasil dan tubuh kamma yang disebabkan oleh perbuatan-perbuatan baik, dan kelompok-kelompok batin hasil dan tubuh kamma yang disebabkan oleh perbuatan-perbuatan jahat.

Dalam “sankhàra paccayà vinnànàm” telah dijelaskan bahwa
karena adanya aktivitas-aktivitas kehendak, baik dan buruk, muncullah kesadaran.
Hal itu merujuk pada aktivitas-aktivitas kehendak masa lampau yang memunculkan kesadaran hasil pada saat kelahiran kembali dalam kehidupan sekarang, juga kesadaran yang mengikuti kesadaran kelahiran kembali (pavatti vinnàna). 

Dalam syair ini “bhava paccayà jàti” merujuk pada proses penyebab kamma,
yaitu, perbuatan yang dilakukan dalam kehidupan sekarang yang menimbulkan kelahiran kembali dalam kehidupan berikut, yaitu, kelompok batin hasil dan tubuh kamma yang muncul pada masa depan. (ini akan dijelaskan lebih lanjut.)

Saat kita membahas “Ketergantungan pada aktivitas-aktivitas kehendak, muncullah kesadaran,”
kita telah melihat bagaimana aktivitas-aktivitas kehendak yang memiliki potensi-potensi yang diperlukan pada 4 tahap (samangità) yang memunculkan kesadaran.
Itu adalah penjelasan terperinci sehubungan dengan bagaimana aktivitas-aktivitas kehendak, yaitu, perbuatan baik dan perbuatan jahat pada masa lampau, menimbulkan kesadaran pada saat memasuki rahim dan kesadaran yang berkembang yang mengikutinya segera.
Proses kamma yang sama bekerja lagi pada kehidupan sekarang.
Perbuatan-perbuatan yang dilakukan dalam kehidupan sekarang, baik dan buruk, juga memiliki potensi dalam 4 tahap, yang memunculkan kelompok batin hasil dan tubuh kamma pada masa mendatang.
Proses perbuatan saat ini yang mengkondisikan kelahiran kembali pada masa depan dinyatakan oleh Buddha sebagai “bhava paccayà jàti”. (Menyatakan hubungan sebab-akibat dalam istilah Abhidhammà.)

Dalam syair ini, si penyair menjelaskan hubungan ini dengan menggabungkan istilah Abhidhammà atau pengertian tertinggi dengan pengertian biasa untuk mempermudah pembacaan.

Inti dari bait syair ini adalah:

Bergantung pada perbuatan-perbuatan yang dilakukan dalam kehidupan sekarang, yang baik maupun yang jahat, semua makhluk pada saat kematiannya akan terlahir kembali sesuai perbuatan-perbuatan itu.
Dengan demikian,
beberapa makhluk akan terlahir di Alam Asannàsatta di mana kehidupan berlangsung hanya dengan adanya kelompok-kelompok jasmani tanpa adanya kelompok batin,
beberapa terlahir di alam kehidupan yang terdiri dari 5 kelompok kehidupan seperti di alam manusia dan alam materi halus,
dan yang lainnya terlahir kembali di alam selain Alam Asannàsatta.
Kelahiran kembali mereka digolongkan berdasarkan moralitas atau hukum kamma (kamma niyàma) yang muncul saat memasuki rahim dan pada tahap selanjutnya, kelompok-kelompok batin hasil dan tubuh kamma yang bersesuaian dengan proses penyebab kamma dari masing-masing individu, munculnya batin dan jasmani baru ini dikenal dengan istilah jàti.

(Mulai dari sini dst, istilah upapatti bhava akan digunakan sebagai istilah untuk menjelaskan “kelompok-kelompok batin hasil dan tubuh kamma”.)

Saat kemunculan kelompok-kelompok batin hasil dan tubuh kamma terjadi,
yaitu, saat terjadinya upapatti bhava,
maka, sesuai aturan, 3 tahapan: saat munculnya (upàda khana), saat berlangsung (thi khana), dan saat lenyapnya (bhanga khana).
Dari tahap-tahap ini, yang pertama,
upàda khana disebut jàti (kelahiran kembali),
yang kedua thi khana disebut jàra (tua),
dan ketiga, bhanga khana disebut marana (mati).

Jàti ini, awal dari munculnya batin dan jasmani,
terjadi tidak hanya sekali pada saat terlahir kembali
namun terjadi berulang-ulang sehingga gabungan fenomena batin dan jasmani (biasanya dianggap sebagai tubuh ini) berkembang menjadi berbagai bentuk dan ukuran sesuai kamma atau penyebabnya.

Karena itu, muncullah di dunia ini, kasta-kasta seperti kasta penguasa, kasta brahmana, dll,
dan orang-orang yang memiliki kuasa dan pengaruh, yang rendah, yang mulia, yang jahat, yang baik, berbagai macam pribadi yang tidak terhingga banyaknya, berbagai macam makhluk di 3 alam kehidupan yang tidak terhingga banyaknya.

Semua variasi makhluk ini dapat terjadi karena adanya 4 kelompok kelahiran kembali, yaitu:
(i) Kelahiran kembali dari telur atau “lahir dari telur”.
(ii) Kelahiran kembali sebagai embrio di dalam rahim ibu atau “lahir dari rahim”.
(iii) Kelahiran kembali dari kelembaban seperti lumut, dll, atau “lahir dari kelembaban”.
(iv) Kelahiran kembali seketika menjadi dewasa, yaitu, berumur kira-kira 16 tahun untuk perempuan dan 25 tahun untuk laki-laki atau “lahir langsung dewasa”.

(Perhatikan bahwa tidak ada dua individu yang memiliki pribadi yang persis sama, bahkan keturunan dari ibu yang sama, beberapa lebih superior, dan beberapa lebih inferior. Hal ini karena bekerjanya proses penyebab kamma.
Buddha menyatakan ini di dalam Uparipannàsa, Culà Kamma Vibhanga Sutta di mana tercantum,
“kammam satte vibhajati yadidam hinapanitatàya: hanya kamma yang mengkondisikan makhluk-makhluk sehingga terlahir inferior atau superior.”)


~RAPB2. pp. 2385-2388~
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 26 December 2008, 09:51:07 AM
2098
Bhagavà membabarkan khotbah sehubungan dengan wafatnya dua Siswa Utama[.] (baca Ukkacela Sutta, Saÿyutta III.)


2099
“Oh! Siswa seperti apakah yang dimiliki oleh Buddha![?]”


2100
(Baca Komentar Dãgha Nikàya[.])


ini juga dianut oleh para komentator-komentator belakangan seperti Buddhaghosa, Dhammapàla, dan lain-lain.”
-> Kata "para" sudah menerangkan jamak.


2101
(Yang Mulia Moggallàna adalah contohnya).[.)]


2106
Dalam permohonan ke[ ]tiganya Màra merujuk kepada jawaban Buddha pada permohonan ke[ ]dua.)


Atas permohonan itu, Bhagavà berkata [kepada ]Màra jahat, “Màra jahat,


2109
[(]Fakta bahwa syair […] sehubungan dengan pelepasan-Nya.)


 2113
“Baru hari ini aku menjadi seorang bhikkhu. […] dari guruku.) sungguh menakjubkan Buddha yang telah […] Saÿgha, para Ariya sejati!.["] (Tiga bait syair yang dirangkum menjadi satu).[.)]

(iii) Penyebab ke[ ]tiga (saat seorang Bakal Buddha


2114
(iv) Penyebab ke[ ]empat 

(v) Penyebab ke[ ]lima 

(vi) Penyebab ke[ ]enam 

(vii) Penyebab ke[ ]tujuh 

(viii) Penyebab ke[ ]delapan


2117
adalah saat Bhagavà bertemu dengan Soõadanta, Kåñandanta,
-> Sonadanda, DN 4.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 26 December 2008, 10:06:05 AM
2121
(Khotbah ini masih belum berakhir).[.)]


2122
konsentrasi (yaitu, tahap permulaan parikamma bhàvanà, tahap ambang konsentrasi Upacàra bhàvanà, dan tahap Jhàna Appanà bhàvanà.[)]


2123
ânanda[,] dalam melepaskan proses batin memelihara kehidupan, Tathàgata melakukannya tanpa rasa takut, dengan penuh perhatian


2124
Ini adalah Pembebasan ke[ ]dua.
Ini adalah Pembebasan ke[ ]tiga.
Ini adalah Pembebasan ke[ ]empat.
Ini adalah Pembebasan ke[ ]lima.
Ini adalah Pembebasan ke[ ]enam.

perenungan itu, dan) berdiam dalam Nevasa¤¤àsa¤¤àyatana[Nevasaññāsaññāyatana] Jhàna. Ini adalah Pembebasan ketujuh.
→  N[']evasaññā[N'ā]saññāyatana

Ini adalah Pembebasan ke[ ]delapan.”

(Khotbah ini masih belum berakhir).[.)]


2126
ânanda[,] dalam melepaskan proses batin memelihara kehidupan,


dalam Pakiõõaka Dhamma Desanà).[.)]


“ânanda, pada suatu ketika, […] berkata kepada-Ku:
“[‘]Sudilah Bhagavà memasuki Parinibbàna sekarang, sudilah Yang Selalu Berkata Benar meninggal dunia! Yang Mulia, sekarang adalah saatnya bagi Bhagavà untuk meninggal dunia.[’]”


2129-2130
“Yang Mulia, aku telah diberitahu oleh Bhagavà sendiri sebagai berikut:
“[‘]ânanda, siapa saja […] melampaui umur kehidupan maksimum.’ (Yang Mulia, karena kata-kata Bhagavà inilah maka aku mengajukan permohonan tiga kali).”


2133
maksimum atau melampaui umur kehidupan maksimum.[’]”

“ânanda, walaupun Tathàgata [...] seperti berikut, “[‘]Sudilah Bhagavà, [...] umur kehidupan maksimum![’]”


2134
maksimum atau melampaui umur kehidupan maksimum.[’]”

“ânanda, walaupun Tathàgata [...] seperti berikut, “[‘]Sudilah Bhagavà, [...] umur kehidupan maksimum![’]”


2135
Kejadian terakhir, ke[ ]enam belas, terjadi di tempat


2136
(Inilah Tiga Puluh Tujuh Faktor Pencerahan Sempurna, (Bodhipakkhiya)).[.)]


2137
Bhagavà Menoleh ke Belakang Bagaikan Seekor Gajah Mulia


2138
Khotbah Bhagavà di Desa Bhaõóu


2140
Khotbah di Bhoga Tentang Empat Pengaruh Besar


2142
ini adalah Vinaya.’[”]


2144
‘Itu adalah apa yang dikatakan oleh Bhagavà. Itu adalah sesuatu yang dipelajari secara benar oleh bhikkhu tersebut.[’] Para bhikkhu,


2147
(i) sidang Agung pertama 
(ii) sidang Agung ke[ ]dua 
(iii) sidang Agung ke[ ]tiga 


Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 26 December 2008, 10:20:13 AM
2148
(Komentar Vinaya […] atas topik ini).[.)]

seperti yang diilustrasikan di atas―jawabannya
Tercetak: seperti yang diilustrasikan di atasjawabannya


2150
termasuk daging babi lembut sàkura maddava,
-> sukàra


2154
(ii) Balasan ke[ ]dua
(iii) Balasan ke[ ]tiga


2155
(iv) Balasan ke[ e]mpat
(v) Balasan ke[ ]lima


2156
(vi) Balasan ke[ ]enam
(vii) Balasan ke[ ]tujuh
(viii) Balasan ke[ ]delapan

membunuh ikan. (Beliau sendiri tidak melakukan pembunuhan).[.)]


2157
ix) Balasan ke[ ]sembilan
di Desa Brahmana Vera¤jà (Beliau menetap di sana atas undangan Brahmana Vera¤jà.”)

(x) Balasan ke[ ]sepuluh
(xi) Balasan ke[ ]sebelas
(xii) Balasan ke[ ]dua belas


2161
“Pukkusa, pada akhir percakapan itu, orang itu berpikir, “Sungguh menakjubkan, sungguh […] serta petir yang menyambar.[”] Dan setelah mengucapkan kata-kata penghormatan kepada-Ku, ia bersujud kepada-Ku dan pergi.”


2164
Penjelasan dari Jasa yang Berasal dari Dua Jenis Makanan


2168
(Ini menurut beberapa guru).[.)]


2169
Kemudian Bhagavà berkata kepada Yang Mulia ânanda, “Marilah, ânanda, kita pergi ke Hutan Sal milik pangeran Malla di mana jalannya berbelok ke arah Kota Kusinàra, di tepi seberang Sungai Hira¤¤avatã.[”]


pemahaman murni. (beberapa


2172
“ânanda, semua […] memuja Tathàgata.[”]


2173
Karangan Bunga Surgawi yang Sangat Besar

telah datang terlebih dahulu s[e]hingga mereka


2176
telah datang terlebih dahulu s[e]hingga mereka


2176-2177
(Di sini akan muncul […] Itulah alasan mengapa Bhagavà memuji praktik Dhamma.[)]

Praktik yang Mendukung Pencapaian Lokuttara


2178
[(]Menghormati Bhagavà [...] bulan purnama di langit yang bersih.)


2183
Empat Tempat yang Membangkitkan Perasaan Religius


2184
 “ânanda mengkhawatirkan […] bertemu dengan para bhikkhu itu.[”] Dan Beliau


2188
Stupa untuk Menghormati Buddha


2189
Empat Jenis Pribadi yang Layak Dihormati Dengan Membangun Stupa
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 26 December 2008, 10:34:08 AM
2192
“Pergilah, bhikkhu, katakan pada ânanda kata-kata ini: ‘Teman ânanda, Guru memanggilmu.[’]”


2193
atau bagaikan seorang kuat yang mengguncang pucuk pohon jambu (yang tingginya seratus yojanà dan lebarnya seratus yojanà[)] untuk memikat hati para penonton,


2194
“Para bhikkhu, ânanda adalah seorang yang bijaksana dan cerdas. Ia mengetahui, “[‘]Sekarang adalah waktu yang tepat bagi para bhikkhu untuk menemui Tathàgata,[’] atau [‘]sekarang adalah waktu yang tepat bagi para bhikkhunã untuk menemui Tathàgata, sekarang adalah waktu yang tepat bagi para umat awam untuk menemui Tathàgata, atau sekarang adalah waktu yang tepat bagi para umat awam perempuan untuk menemui Tathàgata, atau sekarang adalah waktu yang tepat bagi raja, para menteri raja, atau guru dari aliran lain atau pengikutnya untuk menemui Tathàgata.[’]”

(Ini adalah satu kualitas yang mengagumkan).[.)]


2195
(Ini adalah kualitas lainnya yang mengagumkan).[.)]
(Ini adalah kualitas lainnya yang mengagumkan).[.)]
(Ini adalah kualitas lainnya yang mengagumkan).[.)]


2196
Bagaimana kesehatan anak-anak atau sanak saudaramu? (dan lain-lain,[)]”

Empat Kualitas Menakjubkan dari Seorang Raja Dunia


(Ini adalah satu kualitas yang mengagumkan).[.)]


2197
(Ini adalah kualitas lainnya yang mengagumkan).[.)]

(Ini adalah satu kualitas yang mengagumkan).[.)]

(Ini adalah kualitas lainnya yang mengagumkan).[.)][”]


2201
“Jika aku membiarkan […] dan mengumumkan, ‘Yang Mulia, […] hormat di kaki Bhagavà.[’]”


2204
(Baca Komentar Dãgha Nikàya).[.)]

mendengar bahwa para[ ]petapa


2205
(vi) Nigaõñha, putra Nàñaputta.
-> Nataputta = "Putra Nata"


2207
“Subhadda, dalam […] empat, seorang Arahanta.[”]

“Subhadda, dalam […] empat, seorang Arahanta.[”]

Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 26 December 2008, 11:01:04 AM
perenungan itu, dan) berdiam dalam Nevasa¤¤àsa¤¤àyatana[Nevasaññāsaññāyatana] Jhàna. Ini adalah Pembebasan ketujuh.
→  N[']evasaññā[N'ā]saññāyatana
Tercetak "N[']evasaññ delapan" entah bagaimana.
Seharusnya: N'evasaññā N'āsaññāyatana

Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 26 December 2008, 11:07:46 AM
2210
(Di sini, “yang terakhir menjadi Arahanta dalam masa kehidupan Bhagavà” artinya adalah: (i) Seorang yang ditahbiskan sebagai sàmaõera pada masa kehidupan Bhagavà, yang diterima sebagai bhikkhu setelah kematian Buddha, yang melatih meditasi Pandangan Cerah dan memenangkan Arahatta-Phala; (ii) Seorang yang ditahbiskan sebagai bhikkhu pada masa kehidupan Bhagavà yang memelajari Meditasi Pandangan Cerah setelah kematian Buddha dan memenangkan Arahatta-Phala; (ii{i}) Seorang yang ditahbiskan sebagai sàmaõera dan menjadi bhikkhu serta melatih meditasi Pandangan Cerah pada masa kehidupan Bhagavà dan memenangkan Arahatta-Phala setelah kematian Buddha. Yang Mulia Subhadda adalah seorang yang ditahbiskan sebagai sàmaõera dan menjadi bhikkhu serta memelajari Meditasi Pandangan Cerah dan memenangkan Arahatta-Phala pada masa kehidupan Bhagavà. Oleh karena itu ia adalah yang terakhir yang menjadi Arahanta pada masa kehidupan Bhagavà.)
-> Sepertinya yang dimaksud "dalam masa kehidupan Bhagava" adalah baik yang "menjadi Samanera, Bhikkhu dan Arahanta ketika Bhagava masih hidup", jadi point (i) & (ii) seharusnya bukan. Karena jika termasuk, bahkan Ananda menjadi Arahat setelah kematian Buddha. Atau bisa juga termasuk jika dihitung dari waktu pentahbisannya (bukan kearahataannya).


2213
ini adalah pelanggaran yang dapat ditebus dengan maaf oleh aliran dari bhikkhu yang bersangkutan
-> ??


2214
[“]Ajaran-ajaran ini yang telah Kuajarkan kepada


2215
[(]Mengapakah Bhagavà [...] peraturan yang ringan dan minor sekalipun.)


2217
Beliau memasuki Jhàna Ke[ ]dua. Keluar dari Jhàna Ke[ ]dua, Beliau memasuki Jhàna Ke[ ]tiga. Keluar dari Jhàna Ke[ ]tiga, Beliau memasuki Jhàna Ke[ ]empat bentuk halus (råpàvacara kriyà catuttha Jhàna). Keluar dari Jhàna Ke[ ]empat,
àkàsàna¤càyatana samàpatti)[.] keluar dari alam

(Vi¤¥àna¤cayatana [ViñÑànañcayatana]

(Nevasa¤¤àvàsa¤¤àyatana
->N'evasaññā N'āsaññāyatana

Keluar dari Jhàna Pertama, Beliau memasuki Jhàna Ke[ ]dua. Keluar dari Jhàna Ke[ ]dua, Beliau memasuki Jhàna Ke[ ]tiga. Keluar dari Jhàna Ke[ ]tiga, Beliau memasuki Jhàna Ke[ ]empat bentuk halus (råpàvacara kriyà catuttha Jhàna). Keluar dari Jhàna Ke[ ]empat


2218
memasuki dan tercerap dalam Jhàna Ke[ ]empat. Keluar dari Jhàna Ke[ ]empat, Beliau memasuki Jhàna Ke[ ]tiga. Keluar dari Jhàna Ke[ ]tiga, Beliau memasuki Jhàna Ke[ ]dua. Keluar dari Jhàna Ke[ ]dua,


2219
Beliau memasuki Jhàna bentuk ke[ ]dua dan ke[ ]tiga melalui tiga belas objek meditasi yang terdiri dari lima dari enam kelompok di atas (tanpa kelompok (a) dan (c)). Beliau memasuki Jhàna Ke[ ]empat

Kemudian lagi, keluar dari Jhàna Pertama, Bhagavà memasuki Jhàna Ke[ ]dua. Keluar dari Jhàna Ke[ ]dua, Beliau memasuki Jhàna Ke[ ]tiga. Keluar dari Jhàna Ke[ ]tiga, Beliau memasuki Jhàna Ke[ ]empat. Keluar dari Jhàna Ke[ ]empat,


2220
dua aspek Jhàna Ke[ ]empat,


Dari kedua jenis ini, Bhagavà mangkat setelah jenis yang ke[ ]dua.


2223
Ketika Bhagavà meninggal dunia, para bhikkhu yang belum mampu melenyapkan kemelekatan dan kemarahan, yaitu para Pemenang Arus dan Yang Sekali Kembali, meratap dengan rambut kusut,


2225
Ritual Terakhir untuk Jenazah Buddha


2226
Hari ke[ ]dua juga dilewatkan

Demikian pula pada hari ketiga, keempat, kelima, dan keenam.

Kemudian pada hari ketujuh,


2227
Mallikà, Janda dari Jenderal Bandhula, Memberi Penghormatan Kepada Jenazah Bhagavà


2230
Kisah Yang Mulia Mahà Kassapa yang Keletihan
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 26 December 2008, 11:16:25 AM
2232
[“]Jika seseorang tidak mengungkapkan […] terlalu bersedih.”)


2233
Kisah Subhadda yang Menjadi Bhikkhu Pada Usia Lanjut


2238
(Merujuk pada khotbah tentang Peringatan, dalam Kassapa Saÿyutta).[.)]


para bhikkhu akan memperlajari Dhamma sesuai kemampuan


2239
(Di sini, tumpukan kayu […] manusia yang mampu menyalakan tumpukan kayu pembakaran tersebut.[)]


2243
Nikàya dan Buddhavaÿsa Pàëi).[.)]


2249
Pujian kepada Buddha oleh Doõa. (yang menceritakan tentang akar penyebab yang dimiliki oleh Buddha, akibat dari buah jasa Beliau, dan sebagai makhluk yang sangat dermawan terhadap semua makhluk, yang dikenal sebagai “tiga faktor yang menandakan kasih sayang”.[)]


2251
 “Di manakah gigi taring […] Siapakah yang mengambilnya?[”] Ia mengamati


2254
stupa ke[ ]sembilan adalah stupa keranjang takaran, dan stupa ke[ ]sepuluh, stupa


Stupa Raja Ajàtasattu, Pembangunannya dan Penjelasan Lainnya


2256
dalam sidang Agung Ke[ ]dua dan Ke[ ]tiga.


Yang Mulia Mahà Kassapa dan Raja Ajàtasattu Bekerja Sama Dalam Membangun Tempat Rahasia untuk Menyimpan Relik


kemungkinan akan dicuri oleh para penganut pandangan salah; dan;


2258
Peti ini kemudian dimasukkan ke dalam peti ke[ ]dua yang terbuat dari bahan yang sama. Kemudian dimasukkan lagi ke dalam peti ke[ ]tiga yang juga

2260
Konstruksi sistematis bersusun ini menghasilkan, stupa kaca yang paling luar berukuran sebesar Cetiya Thåpàràma di Sri Lanka.

Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 26 December 2008, 11:26:36 AM
2261
Raja Asoka Membangun Stupa-stupa di Berbagai Tempat


2263
kepadaku, ‘Marilah Sàmaõera, di kedalaman tertentu, terdapat sebuah stupa batu. Marilah kita pergi dan memberikan penghormatan di sana![’] Kami mempersembahkan bunga-bunga di sana. Ayahku berkata, ‘Sàmaõera, ingatlah tempat ini baik-baik. Hanya inilah yang kuketahui.[’]”

(Dalam hal ini, […] berharga tersebut.[)]


2264
“Silakan, Anakku!,” kemudian


2265
Kesimpulan dari Bab-bab Mengenai Buddha


2269
(Hal yang sama berlaku pada Dhamma, yaitu enam Kemuliaan Agung Dhamma dan sembilan Kemuliaan Agung Saÿgha).[.)]


2271
Penjelasan dari Ciri-ciri Mulia di Atas


2272
batin-jasmani seorang Bakal Buddha, disebut, ari, musuh.


2273
(Ciri mulia yang […] keangkuhan namun hanya karena kebiasaan masa lampau.[)]


2274
Kehidupan di tiga alam[:] indria, alam materi halus dan alam tanpa materi


2274-2275
(Dalam penyajian pertama ini, inti […] usia tua dan kematian sebagai ban, dan tiga jenis kehendak sebagai jeruji roda saÿsàra.[)]


2276
pedang Magga ¥àõa adalah ciri mulia Arahaÿ dalam pengertian ke[ ]empat.


2279
Dari delapan pengetahuan di atas, pengetahuan ke[ ]empat, pengetahuan Pandangan Cerah, adalah pengetahuan yang menyentuh alam indria. Pengetahuan ke[ ]tiga, Pengetahuan


2281
(Lima belas bentuk […] karena itu disebut caraõa.[)]


2282
dengan pengetahuan, bukan, berarti tindakan pergi secara


2284
Dari enam jenis ucapan ini Buddha hanya mengucapkan jenis ke[ ]tiga dan ke[ ]enam saja.

Sehubungan dengan jenis ke[ ]tiga di atas, jika sebuah pernyataan


2285
bagaikan seseorang yang menelan kail.
Confirm aja: ikan atau memang orang?


2293
(Kelak Pangeran Abhaya menjadi […] keluasan, dan kecerdasan.[)]


2294
(dalam pengertian lain),[,)]

Lima ini dipahami sebagai: (a) menderitakan (dukkha),
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 26 December 2008, 11:36:24 AM
2295
mereka (juga) disebut (loka).

2301
bagaikan pagar batu. (cakka,


adalah 3.610.350 (tiga juga enam


2305
Akaniññha (‘Tertinggi’)―lima alam suci,
-> tercetak: Akaniññha (‘Tertinggi’)lima alam suci,

dan Nevasa¤¤àvàsa¤¤àyatana
-> N'evasaññā N'āsaññāyatana


2306
(Merujuk pada makna singkat yang telah dijelaskan sebelumnya).[.)]


2306
Brahmana Pokkharasàti, Soõadanta,
-> Sonadanda.


2307
bagi binatang lainnya, seperti, gajah, sapi,

(Demikian pula dengan binatang lainnya).[)]


2311
Dan dewa itu, yang beberapa saat lalu, adalah seekor kodok
“(Yang Mulia),[,)]


2312
Perbedaan ciri mulia ke[ ]dua Sammàsambuddha dan ciri mulia ke[ ]delapan, Buddha,

yang juga merupakan metode ke[ ]tiga dalam penjelasan Komentar.


2314
(Baca Aññhasalinã Målañãkà).[.)] Demikianlah


2316
Syair untuk Menghormati Kualitas Mulia Keunggulan Ini


Syair untuk Menghomati Kualitas Mulia Dhamma


2317
Syair untuk Menghomati Kualitas Mulia Kemasyhuran dan Pengikut


Syair untuk Menghomati Kualitas Mulia Kesempurnaan Jasmani


2319
Syair untuk Menghomati Kualitas Mulia Pencapaian


Syair untuk Menghomati Kualitas Mulia Pencapaian


2320
Ini adalah pujian rendah dariku kepada-Mu!”
[ ]
Pernyataan Lain Tentang Ciri-ciri Mulia Buddha
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 26 December 2008, 01:48:29 PM
2321
makhluk-makhluk lain. (setelah menyebutkan Sammàsambuddho,


2323-2324
(Perenungan terhadap Buddha […]tidak dapat tetap stabil di dalam air yang sangat dalam.[)]


2327
baris ke[ ]dua dan ke[ ]tiganya juga sempurna dan


2330
lima huruf ke[ ]dua dan lima huruf ke[ ]empat adalah


2333
Empat Jenis Kepercayaan Diri yang Sempurna (Vesàrajja ¥àõa)


2335
Mulia dalam dua cara. (yang merupakan penafsiran pertama

(Demikianlah bagaimana Pariyatti Dhamma, ajaran, adalah Svàkkhàto atau dibabarkan dengan sempurna).[.)]

yaitu, Magga dan Phala, Nibbàna,,


2339
Bhagavà berkata, [“]jumlah kelahiran […] tanah di kuku jari-Ku ini (hanya tujuh).[”]


2343
Hal yang Penting Diingat


2344
“Sandiññhaÿ Arahantãti Sandiññhiko”―”Bahwa Dhamma
Tercetak: “Sandiññhaÿ Arahantãti Sandiññhiko””Bahwa Dhamma


2353
A¤jalikaraõiyo:

A¤jalikaraõãyo”―”Mereka yang ingin mendapatkan jasa harus memberi hormat kepada
Tercetak: A¤jalikaraõãyo””Mereka yang ingin mendapatkan jasa harus memberi hormat kepada


2359
segala sesuatu seperti kebodohan―empat subjek ini
Tercetak: segala sesuatu seperti kebodohanempat subjek ini


2361
tua dan kematian. (pañicca, ketergantungan


2362
lain-lain, (akibat).


2366
maka muncullah tindakan-rindakan

jelas yang dapat ia kenali.) kemunculan tiga tanda-
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 26 December 2008, 02:01:52 PM
2367
(Untuk lebih jelasnya, para pembaca dapat membaca Pañiccasamuppàda Dãpanã).[.)]


2379
Puõõa dan Senja adalah dua petapa yang menjalani praktik demikian.
-> Seniya.


2380
Seorang pengikut kepercayaan ini akan merangkak dengan empat kaki
Seorang pengikut kepercayaan ini akan merangkak dengan empat kaki
-> Mungkin lebih tepat "empat anggota tubuh (limb)"?


2382
Untuk menjawab pertanyaan ini, “Seluruh empat jenis kemelekatan dapat menjadi kondisi bagi kedua jenis bhava.[”] Penjelasannya


2388
(Ini adalah proses yang tidak dapat ditawar dari semua batin dan jasmani yang dikondisikan oleh kamma).[.)]


2396
pengetahuan. (prinsip yang sama berlaku pada dua Pengetahuan Analitis berikutnya).[.)]


2397
(Baca Dhammasaÿganã, paragraf 456).[.)]

(Nirutti Pañisambhidà ¥àõa […] Mahàkiriyà Mahàkusala ¥àõa).[.)]


2398
waktu lain.” (Ia menyatakan secara tidak langsung bahwa, “Kalian akan mendengarkan hal yang sama”).[.)]


2400
mengungguli lawannya masing-masing―kurangnya keyakinan,
Tercetak: mengungguli lawannya masing-masingkurangnya keyakinan,


2401
bau dan rasa tertentu seper[t]i manis, asam,


2402
memeriksa dengan menggunakan Pengetahuan Ke[ ]dua, jenis kelahiran

Pengetahuan Ke[ ]tiga, ada atau tidak adanya lima

Beliau menggunakan Pengetahuan Ke[ ]empat untuk memastikan


2403
Kemudian dengan menggunakan Pengetahuan Ke[ ]lima,

dengan menggunakan Pengetahuan Ke[ ]enam,

karena Beliau memiliki Pengetahuan Ke[ ]tujuh.

melalui Pengetahuan Ke[ ]delapan, kehidupan masa lampau si subjek, dan juga, melalui Pengetahuan Ke[ ]sembilan,

Buddha dengan Pengetahuan Ke[ ]sepuluh

(Aïguttara Nikàya (òãkà)).[.)]


2404
pada masa itu (pada masa kehidupan masing-masing Buddha.)[).]


2406
Arahatta-Phala Jhàna Ke[ ]empat yang


2407
Asàdhàraõa ¥àõa dan Dassabala ¥àõa, dan sebagainya,


2411
pada hari ke[ ]lima bulan tua tersebut memuntuskan untuk


2412
(Baca Uparipannàsa, Chachakka Sutta).[.)]

fakta dari corak dukkha (bagian awal dari khotbah ini adalah contohnya.)[).]


bukannya, “Ah, ini tanpa-diri, atau tanpa-diri.”
-> Mungkin seharusnya "ini dukkha".


2413
Pandangan Cerah. mempertimbangkan

“Dengan mencapai pandangan […] Pengetahuan peninjauan, Paccavekkhaõà ¥àõa.[”]


2415
untuk mencapai Kebuddhaan―semua
Tercetak: untuk mencapai Kebuddhaansemua


2416
Tiga bait syair terakhir diucapkan oleh Sakka, raja para dewa).[.)]

-----------------
Buku 2 selesai.

Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 26 December 2008, 02:56:03 PM
Well done, Bro Kainyn,

Terima kasih sebesar2nya atas bantuannya yang tidak ternilai ini, kalau masih ada waktu, silahkan lanjut ke RAPB 1, mungkin masih terdapat kesalahan lagi di sana. sementara kami akan melanjutkan dengan tahap setting dan formatting.

Many thanks Bro.

_/\_
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 26 December 2008, 03:01:06 PM
Sama2, Bro Indra.  _/\_

Bukannya Buku 1 udah direvisi? OK deh, ntar balik ke buku 1 lagi.

BTW, softcopy cetakan II udah ada? Supaya ga revisi error yang sama dua kali.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Hendra Susanto on 27 December 2008, 01:23:05 AM
mantaffff... :jempol:
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 27 December 2008, 08:38:02 AM
2226
Hari ke[ ]dua juga dilewatkan

Demikian pula pada hari ketiga, keempat, kelima, dan keenam.

Kemudian pada hari ketujuh,

Demikian pula pada hari ke[ ]tiga, ke[ ]empat, ke[ ]lima, dan ke[ ]enam.

Kemudian pada hari ke[ ]tujuh,


-> Akibat buru2  ;D
Title: (11) Jàti paccaya jaràmaranam
Post by: Yumi on 02 January 2009, 09:14:48 PM
Kamma bhava mengkondisikan upapatti bhava.
Tahap awal dari munculnya upapatti bhava disebut jàti.
Setelah tahap awal upàda khatta khana[,]
menyusul tahap pengembangan (thi khana) yang adalah usia tua, jàra,
dan kemudian menyusul tahap ketiga yaitu lenyapnya, bhanga khana, yang adalah marana, kematian.
(Ini adalah proses yang tidak dapat ditawar dari semua batin dan jasmani yang dikondisikan oleh kamma).

(Kamma bhava hanya mengkondisikan tahap awal upàda khana dari upapatti bhava, dan tidak mengkondisikan kedua tahap selanjutnya yaitu thi khana dan bhanga khana.

Ketika jàti (upàda) muncul,
jara (thi), dan marana (bhanga) mengikuti bagaikan gelombang pasang yang membawa air laut.)

Karena jàti adalah kondisi yang memunculkan jarà marana, (tanpa adanya jàti, maka tidak ada jàra marana),
Buddha menyatakan, “Jàti paccayà jarà maranam.”

(Mempertimbangkan apa yang telah dijelaskan di atas,
harus diperhatikan bahwa jàti merujuk pada saat-saat munculnya arus 5 kelompok kehidupan,
jàra merujuk pada saat-saat munculnya ketuaan,
dan marana merujuk pada saat-saat lenyapnya kelompok-kelompok kehidupan tersebut yang terjadi pada semua kehidupan. Ini menjelaskan tentang fenomena berkondisi yang sesungguhnya terjadi.)


Inti dari bait syair ini:

Karena kelahiran kembali terjadi dalam kehidupan baru,
muncullah gabungan batin dan jasmani awal yang terjadi berulang-ulang,
yang menimbulkan pengembangan dari 5 kelompok kehidupan.

Penampilan dan bentuk sebagai manusia atau dewa atau jenis makhluk lainnya menyebabkan kaum awam menganggap mereka sebagai makhluk sesungguhnya atau pribadi atau individu.

Dengan anggapan bahwa umur kehidupan saat ini adalah 100 tahun, kehidupan seseorang dapat dibagi dalam tiga tahap:
tahap pertama, masa muda adalah selama 33 tahun 4 bulan,
tahap kedua, masa pertengahan, selama 33 tahun 4 bulan,
dan tahap ketiga, usia lanjut, selama 33 tahun 4 bulan.
3 tahap ini adalah proses alami dari hidup manusia,
munculnya kelompok-kelompok kehidupan yang tanpa henti dalam berbagai bentuk kehidupan ditandai dengan
proses alami pada saat munculnya, saat-saat tua dan saat-saat lenyapnya yang susul-menyusul.
Ketuaan adalah sifat menghabiskan-sendiri sehingga disebut “api ketuaan.”

Api ketuaan terdiri dari 2 jenis:
(i) Khana jarà: Saat-saat tua dari batin dan jasmani, dan
(ii) Santati jarà: proses perubahan seperti badan jasmani yang bersifat dingin berubah menjadi badan jasmani yang bersifat panas, dst.
Kedua jenis ini membakar semua makhluk hidup tanpa welas asih.


(Sebuah pertanyaan yang menarik:
Karena semua makhluk hidup pasti mengalami 2 jenis api ketuaan ini,
mengapa fakta ini tidak terlihat pada orang-orang muda yang rambutnya tidak memutih, yang giginya tidak tanggal, atau yang kulitnya tidak keriput seperti halnya orang-orang tua?
Jawabannya adalah bahwa orang-orang tua menunjukkan tanda-tanda ketuaan ini dalam bentuk rambut yang memutih, gigi yang tanggal dan kulit yang keriput—karena mereka telah mengalami serangan ketuaan ini cukup lama.

Pernyataan ini akan dijelaskan sebagai berikut:

Dimulai dari saat memasuki rahim sebagai embrio yang tidak terlihat,
badan jasmani telah muncul, tua, dan lenyap.

Pada saat, badan jasmani yang muncul, sampai pada tahap tua,
jasmani baru akan muncul, kemudian tua dan lenyap.

Demikianlah jasmani yang tua belakangan dari yang sebelumnya yang telah menjadi tua secara alami adalah yang lebih tua.

Ini kemudian digantikan oleh jasmani yang muncul dan menjadi tua dengan sendirinya, yang ketuaannya lebih tua daripada pendahulunya.

Demikianlah kemunculan yang berturut-turut dari badan jasmani berubah menjadi tua dengan ketuaan yang lebih dan lebih tua.

Hari-hari, bulan dan tahun berlalu dari proses tanpa henti dari ketuaan yang terjadi setiap saat, setelah periode kehidupan berlalu, tanda-tanda ketuaan yang tidak dapat dihindari mulai terlihat: rambut memutih, gigi tanggal, kulit keriput, dan lain-lain, yang menjadi semakin lama semakin jelas.

Ketika tanda-tanda fisik ketuaan seperti rambut memutih, gigi tanggal dan kulit keriput terlihat, yaitu, dikenali oleh mata, tanda-tanda itu bukanlah ketuaan dalam pengertian yang sesungguhnya tetapi hanya tanda-tanda ketuaan.
Karena ketuaan dalam pengertian tertinggi (bukanlah fenomena jasmani melainkan fenomena batin) yang hanya dapat dikenali oleh batin saja.

Marilah kita mengambil perumpamaan lain:
setelah bencana banjir yang merusak,
jalan-jalan, jembatan, pohon, rumput, dsb tersisa sebagai puing-puing.
Itu adalah tanda bahwa banjir telah terjadi.
Seseorang yang tidak menyaksikan banjir tersebut dapat mengetahui besarnya banjir tersebut dari kerusakan yang ditimbulkannya.
Demikian pula, daerah yang terbakar dari sebuah musibah kebakaran menjadi bukti dari besarnya kebakaran yang menyebabkannya.
Demikian pula, api ketuaan meninggalkan tandanya pada orang-orang tua dalam bentuk yang lebih nyata.
Bekerjanya jarà dapat dilihat dari keadaan yang merosot dari fisik seseorang.)

(Ini adalah topik yang dalam. Hanya setelah melakukan perenungan yang mendalam, maka fenomena ketuaan ini dapat dipahami.
Pembaca dianjurkan untuk membacanya berulang-ulang untuk mendapatkan Pandangan Cerah ke dalamnya.)


~RAPB 2, pp. 2388-2391~
Title: Jàti paccaya jaràmaranam
Post by: Yumi on 02 January 2009, 09:41:26 PM
2 jenis ketuaan, yaitu, saat tua dan proses perubahan,
terjadi tanpa mengenal welas asih dan karena pekerjaannyalah,
maka muncullah sebutan periode kehidupan seperti,
usia muda, usia pertengahan, usia lanjut,
atau seorang yang berusia 10 tahun, atau 20 tahun, atau 30 tahun, dsb.
Semua perubahan dalam periode kehidupan ini terjadi karena pengaruh ketuaan.

Saat tua segera diikuti oleh saat lenyapnya
sehingga banyak sekali saat-saat lenyapnya yang terjadi dari saat ke saat (khanika marana)
.

Akan tetapi, hanya kematian konvensional yang dipahami oleh kebanyakan orang, dan kematian dari saat ke saat tidak teramati.

Kematian atau lenyapnya, marana, tdd 3 jenis:
(i) Khanika marana
artinya adalah lenyapnya fenomena batin dan jasmani yang berkondisi ketika mencapai saat lenyapnya (yaitu, tahap ketiga sejak dari proses munculnya batin dan jasmani).
Kehidupan 1 unit unsur batin dan jasmani hidup berlangsung hanya sesaat
yang ditandai dengan saat munculnya, saat berkembang atau menua, dan saat lenyapnya.
Kehidupan dari tiap-tiap unit unsur batin dan jasmani, yang disebut “pikiran” (citta) berlangsung hanya selama 3 saat yang sangat singkat ini, dan masing-masing unit ini disebut 1 momen-pikiran, cittakkhaõa.
Lebih dari 1 juta momen-pikiran muncul dan lenyap dalam sekedipan mata atau dalam 1 kilatan halilintar.
[…]
Demikianlah satu makhluk hidup mengalami satu juta juta kali pelenyapan yang disebut khanika marana.

(ii) Samuccheda marana
artinya pemutusan secara total proses muncul dan lenyap yang merupakan akhir dari semua dukkha yang adalah sifat intrinsik dari fenomena berkondisi.
Ini hanya dapat dicapai oleh seorang Arahanta.
Ini disebut “Pemutusan” karena setelah kematian seorang Arahanta yang adalah pencapaian tertinggi Nibbàna tanpa meninggalkan sisa apa pun dari kehidupan, tidak ada kelompok batin dan jasmani baru yang muncul.
Bagaikan api yang padam, lingkaran kelahiran yang penuh penderitaan secara total dihancurkan. Karena itu, kematian seorang Arahanta disebut samuccheda marana.

(iii) Sammuti marana
artinya adalah kematian konvensional dari semua makhluk hidup kecuali Buddha dan para Arahanta.
Ini adalah lenyapnya serangkaian proses kehidupan dari suatu kehidupan, yang disebut akhir dari kemampuan hidup.
(Istilah ‘mati’ atau ‘kematian’ dalam pengertian umum juga berlaku bagi benda-benda mati seperti besi atau pohon, dsb. Namun, ini tidak berhubungan dengan pembahasan ini.)

Sammuti marana terdiri dari 4 jenis,
(i) Kematian yang disebabkan karena umur kehidupan berakhir padahal potensi kamma masih ada, àyukkhaya marana.
(ii) Kematian yang disebabkan karena habis atau berakhirnya potensi kamma meskipun umur kehidupan belum berakhir, kammakkhaya marana.
(iii) Kematian yang disebabkan karena kedua (i) dan (ii) di atas, ubhayakkhaya marana.
(iv) Kematian yang disebabkan karena intervensi tiba-tiba dari kamma buruk, walaupun umur kehidupan dan potensi kamma masih ada, upacchedaka marana.

Kemungkinan terjadinya kematian selalu ada pada semua makhluk terlepas dari alam kehidupan dari individu tersebut.
Satu dari 4 jenis kematian dapat terjadi pada makhluk hidup setiap saat karena segala jenis bahaya yang bersembunyi di sekitar kita.
Dan tentu saja, saat kematian datang, tidak seorang pun yang dapat menolak atau melarikan diri.


(Catatan:
Kelahiran kembali, usia tua, dan kematian bagaikan pembunuh bayaran yang mengembara di seluruh penjuru dunia mencari kesempatan untuk menyerang makhluk-makhluk hidup.

Sebagai contoh: seseorang yang diincar oleh 3 musuh yang ingin membunuhnya. Antara ketiga musuh tersebut,
pembunuh pertama berkata kepada teman-temannya, “Teman-teman, aku akan membujuknya untuk memasuki hutan, dengan menceritakan daya tarik hutan tersebut. Aku tidak akan sulit melakukannya.”
Pembunuh kedua berkata kepada pembunuh pertama, “Teman, setelah engkau membujuknya untuk memasuki hutan, aku akan memukulnya sehingga ia menjadi lemah. Aku tidak akan sulit melakukannya.”
Dan pembunuh ketiga berkata kepada pembunuh kedua, “Teman, setelah engkau memukulnya dan membuatnya lemah, adalah tugasku untuk memenggal kepalanya dengan pedangku.”
Kemudian tiga pembunuh itu menjalani rencana mereka dan berhasil.

Dalam perumpamaan di atas,
ketika pembunuh pertama membujuk seseorang agar meninggalkan lingkungan sahabat dan saudaranya kemudian pergi ke tempat baru, ini adalah pekerjaan jàti.
Pemukulan korban yang membuatnya lemah oleh pembunuh kedua adalah pekerjaan jarà.
Pemenggalan kepala oleh pembunuh ketiga dengan pedang adalah pekerjaan marana.

Atau perumpamaan lain:
jàti adalah bagaikan seseorang yang melakukan perjalanan yang berbahaya.
Jarà adalah bagaikan melemahnya orang itu karena kelaparan dalam perjalanan itu.
Marana adalah bagaikan orang yang lemah itu, sendirian, dan menjadi korban binatang buas yang menguasai hutan itu.)

~RAPB 2, pp. 2391-2393~
Title: (12) Soka parideva, dukkha domanasupàyàsà sambhabanti
Post by: Yumi on 02 January 2009, 09:54:01 PM
Seperti halnya usia tua dan kematian yang mengikuti kelahiran,
demikian pula ketika kelahiran kembali terjadi dalam 1 dari empat jenis kelahiran kembali,
5 jenis kehilangan terjadi sebagai akibatnya, yaitu
(i) Kehilangan sanak saudara,
(ii) Kehilangan harta kekayaan,
(iii) Kehilangan kesehatan,
(iv) Kehilangan moralitas,
(v) Kehilangan pandangan benar.

Ketika kehilangan-kehilangan ini terjadi,
maka muncullah kesedihan, dukacita, sakit, tekanan batin dan penderitaan

yang merupakan penderitaan yang diakibatkan oleh kelahiran kembali.
Tentu saja ada penderitaan yang tidak perlu disebutkan yang muncul karena kelahiran kembali.
_____________________________________________________________________________

(13) Evame tassa kevalassa dukkhakkhandhassa samudayo hoti

Dalam perjalanan samsàra yang panjang,
Kebenaran yang perlu dipahami adalah bahwa
terlepas dari batin dan jasmani,
dalam kenyataannya, tidak ada diri atau makhluk, tidak ada entitas individu.

Yang ada hanyalah rantai sebab-akibat
yang berakar pada kebodohan,
bergantung pada 12 faktor sebab-akibat yang muncul,
yang berakhir pada kematian,

namun terjadinya 12 faktor ini dianggap oleh kaum awam sebagai manusia atau dewa (atau brahmana),
yang oleh karena itu mengikat mereka pada rantai kelahiran kembali yang tidak berujung.

Secara keseluruhan hanyalah kumpulan dukkha yang berulang.
Ini adalah Kebenaran sejati tentang kehidupan yang dipuja oleh seseorang sebagai ‘kehidupan.’
 
Demikianlah ajaran tentang Musabab Yang Saling Bergantung.

~RAPB 2, pp. 2394-2395~
Title: 5 Tugas Buddha (Buddha-Kicca)
Post by: Yumi on 03 January 2009, 01:12:54 PM
Sehubungan dengan tugas-tugas Buddha,
Komentar Samyutta Nikàya dan sumber lainnya menyebutkan 5 rangkaian sedangkan
Komentar Sutta Nipàta menyebutkan hanya 2, menggabungkan 4 yang terakhir menjadi 1, yaitu, rangkaian tugas pagi hari dan rangkaian tugas setelah makan.
Namun demikian, intinya tetap sama.

Demikianlah 2 rangkaian tugas menurut Komentar Sutta Nipàta dan 5 rangkaian menurut sumber-sumber lain, yaitu,
tugas-tugas pada jaga pertama malam hari (purima-yàma kicca),
tugas-tugas pada jaga pertengahan malam hari (majjhima-yàma kicca),
tugas-tugas pada jaga terakhir malam hari (pacchima-yàma kicca).

Lima rangkaian tugas-tugas ini akan dijelaskan berurutan sehingga para pembaca dapat lebih mengembangkan keyakinan terhadap Buddha.

(1) Rangkaian Tugas Buddha pada pagi hari (Pure-bhatta Buddha-kicca)

Buddha bangun pada dini hari,
dan untuk memberi kesempatan kepada para bhikkhu yang melayani-Nya dan untuk menjaga kesehatan-Nya, Beliau membersihkan tubuh-Nya dengan cara mencuci muka
kemudian melewatkan waktu-Nya dengan berdiam dalam Phala Samàpatti dalam keheningan pagi hingga tiba waktunya mengumpulkan dàna makanan.

Saat tiba waktunya mengumpulkan dàna makanan,
Beliau mengenakan jubah bawah-Nya, mengikat sabuk pinggang-Nya, mengenakan jubah luar-Nya, membawa mangkuk-Nya
dan memasuki desa yang kadang-kadang dilakukan seorang diri dan saat lainnya disertai oleh para bhikkhu.
Beliau memasuki desa kadang-kadang dalam cara yang wajar dan kadang-kadang disertai dengan keajaiban.

Misalnya:
Saat Buddha berjalan mengumpulkan dàna makanan,
angin lembut bertiup membersihkan jalan di depannya.
Awan-awan akan menurunkan air hujan, untuk menyingkirkan debu, dan mengikuti serta menaungi Buddha.
Angin akan bertiup membawa bunga-bunga dari segala penjuru dan bertebaran membentuk hamparan bunga di sepanjang jalan.
Gundukan-gundukan tanah akan turun dengan sendirinya dan menjadi datar. Juga tanah-tanah yang berlubang akan naik dan menjadi datar.
Batu, kerikil, pecahan tembikar, tunggul kayu, dan duri akan menyingkir dengan sendirinya.
Ketika Buddha menginjakkan kaki-Nya di tanah, permukaan tanah akan menjadi datar; atau bunga-bunga teratai sebesar roda kereta dan memberikan sentuhan yang indah akan muncul di bawah telapak kaki-Nya.
Saat Buddha menginjakkan kaki kanan-Nya di ambang pintu gerbang sebuah kota atau desa, cahaya enam warna akan memancar dari tubuh-Nya. Seolah-olah cairan emas dituangkan di atas bangunan besar berkubah, atau seolah-olah diselimuti oleh selimut yang indah, cahaya itu bersinar ke segala arah sehingga semua tempat terang benderang oleh cahaya gemerlap;
kuda-kuda, gajah dan burung-burung serta binatang-binatang lainnya akan mengeluarkan suara yang menyenangkan di tempatnya masing-masing;
demikian pula, genderang, harpa, dan alat-alat musik lainnya akan mengeluarkan suara yang merdu walaupun tidak ada yang memainkan. Perhiasan seperti kalung, giwang, cincin, gelang, dan lain-lain yang dipakai oleh orang, akan berbunyi dengan sendirinya.


Dari tanda-tanda ini mereka akan mengetahui bahwa “Hari ini, Tathàgata akan mengunjungi kota (desa) kita untuk menerima dàna makanan!”
Para penduduk berpakaian rapi keluar dari rumahnya dengan membawa dupa, bunga, dan persembahan lainnya di tangan mereka. Mereka berkumpul di jalan utama di pusat kota dan bersujud dengan penuh hormat sambil memegang persembahan.
Mereka mengundang para bhikkhu sebanyak yang mampu mereka beri makan dengan berkata, “Yang Mulia, kami mengundang 10 bhikkhu,” “20,” “kami mengundang 100 bhikkhu,” dst. Mereka juga akan mengambil mangkuk Buddha dan menyediakan tempat duduk dan melayani para bhikkhu untuk makan.

Setelah makan, Buddha akan membabarkan khotbah kepada para umat sesuai watak dan kecenderungan mereka sehingga beberapa dari mereka akan menyatakan berlindung dalam Tiga Perlindungan, beberapa yang lain akan memohon Lima Sila, dan beberapa yang lain mungkin berhasil mencapai satu dari Buah Sotàpatti, Sakadàgàmi, dan Anàgàmi dan beberapa bhikkhu mungkin mencapai kesucian Arahatta.
Demikianlah, Beliau mengangkat spiritual banyak orang dengan mengajarkan Dhamma, kemudian kembali ke vihàra.

Setibanya di vihàra, Buddha duduk di atas tempat duduk di dalam sebuah aula bundar dan menunggu sampai semua bhikkhu selesai makan. Ketika semua bhikkhu telah selesai makan, bhikkhu pelayan akan memberitahukan kepada Buddha. Baru kemudian Buddha memasuki Kuñã Harum-Nya.
(Semua ini adalah rangkaian tugas-tugas Buddha pada pagi hari. Masih banyak tugas lainnya yang tidak dijelaskan di sini. Yang tercantum di sini bersumber dari Brahmàyu Sutta, Majjhima Pannàsa Pàli.)


(2) Tugas-tugas Buddha Setelah Makan (Pacchà-bhatta Buddha-kicca)

Setelah selesai makan,
Buddha duduk di atas tempat duduk yang disiapkan oleh bhikkhu pelayannya di dekat Kuti Harum (di tempat pertemuan para bhikkhu) dan mencuci kaki-Nya.

Sambil bertumpu pada papan pencuci kaki, Beliau memberikan nasihat kepada para bhikkhu sebagai berikut:
“Wahai para bhikkhu, berusahalah melakukan Tiga Latihan dengan penuh perhatian.
Sungguh sulit hidup pada masa munculnya seorang Buddha. Sungguh sulit terlahir sebagai seorang manusia.
Sungguh sulit dapat memiliki keyakinan.
Sungguh sulit menjadi seorang bhikkhu.
Sungguh sulit dapat mendengarkan (berkesempatan mendengarkan) Hukum Sejati.”


Pada pertemuan demikian, beberapa bhikkhu bertanya kepada Buddha tentang meditasi.
Kepada mereka Buddha mengajarkan (metode) meditasi sesuai watak mereka.

Kemudian mereka semua akan bersujud kepada Buddha dan mengundurkan diri ke tempat meditasi mereka,
beberapa pergi ke hutan, beberapa pergi ke bawah pohon, beberapa ke puncak-puncak gunung dan beberapa lainnya ke Alam Surga Catumahàràjikà, Tàvatimsà, Yàmà, Tusita, Nimmànarati atau Paranimmita Vasavatti.

Selanjutnya Buddha memasuki Kuti Harum dan berbaring ke sebelah kanan jika Beliau menginginkan tanpa melepaskan perhatian-Nya.
Dengan tubuh segar Beliau bangun dan mengamati dunia makhluk-makhluk selama bagian kedua (hari itu).

Selama bagian ketiga hari itu,
karena Beliau hidup dari dàna makanan yang diberikan oleh para penduduk kota atau desa, para penduduk desa atau kota datang dengan pakaian rapi, berkumpul di vihàra dengan membawa persembahan berupa dupa, bunga, dan persembahan lainnya, dan siap mendengarkan khotbah yang akan dibabarkan oleh Buddha pada sore hari.
Kemudian Buddha muncul dan duduk di tempat duduk yang telah dipersiapkan di aula Dhamma (aula bundar di mana khotbah akan dibabarkan), di sana Beliau akan memberikan khotbah Dhamma selama waktu yang tersedia kemudian membubarkan para pendengar saat waktunya habis. Para penduduk, setelah bersujud kepada Buddha, kemudian meninggalkan tempat itu.
(Semua ini adalah tugas-tugas Buddha setelah makan pada siang hari).


(3) Tugas-tugas Buddha Pada Jaga Pertama Malam Hari (Purima-yàma Buddha-kicca)

Setelah menyelesaikan tugas-tugas siang harinya setelah makan, jika Beliau ingin mandi, bangkit dari tempat duduknya dan pergi ke tempat di mana si bhikkhu pelayan telah menyiapkan air mandi untuk-Nya, mengambil jubah mandi dari tangan bhikkhu pelayan, kemudian Beliau memasuki kamar mandi.

Selagi Buddha mandi, si bhikkhu pelayan akan mengambil kursi untuk Buddha dan meletakkannya di suatu tempat di dalam Kuti Harum. Setelah selesai mandi, Buddha mengenakan jubah-Nya yang berlapis dua, mengikatkan sabuk pinggang-Nya, dengan jubah atas-Nya di bawah lengan kanan-Nya, dan menutupi bahu kiriNya, kemudian Beliau duduk menyendiri di atas tempat duduk yang telah dipersiapkan di dalam Kuti Harum untuk beristirahat.

Beberapa saat kemudian, para bhikkhu akan datang dari tempat latihan mereka masing-masing untuk melayani Buddha.
Pada pertemuan itu, beberapa bhikkhu akan menceritakan masalah yang mereka hadapi, beberapa bertanya mengenai meditasi, dan yang lain memohon khotbah Dhamma. Kepada mereka semua Buddha memenuhi keinginan mereka dan melewatkan jam-jam awal malam itu.
(Semua ini adalah rangkaian tugas-tugas Buddha pada jaga pertama malam hari).


(4) Tugas-tugas Buddha Pada Jaga Pertengahan Malam Hari (Majjhima-yàma Buddha-kicca)

Ketika para bhikkhu meninggalkan tempat itu setelah bersujud kepada Buddha, rangkaian tugas-tugas Buddha pada sore itu telah selesai. Para dewa dan brahmà dari 10.000 alam semesta mengambil kesempatan itu untuk mendekati Buddha untuk mengajukan pertanyaan yang muncul dalam pikiran mereka; mereka bahkan akan mengajukan pertanyaan yang terdiri dari paling sedikit empat suku kata.
Buddha memecahkan semua permasalahan mereka, dan tidak ada yang tidak terjawab.
Demikianlah Beliau melewatkan waktunya hingga lewat tengah malam.
(Semua ini adalah rangkaian tugas-tugas Buddha pada jaga pertengahan malam hari).


(5) Tugas-tugas Buddha Pada Jaga Terakhir Malam Hari (Pacchima-yàma Buddha-kicca)

Jaga terakhir malam hari (atau dini hari) dibagi menjadi 3 bagian;

bagian pertama digunakan untuk berjalan untuk menyegarkan tubuh-Nya yang kaku karena posisi duduk sejak dini hari;

bagian kedua digunakan untuk berbaring ke arah kanan-Nya tanpa melepaskan perhatian-Nya di dalam Kuñã Harum-Nya;

bagian ketiga Ia bangun dari berbaring kemudian duduk bersila,
mengamati dunia makhluk-makhluk melalui kedua Mata-Buddha-Nya, yaitu, âsayànusaya nàna dan Indriyaparopariyatti nàna,
untuk mencari individu-individu yang pada kehidupan lampau mereka telah melakukan kebajikan-kebajikan penting (adhikàra)
seperti Dàna, Sila, dll pada masa Buddha-Buddha sebelumnya.

Demikianlah yang dijelaskan dalam Komentar Samyutta, Komentar Silakkhandha dan sumber-sumber lainnya.
______________________________________________________________________________________________


Penjelasan yang terdapat dalam Komentar Sutta Nipàta adalah sebagai berikut:

Pagi hari dibagi menjadi 4 bagian;
pada bagian pertama Buddha akan berjalan-jalan;
bagian kedua Beliau berbaring ke arah kanan tanpa melepaskan perhatian-Nya di dalam Kuti Harum, yang merupakan posisi berbaring yang mulia.
Bagian ketiga Beliau akan berdiam di dalam Jhàna Arahatta-Phala Samàpatti.
Dan pada bagian keempat dengan berdiam di dalam Jhàna Mahàkarunà Samàpatti, Beliau mengamati dunia makhluk-makhluk melalui 2 mata yang telah disebutkan sebelumnya, untuk melihat makhluk-makhluk yang memiliki sedikit debu di mata mereka dan makhluk-makhluk yang memiliki banyak debu, dst.
(Semua ini adalah rangkaian tugas Buddha pada jaga terakhir malam hari).

Demikianlah 5 rangkaian tugas-tugas Buddha.

~RAPB 2, pp. 1396-1402~
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: SaddhaMitta on 07 January 2009, 03:52:10 AM
Lebih baik terlambat daripada tidak sampai sama sekali. lambatnya saya mengenal Buddha Dhamma, lambatnya  saya berjodoh dengan buku ini. tapi saya senang masih punya kesempatan.

Akhirnya kenal juga dengan buku ini. cuma beberapa kata emang TOP BANGET. :jempol:

Especially Thx buat seorang Kalyanamitta yang luar biasa yang turut bermuditacitta adanya jodoh gw dengan buku ini. ( buat kehidupan ini kita pasti gak bisa menjadi bakal Buddha, mudah-mudahan di kehidupan akan datang kita bisa terlahir sebagai seorang Pria dan menyempurnakan Parami )  ^:)^ ^:)^ ^:)^

Thx buat Ko Indra Anggara berkumis yang pernah menawarkan buku ini ke saya dan juga mempunyai tekad kuat untuk menerjemahkan 3 buku yang tebalnya luar biasa.  ^:)^ ^:)^ ^:)^

Thx untuk Penulis.  ^:)^ ^:)^ ^:)^

Thx untuk semua yang berperan untuk kesempurnaan buku ini. termaksud Kaiyn Kutho yang banyak membantu.  ^:)^ ^:)^ ^:)^

Thx buat Ko Benny Wu dan Dc ciptaannya. tanpa ciptaannya ini dari mana saya bisa berjodoh dengan buku ini.  ^:)^ ^:)^ ^:)^

Thx untuk seorang Kalyanamitta lagi yang bersedia membaca habis buku ini dengan cepat dan meminjamkan pada saya.  ^:)^ ^:)^ ^:)^

Kayak pidato gw  :)) :)) :)) Thank you ya all. maaf ya kalo rada lebay ucapannya.  ^-^ ^-^ ^-^
 

_/\_
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Yumi on 07 January 2009, 01:08:29 PM
Lebih baik terlambat daripada tidak sampai sama sekali. lambatnya saya mengenal Buddha Dhamma, lambatnya  saya berjodoh dengan buku ini. tapi saya senang masih punya kesempatan.

Akhirnya kenal juga dengan buku ini. cuma beberapa kata emang TOP BANGET. :jempol:

Especially Thx buat seorang Kalyanamitta yang luar biasa yang turut bermuditacitta adanya jodoh gw dengan buku ini. ( buat kehidupan ini kita pasti gak bisa menjadi bakal Buddha, mudah-mudahan di kehidupan akan datang kita bisa terlahir sebagai seorang Pria dan menyempurnakan Parami )  ^:)^ ^:)^ ^:)^

Thx buat Ko Indra Anggara berkumis yang pernah menawarkan buku ini ke saya dan juga mempunyai tekad kuat untuk menerjemahkan 3 buku yang tebalnya luar biasa.  ^:)^ ^:)^ ^:)^

Thx untuk Penulis.  ^:)^ ^:)^ ^:)^

Thx untuk semua yang berperan untuk kesempurnaan buku ini. termaksud Kaiyn Kutho yang banyak membantu.  ^:)^ ^:)^ ^:)^

Thx buat Ko Benny Wu dan Dc ciptaannya. tanpa ciptaannya ini dari mana saya bisa berjodoh dengan buku ini.  ^:)^ ^:)^ ^:)^

Thx untuk seorang Kalyanamitta lagi yang bersedia membaca habis buku ini dengan cepat dan meminjamkan pada saya.  ^:)^ ^:)^ ^:)^

Kayak pidato gw  :)) :)) :)) Thank you ya all. maaf ya kalo rada lebay ucapannya.  ^-^ ^-^ ^-^
 

_/\_


 _/\_  Lu buat gue ketawa aja :))
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 07 January 2009, 01:14:19 PM
Lebih baik terlambat daripada tidak sampai sama sekali. lambatnya saya mengenal Buddha Dhamma, lambatnya  saya berjodoh dengan buku ini. tapi saya senang masih punya kesempatan.

Akhirnya kenal juga dengan buku ini. cuma beberapa kata emang TOP BANGET. :jempol:

Especially Thx buat seorang Kalyanamitta yang luar biasa yang turut bermuditacitta adanya jodoh gw dengan buku ini. ( buat kehidupan ini kita pasti gak bisa menjadi bakal Buddha, mudah-mudahan di kehidupan akan datang kita bisa terlahir sebagai seorang Pria dan menyempurnakan Parami )  ^:)^ ^:)^ ^:)^

Thx buat Ko Indra Anggara berkumis yang pernah menawarkan buku ini ke saya dan juga mempunyai tekad kuat untuk menerjemahkan 3 buku yang tebalnya luar biasa.  ^:)^ ^:)^ ^:)^

Thx untuk Penulis.  ^:)^ ^:)^ ^:)^

Thx untuk semua yang berperan untuk kesempurnaan buku ini. termaksud Kaiyn Kutho yang banyak membantu.  ^:)^ ^:)^ ^:)^

Thx buat Ko Benny Wu dan Dc ciptaannya. tanpa ciptaannya ini dari mana saya bisa berjodoh dengan buku ini.  ^:)^ ^:)^ ^:)^

Thx untuk seorang Kalyanamitta lagi yang bersedia membaca habis buku ini dengan cepat dan meminjamkan pada saya.  ^:)^ ^:)^ ^:)^

Kayak pidato gw  :)) :)) :)) Thank you ya all. maaf ya kalo rada lebay ucapannya.  ^-^ ^-^ ^-^
 

_/\_


Minta ijin untuk dicetak besar, dibingkai, dan dipajang di altar, untuk dijadikan paritta penutup :))
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: SaddhaMitta on 08 January 2009, 12:07:30 AM
 [at]  atas.

ko kumis jangan lebay dong.  :)) :)) :))  ko, gw punya teman sekota sama ko kumis. tiap hari baca di e-book kasihan. bagi satu dong ko ke dia. biar minus matanya gak nambah. kan sayang cakep-cakep rabun... :)) :))

Thx lagi ya ko kumis lebat.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 08 January 2009, 12:18:16 AM
 [at] Ginny, Namanya siapa? PM deh alamat lengkapnya
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: dilbert on 08 January 2009, 01:11:04 AM
[at] Ginny, Namanya siapa? PM deh alamat lengkapnya

masih ada hard copy RAPB ? Kalau ada, mau donk... Buat koleksi...
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 08 January 2009, 01:16:20 AM
[at] Ginny, Namanya siapa? PM deh alamat lengkapnya

masih ada hard copy RAPB ? Kalau ada, mau donk... Buat koleksi...

Maaf Bro, Kolektor ada dalam waiting list paling bawah dalam daftar penerima RAPB. sorry, jangan tersinggung, bahkan sampai hari ini, masih lebih banyak demand daripada supply, jadi mohon bro bisa mengalah kepada mrk yg benar2 ingin membaca. tidak lama lagi, kalau semuanya lancar, kita akan memiliki printed book RAPB dalam jumlah yang cukup banyak (nyaris tidak terbatas), nah saat itu Bro boleh mengkoleksi 2 set.

_/\_
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Edward on 08 January 2009, 01:24:21 AM
Ups, hehehe...
Gw berasa diomongin...
Iya neh, gw baru mulai baca RAPB...
BAAAAGGGOOOOEEESSSSS....
Berasa kyk baca novel, dgn cerita yang penuh makna...
Bacanya blom bnyk seh, baru sampe hal 70an, tapi gw udh tersentuh dengan beberapa qoute yg ada di sono, salah 2 kalimatnya gw pake sbg signature gw.... ^-^

Btw, gw emank baca versi ebook ko Indra, emank rada bikin repot seh, soalnya baru baca bntr, mata ini dh terasa pening..
Gw awalnya emank ada niat untuk minta versi buku, supaya bacanya lebih lancar, tpi takutnya gw bacanya lama, jadi bisa kembaliinnya lama gtu...
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: dilbert on 08 January 2009, 01:26:52 AM
[at] Ginny, Namanya siapa? PM deh alamat lengkapnya

masih ada hard copy RAPB ? Kalau ada, mau donk... Buat koleksi...

Maaf Bro, Kolektor ada dalam waiting list paling bawah dalam daftar penerima RAPB. sorry, jangan tersinggung, bahkan sampai hari ini, masih lebih banyak demand daripada supply, jadi mohon bro bisa mengalah kepada mrk yg benar2 ingin membaca. tidak lama lagi, kalau semuanya lancar, kita akan memiliki printed book RAPB dalam jumlah yang cukup banyak (nyaris tidak terbatas), nah saat itu Bro boleh mengkoleksi 2 set.

_/\_

tenang bro... gak tersinggung... memang saya lebih afdol baca e-book RAPB, hanya saja bulan lalu pernah liat hard copy RAPB di rumah teman, jadi kepikiran buat koleksi. Kalau nanti hard copy-nya sudah available mohon di info ke forum.

Thanks....
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Hendra Susanto on 08 January 2009, 07:54:50 AM
bukunya bisa buat bantallll... :))
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 08 January 2009, 12:02:56 PM
dan the best news, cetakan berikutnya adalah edisi Dhammacitta
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Hendra Susanto on 08 January 2009, 12:17:16 PM
haa... kok bisa???
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 08 January 2009, 07:12:07 PM
Ups, hehehe...
Gw berasa diomongin...
Iya neh, gw baru mulai baca RAPB...
BAAAAGGGOOOOEEESSSSS....
Berasa kyk baca novel, dgn cerita yang penuh makna...
Bacanya blom bnyk seh, baru sampe hal 70an, tapi gw udh tersentuh dengan beberapa qoute yg ada di sono, salah 2 kalimatnya gw pake sbg signature gw.... ^-^

Btw, gw emank baca versi ebook ko Indra, emank rada bikin repot seh, soalnya baru baca bntr, mata ini dh terasa pening..
Gw awalnya emank ada niat untuk minta versi buku, supaya bacanya lebih lancar, tpi takutnya gw bacanya lama, jadi bisa kembaliinnya lama gtu...

Edward,
kata siapa harus dikembaliin?  buku ini dibagikan gratis, BUKAN DIPINJAMKAN GRATIS
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: SaddhaMitta on 08 January 2009, 10:09:19 PM
Ups, hehehe...
Gw berasa diomongin...
Iya neh, gw baru mulai baca RAPB...
BAAAAGGGOOOOEEESSSSS....
Berasa kyk baca novel, dgn cerita yang penuh makna...
Bacanya blom bnyk seh, baru sampe hal 70an, tapi gw udh tersentuh dengan beberapa qoute yg ada di sono, salah 2 kalimatnya gw pake sbg signature gw.... ^-^

Btw, gw emank baca versi ebook ko Indra, emank rada bikin repot seh, soalnya baru baca bntr, mata ini dh terasa pening..
Gw awalnya emank ada niat untuk minta versi buku, supaya bacanya lebih lancar, tpi takutnya gw bacanya lama, jadi bisa kembaliinnya lama gtu...

Edward,
kata siapa harus dikembaliin?  buku ini dibagikan gratis, BUKAN DIPINJAMKAN GRATIS

ini orangnya ko. dia bacanya lebih teliti daripada gw. itung-itung bisa bantu bro kaiyn kutho buat jadi editor.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 08 January 2009, 10:11:58 PM
Ups, hehehe...
Gw berasa diomongin...
Iya neh, gw baru mulai baca RAPB...
BAAAAGGGOOOOEEESSSSS....
Berasa kyk baca novel, dgn cerita yang penuh makna...
Bacanya blom bnyk seh, baru sampe hal 70an, tapi gw udh tersentuh dengan beberapa qoute yg ada di sono, salah 2 kalimatnya gw pake sbg signature gw.... ^-^

Btw, gw emank baca versi ebook ko Indra, emank rada bikin repot seh, soalnya baru baca bntr, mata ini dh terasa pening..
Gw awalnya emank ada niat untuk minta versi buku, supaya bacanya lebih lancar, tpi takutnya gw bacanya lama, jadi bisa kembaliinnya lama gtu...

Edward,
kata siapa harus dikembaliin?  buku ini dibagikan gratis, BUKAN DIPINJAMKAN GRATIS

ini orangnya ko. dia bacanya lebih teliti daripada gw. itung-itung bisa bantu bro kaiyn kutho buat jadi editor.

Edward, loe gak kenal gue ya? kenapa harus pake CALO?
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: SaddhaMitta on 09 January 2009, 01:22:25 AM
Ups, hehehe...
Gw berasa diomongin...
Iya neh, gw baru mulai baca RAPB...
BAAAAGGGOOOOEEESSSSS....
Berasa kyk baca novel, dgn cerita yang penuh makna...
Bacanya blom bnyk seh, baru sampe hal 70an, tapi gw udh tersentuh dengan beberapa qoute yg ada di sono, salah 2 kalimatnya gw pake sbg signature gw.... ^-^

Btw, gw emank baca versi ebook ko Indra, emank rada bikin repot seh, soalnya baru baca bntr, mata ini dh terasa pening..
Gw awalnya emank ada niat untuk minta versi buku, supaya bacanya lebih lancar, tpi takutnya gw bacanya lama, jadi bisa kembaliinnya lama gtu...

Edward,
kata siapa harus dikembaliin?  buku ini dibagikan gratis, BUKAN DIPINJAMKAN GRATIS

ini orangnya ko. dia bacanya lebih teliti daripada gw. itung-itung bisa bantu bro kaiyn kutho buat jadi editor.

Edward, loe gak kenal gue ya? kenapa harus pake CALO?

dia gak minta ko kumis, ini inisiatif gw. kasihan pas bahas sama dia di Ym. dia bilang baca dari e-book.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Edward on 09 January 2009, 01:27:47 AM
 :-[ :-[ :-[
jadi kga enak....
Awalnya gw kga enak untuk minta, krn takut kaga konsisten bacanya...Tapi, semakin baca, semakin tertarik untuk terus lanjut...
Klo emank ada stok, boleh deh...
Gw emank semakin minat untuk menyelesaikan membaca buku tersebut...
Bener2 maha karya literatur buddhis indonesia...Suatu karma baik bisa baca dan memetik manfaat dari buku tersebut...
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Sunce™ on 09 January 2009, 01:54:00 AM
buku yang bagus koq ini.. ;D
;D ;D :)
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: dilbert on 09 January 2009, 03:27:40 AM
dan the best news, cetakan berikutnya adalah edisi Dhammacitta

Kapan KARMA BAIK umat BUDDHA Indonesia berbuah ?
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: dilbert on 09 January 2009, 09:57:24 AM
Apakah buddhavamsa (RAPB) yang terjemahan bahasa indonesia (versi mingun sayadaw) itu beda dengan buddhavamsa di dalam Tipitaka ?
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 09 January 2009, 10:14:15 AM
Apakah buddhavamsa (RAPB) yang terjemahan bahasa indonesia (versi mingun sayadaw) itu beda dengan buddhavamsa di dalam Tipitaka ?

Silahkan buktikan sendiri.

Sbg Info, RAPB (The Great Chronicle Of Buddhas) tidak hanya bersumber dari Buddhavamsa, tetapi juga bersumber dari Sutta2 dalam Tipitaka yang dikompilasi secara kronologis. RAPB tidak hanya bercerita tentang Riwayat Buddha masa lampau tetapi juga termasuk kisah 45 tahun (20 tahun pertama +tahun ke-45) perjalanan Buddha Gotama dalam mengajarkan Dhamma.

Jadi kalo ada kutipan2 yang diambil dari RAPB tapi disebutkan bersumber dari Buddhavamsa, ini tidak tepat. RAPB<>Buddhavamsa.

_/\_
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: mushroom_kick on 09 January 2009, 10:35:21 AM
semalam coba2 baca..br ampe hal 20... :)) :)) ud gosong kepala  ;D ;D #:-S
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 09 January 2009, 10:40:36 AM
Wah, jadi rame yah di sini?! :)

Bro Indra, masih nunggu nih... Ada e-book jilid I cetakan ke 2 ga? Supaya saya ga koreksi yang udah dikoreksi di cetakan 2.
Kalo ga, saya lanjut ke jilid III aja yah....
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 09 January 2009, 10:45:20 AM
Bro Kainyn, bukannya Jilid 2&3 udah dikoreksi? cuma tinggal Buku 1 aja, dan sebenarnya untuk buku 1, sudah dibantu sama Yumi juga. dan sepertinya saya gak bisa nunggu lagi nih, harus segera finalized, udah kebelet.

Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Sunkmanitu Tanka Ob'waci on 09 January 2009, 10:46:55 AM
Daripada terlewat om.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 09 January 2009, 10:53:05 AM
Daripada terlewat om.

benar, saya juga pengennya kita garap sampe sempurna, tapi bagaimana dengan sponsornya? ntar bisa dianggap gak serius
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 09 January 2009, 11:00:51 AM
Bro Kainyn, bukannya Jilid 2&3 udah dikoreksi? cuma tinggal Buku 1 aja, dan sebenarnya untuk buku 1, sudah dibantu sama Yumi juga. dan sepertinya saya gak bisa nunggu lagi nih, harus segera finalized, udah kebelet.



Yang 3 belom selesai. Yang buku 1 itu, mulainya dari mana? Lanjut dari yang udah diposting Yumi di sini?
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 09 January 2009, 11:13:14 AM
Sepertinya Yumi udah selesai baca buku 1, tapi gak ada koreksi lagi.
 [at] Yumi,  apakah yumi gak menemukan kesalahan lagi?
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Yumi on 09 January 2009, 12:57:52 PM
Sepertinya Yumi udah selesai baca buku 1, tapi gak ada koreksi lagi.
 [at] Yumi,  apakah yumi gak menemukan kesalahan lagi?

Ko Indra, klo buku 1.. yumi baru selesai baca sampai Bab 13 (kemaren lompat bentar ke buku 2 bagian Paticca Samuppada), belum sempat lanjut ke Bab 14.  :-[
Kalo mau edit sama tanda baca, bagusan Ko Kainyn baca buku 1 dari awal. Kalo hanya kata, lanjut dari bab 14 aja, biar lebih cepat.  ;)
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: DNA on 14 January 2009, 01:57:04 PM
Karena Beliau adalah seorang yang telah mencapai puncak Kebijaksanaan,
yang telah menyingkirkan unsur-unsur kotoran seperti keserakahan, kebencian, dll,
melalui jasa-jasa Pàrami seperti Dàna, dll,
4 Pengetahuan mengenai Jalan (Magga Nàna) yang sangat mendalam dan halus muncul (tanpa bantuan) dalam batin Bodhisatta.

Lebih jauh lagi, saat Beliau berbaring tiarap di bawah kaki Buddha Dipankarà,
Beliau telah berusaha mengembangkan kebajikan melalui pemenuhan Pàrami seperti dàna dll,
yang sangat sulit dilakukan oleh manusia biasa,
tanpa mengharapkan kesenangan di alam kehidupan mana pun
sebagai akibat dari kebajikan yang dilakukan-Nya.

Dengan segala kebajikan seperti Dàna dll,
Bodhisatta hanya mempunyai 1 cita-cita,
“Semoga segala kebajikan ini
dapat menjadi kondisi yang mendukung (upanissaya paccaya)
untuk mencapai Kemahatahuan, Sabbannuta Nàna.”


Sedangkan orang lain, mereka melakukan kebajikan
dengan harapan untuk mendapatkan kebahagiaan di alam manusia atau surga;
dan sesuai keinginannya, mereka memperoleh kebahagiaan di alam manusia dan dewa sebagai hasil dari perbuatan baik mereka.

Ini seperti menghabiskan dan menghambur-hamburkan kekayaan jasa mereka
yang terkumpul akibat perbuatan baik mereka.

Berbeda dengan orang-orang ini,
Bodhisatta setelah mengisi penuh lumbung-Nya dengan padi,
Beliau selalu menjaganya dan tidak menghabiskannya,
menyimpan dengan baik semua jasa yang diperoleh dari setiap perbuatan baik-Nya,

dengan harapan,
“Semoga segala kebajikan ini
dapat menjadi kondisi yang mendukung
untuk menembus Magga Nàna,
dengan Sabbannuta Nàna sebagai puncaknya.”


Oleh karena itu, kumpulan jasa-jasa dari Kesempurnaan dan perbuatan baik dalam kurun waktu 4 asankhyeyya dan 100.000 kappa akhirnya tiba saatnya untuk berbuah dengan pencapaian tertinggi Kebuddhaan dalam kelahiran terakhir-Nya sebagai Siddhattha.

Tetapi karena jasa yang tidak terhitung banyaknya
yang berbuah dalam 1 kehidupan,
kehidupan tersebut menjadi padat akan buah-buah jasa.
 
Dengan kebajikan dari cita-cita tunggal untuk mencapai Kebuddhaan,
jasa-jasa dari kebajikan-kebajikan-Nya yang berbuah lebat dan padat dalam kelahiran terakhir-Nya sangatlah kuat dan besar;

sebagai akibatnya, dalam batin Bodhisatta mulia
muncul Pengetahuan Empat Jalan yang sangat halus dan dalam
yang tumbuh tanpa bantuan
.

~RAPB 1, pp. 638-639~



 8)
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 16 January 2009, 11:41:38 AM
653
(1) Satu Minggu di Singgasana (Pallaïka-sattàha)


654
“avijjà paccaya saïkhàrà,[.]” Karena kebodohan


dengan urutan maju dan urutan mundur karena, ketika melakukan meditasi


655
Demikianlah, muncul terus-menerus dorongan-dorongan hati

mahà-kiriya somanassasahagata nanasampayutta
-> Ñ


657
dilakukan Buddha pada malam ke[ ]tujuh yang merupakan akhir dari satu minggu berdiam di singgasana).[.)]


658
pada hari ke[ ]dua, ke[ ]tiga, ke[ ]empat, ke[ ]lima, ke[ ]enam, dan ke[ ]tujuh,


(Tujuh hari selama […] disebut animisa sattàha).[.)]


Kemudian pada hari ke[ ]delapan (ke[ ]delapan setelah purnama)


Pathikaputta di Kota Vesàlã―Semua
-> Tercetak: VesàlãSemua


659
Ketika tiba di minggu ke[ ]tiga, Buddha menghabiskan tujuh hari, berjalan mondar-mandir


(4) Satu Minggu di Rumah Emas (Ratanàghara-sattàha)


Ketika tiba di minggu ke[ ]empat,


660
Namun ketika Beliau merenungkan ajaran yang ke[ ]tujuh yang mencakup […]  untuk memperlihatkan kecemerlangannya (seperti ikan [...] berkesempatan bermain-main di samudra.)[).]


Pada waktu itu[,] tidak terhitung banyaknya makhluk di alam semesta yang tidak


662
ikan raksasa timirapiïgala,
→ hal 660: ikan raksasa timiïgala

hanya di dalam lautan.[,] Yang dalamnya delapan puluh


663
cahaya merahnya bagaikan bubuk timah merah, bunga mawar cina,


664
hanya dengan sepuluh jari mereka[,] lenyap karena tidak mampu mengalahkan
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: chingik on 16 January 2009, 05:10:04 PM
Berita gembira:
Diberi kesempatan berbuat kebajikan bagi siapa yg memilki buku RAPB silakan mendanakannya pada saya.
Kapan lagi , ayo..

 :P :P :P :P
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: William_phang on 16 January 2009, 05:14:26 PM
Berita gembira:
Diberi kesempatan berbuat kebajikan bagi siapa yg memilki buku RAPB silakan mendanakannya pada saya.
Kapan lagi , ayo..

 :P :P :P :P

download aja disini....hehehe
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: chingik on 16 January 2009, 05:51:38 PM
Berita gembira:
Diberi kesempatan berbuat kebajikan bagi siapa yg memilki buku RAPB silakan mendanakannya pada saya.
Kapan lagi , ayo..

 :P :P :P :P

download aja disini....hehehe

Udh donlod, versi ebook membuat mata cepat lelah nih..   [at] -)  ::)
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 17 January 2009, 08:53:33 AM
665
(5) Satu Minggu di Bawah Pohon Banyan Ajapala


dekat pohon Mahàbodhi, pada minggu ke[ ]lima,


(Pohon banyan ini disebut ajapàla […] berteduh di bawahnya).[.)]


Mulia. sekadar Dhamma bagi hal-hal yang alami


666
(Apa yang dimaksudkan di […] lima kejahatan (ussada).[.)]


667
“O Màra, Aku tidak […] seorang yang berkata “Ini milikku.” “O Màra, anggaplah Aku sebagai seorang yang demikian!, karena Aku […] berperasaan.”


668
“O Marà, (Sekeras apa pun engkau berusaha menghalangi Aku[,]) Aku

bagaikan kepiting yang cangkangnya dipecahkan oleh anak-anak desa[,] mengucapkan bait


669
Màra menarik garis ke[ ]dua.

Màra menarik garis ke[ ]tiga.

Màra menarik garis ke[ ]empat.

Màra menarik garis ke[ ]lima.

Màra menarik garis ke[ ]enam.


670
Màra menarik garis ke[ ]tujuh.

Màra menarik garis ke[ ]delapan.

Màra menarik garis ke[ ]sembilan.

Màra menarik garis ke[ ]sepuluh.

Màra menarik garis ke[ ]sebelas.

Màra menarik garis ke[ ]dua belas.

Màra menarik garis ke[ ]tiga belas.


671
Màra menarik garis ke[ ]empat belas.

Màra menarik garis ke[ ]lima belas.

Màra menarik garis ke[ ]enam belas.

Di manakah ia sekarang?,”


672
“Pergilah, dewi.[!] Melihat manfaat apakah engkau mencoba menguji-Ku seperti ini?


673
Buddha Bertekad untuk Hidup Dalam Dhamma


674
ia yang ingin memperoleh manfaat dan yang ingin menjadi terhormat[,] harus siang dan malam
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: SaddhaMitta on 18 January 2009, 04:01:06 PM
Pengalaman gw :

Ada seorang anak kecil kelas 4 SD dia cerita ke gw kalau dia sedang baca buku ini katanya udah sampai hal 400. padahal tuh anak gak punya buku ini. dia baca setiap ada ke sekolah minggu. itu juga seminggu sekali.

semagat anak itu buat malu gw sebagai orang dewasa yang bisa punya buku ini. tapi hal 200 gak sampai-sampai juga.  ^-^ ^-^ ^-^

benar-benar setetes demi setetes keringat om kumis sampai kumis beliau makin lebat gak sempat di cukur menerjemahkan buku ini. ternyata gak sia-sia sangat berguna untuk banyak makhluk. buat makhluk yang kecil ataupun yang besar. mudah-mudahan makhluk yang gak kelihatan besok-besok juga bisa menikmati buku ini juga.  ^-^ ^-^ ^-^ (kalo gw bisa jumpa mereka ntar coba gw tanya kenal RAPB gak?)  :))

 ^:)^ ^:)^ ^:)^ makasih Dewa bumi yang berkumis lebat.

_/\_
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: bond on 18 January 2009, 06:39:46 PM
Ayo gin mulai baca dengan semangat biar ilmu sihirnya tambah manjur  :P
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Yumi on 18 January 2009, 11:44:23 PM
Pengalaman gw :

Ada seorang anak kecil kelas 4 SD dia cerita ke gw kalau dia sedang baca buku ini katanya udah sampai hal 400. padahal tuh anak gak punya buku ini. dia baca setiap ada ke sekolah minggu. itu juga seminggu sekali.

semagat anak itu buat malu gw sebagai orang dewasa yang bisa punya buku ini. tapi hal 200 gak sampai-sampai juga.  ^-^ ^-^ ^-^

Thomas yah?  ;D  :jempol:

benar-benar setetes demi setetes keringat om kumis sampai kumis beliau makin lebat gak sempat di cukur menerjemahkan buku ini. ternyata gak sia-sia sangat berguna untuk banyak makhluk. buat makhluk yang kecil ataupun yang besar. mudah-mudahan makhluk yang gak kelihatan besok-besok juga bisa menikmati buku ini juga.  ^-^ ^-^ ^-^ (kalo gw bisa jumpa mereka ntar coba gw tanya kenal RAPB gak?)  :))

 ^:)^ ^:)^ ^:)^ makasih Dewa bumi yang berkumis lebat.

_/\_

 =)) =)) =)) =)) =))


Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 20 January 2009, 04:03:22 PM
675
(6) Satu Minggu di Danau Mucalinda (Mucalinda-sattàha)


Raja nàga sangat sakti untuk menciptakan sebuah istana dengan tujuh
>> Raja nàga sangat sakti [mampu] untuk menciptakan


676
(Sebelah dalam lingkaran […] menikmati kebahagiaan pencapaian Buah[.)] (Majjhima Aññhakathà).[.)]


677
(7) Satu Minggu di Bawah Pohon Ràjàyatana (Ràjàyatana sattàha)


678
(Demikianlah, Sattasattàha […] Kebahagiaan Jhàna dan Buahnya).[.)]


Dua Pedagang Bersaudara, Tapussa dan Bhallika, Menerima Perlindungan Ganda


679
(Karena mangkuk tanah […] susu dari Sujàtà).[.)]


681
(Dua ciri ini merujuk kepada Lokuttara Dhamma).[.)]


683
(Pikiran seperti ini adalah wajar, dhammatà, yang terjadi pada semua Buddha).[.)]


(Bukan berarti Buddha telah menyerah total dengan berpikir, “Aku tidak akan mengajarkan Dhamma kepada makhluk-makhluk sama sekali.” Baca Milindapa¤ha).[.)]


684
(Brahmà Sahampati […] Saÿyutta Atthakatthà dan Sàrattha òãkà).[.)]


685
“Buddha yang agung, […] yang bebas dari debu kilesa.[”]

686
[…]  usia tua, penyakit, dan kematian, dan lain-lain).[”]


(Kenyataan bahwa brahmà […]  adalah dhammatà bagi semua Buddha).[.)]


687
(Dari ketiga jenis bunga […]  pada hari ke[ ]tiga).[.)]


688
bunga teratai yang sakit, tidak dapat keluar dan[dari] air dan tidak dapat mekar yang akhirnya menjadi makanan ikan dan kura-kura.[)]


(Melihat empat jenis makkhluk-makhluk


689
dengan berkata, “Aku akan mengajarkan Dhamma”)![!”)]


(Pintu itu senantiasa terbuka).[.)]


690
yang tersimpan dalam genggaman sejak lenyapnya Sàsana Buddha Kassapa).[.)]
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 22 January 2009, 10:29:29 AM
690
Buddha Menuju Migadàya untuk Memberikan Khotbah Dhammacakka (Roda Dhamma)


691
âki¤ca¤¤àyatana, Alam Brahmà Aråpa Ke[ ]tiga.


Brahmà Nevasa¤¤àvàsa¤¤àyatana, Alam Brahmà Aråpa ke[ ]empat
→ N'evasaññā N'āsaññāyatana


692
(Sehubungan dengan hal ini […] kepada mereka yang tidak melayani-Nya).[.)]


Beliau berjalan kaki sejauh delapan belas yojanà, karena Beliau meramalkan bahwa seorang petapa bernama Upaka, dapat segera mencapai


693
dan juga menjadi Arahanta dalam kelahiran ke[ ]dua setelah mencapai Avihà Bhåmi, Alam Brahmà Ke[ ]dua Belas”).[.)]


Ketika Buddha pergi dari Mahàbodhi menuju Vàràõasã dengan berjalan kaki.[,] Petapa Upaka yang


semua Dhamma di tiga alam dan memiliki Kesempurnaan dan


(Tidak ada guru yang dapat melebihi-Ku).[.)]


694
Setelah itu, Petapa Upaka berkata, “Temanku, Jika apa yang Engkau katakan […] lima kejahatan (Màra).[”]


695
Karena alasan inilah, Buddha melakukan perjalanan dengan berjalan kaki untuk berjumpa


(Karena banyaknya serangga di negara itu, Upaka lebih banyak berdiam di dalam sebuah tabung besar).[.)]


layani dengan baik guru kita yang adalah seorang Arahanta[,] jangan sampai lupa![”]


695-696
(Chava, Komentar Sutta Nipata, Komentar Majjhima Nikàya).[.)]


Pada hari ke[ ]tujuh, si pemimpin pemburu pulang


Upaka datang ke rumah ini hanya satu kali[,] setelah itu tidak pernah datang


698
Buddha Tiba di Hutan Migadàya
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Edward on 27 January 2009, 11:34:03 PM
Bro Indra, thx bukunya....
Gw bakal baca ampe abis!
Thx bgt yoooo.....
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 27 January 2009, 11:43:11 PM
Bro Indra, thx bukunya....
Gw bakal baca ampe abis!
Thx bgt yoooo.....

selamat menikmati lezatnya Dhamma.
Semoga bermanfaat
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 28 January 2009, 04:47:29 PM
699
(Walaupun mereka menunjukkan sikap hormat secara fisik dan melanggar kesepakatan mereka),[,)]


‘Sahabat Gotama, […] Engkau kebingungan ketika kami pergi?”


701
Buddha (mengubah strateginya) berkata, “Petapa, ingatkah […] menganggap tinggi diri-Ku, “[']Teman-teman-Ku, jangan bingung dan berpikir untuk pindah ke tempat lain. Aku telah mulai melihat cahaya dan pertanda dalam meditasi (Kammatthàna nimitta).[']”


703
(3) Cara brahmaca[r]iyam


704
ehi-bhikkhu pada masa depan.” [(]Dàna tersebut, yang […] pada masa munculnya Buddha).


(hari ke[ ]dua setelah malam purnama di bulan âsàëha), kepada Mahànàma Thera pada hari berikutnya lagi (hari ke[ ]tiga setelah malam purnama di bulan âsàëha) dan kepada Thera Assaji pada hari berikutnya (hari ke[ ]empat

Pada hari Kamis, hari ke[ ]lima setelah


705
Kisah Dewa Sàtàgira dan Dewa Hemavata

706
hanya bhikkhu-bhikkhu senior yang boleh menahbiskan sàmaõera dan bhikkhu[,] dan memberikan


Pariyatti-dhura, mempelajarai


707
Oleh karena itulah, Tiga Sàsana menjadi


Perselisihan Mengenai Vinaya Antara Bhikkhu Dhammavàdi dan Bhikkhu Adhammavadi


708
(Aku akan menerima akibatnya dalam saÿsàra).[.)]


kulakukan terhadap Vinayadhara Thera,” Ia menjadi

Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: SaddhaMitta on 05 February 2009, 11:51:36 PM
Bro Indra, thx bukunya....
Gw bakal baca ampe abis!
Thx bgt yoooo.....

selamat menikmati lezatnya Dhamma.
Semoga bermanfaat

wah... dapat juga... gak sia-sia ikut kopdaran si kalong :jempol:
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: DNA on 06 February 2009, 01:11:45 PM
Menurut Jinālankāra Tīkā, ketika Buddha duduk bersila di dalam rumah emas dan merenungkan Dhamma mengamati makhluk-makhluk yang layak ditolong, Beliau melihat jelas rangkaian praktik sīla, samādhi, dan paññā: makhluk-makhluk dewa, manusia, dan brahmà yang layak ditolong akan mencapai keadaan mulia Jalan dan Buahnya, Nibbāna, dengan menjalani sīla, memusatkan pikirannya melalui samādhi, dan berusaha mengembangkan Pandangan Cerah melalui paññā; oleh karena itu Buddha pertama-tama merenungkan Vinaya Pitaka yang mengajarkan sīla, kemudian Sutta Pitaka yang mengajarkan samādhi, dan akhirnya Abhidhammā Pitaka yang mengajarkan paññā.
Title: Buddha Bertekad untuk Hidup Dalam Dhamma
Post by: DNA on 22 February 2009, 11:06:59 PM
Selagi Buddha berdiam selama seminggu di Ajapala, Ia berpikir, “Betapa menyedihkan hidup tanpa menghormati orang lain (tidak seorang pun yang dihormati). Siapa yang harus didekati dan dihormati oleh-Ku, seseorang yang telah melenyapkan semua kotoran, yang telah melenyapkan semua kajahatan?” Kemudian Beliau melanjutkan, “Aku harus menetap di dekat mereka yang lebih tinggi dari diri-Ku dalam hal Moralitas, Konsentrasi, Kebijaksanaan, dan Kebebasan sehingga Moralitas, Konsentrasi, Kebijaksanaan, dan Kebebasan-Ku yang masih belum lengkap dan belum mencukupi akan menjadi lengkap dan cukup.” Kemudian Buddha mencari dengan Kemahatahuan-Nya mereka yang lebih tinggi daripada-Nya dalam hal Moralitas, Konsentrasi, Kebijaksanaan, dan Kebebasan.

Melihat bahwa tidak ada makhluk yang demikian di tiga alam, Beliau berpikir, “Lebih baik Aku hanya hidup dengan menghormati Dhamma yang telah Kutembus.”

Pada waktu itu, mengetahui pikiran Buddha, Brahmà Sahampati tiba dalam sekejap di hadapan Buddha dan setelah meletakkan selendangnya di bahu kirinya dan menyentuh tanah dengan lutut kanannya, ia merangkapkan tangannya memberi hormat dan berkata, “Buddha Yang Agung, apa yang Engkau pikirkan adalah benar. Yang Mulia, Buddha-Buddha pada masa lampau hanya hidup dengan menghormati Dhamma. Buddha-Buddha pada masa depan hanya hidup dengan menghormati Dhamma. Buddha Agung, aku juga ingin agar Engkau menjadi Buddha masa sekarang yang hanya hidup dengan menghormati Dhamma.” Ia kemudian menambahkan tiga bait berikut

Ye ca atità Sambuddhà, ye ca Buddha anàgatà,
yo ce tarahi Sambuddho, bahunam sokanàsano.

Sabbe saddhàmmagaruno vihamsu vihàranti ca,
atho pi viharissanti esà Buddhàna dhammatà.

Tasmà hi attakàmena mahattam abhikankhità,
saddhàmmo garukàtabbo saram Buddhàna Sàsana.

Yang Mulia, terdapat Buddha-Buddha yang muncul pada masa lampau, yang akan muncul pada masa depan, dan yang muncul sekarang, yang telah melenyapkan dan menghancurkan duri kekhawatiran banyak dewa, manusia, dan brahmà.

Semua Buddha-Buddha di tiga masa ini telah hidup dengan menghormati Dhamma, sedang hidup dan akan hidup dengan cara demikian. Kehidupan demikian yang menghormati Dhamma adalah kebiasaan para Buddha Mahatahu.

Oleh karena itu, ia yang ingin memperoleh manfaat dan yang ingin menjadi terhormat harus siang dan malam menghormati permata Dhamma yang merupakan kekayaan kebajikan, selalu ingat tiga aspek dari ajaran.

Setelah mengucapkan tiga bait ini, Brahmà Sahampati memberi hormat kepada Buddha, mengelilingi Buddha dan menghilang dari tempat itu dan tiba kembali di alam brahmà.
Title: 4 jenis bunga teratai
Post by: Yumi on 23 February 2009, 02:56:43 PM
Buddha Mengamati Dunia Makhluk-makhluk

Beliau melihat jelas berbagai jenis makhluk yang berbeda-beda (seperti 4 jenis bunga teratai):
ada sebuah kolam yang berisi bunga teratai biru, merah, dan putih, 4 jenis teratai ini—

(1) jenis bunga teratai yang hidup dalam air, tumbuh dalam air, dan masih berada di bawah permukaan air,
(2) jenis bunga teratai tumbuh dalam air, berkembang dalam air, dan akhirnya diam persis di permukaan air,
(3) jenis bunga teratai yang hidup dalam air, berkembang dalam air, dan akhirnya diam tinggi di atas permukaan air, sama sekali tidak basah dan tidak ada air yang menempel di bunga teratai tersebut.

(… teratai no. 3 yang berada tinggi di atas permukaan air akan mekar pada hari itu juga;
teratai no. 2 yang berada persis di permukaan air akan mekar keesokan harinya,
dan teratai no. 1 yang masih berada di bawah air, akan mekar pada hari ketiga).

…  ada teratai jenis ke-4 yang tidak akan muncul di atas permukaan air dan tidak akan mekar;
teratai jenis ini adalah teratai sakit dan akhirnya hanya menjadi makanan bagi ikan dan kura-kura.

… (Di sini, ketika Buddha, mengamati dunia makhluk-makhluk dengan Buddha-cakkhu, Beliau melihat 4 jenis kelompok makhluk, yaitu:
(1) mereka yang memahami Dhamma Empat Kebenaran Mulia bahkan jika hanya diajarkan secara singkat (màttikà uddesa) dan mencapai kesucian bagaikan bunga teratai yang tinggi di atas permukaan air akan mekar hari itu juga seiring terbitnya matahari (ugghàtitanni puggala);

(2) mereka yang belum dapat mencapai kesucian dengan mendengarkan Dhamma yang diajarkan secara singkat namun dapat memahami dan mencapai kesucian hanya jika Empat Kebenaran Mulia dijelaskan secara terperinci (vitthàra niddesa padabhajani) bagaikan bunga teratai yang berada persis di permukaan air akan mekar keesokan harinya (vipancitannu puggala);

(3) mereka yang belum dapat mencapai kesucian dengan mendengarkan Dhamma baik secara singkat maupun secara terperinci dalam satu kali duduk namun dapat memahami Empat Kebenaran Mulia dan mencapai kesucian setelah satu hari atau satu bulan atau satu tahun dengan bantuan teman-temannya dan dengan terus-menerus berusaha menembus Dhamma bagaikan bunga teratai yang masih berada di bawah air akan mekar pada hari ketiga (neyya Puggala);

(4) mereka yang tidak dapat menembus Magga-Phala seberapa pun seringnya mereka mendengar dan mempraktikkan Dhamma dalam kehidupan sekarang (padaparama puggala) namun memiliki manfaat memperoleh bakat (vàsanà) Dhamma dalam kehidupan mendatang; mereka akan mengakhiri kehidupannya dengan menjadi makanan bagi ikan dan kura-kura kilesa bagaikan bunga teratai yang sakit, tidak dapat keluar dan air dan tidak dapat mekar yang akhirnya menjadi makanan ikan dan kura-kura.

~RAPB I pp. 686-688~
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Lily W on 24 February 2009, 01:17:37 PM
Bro Indra, thx bukunya....
Gw bakal baca ampe abis!
Thx bgt yoooo.....

selamat menikmati lezatnya Dhamma.
Semoga bermanfaat

wah... dapat juga... gak sia-sia ikut kopdaran si kalong :jempol:

Masih ada ga yaah? sy blm kebagian nich...:D

_/\_ :lotus:
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Dhamma Sukkha on 24 February 2009, 06:25:53 PM
Bro Indra, thx bukunya....
Gw bakal baca ampe abis!
Thx bgt yoooo.....
iya cek angggg, makasihhh dah mo nerjemahinnn bukunyaaaaa yaaaaaa
RAPBnya enak bangettt cekkkk\>0</
tapi w bacanya lompat2 :P :P :P :P , klo w buka bukunya, halaman yang terbuka itu w baca-bacaa,
wnya blum baca berurut :P :P :P , ntar mo baca berurutttt ;D ;D ;D ;D

Ngomong2 w mo nanya nih...
Buddha sebelum2nya sebelum Buddha Gotama, tinggi2 yaa ;D ;D ;D
sudah itu umur manusia dulu juga panjang2 ;D ;D ;D
apakah dari kappa ke kappa, tinggi manusia itu akan semakin pendek? umurnya juga begitukah?
tapi memang manusia itu lama makin lama w perhatiin makin kecil aja ya :)) :)) :)) :))
anak kelas satu smp di sekolahku wnya liat pada kecil kecil...(termasuk wnya jugaT_T")
Klo memang umur manusia semakin berkurang, jadi apakah umur manusia di yang akan datang tak dapat mencapai 10 tahun pun? Jadi bagaimanakah keadaan dunia pada saat itu? dan apakah masih memungkinkankah di zaman tersebut untuk hidupnya seorang Buddha? ataukah, di yang akan datang semuanya sudah mencapai tingkat kesucian? :-? :-? :-?

Metta cittena,
Citta _/\_
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Hendra Susanto on 25 February 2009, 02:04:49 AM
pernah baca tp lupa dimana, ada masa dimana umur manusia akan merosot ampe 10 th, nanti setelah masa itu berlalu umur manusia akan kembali panjang sampe ribuan taun.

*klo ada yang bisa informasi acuannya tolong donk ;D n klo salah mohon dikoreksi
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 25 February 2009, 08:17:34 AM
pernah baca tp lupa dimana, ada masa dimana umur manusia akan merosot ampe 10 th, nanti setelah masa itu berlalu umur manusia akan kembali panjang sampe ribuan taun.

*klo ada yang bisa informasi acuannya tolong donk ;D n klo salah mohon dikoreksi

Digha Nikaya, 3. Patika Vagga, 26. Cakkavati-sihanada Sutta.

 
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 25 February 2009, 08:21:51 AM
iya cek angggg, makasihhh dah mo nerjemahinnn bukunyaaaaa yaaaaaa
RAPBnya enak bangettt cekkkk\>0</
tapi w bacanya lompat2 :P :P :P :P , klo w buka bukunya, halaman yang terbuka itu w baca-bacaa,
wnya blum baca berurut :P :P :P , ntar mo baca berurutttt ;D ;D ;D ;D

Ngomong2 w mo nanya nih...
Buddha sebelum2nya sebelum Buddha Gotama, tinggi2 yaa ;D ;D ;D
sudah itu umur manusia dulu juga panjang2 ;D ;D ;D
apakah dari kappa ke kappa, tinggi manusia itu akan semakin pendek? umurnya juga begitukah?
tapi memang manusia itu lama makin lama w perhatiin makin kecil aja ya :)) :)) :)) :))
anak kelas satu smp di sekolahku wnya liat pada kecil kecil...(termasuk wnya jugaT_T")
Klo memang umur manusia semakin berkurang, jadi apakah umur manusia di yang akan datang tak dapat mencapai 10 tahun pun? Jadi bagaimanakah keadaan dunia pada saat itu? dan apakah masih memungkinkankah di zaman tersebut untuk hidupnya seorang Buddha? ataukah, di yang akan datang semuanya sudah mencapai tingkat kesucian? :-? :-? :-?

Metta cittena,
Citta _/\_

Buddha tidak akan muncul di zaman yang tidak ada moral tersebut. Seorang Samma Sambuddha akan muncul di mana masih ada kesempatan bagi bodhisatta menikmati kesenangan indriah secara maksimal untuk kemudian ditinggalkan.
Jika kemoralan manusia berada di titik minimal juga tidak ada gunanya seorang Samma Sambuddha muncul, karena tidak ada yang memiliki sedikit "debu" di mata untuk dicerahkan.



Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Hendra Susanto on 25 February 2009, 08:40:39 AM
pernah baca tp lupa dimana, ada masa dimana umur manusia akan merosot ampe 10 th, nanti setelah masa itu berlalu umur manusia akan kembali panjang sampe ribuan taun.

*klo ada yang bisa informasi acuannya tolong donk ;D n klo salah mohon dikoreksi

Digha Nikaya, 3. Patika Vagga, 26. Cakkavati-sihanada Sutta.

 

:jempol: thank u
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: naviscope on 25 February 2009, 08:48:44 AM
pernah baca tp lupa dimana, ada masa dimana umur manusia akan merosot ampe 10 th, nanti setelah masa itu berlalu umur manusia akan kembali panjang sampe ribuan taun.

*klo ada yang bisa informasi acuannya tolong donk ;D n klo salah mohon dikoreksi

shurangama sutra

Kalpa ialah usia dunia, siklus dunia. Ada tiga jenis kalpa, yaitu
kalpa kecil, kalpa menengah dan kalpa besar.
Satu kalpa kecil masih dibagi lagi menjadi zaman besi, tembaga, perak
dan emas. Perhitungannya sebagai berikut : pada masa ygn tersuci,
usia manusia rata-rata mencapai 84.000 tahun dengan tinggi badan rata-
rata 80 kaki (24m). Setelah itu, setiap 100 tahun usia rata-rata
manusia berkurang 1 tahun dan tinggi badan rata-rata berkurang secara
non-linear, sampai usia manusia rata-rata mencapai umur 10 tahun
dengan tinggi badan rata-rata 1 kaki (30cm). Karena karma kolektif
manusia membaik, usia manusia rata2 naik 1 tahun setiap 100 tahun
hingga kembali mencapai 84.000 tahun. Siklus turun naik dari usia
84.000 tahun ke 10 tahun kembali ke 84.000 tahun disebut satu kalpa
kecil.


tapi ada kabar gembira bro, umur 3 tahun sudah bole married, 5 tahun punya anak... :P
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Hendra Susanto on 25 February 2009, 08:56:48 AM
pernah baca tp lupa dimana, ada masa dimana umur manusia akan merosot ampe 10 th, nanti setelah masa itu berlalu umur manusia akan kembali panjang sampe ribuan taun.

*klo ada yang bisa informasi acuannya tolong donk ;D n klo salah mohon dikoreksi

shurangama sutra

Kalpa ialah usia dunia, siklus dunia. Ada tiga jenis kalpa, yaitu
kalpa kecil, kalpa menengah dan kalpa besar.
Satu kalpa kecil masih dibagi lagi menjadi zaman besi, tembaga, perak
dan emas. Perhitungannya sebagai berikut : pada masa ygn tersuci,
usia manusia rata-rata mencapai 84.000 tahun dengan tinggi badan rata-
rata 80 kaki (24m). Setelah itu, setiap 100 tahun usia rata-rata
manusia berkurang 1 tahun dan tinggi badan rata-rata berkurang secara
non-linear, sampai usia manusia rata-rata mencapai umur 10 tahun
dengan tinggi badan rata-rata 1 kaki (30cm). Karena karma kolektif
manusia membaik, usia manusia rata2 naik 1 tahun setiap 100 tahun
hingga kembali mencapai 84.000 tahun. Siklus turun naik dari usia
84.000 tahun ke 10 tahun kembali ke 84.000 tahun disebut satu kalpa
kecil.


tapi ada kabar gembira bro, umur 3 tahun sudah bole married, 5 tahun punya anak... :P

thank u juga bos, tapi shurangama sutra ada dimana?
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: naviscope on 25 February 2009, 09:05:44 AM
^
^
^
http://en.wikipedia.org/wiki/Shurangama_Sutra
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 25 February 2009, 09:42:11 AM
tapi ada kabar gembira bro, umur 3 tahun sudah bole married, 5 tahun punya anak... :P

Kabar buruk, bro. Manusia pada saat itu sudah tidak mengenal moral, seorang laki-laki kawin dengan ibunya, adik wanita dari ayah/ibu, kakak dan adik kandung, sehingga sudah persis binatang.

Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: markosprawira on 25 February 2009, 12:38:48 PM
pernah baca tp lupa dimana, ada masa dimana umur manusia akan merosot ampe 10 th, nanti setelah masa itu berlalu umur manusia akan kembali panjang sampe ribuan taun.

*klo ada yang bisa informasi acuannya tolong donk ;D n klo salah mohon dikoreksi

shurangama sutra

Kalpa ialah usia dunia, siklus dunia. Ada tiga jenis kalpa, yaitu
kalpa kecil, kalpa menengah dan kalpa besar.
Satu kalpa kecil masih dibagi lagi menjadi zaman besi, tembaga, perak
dan emas. Perhitungannya sebagai berikut : pada masa ygn tersuci,
usia manusia rata-rata mencapai 84.000 tahun dengan tinggi badan rata-
rata 80 kaki (24m). Setelah itu, setiap 100 tahun usia rata-rata
manusia berkurang 1 tahun dan tinggi badan rata-rata berkurang secara
non-linear, sampai usia manusia rata-rata mencapai umur 10 tahun
dengan tinggi badan rata-rata 1 kaki (30cm). Karena karma kolektif
manusia membaik, usia manusia rata2 naik 1 tahun setiap 100 tahun
hingga kembali mencapai 84.000 tahun. Siklus turun naik dari usia
84.000 tahun ke 10 tahun kembali ke 84.000 tahun disebut satu kalpa
kecil.


tapi ada kabar gembira bro, umur 3 tahun sudah bole married, 5 tahun punya anak... :P

lengkapnya dong bro...... mati di 10 tahun  :))
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Dhamma Sukkha on 26 February 2009, 01:03:49 AM
yang di atas semua, trima kasih atas penjelasannya ;D ;D ;D _/\_ _/\_
pernah baca tp lupa dimana, ada masa dimana umur manusia akan merosot ampe 10 th, nanti setelah masa itu berlalu umur manusia akan kembali panjang sampe ribuan taun.

*klo ada yang bisa informasi acuannya tolong donk ;D n klo salah mohon dikoreksi

shurangama sutra

Kalpa ialah usia dunia, siklus dunia. Ada tiga jenis kalpa, yaitu
kalpa kecil, kalpa menengah dan kalpa besar.
Satu kalpa kecil masih dibagi lagi menjadi zaman besi, tembaga, perak
dan emas. Perhitungannya sebagai berikut : pada masa ygn tersuci,
usia manusia rata-rata mencapai 84.000 tahun dengan tinggi badan rata-
rata 80 kaki (24m). Setelah itu, setiap 100 tahun usia rata-rata
manusia berkurang 1 tahun dan tinggi badan rata-rata berkurang secara
non-linear, sampai usia manusia rata-rata mencapai umur 10 tahun
dengan tinggi badan rata-rata 1 kaki (30cm). Karena karma kolektif
manusia membaik, usia manusia rata2 naik 1 tahun setiap 100 tahun
hingga kembali mencapai 84.000 tahun. Siklus turun naik dari usia
84.000 tahun ke 10 tahun kembali ke 84.000 tahun disebut satu kalpa
kecil.


tapi ada kabar gembira bro, umur 3 tahun sudah bole married, 5 tahun punya anak... :P
jadi, masa Buddha sebelum2nya, sebelum Buddha Gotama, juga pernah nurun umur manusianya yang dari puluhan ribuan tahun hingga ke puluhan tahun ya?

Jadi, berarti Buddha Gotama hidup di masa usia manusia yang menurun ya?

Metta Cittena,
Citta _/\_
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Adhitthana on 26 February 2009, 01:58:52 AM
Sebelum Era Buddha Gotama  yaitu Buddha2 terdahulu, apakah ada sangha bhikkhuni??
pertanyaan OOt gak yaak  :hammer: ....  ;D


(http://4.bp.blogspot.com/_EASqyOlRCPI/SZZiwB7XQJI/AAAAAAAAAjM/cMfVf6M_8N8/s400/44293810fa.jpg)

Alfie Patten tidak pernah mengira hubungan seks yang hanya sekali dengan kekasihnya, Chantelle Steadman, berbuntut panjang. Chantelle yang masih berusia 15 tahun pun hamil, sementara Alfie baru 13 tahun.

Apakah tanda-tanda itu sudah keliatan dizaman kita  =)) :))
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 26 February 2009, 09:39:32 AM
CD dan Virya, pertanyaan anda akan terjawab jika anda membaca RAPB, ada pada Buku 1, Bab. RIwayat 24 Buddha.
_/\_
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Adhitthana on 26 February 2009, 11:34:51 PM
CD dan Virya, pertanyaan anda akan terjawab jika anda membaca RAPB, ada pada Buku 1, Bab. RIwayat 24 Buddha.
_/\_

masalahnya ....ayee ngga punya RAPB  :'(
baca2 lewat internet mata suka perih .....
tapi ayee nanti baca pelan2 deeeg  ......  ;D

Thuti .....  _/\_
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: DNA on 01 March 2009, 09:37:54 AM
"Oh! Segala jenis kilesa menyakiti dan menindas tubuh malang ini, sumber dukkha terbesar ini bagi semua makhluk termasuk aku,
Oh! Segala jenis kilesa menyiksa dan menindas tubuh malang ini, sumber dukkha terbesar bagi semua makhluk termasuk aku!"
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: DNA on 01 March 2009, 09:41:33 AM
Melihat mereka, ciri-ciri yang merugikan (ädinava) dari kenikmatan indria (kamaguna) menjadi jelas olehnya. Perlahan-lahan ia merasa bosan oleh kenikmatan tersebut.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: DNA on 02 March 2009, 10:03:42 PM
Anak-Ku Nalaka, engkau harus memperlakukan (semua orang) di kota-kota, desa-desa, dan dusun-dusun dengan sama tanpa membenci dan tanpa mencinta tidak peduli apakah mereka menyakitimu dalam kemarahan ataupun mereka bersujud di hadapanmu dengan penuh hormat.

Seseorang yang menjalani kehidupan suci harus waspada terhadap kebencian (karena disakiti atau diperlakukan dengan kejam).

Engkau harus berusaha untuk tidak menjadi sombong sedikit pun karena diperlakukan dengan penuh hormat dan penuh pengabdian.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: DNA on 02 March 2009, 10:21:02 PM
Anak-Ku Nàlaka, selain menyingkirkan segala jenis objek indria (kàma àràmammana) baik atau buruk; engkau, Anak-Ku, juga harus menjauhi hubungan seksual.

Engkau tidak boleh memelihara perasaan benci terhadap kelompok-kelompok lain dan engkau tidak boleh menyukai dan terikat kepada kelompokmu sendiri; dan menempatkan dirimu sebagai teladan, “Seperti diriku, makhluk-makhluk ini ingin berumur panjang, tidak ingin mati; mereka menginginkan kebahagiaan, bukan penderitaan.

Seperti mereka, aku juga menginginkan umur panjang, tidak ingin mati, menginginkan kebahagiaan, bukan penderitaan, engkau tidak boleh membunuh atau menyakiti Puthujjana, Sotàpanna, Sakadàgàmi, dan Anàgàmi yang belum terbebaskan dari tanhà (tasa satta), dan Arahanta yang telah terbebas dari tanhà lobha (thàvara satta). Serta engkau tidak boleh menyuruh orang lain untuk membunuh atau menyakiti makhluk lain.
Title: Percakapan Dewa Hemavata & Buddha
Post by: Yumi on 03 March 2009, 11:36:40 AM
Buddha Agung, ketika apa yang secara jelas akan terlahir kembali,
apakah 2 alam ini—satta-loka (alam makhluk-makhluk berperasaan) dan sankhàra-loka (alam benda-benda berkondisi)—terlahir kembali?

Dalam hal apakah semua makhluk—manusia, dewa, dan brahmà—berhubungan erat dengan Tanhà-ditthi (Kemelekatan dan pandangan salah) dengan berpikir ‘aku’ dan ‘milikku.’

Mengapa disebut satta-loka dan sankhàra-loka?

Ketika muncul dengan jelas pada semua makhluk—manusia, dewa, dan brahmà—apakah mereka menjadi bersedih?

Dewa Hemavata, ketika 6 ajjattikàyatana (bagian-bagian indra) dan 6 bàhiràyatana (objek luar) secara jelas terlahir kembali,
kedua alam—satta-loka dan sankhàra-loka terlahir kembali.

(Dalam hal kenyataan mutlak, Paramattha Dhamma,
Satta-loka berarti kelompok-kelompok makhluk seperti manusia, dewa, dan brahmà yang merupakan gabungan dari 12  àyatana dasar,
yaitu: 6 internal—mata, telinga, hidung, lidah, tubuh dan pikiran—dan 6 eksternal—bentuk-bentuk, suara, bau, rasa, sentuhan, ide-ide pikiran.
Tanpa kehadiran 12 àyatana ini,
tidak akan ada yang disebut makhluk seperti manusia, dewa, dan brahmà.

Secara Paramattha Dhamma,
sankhàra-loka berarti benda-benda seperti ladang, tanah, emas, perak, padi, dan lain-lain. Yang hanya terdiri dari 6 àyatana eksternal. Tanpa 6 ini tidak ada yang disebut sankhàra-loka dari benda-benda mati.
Oleh karena itu, Buddha menjawab, …
“ketika 6 internal dan 6 eksternal àyatana terlahir kembali,
dua alam—alam makhluk-makhluk berperasaan dan alam benda-benda berkondisi yang mati—terlahir kembali’).

Dewa Hemavata, sehubungan dengan 6 àyatana internal dan 6 àyatana eksternal ini,
semua makhluk—manusia, dewa, dan brahmà--berhubungan erat dengan kemelekatan dan pandangan salah dengan adanya gagasan “aku” dan “milikku.”

(Semua makhluk—manusia, dewa, dan brahmà—yang berteman dekat dengan kemelekatan dan pandangan salah menganggap “aku,” “orang lain,” “laki-laki,” “perempuan,” “ladang,” “tanah,” dll sebagai “aku”dan “milikku” yang merupakan gabungan dari 6 àyatana internal dan 6 àyatana eksternal dalam pengertian Paramattha Dhamma.
Hal ini benar adanya.
Menganggap mata adalah “aku” dan “milikku,” karena berteman dengan kemelekatan dan pandangan salah;
menganggap telinga adalah “aku” dan “milikku,” karena berteman dengan kemelekatan dan pandangan salah;
demikian pula halnya dengan hidung, lidah, tubuh, pikiran, dan juga sehubungan dengan bentuk-bentuk, suara, bau, rasa, sentuhan seperti keras dan lembut, panas dan dingin, dll, dan gagasan-gagasan dalam pikiran….)

Dewa Hemavata, ketika 6 àyatana internal dan 6 àyatana eksternal muncul dengan jelas (atau, sehubungan dengan 12 àyatana ini)
semua makhluk—manusia, dewa, dan brahmà—menjadi menderita.

(Menurut âdittapariyàya Sutta, khotbah api,
12 landasan terbakar oleh 11 macam api ràga, dosa, moha, dll.

Dari sudut pandang Paramattha Dhamma,
Satta-loka―makhluk-makhluk hidup, manusia, dewa, dan brahmà—hanya merupakan 12 àyatana, 6 internal dan 6 eksternal.
àyatana ini terus-menerus terbakar oleh 11 api.
Karena adanya àyatana, maka ada kebakaran;
karena ada kebakaran, maka ada penderitaan.

Jika tidak ada àyatana, maka tidak ada kebakaran;
jika tidak ada kebakaran, maka tidak ada penderitaan….)

~RAPB 1, pp. 726-728~
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: DNA on 04 March 2009, 05:35:33 PM
Anak-Ku Nàlaka, seorang petapa yang ingin melatih Moneyya Patipadà harus memiliki perut yang kurus  ^-^ (dengan memakan 4 atau 5 suap lebih sedikit dari dàna makanan yang seharusnya ia terima; (dhammiyaladdha). (Tidaklah cukup hanya dengan memakan 4 atau 5 suap lebih sedikit); tetapi engkau harus makan setelah merenungkan manfaat dan kerugian dari makanan yang dimakan (paccavekkhanà).

(Masih belum cukup lagi)
engkau harus memiliki 4 jenis kepuasan yang merupakan keinginan yang sedikit atau tidak sama sekali, yaitu:
(1) memiliki sedikit atau tidak ada keserakahan terhadap empat kebutuhan (paccaya appiccha); (2) memiliki sedikit atau tidak ada keinginan agar orang lain mengetahui bahwa engkau sedang mempraktikkan latihan mulia (dhutanga appiccha);
(2) memiliki sedikit atau tidak ada keinginan agar orang lain mengetahui bahwa engkau sedang mempraktikkan latihan mulia (dhutanga appiccha);
(3) memiliki sedikit atau tidak ada keinginan agar orang lain mengetahui bahwa engkau memiliki pengetahuan luas dan memelajari kitab-kitab suci (pariyatti appiccha);
(4) memiliki sedikit atau tidak ada keinginan agar orang lain mengetahui bahwa engkau telah menembus Dhamma luar biasa Magga-Phala (adhigama appiccha).

(Masih belum cukup) dengan Arahatta-Magga engkau harus berusaha untuk melenyapkan nafsu-nafsu (tanhà).

Ketika engkau telah terbebas dari keserakahan dan kemelekatan (loluppa tanhà) engkau akan menjadi seorang yang bebas dari nafsu dan kemelekatan yang berlebihan (icchà lobhatanhà) terhadap 4 kebutuhan tidak seperti seorang yang terus-menerus ditimpa kelaparan dan engkau tidak akan kelaparan (kilesa).

Tanpa adanya penderitaan ini, engkau akan tampil sebagai seorang yang mana semua panas kilesa telah dipadamkan.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: DNA on 04 March 2009, 05:39:57 PM
Anak-Ku Nàlaka, orang-orang awam masih terikat kepada 4 kebutuhan—jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan yang merupakan objek kenikmatan indria bagi petapa.

Engkau, Anak-Ku, harus menyingkirkan keinginan (icchà) terhadap 4 kebutuhan—jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan, objek kenikmatan indria bagi petapa sebelum diperoleh; jika telah diperoleh engkau harus menyingkirkan keserakahan (lobha) yang menghalangi keinginan untuk mendanakan kembali objek-objek ini.

Sebagai seorang yang memiliki mata kebijaksanaan, engkau harus berusaha melatih Moneyya Patipadà yang telah diajarkan, yang sedang diajarkan, dan yang akan diajarkan. Jika engkau tekun berlatih, engkau akan dapat mengatasi kemelekatan terhadap 4 kebutuhan, yang dapat mengarah pada penghidupan yang tidak benar (micchajiva).
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: DNA on 05 March 2009, 05:08:27 PM
Anak-Ku Nàlaka, ketika praktik Moneyya Patipadà (pergi ke tempat kediamannya di dalam hutan setelah mengumpulkan dàna makanan) berakhir, pada hari-hari berikutnya juga, sang petapa harus pergi ke desa-desa untuk mengumpulkan dàna makanan.

Setelah malam berlalu dan pagi menjelang, sebelum pergi mengumpulkan dàna makanan, ia harus melakukan tugas-tugas yang harus dilakukan di tempat kediamannya atau sehubungan dengan lingkungan vihàra (cetiyangawa vatta), dan lain-lain, dan mengamati badan jasmani (kaya) dan batin (citta), kesunyian (viveka), harus melatih meditasi dalam perjalanan pergi dan pulang dari mengumpulkan dàna makanan dari desa.)
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: DNA on 05 March 2009, 05:17:42 PM
Anak-Ku Nàlaka, ketika seorang petapa yang mempraktikkan Moneyya Patipadà memasuki desa dan mengumpulkan dàna makanan, ia harus berpikir bahwa “Baik sekali” jika ia menerima dàna makanan bahkan dalam jumlah yang sangat sedikit sekalipun, dan bahwa “Tidak terlalu buruk” jika ia tidak memperoleh dàna makanan sama sekali; ia tidak boleh terpengaruh dengan menerima atau tidak menerima dàna makanan. Dengan memiliki Tàdi Guna (Kualitas yang bagaikan tanah, yaitu, kesabaran; kualitas bagaikan gunung, yaitu, keteguhan dan keuletan) ia harus meninggalkan rumah si pemberi dàna. (Dengan Ketenangseimbangan, tanpa merasa benci atau cinta karena menerima atau tidak menerima dàna makanan, bagaikan seseorang yang mencari buah-buahan mendekati pohon dan kemudian meninggalkan pohon tersebut tanpa merasa suka atau tidak suka karena memperoleh atau tidak memperoleh buah-buahan.)
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: DNA on 05 March 2009, 05:28:40 PM
Anak-Ku Nàlaka, petapa moneyya yang berkeliling mengumpulkan dàna makanan dan merangkul mangkuknya harus bersikap sedemikian sehingga orang-orang akan berpikir bahwa ia adalah orang bodoh meskipun ia tidak bodoh (maksudnya adalah ia tidak boleh mengucapkan kata-kata yang tidak berguna). Ketika ia menerima sedikit, ia tidak boleh memandang rendah; dan si pemberi dàna tidak boleh disalahkan hanya karena memberikan dalam jumlah yang sedikit.
Title: Buddha Membabarkan Adittapariyàya Sutta
Post by: Yumi on 10 March 2009, 05:21:10 PM
Setelah berdiam di Uruvela selama waktu yang Ia perlukan untuk membebaskan para petapa bersaudara dan seribu pengikutnya, Buddha melakukan perjalanan menuju Gayàsisa, di mana terdapat batu datar (terlihat seperti kening gajah) di dekat Desa Gayà, disertai oleh seribu bhikkhu yang dulunya adalah para petapa. Buddha duduk di atas batu datar tersebut bersama-sama dengan seribu bhikkhu.

Setelah duduk, Buddha mempertimbangkan, “Khotbah apa yang sesuai untuk 1.000 bhikkhu ini?” Kemudian Ia memutuskan, “Orang-orang ini telah memuja api setiap hari, siang dan malam; jika Aku menyampaikan Adittapariyàya Sutta yang menjelaskan tentang 12 landasan indria (àyatanà) yang terus-menerus terbakar, oleh 11 api, mereka dapat mencapai Arahatta-Phala.”

Setelah memutuskan demikian, Buddha menyampaikan Adittapariyàya Sutta yang menjelaskan secara terperinci bagaimana 6 pintu indria, 6 objek indria, 6 bentuk kesadaran, 6 bentuk kontak, 18 jenis perasaan yang muncul melalui kontak (phassa paccaya vedanà) terbakar oleh api nafsu (ràga), api kebencian (dosa), api kebodohan (moha), api kelahiran, usia tua, dan kematian, kesedihan, penyesalan, kesakitan, dukacita, dan keputus-asaan.

Sewaktu Buddha menyampaikan khotbah ini, 1.000 bhikkhu tersebut mencapai pengetahuan 4 Jalan berturut-turut dan menjadi Arahanta dengan àsava yang padam. Dengan demikian, batin 1.000 bhikkhu tersebut terbebas total dari àsava yang telah padam dan tidak dapat muncul kembali karena mereka (para bhikkhu) telah secara total melenyapkan keterikatan karena kemelekatan (tanhà) dan pandangan salah (ditthi) terhadap segala sesuatu sebagai ‘Ini adalah aku, ini adalah milikku.’ Mereka terbebas total dari àsava yang mencapai akhir dengan tidak lahir kembali.

~RAPB I, p. 811~
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: mitta on 11 March 2009, 09:14:46 PM


Setelah memutuskan demikian, Buddha menyampaikan Adittapariyàya Sutta yang menjelaskan secara terperinci bagaimana 6 pintu indria, 6 objek indria, 6 bentuk kesadaran, 6 bentuk kontak, 18 jenis perasaan yang muncul melalui kontak (phassa paccaya vedanà) terbakar oleh api nafsu (ràga), api kebencian (dosa), api kebodohan (moha), api kelahiran, usia tua, dan kematian, kesedihan, penyesalan, kesakitan, dukacita, dan keputus-asaan.

color]

~RAPB I, p. 811~

rinciin donk 6 pintu indria, 6 objek indria, 6 bentuk kesadaran, 6 bentuk kontak, 18 jenis perasaan .....

thx
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Nevada on 11 March 2009, 10:09:47 PM
[at] mitta

Saya akan coba menjawabnya, yah... :)

- 6 pintu indera adalah salayatana, yaitu : mata, telinga, hidung, lidah, kulit dan pikiran.
- 6 objek indera adalah wujud, suara, bebauan, rasa, bentuk dan konsepsi.
- 6 objek kesadaran adalah kesadaran penglihatan (melalui mata), kesadaran pendengaran (melalui telinga), kesadaran penciuman (melalui hidung), kesadaran pengecapan (melalui lidah), kesadaran sentuhan (melalui kulit) dan kesadaran pemikiran / gagasan (melalui pikiran).

Setiap pintu-pintu indera itu muncul karena api lobha (keserakahan), dosa (kebencian) dan moha (kegelapan batin). Selama seseorang masih belum mengendalikan pintu-pintu inderanya dengan perhatiaan penuh, maka orang itu akan terus bergumul dalam 18 sensasi kesadaran. 18 sensasi kesadaran itu terdiri dari 3 jenis perasaan inderawi, yaitu : perasaan tertarik (lobha), perasaan menolak (dosa) dan perasaan buta (moha). 3 jenis perasaan ini akan terus timbul-tenggelam di tiap-tiap 6 kesadaran indera, sehingga total ada 18 jenis sensasi kesadaran.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 12 March 2009, 08:31:23 AM


Setelah memutuskan demikian, Buddha menyampaikan Adittapariyàya Sutta yang menjelaskan secara terperinci bagaimana 6 pintu indria, 6 objek indria, 6 bentuk kesadaran, 6 bentuk kontak, 18 jenis perasaan yang muncul melalui kontak (phassa paccaya vedanà) terbakar oleh api nafsu (ràga), api kebencian (dosa), api kebodohan (moha), api kelahiran, usia tua, dan kematian, kesedihan, penyesalan, kesakitan, dukacita, dan keputus-asaan.

color]

~RAPB I, p. 811~

rinciin donk 6 pintu indria, 6 objek indria, 6 bentuk kesadaran, 6 bentuk kontak, 18 jenis perasaan .....

thx

6 kesadaran indria dan pintu indria dan objeknya adalah:
1. kesadaran penglihatan, indera mata dengan bentuk
2. kesadaran pendengaran, indera telinga dengan suara
3. kesadaran penciuman, indera hidung dengan bau
4. kesadaran citarasa, indera lidah dengan rasa
5. kesadaran sentuhan, tubuh dengan sentuhan
6. kesadaran pikiran, pikiran dengan ide/gagasan

Dari semua kontak antara kesadaran indriah dengan objek, melalui pintu indriah, menghasilkan 3 jenis perasaan yaitu: menyenangkan, tidak menyenangkan, dan bukan keduanya (netral). Jadi ada 6 x 3 perasaan = 18 perasaan.

Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: DNA on 12 March 2009, 12:43:14 PM
((Di sini, Buddha mengajarkan untuk menyepi dan tinggal sendirian (kàyaviveka) dan melepaskan keterikatan pikiran dengan merenungkan objek-objek meditasi (cittaviveka). Demikianlah, Aku, Buddha, mengajarkan bahwa tinggal sendirian dengan menjaga kàyaviveka dan cittaviveka adalah Moneyya Patipadà. Anak-Ku Nàlaka, jika engkau gembira dengan hidup menyendiri tanpa teman dan menjaga kàyaviveka dan cittaviveka, engkau akan terkenal di sepuluh penjuru.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: DNA on 12 March 2009, 12:48:51 PM
Anak-Ku Nàlaka, engkau harus mengetahui pokok-pokok nasihat ini (yaitu, jangan terpengaruh oleh pujian-pujian dari para bijaksana tetapi engkau harus lebih mengembangkan hiri dan saddhà dalam usaha yang lebih besar”), seperti yang telah Kuajarkan, harus dimengerti perumpamaan-perumpamaan sungai besar dan jurang sempit atau sungai kecil.

Air di jurang yang sempit dan sungai kecil mengalir dengan suara yang bergemuruh.
Air di sungai besar seperti Sungai Gangà, mengalir dengan tenang tidak bersuara.

(Maksudnya adalah seseorang yang bukan putra sejati Buddha, bagaikan jurang sempit dan sungai kecil, kacau dan heboh, “Aku adalah seorang yang mempraktikkan Moneyya Patipadà.” Dan seorang yang adalah putra sejati Buddha, melatih dua Dhamma hiri dan saddhà, bagaikan sungai besar yang tetap tenang, dan rendah hati.
Title: Kebajikan YM. Yasa di Masa Silam
Post by: Yumi on 12 March 2009, 05:46:12 PM
Pada suatu ketika, 55 sahabat membentuk suatu perkumpulan yang bertujuan untuk melakukan kebajikan. Mereka melakukan tugas-tugas mengkremasi jenazah tanpa dipungut biaya kepada orang-orang yang tidak mampu. Suatu hari, mereka menemukan jenazah perempuan hamil yang miskin, mereka membawanya ke pemakaman untuk dikremasi.

Di antara 55 sukarelawan ini, 50 orang di antaranya kembali ke desa setelah menyuruh 5 orang untuk melakukan tugas tersebut dengan mengatakan, “Kalian saja yang melakukan kremasi.”

Selanjutnya, sebagai seorang pemuda (kelak menjadi Yasa, putra pedagang kaya) yang bertindak sebagai pemimpin dari 5 orang tersebut melakukan pengkremasian dengan menusuk-nusuk dan membalik mayat tersebut dengan sebatang bambu, ia mendapatkan persepsi tentang sifat yang menjijikkan dan kotor dari tubuh (asubhasannà). Pemuda itu, yang kelak menjadi Yasa, menyarankan kepada 4 orang rekannya, “Teman-teman, lihatlah mayat yang kotor dan menjijikkan ini.” Empat orang temannya juga memperoleh asubhasannà dari mayat (utuja) tersebut sesuai saran Yasa.

Ketika kelima orang ini kembali ke desa setelah menyelesaikan tugasnya mengkremasi mayat dan menceritakan pengalaman mereka akan asubha kepada 50 orang teman-teman lainnya yang telah kembali ke desa lebih dulu, ke 50 orang ini juga memperoleh asubhasannà.

Selain menceritakan hal ini kepada teman-temannya, pemuda yang menjadi pemimpin, kelak menjadi Yasa, menceritakan juga pengalaman asubha ini kepada orangtua dan istrinya sesampainya di rumah; dan orangtuanya yang dermawan serta istrinya juga memperoleh asubhasannà.

58 orang ini yang dipimpin oleh pemuda yang kelak menjadi Yasa kemudian mengembangkan latihan meditasi dengan objek kotoran dan kejijikan dari tubuh (asubhabhàvanà) berdasarkan asubhasannà yang telah mereka miliki. Demikianlah, kenyataan dari kebajikan 58 orang ini pada masa lampau.

Dengan jasa dari kebajikan masa lampau, dalam kahidupan sekarang, sebagai putra seorang pedagang kaya dari Vàrànasi, Yang Mulia Yasa memperoleh asubhasannà, kesan-kesan seperti di pemakaman ketika melihat keadaan para penari. Pencapaian Magga-Phala oleh 58 orang ini disebabkan oleh karena mereka memiliki jasa-jasa yang mendukung (upanissaya) yang berasal dari asubhabhàvanà yang mereka latih dan kembangkan pada masa lampau.

~RAPB 1, pp. 776-777~
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Yumi on 13 March 2009, 12:00:51 AM


Setelah memutuskan demikian, Buddha menyampaikan Adittapariyàya Sutta yang menjelaskan secara terperinci bagaimana 6 pintu indria, 6 objek indria, 6 bentuk kesadaran, 6 bentuk kontak, 18 jenis perasaan yang muncul melalui kontak (phassa paccaya vedanà) terbakar oleh api nafsu (ràga), api kebencian (dosa), api kebodohan (moha), api kelahiran, usia tua, dan kematian, kesedihan, penyesalan, kesakitan, dukacita, dan keputus-asaan.

color]

~RAPB I, p. 811~

rinciin donk 6 pintu indria, 6 objek indria, 6 bentuk kesadaran, 6 bentuk kontak, 18 jenis perasaan .....

thx

Ini kutipan Adittapariyaya Sutta. Semoga cukup rinci ya..  ;D


SUTTA TENTANG URAIAN SESUATU YANG TERBAKAR

1. Demikian telah saya dengar. Suatu ketika, Sang Bhagava bersemayam di Gayasisa, di dekat sungai Gaya, bersama 1.000 bhikkhu. Saat itulah, Sang Bhagava memanggil para bhikkhu:

2. “O, para Bhikkhu, segala sesuatu adalah terbakar. Bagaimanakah, O, para Bhikkhu, segala sesuatu terbakar itu?

Penglihat1 (cakkhu), o, para Bhikkhu, adalah terbakar,
bentuk-bentuk (rupa) terbakar,
kesadaran indra penglihat2 (cakkhuvinnana) terbakar,
kontak lewat penglihat (cakkhu-samphassa) terbakar,
perasaan yang muncul karena kontak lewat penglihat (cakkhu-samphassa-paccaya uppajjati vedayita)—baik yang menyenangkan, tak menyenangkan, atau bukan tak menyenangkan pun bukan menyenangkan—ini pun adalah terbakar.

Terbakar oleh apa?
Terbakar oleh api nafsu ragawi (ragaggi), api kebencian (dosaggi), api kebodohan (mohaggi);
terbakar oleh kelahiran (jati), ketuaan (jara), kematian (marana), kesedihan (jati), ratap tangis (parideva), derita jasmani (dukkha), derita batin (domanassa), dan keputus-asaan (upayasa).

3. Pendengar (sota), o, para Bhikkhu, adalah terbakar,
suara-suara (sadda) terbakar,
kesadaran indra pendengar (sotavinnana) terbakar,
kontak lewat pendengar (sotasamphassa) terbakar,
perasaan yang muncul karena kontak lewat pendengar (sotasamphassa-paccaya uppajjati vedayita)—baik yang menyenangkan, tak menyenangkan, atau bukan tak menyenangkan pun bukan menyenangkan—ini pun adalah terbakar.

Terbakar oleh apa?
Terbakar oleh api nafsu ragawi, api kebencian, api kebodohan;
terbakar oleh kelahiran, ketuaan, kematian, kesedihan, ratap tangis, derita jasmani, derita batin, dan keputus-asaan.

4. Pencium (ghana), o, para Bhikkhu, adalah terbakar,
bau-bauan (gandha) terbakar,
kesadaran indra pencium (ghanavinnana) terbakar,
kontak lewat pencium (ghanasamphassa) terbakar,
perasaan yang muncul karena kontak lewat pencium (ghanasamphassa-paccaya uppajjati vedayita)—baik yang menyenangkan, tak menyenangkan, atau bukan tak menyenangkan pun bukan menyenangkan—ini pun adalah terbakar.

Terbakar oleh apa?
Terbakar oleh api nafsu ragawi, api kebencian, api kebodohan;
terbakar oleh kelahiran, ketuaan, kematian, kesedihan, ratap tangis, derita jasmani, derita batin, dan keputus-asaan.

5. Pengecap (jivha), o, para Bhikkhu, adalah terbakar,
rasa-rasa (rasa) terbakar,
kesadaran indra pengecap (jivhavinnana) terbakar,
kontak lewat pengecap (jivhasamphassa) terbakar,
perasaan yang muncul karena kontak lewat pengecap (jivhasamphassa-paccaya uppajjati vedayita)—baik yang menyenangkan, tak menyenangkan, atau bukan tak menyenangkan pun bukan menyenangkan—ini pun adalah terbakar.

Terbakar oleh apa?
Terbakar oleh api nafsu ragawi, api kebencian, api kebodohan;
terbakar oleh kelahiran, ketuaan, kematian, kesedihan, ratap tangis, derita jasmani, derita batin, dan keputus-asaan.

6. Penyentuh (kaya), o, para Bhikkhu, adalah terbakar,
objek-objek sentuhan (potthabba) terbakar,
kesadaran indra penyentuh (kayavinnana) terbakar,
kontak lewat penyentuh (kayasamphassa) terbakar,
perasaan yang muncul karena kontak lewat penyentuh (kayasamphassa-paccaya uppajjati vedayita)—baik yang menyenangkan, tak menyenangkan, atau bukan tak menyenangkan pun bukan menyenangkan—ini pun adalah terbakar.

Terbakar oleh apa?
Terbakar oleh api nafsu ragawi, api kebencian, api kebodohan;
terbakar oleh kelahiran, ketuaan, kematian, kesedihan, ratap tangis, derita jasmani, derita batin, dan keputus-asaan.

7. Pemikir (mana), o, para Bhikkhu, adalah terbakar,
objek-objek pemikir (dhamma) terbakar,
kesadaran indra pemikir (manovinnana) terbakar,
kontak lewat pemikir (manosamphassa) terbakar,
perasaan yang muncul karena kontak lewat pemikir (manosamphassa-paccaya uppajjati vedayita)—baik yang menyenangkan, tak menyenangkan, atau bukan tak menyenangkan pun bukan menyenangkan—ini pun adalah terbakar.

Terbakar oleh apa?
Terbakar oleh api nafsu ragawi, api kebencian, api kebodohan;
terbakar oleh kelahiran, ketuaan, kematian, kesedihan, ratap tangis, derita jasmani, derita batin, dan keputus-asaan.

8. O, para Bhikkhu, setelah mendengarkan sabda ini dan telah memahaminya,
siswa Ariya enggan terhadap penglihat,
enggan terhadap bentuk-bentuk,
enggan terhadap kesadaran indra penglihat,
enggan terhadap kontak lewat penglihat,
enggan terhadap perasaan yang muncul karena kontak lewat penglihat—
baik yang menyenangkan, tak menyenangkan, atau bukan tak menyenangkan pun bukan menyenangkan.

9. Ia enggan terhadap pendengar,
enggan terhadap suara-suara,
enggan terhadap kesadaran indra pendengar,
enggan terhadap kontak lewat pendengar,
enggan terhadap perasaan yang muncul karena kontak lewat pendengar—
baik yang menyenangkan, tak menyenangkan, atau bukan tak menyenangkan pun bukan menyenangkan.

10. Ia enggan terhadap pencium,
enggan terhadap bau-bauan,
enggan terhadap kesadaran indra pencium,
enggan terhadap kontak lewat pencium,
enggan terhadap perasaan yang muncul karena kontak lewat pencium—
baik yang menyenangkan, tak menyenangkan, atau bukan tak menyenangkan pun bukan menyenangkan.

11. Ia enggan terhadap pengecap,
enggan terhadap rasa-rasa,
enggan terhadap kesadaran indra pengecap,
enggan terhadap kontak lewat pengecap,
enggan terhadap perasaan yang muncul karena kontak lewat pengecap—
baik yang menyenangkan, tak menyenangkan, atau bukan tak menyenangkan pun bukan menyenangkan.

12. Ia enggan terhadap penyentuh,
enggan terhadap objek-objek sentuhan,
enggan terhadap kesadaran indra penyentuh,
enggan terhadap kontak lewat penyentuh,
enggan terhadap perasaan yang muncul karena kontak lewat penyentuh—
baik yang menyenangkan, tak menyenangkan, atau bukan tak menyenangkan pun bukan menyenangkan.

13. Ia enggan terhadap pemikir,
enggan terhadap objek-objek pemikir,
enggan terhadap kesadaran indra pemikir,
enggan terhadap kontak lewat pemikir,
enggan terhadap perasaan yang muncul karena kontak lewat pemikir—
baik yang menyenangkan, tak menyenangkan, atau bukan tak menyenangkan pun bukan menyenangkan.

14. Ketika timbul keengganan (nibbindam), ia menghindarinya.
Karena menghindarinya, pikiran pun terbebas (vimutti).
Saat pikiran terbebas, muncul pengetahuan (nana), ‘Pikiran telah terbebas.”
Ia memahami dengan jelas bahwa, “Telah tidak ada lagi tumimbal lahir, telah terlaksana kehidupan suci, telah dikerjakan kewajiban yang harus dikerjakan, tiada kewajiban lain lagi untuk pencapaian Sang Jalan.”

Demikian Sang Bhagava membabarkan sutta ini. Keseribu orang bhikkhu merasa puas dan bersukacita. Sewaktu pembabaran ini disampaikan oleh Sang Bhagava, batik keseribu bhikkhu tanpa kemelekatan, terbebas dari semua pengeruh batin.


Ket.
1.   Kata ‘cakkhu’, ‘sota’, ‘jivha’, ‘kaya’, dan ‘mana’ yang dimaksud adalah indrianya, bukan tertuju pada organ (daging)-nya, sehingga diartikan ‘penglihat’, ‘pendengar’, ‘pencium’, ‘pengecap’, ‘penyentuh’, dan ‘pemikir’, berturut-turut.
2.   Maksud ‘kesadaran indra penglihat’ adalah ‘kesadaran indra (vinnana) yang muncul karena indra penglihat (cakkhu)’. Demikian pula dengan ‘kesadaran indra pendengar’, dst.

~Paritta Suci-STI, pp. 168-172~
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Yumi on 15 March 2009, 08:20:27 PM
Xori.. ada 1 catatan kaki yg ketinggalan..  :)


8. O, para Bhikkhu, setelah mendengarkan sabda ini dan telah memahaminya,
siswa Ariya enggan1 terhadap penglihat,
enggan terhadap bentuk-bentuk,
enggan terhadap kesadaran indra penglihat,
enggan terhadap kontak lewat penglihat,
enggan terhadap perasaan yang muncul karena kontak lewat penglihat—
baik yang menyenangkan, tak menyenangkan, atau bukan tak menyenangkan pun bukan menyenangkan.

Ket.
1.   Istilah 'enggan' ini adalah terjemahan dari kata 'nibbindati/nibbida'. Arti kata 'nibbida' adalah kebosanan atau kejenuhan yang didasari oleh pengetahuan luhur atau kebijaksanaan, bukan berdasar pada perasaan benci.
Title: Ovàda Pàtimokkha
Post by: Yumi on 17 March 2009, 10:27:01 AM
Ketika semua bhikkhu telah berkumpul, Buddha Vipassi kemudian membacakan Ovàda Pàtimokkha sbb:

(1) Khanti paramam tapo titikkhà
Nibbànam paramam vadanti Buddha 
Na hi pabbajito parupaghàti
Na Samano hoti param vihethayanto

Kesabaran (Khanti: Adhivàsana Khanti) adalah latihan moral yang terbaik.
Para Buddha menyatakan “Nibbàna yang bebas dari kemelekatan adalah yang tertinggi.”
Ia yang melukai, membunuh makhluk lain bukanlah seorang petapa.
Seseorang yang membahayakan makhluk lain bukanlah bhikkhu yang mulia yang telah memadamkan semua kotoran.

(2) Sabbapàpassa akaranam
kusalassa upasampadà
sacitta pariyodapanam
etaÿ Buddhàna Sàsanam.

Tidak melakukan kejahatan (menghindari perbuatan jahat),
melakukan kebajikan tanpa cacat yang berhubungan dengan 4 alam,
menyucikan pikiran dengan melenyapkan 5 rintangan yang mengotorinya,
inilah instruksi, nasihat yang diberikan oleh semua Buddha.

(Seseorang harus menjauhkan diri dari perbuatan jahat dengan mematuhi aturan moral;
melakukan perbuatan baik yang berhubungan dengan 4 alam melalui latihan konsentrasi dan meditasi Pandangan Cerah baik di tingkat duniawi maupun non-duniawi melalui pencapaian Arahatta-Phala.
Inilah nasihat, instruksi yang diberikan oleh semua Buddha.)


(3) Anupavàdo anupaghàto
pàtimokkhe ca samvaro
mattannutà ca bhattasmim
pantanca sayanàsanam
adhicitte ca àyogo
etam Buddhàna Sàsanam

Tidak memfitnah orang lain atau menyebabkan orang lain memfitnah (berarti menjauhkan diri dari berbicara salah);
tidak mencelakakan orang lain atau menyebabkan orang lain membunuh atau mencelakakan orang lain (menjauhkan diri dari perbuatan salah),
mematuhi aturan moral penting
dan menjaga agar jauh dari noda
(berarti mematuhi Pàtimokkhasamvara Sila dan Indriyasamvara Sila).
Mengetahui porsi yang tepat dalam hal makanan (sehubungan dengan Ajivapàrisuddhi Sila dan Paccayasannissita Sila),
berdiam di tempat sunyi (sappàya senàsana),
terus-menerus mengembangkan 8 pencapaian (samàpatti) yang merupakan dasar bagi Nàna Pandangan Cerah (Vipassanà Nàna),

rangkaian 6 aturan (Dhamma) ini merupakan peringatan, instruksi, dan nasihat dari semua Buddha.

(Bait ini merupakan ringkasan dari 3 Latihan yaitu, adhi sila, adhi citta, dan adhi pannà).

Dengan cara ini pula Buddha Sikhi dan semua Buddha-Buddha lainnya mengajarkan dan membacakan Ovàda Pàtimokkha; tidak ada perbedaan seperti ajaran khusus atau bait-bait yang Mereka bacakan. Seperti dijelaskan sebelumnya, Komentar Dhammapada menyebutkan perbedaan hanya terdapat pada faktor waktu saja.

~RAPB 1, pp. 854-856~
Title: Pencapaian YM. Anuruddha
Post by: Yumi on 30 March 2009, 05:50:09 PM
YM. Anuruddhà mencapai 8 pencapaian lokiya (Jhàna Samàpatti) selama vassa pertama sejak ia ditahbiskan. Dengan dasar pencapaian ini, lebih jauh lagi ia mengembangkan dibbacakkhu Abhinnà, kekuatan gaib yang memungkinkannya untuk melihat ke 1.000 alam semesta.

Suatu hari, ia mendatangi YM. Sàriputta dan memberitahunya ...

“(a) Sahabat Sàriputta, dalam Buddha Sàsana ini, aku telah dapat melihat seribu alam semesta dengan dibbacakkhu Abhinnà;
(b) Usahaku giat dan teguh, tidak menurun. Perhatianku jernih dan terpusat, bebas dari kemalasan; tubuhku juga tenang dan terkendali, bebas dari kegelisahan; pikiranku tenang, terpusat pada satu objek.
(c) Di samping semua itu, batinku, melalui tiadanya kemelekatan dan pandangan salah (tanhà dan ditthi) masih belum bebas dari cengkeraman àsava (artinya, ia masih belum mencapai kesucian Arahatta).”


YM. Sàriputta berkata, “Sahabat Anuruddhà,

(1) Ketika engkau dikuasai oleh pikiran seperti yang engkau sebutkan dalam pernyataan pertama, itu adalah kesombongan (màna) yang muncul dalam batinmu.
(2) Sehubungan dengan pernyataan kedua, itu adalah kebingungan (uddhacca) yang muncul dalam batinmu.
(3) Sehubungan dengan pernyataan ketiga, itu artinya engkau diserang oleh kekhawatiran akan perbuatan dan kesalahan masa lampau (kukucca).
Aku harap engkau, sahabat Anuruddhà, untuk melepaskan diri dari 3 kondisi: kesombongan, kebingungan, dan kekhawatiran yang menguasai batinmu hanya dengan memikirkan Nibbàna, Keabadian (Amata dhàtu).”

~RAPB 1, pp. 955-956~
Title: Prinsip Dasar Dalam Pembacaan Paritta
Post by: Yumi on 15 May 2009, 09:24:53 AM
Paritta berarti kata-kata Buddha atau dikenal juga dengan sebutan sutta, yang berfungsi sebagai pelindung, menghalau segala marabahaya dari segala penjuru; menenangkan dan mengakhiri segala bahaya dan melenyapkannya; mencegah terjadinya bahaya yang akan muncul.

Mangala Sutta, Ratana Sutta, dll, adalah khotbah yang diajarkan oleh Buddha, dan cukup kuat untuk melindungi si pembaca dan si pendengar dari bahaya yang akan terjadi, juga dapat menolak dan membuyarkan bahaya yang sedang terjadi. Sutta-sutta ini memiliki sifat membawa kesejahteraan dan kemakmuran; oleh karena itu suta-sutta ini diberi nama khusus, yaitu Paritta.

Untuk dapat memberikan manfaat, si pembaca harus memiliki 4 kecakapan dan si pendengar juga harus memiliki 4 kecakapan sbb:

(a) Empat kecakapan si pembaca

1. Si pembaca harus memiliki kemampuan membaca kalimat-kalimat dan kata-kata dalam bahasa Pàli dengan ucapan, artikulasi, dan aksen yang tepat.
2. Ia harus memahami benar kalimat-kalimat Pàli yang ia bacakan.
3. Si pembaca harus membacakan Paritta tanpa mengharapkan imbalan atau hadiah.
4. Paritta harus dibacakan dengan hati yang penuh cinta kasih dan welas asih.

Paritta hendaknya dibacakan hanya dalam kondisi ini agar efektif dalam menghindari dan menghalau bahaya yang akan terjadi bagi si pendengar. Jika kondisi ini tidak terpenuhi oleh si pembaca, tidak ada manfaat yang akan diperoleh dari pembacaan Paritta.

Kondisi dalam membacakan dan mendengarkan Paritta dijelaskan dalam Komentar Digha Nikàya. Si pembaca harus memelajari dan meneliti kata-kata dan kalimat-kalimat secara sistematis, serta harus memerhatikan dan memahami istilah-istilah Pàli. Jika tidak benar-benar memelajari ucapan dan makna dari kata-kata Pàli, kecil kemungkinan untuk memperoleh manfaat yang diinginkan. Hanya pembacaan oleh mereka yang telah memelajari dengan sungguh-sungguh cara membaca Paritta ini yang akan menghasilkan manfaat yang besar. Pembacaan Paritta oleh mereka yang mengharapkan imbalan atau hadiah tidak akan menghasilkan manfaat apa pun. Pembacaan Paritta oleh mereka yang memiliki hati yang penuh cinta kasih dan welas asih dan dengan kecenderungan yang mengarah kepada Pembebasan dari lingkaran penderitaan akan sangat bermanfaat.

(Catatan: Oleh karena itu, siapa pun yang membacakan Paritta, terlebih dahulu harus memelajari bahasa Pàli beserta komentar-komentarnya di bawah bimbingan seorang guru yang baik, juga diharapkan lebih memerhatikan cara pengucapan, aksen, dan penggalan. Setiap penghilangan kata, atau kalimat dari kitab Pàli akan menyebabkan pembacaan itu menjadi tidak berguna. Pembacaan yang benar dengan pemahaman penuh atas maknanya merupakan kekuatan dari Paritta yang akan membawa manfaat yang diharapkan).

Kesalahan dalam cara membacakan, kesalahan dalam pengucapan, dan kesalahan memahami makna sebenarnya, apalagi ditambah dengan keinginan untuk memperoleh imbalan, akan mengurangi kekuatan Paritta dan tidak akan memperoleh manfaat yang diinginkan.
Oleh karena itu, harus ditekankan, mengenai pentingnya membaca Paritta sesuai kondisi yang telah digariskan, dengan hati penuh cinta kasih dan welas asih serta bertekad untuk terbebas dari samsara dan tidak mengharapkan imbalan).

Kegagalan dan Keberhasilan Seseorang yang Membacakan Paritta
Kegagalan seseorang dalam membacakan Paritta muncul karena 2 penyebab, yaitu, payoga vippatti dan ajjhàsaya vippatti.

(1) Payoga vippatti artinya ketidakmampuan dalam mengucapkan 
kata-kata dan kalimat secara tepat dan ketidakmampuan dalam memahami maknanya, karena kurangnya usaha dalam belajar.
(2) Ajjhàsaya vippatti artinya pembacaan Paritta dengan keinginan untuk mendapat imbalan berupa benda atau kemasyhuran.

Keberhasilan seseorang dalam membacakan Paritta muncul karena 2 penyebab, yaitu, payoga sampatti dan ajjhàsaya sampatti.

(1) Payoga sampatti artinya kemampuan dalam membacakan Paritta karena usaha yang rajin dalam memelajari cara yang benar dalam mengucapkan, dengan pemahaman penuh atas maknanya.
(2) Ajjhàsaya sampatti artinya kecakapan dalam membaca Paritta melalui cinta kasih dan welas asih dengan tekad agar mencapai kebebasan dan tanpa mengharapkan imbalan.
(Bagian vipatti dan sampatti ini dikutip dari Subkomentar âtanàtiya Sutta).


(b) Empat kecakapan si pendengar

1. Si pendengar harus terbebas dari kesalahan atas lima pelanggaran besar yang akibatnya akan segera berbuah (pancànantariya kamma) yaitu, (a) membunuh ayah, (b) membunuh ibu, (c) membunuh seorang Arahanta, (d) melukai seorang Buddha, dan (e) memecah-belah kesatuan para siswa Buddha.
2. Si pendengar harus bebas dari pandangan salah (niyata-micchàditthi).
3. Si pendengar harus memiliki keyakinan yang tidak tergoyahkan mengenai kemanjuran dan manfaat dari Paritta.
4. Si pendengar harus mendengarkan pembacaan Paritta dengan tekun, penuh perhatian, dan penuh hormat.

Ini adalah persyaratan yang harus dimiliki oleh si pendengar Paritta; dalam kitab Pàli Milinda Panha (bab Mendaka Panha. Pasamutti Panha) disebutkan, 3 kecapakapan pertama adalah sbb,
“Yang Mulia, rintangan seperti (a) lima pelanggaran besar, (b) pandangan salah, dan (c)
ketidakyakinan terhadap Paritta tidak akan menghasilkan perlindungan terhadap marabahaya.”
Ini adalah kata-kata yang diucapkan oleh Yang Mulia Nàgasena kepada Raja Milinda. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa mereka yang bebas dari tiga rintangan ini dapat menikmati manfaat dari Paritta.

Kegagalan dan Keberhasilan Dalam Mendengarkan Pembacaan Paritta
Kegagalan seseorang dalam mendengarkan pembacaan Paritta muncul karena 2 penyebab, yaitu, Payoga vippatti dan Ajjhàsaya vippatti.

(1) Payoga vippatti artinya ketidakmampuan dalam mendengarkan pembacaan Paritta dengan penuh hormat, merangkapkan kedua tangan; dengan perhatian terpusat pada Paritta tanpa terganggu, yang disebabkan oleh kurangnya usaha.
(2) Ajjhàsaya vippatti artinya mendengarkan pembacaan Paritta dengan setengah hati, tanpa keyakinan akan kemanjuran dan manfaat dari Paritta; mendengarkan Paritta hanya untuk menyenangkan orang yang mengundang pada suatu upacara pembacaan Paritta.

Keberhasilan seseorang dalam mendengarkan pembacaan Paritta muncul karena 2 penyebab, yaitu, payoga sampatti dan ajjhàsaya sampatti.

(3) Payoga sampatti artinya berusaha mendengarkan pembacaan Paritta dengan merangkapkan kedua tangan dan dengan penuh hormat dengan perhatian terpusat pada Paritta tanpa terganggu.
(4) Ajjhàsaya sampatti artinya mendengarkan pembacaan Paritta dengan sepenuh hati, dengan keyakinan penuh akan kemanjuran dan manfaat dari Paritta; mendengarkan Paritta tidak sekadar menyenangkan orang lain namun dengan sepenuh hati berkeinginan melakukan kebajikan.

~RAPB 1, pp. 1055-1058~
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Dhamma Sukkha on 15 May 2009, 03:40:27 PM
Kegagalan dan Keberhasilan Dalam Mendengarkan Pembacaan Paritta
Kegagalan seseorang dalam mendengarkan pembacaan Paritta muncul karena 2 penyebab, yaitu, Payoga vippatti dan Ajjhàsaya vippatti.

(1) Payoga vippatti artinya ketidakmampuan dalam mendengarkan pembacaan Paritta dengan penuh hormat, merangkapkan kedua tangan; dengan perhatian terpusat pada Paritta tanpa terganggu, yang disebabkan oleh kurangnya usaha.
(2) Ajjhàsaya vippatti artinya mendengarkan pembacaan Paritta dengan setengah hati, tanpa keyakinan akan kemanjuran dan manfaat dari Paritta; mendengarkan Paritta hanya untuk menyenangkan orang yang mengundang pada suatu upacara pembacaan Paritta.

Keberhasilan seseorang dalam mendengarkan pembacaan Paritta muncul karena 2 penyebab, yaitu, payoga sampatti dan ajjhàsaya sampatti.

(3) Payoga sampatti artinya berusaha mendengarkan pembacaan Paritta dengan merangkapkan kedua tangan dan dengan penuh hormat dengan perhatian terpusat pada Paritta tanpa terganggu.
(4) Ajjhàsaya sampatti artinya mendengarkan pembacaan Paritta dengan sepenuh hati, dengan keyakinan penuh akan kemanjuran dan manfaat dari Paritta; mendengarkan Paritta tidak sekadar menyenangkan orang lain namun dengan sepenuh hati berkeinginan melakukan kebajikan.[/color]

~RAPB 1, pp. 1055-1058~
mo nanya.... ;D ;D ;D
jadi berarti baca paritta itu harus merangkapkan kedua tangan yo c yum? gak boleh gak merangkapkan kedua tangan... ;D ;D ;D ;D ;D

thanks yoo cyummm \;D/\;D/\;D/ , anumodana _/\_ _/\_ _/\_ ;D ;D ;D
skrg wnya jadi dah tau... berarti musti rangkapkan kedua tangan kita klo mo baca paritta\;D/\;D/\;D/
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: gr-ace on 19 May 2009, 04:24:40 PM
Yth Para Pengurus DhammaCitta;
Suatu kebetulan yang sangat tidak saya sangka, saya menemukan komunitas Buddhis secara online.
Saya adalah ibu rumah tangga dan memiliki 2 orang putri yang telah duduk di bangku SD. Saya termasuk awam dan minim pengetahuan tentang Dhamma.
Saya bermaksud untuk menambah pengetahuan saya melalui buku-buku, terutama dalam hal ini Riwayat Agung Para Buddha I, II & III. Bagaimana caranya saya memesan buku tersebut? Lalu anak saya juga ingin memesan buku komik Boddhi I dan II serta ingin berlangganan majalah Mamit. Bagaimana caranya agar kami dapat membeli buku-buku tersebut?
Demikian dan terimakasih atas perhatiannya.
Semoga para pengurus DhammaCitta selalu tetap bersemangat dalam perjuangannya di dunia maya ini!!
Sadhu    _/\_
Grace-Kutisari Selatan II 62H Ruko Royal Park II Surabaya-8430056
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 19 May 2009, 04:32:03 PM
Buku Riwayat Agung Para Buddha sudah habis, sekarang masih dalam proses cetak ulang, silahkan posting pemesanan di sini http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,9384.0.html

alamat dan no. telpon boleh melalui PM,

untuk komik bodhi dan Mamit silahkan hubungi penerbit Ehipassiko www.ehipassiko.net
Title: Khotbah Ambalatthika Ràhulovàda Sutta
Post by: Yumi on 27 May 2009, 05:03:13 PM
Kemudian, Tathàgata merenungkan, “Anak muda suka berbohong, dengan berkata, ‘Aku telah melihat hal itu” (yang sebenarnya tidak mereka lihat), dan “Aku tidak melihat hal itu” (yang sebenarnya mereka lihat). “Ràhula harus dinasihati agar tidak berbohong.” Dengan menggunakan ilustrasi yang dapat dilihat dengan mata biasa, berupa, empat contoh cangkir air, dua contoh gajah pasukan, dan satu contoh permukaan cermin, Ia membabarkan khotbah Ambalatthika Ràhulovàda Sutta (Ma, 2, 77).

Setelah menahbiskan Ràhula sebagai seorang sàmanera, Tathàgata mempertimbangkan, “Anak muda cenderung untuk berbicara tanpa memperhitungkan kesopanan kata-kata dan apakah kata-katanya dapat dipercaya; oleh karena itu, Ràhula yang masih sangat muda sebaiknya diberi nasihat dan petunjuk.” Oleh karena itu Ia memanggilnya dan berkata, “Putra-Ku Ràhula, sàmanera harus menghindari diri dari membicarakan hal-hal yang bertentangan dengan Jalan dan Buah Ariya; Putra-Ku Ràhula, engkau harus berbicara hanya hal-hal yang sesuai dengan Jalan dan Buahnya.”

….

“Oleh karena itu Ràhula, engkau harus bertekad, ‘Aku tidak akan berbohong, bahkan sekadar bergurau atau untuk bersenang-senang’ dan berusaha untuk mematuhi 3 aturan latihan (sikkhà).”

Demikianlah Tathàgata menekankan pentingnya menjauhkan diri dari perbuatan berbohong.

Tathàgata melanjutkan, “Putra-Ku Ràhula, apa yang engkau pikirkan mengenai apa yang akan Kunasihatkan kepadamu ini? (engkau boleh menjawab apa saja). Apa manfaat dari sebuah cermin?” Ràhula menjawab, “Agar orang dapat memperbaiki penampilan fisiknya ketika ia melihat noda atau cacat dalam bayangan di dalam cermin.”

“Demikian pula Putra-Ku Ràhula, aktivitas perbuatan, ucapan, dan pikiran seseorang harus dilakukan setelah melewati pengamatan dan pertimbangan sesuai kebijaksanaan orang tersebut.” Dengan kata-kata pengantar ini, Tathàgata menyampaikan khotbah yang menjelaskan secara terperinci mengenai bagaimana seseorang seharusnya melakukan perbuatan secara fisik, bagaimana seseorang seharusnya 
berbicara, dan bagaimana seseorang seharusnya melatih pikiran dengan penuh kehati-hatian dan hanya setelah mempertimbangkan dengan hati-hati sesuai kecerdasannya.

Berikut ini adalah penjelasan singkatnya.

Saat kehendak muncul untuk melakukan tindakan fisik, ucapan atau pikiran, sebelum melakukannya, seseorang harus mempertimbangkan,

“Apakah perbuatan fisik, ucapan atau pikiran yang kukehendaki dapat membahayakan diriku, orang lain atau keduanya? Apakah perbuatan tersebut dapat menjadi perbuatan buruk yang dapat menyebabkan bertambahnya penderitaan?”

Jika, setelah mempertimbangkan, perbuatan yang dikehendaki itu terbukti dapat membahayakan diri sendiri, orang lain atau keduanya; atau dapat menjadi perbuatan buruk yang akan menambah penderitaan, seseorang harus berusaha untuk menghindari perbuatan fisik, ucapan, dan pikiran tersebut.

Sebaliknya, jika setelah mempertimbangkan, perbuatan yang dikehendaki itu terbukti tidak membahayakan diri sendiri, orang lain atau keduanya; atau dapat menjadi perbuatan baik yang akan menambah kebahagiaan (sukha), maka perbuatan fisik, ucapan, dan pikiran tersebut seharusnya dilakukan.

Demikian pula, dalam proses melakukan perbuatan fisik, ucapan atau pikiran, seseorang harus mempertimbangkan,

“Apakah yang sedang kulakukan, kuucapkan, kupikirkan ini berbahaya bagi diriku, orang lain atau keduanya? Apakah yang sedang kulakukan ini adalah perbuatan buruk yang dapat menambah penderitaan?”

Jika, setelah mempertimbangkan, perbuatan itu ternyata benar demikian, seseorang harus segera berhenti melakukan perbuatan tersebut (tidak meneruskan perbuatan itu).

Sebaliknya, jika, setelah dipertimbangkan, ternyata perbuatan itu tidak berbahaya bagi diri sendiri, orang lain, atau keduanya, namun adalah perbuatan baik yang dapat menambah kebahagiaan dan keseja kesejahteraan, perbuatan itu seharusnya diteruskan dengan giat dan berulang-ulang.

Setelah melakukan perbuatan fisik, ucapan dan pikiran telah dilakukan, seseorang harus mempertimbangkan (seperti sebelumnya),

“Apakah perbuatan fisik, ucapan, dan pikiran yang telah kulakukan berbahaya bagi diriku, orang lain atau keduanya? Apakah perbuatan itu adalah perbuatan buruk yang dapat menambah penderitaan?”

Jika terbukti demikian, jika perbuatan buruk itu dilakukan secara fisik dan ucapan, pengakuan harus dilakukan di depan Buddha atau seorang siswa yang bijaksana, secara jujur, jelas dan tanpa syarat bahwa perbuatan buruk jasmani dan ucapan tersebut telah dilakukan. Kemudian orang itu harus bertekad agar perbuatan tersebut tidak terulang lagi pada masa mendatang.

Sehubungan dengan perbuatan buruk yang dilakukan melalui pikiran, seseorang harus merasa letih dengan perbuatan pikiran tersebut, ia harus merasa malu dan jijik terhadap pikirannya itu. Orang itu juga harus melatih dan bertekad agar perbuatan ini tidak terulang kembali pada masa mendatang.

Jika setelah mempertimbangkan, seseorang menemukan bahwa perbuatan jasmani, ucapan atau pikiran tidak membahayakan diri sendiri, orang lain atau keduanya namun berperan dalam memberikan kebahagiaan dan kesejahteraan, maka siang dan malam ia akan bergembira dan puas sehubungan dengan kebajikan tersebut dan ia harus berusaha lebih keras lagi dalam mematuhi 3 aturan latihan (sikkhà).

Semua Buddha, Pacceka Buddha, dan Ariya Sàvaka pada masa lampau, masa depan, dan masa sekarang telah menjalani kehidupan, akan menjalani kehidupan, dan sedang menjalani kehidupan dengan cara seperti ini, mempertimbangkan perbuatan jasmani, ucapan, dan pikiran mereka dan telah menyucikan, akan menyucikan, dan sedang dalam proses menyucikan perbuatan mereka, secara jasmani, ucapan, dan pikiran.

Tathàgata mengakhiri khotbah-Nya dengan kata-kata nasihat berikut ini, “Putra-Ku Ràhula, engkau harus ingat agar selalu berusaha untuk menyucikan perbuatan fisik, ucapan, dan pikiranmu dengan mempertimbangkan dan meninjau kembali dan mengembangkan tekad untuk mematuhi 3 aturan latihan.

(Di sini sebuah pertanyaan akan muncul mengenai kapan dan di mana perbuatan jasmani, ucapan, dan pikiran tersebut muncul dan bagaimana perbuatan itu dapat disucikan dan dibebaskan).

Jawabannya adalah: Jangan membuang-buang waktu; perbuatan jasmani dan ucapan yang dilakukan pada pagi hari harus disucikan dan dibebaskan segera setelah makan di mana ia duduk di tempat ia akan melewatkan hari itu.

~RAPB 1, pp. 957-966~
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Sunce™ on 27 May 2009, 05:46:32 PM
wah, bagus banget nih sutta.. >:)< >:)< thanks yum, i give u happines by GRP.
thanks sekali lagi.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: tula on 30 May 2009, 07:13:09 PM
Mohom maap .. saya baru tau ada thread ini ..  o_O .. telat banget ya kliatannya ... pdhl da posting di req rapb (soalnya dapet link req dari mod mod),

saya sudah kapan hari dl ebook rapb yg 3 file tsb .. baca sebagian kecil, tp skrg berhenti karena pengen tau :
apakah rapb yg akan di cetak (yang masi ada thread req nya itu) sama dengan yg ebook di DC ini ?
sama persis or ada pembetulan2 , dan bagaimanakah efek nya terhadap inti dari buku tersebut ..

terima kasih.

Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 30 May 2009, 09:35:46 PM
 [at] Tula
essensinya tidak ada perbedaan, hanya ada pembetulan kesalahan ketik, tanda baca, dll, tidak merubah isinya
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: tula on 31 May 2009, 01:30:36 PM
ok kalao gitu saya lanjut baca ebooknya sambil nunggu datang buku fisiknya

makasi banyak :)
Title: 9 Kemuliaan Agung Buddha
Post by: Yumi on 19 June 2009, 12:34:32 PM
Buddha memiliki kualitas mulia yang tidak terbatas. Tetapi, yang penting diingat oleh para umat manusia, dewa dan brahmà, hanya 9 kemuliaan yang dimulai dengan Araham, yang diajarkan oleh Bhagavà secara khusus dalam berbagai khotbah-Nya. (Hal yang sama berlaku pada Dhamma, yaitu 6 Kemuliaan Agung Dhamma dan 9 Kemuliaan Agung Samgha).

9 Kemuliaan Agung Buddha Dalam Bahasa Pàli

Iti pi so Bhagavà Araham Sammàsambuddho Vijjàcaranasampanno Sugato Lokavidu Anuttaropurisadammasàrathi Satthàdevamanussànam Buddho Bhagavà.

...
Buddha yang telah mencapai Pencerahan Sempurna setelah memenuhi 30 jenis Kesempurnaan Pàrami, dan telah menghancurkan semua kotoran memiliki ciri mulia sebagai berikut:

(1) Araham
(a) Murni sempurna dari kotoran, sehingga tidak berbekas, bahkan yang samar-samar sekalipun, yang dapat menunjukkan keberadaannya,
(b) Tidak memiliki kemampuan untuk melakukan kejahatan, bahkan pada saat tidak ada seorang pun yang mengetahui,
(c) Telah mematahkan jeruji lingkaran kelahiran,
(d) Layak dihormati oleh semua makhluk di 3 alam, manusia, dewa dan brahmà.

(2) Sammàsambuddho
Telah mencapai Pencerahan Sempurna, dalam arti Beliau benar-benar memahami Dhamma oleh kecerdasan dan Pandangan Cerah dan mampu menjelaskannya kepada makhluk-makhluk lain.

(3) Vijjàcaranasampanno
Memiliki tiga pengetahuan, yaitu, Pengetahuan tentang kehidupan lampau semua makhluk, mata-dewa, dan padamnya semua noda moral, yang mana pengetahuan ini terdiri dari delapan pengetahuan beserta praktik moralitas yang sempurna yang dijelaskan dalam lima belas cara.

(4) Sugato
Karena Buddha mencapai Nibbàna melalui Empat Magga Nàna, karena Buddha hanya mengatakan hal-hal yang benar dan bermanfaat.

(5) Lokavidu
Karena Beliau mengetahui kondisi-kondisi yang muncul dalam diri semua makhluk, penyebab kelahiran mereka dalam berbagai alam kehidupan, dan fenomena jasmani dan batin yang berkondisi.

(6) Anuttaropurisadammasàrathi
Karena Beliau tidak ada bandingnya dalam hal menjinakkan mereka yang layak dijinakkan.

(7) Satthàdevamanussànam
Karena Beliau adalah guru para dewa dan manusia, yang menunjukkan Jalan menuju Nibbàna kepada para dewa dan manusia.

[8] Buddha
Karena Beliau telah mencapai Pencerahan Sempurna, mengetahui dan mengajarkan 4 Kebenaran Mulia.

(9) Bhagavà
Karena Beliau memiliki enam kualitas mulia, yaitu, keagungan (issariya), pengetahuan akan sembilan faktor spiritual, yaitu Magga-Phala Nibbàna (Dhamma), kemasyhuran dan pengikut (yasa), keagungan kesempurnaan fisik (siri), kekuasaan dan prestasi (kàmma), dan ketekunan (payatta).

~RAPB 2, pp. 2269-71~
Title: (1) Araham
Post by: Yumi on 26 June 2009, 02:33:38 PM
(a) Murni sempurna dari kotoran, sehingga tidak berbekas,

(a) Artinya, Buddha yang melalui Jalan Lokuttara, Lokuttara Magga, telah menghancurkan semua kotoran batin kilesà, yang berjumlah 15.000, tanpa meninggalkan bekas. Kotoran dapat diumpamakan sebagai musuh yang selalu berusaha melawan kepentingan dan kesejahteraan seseorang. Kotoran batin yang muncul dalam faktor batin-jasmani seorang Bakal Buddha, disebut, ari, musuh.

Ketika Buddha, setelah bermeditasi dengan objek (Musabab Yang Saling Bergantung) Mahàvajirà Vipassanà (seperti telah dijelaskan sebelumnya), mencapai Pencerahan Sempurna di atas Singgasana Kemenangan, 4 Jalan Lokuttara memungkinkan-Nya menghancurkan semua kotoran batin tersebut kelompok demi kelompok.

Oleh karena itu, Dhamma Lokuttara, Empat Jalan Ariya, adalah ciri mulia yang disebut Araham,
sedangkan faktor-faktor batin-jasmani lima kelompok kehidupan Buddha adalah pemilik ciri mulia tersebut.

bahkan yang samar-samar sekalipun, yang dapat menunjukkan keberadaannya,

(b) Kemudian, turunan kata Araham dari kata dasarnya araha, yang berarti ‘Seorang yang telah menjauhkan dirinya dari kotoran.’
Seperti dijelaskan pada (a) di atas, Buddha telah menghancurkan semua kotoran beserta kecenderungannya yang paling halus yang dapat membentuk suatu kebiasaan, tanpa meninggalkan bekas, bahkan tidak dalam bentuk samar-samar yang dapat membuktikan keberadaannya. Kotoran dan kecenderungan tersebut tidak mungkin muncul dalam diri Buddha. Dalam pengertian inilah Buddha dikatakan telah menjauhkan diri dari kotoran dan kecenderungan. Beliau telah membuangnya secara total.

Membuang semua kotoran beserta kecenderungannya adalah ciri mulia Araham,
sedangkan faktor-faktor batin-jasmani lima kelompok kehidupan Buddha adalah pemilik ciri mulia tersebut. Ciri mulia ini diturunkan dari Empat Jalan Ariya.

(Ciri mulia yang dijelaskan pada (a) dan (b) di atas tidak dimiliki oleh para Arahanta lainnya, mereka tidak berhak disebut Araham. Alasannya adalah: semua Arahanta telah menghancurkan seluruh 1.500 kilesà, tetapi tidak seperti Buddha, kesan yang samar-samar dari kecenderungan atas kebiasaan-kebiasaan mereka masih ada.

Kesan samar-samar ini adalah beberapa kecenderungan yang halus yang masih ada dalam batin para Arahanta biasa yang secara tanpa sengaja dapat muncul dalam diri mereka seperti halnya orang-orang awam. Hal ini karena kecenderungan itu tetap hidup karena perbuatan tertentu yang dilakukan berulang-ulang dalam kehidupan lampau para Arahanta yang bersangkutan, yang tetap berbekas bahkan setelah mereka menghancurkan semua kotoran.

Sebuah contoh dari fenomena ini dapat ditemukan pada Yang Mulia Pilindavaccha, seorang Arahanta yang hidup pada masa kehidupan Buddha. Ia hidup sebagai seorang brahmana dalam kelompok brahmana yang angkuh dalam 500 kehidupan berturut-turut. Anggota-anggota kelompok brahmana tersebut menganggap semua orang di luar kelompok mereka sebagai orang jahat dan bakal Pilindavaccha memiliki kebiasaan memanggil semua orang di luar kelompoknya sebagai ‘penjahat’. Kebiasaan ini terpendam dalam dirinya dalam rangkaian banyak kehidupan sehingga bahkan setelah menjadi seorang Arahanta, Yang Mulia Pilindavaccha secara tidak sengaja masih memanggil orang lain “Engkau penjahat”. Ini bukanlah karena kotoran keangkuhan namun hanya karena kebiasaan masa lampau.


(b) Tidak memiliki kemampuan untuk melakukan kejahatan, bahkan pada saat tidak ada seorang pun yang mengetahui,

(c) Araham dapat diterjemahkan sebagai “seorang yang tidak memiliki tempat rahasia untuk berbuat kejahatan” (a+raha). Ada beberapa orang yang berpenampilan seperti orang yang bijaksana atau orang baik namun diam-diam melakukan perbuatan jahat.
Sedangkan Buddha, karena Beliau telah menghancurkan semua kotoran secara total beserta kecenderungan terhadap kebiasaan-kebiasaan, tidak ada lagi tempat rahasia untuk melakukan perbuatan jahat.

Kualitas mulia tidak memiliki tempat rahasia untuk melakukan perbuatan jahat ini adalah ciri mulia Araham,
sedangkan faktor-faktor batin-jasmani lima kelompok kehidupan Buddha adalah pemilik ciri mulia tersebut.

~RAPB 2, pp. 2272-74~

btw kilesa itu yg benernya 15.000 ato 1.500 ya? :-?
Title: (1) Araham
Post by: Yumi on 27 June 2009, 11:53:00 AM
(c) Telah mematahkan jeruji lingkaran kelahiran,

(d) Araham juga berarti “seorang yang telah menghancurkan jeruji roda kehidupan” (ara+hata).

Kehidupan di tiga
alam indria, alam materi halus dan alam tanpa materi
diumpamakan sebagai “kereta pembawa menuju lingkaran kelahiran”.

Kelompok-kelompok kehidupan, khandhà, yang muncul terus-menerus,
dan dasar-dasar indria, àyatana
serta unsur-unsur, dhàtu,
diumpamakan sebagai “roda kehidupan,”
yang merupakan bagian terpenting dari kereta pembawa menuju kelahiran.

Di dalam roda tersebut
terdapat kebodohan dan kemelekatan akan kelahiran sebagai pusat

sedangkan aktivitas kehendak,
punnàbhisankhàra yang terungkap dalam kehendak-kehendak baik atau perbuatan-perbuatan baik
merupakan jeruji roda tersebut
yang mengakibatkan kelahiran kembali di alam indria dan alam materi halus.
Demikian pula, kehendak-kehendak jahat, apunnàbhisankhàra …
merupakan jeruji roda yang mengakibatkan kelahiran kembali di 4 alam sengsara. 
Dan demikian pula, kehendak-kehendak baik ànenjàbhisankhàra …
mengakibatkan kelahiran kembali di alam tanpa materi.

Dari munculnya 3 jenis kehendak ini,
kebodohan dan kemelekatan akan kelahiran disebut pusat roda
karena pusat roda adalah asal dari perputaran roda,
dengan demikian merupakan penyebab dari lingkaran samsàra.
Kekuatannya (diumpamakan) diteruskan ke tepi roda atau ban, sebagai ujungnya (yang berakhir pada usia tua dan kematian), oleh jeruji kehendak-kehendak.

(Dalam penyajian pertama ini,
inti dari 12 faktor Musabab Yang Saling Bergantung adalah kebodohan dan kemelekatan sebagai pusat roda,
usia tua dan kematian sebagai ban,
dan 3 jenis kehendak sebagai jeruji roda samsàra.
Faktor-faktor lainnya dari Musabab Yang Saling Bergantung diumpamakan sebagai kereta yang membawa menuju lingkaran kelahiran.
 
Karena adanya kotoran moral (àsava) maka muncullah kebodohan (avijjà).
Kebodohan bersumber atau disebabkan oleh kotoran moral.
Karena itu, kotoran moral dapat dilihat sebagai sumbu yang terhubung dengan pusat kebodohan dan kemelekatan akan kebodohan kelahiran.

Demikianlah, di dalam roda samsàra
dengan sumbu kotoran moral yang tersambung ke pusat kebodohan dan kemelekatan akan kelahiran,
dengan jeruji 3 jenis kehendak
dan ban usia tua dan kematian,
yang telah berputar sejak samsàra yang tidak berawal,
yang membawa kereta kehidupan di 3 alam.

Buddha, saat mencapai Pencerahan Sempurna,
telah menghancurkan hingga berkeping-keping jeruji roda
dengan berdiri di atas kedua kaki usaha batin dan jasmani,
berdiri tegak di atas moralitas, sila, dan
memegang erat kapak Magga Nàna (jasa yang memadamkan kamma) di tangan keyakinan.

Oleh karena itu, penghancuran jeruji roda samsàra oleh kapak 4 Magga Nàna adalah ciri mulia Araham,
sedangkan faktor-faktor batin-jasmani 5 kelompok kehidupan Buddha adalah pemilik ciri mulia tersebut.

Penjelasan lain:
Lingkaran kelahiran yang tidak berawal disebut roda samsàra.
Roda ini, jika dilihat makna tertingginya, adalah seperangkat yang tdd 12 faktor Musabab Yang Saling Bergantung.
Kebodohan sebagai sumber penyebab kelahiran kembali adalah pusat dari roda tersebut.
Usia tua dan kematian yang merupakan akhir dari kehidupan tersebut adalah ban dari roda tersebut.
10 faktor lainnya, dengan berpusat pada pusat roda (kebodohan) dan ban (usia tua dan kematian) sebagai 2 sekutunya, adalah jeruji dari roda tersebut.

Buddha telah secara total menghancurkan jeruji roda samsàra tersebut.
Oleh karena itu
penghancuran 10 faktor Musabab Yang Saling Bergantung oleh 4 serangan pedang Magga Nàna adalah ciri mulia Araham dalam pengertian ke-4.
Faktor-faktor batin-jasmani 5 kelompok kehidupan Buddha adalah pemilik ciri mulia tersebut.


(d) Layak dihormati oleh semua makhluk di 3 alam, manusia, dewa dan brahmà.

(e) Araham juga berarti “Ia yang layak mendapat penghormatan dari manusia, dewa, dan brahmà”.
Ini karena Buddha adalah pribadi mulia yang layak menerima persembahan istimewa dalam bentuk 4 kebutuhan bhikkhu dari seluruh 3 alam.
Itulah sebabnya, saat Buddha muncul di dunia ini, semua dewa dan manusia yang berkuasa tidak memberikan persembahan dan penghormatan kepada makhluk lain, tetapi hanya kepada Buddha.

Beberapa contoh penting atas fakta ini:
Brahmà Sahampati memberikan persembahan istimewa dalam bentuk sebuah karangan bunga yang berukuran sebesar Gunung Sineru kepada Buddha.
Para dewa dan raja lainnya seperti Bimbisàra, Kosala, dll,
memberikan persembahan sebesar kemampuan mereka kepada Buddha,
lebih jauh lagi, setelah Buddha meninggal dunia,
Raja Asoka menghabiskan 96 crore uang untuk membangun 84.000 vihàra di seluruh benua selatan Jambudipa sebagai penghormatan kepada Buddha.

Oleh karena itu,
moralitas, sila,  konsentrasi, samàdhi,  kebijaksanaan, pannà,
Pembebasan, vimutti  dan  pengetahuan yang tiada bandingnya yang mengarah kepada Pembebasan, Vimutti Nàna Dassana,
adalah kualitas mulia yang membuat Buddha layak dihormati oleh manusia, dewa, dan brahmà, merupakan ciri mulia Araham.
Faktor-faktor batin-jasmani 5 kelompok kehidupan Buddha adalah pemilik ciri mulia tersebut.

~RAPB 2, pp. 2274-76~
Title: (2) Sammàsambuddha
Post by: Yumi on 27 June 2009, 12:06:04 PM
(Sammà, sungguh, benar-benar, sam, oleh diri sendiri, buddho, mengetahui segala sesuatu yang layak diketahui.)

Buddha menemukan kebenaran dengan kecerdasan-Nya sendiri dan Pandangan Cerah tanpa bantuan siapa pun.

Para Pacceka Buddha juga menemukan Kebenaran dengan kecerdasan dan Pandangan Cerah mereka sendiri, namun karena mereka tidak mampu mengajarkan Kebenaran yang mereka temukan kepada orang lain, maka mereka tidak layak mendapat gelar Sammàsambuddha.
Mereka hanya disebut Sambuddha.

Para siswa Ariya mengetahui Kebenaran hanya dengan bantuan guru dan mereka mampu membabarkannya kepada orang lain, tetapi karena mereka tidak menemukan Kebenaran itu sendiri, maka mereka juga tidak disebut Sammàsambuddha.
Mereka hanya disebut Sammàbuddha.

Para Buddha adalah Sambuddha, yang mengetahui Kebenaran dan segala sesuatu melalui Pencerahan Sempurna yang dicapai oleh diri sendiri.
Mereka juga Sammàbuddha karena mereka dapat mengajarkan 4 Kebenaran kepada para siswa mereka sesuai kapasitasnya masing-masing, dan dalam bahasa yang dapat mereka pahami.
Oleh karena itu, kombinasi kedua kualitas ini membuat Buddha layak mendapat gelar Sammàsambuddha.

Oleh karena itu, 4 Magga Nàna yang memungkinkan Buddha mengetahui segala sesuatu tanpa bantuan siapa pun melalui Kemahatahuan yang tertinggi adalah ciri mulia yang disebut Sammàsambuddha.
Faktor-faktor batin-jasmani 5 kelompok kehidupan Buddha adalah pemilik ciri mulia tersebut.

~RAPB 2, p. 2277~ *page edit
Title: (3) Vijjàcaranasampanno
Post by: Yumi on 29 June 2009, 01:00:51 PM
Seseorang yang memiliki 3 pengetahuan atau 8 pengetahuan dan 15 bentuk praktik moralitas yang sempurna .…

Tiga Pengetahuan
(i) Pengetahuan akan kehidupan lampau, Pubbe Nivàsa Nàna.
(ii) Pengetahuan akan mata-dewa, Dibbacakkhu Nàna.
(iii) Pengetahuan akan padamnya kotoran moral, Asavakkhaya Nàna.

Delapan Pengetahuan
(i) sampai (iii) di atas dan
(iv) Pengetahuan Pandangan Cerah, Vipassanà Nàna
(v) Kekuatan pikiran, Manomayiddhi Nàna
(vi) Berbagai macam kekuatan batin, Iddhividha Nàna
(vii) Pengetahuan akan telinga dewa, Dibbasota Nàna.
(viii) Pengetahuan dalam membaca pikiran makhluk lain, Cetopariya Nàna.

(i) Pengetahuan akan kehidupan lampau: ... Buddha dapat melihat kehidupan lampau diri-Nya sendiri dan makhluk-makhluk lain.

(ii) Pengetahuan akan mata-dewa: ... Buddha dapat melihat segala sesuatu yang berada sangat jauh, benda-benda yang tersembunyi, dan benda-benda yang sangat halus bagi mata manusia biasa.

(iii) Pengetahuan akan padamnya kotoran moral: yaitu Arahatta-Phala Nàna yang memadamkan seluruh 4 kotoran moral.

(iv) Pengetahuan Pandangan Cerah: pemahaman akan ketidakkekalan, penderitaan, dan tanpa-diri dari semua fenomena batin dan jasmani yang berkondisi.

(v) Kekuatan pikiran: kemampuan untuk mengubah wujud melalui penguasaan pikiran yang dicapai melalui latihan Jhàna.

(vi) Berbagai macam kekuatan batin: kemampuan dalam menciptakan banyak bentuk, manusia atau lainnya.

(vii) Pengetahuan akan telinga dewa: kemampuan dalam mendengarkan suara yang berasal dari tempat yang sangat jauh, suara dalam ruang tertutup dan suara yang terlalu kecil bagi telinga manusia biasa.

(viii) Pengetahuan dalam membaca pikiran makhluk lain: Buddha dapat mengetahui pikiran makhluk lain dalam 16 cara yang berbeda-beda.

Dari delapan pengetahuan di atas, pengetahuan ke-4, pengetahuan Pandangan Cerah, adalah pengetahuan yang menyentuh alam indria.
Pengetahuan ke-3, Pengetahuan padamnya àsava adalah Pengetahuan Lokuttara.
Enam pengetahuan lainnya menyentuh pada alam materi halus, kekuatan Jhàna yang disebut Rupàvacara Kriyà Abhinnà Nàna.

Lima Belas Bentuk Praktik Moralitas Yang Sempurna, Carana
(i) Moralitas pengendalian diri, Sila Samvara.
(ii) Pengendalian indria, Indriyesugutta Dvàratà.
(iii) Mengetahui hal-hal layak sehubungan dengan makanan, Bojane Mattannuta.
(iv) Selalu sadar, Jàgariyà Nuyoga.
(v-xi) Tujuh kekayaan orang-orang bajik.
(xii-xv) Empat Jhàna materi halus

(i) Moralitas pengendalian diri: menjalani sila-sila pengendalian diri seorang bhikkhu, Pàtimokkha Samvara Sila.

(ii) Pengendalian indria: selalu menjaga pintu-pintu mata, telinga, hidung, lidah, tubuh, dan pikiran dengan penuh perhatian sehingga tidak memperbolehkan segala bentuk kejahatan masuk.

(iii) Mengetahui hal-hal layak sehubungan dengan makanan: mengetahui kelayakan atas makanan yang diterima dan dalam memakannya.
Dalam menerima dàna makanan, Buddha mempertimbangkan tingkat pengabdian si penyumbang.
Jika pengabdiannya begitu kuat namun persembahan yang ia berikan sangat kecil, Buddha akan menerimanya dan tidak memandang rendah persembahan itu.
Walaupun persembahan itu besar, namun jika pengabdian si penyumbang lemah, Buddha hanya menerima sebagian kecil saja dari persembahan itu, dengan pertimbangaan lemahnya pengabdian si penyumbang.
Jika persembahan itu cukup besar dan pengabdian si penyumbang juga cukup kuat, Buddha menerima hanya dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan-Nya. Inilah yang disebut dengan mengetahui hal-hal layak sehubungan dengan penerimaan makanan.
Dalam memakan makanan yang dikumpulkan, Buddha tidak makan sampai kekenyangan, tetapi berhenti makan 4 atau 5 suap sebelum perut-Nya penuh. Lebih penting lagi, Beliau tidak pernah makan tanpa melakukan perenungan pada waktu makan.

(iv) Selalu sadar: selalu sadar bukan berarti selalu terjaga dan tidak tidur sama sekali.
Buddha melewatkan hari dengan cara, pada jaga pertama dan jaga terakhir malam hari dalam meditasi, sewaktu berjalan atau duduk, melenyapkan rintangan-rintangan. Terjaga dengan tujuan ini disebut Selalu sadar. Dari 24 jam sehari, Buddha hanya tidur sebentar untuk memulihkan tenaga-Nya, sisa waktunya dilewatkan dalam meditasi dan praktik kebhikkhuan.

(v-xi) Tujuh kekayaan orang-orang bajik:
(a) Keyakinan di dalam Tiga Permata, Saddhà
(b) Perhatian, Sati
(c) Rasa malu untuk berbuat jahat, Hiri
(d) Rasa takut akan akibat perbuatan jahat, Ottappa
(e) Memelajari (ajaran), Bàhussacca
(f) Tekun, Viriya
(g) Kebijaksanaan, Pannà

(xii-xv) Empat Jhàna materi halus: Merujuk pada 4 Jhàna dari alam materi halus.

(Lima belas bentuk praktik sempurna dari moralitas di atas mengarah langsung menuju Nibbàna, unsur keabadian, yang saat masih sebagai orang awam, atau sebagai siswa, belum dapat dicapai sebelumnya, karena itu disebut carana.

Pengetahuan (vijjà) dan praktik moralitas yang sempurna (carana) adalah saling melengkapi.
Yang pertama bagaikan mata, sedangkan yang kedua bagaikan kaki. Untuk mencapai tempat yang dituju, mata tidak akan dapat mencapai tempat tersebut tanpa adanya kaki, demikian pula kaki tanpa mata. Oleh karena itu pengetahuan dan praktik moralitas yang sempurna harus dilatih secara bersama-sama.

... Ada 2 faktor dalam ciri mulia ini, sempurna dalam pengetahuan, dan sempurna dalam praktik moralitas.
Kesempurnaan pengetahuan Buddha adalah sumber bagi Kemahatahuan.
Kesempurnaan dalam praktik moral adalah sumber bagi welas asih-Nya.

Dengan memiliki dua Kesempurnaan ini, Buddha dengan pengetahuan-Nya mengetahui apa yang bermanfaat bagi tiap-tiap individu dan apa yang tidak.
Lebih jauh lagi, Buddha, dengan Kesempurnaan-Nya dalam praktik moralitas memancarkan welas asih-Nya kepada semua makhluk yang menyebabkan makhluk-makhluk menjauh dari apa yang tidak bermanfaat bagi mereka dan mengambil apa yang bermanfaat bagi mereka.
Kesempurnaan dalam pengetahuan dan Kesempurnaan dalam praktik moralitas bersama-sama membuat ajaran-Nya menjadi ajaran Pembebasan. Juga memastikan para siswa-Nya melakukan praktik yang benar.)

Oleh karena itu, gabungan Kesempurnaan pengetahuan dan Kesempurnaan praktik moralitas disebut ciri mulia Vijjàcaranasampanno.
Faktor-faktor batin-jasmani 5 kelompok kehidupan Buddha adalah pemilik ciri mulia tersebut.

~RAPB 2, pp. 2277-82~
Title: (4) Sugato
Post by: Yumi on 29 June 2009, 01:35:11 PM
Komentar menjelaskan ciri mulia ini dalam 4 cara:

(a) Su, baik, gata, berjalan, perjalanan, yaitu,
pencapaian Jalan Ariya, artinya, “seseorang yang telah mencapai Jalan Ariya,” ini adalah makna pertama; Jalan Ariya adalah tanpa cacat atau tanpa noda dan oleh karena itu sangat baik.
Buddha disebut sugata karena Beliau mencapai tempat berteduh dari semua bahaya, melalui Jalan yang baik sekali, dalam sikap yang tidak terikat.
(Dalam arti ini, Jalan Ariya adalah ciri mulia dan
faktor-faktor batin-jasmani 5 kelompok kehidupan Buddha adalah pemilik ciri mulia tersebut.)

(b) Su, Nibbàna tujuan mulia, gata, menuju ke sana melalui pengetahuan.
Nibbàna adalah tujuan mulia karena merupakan akhir dari segala usaha dan merupakan Kedamaian Tertinggi. Mencapai tujuan mulia tersebut melalui Magga Nàna dalam satu kali duduk adalah ciri mulia Buddha.
(Di sini, Jalan Ariya adalah ciri mulia dan
faktor-faktor batin-jasmani 5 kelompok kehidupan Buddha adalah pemilik ciri mulia tersebut.)

Dalam kedua makna ini, menuju Nibbàna artinya menetapkan Nibbàna sebagai objek pikiran. Menuju artinya adalah hanya dengan pengetahuan, bukan, berarti tindakan pergi secara fisik menuju suatu letak geografis tertentu sebagai tujuan.

(c) Su, Sammà, baik, gata, pergi menuju Nibbanà melalui pengetahuan Jalan, Magga Nàna.
Di sini, keterangan tambahan “baik” menunjukkan kebebasan dari kotoran. Kepergian itu baik karena kotoran yang telah dihancurkan oleh 4 Pengetahuan Jalan tidak dapat muncul lagi dalam diri Buddha.

Dalam tiga pengertian di atas, makna intinya adalah sama: menetapkan Nibbàna sebagai objek pikiran melalui Empat Magga. 
Ini adalah penjelasan pertama dari Sugata dari makna yang telah disebutkan sebelumnya.

(d) Su, Sammà, baik, gata, mengatakan yang benar pada saat yang tepat.
Di sini, gada adalah akar kata tersebut yang berubah menjadi gata.
Kata-kata sesuai atau mengatakan yang benar dijelaskan lebih jauh lagi sebagai berikut:
“Ada 6 jenis ucapan di antara orang-orang. Dari 6 ini, 4 harus ditolak, yaitu, tidak didekati, dan hanya 2 yang harus diucapkan.”

(i) Jenis ucapan yang tidak benar, yang tidak bermanfaat dan tidak disukai oleh pihak lain:
(Yaitu, mengatakan seorang yang baik sebagai seorang jahat.)
Buddha menghindari ucapan semacam ini.

(ii) Jenis ucapan yang benar, tetapi tidak bermanfaat dan tidak disukai oleh pihak lain.
(Yaitu, memanggil seorang jahat dengan panggilan ‘orang jahat’, bukan dengan tujuan untuk mengkoreksinya namun hanya karena kebencian.)
Buddha juga menghindari ucapan semacam ini.

(iii) Jenis ucapan yang benar, yang bermanfaat, tetapi tidak disukai oleh pihak lain yang mendengarnya.
(Misalnya, mengatakan Devadatta adalah seorang yang akan terlahir kembali di Alam Niraya—yang diucapkan oleh Buddha karena welas asih terhadapnya.)
Buddha mengatakan ucapan jenis ini saat situasi menuntut-Nya demikian.

(iv) Jenis ucapan yang tidak benar, yang tidak bermanfaat, tetapi disukai.
(Misalnya, mengutip Veda dan menyatakan bahwa perbuatan jahat seperti membunuh akan mengarahkan seseorang menuju kelahiran yang baik.)
Buddha juga menghindari ucapan semacam ini.

(v) Jenis ucapan yang benar, tetapi tidak bermanfaat bagi pihak lain, dan disukai.
(Misalnya, pernyataan yang benar yang dapat memecah 
belah pihak lain.)
Buddha juga menghindari ucapan semacam ini.

(vi) Jenis ucapan yang benar, yang bermanfaat bagi pihak lain, dan disukai.
(Misalnya khotbah tentang dàna, moralitas, dll, yang disampaikan pada situasi yang tepat.)
Buddha mengucapkan kata-kata semacam ini pada saat yang tepat.

Dari enam jenis ucapan ini, Buddha hanya mengucapkan jenis ke-3 dan ke-6 saja.

Sehubungan dengan jenis ke-3 di atas, jika sebuah pernyataan adalah benar dan bermanfaat bagi pihak lain, walaupun tidak disukai, Buddha akan mengucapkannya karena akan bermanfaat bagi orang-orang lain yang mendengarnya, dan demi kebaikan dunia ini.

Demikian pula, jika sebuah pernyataan benar dan bermanfaat bagi pendengarnya, Buddha akan mengucapkannya tidak peduli apakah para pendengarnya suka atau tidak. Karena itu Buddha disebut Sugata, Ia yang mengucapkan kata-kata yang benar dan bermanfaat. Kata-kata yang benar dan bermanfaat adalah ciri mulia, dan faktor-faktor batin-jasmani lima kelompok kehidupan Buddha adalah pemilik ciri mulia tersebut.

~RAPB 2, pp. 2282-84~
Title: (5) Lokavidu
Post by: Yumi on 02 July 2009, 02:12:03 PM
Loka, 5 kelompok yang dilekati (upàdànakkhandà),
(dalam pengertian lain), dunia makhluk-makhluk (satta loka), dunia fenomena berkondisi (sankhara loka), dunia sebagai landasan bagi berbagai alam kehidupan (okàsa loka).

Vidu, seorang yang memiliki pengetahuan analitis dan pemahaman total.

Visuddhimagga menjelaskan lokavidu dalam 2 metode:

(1) Metode pertama, loka diterjemahkan sebagai 5 kelompok yang dilekati ...
Buddha mengetahui tidak saja 5 kelompok tetapi juga mengetahuinya dalam 4 aspek yang membuat pengetahuan-Nya lengkap dan sempurna ...
(a) Beliau memahami bahwa lima kelompok yang dilekati itu adalah penuh penderitaan (dukkha),
(b) Beliau memahami aspek asal-mula dari 5 kelompok tersebut bahwa kemelekatan adalah asal-mula dari 5 kelompok ini,
(c) Beliau memahami Nibbàna, padamnya 5 kelompok,
(d) Beliau memahami jalan menuju pemadaman tersebut, yaitu, Jalan Ariya.

... pemahaman lengkap atas 4 aspek dari 5 kelompok yang dilekati adalah ciri mulia lokavidu.
5 kelompok kehidupan Buddha adalah pemilik ciri mulia tersebut.

(2) Dalam metode kedua, loka diartikan sebagai dunia makhluk- makhluk hidup (satta loka), dunia fenomena berkondisi (sankhàra loka) dan dunia yang terdiri dari landasan-landasan bagi berbagai alam kehidupan (okàsa loka).

(a) Kelompok-kelompok dari makhluk-makhluk hidup cenderung melekat terhadap objek-objek terlihat, dst, dan dengan demikian disebut satta.
Karena kelompok-kelompok ini membentuk dasar bagi kebajikan dan kejahatan yang muncul dan lenyap, mereka (juga) disebut (loka).
Dengan demikian kita memiliki istilah sattaloka.

(b) Kelompok-kelompok dari benda tidak hidup seperti alam semesta yang tidak berbatas (cakkavalà), landasan bagi keberadaan makhluk-makhluk hidup (bhumi), istana, dll, adalah landasan bagi makhluk-makhluk hidup agar dapat muncul, apakah mereka yang cenderung merasa takut seperti halnya kaum awam, Pemenang Arus, dan Yang Sekali Kembali, atau yang bebas dari rasa takut seperti mereka Yang Tak Kembali dan Arahanta, yang disebut okàsa.
Dan karena landasan-landasan ini adalah tempat bagi muncul dan lenyapnya makhluk-makhluk hidup, maka disebut loka.
Dengan demikian kita memiliki istilah okàsaloka.

(c) Baik makhluk-makhluk hidup maupun benda-benda mati dikondisikan oleh penyebab dan disebut sankhàra.
Dunia cenderung muncul dan lenyap, dan dengan demikian disebut loka. Dengan demikian kita memiliki istilah sankhàra loka. Sankhàra loka ini dipahami penuh oleh Buddha ... (Hal ini karena meskipun merujuk pada semua makhluk, intinya adalah sifat berkondisi yang menyebabkan muncul dan lenyapnya semua makhluk.)

Buddha memiliki pengetahuan total mengenai dunia berkondisi yang Beliau pahami:
(1) sebagai faktor tunggal yang menyebabkan semua hal berkondisi,
(2) sebagai 2 hal berkondisi, batin dan jasmani,
(3) sebagai 3 hal berkondisi dalam 3 jenis perasaan,
(4) sebagai 4 hal berkondisi dalam 4 faktor kondisi,
(5) sebagai 5 hal berkondisi dalam 5 kelompok kehidupan yang dilekati,
(6) sebagai 6 hal berkondisi dalam landasan-indria internal,
(7) sebagai 7 hal berkondisi dalam 7 jenis kesadaran,
[8] sebagai 8 hal berkondisi dalam 8 kondisi duniawi,
(9) sebagai 9 hal berkondisi dalam 9 landasan kehidupan makhluk-makhluk,
(10) sebagai 10 hal berkondisi dalam 10 landasan-indria jasmani,
(11) sebagai 12 hal berkondisi dalam 12 landasan-indria,
(12) sebagai 18 hal berkondisi dalam 18 unsur.

Seperti halnya Buddha memiliki pengetahuan penuh atas dunia yang berkondisi, demikian pula Beliau mengetahui penuh tentang dunia makhluk-makhluk hidup dalam hal:
(i) Beliau mengetahui kecenderungan masing-masing pribadi, àsaya,
(ii) Beliau mengetahui kecenderungan tersembunyi dari masing-masing individu, anusaya,
(iii) Beliau mengetahui kebiasaan dari masing-masing individu, carita,
(iv) Beliau mengetahui sifat dan watak dari masing-masing individu, adhimutti.

Beliau mengetahui individu-individu yang memiliki sedikit debu kotoran di mata kebijaksanaan mereka, … debu kotoran yang tebal di mata kebijaksanaan mereka.

Beliau mengetahui individu-individu yang memiliki kemampuan yang tajam seperti dalam hal keyakinan dan pendirian, … yang memiliki kemampuan yang tumpul.

Beliau mengetahui individu-individu yang memiliki kebajikan seperti keyakinan dan kebijaksanaan yang dapat membantu mereka dalam mencapai Pengetahuan Jalan, dan mengetahui individu-individu yang tidak memiliki kebajikan.

Beliau mengetahui individu-individu yang bebas dari kekurangan dalam perbuatan-perbuatan, kotoran dan akibat-akibat kehidupan lampau mereka yang menghalangi pencapaian pengetahuan Jalan dan individu-individu yang tidak terbebas.

~RAPB 2, pp. 2293-2297~
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: tula on 12 July 2009, 09:21:08 PM
welll ... karena uda 33 halaman ..males buka 1 1 dari depan (semoga aja lom di bahas)
tula kemaren uda baca sampe hal 100 an .. terus terang pening xixixixixi .. baca belakang depannya lupa blas ..

jadi ini mulai baca lagi dari awal ...

kebetulan ada yg mau tula tanyaken ...

Bakal Buddha Viriyadhika, mengandalkan sepenuhnya pada usaha, usaha disini seperti apa ya ? usaha menjalankan sila ? usaha mencari pandangan yg benar ? usaha dll ? or lgsg di gabung usaha dalam sila samadhi panna ?
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Yumi on 17 July 2009, 02:30:13 AM
ko tula, kalo liat dari bodhisatta-kicca, sptnya usaha dlm memenuhi Parami, càga, dan cariya.

Quote
... 3 jenis Bakal Buddha yang ingin mencapai 3 jenis Pencerahan yang telah dijelaskan sebelumnya akan mencapainya hanya setelah mereka memenuhi Kesempurnaan (Pàrami), mengorbankan kehidupan dan bagian tubuh mereka sebagai dàna (càga) dan mengembangkan kebajikan melalui tindakan (cariya) sebagai alat untuk memperoleh Pencerahan yang mereka inginkan.
Title: (5) Lokavidu
Post by: Yumi on 17 July 2009, 02:37:28 AM
(1) Asaya: Kecenderungan
âsaya artinya adalah kecenderungan batin atau watak dari setiap individu.

Kecenderungan pandangan salah, ditthiàsaya terdiri dari 2 jenis:
kecenderungan ke arah pandangan salah pemusnahan, uccheda ditthi dan
kecenderungan ke arah pandangan salah keabadian, sassata diññhi.

Kecenderungan pengetahuan, pannà àsaya juga terdiri dari 2 jenis:
Pengetahuan Pandangan Cerah yang menuju pengetahuan Jalan, Vipassanà Pannà àsaya dan
pengetahuan Jalan itu sendiri yang merupakan pengetahuan dalam melihat segala sesuatu sebagaimana adanya, Yathàbhuta Nàna àsaya.

Dalam mengetahui kecenderungan masing-masing individu, Buddha mengetahui:
(a) bahwa individu tersebut cenderung melekat pada lingkaran kelahiran dan memiliki kecenderungan ke arah pandangan salah pemusnahan,
(b) bahwa individu tersebut cenderung melekat pada lingkaran kelahiran dan memiliki kecenderungan ke arah pandangan salah keabadian,
(c) bahwa individu tersebut cenderung ke arah kebebasan dari lingkaran kelahiran, makhluk murni dan memiliki pengetahuan Pandangan Cerah, dan
(d) bahwa individu tersebut cenderung ke arah kebebasan dari lingkaran kelahiran dan memiliki pengetahuan Jalan.

(2) Anusaya: Kecenderungan Tersembunyi
Ini adalah kotoran yang belum dilenyapkan oleh Magga Nàna dan masih dapat terlihat jelas jika situasi mendukung.

Anusaya ini ada 7 jenis, yang disebut unsur-unsur kecenderungan tersembunyi, yaitu:
(i) Kàmaràga (nusaya) unsur benih dari keserakahan,
(ii) Bhavaràgàsaya, unsur benih dari kemelekatan akan kelahiran,
(iii) Patighànusaya, unsur benih dari kebencian,
(iv) Mànànusaya, unsur benih dari keangkuhan,
(v) Ditthànusaya, unsur benih dari pandangan salah,
(vi) Vicikicchànusaya, unsur benih dari keraguan,
(vii) Avijjànusaya, unsur benih dari kebodohan.

… Anusaya kilesà, harus dipahami, ada 3 tingkat menurut munculnya kecenderungan tersebut, yaitu:
(i) benih tersembunyi dari kotoran,
(ii) kotoran yang telah muncul dengan tiga tahap kemunculannya (upàda), perkembangan (atau kehadiran sesaat (thiti), dan lenyapnya (bhanga),
(iii) kotoran yang telah terwujud dalam perbuatan atau ucapan jahat.

(Sebuah ilustrasi)
Misalkan beberapa orang awam yang memiliki kotoran yang belum dilenyapkan oleh Magga Nàna, memberikan persembahan. Bahkan sewaktu melakukan kebajikan tersebut ketika pikiran baik (Mahàkusala citta) muncul dalam pikirannya, jika ia menjumpai objek-objek indria yang menyenangkan, situasi ini cenderung akan memberikan pikiran yang berhubungan dengan kenikmatan indria (unsur benih keserakahan) dalam diri si penyumbang (karena masih sebagai seorang awam), ia belum melenyapkan keserakahan. Ketika kontak lebih jauh lagi terjadi dengan objek indria yang menyenangkannya itu, unsur benih keserakahan tersebut akan berkembang menjadi pikiran kotor yang disebut pariyutthàna kilesa. Kemudian jika ia mencegah dengan perhatian benar, pikiran kotor keserakahan tersebut dapat disingkirkan. Tetapi, jika sebaliknya, bukannya dengan perhatian benar, ia dikendalikan oleh perhatian salah, pikiran kotor akan berubah menjadi perbuatan jahat, baik dalam bentuk tindakan ataupun ucapan. Ini adalah tahap ledakan dari kotoran keserakahan vitikamma kilesà. Ini adalah contoh dari bagaimana kotoran keserakahan berkembang dari kecenderungan tersembunyi atau unsur benih menjadi tindakan nyata dalam 3 tingkat pengembangan. Pinsip yang sama juga berlaku pada kotoran lainnya seperti kebencian, dll.

(3) Carita: Perbuatan-perbuatan Kebiasaan
Carita artinya adalah perbuatan baik atau perbuatan jahat.
Dalam pengertian lain, merujuk pada 6 jenis perbuatan kebiasaan yang sering muncul dalam kehidupan saat ini, yaitu,
kemelekatan atau keserakahan (ràga),
kebencian atau kemarahan (dosa),
kebodohan (moha),
keyakinan (saddhà),
kebijaksanaan (buddhi) dan
kenangan (vitakka).

(Dua kata Pàli carita dan vàsanà harus dapat dibedakan.
Kesan samar-samar dari perbuatan-perbuatan kebiasaan, apakah baik atau buruk, dalam kehidupan lampau yang masih ada dalam kehidupan saat ini, disebut vàsanà.
Jenis perbuatan, di luar 6 jenis yang telah dijelaskan di atas, yang cenderung muncul berulang-ulang dalam kehidupan saat ini disebut carita.)

Buddha mengetahui carita dari tiap-tiap individu seperti:
individu ini dikuasai oleh perbuatan baik (sukha carita),
individu ini dikuasai oleh perbuatan jahat (dukkha carita),
individu ini dikuasai oleh perbuatan yang didorong oleh keserakahan (ràga carita),
individu ini dikuasai oleh perbuatan yang didorong oleh kebencian (dosa carita),
individu ini dikuasai oleh perbuatan yang didorong oleh kebodohan (moha carita),
individu ini dikuasai oleh perbuatan yang didorong oleh keyakinan (saddhà carita),
individu ini dikuasai oleh perbuatan yang didorong kebijaksanaan (buddhi carita),
individu ini dikuasai oleh perbuatan yang didorong kenangan (vitakka carita).

Lebih jauh lagi, Buddha juga mengetahui sifat dari 6 jenis perbuatan ini, kondisi-kondisi yang mengotori, kondisi-kondisi yang membersihkan, kondisi-kondisi yang penting, hasilnya, dan akibat-akibat dari 6 jenis perbuatan tersebut.

(4) Adhimutti: watak
Adhimutti artinya watak alami dari tiap-tiap individu: ada 2 jenis adhimutti, yaitu,
pilihan alami akan atau kecenderungan ke arah kejahatan (hinadhi mutti), dan
pilihan akan, atau kecenderungan ke arah hal-hal mulia (pantitàdhi mutti),
orang-orang (pada umumnya) bergaul dengan orang-orang lain yang bersifat sama, mereka yang berwatak jahat akan bergaul dengan orang berwatak jahat, mereka yang berwatak mulia akan bergaul dengan orang berwatak mulia pula.

Buddha mengetahui jenis kecenderungan dari tiap-tiap individu, apakah seseorang berwatak jahat atau berwatak mulia.
Lebih jauh lagi, Buddha mengetahui tingkat watak dari tiap-tiap individu, apakah tinggi, rendah atau sangat rendah. Karena watak tergantung pada tingkat keyakinan, usaha, perhatian, konsentrasi, dan pengetahuan, yang merupakan 5 kelompok kualitas.

Demikianlah, Buddha mengetahui segalanya mengenai makhluk-makhluk hidup dalam hal 4 kecenderungan (àsaya), 7 kecenderungan tersembunyi (anusaya), 3 kehendak (abhisankhàra) atau 6 jenis kebiasaan (carita), dan jenis serta tingkatan kecenderungan atau watak.

Seperti halnya Buddha memiliki pengetahuan lengkap tentang dunia makhluk-makhluk hidup, Beliau juga memiliki pengetahuan lengkap tentang dunia benda-benda mati—tempat bagi makhluk-makhluk hidup seperti alam semesta ini (cakkavàla), istana, hutan dan gunung, dll.

~RAPB 2, pp. 2297-2301~
Title: (6) Anuttaropurisadammasàrathi
Post by: Yumi on 17 July 2009, 02:43:21 AM
(a) Anuttaro: Buddha yang tiada bandingnya dalam moralitas, dll, dalam semua dunia sehingga Beliau menguasai seluruh dunia makhluk-makhluk hidup … Buddha menguasai dalam hal moralitas, dalam konsentrasi, dalam kebijaksanaan, dalam Pembebasan, dan dalam pengetahuan yang menuju Pembebasan.

Keunggulan ini adalah ciri mulia dari anuttaro,
5 kelompok kehidupan Buddha adalah pemilik dari ciri mulia tersebut.

(b) Purisadammasàrathi, “Ia yang menjinakkan mereka yang layak dijinakkan.”
(purisadamma, makhluk-makhluk yang layak dijinakkan,
sàrathi, penjinak, yaitu, guru atau instruktur yang ahli).
Mereka yang layak dijinakkan termasuk, manusia, dewa, dan brahmà.

Misalnya, Buddha menjinakkan Raja Nàga Apalàla, Raja Nàga Culodara, Raja Nàga Mahodara, Raja Nàga Aravàla, Raja Gajah Dhanapàla, dll, dan membuat mereka meninggalkan kekejaman mereka dan berlindung di dalam Tiga Perlindungan.
Kemudian Buddha menjinakkan Saccaka, si petapa pengembara, putra Nigantha, Ambattha, si anak muda, Brahmana Pokkharasàti, Sonadanta, dan Kutadanta, dll.
Beliau juga menjinakkan para dewa yang berkuasa seperti Alavaka, Suciloma, Kharaloma dan bahkan Sakka, raja para dewa.

... purisadammasàrathi artinya adalah mengubah makhluk-makhluk jahat agar mantap di dalam moralitas yang lebih rendah, dan membimbing mereka yang telah memiliki moralitas rendah (yaitu, setengah jinak) agar mencapai manfaat yang lebih tinggi menuju Arahatta-Phala.

Pengetahuan dalam memberikan pengajaran kepada makhluk-makhluk lain adalah ciri mulia dammasàrathi,
5 kelompok kehidupan Buddha adalah pemilik ciri mulia tersebut.

Dalam penafsiran gabungan annutaro dan purisadammasàrathi, hanya 1 ciri mulia yang dihitung, yaitu, “Buddha, yang tiada bandingnya dalam menjinakkan mereka yang layak dijinakkan.”

Penjelasannya, ketika seorang penjinak kuda melatih seekor kuda, ia tidak akan mampu melatihnya seperti yang ia inginkan dalam waktu sehari. Ia harus melatihnya berulang-ulang berhari-hari. (Hal ini juga berlaku bagi binatang lainnya, seperti, gajah, sapi, dll.) Bahkan saat seekor kuda yang dianggap sudah jinak, belum tentu benar-benar jinak. (Demikian pula dengan binatang lainnya). Tetapi Buddha dapat menjinakkan seseorang dalam 1x duduk (yaitu, dalam sebuah khotbah atau suatu percakapan) untuk mencapai delapan Vimokkha Jhàna atau mencapai Arahatta-Phala. Ketika seorang siswa telah mencapai Arahatta-Phala, ia menjadi benar-benar jinak dan tidak akan pernah lagi memperlihatkan perbuatan yang tidak patut.

Oleh karena itu Buddha sungguh tiada bandingnya dalam menjinakkan mereka yang belum jinak.
Pengetahuan mengajar mereka yang bodoh adalah ciri mulia annutaropurisadammasàrathi,
5 kelompok kehidupan Buddha adalah pemiliki ciri mulia ini.

~RAPB 2, pp. 2306-07~
Title: (7) Satthàdevamanussànam
Post by: Yumi on 19 July 2009, 03:33:33 PM
… Buddha mengajarkan, menasihati dan menginstruksikan semua makhluk agar mendapatkan kesejahteraan saat ini, kesejahteraan masa depan, dan kebahagiaan tertinggi Nibbàna, masing-masing sesuai dukungan jasa masa lampau mereka masing-masing.
Oleh karena itu, Pengetahuan dalam membantu para dewa dan manusia untuk memperoleh kesejahteraan saat ini, kesejahteraan masa depan dan kebahagiaan tertinggi Nibbàna adalah ciri mulia satthàdevamanussànam.
5 kelompok kehidupan Buddha adalah pemilik ciri mulia tersebut.

… Bagaikan seorang pemimpin rombongan pedagang yang memimpin perjalanan itu dengan aman melalui perjalanan yang sulit dan berbahaya, demikian pula Buddha memberikan perlindungan kepada para pengembara yang melakukan perjalanan hidup dalam perjalanan yang sulit dan berbahaya yang ditandai dengan kelahiran berulang, usia tua, penyakit dan kematian, kesedihan, ratapan, sakit secara fisik, dukacita dan penderitaan hebat, nafsu (kemelekatan), kebencian, kebodohan, keangkuhan, pandangan salah, dan perbuatan jahat, dan memimpin mereka menuju Nibbàna yang aman.
Oleh karena itu, ajaran Buddha yang mengantarkan makhluk-makhluk menuju Nibbàna adalah ciri mulia satthàdevamanussànam,
5 kelompok kehidupan Buddha adalah pemilik ciri mulia tersebut.

(Ciri mulia satthàdevamanussànam bukan hanya mencakup umat manusia dan para dewa saja. Istilah devamanussànam digunakan untuk menegaskan bahwa makhluk-makhluk yang berada di alam kehidupan yang baik dan yang dapat dibebaskan. Akan tetapi, Buddha juga memberikan petunjuk dan bimbingan yang sesuai bagi binatang sehingga mereka juga dapat memperoleh manfaat dan dengan demikian akan memperoleh bekal yang cukup untuk mencapai Magga-Phala dalam kehidupan berikut mereka. Komentar memberikan contoh Manduka Devaputta yang dikisahkan berikut.)

~RAPB 2, pp. 2308-2309~
Title: (8) Buddha
Post by: Yumi on 19 July 2009, 03:34:58 PM
Beliau disebut Buddha karena Ia mengetahui segala hal yang perlu diketahui.
Dalam pengertian lain, Beliau adalah Pengenal Kebenaran dan juga memperkenalkan Empat Kebenaran kepada makhluk-makhluk yang layak mengetahuinya. Karena itu Beliau disebut Buddha.

Perbedaan ciri mulia kedua Sammàsambuddha dan ciri mulia kedelapan, Buddha, terletak pada bahwa Buddha merujuk pada Empat Kebenaran sedangkan Sammàsambuddha merujuk pada kebijaksanaan yang mahatahu, Sabbannuta Nàna.

Akan tetapi, jika ciri mulia Buddha diartikan sebagai pengetahuan tertinggi yang sama dengan Sammàsambuddha, maka yang pertama merupakan aspek penembusan (Pativedha Nàna) dari kebijaksanaan Buddha sedangkan yang kedua merupakan aspek keterampilan (Desanà Nàna) dari kebijaksanaan Buddha dalam mencerahkan makhluk-makhluk lain.

~RAPB 2, p. 2312~
Title: (9) Bhagavà
Post by: Yumi on 19 July 2009, 03:40:17 PM
… Buddha disebut Bhagavà karena Beliau memiliki 6 kualitas mulia (yang tidak dimiliki oleh para siswa) yaitu:
(i) Issariya, (ii) Dhamma, (iii) Yasa, (iv) Siri, (v) Kàma, dan (vi) Payatta.

(i) Issariya: Keunggulan
Merupakan kekuatan dalam pembawaan Buddha yang halus yang mampu memperlakukan segala sesuatu sesuai kehendak-Nya. Issariya tdd 2 jenis, Lokuttaracittissariya dan Lokicittissariya, kekuatan kehendak Lokuttara dan kekuatan kehendak Lokiya.

Sehubungan dengan kekuatan kehendak Lokuttara, Buddha memiliki kekuatan yang tidak tertandingi. Dalam memperlihatkan Keajaiban Ganda, untuk menciptakan aliran air dari bagian tertentu tubuh-Nya, ….
Demikian pula dalam hal kesadaran Lokuttara Arahatta-Phala, Buddha memiliki kekuatan kehendak yang tidak tertandingi. Berkat kekuatan ini, Beliau memasuki pencerapan Arahatta-Phala pada saat-saat yang tidak lazim, seperti pada sela waktu dalam menyampaikan suatu khotbah, saat di mana para pendengar akan mengucapkan “Sàdhu” (“Baik”). Sesungguhnya, tidak ada waktu yang terlalu singkat yang tidak digunakan oleh Buddha untuk berdiam di dalam pencerapan Arahatta-Phala (Baca Atthasalini Mulatikà). Demikianlah bagaimana Buddha memiliki pengendalian yang menakjubkan atas kekuatan kehendak dalam hal kesadaran Lokuttara.

Di dalam kitab, 8 keistimewaan kekuatan kehendak Lokiya dijelaskan secara umum.

(a) Animà: Buddha dapat mengubah wujud-Nya menjadi sekecil mungkin, bahkan hingga sekecil sebuah atom.
Ini adalah kekuatan yang Beliau pergunakan dalam menaklukkan Brahmà Baka, saat mereka mengadu kesaktian untuk menjadi tidak terlihat.

(b) Mahimà: Beliau dapat mengubah wujud-Nya menjadi sebesar mungkin, bahkan hingga sebesar Gunung Sineru (dalam berbagai ukuran hingga sebesar yang dapat menutupi seluruh alam semesta), dan masih terlihat proporsional dan agung.
Ini adalah kekuatan yang Beliau pergunakan untuk mengesankan raja asura (yang berpikir bahwa ia harus melihat ke bawah untuk menatap Buddha karena ukuran tubuhnya yang sangat besar).

(c) Laghimà: Beliau dapat melayang sesuai keinginan-Nya dan berjalan di angkasa berkat kekuatan ini yang menyebabkan tubuh-Nya menjadi sangat ringan, seringan batin-Nya (yang melayang).

(d) Patti: Beliau dapat melakukan perjalanan ke tempat-tempat yang jauh sesuai keinginan-Nya.
Orang-orang biasa yang tidak memiliki kekuatan ini tidak dapat melakukan perjalanan secara fisik ke tempat jauh secepat pikiran mereka. Buddha dapat pergi bahkan ke alam dewa dan brahmà dengan seketika.

(e) Pàkamma: Beliau dapat melakukan apa pun yang Beliau inginkan.
Di dalam 8 kelompok, Beliau bertekad agar terlihat sebagai salah satu dari mereka (misalnya, di antara para dewa di alam dewa, ia tampil sebagai dewa, dsb,) (Baca bab sebelumnya tentang wafatnya Buddha). Dalam membabarkan Dhamma kepada para penghuni alam semesta lain, Beliau mengubah wujud, suara, dll seperti raja-raja dari tempat-tempat itu.

(f) Isità: Mengatasi keinginan-keinginan makhluk-makhluk lain.
Semua rutinitas Buddha dilakukan melalui kekuatan ini, semua makhluk harus memenuhi keinginan Buddha.

(g) Vasità: Menguasai kekuatan batin dan pencerapan.
Ini adalah kekuatan yang digunakan untuk menjinakkan individu-individu yang berkuasa dan angkuh seperti Nàga Uruvela, mengatasi semua kekuatan mereka dalam segala hal seperti meniupkan api, asap, dll.

(h) Yatthamàvasàyità: Beliau memiliki pengendalian total atas pencerapan Jhàna dan dalam memperlihatkan kesaktian, mampu menghentikannya sesuai kehendak-Nya.
Ini adalah kekuatan yang digunakan dalam memperlihatkan Keajaiban Ganda api dan air yang memancar dari berbagai bagian tubuh-Nya dengan api berkobar dari bagian atas tubuh-Nya dan air mengalir dari bagian bawah tubuh-Nya, dan kemudian mendadak, selagi para hadirin memandang dengan takjub, mengobarkan api dari bagian bawah tubuh-Nya dan mengalirkan air dari bagian atas tubuh-Nya, dsb.

8 kekuatan di atas dari kehendak kesadaran Lokiya termasuk dalam pengetahuan Iddhividha Abhinnà yang mendukung pencapaian kekuatan batin. Buddha tidak tertandingi dalam pengetahuan ini.
8 kekuatan Lokiya dan penguasaan dalam kehendak Lokiya dan kehendak Lokuttara yang dijelaskan di atas disebut yang pertama dalam 6 kualitas agung, yaitu, Issariya, keunggulan.

(ii) Dhamma: Pengetahuan Atas 9 Faktor Lokuttara
Kualitas agung ini adalah pengetahuan Buddha dalam hal pencapaian-Nya yang istimewa atas 9 Faktor Lokuttara, yaitu, 4 Magga, 4 Phala dan Nibbàna, yang menghancurkan semua kotoran secara total sehingga tidak ada bekas yang samar-samar sekalipun yang diakibatkan karena kebiasaan masa lampau-Nya. Makna ini sangat jelas.

(iii) Yasa: Kemasyhuran dan Pengikut
Reputasi mulia yang mengelilingi Buddha bukanlah sekadar bualan kosong namun sungguh benar hingga yang sekecil-kecilnya, dan memang sepatutnya demikian. Reputasi Buddha adalah murni, tidak tercampur-aduk. Ada individu tertentu yang memiliki reputasi yang terkenal, mereka layak dengan reputasi itu, namun reputasi mereka tidak menembus 3 alam (manusia, dewa, dan brahmà).
Reputasi Buddha sedemikian sehingga mereka yang mencapai Penyerapan Tanpa Bentuk (Arupa Jhàna) dapat tetap berada di Alam Brahmà Tanpa Bentuk (Arupa Brahmà) dan merenungkan 9 ciri agung Buddha. Karena kemasyhuran Buddha mencapai hingga ke Alam Brahmà Tanpa Bentuk, tidak perlu lagi disebutkan bahwa kemasyhuran ini mencapai alam bentuk dan alam indria.

(iv) Siri: Kemegahan Kesempurnaan Jasmani
Kualitas agung kesempurnaan jasmani Buddha adalah sedemikian sehingga semua manusia, dewa, dan brahmà tidak puas-puasnya menatap penampilan-Nya yang agung tersebut. Karena Beliau memiliki 32 tanda-tanda manusia luar biasa serta 80 tanda-tanda kecil. Mereka yang datang untuk bertemu dengan Bhagavà terpaksa pergi hanya karena waktu tidak mengizinkan untuk tinggal lebih lama meskipun mereka masih belum memuaskan mata mereka memandang keagungan jasmani Bhagavà.

(v) Kàma: Kekuatan Pencapaian
Buddha telah mencapai semua yang ingin Beliau capai. Tujuan kokoh, usaha tekun yang mendasari kekuatan pencapaian ini, disebut kàma. Sejak masih sebagai Bodhisatta Sumedhà, Beliau menerima kepastian akan menjadi seorang Buddha pada masa depan dari Buddha Dipankara, Beliau memusatkan pikiran-Nya untuk menghantarkan banyak makhluk menuju Pembebasan.

“Semoga Aku tercerahkan dan semoga Aku mampu menghantarkan banyak makhluk menuju pencerahan.” (Buddho Bodheyyam)

“Semoga Aku terbebas dari lingkaran kelahiran, dan semoga Aku mampu menghantarkan banyak makhluk menuju keterbebasan.” (Mutto Moceyyam)

“Semoga Aku menyeberang ke pantai yang aman dan semoga Aku mampu menghantarkan banyak makhluk menuju seberang.” (Tinno Tàreyyam)

Hasrat yang penuh kesungguhan, tujuan yang kokoh, tidak pernah surut dari dalam diri Buddha. Karena tujuan itulah yang menghantarkan-Nya menuju pencapaian Pencerahan Sempurna melalui Magga-Phala, dan memenuhi hasrat-Nya yang penuh kesungguhan. Demikianlah Beliau mencapai Pencerahan Sempurna, terbebas dari lingkaran kelahiran, dan telah menyeberang ke pantai aman Nibbàna.

Ada banyak orang yang pernah memiliki keinginan untuk memperoleh kesejahteraan diri sendiri dan kesejahteraan makhluk-makhluk lain. Tetapi, begitu kesejahteraannya terpenuhi, mereka cenderung lupa akan kesejahteraan makhluk-makhluk lain, atau tidak mampu memenuhi keinginannya sehubungan dengan makhluk-makhluk lain. Buddha mencapai Kebuddhaan diperkuat dengan Pengetahuan Jalan dengan mengabdikan diri-Nya dalam tugas yang telah ditetapkan sejak awal yaitu membantu makhluk-makhluk lain. Usaha ini adalah penyebab utama dari pencapaian-Nya dalam membantu banyak makhluk agar dapat melihat Empat Kebenaran, membantu mereka menyeberang ke pantai aman Nibbàna. Oleh karena itu, hasrat yang penuh kesungguhan (adhigama chanda) yang bertanggung jawab atas pencapaian mulia dari misi Buddha baik bagi diri-Nya sendiri maupun makhluk-makhluk lain disebut kàma.

(vi) Payatta: Ketekunan
Payatta artinya adalah ketekunan yang tidak tertandingi. (Mempertimbangkan 5 rutinitas Buddha yang dilakukan setiap hari tanpa mengenal lelah.) Usaha-Nya yang tidak mengenal lelah dalam melaksanakan 5 rutinitas seorang Buddha meningkatkan cinta dan penghargaan terhadap dunia makhluk-makhluk hidup. Usaha Benar (Sammà Vàyama) yang membuat-Nya berhak menerima penghormatan hangat dari seluruh dunia makhluk-makhluk hidup adalah kualitas mulia Payatta.

~RAPB 2, pp. 2312-2319~
Title: 6 Ciri Mulia Dhamma
Post by: Yumi on 29 July 2009, 08:17:36 AM
Svàkkhàto Bhagavàtà Dhammo, Sanditthiko, Akàliko, Ehipassiko, Opaneyyiko, Pacattam Veditabbo Vinnuhi

(i) Dhamma yang terdiri dari Magga-Phala Nibbàna dan Pariyatti dijelaskan dengan sempurna, Svàkkhàto, karena:
(a) Baik pada permulaan, baik pada pertengahan, dan baik pada akhir dalam ucapan dari setiap kata-kata sesuai 6 peraturan tata bahasa dan 10 peraturan artikulasi bagi lidah orang-orang Magadha,
(b) dan (c) Karena menunjukkan Jalan Tengah yang menghindari 2 ekstrem, dan karena mengatasi kotoran dan secara total memadamkannya,
(d) karena menjelaskan sifat dari kekekalan, kestabilan, perdamaian, dan keabadian.

(ii) Dhamma, yaitu, Empat Magga, Empat Phala, dan, Nibbàna, adalah Sanditthiko
karena dilatih dan dicapai oleh para Ariya yang telah memadamkan kotoran, dan juga karena merupakan penghancur cepat bagi kotoran untuk mencapai kemenangan.

(iii) Dhamma, 9 Faktor Lokuttara, adalah Akàliko,
karena segera berbuah saat buah (Phala) dari Jalan (Magga) tersebut dapat dicapai tanpa penundaan.

(iv) Dhamma adalah Ehipassiko
karena jelas terlihat bagaikan bulan yang agung di langit yang bersih dan bebas dari kabut, asap, awan, dll, atau bagaikan permata Manohara yang ditemukan di Gunung Vepulla, mengundang semua makhluk untuk datang dan melihat sendiri.

(v) Dhamma adalah Opaneyyiko
karena Empat Magga bertindak sebagai rakit untuk menyeberang menuju Nibbàna yang aman sedangkan Phala dan Nibbàna melimpahkan tempat berlindung yang aman kepada para Ariya.

(vi) Dhamma adalah Paccattam Veditabbo
karena harus ditembus melalui usaha masing-masing individu yang bijaksana.

~RAPB 2, pp. 2326-2327~
Title: (i) Svàkkhàta
Post by: Yumi on 05 August 2009, 01:02:04 PM
Dalam sebuah khotbah, bagian pendahuluan membuatnya sempurna di awal, bagian kesimpulan membuatnya sempurna pada akhirnya. Dan bagian pertengahan dengan berbagai hal yang saling berhubungan membuatnya sempurna pada pertengahan.

(Dengan cara lain:) Dalam Suttanta dan Vinaya Pitaka, semua khotbah menyebutkan tempat terjadinya peristiwa tersebut (Sàvatthi, Ràjagaha, dll,) yang merupakan bagian yang sempurna pada awalnya.
Kesesuaian khotbah tersebut dengan kecenderungan para pendengar yang hadir dalam peristiwa tersebut, Kebenaran yang tidak terbantahkan yang terdapat dalam khotbah tersebut, inti dan penggambarannya membuat khotbah tersebut sempurna pada pertengahan.
Manfaat yang diperoleh oleh para pendengar melalui keyakinan mereka, dan kesimpulan yang tepat dari topik tersebut, membuat akhir yang sempurna.

Ajaran Buddha menuntut para siswa-Nya untuk mengambil 2 langkah:
langkah pertama adalah mendengarkan dengan penuh perhatian dan keyakinan,
dan langkah kedua adalah menjalani praktik Dhamma.
Jika dua langkah di atas telah dijalankan sesuai urutan dan latihan yang benar telah dilakukan, seorang siswa akan mencapai Arahatta-Phala. Oleh karena itu, dalam mendengarkan Dhamma, jika Anda memiliki tujuan tertinggi Arahatta-Phala, Anda akan mendapatkan pengetahuan mengenai apa yang telah didengar, Sutamaya Nàna yang muncul berulang-ulang yang dapat menyingkirkan rintangan batin.

Karena itu, memerhatikan Dhamma dengan sungguh-sungguh adalah yang baik pada awalnya. Jika Anda menjalani praktik Dhamma setelah mendengarkannya berulang-ulang, Anda akan menjadi tenang yang muncul bersama konsentrasi Samatha Sukha,

dan kemudian jika Anda melanjutkan dengan benar, Anda akan mencapai Pandangan Cerah terhadap fenomena yang akan memberikan kedamaian dan kepuasan Vipassanà Sukha. Dengan demikian, praktik Dhamma adalah yang baik pada pertengahan.

Karena praktik yang benar akan mengarah menuju Arahatta-Phala, hasil dari praktik ini adalah yang baik pada akhirnya. Demikianlah ajaran yang baik pada awalnya, baik pada pertengahan, dan baik pada akhirnya, dan oleh karena itu, disebut Svàkkhàto.

Lokuttara telah dibabarkan dengan sempurna dalam hal bahwa ini menuju Nibbàna melalui latihan Empat Jalan yang dinyatakan oleh Buddha sebagai berikut, “Ini adalah latihan benar, jalan menuju Nibbàna, dan ini adalah Nibbàna yang dapat dicapai melalui latihan ini.” (Demikianlah bagaimana Magga dan Nibbàna dibabarkan dengan sempurna.)

Dari ketiga aspek Lokuttara ini, yaitu, Magga dan Phala, Nibbàna,
Ariya Magga dibabarkan dengan sempurna dalam hal bahwa ia menghindari 2 ekstrem dan diarahkan di Jalan Tengah sebagai latihan yang benar.
Buah (Phala) dari Jalan (Magga), yaitu, Buah biasa yang dicapai oleh seorang Ariya, yang berjumlah empat, adalah faktor-faktor di mana tidak terdapat kotoran yang membakar.
Dan pengungkapan kebenaran ini bahwa, “Empat Phala adalah faktor-faktor di mana tidak terdapat kotoran yang membakar tersisa,” adalah ciri mulia dari pembabaran yang sempurna.
Nibbàna adalah kekal, abadi, unsur tidak berkondisi yang tertinggi dan Nibbàna ini yang dinyatakan oleh Buddha sebagai kekal, abadi, dst, adalah ciri mulia dari pembabaran yang sempurna. (Demikianlah bagaimana Magga-Phala Nibbàna, faktor-faktor Lokuttara dibabarkan dengan sempurna.)

~RAPB 2, pp. 2327-2336~
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: wiithink on 10 August 2009, 08:08:36 PM
gw udah idup 22 tahun.. ndak tau tripitaka tuh yang mana dan gimana bentuknya
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Yumi on 11 August 2009, 02:10:34 PM
Sis wiithink, kumpulan bukunya banyak.. bisa coba liat di link ini, ada gambarnya koq.. ;D

http://dhammacitta.org/perpustakaan/ebook/theravada/digha-nikaya-khotbah-khotbah-panjang-sang-buddha
yg Digha Nikaya ini Nikaya pertama dari Sutta Pitaka, kalo mau bisa request ma ko hendra.
Tipitaka kan ada 3 bagian: Vinaya Pitaka, Sutta Pitaka, Abhidhamma Pitaka. Jadi, bukunya banyak, ini cuman salah satu dari Sutta Pitaka aja.. ;)

http://dhammacitta.org/tipitaka/

http://www.indonesiatipitaka.net/
Title: (2) Sanditthiko
Post by: Yumi on 14 August 2009, 02:24:14 PM
Ciri mulia ini hanya berhubungan dengan Lokuttara (kebenaran yang ditembus oleh Ariya).
Semua Ariya, apakah seorang Pemenang Arus, atau Yang Sekali Kembali, atau Yang Tak Kembali, setelah menghancurkan berbagai kotoran masing-masing sesuai statusnya, tidak lagi berurusan dengan hal-hal yang membahayakan diri sendiri atau membahayakan orang lain, atau membahayakan keduanya karena mereka tidak lagi memiliki kotoran seperti kemelekatan (ràga).
Oleh karena itu mereka tidak memiliki rasa sakit secara fisik. Karena kotoran telah padam, mereka juga bebas dari rasa sakit secara batin.
Dengan merenungkan kenyamanan batin dan jasmani ini, Ariya tersebut melihat bahwa kebebasannya dari kesulitan batin dan jasmani adalah karena tidak adanya kotoran seperti kemelekatan yang telah dihancurkan melalui Pengetahuan Jalan.
Ia mengetahuinya dari pengalaman pribadi dan bukan dari kabar angin.
Demikianlah Ariya Magga dapat dilihat oleh Ariya dengan pengalaman pribadinya sendiri, karena itu, Sanditthiko.

Penjelasan lain, seorang Ariya, melalui Magga Nàna (Pengetahuan Jalan) yang ia capai, mengalami Buah atau Phala Nàna, dan menembus Nibbàna.
Bagaikan seorang yang memiliki pandangan mata yang baik dapat melihat objek-objek yang terlihat,
demikian pula seorang Ariya, melalui Pengetahuan peninjauannya, Paccavekkhana, melihat Magga Nàna, Phala Nàna, dan Nibbàna.
Demikianlah seluruh 9 faktor dari Lokuttara dikatakan dapat dilihat oleh para Ariya melalui pengalaman mereka sendiri, karena itu disebut Sanditthiko.

~RAPB 2, pp. 2336-2337~
Title: (3) Akàlika
Post by: Yumi on 13 October 2009, 11:49:06 PM
Ciri mulia ini hanya berhubungan dengan Jalan Ariya. Merujuk pada arti akàlika yang dijelaskan di atas. Jalan Ariya berbuah segera, dan dengan demikian juga memberikan manfaat segera dan tidak habis-habisnya. Pertimbangkan kebajikan duniawi dan manfaatnya yang memerlukan waktu sehari atau paling sedikit beberapa jam untuk berbuah, meskipun pada jenis kebajikan yang berbuah saat ini.
Dengan Jalan Ariya Lokuttara, tidak demikian. Tidak ada selang waktu antara munculnya Magga Nàna dan buahnya, Phala Nàna. Pengetahuan Jalan menimbulkan Pengetahuan Buah seketika. Karena itu Magga Lokuttara berbuah tanpa penundaan, Akàliko.

Hal penting untuk diperhatikan sehubungan dengan ciri mulia ini adalah bahwa menurut Abhidhammà, dalam satu proses pikiran Magga, kesadaran Magga muncul hanya selama satu momen-pikiran, tidak sampai sekedipan mata sebelum kesadaran Phala muncul.
Seorang Ariya yang mencapai Magga adalah seorang “Pencapai-Magga” hanya selama satu momen-pikiran dan setelahnya ia adalah seorang ‘Pencapai-Phala” dengan seketika. Hal ini karena proses-pikiran dari munculnya Jalan dan Buahnya mengalir berturut-turut tanpa terputus.
Karena itu, terjemahan Myanmar menjelaskan proses itu bahwa Pencapai-Magga disebut “adik” dari Pencapai-Phala dalam pengertian teknis.

~RAPB 2, pp. 2337-2338~
Title: (4) Ehipassiko
Post by: Yumi on 14 October 2009, 12:09:17 AM
Sembilan faktor-faktor Lokuttara adalah hal-hal nyata dalam pengertian tertinggi. Ada di dalam kebenaran dan kenyataan. Indah karena murni, tidak tercemar oleh noda-noda batin. Layak diselidiki. “Datang, dan lihatlah sendiri, alamilah sendiri! Cobalah sendiri!” terlihat seperti mengundang.
Misalnya, jika Anda tidak memiliki sesuatu yang berharga di tangan yang dapat dipamerkan seperti sekeping emas atau perak, Anda tidak dapat mengundang orang lain, “Datang dan lihatlah apa ini.” Juga, jika Anda memiliki sesuatu yang menjijikkan di tangan Anda, seperti kotoran, Anda tidak akan mengundang orang lain untuk datang dan melihatnya. Sebaliknya, sesuatu yang menjijikkan dan kotor hanya akan disembunyikan dan tidak diperlihatkan.

Sembilan faktor-faktor Lokuttara adalah hal-hal nyata dalam pengertian tertinggi. Bagaikan bulan purnama di langit yang bersih, atau bagaikan sebutir batu delima besar yang diletakkan di atas kain beludru putih. Dhamma ini tidak bernoda, tidak berbintik, murni sempurna. Oleh karena itu layak diselidiki, layak dihargai. Mengundang semua orang untuk membuktikan sendiri kebenarannya, Ehipassiko.

~RAPB 2, pp. 2338-2339~
Title: (5) Opaneyyiko
Post by: Yumi on 14 October 2009, 12:48:44 AM
Kaum awam tidak memiliki pengalaman Lokuttara. Batin mereka tidak pernah mencapai Kesadaran-Magga dan Kesadaran-Phala. Oleh karena itu mereka tidak pernah menembus Nibbàna. Karena mereka tidak pernah mencapai Kesadaran-Magga dan Kesadaran-Phala dan tidak pernah menembus Nibbàna maka mereka berkubang tanpa akhir dalam lumpur lingkaran kelahiran yang penuh penderitaan.

Jika tingkat Lokuttara terendah sebagai Pemenang Arus tercapai, jika Kesadaran-Sotàpatti-Magga telah muncul dalam diri seseorang, sang yogi sebagai seorang Ariya telah menembus Nibbàna dengan jelas dan tanpa keliru bagaikan melihat sesuatu dengan mata kepalanya sendiri. Begitu penembusan ini dicapai, ia akan mengakhiri semua dukkha (yaitu, lingkaran kelahiran yang penuh penderitaan) dalam seluruh 7 kelahiran selanjutnya di alam yang berbahagia.

Dalam suatu kesempatan, Bhagavà meletakkan sedikit tanah di kuku jari-Nya (melalui kehendak-Nya) dan berkata kepada para bhikkhu, “Para bhikkhu, manakah yang lebih banyak, tanah yang berada di kuku jari-Ku ini atau di bumi yang besar ini?”
Dan para bhikkhu menjawab, “Yang Mulia, tanah di kuku jari itu sangat sedikit, tanah di bumi ini jauh lebih banyak.”
“Demikianlah, para bhikkhu,” Bhagavà berkata, jumlah kelahiran yang dicegah kemunculannya oleh Sotàpatti-Magga oleh seorang siswa Ariya adalah bagaikan tanah di bumi ini, dan jumlah kelahiran yang akan muncul baginya sangat sedikit bagaikan tanah di kuku jari-Ku ini (hanya tujuh).

Demikianlah faktor-faktor Lokuttara yang berakibat memotong jalan yang harus dilalui oleh pengembara di dalam samsàra menjadi hanya sedikit kelahiran saja, dengan akibat yang tertinggi dalam bentuk kebebasan total dari samsàra, sesuai pencapaian dari masing-masing individu Ariya.

Demikianlah, seorang yang bajik yang berniat mengakhiri dukkha harus menetapkan tujuan mencapai Magga-Phala sebagai prioritas tertinggi. Bahkan jika kepala seseorang terbakar, pemadaman api bukanlah suatu hal yang mendesak jika dibandingkan dengan tujuan mencapai Pengetahuan Jalan karena api di kepala hanya menghancurkan kehidupan saat ini saja sedangkan api kotoran dalam diri dapat menyebabkan penderitaan tanpa akhir dalam samsàra.

Dhamma Lokuttara harus dilatih dengan tekun hingga Pengetahuan Jalan dan Buahnya tercapai. Nibbàna harus dijadikan sebagai objek batin dengan penuh ketekunan. Demikianlah Sembilan Faktor Lokuttara layak direnungkan dalam batin, Opaneyyiko.

~RAPB 2, pp. 2339-2340~
Title: (6) Paccattam Veditabbo
Post by: Yumi on 14 October 2009, 01:17:15 AM
Dalam ciri mulia ini, 3 jenis Ariya harus dipahami, yaitu,
(i) Ugghatitannu, yang mencapai Magga-Phala setelah mendengarkan inti dari sebuah khotbah Dhamma,
(ii) Vipancitannu, seseorang yang menembus Magga-Phala setelah mendengarkan penjelasan dari Dhamma, dan
(iii) Neyya, seseorang yang setahap demi setahap memahami Kebenaran setelah menerima penjelasan yang terperinci dan bimbingan.

Seluruh tiga jenis ini, setelah mencapai Jalan, mengetahui, bahwa mereka telah menjalani Latihan Mulia, bahwa mereka telah mencapai Jalan, Buah, dan telah menembus Nibbàna melalui pengalaman mereka sendiri. Karena pembersihan kotoran harus dilakukan secara langsung oleh diri sendiri. Seorang siswa tidak mungkin mampu menghilangkan kotorannya melalui pencapaian Jalan yang dilakukan oleh gurunya. Ia juga tidak mungkin dapat berdiam dalam Buah melalui Buah yang dicapai oleh gurunya. Ia juga tidak mungkin menetapkan Nibbàna sebagai objek batinnya melalui gurunya yang menetapkan Nibbàna sebagai objek batin (guru)nya.
Hanya dengan pencapaian Magga oleh diri sendiri, seseorang dapat melenyapkan kotoran di dalam dirinya. Berdiam dalam Buah hanya mungkin jika seseorang telah mencapai Pengetahuan Buah oleh diri sendiri. Nibbàna juga demikian, suatu hal yang harus dialami langsung, dan bukan ditembus melalui pengalaman orang lain.

Demikianlah Sembilan Faktor Lokuttara jangan dianggap sebagai hiasan yang menghias orang-orang lain (dan tidak bermanfaat bagi diri sendiri) tetapi merupakan milik para Ariya yang mampu menikmatinya. Karena faktor-faktor ini berhubungan dengan para bijaksana, maka faktor-faktor ini di luar jangkauan si dungu.
Demikianlah sembilan faktor-faktor Lokuttara ini adalah dimiliki para Ariya yang oleh diri sendiri dapat menembusnya dalam batin mereka dan menikmatinya, Paccattam Veditabbo.

~RAPB 2, pp. 2340-2341~
Title: 9 Ciri Mulia Sangha
Post by: Yumi on 18 November 2009, 10:08:08 AM
Suppatipanno Bhagavàto Sàvakasangho,
Ujuppatipanno Bhagavàto Sàvakasangho,
Nàyappatipanno Bhagavàto Sàvakasangho,
Sàmicippatipanno Bhagavàto Sàvakasangho.
Yadidam Cattàri Purisayugàni Atthapurisapuggalà Esa Bhagavàto Sàvakasangho
Ahuneyyo, Pàhuneyyo, Dakkhineyyo, Anjalikaraniyo,
Anuttaram Punnakhettam Lokassà.


(Kitab Pàli dari 9 ciri mulia Sangha) maknanya:
Komunitas para siswa Buddha, yaitu, 8 kelompok Ariya Sangha, menjalani latihan yang baik, Suppatipanno. (1)
Komunitas para Siswa Ariya Buddha memiliki kejujuran (Ujuppatipanno) karena mereka mengikuti Jalan Tengah yang lurus. (2)
Komunitas para Siswa Ariya Buddha berusaha untuk mencapai Nibbàna, Nàyappatipanno. (3)
Komunitas para Siswa Ariya Buddha menjalani latihan yang benar, karena merasa malu untuk melakukan kejahatan dan merasa jijik untuk melakukan perbuatan jahat, selalu penuh perhatian, dan mengendalikan segala tindakan mereka, bahkan lebih memilih mati daripada melanggar moralitas, Sàmicippatipanno. (4)

Para siswa Buddha, Ariya Sangha terdiri dari 8 kelompok makhluk dalam 4 pasang, individu-individu mulia:
- yang layak menerima persembahan yang dibawa dari jauh (Ahuneyyo) (5)
- yang layak menerima persembahan yang khusus dipersiapkan untuk tamu istimewa (Pàhuneyyo) (6)
- yang layak menerima persembahan yang diberikan demi Nibbàna, (Dakkhineyyo) (7)
- yang layak menerima penghormatan dari tiga alam (Anjalikaraniyo) (8]
- Lahan yang teramat subur untuk menanam benih jasa (Punnakhettam Lokassa) (9)

~RAPB 2, pp. 2344-2345~
Title: (1) Suppatipanna
Post by: Yumi on 18 November 2009, 10:13:48 AM
Dalam 9 ciri mulia dari Sangha, 4 yang pertama yang dimulai dari Suppatipanna adalah kondisi-kondisi yang memiliki 5 berikutnya sebagai akibat.
Empat kondisi (ciri mulia) sesungguhnya bukanlah empat jenis latihan yang berbeda: jika latihan benar seperti yang dijelaskan dalam Ariya Magga dilaksanakan, maka seluruh empat ciri mulia ini akan dicapai.

Hal ini karena ajaran Buddha dalam intinya adalah latihan benar sebagai unsur penting dari Jalan Ariya. Adalah latihan benar yang diajarkan kepada banyak makhluk selama lebih dari 45 tahun misi Buddha dalam banyak cara sesuai watak masing-masing pendengar.
Demikianlah, latihan benar adalah pesan Buddha yang sesungguhnya, merupakan inti dari keseluruhan ajaran-Nya.
Seseorang yang menjalani latihan mulia ini adalah seorang yang berlatih benar, seorang Suppatipanna Puggalo.

Komunitas para siswa Buddha memiliki praktik benar karena mereka menjalani latihan yang benar.
Ariya Sangha menjalani Dhamma dan Vinaya seperti yang diajarkan oleh Buddha. Yaitu, menjalani latihan yang benar, latihan yang tanpa noda. Karena itu, mereka memiliki latihan benar.

2346-2347
Title: (2) Ujuppatipanno
Post by: Yumi on 18 November 2009, 10:31:57 AM
Latihan benar yang merupakan unsur penting dari Jalan Ariya memiliki kualitas yang dapat menghancurkan faktor-faktor yang bertentangan dan merupakan kotoran. Oleh karena itu, latihan benar adalah latihan yang tidak keliru dan lurus. Oleh karena itu, komunitas para siswa Buddha yang menjalani latihan benar disebut para mulia yang memiliki praktik yang jujur dan lurus. (2)

Sangha menjalani Delapan Faktor Jalan dan dengan demikian berjalan di Jalan Tengah, menghindari dua ekstrem (dalam bentuk kenikmatan indria dan penyiksaan diri). Latihan ini juga lurus tanpa adanya penyimpangan sedikit pun atau berbelok dalam bentuk apa pun dari tiga bentuk belokan. Karena itu mereka memiliki latihan yang lurus. (2)

2347-48
Title: (3) Nàyappatipanno
Post by: Yumi on 18 November 2009, 10:36:50 AM
Latihan benar yang merupakan unsur penting dari Jalan Ariya adalah latihan yang tidak mungkin berlawanan dengan Nibbàna, tetapi selaras dengan Nibbàna. Komunitas para siswa yang menjalani latihan benar yang selaras dengan Nibbàna, yang tidak berlawanan dengan Nibbàna, memiliki latihan yang mengarah menuju Nibbàna. (3)

Nibbàna yang hanya dapat ditembus melalui Magga-Phala Nàna disebut Nàna (Pengetahuan). Karena Sangha berlatih untuk mencapai Nàna, mereka memiliki latihan yang mengarah menuju Nibbàna. (3)

2347-48
Title: (4) Sàmicippatipanno
Post by: Yumi on 18 November 2009, 10:54:33 AM
Latihan benar yang merupakan unsur penting dari Jalan Ariya adalah latihan yang selaras dengan Sembilan Faktor Lokuttara, dan oleh karena itu disebut latihan benar, latihan yang selaras dengan Dhamma. Karena itu Sangha memiliki latihan benar. (4)

Memuja, menyambut, merangkapkan tangan untuk menghormat, dan mempersembahkan 4 kebutuhan bhikkhu adalah perbuatan menghormat yang disebut Sàmicikamma. Para dewa dan menusia melakukan perbuatan-perbuatan penghormatan ini kepada Sangha yang memiliki moralitas, konsentrasi, dan kebijaksanaan selayaknya Sangha.
Seseorang yang tidak memiliki moralitas, konsentrasi, dan kebijaksanaan tidak layak menerima penghormatan.

Sedangkan bagi komunitas para siswa Buddha, mereka menjalani latihan benar yang adalah Jalan Ariya, karena itu mereka memiliki moralitas, konsentrasi, dan kebijaksanaan sebagai Tiga Latihan yang diperlukan. Dan oleh karena itu mereka layak menerima penghormatan. Karena mereka melakukan tindakan yang membuat mereka layak menerima penghormatan melalui latihan mulia yang mereka jalankan, mereka memiliki Sàmicippatipanno. Empat ciri mulia ini adalah kondisi-kondisi yang menyebabkan mereka layak menerima penghormatan.

2347-48
Title: 8 Kelompok Para Ariya Dalam 4 Pasang
Post by: Yumi on 18 November 2009, 12:04:01 PM
Dari delapan kelompok para Ariya ini, empat kelompok yang telah mencapai Pengetahuan Jalan memiliki (empat aspek dari) latihan benar di atas yang merupakan unsur penting dari jalan Ariya. Empat kelompok yang telah mencapai Pengetahuan Buah memiliki latihan benar di atas dalam arti bahwa hanya dengan melalui latihan benar maka mereka dapat menikmati Jalan dan Buahnya, Nibbàna.

(a) Ariya yang mencapai Jalan Pertama atau Pemenang Arus dan Ariya yang mencapai Buah setelahnya,
(b) Ariya yang mencapai Jalan Kedua atau Yang Sekali Kembali dan Ariya yang mencapai Buah setelahnya,
(c) Ariya yang mencapai Jalan Ketiga atau Yang Tak Kembali dan Ariya yang mencapai Buah setelahnya,
(d) Ariya yang mencapai Jalan Keempat atau Arahatta-Magga Puggalo dan Ariya yang mencapai Buah setelahnya atau Arahatta-Phala Puggalo (Sang Arahanta).

2347-49
Title: (5) Ahuneyyo
Post by: Yumi on 18 November 2009, 12:17:32 PM
Empat pasang ini, yang berarti 8 kelompok para Ariya, karena memiliki 4 ciri mulia sebagai kondisi seperti Suppatipanna berhak mendapatkan 5 gelar mulia seperti Ahuneyyo yang juga merupakan ciri mulia mereka yang merupakan ciri akibat.

Ahuneyyo: (à, bahkan yang dibawa dari jauh, huna, persembahan empat kebutuhan, eyya, layak menerima).
Ariya Sangha dapat, karena 4 ciri mulia yang mereka miliki sebagai kondisi seperti Suppatipanna, melimpahkan berkah jasa kepada para penyumbang yang mempersembahkan 4 kebutuhan bhikkhu kepada mereka.
Oleh karena itu, jika penyumbang telah mempersiapkan benda-benda kebutuhan ini saat Ariya Sangha datang untuk mengumpulkan dàna makanan, ia harus mempersembahkannya dengan gembira. Jika benda-benda tersebut belum dipersiapkan, ia harus berusaha mendapatkannya bahkan jika harus mengambilnya dari jauh dan kemudian mempersembahkannya.
Benda-benda itu yang dibawa dari jauh dan dipersembahkan disebut Ahuna. Ariya Sangha yang memiliki empat kondisi ini layak menerima persembahan itu yang dibawa dari jauh dan terlebih lagi karena dengan menerima persembahan itu, para penyumbang akan memperoleh jasa yang besar. Oleh karena itu Ariya Sangha memiliki ciri mulia Ahuneyyo.

(Penjelasan lain:)
(à, bahkan yang dibawa dari jauh, huneyya, layak mempersembahkan empat kebutuhan bhikkhu).
Ariya Sangha dapat melimpahkan banyak jasa bagi para penyumbang karena mereka memiliki 4 kondisi mulia ini. Oleh karena itu, penyumbang yang ingin mendapatkan banyak jasa, harus memberikan persembahan bukan saja pada saat Sangha datang mengumpulkan dàna makanan, tetapi sebaiknya pergi dan memberikan persembahan kepada Sangha di vihàra yang mungkin harus melakukan perjalanan jauh untuk mendatangi vihàra tersebut.
Empat kebutuhan yang dipersembahkan setelah melakukan perjalanan jauh untuk tujuan demikian disebut Ahuna. Ariya Sangha layak menerima persembahan demikian berkat 4 kondisi yang mereka miliki. Dalam pengertian ini juga maka Ariya Sangha disebut Ahuneyyo.

(Penjelasan lain lagi:)
Ariya Sangha disebut Ahuneyyo karena mereka layak menerima persembahan dari Sakka, raja para dewa, dan para makhluk berkuasa lainnya.
Pandangan lain, dalam tradisi brahmanisme, mereka menjaga api pengorbanan tetap menyala yang disebut Ahavaniya (yang memiliki arti yang sama dengan Ahuneyyo.) Mereka percaya bahwa jika memberikan makan api itu dengan mentega sebagai persembahan, mereka akan mendapatkan banyak jasa.
Jika persembahan kepada api pengorbanan dapat memberikan jasa, dan ini disebut Ahavaniya, Ariya Sangha yang dapat melimpahkan jasa besar bagi penyumbang adalah sungguh-sungguh Ahuneyyo. Karena Ahavaniya para Brahmana itu sesungguhnya tidak membawa manfaat apa pun: mentega yang mereka berikan kepada api pengorbanan hanya akan terbakar habis dan menjadi abu.
Para Ariya Sangha, karena memiliki 4 ciri mulia sebagai kondisi, senantiasa melimpahkan jasa kepada para penyumbang, dan adalah Ahuneyyo yang sesungguhnya.

“Seseorang boleh saja memberikan persembahan kepada api pengorbanan di dalam hutan selama 100 tahun, seseorang, sebaliknya, memberikan persembahan dengan penuh hormat 1 x saja, kepada para mulia yang berdiam di dalam Meditasi Pandangan Cerah, persembahan ini sesungguhnya jauh lebih bermanfaat, daripada 100 tahun menyembah api pengorbanan.”
Dhammapada V, 107, Sahassa Vagga

Syair di atas mengungkapkan dalamnya makna ciri mulia Ahuneyyo dari Ariya Sangha. (5)

2349-51
Title: (6) Pàhuneyyo
Post by: Yumi on 18 November 2009, 12:25:29 PM
Tamu-tamu yang datang dari berbagai penjuru disebut pàhuna.
Hadiah dan persembahan seperti makanan, yang dipersiapkan untuk mereka juga disebut pàhuna.


Dalam pembahasan ini, yang dimaksud adalah makna kedua.
(Pàhuna, hadiah dan persembahan yang dipersiapkan untuk para tamu, eyya, layak menerima.)

Hadiah dan persembahan yang dipersiapkan untuk para tamu seharusnya dipersembahkan kepada Sangha jika Sangha datang berkunjung ke tempat Anda, yaitu, tamu harus ditempatkan di bawah Sangha. Sangha layak mendapat prioritas tertinggi karena mereka memiliki 4 ciri mulia yang dibahas di atas.

Demikianlah sesungguhnya karena (betapa pun pentingnya tamu itu), Ariya Sangha muncul di dunia ini hanya saat Buddha muncul. Dan kemunculan seorang Buddha membutuhkan waktu selama tidak terhitung banyaknya kappa.

Lebih jauh lagi, Sangha juga memiliki kualitas mulia sehingga merupakan sumber kegembiraan, dan merupakan teman atau sanak saudara yang tiada bandingnya yang mengetuk pintu rumah Anda. Karena alasan-alasan inilah maka Sangha layak menerima persembahan istimewa yang dipersiapkan untuk tamu penting, Pàhuneyyo.

2351
Title: (7) Dakkhineyyo
Post by: Yumi on 18 November 2009, 01:23:06 PM
Dakkhanti etàya sattà yathàdhippetàhi sampattihi vaddhantiti dakkhinà.
“Kehendak yang muncul dengan tujuan agar makhluk-makhluk terberkahi dengan apa pun yang mereka inginkan disebut dakkhinà.”


Ini artinya bahwa persembahan yang diberikan dengan pandangan agar mendapatkan kesejahteraan pada masa depan disebut dakkhinà.
Jika seseorang tidak memercayai adanya kelahiran kembali, yaitu, jika ia menganut pandangan pemusnahan, maka ia tidak akan memberikan persembahan dengan tujuan agar mendapatkan kesejahteraan pada masa depan.

Hanya jika tindakan-tindakan memberi tersebut dilakukan, maka terjadi pemenuhan terhadap apa pun yang dicita-citakan sebagai hasil. Demikianlah, setiap tindakan memberi yang didasari dengan keyakinan atas hasil yang baik dalam kehidupan mendatang disebut dakkhinà.
(Oleh karena itu dakkhinà artinya adalah sebuah objek yang diberikan, yang didorong oleh keyakinan akan manfaat pada masa depan.)

Ariya Sangha dapat membuat objek persembahan itu menjadi efektif seperti apa yang diinginkan oleh si penyumbang karena mereka memiliki 4 ciri mulia yang dijelaskan di atas. Dalam pengertian ini, mereka layak menerima persembahan yang disebut dakkhinà. Dengan demikian mereka memiliki ciri mulia Dakkhineyyo.

Pengertian lain:
Ariya Sangha memurnikan objek yang dipersembahkan (dakkhinà) dalam arti bahwa mereka melimpahkan jasa atas objek tersebut (melalui kemuliaan mereka). “Dakkhineyyo Hito Dakkhineyyo”—”Ariya Sangha yang melimpahkan jasa atas persembahan.” Ini adalah arti lain yang harus dipahami dari ciri mulia Dakkhineyyo (7)

2353
Title: (8) Anjalikaraniyo
Post by: Yumi on 18 November 2009, 01:28:52 PM
Karena memiliki 4 kualitas mulia berdasarkan atas latihan mulia yang mereka jalankan, Ariya Sangha layak dihormati dengan tangan dirangkapkan di atas kepala.

Ciri mulia ini didefinisikan sebagai, “Anjalikaraniyà Etthàti Anjalikaraniyo”―
”Mereka yang ingin mendapatkan jasa harus memberi hormat kepada 8 Ariya ini, dengan demikian Ariya Sangha adalah Anjalikaraniyo.” (8 )

2353
Title: (9) Anuttaram Punnakkhettam Lokassà
Post by: Yumi on 18 November 2009, 01:45:22 PM
Anuttaram, “natthi ito uttaranti anuttaram”
“Tidak ada lahan yang lebih baik untuk menanam jasa daripada Ariya Sangha,”

walaupun definisi itu adalah “Tidak ada lahan yang lebih baik daripada Ariya Sangha,”
kenyataannya, bahkan tidak ada lahan jasa yang menyamai Ariya Sangha.
Dengan demikian ciri mulia ini diartikan sebagai “ladang subur yang tiada bandingnya untuk menanam jasa.”

Khetta artinya adalah lahan untuk menanam tanaman.
Punnakkhetta artinya adalah lahan tempat mengolah jasa, sebuah metafora bagi Ariya Sangha.

Bagaikan ladang yang memelihara benih yang ditanam demikian pula Ariya Sangha memelihara benih kebajikan (perbuatan jasa) yang ditanam kepada mereka (dilakukan terhadap mereka).
Di sini Sangha memelihara perbuatan baik para penyumbang melalui moralitas, konsentrasi, dan kebijaksanaan yang bagaikan zat gizi bagi tanah. Demikianlah Ariya Sangha melimpahkan jasa besar terhadap perbuatan baik yang dilakukan kepada mereka, dan disebut ladang yang memelihara benih kebajikan.

Ladang di mana raja menanam benihnya disebut ladang raja. Demikian pula, Ariya Sangha tempat seluruh 3 alam menanam benih jasa mereka disebut ladang yang subur tiada bandingan tempat seluruh dunia menanam benih jasa mereka, Anuttaram Punnakkhettam lokassà. (9)

2353-54
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: saroja devi on 20 December 2009, 05:15:22 PM
Namo Buddhaya,

Saya mau request 1 set Riwayat Agung Para Buddha
Saroja Devi
Jln Surabaya No 89/105
Medan 20212
Ph : 08126017940

Anumodana
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 20 December 2009, 05:29:32 PM
 [at] saroja devi,

salah kamar sis,

dan selain itu, menurut catatan saya, anda sudah menerima 1 set dari Yumi. kalau untuk dibaca, 1 set itu tidak akan habis dalam waktu yg sangat lama jika disimpan dengan baik, tidak disimpan di tempat yg lembab, dan jauh dari gangguan rayap. hindari cahaya matahari langsung dan jauhkan dari jangkauan anak2. dan yang paling penting, "tidak dijual".
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: saroja devi on 21 December 2009, 01:05:23 PM
Namo Buddhaya,

Ko Indra,maksudnya salah kamar?

Ini mau direquest buat temen saya
Darwin Taslim
Jln Tentram no 2D
Medan 20216
Hp 0811604389

anumodana
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 21 December 2009, 02:50:29 PM
silahkan post di thread "Request RAPB"
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Togejiro on 22 January 2010, 09:56:24 PM
sip sudah 7.. 93 lagi. meskipun sibuk disempat2in biar dapet buku hehehe
Title: Re: Tanya-Jawab Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Dhamma Sukkha on 29 October 2011, 10:55:37 AM
Mo nanyaaa... ;D ;D ;D
soal RAPB, di sana dikatakan bahwa "seseorang yg melakukan dana akan lebih mudah untuk menjalankan sila."
Pertanyaannya adalahh :
Kenapa org yg melakukan dana, akan lbh mudah menjalankan silaa? :-? :-? :-? kira2 kenapa yaa? :-? :-? :-?
bagi yg bisa menjawab, ntar w kasih GRP ^-^ ^-^ ^-^

udaa... itu dulu ajaa... \;D/\;D/\;D/
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: andry on 29 October 2011, 09:03:15 PM
saya tidak bisa menjawab, jadi tidak dapat grp ya?
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 29 October 2011, 10:39:52 PM
RAPB edisi revisi Buku 1 hal 80.

"2.   Sīla disebutkan segera setelah kedermawanan (a) karena Sila mensucikan kedua pihak, si pemberi dan si penerima; (b) Setelah memberikan ajaran sebagai balasan dari kebajikan makhluk lain (seperti dana) Sang Buddha ingin mengajarkan agar menghindari menyakiti makhluk lain seperti membunuh; (c) karena dana melibatkan tindakan melakukan sedangkan sila melibatkan tindakan tidak melakukan, dan Sang Buddha ingin mengajarkan  tidak melakukan setelah melakukan tindakan postif (seperti dana makanan); (d) karena dana mengarah pada memiliki kekayaan dan sila mengarah pada kelahiran di alam manusia atau dewa; dan (e) karena Sang Buddha ingin mengajarkan pencapaian kelahiran di alam manusia atau dewa setelah mengajarkan pencapaian kekayaan."
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Dhamma Sukkha on 31 October 2011, 03:44:35 PM
saya tidak bisa menjawab, jadi tidak dapat grp ya?
ya iya dong cek keringg... ;D ;D ;D sori kgk dapat... ;D ;D ;D
RAPB edisi revisi Buku 1 hal 80.

"2.   Sīla disebutkan segera setelah kedermawanan (a) karena Sila mensucikan kedua pihak, si pemberi dan si penerima; (b) Setelah memberikan ajaran sebagai balasan dari kebajikan makhluk lain (seperti dana) Sang Buddha ingin mengajarkan agar menghindari menyakiti makhluk lain seperti membunuh; (c) karena dana melibatkan tindakan melakukan sedangkan sila melibatkan tindakan tidak melakukan, dan Sang Buddha ingin mengajarkan  tidak melakukan setelah melakukan tindakan postif (seperti dana makanan); (d) karena dana mengarah pada memiliki kekayaan dan sila mengarah pada kelahiran di alam manusia atau dewa; dan (e) karena Sang Buddha ingin mengajarkan pencapaian kelahiran di alam manusia atau dewa setelah mengajarkan pencapaian kekayaan."

cek angg, mo nanya lagii... ;D ;D ;D
si pemberi dan si penerima, maksudnya apaa? apakah maksudnya sila itu menyucikan si pemberi dana dan si penerima danaa? klo seperti itu, kenapa bisa begituu? ;D ;D ;D bagaimana klo si pemberi atopun si penerima tdk menjalankan silaa? klo begitu bagaimana tindak-tanduk mereka bisa tersucikan?
cek angg, pertanyaannya kan kenapa org yg melaksanakan dana akan lebih mudah menjalankan sila? jawabnya seharusnya pake "karena" dongg... ^-^ ^-^ ^-^
di antara jawaban cek ang, w rasa yg paling kena yg (c) dehhh... :-? :-? :-?
klo yg (b), w kurang ngerti bahasanyaa... ^^?""""
coba cek ang jelasin lebih jelas lagii... \;D/\;D/\;D/ ^:)^ ^:)^ ^:)^
apakah maksudnya itu, setelah seorg umat misalnya memberikan dana kepada Sang Buddha, sebagai balasan atas kebaikan umat tersebut, Sang Buddha kemudian memberikan/mengajarkan kebajikan dari sila, agar si pendana, dapat hidup lebih baik lagi? :-? :-? :-?
lantas, kenapa org tsb lbh mudah menjalankan silaa, ketika ia melakukan danaa? :-? :-? :-?
masih bingungg... ::) ::) ::)
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 31 October 2011, 09:47:07 PM
ya iya dong cek keringg... ;D ;D ;D sori kgk dapat... ;D ;D ;D
cek angg, mo nanya lagii... ;D ;D ;D
si pemberi dan si penerima, maksudnya apaa? apakah maksudnya sila itu menyucikan si pemberi dana dan si penerima danaa? klo seperti itu, kenapa bisa begituu? ;D ;D ;D bagaimana klo si pemberi atopun si penerima tdk menjalankan silaa? klo begitu bagaimana tindak-tanduk mereka bisa tersucikan?
cek angg, pertanyaannya kan kenapa org yg melaksanakan dana akan lebih mudah menjalankan sila? jawabnya seharusnya pake "karena" dongg... ^-^ ^-^ ^-^
di antara jawaban cek ang, w rasa yg paling kena yg (c) dehhh... :-? :-? :-?
klo yg (b), w kurang ngerti bahasanyaa... ^^?""""
coba cek ang jelasin lebih jelas lagii... \;D/\;D/\;D/ ^:)^ ^:)^ ^:)^
apakah maksudnya itu, setelah seorg umat misalnya memberikan dana kepada Sang Buddha, sebagai balasan atas kebaikan umat tersebut, Sang Buddha kemudian memberikan/mengajarkan kebajikan dari sila, agar si pendana, dapat hidup lebih baik lagi? :-? :-? :-?
lantas, kenapa org tsb lbh mudah menjalankan silaa, ketika ia melakukan danaa? :-? :-? :-?
masih bingungg... ::) ::) ::)

nah itu udah dijawab sendiri, udah ngerti kan? dana adalah perbuatan aktif (melakukan), sedangkan sila adalah perbuatan pasif (menghindari/tidak melakukan), setelah melakukan sesuatu yg aktif tentu akan lebih mudah untuk melakukan yg pasif, ini untuk (c), sedangkan untuk (b) setelah mampu berdana demi kebahagiaan makhluk lain, tentu akan lebih mudah untuk menghindari perbuatan menyakiti/membunuh makhluk lain.

ini kutipan tentang pemurnian dana MN 142 Dakkhinavibhanga Sutta

Quote

9. “Terdapat, Ānanda, empat jenis pemurnian persembahan. Apakah empat ini? Ada persembahan yang dimurnikan oleh si pemberi, bukan oleh si penerima.  Ada persembahan yang dimurnikan oleh si penerima, bukan oleh si pemberi. Ada persembahan yang dimurnikan bukan oleh si pemberi juga bukan oleh si penerima. Ada persembahan yang dimurnikan baik oleh si pemberi maupun oleh si penerima.

10. “Dan bagaimanakah persembahan yang dimurnikan oleh si pemberi, bukan oleh si penerima? Di sini si pemberi adalah bermoral, berkarakter baik, dan si penerima adalah tidak bermoral, berkarakter jahat. Demikianlah persembahan yang dimurnikan oleh si pemberi, bukan oleh si penerima.

11. “Dan bagaimanakah persembahan yang dimurnikan oleh si penerima, bukan oleh si pemberi? Di sini si pemberi adalah tidak bermoral, berkarakter jahat, dan si penerima adalah bermoral, berkarakter baik. Demikianlah persembahan yang dimurnikan oleh si penerima, bukan oleh si pemberi.

12. “Dan bagaimanakah persembahan yang dimurnikan bukan oleh si pemberi juga bukan oleh si penerima? Di sini si pemberi adalah tidak bermoral, berkarakter jahat, dan si penerima adalah tidak bermoral, berkarakter jahat. Demikianlah persembahan yang dimurnikan bukan oleh si pemberi juga bukan oleh si penerima.

13. “Dan bagaimanakah persembahan yang dimurnikan baik oleh si pemberi maupun oleh si penerima? Di sini si pemberi adalah bermoral, berkarakter baik, dan si penerima adalah bermoral, berkarakter baik. [257] Demikianlah persembahan yang dimurnikan baik oleh si pemberi maupun oleh si penerima. Ini adalah empat jenis pemurnian persembahan.”
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Dhamma Sukkha on 03 November 2011, 10:21:44 PM
nah itu udah dijawab sendiri, udah ngerti kan? dana adalah perbuatan aktif (melakukan), sedangkan sila adalah perbuatan pasif (menghindari/tidak melakukan), setelah melakukan sesuatu yg aktif tentu akan lebih mudah untuk melakukan yg pasif, ini untuk (c), sedangkan untuk (b) setelah mampu berdana demi kebahagiaan makhluk lain, tentu akan lebih mudah untuk menghindari
nah itu udah dijawab sendiri, udah ngerti kan? dana adalah perbuatan aktif (melakukan), sedangkan sila adalah perbuatan pasif (menghindari/tidak melakukan), setelah melakukan sesuatu yg aktif tentu akan lebih mudah untuk melakukan yg pasif, ini untuk (c), sedangkan untuk (b) setelah mampu berdana demi kebahagiaan makhluk lain, tentu akan lebih mudah untuk menghindari perbuatan menyakiti/membunuh makhluk lain.

ini kutipan tentang pemurnian dana MN 142 Dakkhinavibhanga Sutta

menyakiti/membunuh makhluk lain.

ini kutipan tentang pemurnian dana MN 142 Dakkhinavibhanga Sutta

hoo dah pahammm... \;D/\;D/\;D/
gitu rupanyaa... sila dikatakan memurnikan kedua belah pihak, si pemberi dan si penerima, krn bagi keduanya yg menjalankan sila maka persembahan tsb dikatakan murnii... \:yes:/\:yes:/\:yes:/
GRPnya ngutang dulu yaa cek angg... ;D musti nunggu...
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: mick on 05 November 2011, 09:53:06 AM
bro sumedho..
link yg bro kasih hasilnya=> 404 Not Found
bgmn tuh bro??
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: bluppy on 05 November 2011, 11:06:37 AM
 [at] mick,

coba link yang ini
http://dhammacitta.org/perpustakaan/riwayat-agung-para-buddha/
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: dhammadinna on 06 February 2012, 11:03:05 AM
Kebetulan saya ketemu sedikit koreksi untuk buku Riwayat Agung Para Buddha. Kalo DC ada waktu untuk ngedit e-book RAPB, monggo diedit  :D


RAPB Jilid 1

Hal.243 (untuk buku Cetakan I) atau hal.260 (e-book):

Pangeran Sumana (bakal Buddha Sumana) menikmati kebahagiaan hidup selama sembilan puluh ribu tahun, sebelum akhirnya melepaskan keduniawian.  

Pada saat itu usia manusia adalah 90.000 tahun. Dan sesuai pola dari kisah-kisah para Buddha yang lain, seharusnya – yang di-bold ungu tsb – bukan 90.000 tahun melainkan 9.000 tahun.


Hal.325 (untuk buku Cetakan I) atau hal.346 (e-book):

Di Siddhatta Buddhavamsa, di paragraf ke-1 ada kata “Sembilan puluh empat kappa” sedangkan di paragraf ke-2 menjadi “Sembilan puluh kappa”. Yang benar adalah 94 (yang keliru adalah yang di paragraf ke-2). Mungkin ini tidak terlalu penting juga sih, tapi untuk konsistensi saja…


Hal.355 (untuk buku Cetakan I) atau hal.379 (e-book):

Buddha Sikhi mengucapkan ramalan, “13 (tiga belas kappa) dari sekarang, Raja Arindama ini pasti akan menjadi seorang Buddha, bernama Gotama.

Buddha Vipassi meramalkan bahwa bakal Buddha Gotama akan menjadi Buddha setelah 91 kappa lagi. Sedangkan Buddha Sikhi muncul 59 sunna kappa setelah Buddha Vipassi. Jadi seharusnya bukan 13 kappa melainkan 31 kappa.

Buddha Vessabhu dan Buddha sikhi muncul dalam kappa yang sama (Buddha Vessabhu meramalkan bahwa 31 kappa lagi Raja Arindama akan menjadi Buddha).

_____________________

RAPB Jilid 2

Hal.1963 (untuk buku Cetakan I) atau hal.2081 (e-book):

(Catatan: gehasita somanassa vedana, yang sebaiknya didekati, kenikmatan atas indria muncul bersamaan dengan kemelekatan terhadap enam jenis objek indria yang menyenangkan yang dikenali oleh enam pintu indria.

Seharusnya “yang sebaiknya tidak didekati”. Di halaman sebelumnya juga sudah ada keterangan bahwa enam objek indria adalah rumah bagi kemelekatan, makanya disebut ‘geha’, yang sebaiknya tidak didekati karena cenderung meningkatkan kejahatan dan menurunkan kebajikan.


Hal.1978 (untuk buku Cetakan I) atau hal.2097 (e-book):

Perasaan netral yang cenderung menurunkan kejahatan dan meningkatkan kebajikan (dan oleh karena itu sebaiknya didekati) maksudnya adalah nekkhammasita upekkha, perasaan netral yang cenderung ke arah melepaskan keduniawian. Yaitu sikap netral terhadap objek-objek yang menyenangkan dan tidak menyenangkan melalui enam pintu indria. Objek indria yang menyenangkan tidak dilekati. Objek yang tidak menyenangkan tidak menyebabkan kemarahan dan kejengkelan. Baik objek menyenangkan maupun objek tidak menyenangkan tidak dapat menyebabkan kebodohan (moha) karena sikap yang tidak seimbang.[…]

Seharusnya “dapat”. CMIIW.

_____________________

RAPB Jilid 3

Hal.3388 (untuk buku Cetakan I) atau hal.3599 (e-book):

Paragraf 1: Perasaan ini yang disebut sukha dan somanassa adalah hal-hal yang tetap tanpa perubahan selamanya; sesungguhnya hal-hal tersebut selalu berubah setiap detik.

Seharusnya: Perasaan ini yang disebut sukha dan somanassa, bukanlah hal-hal yang tetap…
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: asunn on 20 March 2012, 12:40:51 PM
bro indra ini bro yg pernah kerja di Mall Senayan City bukan? trims atas bukunya... 2 hari yg lalu di beri oleh bhante bodhi; padahal ga pernah ketemu dia in mylife... baru ngobrol 1/2 jam dikasih buku 3 set tebal2 :) wow kayanya karma baik lg berbuah; bisa jadi referens buat anak in the future :)

salam

anumodana
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 20 March 2012, 01:07:03 PM
 [at]  asunn, salah sambung Bro. saya tidak kerja di Senayan City.

3 set? wah, Bhante Bodhi obral buku nih, 1 set aja gak bakal habis kalo cuma dibaca, kecuali dimakan
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: asunn on 20 March 2012, 01:30:41 PM
Sorry bro indra maksud saya 3 jilid, 1,2 & 3 bukan 3 set
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: adi lim on 21 March 2012, 02:24:59 PM
bro indra ini bro yg pernah kerja di Mall Senayan City bukan? trims atas bukunya... 2 hari yg lalu di beri oleh bhante bodhi; padahal ga pernah ketemu dia in mylife... baru ngobrol 1/2 jam dikasih buku 3 set tebal2 :) wow kayanya karma baik lg berbuah; bisa jadi referens buat anak in the future :)

salam

anumodana

bhante Bodhi yang di vihara Buddha Metta, jalan lembang, menteng ?
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Indra on 21 March 2012, 02:35:25 PM
bhante Bodhi yang di vihara Buddha Metta, jalan lembang, menteng ?

benar, dan dia order lagi 20set utk makassar, pls action Bang,

Bhante Bodhi
MUSEUM BUDDHIS INDONESIA
JL. BAMBAPUANG 1 No. 12 A-B,
MAKASSAR

kirim 10 dus deh jadi total 40 set, 20 untuk Bhante dan 20 untuk stock kita di sana, nanti yg stock kita akan diurus sama Hemayanti
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: bluppy on 27 July 2012, 05:45:36 PM
mau tanya,

di RAPB buku 1 cetakan revisi 1
di bab 5, Riwayat dua puluh empat Buddha
halaman 223, tentang Dipankara Buddhvamsa

"Kemudian Mahabrahma, Arahanta dari alam Suddhavasa,
membawa delapan perlengkapan dan muncul di tempat ia dapat terlihat."

pertanyaannya:
1. apakah kata "Arahanta" = arahat?
2. apakah Mahabrahma adalah seorang arahat?

terima kasih penjelasannya  _/\_
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: K.K. on 27 July 2012, 06:03:11 PM
1. apakah kata "Arahanta" = arahat?
Istilah yang sebenarnya memang "Arahant," tapi di sini sudah umum dipakai "Arahat". 


Quote
2. apakah Mahabrahma adalah seorang arahat?
(Maha)brahma belum tentu Arahant, tapi kebetulan yang di sini memang yang sudah mencapai Arahatta.

(Suddhavasa adalah alam para Brahma yang mencapai kesucian Anagami. Mereka akan mencapai Arahatta dalam kehidupannya, atau sewaktu menjelang kematian.)
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: bluppy on 27 July 2012, 06:07:22 PM
Istilah yang sebenarnya memang "Arahant," tapi di sini sudah umum dipakai "Arahat". 

(Maha)brahma belum tentu Arahant, tapi kebetulan yang di sini memang yang sudah mencapai Arahatta.

(Suddhavasa adalah alam para Brahma yang mencapai kesucian Anagami. Mereka akan mencapai Arahatta dalam kehidupannya, atau sewaktu menjelang kematian.)

terima kasih atas penjelasannya  _/\_

apakah alam suddhavasa adalah sama dengan
Brahma Sudassa Bhumi (alam para Brahma yg indah atau alam bagi Anagami yg kuat dalam kesadaran/satindriya) ?

http://indonesiaindonesia.com/f/34617-31-alam-kehidupan-agama-buddha/
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: will_i_am on 27 July 2012, 09:32:16 PM
apakah sebutan Mahabrahma bisa dipakai juga untuk Brahma alam Suddhavasa??
setahu saya sebutan Mahabrahma hanya untuk Brahma Jhana I
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: bluppy on 30 July 2012, 08:20:31 PM
pengen tanya lagi.

di RAPB buku 1, halaman 705 - 706
Di bab 14 : Buddha berdiam di tujuh tempat
(4) Satu minggu di Rumah Emas

"Menurut Jinalankara Tika, ...
oleh karena itu Buddha pertama-tama merenungkan
Vinaya Pitaka yang mengajarkan sila,
kemudian Sutta Pitaka yang mengajarkan samadhi,
dan akhirnya Abhidhamma Pitaka yang mengajarkan panna. "

Pertanyaannya:
Ini adalah minggu ke 4 setelah
Sang Buddha mencapai penerangan sempurna,
sebelum pemutaran roda Dhamma,
tapi kok merenungkan Vinaya, Sutta, Abhidhamma Pitaka
yang sama sekali belum terwujud saat itu ?
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: hemayanti on 31 July 2012, 09:56:40 AM
benar, dan dia order lagi 20set utk makassar, pls action Bang,

Bhante Bodhi
MUSEUM BUDDHIS INDONESIA
JL. BAMBAPUANG 1 No. 12 A-B,
MAKASSAR

kirim 10 dus deh jadi total 40 set, 20 untuk Bhante dan 20 untuk stock kita di sana, nanti yg stock kita akan diurus sama Hemayanti
;D
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: adi lim on 01 August 2012, 07:16:24 PM
;D

Maaf, pengiriman ke Museum Buddhis Indonesia DIBATALKAN karena masalah teknis.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: hume on 12 January 2014, 04:33:44 PM
wah.. wahh.. baru tahu ada buku keren gini nih... :)
apa ada niat dicetak lagi tahun ini admin?
Kalau masih ada stok bagi 1 donk, hehe...
thanks
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Ricky1889 on 21 April 2014, 03:32:02 PM
Numpang tanya, gimana caranya agar bisa mendapatkan buku Riwayat Agung Para Buddha yang lengkap 3 jilid buku. Terima kasih sebelumnya.
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: will_i_am on 21 April 2014, 04:20:49 PM
Sepertinya udah out of stock..
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: stephen chow on 21 April 2014, 09:08:20 PM
Numpang tanya, gimana caranya agar bisa mendapatkan buku Riwayat Agung Para Buddha yang lengkap 3 jilid buku. Terima kasih sebelumnya.
masi ada bukunya tinggal 2 set, jika bertekad membaca sampai habis maka akan di kirim kan bukunya kemungkinan..
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Mas Tidar on 22 April 2014, 08:07:04 AM
masi ada bukunya tinggal 2 set, jika bertekad membaca sampai habis maka akan di kirim kan bukunya kemungkinan..


Peraturan lama (http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,9384.msg329965.html#msg329965), apakah masih berlaku ?

Mengingat semakin langkanya buku ini, jadi dengan sangat menyesal saya terpaksa merevisi aturan untuk request buku ini, selain itu juga untuk mengantisipasi member yg register hanya untuk minta buku dan setelah itu lenyap, postingan yg dilakukan hanya berupa spam yg tidak berisi informasi bermanfaat.

maka:

pada addendum 2 di atas direvisi dari 100 post menjadi 1000 posts, lengkapnya sbb:

addendum 2. member yg berhak menerima buku adalah member yg sudah memiliki min. 1000 posts

Mas Tidar adalah member terakhir yg masih menggunakan aturan lama


Wah udah seneng seneng baca yg diatas....eh yg dibawah 1000 post....
Gapapa......kejer setoran ini....hehhehe

Apakah bro termasuk member yang hanya untuk minta buku dan setelah itu lenyap, postingan yg dilakukan hanya berupa spam yg tidak berisi informasi bermanfaat...??
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: HokBen on 22 April 2014, 09:12:32 AM
apakah masih ada stok buat gw?
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: Sumedho on 22 April 2014, 10:36:46 AM
jika memenuhi rule dan stock masih ada, maka diberikan

in this case, hokben, lsg aja post di board request dan pm ke stevenchow
Title: Re: Riwayat Agung Para Buddha
Post by: HokBen on 22 April 2014, 01:36:36 PM
jika memenuhi rule dan stock masih ada, maka diberikan

in this case, hokben, lsg aja post di board request dan pm ke stevenchow

thx ko...
done...