Untuk mengingatkan (pernah dipost ama Pus) :
Doeloe ketemu ada 1 org yg bapaknya jagal babi. Itu anak begitu tekun
dan rajin mempelajari dhamma sampai ia berkesimpulan bapaknya itu
melakukan pekerjaan yg TIDAK BENAR. Bapaknya sampai pusing menghadapi
anaknya yg selalu menegur terus menerus.
Kita sebut saja si Abeng dan bapaknya si A Cui.
Suatu hari ada seorg bernama A Hin yg datang kerumah mrk yg sebenarnya
termasuk tdk layak ditempati, A Beng menggunakan kesempatan itu utk
memojokkan bapaknya yg menjadi jagal babi.
"Ko, bener gak di agama Buddha dilarang membunuh ?" tanya Abeng dgn
semangat. Ahin ngejawab,"Ya sebenarnya kata2nya berjanji menghindari
pembunuhan.Memang kenapa ?"
"Itu sipapa udah melakukan pekerjaan yg tdk benar dgn membunuh, nanti
karmanya berat ,bisa2 terlahir dialam binatang."
A Cui si bapak cuma bisa terdiam tdk bisa menjawab, hatinya penuh
perasaan yg membuatnya menjadi kacau, Acui berpikir,"Dosa apa punya
anak seperti ini ?" Akhirnya Acui tdk tahan dan ia berteriak," Kalau
kamu itu sekolah darimana ? Makan darimana ? Mau jadi anak durhaka ya ?"
Ahin mengenal keluarga itu memang sudah 2 generasi menjadi jagal babi.
Tinggal Abeng anak laki satu2nya yg masih muda dan kuliah di satu
universitas swasta ternama.
Ahin melihat bahwa Abeng mengalami keracunan dharma yg parah, semua
ditinjau dari kacamata dharma menurut dharmanya sendiri atau yg
didengar, yg artinya belum belajar menjadi pengamat tapi baru
pengkritik. Abeng bisa berbicara panjang lebar mengenai Tilakhana,
membawa2 cuplikan dari sutta2 seperti Kalama Sutta dsbnya.
Tapi Ahin menyadari kalau Abeng itu masih belum memahami baru sekedar
menghafal ajaran Buddha Dharma.
Ahin akhirnya mencoba menengahi masalah ini, ia berkata,"Beng, kamu
harusnya belajar memahami dan mengerti dahulu. Ko Acui sekolah sampai
kelas berapa ?"
Acui membalasnya sambil menghela napas," Boro2 sekolah ko, ko khan tau
kondisi keluarga kita dari jaman papa masih idup, susah sekali. Papa
tuh menabung uang dari menjagal sampai kita bisa beli rumah dan jg
perabotnya. Dari situ ekonomi kita lumayan, pelan2 bisa nabung."
Abeng langsung dgn menyolot ngomong, "itu alesan si papa dari jaman
dulu, bilang gak pendidikan segala macem. Org itu mesti belajar. Jgn
seenaknya membunuh babi."
Ahin langsung memotong kata2 Abeng dgn keras,"Ayahmu itu org yg
berpendidikan rendah , apa yg dia pelajari adalah dari menjagal babi,
selayaknya kamu sebagai anaknya yg dibiayai dgn uang menjagal
menyadari bahwa ayahmu itu juga tidak mau menjadi jagal babi, kalau
bisa ia maunya menjadi boss pemilik restoran atau juga bos pemilik
pabrik."
Ahin melanjutkan kata2nya,"Hargailah jerih payah bapakmu dgn
menghormati, bukan menghakimi pekerjaannya yg menjadi jagal babi. Jika
kamu memang mau mengubah nasib, ayahmu juga berusaha mengubah nasib
kamu. Ia bersusah payah setiap pagi, bermandikan darah dan bau amsi
demi selembar dua lembar rupiah yg ia berikan padamu utk kamu sekolah
agar pintar dan tidak menjadi jagal babi."
"Benar kata ko Ahin, siapa sih yg mau jadi jagal babi ? Justru saya
kerja keras , hidup irit demi anak biar tidak jadi jagal babi." Acui
melanjutkan kata2nya,"Saya dari umur 7 sdh membantu papa menjadi jagal
babi hingga umur 50 ini. Apa yg asya bisa lakukan adalah berharap agar
anak2 saya bisa hidup lebih enak dr saya."
Abeng masih ngotot, "Jagal babi itu tdk baik, akibatnya karma buruk
nantinya, saya kasihan sama papa, gak mau kena karma buruk."
Ahin lantas ngomong,"Papamu tdk melanggar aturan negara, tdk menjual
heroin, menjadi germo. Apa yg ia kerjakan karena pengetahuan yg ia
dapat dari kecil."
"Karma buruk atau baik bukanlah kita bisa menilai begitu saja dari
pekerjaan yg dilakukan tapi jg pikirannya. Ayahmu sudah berusaha
mencoba memutuskan lingkaran karma sebagai penjagal babi, ia menaruh
harapan di dirimu agar tidak mengikuti jejaknya. Selayaknya kamu jg
menghormati ayahmu dgn tidk mengucapkan KARMA BURUK semata.Cobalah
menjadi bijak dalam dharma bukan pintar dalam dharma."
Akhirnya Abeng terdiam dan menerawang masa lalunya , ia diberikan uang
jajan, disekolahkan , diberi makan, diberi pakaian. Semua berkat
bapaknya yg menjadi jagal babi. Terbayang bapaknya bersimbah peluh
bercampur keringat dan bau amis yg menyengat hidung. Terbayang wajah
bapaknya yag kelelahan demi masa depan dirinya."Siapakah aku sehingga
berhak menghakimi bapakku ini"tanya Abeng dalam hatinya.
Abeng membuka mulutnya,"Maaf papa, Abeng selama ini salah menilai.
Abeng hanya melihat kulit saja tanpa mencoba menyelami apa yang papa
kerjakan. Abeng berjanji akan menjadi orang yg sukses dan memberikan
kebahagiaan pada papa. Abeng akan memberikan papa apa yg papa telah
berikan kepada Abeng, Abeng berjanji akan merawat papa dan menghargai
jerih payah papa dan engkong selama ini yg berusaha agar keturunannya
lebih baik lagi."
Memandang dari satu sisi memang bisa melihat sejuta keburukan, apakah
dharma hanya memiliki satu sisi saja ?
Siapapun di dunia ini hampir 99 % menilai dari satu sisi, yaitu sisi
yg menurut kita terbaik bagi diri kita, sehingga kita seolah2 sudah
menjadi Buddha dalam berkata dan menilai org lain.
Katanya, semua menilai dari buku atau sampul luar sehingga ada pepatah
Jgn menilai suatu buku dari covernya saja.
Sumber : Milis Dharmajala.- ardian_c [at] yahoo.co.id
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=5637.0