//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Riwayat Agung Para Buddha  (Read 228668 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #240 on: 21 October 2008, 07:06:01 PM »
Pikiran khan bukan termasuk kenikmatan indria ??

biar sesepuh yg jelasin deeeg ......  :))

_/\_ thx ya..
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
32 Fenomena Ramalan
« Reply #241 on: 21 October 2008, 07:12:01 PM »
Selanjutnya, terjadi 32 fenomena gaib yang biasanya terjadi saat Bodhisatta memasuki rahim dalam kehidupan terakhirnya. 32 fenomena ini sebagaimana tercantum dalam bagian pendahuluan Komentar Jàtaka adalah sebagai berikut:

(1) Cahaya gilang-gemilang bersinar di sepuluh ribu alam semesta.

(2) Mereka yang buta menjadi dapat melihat pada saat itu jika mereka ingin melihat keagungan Bodhisatta.

(3) Mereka yang tuli dapat mendengar pada saat itu.

(4) Mereka yang bisu dapat berbicara pada saat itu.

(5) Mereka yang cacat fisik menjadi normal pada saat itu.

(6) Mereka yang lumpuh dapat berjalan pada saat itu.

(7) Mereka yang dipenjara dan terbelenggu menjadi bebas.

8 Api di semua alam neraka menjadi padam.

(9) Makhluk-makhluk di alam peta terpuaskan dari rasa lapar dan haus.

(10) Semua binatang bebas dari bahaya.

(11) Semua makhluk yang menderita penyakit menjadi sembuh dari penyakitnya.

(12) Semua makhluk berbicara dengan ramah antara satu dengan lainnya.

(13) Kuda-kuda meringkik dengan suara yang menyenangkan.

(14) Gajah-gajah bersuara manis dan merdu.

(15) Semua alat-alat musik seperti simbal, harpa, terompet, dan lain-lain berbunyi meskipun tidak ada yang memainkannya.

(16) Perhiasan seperti kalung, gelang kaki, dan lain-lain yang dipakai manusia bergemerincing walaupun tidak bersentuhan dengan apa pun.

(17) Angkasa luas dan pemandangan di segala penjuru menjadi cerah dan jelas tanpa halangan.

(18) Angin bertiup lembut, membawa kedamaian, dan kenyamanan bagi semua makhluk.

(19) Hujan turun dengan derasnya (meskipun bukan musim hujan).

(20) Air dari dalam tanah mengalir keluar ke segala arah.

(21) Tidak ada burung yang terbang di angkasa.

(22) Air sungai yang biasanya mengalir terus-menerus pada saat itu berhenti mengalir, “bagaikan pelayan yang berhenti bergerak karena teriakan majikannya.”

(23) Air laut yang biasanya asin pada saat itu menjadi manis.

(24) Segala penjuru dipenuhi dengan bunga-bunga teratai dalam tiga warna (semua danau dan kolam dipenuhi dengan lima jenis bunga teratai).

(25) Semua bunga-bunga di atas tanah dan di bawah air bermekaran.

(26) Bunga-bunga yang tumbuh di batang pohon (khandha paduma) bermekaran dengan indah.

(27) Bunga-bunga yang tumbuh di dahan pohon (sàkhà paduma) bermekaran dengan indah.

(28) Bunga-bunga yang menjalar (latà paduma) bermekaran dengan indah.

(29) Rumpun bunga (danda paduma) tumbuh di seluruh permukaan tanah dalam tujuh lapis menembus batu-batu.

(30) Bunga-bunga surgawi menjuntai sampai ke permukaan bumi.

(31) Hujan bunga terus-menerus di sekitar tempat itu.

(32) Alat-alat musik surgawi berbunyi secara otomatis.

32 fenomena luar biasa ini disebut juga 32 keajaiban. 32 keajaiban ini sama dengan 32 keajaiban yang disebut-sebut dalam Kisah 24 Buddha.

10.000 alam semesta yang mengalami 32 fenomena luar biasa ini terlihat megah bagaikan bola besar dari bunga-bunga atau seperti karangan bunga besar atau seperti hamparan bunga yang berlapis-lapis; udara di sekeliling juga berbau harum seolah-olah disebabkan oleh gerakan lembut kipas ekor yak.


~RAPB I, pp. 426-428~
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Barang Sewaan
« Reply #242 on: 21 October 2008, 07:13:27 PM »
Misalnya, ada seseorang yang tidak memiliki apa-apa harus menyewa perhiasan seperti batu-batu berharga, emas, dan perak untuk dipakai dalam sebuah pesta. Selagi ia menikmati memakai perhiasan itu sebagai miliknya sebelum waktunya dikembalikan kepada pemilik sebenarnya, mereka merasa sedih dan patah hati karena berpisah dengan barang-barang pinjaman tersebut setelah dikembalikan kepada pemiliknya.

Demikian pula, ketika kebajikan masa lalu mereka yang menghasilkan kenikmatan indria, mereka tertipu dengan pikiran bahwa kenikmatan itu akan kekal selamanya. Ketika objek-objek ini hilang karena kejahatan yang dilakukan pada masa lalu, atau ketika ia meninggal dunia, objek-objek tersebut tidak lagi ada hubungannya dengan orang tersebut.

Menjalani kehidupan dengan kondisi seperti ini, ia yang berpikir bahwa ia adalah pemilik kenikmatan indria itu akan tertinggal di belakang, seperti barang-barang yang dipinjam atau disewa untuk sementara waktu; lebih merupakan penderitaan.

Sebenarnya, kenikmatan indria disebut tidak dapat dipercaya dan penuh cacat!


~RAPB I, pp. 532-533~
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #243 on: 21 October 2008, 07:23:40 PM »
“Kawasan Mahàbodhi adalah yang terakhir lenyap pada saat hancurnya bumi dan muncul sebagai yang pertama pada saat terbentuknya bumi. Ketika bumi yang berasal dari sekuntum teratai muncul dalam bentuk pertanda di kawasan Bodhimandala. Jika Buddha akan muncul di kappa tersebut, kuntum teratai tersebut akan mekar; jika Buddha tidak muncul, kuntum teratai tersebut tidak mekar. Jika dalam kappa itu hanya akan muncul seorang Buddha, satu bunga teratai akan mekar; jika muncul dua Buddha dalam kappa tersebut, dua bunga akan mekar; jika ada tiga, empat atau lima Buddha dalam kappa tersebut, maka tiga, empat atau lima bunga akan mekar dari kuntum yang sama. (p. 548)

Ko Indra, yg bold maksudnya bumi berasal dari sekuntum teratai ya?  :-?
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #244 on: 21 October 2008, 07:36:01 PM »
“Kawasan Mahàbodhi adalah yang terakhir lenyap pada saat hancurnya bumi dan muncul sebagai yang pertama pada saat terbentuknya bumi. Ketika bumi yang berasal dari sekuntum teratai muncul dalam bentuk pertanda di kawasan Bodhimandala. Jika Buddha akan muncul di kappa tersebut, kuntum teratai tersebut akan mekar; jika Buddha tidak muncul, kuntum teratai tersebut tidak mekar. Jika dalam kappa itu hanya akan muncul seorang Buddha, satu bunga teratai akan mekar; jika muncul dua Buddha dalam kappa tersebut, dua bunga akan mekar; jika ada tiga, empat atau lima Buddha dalam kappa tersebut, maka tiga, empat atau lima bunga akan mekar dari kuntum yang sama. (p. 548)

Ko Indra, yg bold maksudnya bumi berasal dari sekuntum teratai ya?  :-?

Demikianlah menurut Teks tersebut. tetapi mungkin juga kalimat itu merupakan suatu simbol yang memiliki makna lain yang tidak saya pahami. Mungkin rekan2 lain memiliki referensi lain mengenai hal ini.

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Tindakan Luar Biasa Bodhisatta dan Maknanya
« Reply #245 on: 22 October 2008, 11:54:40 PM »
(1) Bodhisatta berdiri tegak dengan kedua kaki yang rata menyentuh permukaan tanah menandakan pencapaian Empat Kemampuan Batin (Iddhipàda) pada masa depan.

(2) Bodhisatta menghadap ke arah utara menandakan bahwa pada masa depan Beliau akan menjadi yang tertinggi di antara semua makhluk.

(3) Bodhisatta berjalan tujuh langkah menandakan bahwa pada masa depan Beliau akan mencapai Tujuh Faktor Pencerahan Sempurna, permata Dhamma.

(4) Bodhisatta dinaungi oleh payung putih surgawi menandakan bahwa pada masa depan Beliau akan mencapai buah kesucian Arahatta.

(5) Bodhisatta memperoleh lima atribut kerajaan menandakan bahwa pada masa depan Beliau akan mencapai lima pembebasan (vimutti) yaitu: pembebasan melalui perbuatan di alam indria (tadanga vimutti), pembebasan melalui pencapaian Jhàna (Vikkhambana Vimuti), pembebasan melalui pencapaian Jalan (Samuccheda Vimutti), pembebasan melalui pencapaian Buah (Patippasadhi vimutti), dan pembebasan melalui pencapaian Nibbàna (Nissarana vimutti).

(6) Bodhisatta melihat ke sepuluh penjuru tanpa ada yang menghalangi pandangan-Nya, menandakan bahwa Beliau akan mencapai pengetahuan yang tidak ada halangannya (Anàvarana Nàna).

(7) Bodhisatta berseru, “Akulah yang tertinggi, terbesar, dan termulia,” menandakan bahwa pada masa depan Beliau akan memutar roda Dhamma (Dhamma Cakka) di mana tidak ada brahmà, dewa, atau manusia yang dapat menghalangi-Nya.

8 Bodhisatta berseru, “Inilah kelahiran-Ku yang terakhir!, tidak ada kelahiran lagi bagi-Ku” menandakan bahwa pada masa depan Beliau akan mencapai Nibbàna di mana tidak ada lagi kelompok jasmani dan batin yang tersisa (anupàdisesa).


~RAPB I, pp. 439-440~
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Pedang atau Mata Tombak
« Reply #246 on: 22 October 2008, 11:55:38 PM »
Misalnya, sisi tajam sebuah pedang atau mata tombak yang memotong dan menembus apa saja yang disentuhnya. Mereka hanyalah senjata untuk membunuh, menghancurkan musuh, dan lain-lain.

Demikian pula lima objek-objek kenikmatan indria, memiliki ketajaman yang dapat memotong dan menembus siapa aku yang disentuh atau dijeratnya.

Misalnya, seseorang yang tertusuk oleh pedang atau tombak dari objek-objek penglihatan (rupàramanna), adalah seperti seekor ikan yang terkait dengan mata kail di dalam ususnya, ia tidak dapat melepaskan diri sama sekali, tetapi dengan patuh mengikuti ke mana ia ditarik. Karena luka yang ditimbulkan oleh tajamnya pedang atau tombak dari objek-objek penglihatan, ia menjadi lupa dan tidak lagi memerhatikan praktik Sila, Samàdhi, dan Pannà yang ia lakukan sebelumnya dan berakhir dalam kehancuran. (Contoh ini berlaku juga untuk objek-objek pendengaran, dan seterusnya).

Demikianlah, lima objek kenikmatan indria ini yang mirip dengan tajamnya sisi pedang atau mata tombak hanyalah senjata untuk membunuh dan menghancurkan makhluk-makhluk.

Semua makhluk yang belum melenyapkan kemelekatan terhadap kenikmatan indria harus tetap tinggal bagaikan seorang narapidana di tengah-tengah pedang atau tombak lima objek-objek kenikmatan indria yang terarah kepada mereka di dalam alam kehidupan mana pun juga mereka berada. Lima objek-objek kenikmatan indria ini secara otomatis akan menempel pada diri mereka yang bersentuhan dengannya tanpa terkecuali.

Oleh karena itu, lima kenikmatan indria ini mirip sekali dengan sisi tajam sebuah pedang atau mata tombak; lebih merupakan penderitaan. Sebenarnya, kenikmatan indria disebut tidak dapat dipercaya dan penuh cacat!


~RAPB I, pp. 535-536~
« Last Edit: 22 October 2008, 11:59:08 PM by Yumi »
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Kanthaka Terlahir Kembali Sebagai Dewa
« Reply #247 on: 23 October 2008, 12:02:51 AM »
Setelah meninggal dunia, Kanthaka terlahir kembali sebagai dewa dengan nama yang sama di tengah-tengah kemewahan dan banyak pengikut di Surga Tàvatimsa. Karena ia berhubungan erat dengan Bodhisatta dan melayaninya dalam banyak kehidupan, ia meninggal dunia karena tidak dapat menahan penderitaan karena berpisah dengan Bodhisatta. Kelahirannya di Surga Tàvatimsa bukan karena kesedihan itu.

Dalam ucapan Bodhisatta yang ditujukan kepadanya saat Bodhisatta menaiki punggungnya menjelang kepergian Bodhisatta untuk melepaskan keduniawian, ia mendengar, “Kanthaka, Aku melepaskan keduniawian, untuk mencapai Kebuddhaan.” Mendengar bahwa Bodhisatta akan melepaskan keduniawian yang tidak ada hubungannya dengan kenikmatan indria, ia menjadi sangat gembira dan puas yang disertai batin yang suci yang mengarah pada pengembangan kebajikan yang diakibatkan oleh keyakinan; sebagai akibat dari kebajikan ini ia terlahir sebagai dewa di Surga Tàvatimsa. Belakangan, saat ia mengunjungi Buddha dan mendengarkan Dhamma, ia menjadi Sotàpanna―semua ini dijelaskan dalam Komentar Vimànavatthu.


~RAPB I, p. 550~
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Tiga Perumpamaan untuk Bodhisatta
« Reply #248 on: 23 October 2008, 12:07:06 AM »
Kemudian muncul dalam pikiran Bodhisatta tiga perumpamaan sebagai berikut:

(1) Untuk membuat api, sekeras apa pun seseorang menggosokkan kayu api dengan sepotong kayu api yang basah yang direndam dalam air, ia tidak akan dapat menghasilkan api dan hanya akan mengalami penderitaan karena kegagalan.

Demikian pula di dunia ini, mereka yang disebut petapa dan brahmana yang masih memiliki nafsu indria yang basah dan belum dikeringkan dan yang belum menghindari diri dari objek-objek indria atau tidak dapat menembus Jalan dan Buahnya, hanya akan mendapat penderitaan sekeras apa pun mereka berusaha untuk melenyapkan kotoran batin. Ini adalah perumpamaan pertama sehubungan dengan Bodhisatta.

(Dalam perumpamaan ini, mereka yang masih memiliki objek-objek nafsu indria yang belum kering diumpamakan sebagai sepotong kayu basah; perbuatan mereka menyelam ke dalam air objek-objek indria diumpamakan seperti merendamkan sepotong kayu ke dalam air; ketidakmampuan untuk menyalakan api pengetahuan mengenai Jalan sekeras apa pun mereka berusaha tanpa melepaskan objek-objek indria adalah bagaikan api yang tidak dapat membakar namun dapat menimbulkan penderitaan sekeras apa pun sepotong kayu basah yang direndam air itu digosok.
Perumpamaan ini menggambarkan pertapaan yang disebut saputtabhariyà-pabbajjà yaitu para petapa pengembara yang masih hidup berumah-tangga bersama istri dan anaknya.)

(2) Untuk membuat api, sekeras apa pun seseorang menggosok kayu api dengan sepotong kayu api yang basah yang meskipun jauh dari air, ia tetap tidak bisa menyalakan api karena kayu yang basah itu; sebaliknya ia justru akan menjadi menderita. Demikian pula di dunia ini, mereka yang disebut petapa dan brahmana yang masih memiliki unsur-unsur menipu berupa objek-objek indria yang belum dikeringkan tidak akan menembus Jalan dan Buahnya namun hanya akan menjadi lebih menderita sekeras apa pun mereka berusaha menjauhkan diri dari air objek-objek indria secara fisik maupun batin. Ini adalah perumpamaan kedua sehubungan dengan Bodhisatta.

(Dalam perumpamaan ini, mereka yang objek-objek indrianya belum dikeringkan adalah bagaikan sepotong kayu basah, ketidakmampuan untuk menyalakan api pengetahuan mengenai Jalan sekeras apa pun mereka berusaha menjauhkan diri dari objek-objek indria baik secara fisik maupun batin bagaikan api yang tidak dapat membakar namun menghasilkan penderitaan, karena basahnya kayu itu, sekeras apa pun kayu basah itu digosok, tetap tidak akan menyala.
Perumpamaan ini menjelaskan pertapaan yang disebut bràhmanadhammikà-pabbajjà yaitu brahmana yang telah meninggalkan istri dan anaknya, tapi menjalani praktik yang salah, pàsanda).

(3) Untuk membuat api, jika seseorang menggosok sepotong kayu dengan kayu kering yang jauh dari air, ia akan dengan mudah menyalakan api karena kayu itu berada di daratan yang jauh dari air dan kering. Demikian pula di dunia ini mereka yang disebut petapa dan brahmana yang nafsu-nafsu indria telah kering dan telah menjauhkan diri dari objek-objek indria secara fisik maupun batin dapat menembus Jalan dan Buahnya jika mereka mempraktikkan cara pertapaan yang benar, sulit maupun mudah. Ini adalah perumpamaan ketiga sehubungan dengan Bodhisatta.

(Perumpamaan ini harus dipahami dengan cara yang dijelaskan sebelumnya.
Perumpamaan ini menjelaskan pertapaan yang dijalankan oleh Bodhisatta sendiri.)


~RAPB I, pp. 568-569~
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Praktik Penyiksaan Diri
« Reply #249 on: 25 October 2008, 03:11:21 PM »
Sejak saat itu, Bodhisatta tidak lagi berpuasa total tetapi makan sedikit demi sedikit. Untuk makan selama 1 hari kadang-kadang Ia mengambil segenggam nasi, kadang-kadang sesuap sup kacang, segenggam bubur, dan sesuap sup ercis.

Dengan memakan hanya makanan demikian, bentuk tubuh Bodhisatta terlihat sangat kurus dan lemah.
Karena Bodhisatta hanya makan sangat sedikit makanan, bagian tubuh-Nya yang besar maupun kecil menonjol di tiap-tiap sendi tulang-Nya dan kurus serta seperti ditekan pada bagian-bagian lainnya seperti buku-buku tanaman menjalar àsitika dan kàla.

Bokong Bodhisatta bagaikan kuku unta dengan anus yang seperti ditekan.

Punggung-Nya (tulang punggung) Bodhisatta menonjol keluar dan menjorok ke dalam seperti butiran tasbih.

Daging di antara tulang-tulang rusuk-Nya menjorok ke dalam memperlihatkan pemandangan yang sangat menakutkan seperti rangka atap rumah seorang petapa.

Bola mata-Nya juga terlihat menjorok ke dalam rongga mata-Nya seperti gelembung-gelembung air dari mata air yang dalam.

Kulit kepala-Nya keriput dan kering bagaikan buah labu yang dijemur.

Kulit perut-Nya menempel ke tulang punggung-Nya, tulang punggung-Nya dapat terasa jika kulit perut-Nya disentuh, dan kulit perut-Nya dapat dirasakan kalau tulang punggung disentuh.

Ketika duduk untuk menjawab panggilan alam (buang air), air seni tidak keluar seluruhnya karena tidak tersedia cukup cairan di dalam perut-Nya untuk diubah menjadi air seni. Sedangkan tinja-Nya, berupa satu atau dua bola keras seukuran biji kacang yang dikeluarkan dengan susah payah. Keringat bercucuran di sekujur tubuh-Nya. Dia jatuh di tempat itu juga dengan wajah tertelungkup.

Ketika Bodhisatta mengusap tubuh-Nya dengan tangan untuk mendapatkan perasaan nyaman, bulu-bulu badan-Nya, yang akarnya tidak pernah mendapatkan nutrisi dari daging dan darah-Nya, berguguran dari tubuh-Nya dan menempel di tangan-Nya.

Warna kulit Bodhisatta yang kuning cerah seperti warna emas murni, singinikkha. Namun bagi mereka yang melihat-Nya selama Beliau menjalani penyiksaan diri, beberapa orang berkata, “Samana Gotama berkulit hitam.” Beberapa orang berkata, “Samana Gotama bukan berkulit hitam, Ia berkulit cokelat.” Beberapa orang lain lagi mengatakan, “Samana Gotama bukan berkulit hitam atau cokelat, kulitnya berwarna abu-abu seperti ikan lele.”

(Para pembaca buku ini boleh berhenti sebentar dan membayangkan Bodhisatta menjalani praktik penyiksaan diri ini yang bagi orang- orang biasa sangat sulit dilakukan baik dalam jangka waktu beberapa hari atau bulan.)
  ::)

Namun Beliau melakukannya selama enam tahun.
Dalam enam tahun usaha-Nya itu, Beliau tidak pernah berpikir, “Aku belum mencapai Kebuddhaan meskipun Aku telah berusaha dengan sangat keras. Baiklah, dalam situasi ini Aku akan kembali ke istana emas-Ku dan dilayani oleh empat puluh ribu pelayan perempuan yang dipimpin oleh permaisuri-Ku, Yasodharà, Aku akan bergembira merawat ibu-Ku (maksudnya bibi-Nya, Gotamã), ayah dan delapan puluh ribu sanak saudara-Ku yang masih hidup;”
atau “Setelah menikmati makanan-makanan lezat seperti makanan dewa, Aku lebih baik tidur nyaman di kasur mewah.”

Tidak pernah sedikit pun pikiran tersebut muncul dalam diri-Nya untuk menjalani hidup dengan mudah. Seorang manusia biasa bahkan tidak berani berpikir untuk menjalani praktik penyiksaan diri semacam ini apalagi benar-benar menjalaninya. Oleh karena itulah disebut dukkaracariya (praktik yang sangat sulit dilakukan orang-orang biasa.)

~RAPB I, pp. 574-576~
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Wahai Màra!
« Reply #250 on: 25 October 2008, 09:19:19 PM »
“Engkau yang mengikat para makhluk—dewa, brahmà, dan manusia—agar mereka tidak dapat terbebaskan dari samsàra! Engkau datang demi keuntunganmu pribadi dan dengan maksud-maksud tersembunyi bertujuan untuk mengganggu dan mencelakakan makhluk-makhluk lain.”
(Dengan kata-kata ini Bodhisatta mengusir Màra yang bermaksud jahat terhadap-Nya.)

“Aku tidak berkeinginan sedikit pun untuk melakukan kebajikan-kebajikan yang mengarah kepada lingkaran penderitaan, vattagàmi. Engkau boleh berkata begitu kepada mereka yang menginginkan jasa-jasa vattagàmi.
(Dengan kata-kata ini Bodhisatta menjawab pernyataan Màra, “Jika Engkau berumur panjang, Engkau dapat melakukan banyak kebajikan.)”

“Wahai Màra, ada makhluk-makhluk yang tidak memiliki keyakinan (saddhà) sama sekali terhadap Nibbàna; ada yang memiliki keyakinan tetapi usahanya (viriya) lemah; ada yang memiliki keyakinan dan usaha yang kuat tetapi tidak memiliki kebijaksanaan (pannà), Engkau sebaiknya berbicara kepada mereka dan mendorong mereka untuk berumur panjang.

Sedangkan Aku, Aku memiliki keyakinan bahwa, jika Aku berusaha keras, Aku akan mencapai Nibbàna bahkan dalam kehidupan ini juga ketika jasmani-Ku lenyap.
Aku memiliki api semangat yang berkobar-kobar yang mampu membakar rumput-rumput kering dan sampah-sampah kotoran batin menjadi abu.
Aku memiliki kebijaksanaan yang seperti bom milik Sakka yang dapat menghancurkan gunung karang kebodohan (avijjà) menjadi berkeping-keping.
Aku juga memiliki perhatian (sati) dan konsentrasi (samàdhi), perhatian yang memungkinkan Aku untuk menjadi Buddha yang tidak lupa akan apa yang pernah dilakukan dan diucapkan di waktu-waktu lalu; dan konsentrasi yang tetap berdiri kokoh dalam menghadapi angin badai, bagaikan pilar batu berukir yang tidak tergoyahkan oleh badai.  :x

Dengan memiliki lima kualitas, Aku akan mencapai pantai seberang Nibbàna. Aku bekerja keras bahkan dengan mempertaruhkan hidup-Ku. Kepada orang seperti Aku, untuk apakah Engkau membicarakan mengenai umur panjang dan untuk apa membujuk-Ku untuk hidup lebih lama? Sebenarnya, tidak ada gunanya hidup bahkan selama satu hari sebagai manusia bagi mereka yang berusaha dengan rajin dan tidak pernah menyerah, yang memiliki Pandangan Cerah melalui Appanà samàdhi dan yang melihat dengan jelas timbul dan lenyapnya kelompok-kelompok jasmani dan batin.”
(Dengan kata-kata ini Bodhisatta melawan Màra yang menakut-nakuti-Nya dengan mengatakan, “O Pangeran Siddhattha, kematian-Mu sudah mendekat, kesempatan-Mu untuk tetap hidup sangatlah kecil, hanya seperseribu.)

“Wahai Màra. […] Ketika darah, cairan-cairan empedu, dahak, air seni, dan daging itu menyusut, pikiran-Ku menjadi lebih jernih.
(Keletihan demikian tidak akan membuat-Ku mundur karena Engkau tidak mengetahui bahwa pikiran-Ku sangat sungguh-sungguh, Engkau berbicara mengenai ‘keinginan untuk hidup’ (jivitanikanti), dengan berkata “O Pangeran Siddhattha, seluruh tubuh-Mu begitu kurus karena kekurangan daging dan darah” dan seterusnya). Tidak hanya pikiran-Ku menjadi lebih jernih, tetapi perhatian-Ku yang bagaikan pusaka raja dunia, kebijaksanaan-Ku yang bagaikan senjata pemotong intan dan konsentrasi-Ku yang tidak tergoyahkan bagaikan Gunung Meru, menjadi lebih berkembang dan kokoh.”

Walaupun darah dan daging-Ku menyusut, pikiran-Ku lebih ceria dan menjadi lebih jernih dan mencapai tahap di mana perasaan-perasaan yang tiada bandingnya yang dialami oleh para Bodhisatta mulia, manusia-manusia luar biasa (Mahàpurisa).
Meskipun seluruh tubuh-Ku mengering sampai hampir terbakar dan meskipun Aku benar-benar kelelahan, pikiran-Ku tidak pernah memikirkan objek-objek indria seperti kota kerajaan dan istananya, Yasodharà, Ràhula, empat puluh ribu pelayan perempuan dan lain-lain. Wahai Màra, selidiki dan lihatlah sendiri kesucian dan keteguhan hati-Ku yang tiada bandingnya, seseorang yang telah memenuhi Kesempurnaan.

(Dengan kata-kata ini Bodhisatta menunjukkan kesungguhan usaha-Nya.)
 
~RAPB I, pp. 578-580~

:lotus:
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
10 Bala Tentara Màra (Ke-1)
« Reply #251 on: 25 October 2008, 09:22:50 PM »
(1) “Wahai Màra, ada objek-objek indria (vatthu-kàma), bergerak atau tidak bergerak, dan kotoran indria (kilesa-kàma) yang adalah kemelekatan terhadap objek-objek indria ini; dua bentuk indria ini menyebabkan para perumah tangga menjadi bodoh sehingga tidak menyadari kebenaran. Oleh karena itu, dua ini, vatthu-kàma dan kilesa-kàma adalah bala tentara pertama.

Ada para perumah tangga yang mati dalam keduniawian (putthujjhana) di tengah-tengah harta duniawi (gihibhoga) karena mereka tidak dapat melepaskannya meskipun mereka mengetahui jarangnya kemunculan seorang Buddha (Buddh’uppàda dullabha) dan sulitnya menjalani hidup bertapa (pabbajitabhàva dullabha).

Sebagai petapa, kebutuhan-kebutuhan seperti jubah, mangkuk, vihàra, taman, tempat tidur, dipan, selimut yang dapat dilekati dan dinikmati adalah merupakan materi-materi indria. Dan ada beberapa petapa yang mati dalam keduniawian di tengah-tengah harta benda indria milik vihàra dalam bentuk empat kebutuhan yaitu: tempat tinggal, pakaian, makanan, dan obat-obatan yang dipersembahkan oleh umat awam.

Mereka meninggal dunia dengan cara demikian karena mereka tidak sanggup melepaskan harta benda tersebut meskipun mereka telah memelajari pada waktu penahbisan tentang bagaimana memanfaatkan bawah pohon sebagai tempat tinggal, jubah dari potongan-potongan kain, dàna makanan, dan menggunakan air seni sapi yang bau sebagai obat.

Para perumah tangga dan petapa ini meninggal dunia saat bertemu dengan bala tentara pertama Màra yaitu indria (kàma).


~RAPB I, pp. 580-581~
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
10 Bala Tentara Màra (ke-2)
« Reply #252 on: 27 October 2008, 12:57:20 PM »
(2) “Walaupun mereka telah menjalani kehidupan pertapaan setelah bertekad melepaskan gilibhoga, beberapa cenderung terganggu atau dirusak oleh kebencian (arati) dan ketidakpuasan (ukkanthita)

sehingga tidak merasa berbahagia menjadi petapa,

tidak berbahagia dalam belajar atau berlatih,

tidak berbahagia dalam bertempat tinggal di kesunyian hutan,

dan tidak berbahagia dalam meditasi konsentrasi (samatha) dan meditasi Pandangan Cerah (Vipassanà).

Oleh karena itu arati dan ukkanthita merupakan bala tentara kedua Màra.
(Beberapa petapa mati tenggelam dalam lautan bala tentara kedua dari Màra ini.)


~RAPB 1, p. 581~
« Last Edit: 27 October 2008, 01:00:09 PM by Yumi »
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Re10 Bala Tentara Màra (Ke-3)
« Reply #253 on: 27 October 2008, 01:06:33 PM »
(3) “Walaupun beberapa petapa telah mengatasi bala tentara kedua, sewaktu menjalani praktik menyiksa diri dhutanga, dan karena aturan-aturan keras dari dhutanga yang memaksa mereka untuk makan makanan apa pun yang tersedia dari segala jenis yang dicampur menjadi satu.

Beberapa tidak dapat makan dengan puas (seperti sapi yang haus memuaskan dahaganya sewaktu berkubang di dalam air);
dan tidak terpuaskan sehingga menjadi lapar lagi, menderita bagaikan cacing tanah gila yang menggelepar jika terkena garam.

Karena dahaga dan lapar, khuppipàsa, mereka menjadi tidak tertarik kepada pertapaan dan menjadi berkeinginan untuk mengambil makanan sebanyak-banyaknya.

Khuppipàsa ini adalah bala tentara ketiga Màra.
(Beberapa petapa mati tenggelam dalam lautan bala tentara ketiga dari Màra ini.)


~RAPB 1, p. 581~
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Mara ke-4
« Reply #254 on: 28 October 2008, 11:13:47 PM »
(4) “Ketika mereka menderita lapar dan haus, beberapa dari mereka menjadi sangat lemah secara fisik dan batin dan menjadi sangat ketakutan. Mereka menjadi kehilangan kepercayaan diri, malas, dan tidak berbahagia.

Karena kelelahan (tandi) mereka tidak mampu menjalani kehidupan pertapaan mereka. Tandi ini adalah bala tentara keempat dari Màra.
(Beberapa petapa mati tenggelam dalam lautan bala tentara keempat dari Màra ini.)


~RAPB 1, p. 581~
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

 

anything