ah ente yang g****k...sini gua buktiin....
Muhammad itu yang tidak mencapai kesucian tertinggi
. Muhammad adalah yang memiliki LDM [2]
. Setiap yang memiliki LDM adalah yang tidak mencapai kesucian tertinggi
lalu
. Muhammad adalah yang memiliki istri 4
.setiap yang memiliki istri 4 adalah yang memiliki LDM
atau simplenya
. Muhammad adalah yang memiliki LDM
. Muhammad adalah yang memiliki istri
= Setiap yang memiliki istri adalah yang memiliki LDM
Ini logika umat Buddha, lalu anda bertanya darimana "setiap yang memiliki istri adalah yang masih memiliki LDM" dan bertanya premis-premisnya
Jawaban sudah diberikan di sepanjang thread ini, singkatnya:
premis2nya:
1. Yang memiliki istri berhubungan seks
2. Seks dilakukan atas dasar nafsu duniawi
3. Nafsu adalah salah satu bentuk Lobha, salah satu dari LDM
4. Jadi, Yang memiliki istri masih memiliki LDM (kecuali kalau tidak berhubungan seks lagi)
Lalu bro deva19 menjawab dengan argumentasi:
1. "sang Budha memiliki istri"
2. 'dan ini tidak harus ditafsirkan "semua pembunuhan tercela" atau "semua hubungan seks harus dijauhi"
3. "semua arahat" itu berbeda dengan "semua yang tercerahkan".
4. dari mana asal-usul keyakinan bahwa seseorang yang telah tercerahkan sempurna itu tidak akan/tidak bisa/tidak boleh mengambil seorang wanita untuk menjadi istrinya?
5. "ketika seseorang melakukan hubungan seks, sesungguhnya ia keluar dari wilayah ilahiah. Maka selama hubungan seks tersebut berlangsung ia akan berperilaku seperti orang gila, kehilangan rasa malu, ..dst. Tetapi setelah ia mandi janabah dengan cara-cara yang benar (lahir batin), maka ia kembali masuk ke dalam wilayah ilahiah."
Saya coba jawab:
1. Pada saat itu, meninggalkan rumah tangga menjadi pertapa sudah sama dengan perceraian
2. apa di Al-Quran ayat-ayatnya pakai kata "semua" supaya gak ada salah tafsir?
3. benar sekali, karena Zen Buddhism mengenal "pencerahan parsial". Orang-orang tercerahkan
belum tentu sudah mencapai arahat, orang-orang yang mencapai pencerahan belum tentu mencapai arahat, mungkin baru sampai sotapanna, sakadagami, anagami.
Tapi kalau kita bicara konteks Nibbana, yang mencapai nibbana adalah seorang arahat.
Arahat juga berbeda dengan Buddha. Tibetan Buddhism selalu menekankan: Buddha, yang telah mencapai pencerahan yang
lengkap dan sempurna, dengan kata lain pencerahannya Arahat biasa kurang lengkap dan sempurna dengan Buddha.
4. Secara nafsunya sudah padam, tidak bisa mendiferensiasi kecantikan, kemolekan, kesexyan, tidak memerlukan lagi kebahagiaan lain karena sudah mencapai kebahagiaan tertinggi, dengan kata lain otaknya IMPOTEN.
Inilah yang kusebut manusia yang telah tenang. Yaitu manusia yang tidak mengejar kesenangan, yang tidak memiliki ikatan apa pun, yang telah melampaui tarikan kemelekatan.
5. Dengan kata lain keadaan pencerahan itu bisa hilang? Bisa turun tingkat?
Hal ini pernah dibahas dalam Zen Buddhism, tapi hanya untuk
pencerahan parsial, yang lebih rendah dari Sotapanna. Sotapanna sudah tidak bisa turun tingkat, sudah teguh.
Ini membuktikan perbedaan doktrin agama anda dengan agama saya, karena di agama saya tidak bisa "membuang keilahian" ketika sudah mencapai tingkat tertinggi. Kalau udah arahat ya mentok Final gak bisa turun atau dikesampingkan
Sekarang kita bahas logikanya Deva19. Logikanya aristoteles sih aku gak ngerti, tapi masalahnya di premis-premis awal deva19
1. Nabi Muhammad itu orang yang mencapai kesucian tertinggi. (yang dimaksud kesucian tertinggi di sini, dalam keyakinan mereka berarti kesucian yang dicapai oleh sang Budha. Dengan demikian, saya telah menyatakan bahwa kesucian Nabi Muhammad setingkat dengan kesucian yang dicapai oleh sang Budha. )
Muhammad mencapai kesucian tertinggi karena…
muhammad adalah yang telah mencapai nibbana sedangkan…
setiap yang mencapai nibbana adalah yang telah mencapai kesucian tertinggimasalahnya disini apa definisi kesucian tertinggi menurut agama Buddha? Jelas, Kesucian tertinggi = Nibbana. Sehingga, ini adalah circular logic (logika muter-muter), yang mana bisa dibalik seperti ini:
Muhammad mencapai nibbana karena…
muhammad adalah yang telah mencapai kesucian tertinggi sedangkan…
setiap yang mencapai kesucian tertinggi adalah yang telah mencapai nibbana
lalu saya bertanya lagi, darimana premis "Muhammad mencapai Nibbana" ?
dia jawab:
karena muhammad telah bertajalli Allah.
Sedangkan…
setiap yang bertajalili Allah berarti mencapai nibbana.
dari sini timbul lagi pertanyaan, darimana premis "setiap yang bertajalili Allah berarti mencapai nibbana" ?
Sehingga masalahnya bukan terletak di sistem logika aristoteles yang usang, tapi dari otaknya bro Deva19 yang terus menerus memberikan premis yang gak jelas asal usulnya. Kalau mau dirunut:
- Muhammad mencapai kesucian tertinggi, karena
- Muhammad mencapai Nibbana, karena
- Muhammad telah bertajalli Allah, Sedangkan…setiap yang bertajalili Allah berarti mencapai nibbana
Kalau aku tanya lagi darimana premis "setiap yang bertajalili Allah berarti mencapai nibbana", bisa-bisa dia keluarin premis baru.....gak selesai-selesai
Btw, apa bisa disimpulkan bahwa Muhammad mencapai kesucian tertinggi karena Muhammad telah bertajalli Allah? (A=B, B=C, maka A=C) Kemudian, muncul juga kesimpulan lain, bahwa :
setiap yang bertajalili Allah berarti mencapai nibbana
Musa telah bertajalili Allah
Musa mencapai Nibbana
Yesus telah bertajalili Allah, Yesus juga mencapai Nibbana
apa iya?