Kemudian muncul dalam pikiran Bodhisatta tiga perumpamaan sebagai berikut:
(1) Untuk membuat api, sekeras apa pun seseorang menggosokkan kayu api dengan sepotong kayu api yang basah yang direndam dalam air, ia tidak akan dapat menghasilkan api dan hanya akan mengalami penderitaan karena kegagalan.
Demikian pula di dunia ini, mereka yang disebut petapa dan brahmana yang masih memiliki nafsu indria yang basah dan belum dikeringkan dan yang belum menghindari diri dari objek-objek indria atau tidak dapat menembus Jalan dan Buahnya, hanya akan mendapat penderitaan sekeras apa pun mereka berusaha untuk melenyapkan kotoran batin. Ini adalah perumpamaan pertama sehubungan dengan Bodhisatta.
(Dalam perumpamaan ini, mereka yang masih memiliki objek-objek nafsu indria yang belum kering diumpamakan sebagai sepotong kayu basah; perbuatan mereka menyelam ke dalam air objek-objek indria diumpamakan seperti merendamkan sepotong kayu ke dalam air; ketidakmampuan untuk menyalakan api pengetahuan mengenai Jalan sekeras apa pun mereka berusaha tanpa melepaskan objek-objek indria adalah bagaikan api yang tidak dapat membakar namun dapat menimbulkan penderitaan sekeras apa pun sepotong kayu basah yang direndam air itu digosok.
Perumpamaan ini menggambarkan pertapaan yang disebut saputtabhariyà-pabbajjà yaitu para petapa pengembara yang masih hidup berumah-tangga bersama istri dan anaknya.)
(2) Untuk membuat api, sekeras apa pun seseorang menggosok kayu api dengan sepotong kayu api yang basah yang meskipun jauh dari air, ia tetap tidak bisa menyalakan api karena kayu yang basah itu; sebaliknya ia justru akan menjadi menderita. Demikian pula di dunia ini, mereka yang disebut petapa dan brahmana yang masih memiliki unsur-unsur menipu berupa objek-objek indria yang belum dikeringkan tidak akan menembus Jalan dan Buahnya namun hanya akan menjadi lebih menderita sekeras apa pun mereka berusaha menjauhkan diri dari air objek-objek indria secara fisik maupun batin. Ini adalah perumpamaan kedua sehubungan dengan Bodhisatta.
(Dalam perumpamaan ini, mereka yang objek-objek indrianya belum dikeringkan adalah bagaikan sepotong kayu basah, ketidakmampuan untuk menyalakan api pengetahuan mengenai Jalan sekeras apa pun mereka berusaha menjauhkan diri dari objek-objek indria baik secara fisik maupun batin bagaikan api yang tidak dapat membakar namun menghasilkan penderitaan, karena basahnya kayu itu, sekeras apa pun kayu basah itu digosok, tetap tidak akan menyala.
Perumpamaan ini menjelaskan pertapaan yang disebut bràhmanadhammikà-pabbajjà yaitu brahmana yang telah meninggalkan istri dan anaknya, tapi menjalani praktik yang salah, pàsanda).
(3) Untuk membuat api, jika seseorang menggosok sepotong kayu dengan kayu kering yang jauh dari air, ia akan dengan mudah menyalakan api karena kayu itu berada di daratan yang jauh dari air dan kering. Demikian pula di dunia ini mereka yang disebut petapa dan brahmana yang nafsu-nafsu indria telah kering dan telah menjauhkan diri dari objek-objek indria secara fisik maupun batin dapat menembus Jalan dan Buahnya jika mereka mempraktikkan cara pertapaan yang benar, sulit maupun mudah. Ini adalah perumpamaan ketiga sehubungan dengan Bodhisatta.
(Perumpamaan ini harus dipahami dengan cara yang dijelaskan sebelumnya.
Perumpamaan ini menjelaskan pertapaan yang dijalankan oleh Bodhisatta sendiri.)
~RAPB I, pp. 568-569~