//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Messages - BlackDragon

Pages: [1] 2 3 4 5 6 7 8 ... 11
1
Bro ika yg Termahsyur...
Maaf sebelumnya. _/\_

Saya perhatikan anda hanya bisa mengkritik, nyeletuk, dan menganggap orang salah.
Seolah2 hanya ANDA yg mengerti dan paling BENAR.
Kalo memang anda SEBIJAKSANA yg anda PIKIRKAN, ada baiknya menjelaskan apa yg anda pahami, agar kami semua bisa MENGERTI pemahaman anda.

Tapi kenyataannya sudah bbrp tahun ini, sepertinya Mata anda hanya mengarah ke luar, dan tidak pernah MELIHAT DIRI ANDA SENDIRI.
Semua pendapat orang SALAH... MENURUT ANDA.
Tapi anda pun tidak SANGGUP utk menjelaskan yg BENAR seperti apa.
Kalau hanya bermain kata2, saya rasa TUKANG OBAT di GLODOK pun bisa.

Dan saya rasa juga, apabila di bikin POLING di forum ini dan di Samaghi Phalla, sudah pasti jawabannya rata2 keberatan dgn segala tidak tanduk anda.

Mohon maaf sekali lagi atas kelancangan saya, tapi saya melihat bahwa anda pun tidak sungkan2 untuk LANCANG kpd siapapun. _/\_

2
Kaki Lima / Re: Rupang
« on: 16 June 2009, 01:21:19 AM »
Amulet itu fungsinya utk apa yah bro?
Bedanya apa dgn jimat2 lokal???

3
Theravada / Re: Sotapanna
« on: 14 March 2009, 12:18:42 AM »
Quote
Saya jg tdk mau beranggapan melebih2kan atas apa yg dialami, krn bisa2 malah menghambat latihan.

paling baik adalah tidak melebih2kan & jg tidak mengurang2kan.
jika bisa mencapai jhana, why not?
jika bisa merealisasikan nibbana, it's really good.

Saya setuju bgt dgn bro Tesla, makanya saya bersikap kritis terhadap diri sendiri (tdk menilai berdasar pemikiran sendiri), tetapi tetap mencari masukan pendapat dari bro n sis (yg berpengalaman) sebagai perbandingan agar dapat menilai dgn lebih tepat.
 _/\_


Sangat senang melihat usaha bro BlackDragon......

memang demikianlah cara utk memupuk kebijaksanaan, yg dijelaskan oleh guru Buddha menjadi 3 yaitu :
1. Suttamaya panna : panna/kebijaksanaan yg diperoleh dari literatur2
2. Cintamaya panna : panna/kebijaksanaan yg diperoleh dari praktek
3. Bhavanamaya panna : panna/kebijaksanaan yg diperoleh dari menjalankan bhavana

kesemua panna diatas akan saling menguatkan satu dan yg lainnya

semoga bs bermanfaat

metta

 _/\_

4
[at] BlackDragon

ikut senang jika postingan ini bs bermanfaat.......

Bro Fabian salah satu dari org yg ahli dalam Dhamma yg "benar"...... ikut senang anda bs berdiskusi dengan beliau

metta

 _/\_

5
Theravada / Re: [ask]mencapai arahat
« on: 08 March 2009, 06:44:21 PM »
Quote
kalau tidak ada lagi vedana atau apapun perwujudannya bukan kah sama dengan pembinasahan diri?

menurut saya sorang arahat jaman sekarang saja tidak terlalu berani berkomen banyak dengan statemen nibanna,
apa bos tesla sudah mencapai pantai sebrang?

Saya rasa Bro tesla hanya membahas dari sutta2, dan tidak ada salahnya kok bagi kita yg belum mencapai pantai seberang utk membicarakan Nibbana.
Setidak2nya dapat mengembangkan keinginan luhur utk melangkah di jalan menuju Nibbana.
Asal jgn dipegang erat2 konsep nibbana yg dipahami, krn kan masih lom mengalami.
 _/\_

6
Theravada / Re: [ask]mencapai arahat
« on: 08 March 2009, 06:33:30 PM »
Omongan Nabi memang agak susah dicerna. ^:)^
Antara pemahaman yg tinggi dan pepesan kosong sulit dibedakan. ;)

 _/\_

pepesan kosong ? menurut saya masih ada yg berguna.

sudah jangan disini, sana meditasi saja hus.. hus..

Jadi orang yg mudah tersinggung itu rugi sendiri loh Bro, ;D
Padahal mksd saya yg ini neh:

Quote
Quote from: ika_polim on 09 January 2009, 12:49:26 PM

bukankah pertanyaan anda tsb hanya mampu/layak  dijwb jika sdh "lulus" dari semua bahan utama yang seharusnya anda pahami dan jelas2 berada dekat sekali dgn anda, yaitu "pada kedua telapak tanganmu" ?

ika.


Ini lagi ujian atau lagi diskusi? aneh sungguh aneh "hatred mode on"
Maaf pak ika cara berpikir saya bukan cara berpikir nabi. Kalau baca kedua telapak tangan emang adalah ilmu kwa mia yg belum saya pelajari 

Saya pikir semua sudah tahu sebutan Nabi itu utk siapa.

Lanjuttt...
 _/\_

7
Meditasi / Re: Manunggaling kawula gusti, Jhana dan Nibbana
« on: 07 March 2009, 06:37:45 PM »
Quote
Disini kita melihat bahwa apa yang diterangkan oleh Acharn Maha boowa adalah latihan Vipassana yang dilakukan oleh mereka yang memiliki Jhana, ini sesuai dengan keterangan Mahasi Sayadaw, yaitu bahwa seorang yang memiliki Jhana pertama-tama masuk ke dalam Jhana terlebih dahulu, lalu setelah keluar Jhana memperhatikan batin dan jasmaninya. Tetapi saya rasa untuk lebih pasti mengenai hal ini harus menanyakan kepada bhante Uttamo yang memang berlatih metode yang saya rasa mungkin sejalan dengan metode yang dilakukan oleh Acharn Maha Boowa (oleh karena itu lebih berkompeten untuk menjawab pengalaman Acharn Maha Boowa).

Saya pernah bertanya kpd Bhante Utamo jg, dan beliau mengatakan keadaan tsb terjadi ketika batin benar2 tenang di dalam meditasi yg mendalam, dan sebaiknya dalam keadaan tsb tetap memperhatikan fenomena yg sdg terjadi, jangan malah berpikir atau melekat, hanya memperhatikan.
Kurang lebih masih selaras dgn pendapat om Fab.

Quote
Ada retreat-retreat khusus yang diadakan oleh Yasati (direct Vipassana metode Mahasi Sayadaw), dan yayasan Hadayavatthu (samatha mencapai Jhana, lalu dilanjutkan dengan Vipassana sesuai yang diajarkan oleh Pa Auk Sayadaw)
Selain itu ada juga metode Goenka dan metode Acharn Mun (yang ini tanyakan kepada bhante Uttamo yang lebih mengerti).

semoga bermanfaat,

Thx mudah2an berjodoh.

_/\_

8
Theravada / Re: [ask]mencapai arahat
« on: 07 March 2009, 06:27:18 PM »
Omongan Nabi memang agak susah dicerna. ^:)^
Antara pemahaman yg tinggi dan pepesan kosong sulit dibedakan. ;)

 _/\_

9
Meditasi / Re: Manunggaling kawula gusti, Jhana dan Nibbana
« on: 07 March 2009, 03:19:36 PM »
at [Bro Fabian]

Thx byk atas kesabaran dan ketulusannya menerangkan kpd saya dan lainnya.

 _/\_

10
Meditasi / Re: Manunggaling kawula gusti, Jhana dan Nibbana
« on: 06 March 2009, 10:54:59 PM »
Saya menemukan postingan yg cukup bagus dr Bro markosprawira, sehubungan dgn meditasi dan terputusnya indra:
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=6992.new#new

Quote
Ceramah dari Acariya Phra Maha Bua Nanasampanno
di Wat Bovoranives Vihara, Bangkok; 8 Mei 1962.
(Diterjemahkan & dituturkan oleh: Hananto)

Pada awal melaksanakan latihan, seseorang tentu menemui kesulitan. Hal ini merupakan suatu kewajaran yang dialami umat awam maupun seorang pertapa (bhikkhu) yang benar-benar mempunyai semangat yang tinggi. Mereka menemui kesulitan dan hambatan yang kadang-kadang bisa membuat semangat menjadi
kendor. Bisa pula membuat pikiran menjadi ragu, mampukah diri ini terbebas dari belitan kilesa yang setiap saat mengelilingi diri. Padahal, sebenarnya perasaan itu justru menjadi musuh yang tak diharapkan.

Terkadang seorang bhikkhu dhutanga tinggal jauh di dalam hutan yang berjarak enam atau tujuh kilometer dari pedesaan. Bangun pagi, pergi pindapata. Begitu kembali ke kuti lagi, matahari telah tinggi. Kesempatan itulah biasanya dipergunakan untuk memperhatikan dan mengawasi gerak pikiran. Tak ada waktu yang terbuang sia-sia.

Secara alamiah, pikiran selalu bergerak setiap saat. Bermacam-macam bentuk pikiran yang muncul. Karenanya, kita harus pandai-pandai mengamati dan mengawasinya sebagai usaha untuk meningkatkan sati (penyadaran). Bila kita telah terbiasa dengan usaha ini, kekuatan sati akan mulai muncul dan semakin
kuat dari saat ke saat.

Pikiran amat sulit dikendalikan. Dialah yang justru suka mengendalikan kita. Bila kita membiarkannya sesuka hati, kita akan dibuat susah olehnya. Walaupun misalnya kita sedang berada di Vihara untuk berlatih, pikiran tetap sering sulit masuk dan berada di dalam ketenangan / keheningan. Namun bisa pula, setelah sendirian dan tinggal di tempat yang menakutkan, ternyata pikiran dengan mudah malah masuk ke dalam ketenangan. Di sana kita bisa tinggal tenang dengan penyadaran (sati) yang baik, dan kita bisa mengendalikan pikiran dengan baik. Tak ada perasaan kacau dan gelisah datang mengganggu. Yang ada hanyalah ketenangan dan keheningan yang menyejukkan.

Saat itu bisa kita gunakan untuk menganalisa dan mengurai fenomena Dhamma yang muncul dengan lancar, karena ketenangan samadhi yang amat mendukung, siang dan malam.

Semakin kuat ketenangan samadhi dicapai, semakin kokoh pula batin kita.

Kita bisa merasa bahwa ketenangan batin bukanlah hanya satu lapis, tapi ada beberapa lapis. Dalam lapis pertama, ketenangan belum terasa begitu halus. Masuk ke dalam lapis kedua, terasa semakin halus. Mencapai lapis ketiga, kita tidak lagi merasakan apa-apa. Tidak merasakan adanya badan jasmani. Yang terasa hanya ketenangan dan keheningan serta kebahagiaan yang bersifat alami, penyadaran yang tinggi serta pengetahuan.

Pada saat batin telah menyatu begitu, tak bisa dikatakan dengan tepat, apakah sati (penyadaran) yang mengendalikan pikiran. Sati dan pengetahuan (si tahu) telah menjadi satu (manunggal). Tak lagi jelas siapa mengendalikan siapa. Yang ada hanya 'si tahu'! Badan jasmani tentu masih ada, namun keberadaannya tak lagi kita rasakan. Bila keberadaan badan jasmani tak lagi terasa, maka vedana pun tak lagi tersisa (muncul). Tak ada sesuatu pun tersisa. Begitulah keadaan batin yang telah benar-benar hening. Kita bisa
berlama-lama berada di dalam keadaan ini. Kadang-kadang tiga atau empat jam <bahkan lebih> batin tetap berada dalam keheningan.

Bila kita bandingkan keadaan batin sebelum dan selama berada di dalam keheningan, kita bisa tahu bahwa batin merupakan sesuatu yang amat aneh dan menakjubkan. Dukkha dan bahaya dari lingkaran kehidupan (vatta samsara) ini terasa semakin nyata. Pengembangan batin untuk menuju tingkat yang lebih tinggi lagi, semakin terasa manfaatnya, membuat kita semakin bersemangat.

Di saat batin telah keluar dari ketenangan/keheningan, bila keadaan batin layak bagi perenungan, saat itulah sebagai saat yang baik untuk menganalisa dan mencari tahu tentang kebenaran alamiah dari badan jasmani. Seluruh bagian dari anggota badan jasmani haruslah kita analisa hingga tak ada lagi keterikatan (upadana) yang membebani - tahap demi tahap. Bila keterikatan ini berhasil kita cabut, keadaan selanjutnya merupakan keadaan yang hampa dan hening. Kalaupun masih ada sesuatu terjadi (muncul), kita hanya merasakan sebagai kemunculan sesuatu yang segera lenyap kembali - bagaikan kilatan petir di langit yang cerah. Hanya sekedar muncul dan segera lenyap kembali.

Keadaan ini merupakan kehampaan/keheningan batin yang alami. Merupakan kehampaan/keheningan badan jasmani pula. Namun karena sifat badan jasmani yang kasar, penampakannya bisa muncul di dalam batin. Dengan kekuatan panna (kebijaksanaan) yang cukup, penampakan ini pun segera lenyap pula, tak tersisa. Walaupun penampakan itu sebagai gunung, rumah, ataupun pohon, tentu akan segara padam kembali. Yang tertinggal adalah kehampaan/keheningan alami dari batin.

Dengan kekuatan dan kepiawaian dari panna, kita mampu mengendalikan penampakan yang muncul, misalnya badan jasmani. Kita bisa membuat penampakan badan jasmani bertahan atau memisah-misahkannya, bisa pula membuatnya kecil atau pun besar. Namun, dengan kekuatan panna pula semuanya akan padam dengan
segera - semuanya akan berubah menjadi akasa dhatu. Yang tertinggal adalah keheningan batin - yang bila kebijaksanaan kita belum memadai - bisa menyebabkan keterikatan pula.

Walau kehampaan/keheningan dan batin menjadi satu (manunggal), tapi keduanya adalah berbeda. Saat batin berada dalam keheningan yang dalam, vedana, sanna, sankhara, dan vinnana terlihat jelas. Sedangkan jasmani tidak lagi mengganggu (tidak muncul). Saat itulah kita harus menganalisa dan merenungkan sesuai dengan hukum tilakkhana [aniccam, dukkham, anatta]. Biasanya perenungan terhadap vedana, sanna, sankhara, dan vinnana ini merupakan suatu hal yang amat menarik, membuat kita segera mengerti dan
jelas akan sifat alamiahnya.


Penyelidikan dan pembuktian yang tekun dan terus menerus terhadap gerak batin, membuat kita tahu saat muncul, berlangsung lalu padamnya gerak pikiran tersebut. Kapan pun dan di mana pun kita berada, Dhamma dan batin akan terus berhubungan. Hubungan itu selalu mengarah pada pengetahuan tentang tilakkhana terhadap sesuatu yang berada di dalam diri ataupun di luar diri. Begitupun tentang vedana, sanna, sankhara dan vinnana yang memang mutlak merupakan unsur bagian dalam.

Bila semua itu telah terlewati, tinggal masalah batin dengan batin yang juga merupakan masalah keterikatan (upadana). Dengan sati-panna yang kuat dan bisa bekerja secara otomatis, segalanya akan segera terselesaikan dengan baik. Dikatakan sebagai panna otomatis, karena ia telah mau bekerja dengan
sendirinya tanpa harus dipaksa lagi. Diibaratkan ketika kita baru belajar menulis, misalnya guru menyuruh menulis kata 'anda'. Kita harus mengingat-ingat bagaimana bentuk huruf-hurufnya, lalu bagaimana urutannya
supaya bisa membentuk kata 'anda'. Tapi bila kita telah terbiasa dan pandai menulis, tanpa harus banyak berpikir dan mengingat, kita bisa dengan cepat menulis apa yang kita mau.

Begitulah pada awalnya, panna pun mengalami hal yang serupa. Harus dipaksa, dibimbing dan diarahkan dengan benar. Tanpa dipaksa, dibimbing dan diarahkan dengan benar oleh guru yang baik, proses otomatis itu tak akan bisa dicapai.

Badan jasmani ataupun sabhava dhamma lain yang muncul, bisa diibaratkan sebagai kertas tulis. Sanna (ingatan), kita ibaratkan sebagai garis yang terdapat di kertas tersebut. Sedangkan panna (kebijaksanaan) kita ibaratkan sebagai seorang yang sedang menulis. Agar mendapatkan hasil tulisan yang baik dan rapi, penulis haruslah menulis mengikuti garis lurus yang ada pada kertas tersebut.

Bila panna telah benar-benar ahli dan bekerja secara otomatis dalam segala posisi [berdiri, duduk, berjalan maupun berbaring], maka saat kita berada pada posisi apa pun, telah merupakan suatu usaha yang penuh arti dan akan segera nampak hasilnya. Sati-panna semacam ini, merupakan sesuatu yang sanggup melindungi diri. Dan 'pengetahuan' pun akan segera muncul, bagaikan cahaya yang muncul dari api. Hal ini disebabkan perenungan terhadap fenomena (sabhava dhamma) yang muncul, misalnya tubuh kita sendiri yang pada dasarnya tak terlepas dari hukum tilakkhana, telah merupakan magga (jalan) yang benar. Panna bekerja dengan penuh kekuatan, menganalisa badan jasmani hingga mampu melepas keterikatan terhadap badan jasmani, juga terhadap vedana, sanna, sankhara, dan vinnana.

Pada awalnya, kita menyangka bahwa baik dan buruknya sesuatu berada di tempat lain, yaitu pada sesuatu tersebut; bukan di dalam pikiran kita. Baik dan buruk terletak pada rupa, suara dan lain-lain. Kita memuji dan mencela pada sesuatu yang kita lihat. Padahal itu semua tidaklah benar. Itu semua dikarenakan panna kita masih tumpul, belum mengetahui dengan sebenarnya. Membuat kita terikat pada semua yang kita lihat dan kita rasa. Yang benar adalah rupa, suara dan lain-lain hanyalah merupakan suatu fenomena (sabhava
dhamma) yang menjadi sebab munculnya berbagai perasaan di dalam pikiran, yaitu suka, tidak suka dan lain-lain.

Di dalam merenungkan segala macam sabhava Dhamma, sebelum mampu melepaskan keterikatan padanya, misalnya terhadap badan jasmani, kita harus mampu mencapai tahap mengetahui kebenaran (kesunyataan) dari badan jasmani tersebut, hingga tidak ada lagi perasaan suka maupun tidak suka.

Jadi yang penting adalah 'pengetahuan tentang kesunyataan', yang menjadi dasar dari pelepasan keterikatan terhadap panca khandha (nama-rupa).

Penolakan kebenaran sebagai bukan kebenaran adalah kilesa, tanha atau avijja. Karenanya, kita harus melakukan penganalisaan dengan benar. Bila belum tahu dengan sebenarnya, itu namanya 'pengetahuan' yang masih di bawah kekuasaan avijja. Hal ini bisa diketahui pada saat batin memasuki tahap hampa/hening, pengetahuan ini akan muncul sebagai pengetahuan yang bersifat  aneh dan menakjubkan. Karena sifatnya yang aneh dan menakjubkan ini, bisa membuat kita menyangka bahwa kita telah mencapai nibbana. Padahal,
<sebenarnya> keheningan dan pengetahuan serta perasaan yang muncul adalah suatu kondisi dari penganalisaan yang bekerja secara pulang balik dengan terus menerus, sehingga tahu bahaya dari pengetahuan yang belum benar. 'Pengetahuan yang belum benar' ini sifatnya sama dengan sabhava dhamma
lainnya yang bisa menimbulkan keterikatan --kasar, menengah, maupun halus.

Bila kita telah mempunyai 'pengetahuan yang benar', maka kesemuanya bisa benar-benar dilepaskan. Dalam proses pelepasan ini, tidaklah sekedar melepas begitu saja, seperti yang kita duga. Tetapi ada suatu kondisi yang belum pernah kita rasa yang tidak bisa diceritakan dengan kata-kata. Proses itu adalah proses di mana batin melepaskan diri <dari konsep atta>, yang belum pernah kita alami sebelumnya. Perasaan ini sama sekali tak sama dengan saat batin sedang manunggal dan hening. Proses ini adalah proses batin sedang melepas bhava (kondisi kehidupan), memutus jati (kelahiran) dan memutus sammuti (keadaan maya). Merupakan suatu hal yang benar-benar menakjubkan, tak ada bandingannya.

Itulah proses batin yang sedang membasmi kesesatan (micchaditthi). Membuat kita sadar akan bahaya yang selalu mengancam di dalam kehidupan. Tahu akan bahaya dari patipada (cara/jalan) yang pernah kita lakukan, yang kadang benar, kadang salah. Kini kita tahu, bagaimana patipada yang benar hingga mencapai svakkhata dhamma (dhamma yang sempurna) dan niyyanika dhamma (dhamma yang bermanfaat) sejati.

Pada saat batin sedang menyelesaikan pekerjaannya, serasa tak ada sesuatu yang lain yang mengganggu dan menghambat, selain pikiran itu sendiri --yang menimbulkan persoalan dan membakar diri sendiri.

Yathabhutam nanadassanam, tahu dan mengerti sesuai dengan kesunyataan segala sabhava dhamma, membuat kita tidak lagi mencela atau memuji semua itu, termasuk tidak mencela dan memuji diri sendiri. Sammuti di dalam maupun di luar diri sudah tidak ada lagi. Batin yang telah mencapai tingkat ini disebut visuddhi citta, terbebas dari sammuti. Vimutti hanyalah sekedar nama, seperti nama-nama benda lainnya --tidak kelihatan begitu penting. Namun perlu diberi nama, sebagai nama sebuah tujuan yang layak dicapai. Bila
telah mencapainya, tak ada persoalan dengan nama.

Yang penting adalah perasaan bahwa diri ini bodoh, pandai, suci, kotor dan lain-lain telah padam. Apa pun pemunculan yang berhubungan dengan mata, telinga, hidung, lidah, tubuh dan pikiran hanyalah sekedar pemunculan. Batin sekedar tahu, tak menimbulkan beban dan kekhawatiran lagi. Bagaikan kesembuhan dari suatu perawatan luka yang membutuhkan obat setiap saat, hingga lukanya tertutup dengan baik dan sembuh. Dan akhirnya tidak memerlukan perawatan dan obat lagi.***

Jawaban dr om fab saya lihat selaras dgn kata2 dr Acariya Phra Maha Bua Nanasampanno,
tapi bgmn tanggapan om fab dgn tulisan yg berwarna hijau?
Tentang terputusnya indra pada saat Batin menjadi hening?
Dan apakah berbeda dgn proses Nimitta?

Tulisan berwarna ungu: yg langkah yg harus dilakukan ketika Batin mencapai keadaan itu.

Tulisan Bold hitam: Hati2 kpd meditator yg merasa dirinya sudah mencicipi Nibbana palsu. ;)

Mudah2an bermanfaat positif bagi yg membutuhkan. :)

 _/\_

11
Mencerahkan Bro. _/\_

Saya pinjam postingannya utk diskusi dgn Bro fabian yah Bro.
Kebetulan nyambung. ;D
Thx
 _/\_

12
Meditasi / Re: Manunggaling kawula gusti, Jhana dan Nibbana
« on: 06 March 2009, 09:28:13 PM »
Om Fabian yg baik dan sabar, ;D

Quote
Ini adalah pengalaman yang baik sekali tetapi masih dikotori berbagai fenomena batin.
Setuju om krn jelas2 masih ada lobha yg kuat disana. _/\_

Quote
Pada suatu sesi interview, Pa Auk Sayadaw mengatakan bahwa kebahagiaan / kedamaian Jhana sangat menyenangkan, diatas itu kedamaian yang timbul dari Vipassana, dan yang tertinggi adalah kedamaian pencapaian Nibbana.

Wow... keadaan yg sy alami saja Damai nya sangat2 luar biasa, gmn nibbanna yah? :o
Harus lebih giat lagi neh. ;D ;D ;D
Di vippassana kedamaiannya hasil dari apa yah?
Hasil dari Pelepasan, atau ada jhana vippasana jg om fab? _/\_

Quote
Sebenarnya kesadaran hanya memiliki satu objek pada satu waktu (menurut Abhidhamma), bila konsentrasi kuat maka perhatian hanya terpaku pada satu objek. Jadi bila konsentrasi menguat bila kita memperhatikan napas misalnya, bagian tubuh yang lain tak nampak, karena perhatian tak pernah meloncat ke bagian tubuh yang lain. Hanya memperhatikan napas.

Sesuatu yang tak diperhatikan maka ia tak nampak (seperti umpamanya saudara melihat ke layar komputer ini) apa yang ada disekeliling saudara tak anda sadari bila konsentrasi saudara kuat, dan saudara kembali menyadari bila kesadaran mulai beralih kesekeliling saudara.

Ini bisa disamakan dgn putus nya kesadaran indra sementara tdk om?
atau setidak2nya putusnya persepsi kpd indra? _/\_

Quote
Bila memungkinkan ada baiknya saudara Black Dragon berlatih intensif dibawah bimbingan seorang guru yang memang telah menguasai bidangnya, Pengalaman saudara menunjukkan bahwa pada dasarnya saudara memiliki sati yang cukup kuat.

Bisa kasih referensi om fab?
Krn sudah bertanya bbrp Sangha(aliran tertentu), malah jawabannya tdk nyambung. ;D

13
Meditasi / Re: Misteri.... Nimitta Nafas
« on: 06 March 2009, 04:23:33 AM »
Nice Bro tesla,
sekalian semuanya donk bro, biar kita yg bodoh bahasa asing dapat mengerti juga.

 ^:)^ ^:)^ ^:)^

14
Saya mau juga deh Bro, kalo di RP in jadi brp yah?
dan saya kirimnya ke mana?
(padahal pusing pake bahasa asing, tp mdh2an ngerti2 dikit) :'( :'( :'(

15
Meditasi / Re: Pengalaman meditasi objek api/lilin
« on: 06 March 2009, 04:03:22 AM »
Bro saya juga sedang membahas pengalaman yg sama dgn bro alami walaupun berbeda tehnik, coba masuk ke http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=9267.msg157022#msg157022
Siapa tahu bermanfaat, dan bisa ikut berpendapat.

 _/\_

Pages: [1] 2 3 4 5 6 7 8 ... 11