//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Sàriputta Sutta (Ringkasan)  (Read 3107 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline DNA

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 126
  • Reputasi: 23
  • Dhamma Nan Agung
Sàriputta Sutta (Ringkasan)
« on: 15 November 2009, 12:20:22 AM »
Yang Mulia Sàriputta mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan alam yang sesuai dan diinginkan, tempat yang sah (untuk dàna), latihan (meditasi), dll demi kepentingan siswa-siswa yang berlatih di bawah pengawasannya.
Pertanyaan ini diajukan kepada Tathàgata dalam 8 bait syair dan Tathàgata memberikan jawaban yang terdiri dari 13 bait syair.

Aku, Sàriputta, sampai sekarang ini belum pernah melihat atau mendengar tentang satu pribadi mulia, yang masuk ke dalam rahim ibunya dari Surga Tàvatimsa, yang berbicara dengan suara yang begitu menyenangkan dan memiliki kesaktian, dengan semua kebesaran, keagungan, dan kemuliaan seorang Buddha yang mencapai Pencerahan Sempurna (1).

Semua brahmà, dewa, dan manusia sungguh telah melihat seorang yang telah menaklukkan kegelapan kebodohan, seorang yang tidak ada tandingannya dan istimewa menikmati ketenangan Jhàna, dan ketenangan serta ketenteraman Nibbàna; semua brahmà, dewa, dan manusia memandangnya sebagai seorang yang memiliki Lima Mata (2).

Yang Mulia Tathàgata… yang telah bebas dari 2 jenis kotoran, yaitu kemelekatan dan pandangan salah, seorang yang tidak tergerak oleh perubahan duniawi, seorang yang tidak akan pernah mencoba menarik perhatian orang banyak dengan mendemonstrasikan kesaktian, yang datang ke pintu gerbang Kota Sankassa sebagai seorang guru bijaksana… Aku, Sàriputta, telah datang ke tempat ini dengan membawa masalah dan memohon agar engkau memberikan penyelesaian sehubungan dengan kepentingan siswa-siswaku (3).

Berapa banyakkah objek indria yang menyerang dengan menakutkan yang membahayakan seorang bhikkhu mulia yang melalui ketakutan dan kejijikan terhadap bahaya kelahiran, dan seterusnya, mengundurkan diri ke bawah pohon, ke pekuburan, ke atas dipan yang terpencil atau tempat tidur berkaki pendek di dalam sebuah gua (a_4-5).

Berapa banyakkah bahaya yang menekan saat seorang bhikkhu mulia melaju di jalan yang asing menuju tanah yang belum tercapai, Nibbàna, di dalam hutan pertapaannya yang sunyi jauh dari kota atau desa? (b_6).

(c) Bagaimanakah kata-kata yang diucapkan seorang bhikkhu mulia? (d) Apakah aturan-aturan bagi seorang bhikkhu mulia? (e) Latihan-latihan apakah yang harus dilakukan dengan tekun oleh seorang bhikkhu mulia seperti halnya meditasi? (c,d,e_7).

Bagaimanakah seorang bhikkhu mulia menjalani Sila dengan keteguhan, penilaian yang dewasa dan perhatian yang murni untuk melenyapkan debu kotoran batin, bagaikan seorang pandai emas memurnikan emas? (f_8).

(Demikianlah Yang Mulia Sàriputta mengucapkan 8 bait syair yang terdiri dari 3 bait syair pujian atas kemuliaan Buddha, dan 5 bait syair sehubungan dengan latihan lima ratus bhikkhu yang harus dijalankan.)

Anak-Ku Sàriputta… seorang intelektual dan penuh perhatian tidak perlu takut atau terguncang saat berhubungan dengan 5 jenis bahaya,
(1) serangga, nyamuk, lalat,
(2) ular, kalajengking, kelabang, tikus,
(3) pencuri dan perampok,
(4) binatang berkaki empat seperti singa dan macan, dan
(5) orang-orang di luar ajaran yang tidak memiliki keyakinan di dalam Tiga Permata yang menimbulkan ketidaknyamanan dengan pandangan-pandangan dan pertanyaan-pertanyaan mereka yang berlawanan. Seseorang tidak boleh khawatir atau takut oleh 5 jenis objek menakutkan yang telah dijelaskan itu.

Lebih jauh lagi, seorang bhikkhu mulia yang berusaha mencapai Nibbàna dengan mengikuti Jalan yang benar harus menekan 5 “musuh internal” sebagai tambahan dari apa yang telah dijelaskan di atas (2-3).
(1) Penyakit,
(2) lapar,
(3) dingin,
(4) panas, dan
(5) ketika bhikkhu mulia mengalami ketidaknyamanan saat berhubungan dengan bahaya-bahaya ini, ia harus menolak atau berlindung, karena perasaan dan penderitaan ini akan mengarah pada munculnya 10 perbuatan salah (oleh tindakan, ucapan, dan pikiran); ia harus melindungi dirinya dengan usaha yang giat dan sungguh-sungguh (Sammappadhàna).

Setelah menjelaskan (a) dan (b), Tathàgata melanjutkan dengan menjelaskan (c), (d), (e), dan (f) dalam 9 bait syair berikut ini).

Seorang bhikkhu mulia harus menjauhkan diri dari mencuri dan berbohong; ia harus mengharapkan kesejahteraan bagi (i) mereka yang masih memiliki noda kemelekatan (tasa) dan (ii) mereka yang telah melenyapkan kemelekatan (thàvara), ia harus menaklukkan 10 perbuatan buruk, pendeknya, kelompok perbuatan jahat, karena mereka merupakan sekutu Màra (5).
(Empat perbuatan baik disebutkan dalam bait ini, yaitu: menghindari mencuri, berbohong, mengharapkan kesejahteraan semua manusia, dan menjauhi perbuatan buruk).

Seorang bhikkhu mulia tidak boleh memiliki kemarahan (kodha) dan kesombongan yang tidak terkendali (atimàna), akar penyebab 2 faktor buruk ini ada 6, yaitu, kebodohan (avijjà), sifat buruk ayoniso (manasikàra), keangkuhan (asamimàna), kurangnya rasa malu (ahirika), kurangnya rasa takut akan akibat perbuatan jahat (anottappa), dan kegelisahan (uddhacca). Akar-akar penyebab ini harus dicabut atau dihancurkan; sebagai tambahan rasa suka dan benci harus diatasi dengan Ketenangseimbangan (6).
(Dengan ini, empat latihan telah dijelaskan, yaitu: kemarahan dan keangkuhan harus dilenyapkan; dan enam akar penyebab kemarahan dan keangkuhan harus disingkirkan; dan objek-objek yang disukai dan dibenci harus dihindari dengan Ketenangseimbangan).

Seorang bhikkhu mulia harus berusaha memahami dan mengembangkan 10 perenungan. Dengan kekuatan kegembiraan dan kepuasan, piti, yang berkembang, musuh-musuh yang telah dijelaskan di atas, baik internal maupun eksternal harus disingkirkan.
(Demikianlah nasihat Buddha untuk mengusir dan menghancurkan musuh-musuh internal dan eksternal yang dijelaskan pada (a) dan (b) dengan sepuluh perenungan (Anussati); Piti yang muncul dari meditasi harus dimanfaatkan sebagai alat untuk mengembangkan kesabaran. Ini adalah alat untuk mengatasi musuh-musuh tersebut).

Seseorang harus mengatasi ketidaktertarikan berada di dalam pertapaan sunyi dan mengembangkan meditasi dengan bantuan alat-alat yang bermanfaat tersebut di atas untuk mendapatkan keberhasilan tertinggi; alat-alat yang bermanfaat tersebut di atas juga dapat digunakan untuk menaklukkan 4 penyebab kesedihan berikut ini: (7).

Empat Penyebab Kesedihan

(1) Makanan apakah yang akan kumakan hari ini? Apakah nasi, atau gandum, ikan, ataukah daging?
(2) Di manakah aku makan (di istana raja, atau di rumah seorang kaya atau brahmana)?
(3) Aku terpaksa tidur dengan sangat tidak nyaman kemarin malam (di atas selembar papan, atau selembar matras kasar, atau selembar kulit atau di atas tumpukan rumput); dan
(4) Di tempat mewah seperti apakah aku akan tidur malam ini (di atas tempat tidur berhias, atau di atas tempat tidur berkaki empat)?
Empat jenis spekulasi ini dikenal sebagai penyebab kesedihan.
Seorang bhikkhu yang melatih Sila, samàdhi, dan pannà yang bebas dari kesusahan (palibodha), seperti, keterikatan kepada keluarga, saudara sealiran, tempat tinggal, dan kebutuhan harus menyingkirkan kekhawatiran sehubungan dengan makanan dan tempat tinggal; 4 jenis kekhawatiran ini harus dilepaskan [8].

Ketika seorang bhikkhu memperoleh makanan dan jubah dengan cara dan waktu yang tepat, ia harus mampu menilai atau dengan tidak berlebihan menerima dan menggunakannya demi kenyamanannya.
Seorang bhikkhu mulia, setelah melindungi dirinya dari kondisi yang jahat dengan melaksanakan dua kelompok peraturan sehubungan dengan menerima dan memanfaatkan empat kebutuhan, harus memasuki kota-kota dan desa-desa dengan penampilan fisik yang sesuai norma-norma yang berlaku, dan menghindari kata-kata kasar bahkan saat berhadapan dengan orang-orang yang mencelanya (9).

Seorang bhikkhu harus menjaga agar tatapan matanya selalu ke bawah, tidak memandang sekeliling, harus berusaha mencapai Jhàna yang belum dicapai, harus berusaha menguasai 5 jenis keahlian melalui Jhàna yang telah dicapai; tidur dengan penuh perhatian hanya 4 jam pada jaga pertengahan malam hari, (dan melewatkan waktu lainnya dengan berjalan, duduk dalam melaksanakan Sila yang wajib dipegang teguh oleh seorang bhikkhu); melalui aktivitas ini, Ketenangseimbangan dikembangkan melalui Jhàna Ke empat, pikiran menjadi tenang, pemikiran-pemikiran penuh nafsu (kàma vitakka), pencerapan-pencerapan penuh nafsu (kàma sannà), dan gerakan-gerakan tangan dan kaki saat merasa gelisah dapat dikendalikan (10).

Instruksi apa pun yang diberikan oleh si guru penahbis, “Ini tidak baik,” harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh serta dengan perasaan gembira dan berterima kasih. Sikap membenci dan tidak bersahabat terhadap teman-teman sendiri harus dihindari; harus dilenyapkan bagaikan melenyapkan duri. Hanya kata-kata yang benar yang perlu diucapkan, jangan membicarakan hal-hal di luar ajaran (sila, samàdhi, pannà) atau hal-hal yang tidak tepat waktunya. (Seseorang akan dicela dan dikritik atas noda-noda dalam sikap moralnya, karena pandangan salah, penghidupan yang salah. Maka dari itu, adalah perlu menjauhkan diri dari perbuatan yang tidak bermoral bahkan yang melalui pikiran, apalagi melalui jasmani ataupun ucapan) (11).

Sàriputta… selain itu, di dunia ini, terdapat 5jenis debu, yaitu: kemelekatan terhadap bentuk yang terlihat (rupa ràga), kemelekatan terhadap suara (gandha ràga), kemelekatan terhadap bau, kemelekatan terhadap rasa (rasa ràga), kemelekatan terhadap sentuhan (photthaba ràga), semua kemelekatan itu harus dilenyapkan dengan melatih sila, samàdhi, dan pannà dengan penuh perhatian. Latihan yang konstan akan memungkinkan bhikkhu tersebut mengatasi lima debu itu (12).
(Lima jenis debu harus dilenyapkan dengan melaksanakan tiga aturan latihan; hanya mereka yang menjalani aturan-aturan ini yang dapat mengatasi lima jenis debu tersebut, orang lain tidak akan dapat).

Begitu lima jenis debu itu telah dilenyapkan, bhikkhu itu tidak lagi bergembira di dalam 5 objek kenikmatan indria. Bhikkhu itu dengan penuh perhatian, terbebas dari cengkeraman rintangan-rintangan, dengan teguh melakukan perenungan pada waktu yang tepat, terhadap kondisi-kondisi yang tidak kekal, tidak memuaskan dan tanpa-diri (tanpa-diri). Batinnya akan menjadi tenang, dan akan menembus kegelapan kotoran batin (13).

Demikianlah Tathàgata menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Sàriputta dengan tujuan untuk membuka jalan, setahap demi setahap, yang akhirnya mengarah pada tingkat Buah Arahatta. Lima ratus siswa Sàriputta mencapai kesucian Arahatta pada akhir khotbah itu, dan 30 crore dewa dan manusia mencapai Pembebasan melalui penembusan Empat Kebenaran Mulia.
May these merits of mine lead me to the extinction of all defilements
May these merits of mine be conducive to my attainment of Nibbana
May all sentient beings obtain the share of my merits and be well and happy always. Sadhu3..

Offline Sunce™

  • Sebelumnya: Nanda
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.350
  • Reputasi: 66
  • Gender: Male
  • Nibbana adalah yang Tertinggi
Re: Sàriputta Sutta (Ringkasan)
« Reply #1 on: 16 November 2009, 12:38:30 PM »
wow,