//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Topics - inJulia

Pages: [1]
1
Namo Buddhaya,

 [at] All teman se Dhamma,
Tolong tanya dimana saya bisa beli buku Paritta Suci ya?

Thanks
Anumodana

2
Keluarga & Teman / Kata Kata Soe Hok Gie
« on: 08 December 2011, 11:21:42 PM »
Namo Buddhaya,

Pas "jalan-jalan", nemu ini, saya copas kemari.




Kata Kata Soe Hok Gie



Pertanyaan pertama yang harus kita jawab adalah: Who am I? Saya telah menjawab bahwa saya adalah seorang intelektual yang tidak mengejar kuasa tapi seorang yang ingin mencanangkan kebenaran. Dan saya bersedia menghadapi ketidak-populeran, karena ada suatu yang lebih besar: kebenaran.


Bagiku sendiri politik adalah barang yang paling kotor. Lumpur-lumpur yang kotor. Tapi suatu saat di mana kita tidak dapat menghindari diri lagi, maka terjunlah.


Guru yang tak tahan kritik boleh masuk keranjang sampah. Guru bukan Dewa dan selalu benar, dan murid bukan kerbau.


Nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda.


Saya memutuskan bahwa saya akan bertahan dengan prinsip-prinsip saya. Lebih baik diasingkan daripada menyerah terhadap kemunafikan.


Mimpi saya yang terbesar, yang ingin saya laksanakan adalah, agar mahasiswa Indonesia berkembang menjadi "manusia-manusia yang biasa". Menjadi pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi yang bertingkah laku sebagai seorang manusia yang normal, sebagai seorang manusia yang tidak mengingkari eksistensi hidupnya sebagai seorang mahasiswa, sebagai seorang pemuda dan sebagai seorang manusia.


Saya ingin melihat mahasiswa-mahasiswa, jika sekiranya ia mengambil keputusan yang mempunyai arti politis, walau bagaimana kecilnya, selalu didasarkan atas prinsip-prinsip yang dewasa. Mereka yang berani menyatakan benar sebagai kebenaran, dan salah sebagai kesalahan. Dan tidak menerapkan kebenaran atas dasar agama, ormas, atau golongan apapun.


Masih terlalu banyak mahasiswa yang bermental sok kuasa. Merintih kalau ditekan, tetapi menindas kalau berkuasa. Mementingkan golongan, ormas, teman seideologi dan lain-lain. Setiap tahun datang adik-adik saya dari sekolah menengah. Mereka akan jadi korban-korban baru untuk ditipu oleh tokoh-tokoh mahasiswa semacam tadi.


Sejarah dunia adalah sejarah pemerasan. Apakah tanpa pemerasan sejarah tidak ada? Apakah tanpa kesedihan, tanpa pengkhianatan, sejarah tidak akan lahir?


Bagiku perjuangan harus tetap ada. Usaha penghapusan terhadap kedegilan, terhadap pengkhianatan, terhadap segala-gala yang non humanis…


Kita seolah-olah merayakan demokrasi, tetapi memotong lidah orang-orang yang berani menyatakan pendapat mereka yang merugikan pemerintah.


Bagi saya KEBENARAN biarpun bagaimana sakitnya lebih baik daripada kemunafikan. Dan kita tak usah merasa malu dengan kekurangan-kekurangan kita.


Potonglah kaki tangan seseorang lalu masukkan di tempat 2 x 3 meter dan berilah kebebasan padanya. Inilah kemerdekaan pers di Indonesia.


To be a human is to be destroyed.


Saya tak mau jadi pohon bambu, saya mau jadi pohon oak yang berani menentang angin.


Saya putuskan bahwa saya akan demonstrasi. Karena mendiamkan kesalahan adalah kejahatan.


I’m not an idealist anymore, I’m a bitter realist.


Saya kira saya tak bisa lagi menangis karena sedih. Hanya kemarahan yang membuat saya keluar air mata.


Bagiku ada sesuatu yang paling berharga dan hakiki dalam kehidupan: dapat mencintai, dapat iba hati, dapat merasai kedukaan.


Saya tak tahu mengapa, Saya merasa agak melankolik malam ini. Saya melihat lampu-lampu kerucut dan arus lalu lintas jakarta dengan warna-warna baru. Seolah-olah semuanya diterjemahkan dalam satu kombinasi wajah kemanusiaan. Semuanya terasa mesra tapi kosong. Seolah-olah saya merasa diri saya yang lepas dan bayangan-bayangan yang ada menjadi puitis sekali di jalan-jalan. Perasaan sayang yang amat kuat menguasai saya. Saya ingin memberikan sesuatu rasa cinta pada manusia, pada anjing-anjing di jalanan, pada semua-muanya.


Tak ada lagi rasa benci pada siapapun. Agama apapun, ras apapun dan bangsa apapun. Dan melupakan perang dan kebencian. Dan hanya sibuk dengan pembangunan dunia yang lebih baik.



Semoga berguna.


Sumber: http://kolom-biografi.blogspot.com/2009/02/biografi-soe-hok-gie-1942-1969.html

3
Diskusi Umum / “Tolerance become a crime when applied to evil”
« on: 28 November 2011, 01:30:25 AM »
Namo Buddhaya,

Lagi satu saya mohon komentar atas tulisan berikut:  _/\_


4.   Vihara VV saat ini terdiri dari:
A.   Tanah sumbangan dari Bpk. Ibu PS (GSK dan SM)
B.   BANGUNAN fisik sumbangan PARA DONATUR. Bukan SUMBANGAN PRIBADI dari Bpk/Ibu PS, SM!!!
C.   Non materi [waktu, pemikiran, tenaga serta banyak air mata. Yang tidak kalah pentingnya dibanding materi (uang, tanah, material). Bila ada yang berpendapat, sumbangan tanah yang paling penting, maka pendapat itu masih patut dibahas dulu. Yang Umat lebih butuhkan adalah vihara yang nyaman, saling menghargai, bukan yang megah, besar, mewah tapi mesti siap menerima keAROGANSIAN.]

Semua itu Hasil gotong royong dan sumbangan banyak orang, bukan milik pribadi siapapun. Semua komponen itu didanakan kepada dan dikelola oleh YYY, TANPA IKATAN, sesuai AD/ART YYY. Artinya semua asset VVV yang sudah didanakan adalah milik YYY dan SUDAH bukan milik para donaturnya lagi. Bila sekarang Bapak Ibu SM bersikap dan bertindak seolah-olah semua itu adalah hak nya untuk menentukan arah YYY, VVV, SIAPA PERAMPAS VIHARA VV sesungguhnya, pihak kami atau dia? Jelas dan gamblang sekali, buat yang tidak punya konflik kepentingan.

Saat kami masih bersatu tanpa kecurigaan apapun, semua surat2 sertifikat tanah dengan adanya hibah wasiat dari Sdr, PS/GSK dan Bpk. PA dan sertifikat asli, kalau mau sudah bisa dibaliknamakan menjadi atas nama YYY, tapi ketika kami ke Badan Pertahanan Nasional, “Kalau di atas namakan satu yayasan, maka Hak Milik akan turun status menjadi Hak Guna Bangunan”, karena itu kami tunda. Semua (4 set) Sertifikat dan (2 set) Hibah Wasiat awalnya di pegang, disimpan oleh Sdr. Putra G. Setelah beberapa waktu, dengan alasan tidak punya lemari besi, takut hilang, maka atas inisiatifnya sendiri dan persetujuan teman-teman, Sdr. Putra G menyerahkan kepada Bpk. Han, selaku ketua YYY.

Setelah beberapa waktu beliau simpan, (waktu beliau masih sehat walafiat, kami masih akur) Bpk. Han juga beralasan tidak punya lemari besi merasa berat dan beresiko menyimpan surat2 berharga YYY. Mendengar ini, Sdr. GSK/PS langsung buru-buru menyatakan penolakan dan menawarkan agar teman lain saja yang menyimpan, alasannya agar terhindar dari tudingan negative [memang akhirnya ada yang menuding, sampai Ibu SM mengaku 3 hari 3 malam tak bisa tidur…]. Dengan alasan tidak punya lemari besi, Bpk. Han, Sdr. Ind dan Sdr. Si juga menolak. Karena Bpk. Han mengetahui Bpk. PS/GSK punya [sensor] di rumahnya yang baru di Jl.  [at]  [at]  [at] , maka akhirnya kami sepakat dan mempercayakan kepada Sdr. PS saja yang menyimpan. Pembicaraan ini setelah puja bhakti di VVV. Pengurus YYY masih akur, adem ayem tanpa gejolak sampai moment tersebut.

Secara organisatoris, etika moral, hukum formal dan Ajaran Sang Buddha (yang kami pahami)--sertifikat--Tanah tersebut sudah bukan milik pribadinya lagi, tapi sudah menjadi milik YYY, demikian juga seluruh dana dari para Donatur YYY. Beliau hanya PENJAGA, PENYIMPAN salah satu asset YYY, bukan PEMILIKnya lagi.

Semua asset YYY juga BUKAN MILIK PRIBADI KAMI, tidak boleh kami wariskan pada anak cucu kami pribadi. Waktu Bapak Han wafat, Notaris pembuat akta yayasan kami, mengusulkan agar anak Bpk. Han ditunjuk sebagai pengganti. Kami tersenyum geli dan menjelaskan, bahwa hal demikian tidak boleh kami lakukan. YYY bukan milik pribadi kami, sehingga tidak etis, tidak boleh kami wariskan berdasarkan keturunan.

Secara etika dan hukum formal, tindakan Sdr. PS yang mengoperkan (Baca: menggelapkan) salah satu asset YYY (4 bidang tanah) yang dipercayakan padanya—untuk DIJAGA dan DISIMPAN--tanpa persetujuan Badan Pendiri YYY jelas dan gamblang itu TERCELA dipandang dari sudut manapun. Nyata-nyata itu bertentangan dengan etika moral masyarakat, etika berorganisasi spiritual, hukum formal serta Dhamma-Vinaya. Kami belum bisa memahami, SSS yang selama ini kami anggap sebagai SARANA, BENTENG TERAKHIR KEADILAN, ACUAN SIKAP MANA YANG SELARAS DAN YANG TIDAK DENGAN DHAMMA-VINAYA, justru bersedia membuat kesepakatan dan mendukung kehendaknya. “Tolerance become a crime when applied to evil”, Thomas Mann. Dengan FAKTA demikian, sangat sulit bagi kami untuk menyetujui saran SSS. Bila kami setujui saran SSS ini, sama dengan menjerumuskan SSS sendiri.


Keterangan:
YYY : Nama yayasan
VVV : Nama Vihara


Thanks

4
Diskusi Umum / Pandangan Abu2 (benar-keliru) ?
« on: 28 November 2011, 01:11:30 AM »
Namo Buddhaya,

Mohon komentar teman2 dg pendapat berikut:


7.   Kami tidak menyatakan berikut inilah yang terjadi, tapi hanya sebagai sekedar masukkan, feedback, nilai-nilai etika masyarakat umum dan Dhamma-Vinaya yang kami, perumah tangga pahami adalah sbb:

a)   Jangan menginginkan milik, wewenang orang/pihak lain, apalagi dengan cara mendepak “pemilik”-nya (baca: CARA yang tidak etis). Sangat gamblang, keinginan dan sikap demikian tidak selaras etika masyarakat, apalagi dalam lingkup organisasi spiritual, tentu semakin dinilai tidak wajar. Apalagi bila dilihat dari sudut Dhamma-Vinaya, keinginan dan sikap demikian adalah sangat tidak terpuji oleh para bijaksana.

b)   Keinginan dan sikap demikian juga bibit konflik, bibit ketidakdamaian, bibit perpecahan antar organisasi, lembaga. Saran, permintaan tersebut juga membuat anggota organisasi tersebut menjadi pro dan kontra, bersitegang, debat, ribut yang akhirnya berujung pada TERPECAH-BELAH. Bila dampak ini sampai terjadi, maka Saran kita, apapun alasannya akan menjadi tercela oleh para bijaksana.

c)   Dana, pemberian yang terpuji oleh para bijaksana adalah dana yang diberikan karena pemahaman dan keiklasan, bukan karena:
•   Asal taat, asal nurut, asal percaya kepada siapapun.
•   keluguannya, ketidaktahuannya, kebodohannya, ketidakmengertiannya karena trik cara meminta yang tidak transparans atau terselubung.
•   Tekanan/paksaan secara halus akibat relasi--saran seorang majikan kepada pembantunya, atau guru kepada muridnya, bhikkhu Senior kepada bhikkhu Yunior, misalnya mengandung unsur TEKANAN, PAKSAAN yang tentunya bertolak belakang dengan makna KEIKLASAN.
•   Termasuk bebas dari iming-iming agar mendapat pahala, kita bukan anak kecil lagi yang perlu memakai cara kekanak-kanakan begini. Ini bisa membingungkan dan menyesatkan umat, memunculkan pamrih yang belum muncul. Mestinya Guru pembina lebih mengedepankan keiklasan yang didasari PENGERTIAN, PEMAHAMAN.

d)   Bila kita hendak meminta sesuatu dari pihak lain: kita mesti menjelaskan secara detil, jujur dan transparans apa sesungguhnya yang kita minta, apa makna dan akibat dari segi hukum, organisasi, hak, otoritas, wewenang, dlsb. atas isi saran, permintaan kita. Bahwa saran kita bermakna pengambilalihan seluruh hak/ wewenang dan asset orang tersebut, bahwa akibatnya orang tersebut tidak punya wewenang apapun lagi atas apa yg kita minta. Dengan cara demikian, kita terbebaskan dari segala prasangka dan tudingan miring (misalnya : Saran terselubung, pengelabuan, mencoba memanfaatkan keluguan, ketidaktahuan seseorang), sekaligus memberi contoh teladan cara meminta yang terpuji oleh para bijaksana.

Itulah cara meminta dan memberi yang terpuji. Baik pemberi maupun penerima akan dipuji oleh para bijaksana.
   Peminta, Penerima dipuji karena bersikap jujur dan mencerdaskan, karena sudah memberikan pengertian yang apa adanya, tak ada udang dibalik batu, Tanpa unsur konflik kepentingan, artinya tidak ada unsur ngotot meminta. Baik diberi ataupun tidak, tetap mengucapkan “Tengkiyu”, yang bebas dari kejengkelan bila tidak diberi. Posisi terhormat yang tidak mungkin mendapat cibiran miring.

   Pemberi dipuji karena telah memberi dengan pengertian, pemahaman dan keiklasan. Bukan TERPAKSA karena rasa sungkan, ewuh-pakewuh, rasa hormat kepada Gurunya, asal taat, asal percaya kepada siapapun, ataupun HANYA karena mengejar iming-iming pahala yang dijanjikan. Semangat Kalama Sutta.

Kedua belah pihak memperoleh pujian dari para bijaksana, berkah sejati, pahala sejati. Bahkan pihak lain yang menontonpun memperoleh manfaat dari cara meminta dan memberi yang dipuji oleh para bijaksana ini. Bisa dan patut dijadikan suri tauladan oleh siapapun.

e)   Bersikap yang wajar dan sepatutnya kepada mereka yang sudah berjasa. Bukannya main depak dan tendang kepada yang telah memberi wadah, hanya demi melampiaskan kebencian, arogansi/sok kuasa dan mengejar jabatan, wewenang dan asset banguan mati, keduniawian.

f)   Dalam membantu siapapun, mesti iklas dan tanpa pamrih. Pengabdian bukan untuk MEMINTA apalagi rebutan jabatan/wewenang dengan main sikut, jegal dan depak. Kekisruhan satu yayasan, organisasi JANGAN dianggap sebagai kesempatan menginginkan pamrih apapun, baik buat diri sendiri maupun organisasi sendiri. Apalagi bila karena saran, permintaan kita berdampak membuat anggota yayasan, organisasi tersebut pro dan kontra, terpecah belah, ini sangat tercela oleh para bijaksana.

g)   Kerendahhatian, bebas dari keangkuhan, arogansi, kesombongan: MERASA BERHAK MEMINTA, MERASA LEBIH BERHAK atas Hak/Wewenang pihak lain. Merasa paling mampu, hebat, superior, mahir, bersih, suci. Ini arogansi, kesombongan yang mestinya kita hindari di masyarakat umum, apalagi dalam masyarakat, lingkup spiritual. Kalau kita MERASA mampu, piawai serta bijaksana, mestinya tularkan kemampuan kita, bimbing mereka yang dianggap dungu agar bisa mandiri, cerdas, dewasa, dengan iklas tanpa pamrih apapun. Bebas dari konflik kepentingan pribadi maupun organisasi.

h)   Saling menghormati dan menghargai antar organisasi, yayasan, lembaga, demi kedamaian, kerukunan, keakuran, keharmonisan semua pihak. Utamakan keselamatan Persatuan, kerukunan umat, organisasi, lembaga, yayasan Buddhist di atas keinginan memperoleh wewenang, jabatan, baik atas nama pribadi maupun organisasi.



Silahkan dikoment, kritik atau apapun.
 ;D




5
Diskusi Umum / SARAN yg "BAIK"?
« on: 28 November 2011, 12:54:03 AM »
Namo Buddhaya,

Mohon masukan teman2 sedhamma.


Bila di masyarakat umum, ketika kita menyarankan agar sertifikat tanah seseorang diperbaharui agar sesuai dengan Undang-undang yang berlaku, kemudian kita tambahkan dengan saran, agar nama di sertifikat yang baru nantinya memakai nama kita, dengan alasan: melindungi, ikut menjaga, menolong, mewakili atau alasan apapun.


Memang itu hanya sekedar SARAN, tak ada unsur paksaan, tak ada kata meminta, mengambil alih, yang tertera di saran itu JUSTRU niat baik kita. Apakah dengan demikian saran tersebut akan bermakna positif menurut para bijaksana?

Secara logika masyarakat umum,
Itu trik, taktik meminta yang tidak transparans, terselubung, tidak ada unsur mendewasakan, membimbing, mencerdaskan sedikitpun, bila tak bisa disebut sebagai pembodohan. Kita, Pemberi Saran telah SENGAJA MENGAMBIL POSISI BURUK yang sangat terbuka lebar untuk menerima berbagai tudingan miring. Bahwa kita telah MENCOBA melakukan pengelabuan, memanfaatkan kedunguan orang lain. Kita mempertaruhkan reputasi kita. Posisi buruk yang mestinya kita semua hindari demi menjaga nama baik, dan agar tidak dijadikan contoh, teladan, pembenaran oleh siapapun. Sangat gamblang dan jelas.


Bagimana menurut teman2, setuju atau tidak dengan pemahaman di atas?

Thanks

6
Namo Buddhaya,

Mohon masukan teman2 sedhamma,

Bila umat menyatakan niatnya menyerahkan asset satu yayasan ke sangha, per surat.
Belum melakukan serah terima, apakah asset itu sudah berarti menjadi milik sangha?


Menurut pemahaman saya, itu baru niat dan persetujuan, selama belum melakukan serah terima, maka penyerahan belum terjadi, dan asset masih menjadi milik umat.

faktanya, umat tsb. tiba2 menerima PEMBERITAHUAN lewat SMS dari sesama umat untuk menghadiri acara patidana dan ucapan terima kasih sangha atas penyerahan asset yayasan. Bila tidak jelas silahkan tanya bhante X.
Keesokannya, si kurir menyatakan setelah berkonsultasi dg ketua sangha, maka PEMBERITAHUAN diubah menjadi UNDANGAN.


Menurut saya, ini tidak wajar. belum terjadi serah terima, kok sudah diundang menghadiri acara penyampaian terima kasih.

Apa yg mesti umat tersebut lakukan?

Kita patut menghormati sangha, tapi bila kejadiannya demikian, apa yg patut umat lakukan?

Terima kasih.

Salam metta
injulia





7
Diskusi Umum / Membuktikan kebenaran Hukum Karma? II
« on: 18 October 2009, 11:33:25 AM »
Hai Mr Bond,

Quote from: Bond_post #172
Kalau ada yg bertanya/bersharing dan kita bertujuan membuktikan melalui penjelasan dari bukti yg sederhana sehubungan pembuktian HK, apakah harus diam? kalau memang demikian jangan bertanya atau sharing  . Memang jhana untuk menelusuri dan vipasana mengetahui dan membuktikan essensi hukum kamma. Biasanya kalo vipasannanya sukses dibarengi jhana maka penelusurannya bisa lebih jauh lagi. Dan banyak mereka juga bisa tahu kenapa dia lahir disini dan disitu, begitu dan begini. Demikian tentang org lain. Hanya penelusurannya tidak sejauh dan selengkap SB.
Bukan demikian maksud saya, kan sudah saya post di atas, saya akan berterima kasih kalau ada yang mampu meluruskan pemahaman saya.

Buah karma tidak, belum tentu disebabkan satu karma, juga tergantung kondisi, situasi, karma penguat, dlsb. Ini membuat manusia biasa sulit menelusurinya. yang bisa kita lakukan hanyalah MENDUGA, SIMPLIFIKASI saja. Dan bagi saya, DUGAAN, SIMPLIFIKASI/PENYEDERHANAAN, BELUM bisa disebut sebagai BUKTI.

Tapi kalau Anda atau siapapun beranggapan, menyebut itu sebagai BUKTI. Yah, ngga ada yang melarang, lah. he he he

Dan kenapa kita, Umat Buddha kebanyakan ngotot hendak menunjukkan, bahwa Hk Karma bisa dibuktikan? Ini karena persaingan Konsep TUHAN Pencipta dengan Konsep Non Theis (Hk karma & Kelahiran kembali). dalam artian, bila tidak ada persaingan itu, Umat Buddha tidak akan berusaha keras  menunjukkan kebenaran Hk Karma.

Dalam suasana persaingan konsep inilah, sebagian penganutnya berusaha menggungulkan konsep yang dianutnya. Salah satunya dengan berusaha MEMBUKTIKAN secara argumentasi.
Quote from: Bond
Imasmim Sati Idam Hoti - Dgn adanya ini, terjadilah itu
Imassuppada Idam Uppajjati - Dgn timbulnya ini, timbullah itu
Imasmim Asati Idam Na Hoti - Dgn tdk adanya ini, tdk adalah itu
Imassa Nirodha Idam Nirujjati - Dgn tdk timbulnya ini, tdk timbullah itu
Dalam situasi persaingan, maka kutipan itu hanya menunjukkan adanya SEBAB AKIBAT. Karena di Konsep Tuhan Pencipta juga mengakui adanya SEBAB AKIBAT, maka adanya satu proses sebab akibat, belum bisa diakui sebagai kebenaran konsep Hk Karma.

Coba cek post # 187, Bro Bond.

Quote from: Bond
Quote
Benar, Dhamma bukan HANYA Tipitaka, tapi kalau yang di luar Tipitaka BERTENTANGAN, apa kita bisa terima sebagai Dhamma? ;-)
Orang yg menggunakan panna dalam kehidupan dan mengerti Dhamma tentunya ia dapat mengerti apa yg Dhamma dan bukan Dhamma.
Coba teliti Bro, respon Anda 100% benar, tapi TIDAK mengena, mematahkan argumentasi saya tersebut.

Thanks Bro.
 _/\_

8
Diskusi Umum / Membuktikan kebenaran Hukum Karma?
« on: 16 October 2009, 07:48:06 AM »
Maaf, Bro Kelana agar tidak mengganggu thread Bro Kemenyan, saya pisah aja, agar bisa lebih fokus.



Tuhan berpibadi, Hukum Karma adalah konsep untuk memuaskan intelektual kita. Gunanya agar kita berhenti menganalisa, berhenti bertanya-tanya. Keduanya sama-sama sulit dibuktikan kebenarannya.

=Samawi : Rahasia Tuhan
=Buddhis: Hanya Sang Buddha yg bisa, mampu menelusuri jalinan karma dan buahnya.

Kata lainnya, kita Umat Buddha juga ngga bisa buktikan kebenaran Hukum Karma.


Kata siapa kita tidak bisa membuktikan kebenaran hukum karma. Sdr/i InJulia??
Kita lapar kemudian kita berniat makan dan akhirnya kita makan dan kenyang. Apakah ini bukan hukum karma? tidak bisa ditelusuri??

Adalah hal yang berbeda antara kerahasiaan tuhan dengan ketidakmampuan kita menelusuri jalinan karma.

Dalam konsep kerahasiaan tuhan, sampai kapanpun, sebesar apapun "pengetahuan" manusia tidak bisa mengungkap kerahasiaan tuhan. Di sini tidka ada harapan untuk mengungkapkan rahasia tersebut.

Sedangkan dalam menelusuri jalinan karma, manusia akan mampu menelusurinya ketika manusia mencapai taraf "pengetahuan" tertentu, ketika hilangnya avijja. Di sini adanya harapan untuk mengetahui.

Jumpa lagi di"reinkarnasi" nich. :-)

<<Kata siapa kita tidak bisa membuktikan
<<kebenaran hukum karma. Sdr/i InJulia??
==========
Kata Sang Buddha. Hanya seorang Samma Sambuddha yang mampu menelusuri jalinan karma yang begitu jalin menjalin. Sang Buddha sudah menasehati, Hukum Karma adalah salah satu dari 4 Acinteya: Tak terpikirkan oleh kita, yang bukan seorang Samma Sambuddha.


<<Kita lapar kemudian kita berniat makan dan
<<akhirnya kita makan dan kenyang.
<<Apakah ini bukan hukum karma? tidak bisa ditelusuri??
==========
Bukan, atau lebih tepat: BELUM TENTU.
Coba kita ganti contohnya agar lebih jelas.
Dulu saya pernah berdialog, seorang Bhante menyatakan,"Ketika seseorang mencuri kemudian tertangkap, dipenjara. Bukankah ini adalah bukti adanya Hukum Karma?"

Saya waktu itu bilang,"Bukan, Bhante. Itu bukan bukti kebenaran Hk Karma."

Karena dalam hati,"Tidak SEMUA pencurian SELALU berakhir dengan penangkapan, banyak pencuri, koruptor yang tidak tertangkap, menikmati hasil pencuriannya, foya2. Dan, ketika seseorang mencuri dan tidak tertangkap, apa boleh kita bilang:
= Nah itu BUKTI ketiadaan Hk Karma!
= Nah, itu bukti Hk Karma, mencuri akibatnya hidup foya2 dan enak2.

Itilah "HUKUM" (menurut pemahaman saya, yang mungkin keliru): adalah sebab akibat yang pasti. KEPASTIAN,Bila "A" maka akibatnya "B".
Bila "A" akibatnya kadang "B', kadang "C", maka aturan ini belum bisa disebut sebagai HUKUM. Baru HIPOTESA, TEORI. (Bro Kelana, tolong buka KBBI-nya, ya. apa definisi HUKUM.)


Tentu kita semua tak akan setuju juga dengan dua kesimpulan itu, kan? Jawaban kita,Ia mencuri bisa hidup enak, tak tertangkap karena karma mencurinya belum berbuah, ia bahagia, enak2 karena perbuatan baiknya yang dulu lebih dulu masak.
Yup! yang kita-kita (bukan Samma Sambuddha) bisa simpulkan adalah KEMUNGKINAN DAN DUGAAN, alias HIPOTESA BELAKA. Belum bisa MEMASTIKAN mana karma yang membuahkan penangkapan, mana karma yang membuahkan enak2, foya2.

Yang bisa kita lakukan hanyalah MENDUGA, karena Sang Buddha sendiri sudah jelaskan, jalinan karma seseorang sangat ruwet jalin menjalin, kita tak bisa menelusuri, mana perbuatan yang berbuah ini, mana karma yang berbuah itu.

Menurut pemahaman saya,"Hukum Karma belum mampu kita buktikan kebenarannya. kita, Umat Buddha hanya meyakini, mengimani kebenarannya. Apa (Hk karma) yang belum mampu kita buktikan kebenarannya, bukan berarti (Hukum karma) tidak ada atau tidak benar."

yang kita imani, yakini,"Perbuatan buruk berakibat penderitaan. Perbuatan baik berakibat kebahagiaan".
Kita bukan meyakini: Mencuri berakibat ditangkap dan dipenjara, misalnya. karena FAKTANYA memang tidak semua pencurian berakhir dengan penangkapan.

Demikian pendapat pribadi saya, Bro Kelana.
Thanks

9
Tolong ! / Soal yayasan secara hukum
« on: 21 August 2008, 06:13:46 PM »
Namo Buddhaya,


Mohon bantuan teman2 yang memahami soal yayasan (Buddhist).
Konon aturan pemerintah soal yayasan sudah diperbahatui tahun 2004.

Yang ingin saya tanyakan adalah,
Bagaimana status yayasan yang berdiri tahun2 sebelumnya (tahun 2002)?

Apakah bisa disesuaikan atau mesti dibubarkan dan mendirikan yayasan baru?


terima kasih sebelumnya.

Salam metta,
inJulia


Pages: [1]