//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Riwayat Agung Para Buddha  (Read 228304 times)

0 Members and 2 Guests are viewing this topic.

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Penunjukan pelayan seperti yang dijelaskan dalam Temiya Jàtaka
« Reply #210 on: 24 September 2008, 03:45:51 AM »
Dalam penjelasan Temiya Jàtaka, Komentar Jàtaka, penjelasan mengenai bagaimana Raja Kàsi memilih pelayan untuk putranya Temiya (Sang Bodhisatta) adalah sebagai berikut:

1. Perempuan yang tinggi tidak dipilih, karena leher si anak cenderung memanjang karena harus menghisap susu di dadanya.

2. Perempuan yang pendek tidak dipilih, karena leher si anak cenderung memendek karena harus menghisap susu di dadanya.

3. Perempuan kurus tidak dipilih, karena bagian tubuh si anak akan sakit-sakit sewaktu digendong.

4. Perempuan gemuk tidak dipilih, karena bagian tubuh si anak cenderung berbentuk tidak normal karena tekanan daging-dagingnya.

5. Perempuan dengan payudara yang panjang tidak dipilih karena hidung si anak dapat menjadi pesek oleh tekanan payudara tersebut sewaktu si anak menghisapnya.

6. Perempuan yang berkulit terlalu hitam tidak dipilih karena susunya dingin, tidak cocok untuk anak dalam jangka panjang.

7. Perempuan yang berkulit terlalu putih tidak dipilih karena susunya panas, tidak cocok untuk anak dalam jangka panjang.

8. Perempuan yang sedang sakit batuk tidak dipilih karena susunya asam, tidak cocok untuk si anak.

9. Perempuan yang sedang menderita penyakit paru-paru tidak dipilih karena susunya pedas dan pahit, tidak cocok untuk si anak.

Perempuan-perempuan di atas tidak ditunjuk sebagai pelayan, hanya mereka yang bebas dari cacat-cacat di atas yang terpilih, demikianlah yang tertulis dalam Komentar.


~RAPB I, p. 486-487~

 ^-^ ^-^ ^-^
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
SAMVEGA
« Reply #211 on: 24 September 2008, 03:55:30 AM »
Mendengar jawaban para brahmana, Raja Suddhodana memerintahkan, “Jika putraku akan pergi melepaskan keduniawian setelah melihat empat pertanda ini, mulai saat ini, mereka yang berusia tua, sakit, mati ataupun petapa tidak boleh bertemu dengan putraku; karena mereka akan menyebabkan samvega dalam diri-Nya dan membuat-Nya pergi melepaskan keduniawian. :x:)
Aku tidak ingin anakku menjadi Buddha. Aku ingin melihat-Nya menjadi raja dunia yang memerintah di empat benua dan dua ribu pulau di sekelilingnya dan berjalan di angkasa dengan mengendarai roda pusaka diiringi oleh pengikut yang berbaris hingga tiga puluh enam yojanà.” Selanjutnya sejumlah pengawal ditempatkan di segala penjuru dalam setiap jarak satu gàvuta untuk memastikan tidak adanya orang tua, orang sakit, orang mati, dan petapa dalam jarak pandang Bodhisatta.


~RAPB I, p. 481~


Samvega Bodhisatta

Adalah sifat seekor singa, jika ditembak dengan anak panah, tidak berusaha mencabut anak panah yang menjadi penyebab penderitaannya, tetapi mencari musuhnya, si pemburu yang telah memanahnya dan yang menjadi penyebab utama dari anak panah tersebut.

Dari dua fenomena ini, sebab dan akibat, para Buddha juga tidak mencari cara untuk menghilangkan akibat yang seperti anak panah tersebut, melainkan mereka mencari dengan kebijaksanaannya penyebab yang menjadi musuh seperti pemburu yang menembakkan anak panah tersebut. Oleh karena itu, para Buddha seperti singa.

Si kusir hanya menjelaskan sifat duniawi dari usia tua (jarà) sejauh yang ia pahami, tetapi Bodhisatta Pangeran yang berkeinginan untuk menjadi Buddha mengetahui dengan jelas melalui perenungan bahwa kelahiran (jàti) adalah penyebab utama dari proses ketuaan (jarà).

Setelah kembali ke istana emas, Bodhisatta Pangeran merenungkan dengan samvega penembusan, “Oh, kelahiran adalah benar-benar menjijikkan. Siapa saja yang mengalami kelahiran, pasti mengalami ketuaan.” Setelah merenungkan demikian, Beliau menjadi bersedih dan murung, muram, dan patah hati.
  :| :lotus:
 
~RAPB I, pp. 514-515~
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline gina

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 656
  • Reputasi: 89
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #212 on: 06 October 2008, 07:38:49 PM »
pokoknya yg punya buku RAPB hrs dibaca tuh, jgn ditelantarkan.....kalo ga baca rugi....soalnya buku itu buku yg sgt bagus sekali.....,yg plg kagum itu yg pas baca tekadnya Bodhisatta, mantep......yg plg sebentar 4 asankhyeyya kappa dan 100 ribu kappa kalo mau jd Buddha........bukannya cuma yg ini, masih byk lg kekaguman yg lain....
kalo disini ga bs diceritakan satu per satu...so bagi yg mau tau silahkan baca RAPB...jgn dijadiin koleksi doang....ga akan rugi....

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #213 on: 07 October 2008, 09:00:33 PM »
pokoknya yg punya buku RAPB hrs dibaca tuh, jgn ditelantarkan.....kalo ga baca rugi....soalnya buku itu buku yg sgt bagus sekali.....,yg plg kagum itu yg pas baca tekadnya Bodhisatta, mantep......yg plg sebentar 4 asankhyeyya kappa dan 100 ribu kappa kalo mau jd Buddha........bukannya cuma yg ini, masih byk lg kekaguman yg lain....
kalo disini ga bs diceritakan satu per satu...so bagi yg mau tau silahkan baca RAPB...jgn dijadiin koleksi doang....ga akan rugi....

betul sekale!!  _/\_
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline jason alexander

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 161
  • Reputasi: 7
  • Single Nih... ^^
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #214 on: 09 October 2008, 11:45:27 AM »
pokoknya yg punya buku RAPB hrs dibaca tuh, jgn ditelantarkan.....kalo ga baca rugi....soalnya buku itu buku yg sgt bagus sekali.....,yg plg kagum itu yg pas baca tekadnya Bodhisatta, mantep......yg plg sebentar 4 asankhyeyya kappa dan 100 ribu kappa kalo mau jd Buddha........bukannya cuma yg ini, masih byk lg kekaguman yg lain....
kalo disini ga bs diceritakan satu per satu...so bagi yg mau tau silahkan baca RAPB...jgn dijadiin koleksi doang....ga akan rugi....

betul sekale!!  _/\_

yumi dan gina ada bukunya? kelihatannya menarik.. :D
Yoo...

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #215 on: 09 October 2008, 11:54:58 AM »
Dear Jason,

Bukunya silahkan download dari perpustakaan DC http://dhammacitta.org/perpustakaan/ebook/umum/riwayat-agung-para-buddha

Offline marcelyne

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 228
  • Reputasi: 15
  • i'm marcelyne
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #216 on: 09 October 2008, 11:57:18 AM »
koko indra, thx lyne jg baru mau tanya _/\_
Namaste..

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Tujuh Pendamping yang Lahir Bersamaan Dengan Bodhisatta Gotama
« Reply #217 on: 10 October 2008, 11:41:08 PM »
Pada waktu yang bersamaan dengan kelahiran Bodhisatta, tujuh pendamping berikut juga terlahir:
1. Putri Yasodharà, juga dikenal dengan nama Baddakaccànà, ibunda Pangeran Rahula,
2. Pangeran ânandà,
3. Menteri Channa,
4. Menteri Kàludàyi,
5. Kuda istana Kanthaka,
6. Mahàbodhi atau Pohon Bodhi Assattha, dan
7. Empat kendi emas.


Karena mereka terlahir pada waktu yang bersamaan dengan kelahiran Bodhisatta, mereka dikenal sebagi tujuh pendamping kelahiran Bodhisatta.
(1) Putri Yasodhara Bhaddakaccànà adalah putri dari Suppabuddha, raja Kota Devadaha dan Ratu Amittà,
(2) Pangeran ânandà, adalah putra seorang Sakya bernama Amittodana, adik Raja Suddhodana,
(3) Pohon Mahàbodhi tumbuh di tengah-tengah tanah kemenangan di mana Buddha mencapai Pencerahan Sempurna di hutan Uruvelà di Wilayah Tengah,
(4) Empat kendi besar emas muncul dari dalam istana Kota Kapilavatthu.
     a. Yang pertama bernama Sankha, berdiameter satu gàvuta;
     b. Yang kedua bernama Ela, dua gàvuta;
     c. Yang ketiga bernama Uppala, berdiameter tiga gàvutta;
     d. Yang keempat bernama Pundarika, berdiameter empat gàvuta atau sama dengan satu yojanà.
     Jika ada emas yang diambil dari kendi-kendi ini, kendi-kendi ini akan terisi penuh kembali, tanpa ada kehilangan sedikit pun.
     (Mengenai  empat kendi ini, dijelaskan dalam Canki Sutta dari Komentar Majjhimapannàsa, juga dalam penjelasan Sonadanda Sutta
     dari Komentar Digha Nikàya, Silakkhandhavagga).


~RAPB I, p. 445~
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Petapa Kàladevila
« Reply #218 on: 10 October 2008, 11:48:22 PM »
Pada hari Bodhisatta dan ibunya dibawa ke Kota Kapilavatthu, para dewa Tàvatimsa yang dipimpin oleh Sakka bergembira mengetahui bahwa “seorang putra dari Raja Suddhodana telah terlahir di Kota Kapilavatthu” dan bahwa “putra mulia ini pasti mencapai Pencerahan Sempurna di tanah kemenangan di bawah pohon Bodhi assattha,” dan mereka melemparkan pakaian mereka ke angkasa, menepuk lengan dengan telapak tangan, dan bersuka ria.

Pada waktu itu, Petapa Kàladevila yang telah mencapai lima kemampuan batin tinggi dan delapan Jhàna dan yang mempunyai kebiasaan mengunjungi istana Raja Suddhodana, sedang makan siang di sana seperti biasa, dan kemudian naik ke Surga Tàvatimsa untuk melewatkan hari itu di alam surga. Ia duduk di atas singgasana permata di dalam istana permata, menikmati kebahagiaan Jhàna. Sewaktu ia keluar dari Jhàna, berdiri di pintu gerbang istana dan melihat ke sana kemari, ia melihat Sakka dan para dewa lainnya yang bergembira melempar-lemparkan penutup kepala dan jubah mereka dan memuji kebajikan Bodhisatta di jalan-jalan utama di alam surga sepanjang enam puluh yojanà. Kemudian Sang petapa bertanya, “O Dewa, apa yang membuatmu demikian bergembira? Katakanlah ada apa gerangan.”
 

Kemudian para dewa menjawab, “Yang Mulia Petapa, hari ini putra mulia dari Raja Suddhodana telah lahir. Putra mulia ini, duduk bersila di bawah pohon Bodhi assattha di tempat yang maha suci, di tengah-tengah alam semesta, akan mencapai Pencerahan Sempurna, menjadi Buddha. Beliau akan membabarkan khotbah—Roda Dhamma. Kami akan mendapatkan kesempatan emas menyaksikan kemuliaan Buddha yang tidak terbatas dan mendengarkan khotbah Dhamma yang teragung. Itulah sebabnya kami bersuka ria.”

Mendengar jawaban para dewa tersebut, Petapa Kàladevila segera turun dari Surga Tàvatimsa dan duduk di tempat yang telah dipersiapkan untuknya di dalam istana Raja Suddhodana. Setelah saling menyapa dengan raja, Kàladevila berkata, “O Raja, aku mendengar bahwa putramu telah lahir, aku ingin melihatnya.” Kemudian raja membawa putranya yang telah mengenakan pakaian lengkap, kemudian membawanya kepada sang petapa untuk memberi hormat kepada guru istana. Ketika Bodhisatta dibawa, kedua kaki Bodhisatta terbang tinggi dan turun di atas rambut sang petapa seperti kilat yang menyambar di langit biru gelap.

Catatan: Tidak seorang pun yang cukup layak menerima penghormatan dari seorang Bodhisatta dalam kelahiran terakhirnya. Jika seseorang, yang tidak mengetahui hal ini, memaksakan kepala Bodhisatta untuk menyentuh kaki sang petapa, kepala sang petapa akan pecah menjadi tujuh keping.

Petapa Kàladevila, menyaksikan peristiwa yang mengherankan dan luar biasa dari keagungan dan kekuatan Bodhisatta, memutuskan, “Aku tidak akan menghancurkan diriku.” Kemudian ia bangkit dari tempat duduknya dan bersujud di depan Bodhisatta dengan tangan dirangkapkan.
Menyaksikan pemandangan menakjubkan ini, Raja Suddhodana juga bersujud di depan anaknya.

~RAPB I, p. 446-447~
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Raja Suddhodana Bersujud Kepada Bodhisatta untuk Kedua Kalinya
« Reply #219 on: 10 October 2008, 11:58:33 PM »
Raja Suddhodana Mengadakan Upacara Pembajakan Sawah


Ketika Raja Suddhodana meninggalkan kota kerajaan dengan para menteri, penasihat, pengawal, dan para pengikut lainnya, ia membawa serta putranya, Bodhisatta, ke lapangan upacara tersebut dan meletakkannya di bawah keteduhan pohon jambu (Eugenia jambolana) yang rindang. Tanah di bawah pohon tersebut dilapisi dengan kain beludru di mana Pangeran duduk di atasnya. Dan di atasnya dibuatkan sebuah kanopi dari beludru merah tua dengan hiasan bintang-bintang emas dan perak, seluruh tempat itu dikelilingi oleh tirai yang tebal dan ditempatkan beberapa pengawal untuk menjaga keamanan si anak.

Raja kemudian mengenakan pakaian kebesaran yang biasanya dipakai khusus untuk upacara ini dan kemudian dengan disertai oleh para menteri memasuki arena di mana upacara akan diadakan.

… Raja Suddhodana melakukan pembajakan hanya satu kali untuk memberikan berkah bagi upacara tersebut dengan menyeberangi lahan itu dari satu sisi ke sisi yang lain. Upacara tersebut diadakan dengan sangat megah. Para pengawal dan perawat yang ditugaskan menjaga Bodhisatta Pangeran meninggalkan posnya keluar dari tempat si anak berada dan berkata, “Mari kita melihat pertunjukan besar dari junjungan kita dalam upacara pembajakan.”


SANG BODHISATTA PANGERAN MENCAPAI ÂNÀPÀNA JHÀNA PERTAMA

Sementara itu, Bodhisatta, setelah melihat sekeliling dan tidak melihat seorang pun, segera mengambil posisi duduk bersila dengan tenang. Kemudian Beliau mempraktikkan meditasi ànàpàna, berkonsentrasi pada napas masuk dan keluar, dan segera mencapai rupavacara Jhàna Pertama. (Sehubungan dengan hal ini, harus dipahami bahwa Bodhisatta dapat mencapai rupavacara Jhàna Pertama dalam waktu singkat adalah karena kebiasaannya melatih meditasi ànàpàna selama banyak kehidupan dalam banyak kappa.)

Para perawat yang meninggalkan tugasnya berkeliaran ke sana kemari di meja-meja makan dan bersenang-senang sebentar. Semua pohon-pohon kecuali pohon jambu tempat Bodhisatta duduk, memiliki bayangan alami sesuai pergerakan matahari, pada sore hari, bayangan pohon akan berada di sebelah timur. Namun, bayangan pohon jambu tempat di mana Bodhisatta duduk tidak bergerak sesuai posisi matahari, bahkan di tengah hari, aneh, bayangan pohon itu tetap seperti semula, besar dan bundar, dan tidak berpindah.

Para perawat, tiba-tiba teringat, “Oh, putra junjungan kita tertinggal di belakang sendirian.” Mereka bergegas kembali dan masuk ke tirai, melihat dengan takjub, Bodhisatta Pangeran duduk bersila dalam kemuliaan, dan juga melihat keajaiban (pàtihàriya) dari bayangan pohon yang tetap berada di posisi dan bentuk yang sama, tidak berpindah. Mereka berlari menuju raja dan melaporkan, “Yang Mulia, Pangeran duduk dengan tenang dalam postur yang aneh. Dan meskipun bayangan pohon-pohon lain bergerak sesuai posisi matahari, namun bayangan pohon jambu di mana Pangeran duduk, tetap tidak berubah bahkan di tengah hari ini, tetap besar dan bundar.”

Raja Suddhodana dengan tenang mendatangi Bodhisatta dan mengamati, melihat dengan mata kepala sendiri dua keajaiban tersebut, ia mengucapkan, “O Putra Mulia, ini adalah kedua kalinya bahwa, aku, ayah-Mu, bersujud pada-Mu,” kemudian bersujud di depan anaknya dengan penuh cinta dan penuh hormat.


~RAPB I, pp. 489-491~
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #220 on: 11 October 2008, 07:39:32 PM »
“Sang Bodhisatta Pangeran sekarang telah terperosok ke dalam lumpur lima kenikmatan indria bagaikan sapi yang berkubang di rawa-rawa. Kita harus membantunya untuk mengembalikan perhatiannya,”

~RAPB I, p. 516~
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Desakan perasaan religius
« Reply #221 on: 11 October 2008, 07:40:58 PM »
Kembali ke istana emas, Bodhisatta merenungkan dengan samvega penembusan,
“Oh, kelahiran adalah benar-benar menjijikkan. Siapa saja yang mengalami kelahiran, pasti mengalami ketuaan, pasti mengalami sakit, pasti mengalami kematian.” Setelah merenungkan demikian, Beliau menjadi bersedih dan murung, muram, dan patah hati.


~RAPB I, pp. 519-520~
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Melihat Pertanda Seorang Petapa
« Reply #222 on: 11 October 2008, 07:44:48 PM »
Sang Bodhisatta bertanya lagi, “O kusir, apakah ‘petapa’ itu? Jelaskanlah kepadaku.’

Si kusir menjawab, “Yang Mulia, petapa adalah seseorang yang, berpendapat bahwa lebih baik melatih sepuluh kebajikan (kusalakammapatha), yang dimulai dari kedermawanan (dàna), telah melepaskan keduniawian dan mengenakan jubah berwarna kulit kayu; ia adalah seorang yang berpendapat bahwa lebih baik melatih sepuluh perbuatan-perbuatan baik yang sesuai kebenaran, yang bebas dari noda, yang suci dan murni, telah melepaskan keduniawian dan mengenakan jubah berwarna kulit kayu; ia adalah seorang yang berpendapat bahwa lebih baik tidak melakukan perbuatan yang dapat menyakiti makhluk lain, berusaha untuk menyejahterakan makhluk lain, telah melepaskan keduniawian dan mengenakan jubah berwarna kulit kayu.”

…Dhamma berarti kebenaran, Sama berarti sesuai dengan kebenaran, Kusala berarti tidak ternoda dan Punna berarti suci dan murni baik sebab maupun akibatnya;…


~RAPB I, pp. 520-522~

 :'(
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Hari Bodhisatta Melepaskan Keduniawian
« Reply #223 on: 12 October 2008, 11:11:56 PM »
Sebelum Beliau melepaskan keduniawian dengan meninggalkan kehidupan rumah tangga, Bodhisatta melakukan empat kali kunjungan ke taman kerajaan.

Dalam kunjungannya ke taman kerajaan dengan mengendarai kereta yang ditarik oleh kuda berdarah murni pada hari purnama di bulan Âsàlha (Juni-Juli) di tahun 96 Mahà Era, Beliau melihat pertanda pertama, seorang tua. Melihat pertanda ini, Beliau menyingkirkan kesombongan yang ditimbulkan oleh kebahagiaan usia muda (yobbana manna).
 

Kemudian, ketika Bodhisatta berkunjung lagi ke taman kerajaan seperti sebelumnya pada hari purnama di bulan Kattikà (Oktober-November). Dalam perjalanan itu Beliau melihat pertanda kedua, orang sakit, melihat pertanda ini, Beliau menyingkirkan kesombongan yang ditimbulkan oleh kebahagiaan karena memperoleh kesehatan (àrogya màna).

Kemudian, ketika Bodhisatta berkunjung lagi ke taman kerajaan seperti sebelumnya pada hari purnama di bulan Phagguna (Februari-Maret). Dalam perjalanan itu Beliau melihat pertanda ketiga, orang mati, melihat pertanda ini, Beliau menyingkirkan kesombongan yang ditimbulkan oleh kebahagiaan karena memperoleh kehidupan (jivita màna).

Kemudian lagi, pada hari purnama di bulan Âsàlha, tahun 67 Mahà Era, Bodhisatta mengunjungi taman kerajaan lagi. Dalam perjalanan itu Beliau melihat pertanda keempat, seorang petapa. Pemandangan ini menyadarkan-Nya akan hidup bertapa, dan bertekad, “Aku akan menjadi petapa hari ini juga,” Beliau melanjutkan perjalanan-Nya menuju taman kerajaan pada hari itu.

(Dhammasangani dari Abhidhammà Pitaka menjelaskan dalam samvega pada bagian Nikkhepa Kanda sebagai berikut:

rasa takut akan jàti atau pengetahuan bahwa jàti adalah bahaya yang sangat menakutkan disebut jàtibhaya,

rasa takut akan jarà atau pengetahuan bahwa jarà adalah bahaya yang sangat menakutkan disebut jaràbhaya,

rasa takut akan vyàdhi atau pengetahuan bahwa vyàdhi adalah bahaya yang sangat menakutkan disebut vyàdhibhaya;

dan rasa takut akan marana atau pengetahuan bahwa marana adalah bahaya yang sangat menakutkan disebut maranabhaya.

Kelompok empat jenis pengetahuan ini disebut samvega.)


(Dari empat pertanda yang telah dijelaskan, tiga yang pertama disebut samvega nimitta, yang memunculkan desakan perasaan religius. Karena, jika kelahiran terjadi, pasti terjadi ketuaan, sakit, dan kematian. Karena munculnya kelahiran, muncul pula usia tua, sakit, dan kematian. Tidak mungkin lari dari usia tua, sakit, dan kematian bagi mereka yang terlahir. Bagi mereka yang melihat fenomena ini sebagai sesuatu yang bahaya yang menakutkan, kejam, dan mengerikan, mereka akan memunculkan penyebab bagi munculnya rasa takut dan peringatan dalam diri mereka.)

(Pertanda terakhir, seorang petapa, adalah perwujudan yang bertujuan untuk mendorong praktik Dhamma, sebagai jalan untuk terhindar dari bahaya-bahaya yang disebutkan sebelumnya, yaitu: usia tua, sakit, dan kematian. Oleh karena itu disebut padhàna nimitta, pertanda yang memunculkan usaha.)


~RAPB I, pp. 522-524~
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Seruan Gembira Kissà Gotami, Seorang Putri Sakya
« Reply #224 on: 12 October 2008, 11:14:14 PM »
Mendengar ungkapan kegembiraan dari putri Sakya, Kisà Gotami, Bodhisatta Pangeran merenungkan, “Saudara sepupu-Ku, putri Sakya, Kisà Gotami, telah mengucapkan kata-kata gembira karena melihat pribadi yang seperti ini (attabhàva) yang membawa kegembiraan dan kedamaian kepada ibu, ayah, dan istri. Tetapi, bila telah padam, apakah yang akan membawa kedamaian sejati bagi batin?”

Kemudian Bodhisatta, yang batin-Nya telah terbebas dari kotoran (kilesa), mengetahui,

“Kedamaian sejati akan muncul hanya jika api nafsu (ràga) dipadamkan;
kedamaian sejati akan muncul hanya jika api kebencian (dosa) dipadamkan;
kedamaian sejati akan muncul hanya jika api kebodohan (moha) dipadamkan;
kedamaian sejati akan muncul hanya jika panasnya kotoran seperti keangkuhan (màna), pandangan salah (ditthi), dan lain-lain disingkirkan.

Putri Kisà Gotami telah mengucapkan kata-kata indah tentang kedamaian. Dan, Aku yang akan mencari Nibbàna, kebenaran tertinggi, pemadaman yang sebenarnya dari segala penderitaan. Bahkan hari ini juga, Aku harus melepaskan keduniawian dengan menjadi petapa di dalam hutan untuk mencari Nibbàna, Kebenaran sejati.”


Dengan pikiran untuk melepaskan keduniawian yang muncul terus-menerus dalam diri-Nya, Bodhisatta Pangeran berkata, “Kalung mutiara ini akan menjadi imbalan bagi ajaran yang diberikan oleh Putri Kisà Gotami yang mengingatkan-Ku untuk mencari unsur pemadaman, Nibbuti,” melepas kalung mutiara-Nya yang bernilai satu lakh dari leher-Nya dan mengirimkannya kepada Kisà Gotami. Putri sangat gembira dan berpikir, “Sepupuku, Pangeran Siddhattha, telah mengirimkan hadiah untukku karena pikirannya tertuju padaku.”


~RAPB I, pp. 526-527~
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

 

anything