Betul, memang ada kalanya kita lihat dari manfaat ke bathin kita apakah bermanfaat. Tapi apakah memiliki pandangan salah yang menyebabkan diri lebih tenang, adalah bermanfaat?
saya rasa tidak ada pandangan yang salah, dalam situasi manusia dewasa yang sejak lahir telah diberi makanan non vege. tentunya sangat sulit untuk menjauhkan makanan2 berdaging tersebut dalam menu sehari hari, tanpa diberi pandangan bagaimana makanan mereka diperoleh.
sudah sangat obvious Paha KFC, Ayam Goreng, Bakso Malang, dan lain sebagainya diperoleh dengan merenggut nyawa makhluk hidup. Lain halnya jika dikatakan makanan tersebut diambil dari pemeliharaan binatang ternak, lalu ditunggu meninggal dan baru diolah.
note: saya tidak mengganggap memakan daging adalah kamma/karma buruk karena daging hanyalah objek.
Dengan mengesampingkan seperti pandangan ormas di Indo seperti MUI yang mengharamkan sesuatu berdasar penyalahgunaan, demikian juga kita mengesampingkan bahwa memakan daging adalah akar dari suatu Perbudakan dan Pembunuhan massal Makhluk hidup.
Bagi para peternak selain mereka ingin memakan daging juga, sebenarnya motif mereka adalah uang, jadi para peternak bukan memuaskan nafsu mereka dengan semakin banyak membunuh maka semakin puas mereka.
Menjadi Vege adalah sesuatu yang benar (NOTE :
Saat anda bisa memilih) adalah pandangan yang paling tepat menurut saya.
Mungkin akan ada banyak kontroversi mengenai pernyataan, "Menjadi Vege Mengurangi Pembunuhan"
tetapi saya rasa tidak ada yang dapat mengcounter pernyataan "Menjadi Non Vege Menambah Pembunuhan"
Misalnya di FB kemarin ada yang beranggapan kalau saya makan ayam dari sehari sekali, dikurangi jadi 2 hari sekali, maka nantinya tiap hari terhitung fangsheng 1 ayam.
Ini adalah pendapat yang sangat lucu, karena berarti kalau diet saya adalah ayam, kambing, sapi, ikan, maka ketika hari ini saya makan ayam, saya boleh berbangga hati telah fangsheng kambing, sapi, dan ikan. Kalau besok makan ikan, maka saya fangsheng ayam, kambing, sapi. Menarik sekali pandangan salah ini, bukan? Di pikiran, terdapat 'fangsheng', namun apakah 'fangsheng' bener terjadi?
Saya kurang mengerti makna FangShen sebenarnya, demikian pandangan saya mengenai Fangshen teman FB tersebut
FangShen intinya adalah selain "Merasakan" , Belajar, Melakukan Pelepasan. intinya adalah suatu usaha untuk mengorbankan (dalam arti merelakan) suatu tindakan yang tidak baik dan tidak melakukannya lagi, walaupun hal itu akan merugikannya/menyakitinya secara duniawi(sebagaimana seperti orang yg tidak lulus karena menolak contekan teman dan gurunya).
FangShen mungkin suatu tindakan penuh toleransi bagi seorang manusia dalam existensinya dengan Alam (saya menggunakan kata Alam sebagai wakil dari Makhluk2 lainnya)
Jadi bagi teman FB tersebut, dengan merelakan tidak memakan makanan kesukaan dia, maka dia "
berharap" keesokannya tidaklah perlu lagi untuk seekor ayam yang dipersiapkan dengan dipelihara, dikandangkan, di bunuh dan juga digoreng untuknya.
memang lucu sih
Kalau soal non-vege, ini tentu ada yang tidak pantang sama sekali dan ada yang pantang dengan alasan tertentu, misalnya yang menyebabkan pembunuhan langsung seperti aturan dalam Theravada. Lalu konsumsinya sendiri berkenaan dengan nafsu pada citarasa. Makanan apapun baik daging atau non-daging, yang dengannya kita memupuk kemelekatan pada rasa, itu tidak bermanfaat dan sebaiknya dihindari.
Mengenai kemelekatan rasa saya setuju sekali
untuk pandangan Theravada saya punya contoh, seorang bhikkhu yang memakan ayam goreng yang dibeli oleh umatnya lalu dipersembahkan kepada Bhikkhu tersebut, bagaimana hal tersebut dikatakan bukan pembunuhan langsung. Penjual ayam goreng membunuh ayamnya secara khusus untuk dijual kepada pembeli, umat adalah pembeli maka umat membeli dari penjual tersebut.
Sang Bhikkhu memang hanya menerima dan tidak terkait dengan urusan si penjual dan pembeli tadi, dia hanya berurusan dengan Umat saja. Menolak makanan sungguh tidak enak, karena menghalangi perbuatan baik si Umat.
Pertanyaannya bila apa yang dilakukan Umat tersebut pada saat menjadi Pembeli salah, bagaimanakah penilaian seorang bhikkhu seharusnya terhadap pembeli tersebut?