Pengembangan Buddhisme > DhammaCitta Press

Madhyama Agama vol. II (Bagian 10)

(1/3) > >>

seniya:
Berikut adalah terjemahan Madhyama Agama bagian 10 yang terdiri dari kotbah 107-116.

seniya:
Bagian 10
Tentang Hutan

107. Kotbah [Petama] tentang Hutan<300>
Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika, Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī, di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:

Seorang bhikkhu yang berdiam dengan bergantung pada sebuah hutan tertentu [merenungkan demikian]: “Ketika aku sedang berdiam dengan bergantung pada hutan ini,mungkin bahwa, tanpa perhatian benar, aku akan mencapai perhatian benar; bahwa memiliki pikiran tanpa konsentrasi, aku akan mencapai pikiran yang terkonsentrasi; bahwa tidak terbebaskan, aku akan mencapai pembebasan; bahwa belum mengakhiri noda-noda, aku akan mencapai akhir noda-noda; bahwa belum mencapai kedamaian nirvana yang tiada bandingnya, aku akan mencapai nirvana; [juga] bahwa segala seuatu yang diperlukan oleh seseorang yang sedang berlatih dalam sang jalan – jubah dan selimut, makanan dan minuman, tempat tidur dan seprai, serta obat-obatan, semua kebutuhan hidup – semua itu akan diperoleh dengan mudah, tanpa kesulitan.”

Bhikkhu itu [oleh karenanya] berdiam dengan bergantung pada hutan itu. Setelah berdiam dengan bergantung pada hutan itu, jika ia tidak memiliki perhatian benar, ia tidak mencapai perhatian benar; memiliki pikiran tanpa konsentrasi, ia tidak mencapai konsentrasi pikiran; tidak terbebaskan, ia tidak mencapai pembebasan; belum mengakhiri noda-noda, ia tidak mencapai akhir noda-noda; belum mencapai kedamaian nirvana yang tiada bandingnya, ia tidak mencapai nirvana; [namun] semua hal yang dibutuhkan oleh seseorang yang sedang berlatih dalam sang jalan – jubah dan selimut, makanan dan minuman, tempat tidur dan seprai, serta obat-obatan, semua kebutuhan hidup – semua itu diperoleh dengan mudah, tanpa kesulitan.<301>

Bhikkhu itu seharusnya merenungkan demikian: “Aku telah meninggalkan kehidupan berumah tangga untuk berlatih dalam sang jalan, bukan demi tujuan jubah dan selimut, bukan demi tujuan makanan dan minuman, tempat tidur dan seprai, serta obat-obatan, dan juga bukan demi tujuan semua kebutuhan hidup. Ketika berdiam dengan bergantung pada hutan ini, tanpa perhatian benar, aku tidak mencapai perhatian benar; memiliki pikiran tanpa konsentrasi, aku tidak mencapai pikiran yang terkonsentrasi; tidak terbebaskan, aku tidak mencapai pembebasan; belum mengakhiri noda-noda, aku tidak mencapai akhir noda-noda; belum mencapai kedamaian nirvana yang tiada bandingnya, aku tidak mencapai nirvana, [walaupun] semua hal yang diperlukan oleh seseorang yang sedang berlatih dalam sang jalan – jubah dan selimut, makanan dan minuman, tempat tidur dan seprai, serta obat-obatan, semua kebutuhan hidup – semua itu diperoleh dengan mudah, tanpa kesulitan.” Bhikkhu itu, setelah merenungkan seperti ini, seharusnya meninggalkan hutan itu dan pergi.

[Selanjutnya,] seorang bhikkhu yang berdiam dengan bergantung pada sebuah hutan tertentu [merenungkan demikian]: “Ketika aku berdiam dengan bergantung pada hutan ini, mungkin bahwa tanpa perhatian benar, aku akan mencapai perhatian benar; bahwa memiliki pikiran tanpa konsentrasi, aku akan mencapai pikiran yang terkonsentrasi; bahwa tidak terbebaskan, aku akan mencapai pembebasan; bahwa belum mengakhiri noda-noda, aku akan mencapai akhir noda-noda; bahwa belum mencapai kedamaian nirvana yang tiada bandingnya, aku akan mencapai nirvana; [juga] bahwa segala seuatu yang diperlukan oleh seseorang yang sedang berlatih dalam sang jalan – jubah dan selimut, makanan dan minuman, tempat tidur dan seprai, serta obat-obatan, semua kebutuhan hidup – semua itu akan diperoleh dengan mudah, tanpa kesulitan.”

Bhikkhu itu kemudian berdiam dengan bergantung pada hutan itu. Setelah berdiam dengan bergantung pada hutan itu, tanpa perhatian benar, ia mencapai perhatian benar; memiliki pikiran tanpa konsentrasi, ia mencapai pikiran yang terkonsentrasi; tidak terbebaskan, ia mencapai pembebasan; belum mengakhiri noda-noda, ia mencapai akhir noda-noda; belum mencapai kedamaian nirvana yang tiada bandingnya, ia mencapai nirvana, [walaupun] semua hal yang dibutuhkan oleh seseorang yang sedang berlatih dalam sang jalan – jubah dan selimut, makanan dan minuman, tempat tidur dan seprai, serta obat-obatan, semua kebutuhan hidup – semua itu diperoleh hanya dengan kesulitan besar.

Bhikkhu itu seharusnya merenungkan demikian: “Aku telah meninggalkan kehidupan berumah tangga untuk berlatih dalam sang jalan, bukan demi tujuan jubah dan selimut, makanan dan minuman, tempat tidur dan seprai, obat-obatan, dan juga bukan demi tujuan semua kebutuhan hidup. Ketika berdiam bergantung pada hutan ini, tanpa perhatian benar, aku telah mencapai perhatian benar; memiliki pikiran tanpa konsentrasi, aku telah mencapai pikiran yang terkonsentrasi; tidak terbebaskan, aku telah mencapai pembebasan; belum mengakhiri noda-noda, aku telah mencapai akhir noda-noda; belum mencapai kedamaian nirvana yang tiada bandingnya, aku telah mencapai nirvana, [walaupun] semua hal yang dibutuhkan oleh seseorang yang sedang berlatih dalam sang jalan – jubah dan selimut, makanan dan minuman, tempat tidur dan seprai, serta obat-obatan, semua kebutuhan hidup – semua itu diperoleh hanya dengan kesulitan besar.” Bhikkhu itu, setelah merenungkan seperti ini, seharusnya tetap berada di hutan itu.

[Selanjutnya,] seorang bhikkhu yang berdiam dengan bergantung pada sebuah hutan tertentu [merenungkan demikian]: “Ketika aku berdiam dengan bergantung pada hutan ini, mungkin bahwa tanpa perhatian benar, aku akan mencapai perhatian benar; bahwa memiliki pikiran tanpa konsentrasi, aku akan mencapai pikiran yang terkonsentrasi; bahwa tidak terbebaskan, aku akan mencapai pembebasan; bahwa belum mengakhiri noda-noda, aku akan mencapai akhir noda-noda; bahwa belum mencapai kedamaian nirvana yang tiada bandingnya, aku akan mencapai nirvana; [juga] bahwa semua hal yang dibutuhkan oleh seseorang yang sedang berlatih dalam sang jalan – jubah dan selimut, makanan dan minuman, tempat tidur dan seprai, serta obat-obatan, semua kebutuhan hidup – semua itu akan diperoleh dengan mudah, tanpa kesulitan.”

Bhikkhu itu kemudian berdiam dengan bergantung pada hutan itu. Setelah berdiam dengan bergantung pada hutan itu, tanpa perhatian benar, ia tidak mencapai perhatian benar; memiliki pikiran tanpa konsentrasi, ia tidak mencapai pikiran yang terkonsentrasi; tidak terbebaskan, ia tidak mencapai pembebasan; belum mengakhiri noda-noda, ia tidak mencapai akhir noda-noda; belum mencapai kedamaian nirvana yang tiada bandingnya, ia tidak mencapai nirvana; [juga] semua hal yang dibutuhkan oleh seseorang yang sedang berlatih dalam sang jalan – jubah dan selimut, makanan dan minuman, tempat tidur dan seprai, serta obat-obatan, semua kebutuhan hidup – semua itu diperoleh hanya dengan kesulitan besar.

Bhikkhu itu seharusnya merenungkan demikian: “Ketika berdiam dengan bergantung pada hutan ini, tanpa perhatian benar, aku tidak mencapai perhatian benar; memiliki pikiran tanpa konsentrasi, aku tidak mencapai pikiran yang terkonsentrasi; tidak terbebaskan, aku tidak mencapai pembebasan; belum mengakhiri noda-noda, aku tidak mencapai akhir noda-noda; belum mencapai kedamaian nirvana yang tiada bandingnya, aku tidak mencapai nirvana; [juga] semua hal yang dibutuhkan oleh seseorang yang sedang berlatih dalam sang jalan – jubah dan selimut, makanan dan minuman, tempat tidur dan seprai, serta obat-obatan, semua kebutuhan hidup – semua itu diperoleh hanya dengan kesulitan besar.” Bhikkhu itu, setelah merenungkan seperti ini, seharusnya meninggalkan hutan itu, bahkan di tengah malam, dan pergi, tanpa berpamitan kepada orang lain.

[Selanjutnya,] seorang bhikkhu yang berdiam dengan bergantung pada sebuah hutan tertentu [merenungkan demikian]: “Ketika aku berdiam dengan bergantung pada hutan ini, mungkin bahwa tanpa perhatian benar, aku akan mencapai perhatian benar; bahwa memiliki pikiran tanpa konsentrasi, aku akan mencapai pikiran yang terkonsentrasi; bahwa tidak terbebaskan, aku akan mencapai pembebasan; bahwa belum mengakhiri noda-noda, aku akan mencapai akhir noda-noda; bahwa belum mencapai kedamaian nirvana yang tiada bandingnya, aku akan mencapai nirvana; [juga] bahwa semua hal yang dibutuhkan oleh seseorang yang sedang berlatih dalam sang jalan – jubah dan selimut, makanan dan minuman, tempat tidur dan seprai, serta obat-obatan, semua kebutuhan hidup – semua itu akan diperoleh dengan mudah, tanpa kesulitan.”

Bhikkhu itu kemudian berdiam dengan bergantung pada hutan itu. Setelah berdiam dengan bergantung pada hutan itu, tanpa perhatian benar, ia mencapai perhatian benar; memiliki pikiran tanpa konsentrasi, ia mencapai pikiran yang terkonsentrasi; tidak terbebaskan, ia mencapai pembebasan; belum mengakhiri noda-noda, ia mencapai akhir noda-noda; belum mencapai kedamaian nirvana yang tiada bandingnya, ia mencapai nirvana; [juga] semua hal yang dibutuhkan oleh seseorang yang sedang berlatih dalam sang jalan – jubah dan selimut, makanan dan minuman, tempat tidur dan seprai, serta obat-obatan, semua kebutuhan hidup – semua itu diperoleh dengan mudah, tanpa kesulitan.

Bhikkhu itu seharusnya merenungkan demikian: “Ketika berdiam dengan bergantung pada hutan ini, tanpa perhatian benar, aku telah mencapai perhatian benar; memiliki pikiran tanpa konsentrasi, aku telah mencapai pikiran yang terkonsentrasi; tidak terbebaskan, aku telah mencapai pembebasan; belum mengakhiri noda-noda, aku telah mencapai akhir noda-noda; belum mencapai kedamaian nirvana yang tiada bandingnya, aku telah mencapai nirvana; [juga] semua hal yang dibutuhkan oleh seseorang yang sedang berlatih dalam sang jalan – jubah dan selimut, makanan dan minuman, tempat tidur dan seprai, serta obat-obatan, semua kebutuhan hidup – semua itu diperoleh dengan mudah, tanpa kesulitan.” Bhikkhu itu, setelah merenungkan seperti ini, seharusnya melanjutkan berdiam dengan bergantung pada hutan itu sampai akhir hidupnya.

Seperti halnya berdiam dengan bergantung pada sebuah hutan, dengan cara yang sama untuk berdiam dengan bergantung pada sebuah pekuburan, pada sebuah desa atau kota kecil, atau pada seseorang.

Demikianlah yang diucapkan Sang Buddha. Setelah mendengar apa yang dikatakan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan menerimanya dengan hormat.

seniya:
108. Kotbah [Kedua] tentang Hutan<302>
Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika, Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī, di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:

Seorang bhikkhu yang berdiam dengan bergantung pada sebuah hutan tertentu [merenungkan demikian]: “Ketika aku berdiam dengan bergantung pada hutan ini, mungkin bahwa aku akan mencapai tujuan seorang pertapa, demi kepentingan di mana aku telah pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih dalam sang jalan,<303> [juga] bahwa semua hal yang dibutuhkan oleh seseorang yang sedang berlatih dalam sang jalan – jubah dan selimut, makanan dan minuman, tempat tidur dan seprai, serta obat-obatan, semua kebutuhan hidup – semua itu akan diperoleh dengan mudah, tanpa kesulitan.”<304>

Bhikkhu itu kemudian berdiam dengan bergantung pada hutan itu. Setelah berdiam dengan bergantung pada hutan itu [ia merenungkan demikian]: “Tujuan seorang pertapa, demi kepentingan di mana aku telah pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih dalam sang jalan, tujuan itu tidak kucapai, [walaupun] semua hal yang dibutuhkan oleh seseorang yang sedang berlatih dalam sang jalan – jubah dan selimut, makanan dan minuman, tempat tidur dan seprai, serta obat-obatan, semua kebutuhan hidup – semua itu diperoleh dengan mudah, tanpa kesulitan.”

Bhikkhu itu seharusnya merenungkan demikian: “Aku telah meninggalkan kehidupan berumah tangga untuk berlatih dalam sang jalan, bukan demi tujuan jubah dan selimut, bukan demi makanan dan minuman, tempat tidur dan seprai, serta obat-obatan, [yaitu,] bukan demi semua kebutuhan hidup. Ketika aku berdiam dengan bergantung pada hutan ini, tujuan seorang pertapa, demi kepentingan di mana aku telah pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih dalam sang jalan, tujuan itu tidak kucapai, [walaupun] semua hal yang dibutuhkan oleh seseorang yang sedang berlatih dalam sang jalan – jubah dan selimut, makanan dan minuman, tempat tidur dan seprai, serta obat-obatan, semua kebutuhan hidup – semua itu diperoleh dengan mudah, tanpa kesulitan.” Bhikkhu itu, setelah merenungkan seperti ini, seharusnya meninggalkan hutan itu dan pergi.

[Selanjutnya,] seorang bhikkhu yang berdiam dengan bergantung pada sebuah hutan tertentu [merenungkan demikian]: “Ketika aku berdiam dengan bergantung pada hutan ini, mungkin bahwa aku akan mencapai tujuan seorang pertapa, demi kepentingan di mana aku telah pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih dalam sang jalan, [juga] bahwa semua hal yang dibutuhkan oleh seseorang yang sedang berlatih dalam sang jalan – jubah dan selimut, makanan dan minuman, tempat tidur dan seprai, serta obat-obatan, semua kebutuhan hidup – semua itu akan diperoleh dengan mudah, tanpa kesulitan.”

Bhikkhu itu kemudian berdiam dengan bergantung pada hutan itu, dan setelah berdiam dengan bergantung pada hutan itu [ia merenungkan demikian]: “Tujuan seorang pertapa, demi kepentingan di mana aku telah pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih dalam sang jalan, tujuan itu kucapai, [walaupun] semua hal yang dibutuhkan oleh seseorang yang sedang berlatih dalam sang jalan – jubah dan selimut, makanan dan minuman, tempat tidur dan seprai, serta obat-obatan, semua kebutuhan hidup – semua itu diperoleh hanya dengan kesulitan besar.”

Bhikkhu itu seharusnya merenungkan demikian: “Aku telah meninggalkan kehidupan berumah tangga untuk berlatih dalam sang jalan, bukan demi tujuan jubah dan selimut, bukan demi makanan dan minuman, tempat tidur dan seprai, serta obat-obatan, [yaitu] bukan demi semua kebutuhan hidup. Ketika aku berdiam dengan bergantung pada hutan ini, tujuan seorang pertapa, demi kepentingan di mana aku telah pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih dalam sang jalan, tujuan itu kucapai, [walaupun] semua hal yang dibutuhkan oleh seseorang yang sedang berlatih dalam sang jalan – jubah dan selimut, makanan dan minuman, tempat tidur dan seprai, serta obat-obatan, semua kebutuhan hidup – semua itu diperoleh hanya dengan kesulitan besar.” Bhikkhu itu, setelah merenugkan seperti ini, seharusnya berdiam di hutan itu.

[Selanjutnya,] seorang bhikkhu yang berdiam dengan bergantung pada sebuah hutan tertentu [merenungkan demikian]: “Ketika aku berdiam dengan bergantung pada hutan ini, mungkin bahwa aku akan mencapai tujuan seorang pertapa, demi kepentingan di mana aku telah pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih dalam sang jalan, [juga] bahwa semua hal yang dibutuhkan oleh seseorang yang sedang berlatih dalam sang jalan – jubah dan selimut, makanan dan minuman, tempat tidur dan seprai, serta obat-obatan, semua kebutuhan hidup – semua itu akan diperoleh dengan mudah, tanpa kesulitan.”

Bhikkhu itu kemudian berdiam dengan bergantung pada hutan itu. Setelah berdiam dengan bergantung pada hutan itu [ia merenungkan demikian]: “Tujuan seorang pertapa, demi kepentingan di mana aku telah pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih dalam sang jalan, tujuan itu tidak kucapai; [juga] semua hal yang dibutuhkan oleh seseorang yang sedang berlatih dalam sang jalan – jubah dan selimut, makanan dan minuman, tempat tidur dan seprai, serta obat-obatan, semua kebutuhan hidup – semua itu diperoleh hanya dengan kesulitan besar.”

Bhikkhu itu seharusnya merenungkan demikian: “Ketika aku berdiam dengan bergantung pada hutan ini, tujuan seorang pertapa, demi kepentingan di mana aku telah pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih dalam sang jalan, tujuan itu tidak kucapai; [juga] semua hal yang dibutuhkan oleh seseorang yang sedang berlatih dalam sang jalan – jubah dan selimut, makanan dan minuman, tempat tidur dan seprai, serta obat-obatan, semua kebutuhan hidup – semua itu diperoleh hanya dengan kesulitan besar.” Bhikkhu itu, setelah merenungkan seperti ini, seharusnya meninggalkan hutan itu, bahkan di tengah malam, dan pergi, tanpa berpamitan kepada orang lain.

[Selanjutnya,] seorang bhikkhu yang berdiam dengan bergantung pada sebuah hutan tertentu [merenungkan demikian]: “Ketika aku berdiam dengan bergantung pada hutan ini, mungkin bahwa aku akan mencapai tujuan seorang pertapa, demi kepentingan di mana aku telah pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih dalam sang jalan, [juga] bahwa semua hal yang dibutuhkan oleh seseorang yang sedang berlatih dalam sang jalan – jubah dan selimut, makanan dan minuman, tempat tidur dan seprai, serta obat-obatan, semua kebutuhan hidup – semua itu akan diperoleh dengan mudah, tanpa kesulitan.”

Bhikkhu itu kemudian berdiam dengan bergantung pada hutan itu. Setelah berdiam dengan bergantung pada hutan itu [ia merenungkan demikian]: “Tujuan seorang pertapa, demi kepentingan di mana aku telah pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih dalam sang jalan, tujuan itu kucapai; [juga] semua hal yang dibutuhkan oleh seseorang yang sedang berlatih dalam sang jalan – jubah dan selimut, makanan dan minuman, tempat tidur dan seprai, serta obat-obatan, semua kebutuhan hidup – semua itu diperoleh dengan mudah, tanpa kesulitan.”

Bhikkhu itu seharusnya merenungkan demikian: “Ketika aku berdiam dengan bergantung pada hutan ini, tujuan seorang pertapa, demi kepentingan di mana aku telah pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih dalam sang jalan, tujuan itu kucapai; [juga] semua hal yang dibutuhkan oleh seseorang yang sedang berlatih dalam sang jalan – jubah dan selimut, makanan dan minuman, tempat tidur dan seprai, serta obat-obatan, semua kebutuhan hidup – semua itu diperoleh dengan mudah, tanpa kesulitan.” Bhikkhu itu, setelah merenungkan seperti ini, seharusnya melanjutkan berdiam dengan bergantung pada hutan itu sampai akhir hidupnya.

Seperti halnya berdiam dengan bergantung pada sebuah hutan, dengan cara yang sama untuk berdiam dengan bergantung pada sebuah pekuburan, pada sebuah desa atau kota kecil, atau pada seseorang.

Demikianlah yang diucapkan Sang Buddha. Setelah mendengar apa yang dikatakan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan menerimanya dengan hormat.

seniya:
109. Kotbah [Pertama] tentang Menyelidiki Pikiran Diri Sendiri<305>
Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika, Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī, di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:

Jika seorang bhikkhu tidak dapat dengan terampil menyelidiki pikiran orang lain, maka ia seharusnya dengan terampil menyelidiki pikirannya sendiri; ia seharusnya melatih dirinya sendiri seperti ini.<306>

Bagaimanakah seorang bhikkhu dengan terampil menyelidiki pikirannya sendiri? Seorang bhikkhu pasti akan memastikan banyak manfaat bagi dirinya sendiri jika ia merenunungkan seperti ini: “Apakah aku telah mencapai ketenangan internal sementara belum mencapai kebijaksanaan tertinggi dari pandangan terang ke dalam fenomena? Apakah aku telah mencapai kebijaksaan tertinggi dari pandangan terang ke dalam fenomena sementara belum mencapai ketenangan internal? Apakah aku belum mencapai baik ketenangan internal maupun kebijaksanaan tertinggi dari pandangan terang ke dalam fenomena? Apakah aku telah mencapai baik ketenangan internal dan kebijaksanaan tertinggi dari pandangan terang ke dalam fenomena?”

Jika seorang bhikkhu, setelah menyelidiki dirinya sendiri, mengetahui: “Aku telah mencapai ketenangan internal sementara belum mencapai kebijaksanaan tertinggi dari pandangan terang ke dalam fenomena,” maka bhikkhu ini, setelah mencapai ketenangan internal, seharusnya mengerahkan usaha untuk mencapai kebijaksanaan tertinggi dari pandangan terang ke dalam fenomena. Kemudian, setelah mencapai ketenangan internal, ia juga mencapai kebijaksanaan tertinggi dari pandangan terang ke dalam fenomena.

Jika seorang bhikkhu, setelah menyelidiki dirinya sendiri, mengetahui: “Aku telah mencapai kebijaksanaan tertinggi dari pandangan terang ke dalam fenomena sementara belum mencapai ketenangan internal,” maka bhikkhu itu, setelah mencapai kebijaksanaan tertinggi dari pandangan terang ke dalam fenomena, seharusnya mengerahkan usaha untuk mencapai ketenangan internal. Kemudian, setelah mencapai kebijaksanaan tertinggi dari pandangan terang ke dalam fenomena, ia juga mencapai ketenangan internal.

Jika seorang bhikkhu, setelah menyelidiki dirinya sendiri, mengetahui: “Aku belum mencapai baik ketenangan internal maupun kebijaksanaan tertinggi dari pandangan terang ke dalam fenomena,” maka seorang bhikkhu demikian, yang belum mencapai keadaan-keadaan bermanfaat ini, karena ingin mencapainya, seharusnya mengerahkan usaha dengan cepat dengan segala cara, berlatih dengan ketekunan sepenuhnya, tanpa henti, dengan perhatian benar dan pemahaman benar.

Seperti halnya seseorang yang kepalanya terbakar atau pakaiannya terbakar akan dengan cepat mencari cara untuk menyelamatkan kepalanya dan menyelamatkan pakaiannya. Dengan cara yang sama, seorang bhikkhu yang belum mencapai keadaan-keadaan bermanfaat ini, karena ingin mencapainya, seharusnya mengerahkan usaha dengan cepat dengan segala cara, berlatih dengan ketekunan sepenuhnya, tanpa henti, dengan perhatian benar dan pemahaman benar. Kemudian, setelah mencapai ketenangan internal, ia juga mencapai kebijaksanaan tertinggi dari pandangan terang ke dalam fenomena.

Jika seorang bhikkhu, setelah menyelidiki dirinya sendiri, mengetahui: “Aku telah mencapai ketenangan internal dan juga mencapai kebijaksanaan tertinggi dari pandangan terang ke dalam fenomena,” maka bhikkhu itu, yang berkembang dalam keadaan-keadaan bermanfaat ini, seharusnya mengerahkan usaha untuk merealisasikan pengetahuan lebih tinggi atas hancurnya noda-noda. Mengapakah demikian?

Aku mengatakan tentang jubah yang tidak dapat disimpan semua orang dari mereka, [tetapi] aku juga mengatakan tentang jubah yang dapat disimpan semua orang dari mereka. Apakah jenis jubah yang kukatakan tidak dapat disimpan? Jika dengan menyimpan sehelai jubah [tertentu] keadaan-keadaan jahat dan tidak bermanfaat meningkat dan keadaan-keadaan bermanfaat berkurang, maka aku katakan jenis jubah itu tidak dapat disimpan. Apakah jenis jubah yang kukatakan dapat disimpan? Jika dengan menyimpan sehelai jubah [tertentu] keadaan-keadaan bermanfaat meningkat dan keadaan-keadaan jahat dan tidak bermanfaat berkurang, maka aku katakan jenis jubah itu dapat disimpan.

Seperti halnya dengan jubah, dengan cara yang sama juga untuk makanan dan minuman, tempat tidur dan seprai, serta desa dan kota kecil.

Aku mengatakan [lebih lanjut] bahwa seseorang tidak dapat bergaul dengan semua orang, [tetapi] aku juga mengatakan bahwa seseorang dapat bergaul dengan semua orang. Apakah jenis orang yang kukatakan tidak dapat dipergauli? Jika melalui pergaulan dengan seseorang keadaan-keadaan jahat dan tidak bermanfaat meningkat dan keadaan-keadaan bermanfaat berkurang, maka aku katakan jenis orang itu tidak seharusnya dipergauli. Apakah jenis orang yang kukatakan dapat dipergauli? Jika melalui pergaulan dengan seseorang keadaan-keadaan bermanfaat meningkat dan keadaan-keadaan jahat dan tidak bermanfaat berkurang, maka aku katakan jenis orang itu dapat dipergauli.<307>

[Demikianlah] seseorang mengetahui kualitas-kualitas yang seharusnya dikembangkan sebagaimana adanya, dan seseorang mengetahui kualitas-kualitas yang tidak seharusnya dikembangkan sebagaimana adanya. Mengetahui kualitas-kualitas yang seharusnya dikembangkan dan kualitas-kualitas yang tidak seharusnya dikembangkan sebagaimana adanya, seseorang tidak mengembangkan kualitas-kualitas yang tidak seharusnya dikembangkan dan ia mengembangkan kualitas-kualitas yang seharusnya dikembangkan. Ketika seseorang tidak mengembangkan kualitas-kualitas yang tidak seharusnya dikembangkan,<308> dan mengembangkan kualitas-kualitas yang seharusnya dikembangkan, kualitas-kualitas bermanfaat meningkat dan kualitas-kualitas jahat dan tidak bermanfaat berkurang. Ini adalah bagaimana seorang bhikkhu dengan terampil menyelidiki pikirannya sendiri, dengan terampil mengetahui pikirannya sendiri, dengan terampil mengambil [beberapa kualitas] dan dengan terampil meninggalkan [kualitas-kualitas lainnya].

Demikianlah yang diucapkan Sang Buddha. Setelah mendengar apa yang dikatakan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan menerimanya dengan hormat.

seniya:
110. Kotbah [Kedua] tentang Menyelidiki Pikiran Diri Sendiri<309>
Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika, Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī, di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:

Jika seorang bhikkhu tidak dapat dengan terampil menyelidiki pikiran orang lain, maka ia seharusnya dengan terampil menyelidiki pikirannya sendiri; dengan cara ini ia melatih dirinya sendiri. Bagaimanakah seorang bhikkhu dengan terampil menyelidiki pikirannya sendiri?<310>

Seorang bhikkhu pasti akan memastikan banyak manfaat bagi dirinya sendiri jika ia merenungkan demikian: “Apakah aku sering berdiam dengan ketamakan, atau apakah aku sering berdiam tanpa ketamakan? Apakah aku sering berdiam dengan kebencian dalam pikiran, atau apakah aku sering berdiam tanpa kebencian dalam pikiran? Apakah aku sering berdiam dikuasai oleh kelambanan dan ketumpulan, atau apakah aku sering berdiam tanpa dikuasai oleh kelambanan dan ketumpulan? Apakah aku sering berdiam dengan gejolak dan keangkuhan, atau apakah aku sering berdiam tanpa gejolak dan keangkuhan? Apakah aku sering berdiam dengan keragu-raguan, atau apakah aku sering berdiam tanpa keragu-raguan? Apakah aku sering berdiam dengan menyebabkan perselisihan, atau apakah aku sering berdiam tanpa menyebabkan perselisihan? Apakah aku sering berdiam dengan pikiran yang terkotori, atau apakah aku sering berdiam tanpa pikiran yang terkotori? Apakah aku sering berdiam dengan keyakinan, atau apakah aku sering berdiam tanpa keyakinan? Apakah aku sering berdiam dengan semangat, atau apakah aku sering berdiam dengan kemalasan? Apakah aku sering berdiam dengan perhatian, atau apakah aku sering berdiam tanpa perhatian? Apakah aku sering berdiam dengan konsentrasi, atau apakah aku sering berdiam tanpa konsentrasi? Apakah aku sering berdiam dengan kebijaksanaan yang cacat, atau apakah aku sering berdiam tanpa kebijaksanaan yang cacat?”<311>

Jika, ketika menyelidiki dirinya sendiri, seorang bhikkhu mengetahui: “Aku sering berdiam dengan ketamakan ... dengan kebencian dalam pikiran ... dikuasai oleh kelambanan dan ketumpulan ... dengan gejolak dan keangkuhan ... dengan keragu-raguan ... dengan menyebabkan perselisihan ... dengan pikiran yang terkotori ... tanpa keyakinan ... dengan kemalasan ... tanpa perhatian ... tanpa konsentrasi ... aku sering berdiam dengan kebijaksanaan yang cacat,” maka bhikkhu itu, yang ingin melenyapkan keadaan-keadaan jahat dan tidak bermanfaat ini, seharusnya mengerahkan usaha dengan cepat dengan segala cara, berlatih dengan ketekunan sepenuhnya, tanpa henti, dengan perhatian benar dan pemahaman benar.

Seperti halnya seseorang yang kepalanya terbakar atau pakaiannya terbakar dengan cepat mencari berbagai cara untuk menyelamatkan kepalanya dan menyelamatkan pakaiannya. Dengan cara yang sama, seorang bhikkhu yang ingin melenyapkan keadaan-keadaan jahat dan tidak bermanfaat ini seharusnya mengerahkan usaha dengan cepat dengan segala cara, berlatih dengan ketekunan sepenuhnya, tanpa henti, dengan perhatian benar dan pemahaman benar.

Jika, ketika menyelidiki dirinya sendiri, seorang bhikkhu mengetahui: “Aku sering berdiam tanpa ketamakan ... tanpa kebencian dalam pikiran ... tanpa dikuasai oleh kelambanan dan ketumpulan ... tanpa gejolak dan keangkuhan ... tanpa keragu-raguan ... tanpa menyebabkan perselisihan ... tanpa pikiran yang terkotori ... dengan keyakinan ... dengan semangat ... dengan perhatian ... dengan konsentrasi ... aku sering berdiam tanpa kebijaksanaan yang cacat,” maka bhikkhu itu, yang berkembang dalam keadaan-keadaan bermanfaat ini, seharusnya mengerahkan usaha untuk merealisasikan pengetahuan lebih tinggi atas hancurnya noda-noda.<312>

Mengapakah aku mengatakan tentang jubah yang tidak dapat disimpan semua orang dari mereka tetapi juga mengatakan tentang jubah yang dapat disimpan semua orang dari mereka? Apakah jenis jubah yang kukatakan tidak dapat disimpan? Jika dengan menyimpan sehelai jubah [tertentu] keadaan-keadaan jahat dan tidak bermanfaat meningkat dan keadaan-keadaan bermanfaat berkurang, maka aku katakan jenis jubah itu tidak dapat disimpan. Apakah jenis jubah yang kukatakan dapat disimpan? Jika dengan menyimpan sehelai jubah [tertentu] keadaan-keadaan bermanfaat meningkat dan keadaan-keadaan jahat dan tidak bermanfaat berkurang, maka aku katakan jenis jubah itu dapat disimpan.

Seperti halnya dengan jubah, dengan cara yang sama juga untuk makanan dan minuman, tempat tidur dan seprai, desa dan kota kecil.

Aku mengatakan [lebih lanjut] bahwa seseorang tidak dapat bergaul dengan semua orang, [tetapi] aku juga mengatakan bahwa seseorang dapat bergaul dengan semua orang. Apakah jenis orang yang kukatakan tidak dapat dipergauli? Jika melalui pergaulan dengan seseorang [tertentu] keadaan-keadaan jahat dan tidak bermanfaat meningkat dan keadaan-keadaan bermanfaat berkurang, maka aku katakan jenis orang itu tidak seharusnya dipergauli. Apakah jenis orang yang kukatakan dapat dipergauli? Jika melalui pergaulan dengan seseorang [tertentu], keadaan-keadaan bermanfaat meningkat dan keadaan-keadaan jahat dan tidak bermanfaat berkurang, maka aku katakan jenis orang itu dapat dipergauli.

[Demikianlah] seseorang mengetahui sebagaimana adanya kualitas-kualitas yang seharusnya dikembangkan, dan seseorang mengetahui sebagaimana adanya kualitas-kualitas yang tidak seharusnya dikembangkan. Mengetahui sebagaimana adanya kualitas-kualitas yang seharusnya dikembangkan dan kualitas-kualitas yang tidak seharusnya dikembangkan, seseorang tidak mengembangkan kualitas-kualitas yang tidak seharusnya dikembangkan dan ia mengembangkan kualitas-kualitas yang seharusnya dikembangkan. Ketika seseorang tidak mengembangkan kualitas-kualitas yang tidak seharusnya dikembangkan, dan mengembangkan kualitas-kualitas yang seharusnya dikembangkan, kualitas-kualitas bermanfaat meningkat dan kualitas-kualitas jahat dan tidak bermanfaat berkurang. Ini adalah bagaimana seorang bhikkhu dengan terampil menyelidiki pikirannya sendiri, dengan terampil mengetahui pikirannya sendiri, dengan terampil mengambil [beberapa kualitas] dan dengan terampil meninggalkan [kualitas-kualitas lainnya].

Demikianlah yang diucapkan Sang Buddha. Setelah mendengar apa yang dikatakan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan menerimanya dengan hormat.

Navigation

[0] Message Index

[#] Next page

Go to full version