Bro. william, tetap saja, bagi saya tidak ada masalah.
Dalam Saddharmapundarika Sutra, bukankah Bodhisattva Avalokitesvara sungguh sungguh menolong / memberkati?
Batin para Buddha dan Bodhisattva yang mencapai kondisi amala-vijnana / shunyata, seluruhnya memahami hakekat pratityasamutpada, sebab akibat dan inter-being, Beliau yang telah Tercerhakan telah memahami Hakekat Sejati yang tidak terpisahkan dengan semua makhluk dan fenomena, maka dari itu mereka mampu menolong kita semua. Kobun Chinno, guru Steve Jobs (Apple) mengatakan bahwa batin amala vijanana secara otomatis merefleksikan penderitaan makhluk lain dan secara otomatis memunculkan pikiran welas asih.
Justru karena Hakekat Sejati itu ada dalam diri kita sendiri, maka para Buddha dan Bodhisattva dapat menolong, dan ketika Buddha Bodhisattva menolong kita, sesungguhnya tidak berbeda dengan diri kita dan karma kita sendirilah yang sebenarnya menolong diri kita.
Buddha Bodhisattva menolong tentu tetap dalam ranah hukum sebab akibat dan tidak takhayul sama sekali. Buddha Bodhisattva bekerja pada prinsip Inter-Being / "ketersalinggantungan / koneksi". Buddha Bodhisattva menolong lewat diri kita sendiri dan orang lain. Maka dari itu dikatakan bahwa tubuh transformasi Bodhisattva atau Buddha adalah ayah ibu kita, atau kalyanamitra, atau bisa juga berbagai macam wujud seperti yang dsiebutkan dalam bab Avalokitesvara dalam Saddarmapundarika Sutra. Ini karena Sang Bodhisattva menolong lewat batin welas asih para makhluk. Bahkan ketika Avalokitesvara menolong dari bencana banjir dan kebakaran ,semuanya lewat cara-cara yang lumrah seperti: sang korban tiba" menemukan kapal hanyut dan menggandolinya, atau ketika kebakaran diam" ada pemadam kebakaran yang memiliki insting ada orang yang terjebak dalam satu kamar.
Buddha Bodhisattva memberkati dan menolong lewat mematangkan karma baik dan mendorong Bodhicitta dalam diri tiap makhluk.
Untuk berikutnya saya kutip dari web Kadam Choeling, pemababran Dharma oleh Suhu Bhadra Ruci:
Karma kita sendiri dan nenek menggugat Avalokiteshvara:
Poin-poin terakhir ini seraya menjelang berakhirnya seminar. Berangkat dari pertanyaan, apakah boleh memohon pertolongan Buddha yang berdiam di wihara atau klenteng, tanggapan peserta adalah boleh dan tidak. Masing-masing akan dijelaskan:
Tidak boleh, karena kita bergantung pada karma kita sendiri
Segelintir ceramah Dharma melarang kita memohon di hadapan altar Buddha untuk mendapatkan apa yang diinginkan semuanya berlandaskan pemikiran ”karma kita sendiri”. Hal ini sangat salah, karena jikalau permohonan tersebut berlandaskan keyakinan akan kualitas Buddha untuk menolong kita bahkan untuk masalah duniawi sekalipun tetap saja itu adalah sebuah kebajikan (keyakinan pada Tri Ratna). Justru dengan memohon bantuan kepada Tri Ratna atas dasar keyakinan, kita dapat mengumpulkan kebajikan dan melalui akumulasi kebajikan tersebutlah hal-hal yang baik akan dapat kita peroleh. Demikianlah ”karma kita sendiri” dipahami bukannya dengan melarang kita merendahkan hati untuk memohon di hadapan perwakilan Buddha.
Boleh,....... tetapi bagaimana cara Buddha menolong?
Suhu bertitah, ”Buddha menolong kita dengan cara yang misterius!”. Alkisah seorang nenek yang yakin kepada Bodhisattva Avalokiteshvara dikepung oleh banjir besar dan memohon pertolongan dari beliau. Sembari menunggu Avalokiteshvara, nenek itu didatangi tetangganya yang menawarkan tempat di rakit miliknya, tapi nenek itu menolak. Kemudian anggota SAR dengan perahu motor, mengajak nenek itu turut serta tapi lagi-lagi ditolak. Terakhir sebuah helikopter datang dan berkeras mengajak nenek itu ikut karena banjir semakin besar, tapi nenek itu menolak karena yakin Avalokiteshvara akan datang menolongnya. Akhirnya nenek itu tewas diterjang banjir besar. Di hadapan Raja Yama (penguasa alam kematian), nenek itu menggugat Bodhisattva Avalokiteshvara yang dianggap berbohong karena senantiasa berjanji menolong makhluk yang kesusahan tapi tidak datang ketika nenek tersebut memohon bantuan. Avalokiteshvara pun menjelaskan bahwa tiga kali beliau berusaha menolong tapi sang nenek menolak, tiga kali!
Apa yang dialami nenek tersebut adalah terjebak dalam tahayul, hal mana yang akan membuat Buddha dan Bodhisattva tidak dapat menolong kita (karena kita yang menutup diri). Penting sekali untuk menyadari bahwa Buddha tidak pernah ingkar untuk menolong kita kapanpun dimanapun dan siapapun, tapi kita perlu memiliki keyakinan terhadap Buddha serta hukum karma dan akibatnya. Tanpa hal tersebut kita justru tenggelam dalam kebodohan (tahayul) yang justru membuat kita tidak dapat ditolong oleh siapapun. Buddha ibarat bulan, jika banyak ember air berada di bawahnya dan air tersebut tenang, bulan akan nampak di semua ember tersebut. Tetapi pada air yang terus bergejolak, bulan tidak akan nampak. Siapkah kita menerima pertolongan dari Buddha?
Kendaraan boleh-boleh saja berbeda, tapi........
Dua paham daripada Hinayana dan Mahayana jelas berbeda, yang satu menganggap Buddha sudah mati, yang satu menganggap Buddha terus bekerja dengan banyak cara selama penderitaan berlangsung. Dua paham ini terwujud dalam contoh di atas mengenai ”karma kita sendiri” dan pertolongan misterius Buddha. Yang mana yang benar? Menurut Suhu, keduanya tidaklah salah. Yang salah adalah jika kemudian kita kehilangan keyakinan kita akan Buddha (Buddha hilang dalam batin kita) atau terjebak dalam tahayul sehingga membuat kita bermental peminta-minta. Semoga ketidak-salingpahaman bisa teratasi oleh karenanya. The Siddha Wanderer