Tanggal 15 September 2009, saya sempat mengunjungi Ciamis, sambil menyerahkan bantuan langsung dari kantor saya. Meski jumlahnya sangat kecil, namun saya dan seorang teman nekat ke Ciamis, karena tujuan utama kami sebenarnya adalah melihat secara langsung lokasi dan keadaan korban gempa. Kami berangkat tanggal 14 September 2009, hari senin, dengan kereta api dari stasiun Gubeng Surabaya, pukul 16.00. Tiba di Ciamis sekitar pukul 03.00, lantas segera cari penginapan murah yang mungkin ditemukan (Alasannya sungkan jika harus mengetuk kantor orang di pagi buta
)
Pukul 09.00 kami keluar buat belanja di pasar tradisional terdekat di Ciamis. Karena uang yang berhasil kami kumpulkan dari teman-teman kantor tidak banyak, maka kami hanya berhasil mendapatkan beras 100 kg., Indomie 5 kotak, gula dan susu bayi. Semuanya tidak terlalu banyak jumlahnya, namun untuk membawanya ke kantor LBH-SPP atau posko gempa, kami harus carter bemo. Setelah mengetahui bahwa kami hendak membantu korban gempa, sopir bemo tampak bersemangat membantu, selain biaya carter jadi lebih murah sedikit, si sopir juga rela ikut bantu mengangkat beras tanpa dikenakan biaya tambahan
. Bahkan ia sempat bercerita dengan logat sunda yang kental, betapa saat gempa terjadi ia sedang berada di bemo merasakan jalan seperti bergelombang, sedangkan rumahnya di desa juga retak-retak akibat gempa.
Di LBH-SPP, kami disambut oleh sdr. Asep Gumilar beserta beberapa orang rekannya. Sambil menunggu mobil yang akan mejemput kami melihat-lihat ke daerah terdampak gempa. Kami mendengarkan pemaparan mereka tentang kondisi Ciamis saat ini. Kami antara lain diberitahu bahwa betapa bantuan gempa ke Ciamis tidak tersalurkan dengan baik, sebab dinas sosial dan lembaga pemberi donor lebih banyak memperhatikan Tasikmalaya yang terlihat lebih parah kondisinya dan ramai diberitakan oleh media. Berbeda dengan kabupaten lain, daerah terdampak gempa di Ciamis cenderung tersebar di banyak dusun dan meliputi banyak spot-spot sehingga sulit dalam menyalurkan bantuan, selain menyebabkannya seolah-olah terlihat kurang menyolok. Terdapat dusun yang terdampak parah hingga dusun yang terdampak secara kecil saja, namun semuanya sebenarnya tidak boleh diabaikan. Di luar itu, banyak daerah terdampak gempa di Ciamis terletak di pelosok-pelosok desa yang sulit dijangkau dan agak terpencil. Selain itu, menurut rekan-rekan di LBH-SPP, kebanyakan dari pengungsi gempa lebih memilih membuat tenda di depan rumahnya masing-masing dan menolak untuk dikumpulkan dalam tenda besar, sehingga banyak pendonor yang datang menjadi ragu-ragu karena ketika mereka meninjau lokasi menemukan tenda pengungsian warga kosong. Hal ini menyebabkan sedikit sekali bantuan diturunkan ke Ciamis. Selain itu, walaupun ada dana yang turun tertahan di kantor pemerintah dengan alasan perlu adanya pendataan dahulu. Semua kondisi ini yang memperparah keadaan Ciamis. Mereka juga sempat-membanding-bandingkan kondisi sekarang dengan bencana tsunami di Pangandaran beberapa tahun lalu, "Bantuan dari luar banyak, tapi kemudian semuanya ditampung dalam kas pemerintah yang akhirnya digunakan untuk proyek-proyek pemerintah yang sebenarnya tidak ada kaitannya dengan tsunami."
Saat ini, menurut rekan-rekan LBH-SPP, kondisi kesehatan menjadi isu yang penting di Ciamis, sedangkan masalah pangan mulai membaik meski masih minim bantuannya. salah satunya adalah isu sanitasi selain kebutuhan air bersih. Sebagian warga yang mengeluhkan munculnya penyakit kulit di daerahnya.
Bersambung...