Buddhisme Awal, Sekte dan Tradisi > Theravada

AbhiDhamma Class

<< < (51/52) > >>

markosprawira:

--- Quote from: bond on 28 September 2009, 05:26:48 PM ---
--- Quote ---gpp kalo ga sependapat kok bro.... khan demikian proses panna yg gradual/bertahap

menolak melakukan hal yg melanggar sila : seperti yg saya udah bahas di depan, sesungguhnya ga semata terdiri dari dosa saja, namun pada momen itu muncul banyak citta misal
- menolaknya itu sendiri dosa mula citta
- menolak krn apa? bisa karena melekat pada sila. Bisa juga karena ada panna yg benar.
--- End quote ---

Berarti dengan menolaknya itu sendiri kita telah melakukan akusala dan akan berakibat akusala, bukankah begitu. Jadi bagaimana agar ketika kita dihadapkan masalah itu agar menolak yg akusala tidak berbuah akusala lagi?
--- End quote ---

selama kita masih putthujhana, kita belum bisa membuat 1 perbuatan tidak membuahkan akibat bro..... itu hanya ada di arahat karena batinnya sudah kiriya

berbeda dengan batin putthujhana yang masih kusala - akusala, itu kenapa masih terus ada kusala dan akusala vipaka juga


--- Quote from: bond on 28 September 2009, 05:26:48 PM ---
--- Quote ---yg lebih rumit lagi sesungguhnya kenapa bisa muncul suatu situasi yg membuat kita "menolak", adalah sesungguhnya karena ada keselarasan, bro........ sesuai konsep Law of Attraction bhw akusala akan mengundang akusala berbuah, demikian juga kusala akan mengundang berbuahnya kusala  Grin.
--- End quote ---

Saya setuju jika kita dikondisikan untuk menolak hal2 yg melanggar sila adalah suatu akusala vipaka tetapi jika menolak =akusala citta artinya akusala vipaka direspon dengan akusala citta yaitu dosamula citta. Dengan demikian bukankah ini malah mempertebal akusala jika konsepnya menolak adalah selalu dosamula citta atau akusala.

Saya lebih melihat ketika kita menolak dengan panna. Disana tidak muncul akusala citta. Artinya akusala vipaka direspon dengan kusala citta. agar kondisi akusala berikutnya tidak muncul dan menjadi kusala.

Penolakan disini saya lebih melihat sebagai suatu ekspresi tindakan. nah tinggal apa yg melatar belakangi tindakan itu yaitu kondisi batin kita.

Jadi bagaimana sikap batin bro ketika bro diajak untuk melanggar sila dan tindakan yg dilakukan, menolak atau tidak menolak? ;D

 _/\_

--- End quote ---

kembali pada konsep LOA diatas bro.... kenapa bisa muncul akusala vipaka? krn kondisi kita akusala juga.... simpel khan?

nah ketimbang melakukan reaktif, bukankah lebih baik jika kita melakukan yg preventif, yaitu mengusahakan agar kondisi akusala tidak muncul?  _/\_

markosprawira:

--- Quote from: bond on 29 September 2009, 08:09:48 AM ---Apakah ada di dalam kitab abhidhamma tertulis bahwa "menolak"  itu selalu dosamula citta dan disertai contohnya..
Jika tidak ada, kalimat yg tertulis mana yg ada didalam abhidhamma yg dijadikan acuan sehingga muncul kesimpulan 'menolak' selalu=dosamulacitta.



Jika ada bisa saya minta referensinya beserta isinya?...sehingga bisa menjadi bahan ehipasiko saya lebih lanjut .. _/\_



--- End quote ---

Akusala citta adalah kesadaran / pikiran yang mengandung akusala hetu.

Di dalam Buddha Dhamma dikenal ada 6 hetu (akar), yaitu:

Kusala hetu 3: Alobha, Adosa, dan Amoha.
Akusala hetu 3: Lobha, Dosa, dan Moha.
 

Pengertian masing-masing hetu di dalam Paramattha Dhamma:

1. Alobha adalah sikap batin yang tidak melekat terhadap objek.
Catatan: sikap batin tidak melekat terhadap objek bukan berarti menolak objek.

2. Adosa adalah sikap batin yang tidak menolak terhadap objek.
Catatan: sikap batin tidak menolak terhadap objek bukan berarti melekat terhadap objek.

3. Amoha adalah sikap batin bijaksana / panna.

4. Lobha adalah sikap batin yang melekat terhadap objek.

5. Dosa adalah sikap batin yang menolak terhadap objek.

6. Moha adalah sikap batin yang tidak bijaksana, tak dapat membedakan kusala dan akusala, tak dapat berpegang teguh pada objek serta tak dapat menetapkan hati atas kebenaran.


mengenai dosa mula citta secara ringkas, silahkan baca di :
http://www.buddhistonline.com/dsgb/ad10.shtml

silahkan dibaca2 dulu karena rekan2 sepertinya masih belum bisamembedakan antara 1 perbuatan yg dianggap hanya 1 citta saja seperti menolak tapi dengan panna dengan yg seharusnya dilihat momen per momen

contoh lainnya yg sering dibahas di kelas adalah "mercy killing" -> membunuh dengan cinta kasih  :))
atau kisah robin hood : mencuri tapi utk didanakan

markosprawira:

--- Quote from: marcedes on 28 September 2009, 10:50:54 PM ---imo, tidak selamanya menolak itu menimbulkan akusala[dosa] alias kebencian,,bisa juga menolak karena kebijaksanaan...

maklum saya berpendapat begini, karena apa yg bro markos katakan tidak sesuai dengan apa yg terjadi kenyataan terutama apa yang saya rasakan sendiri.




--- End quote ---

bro marcedes coba dilihat lagi tulisannya yah karena ada 2 hal yg bertolak belakang:


--- Quote ---tidak selamanya menolak itu menimbulkan akusala[dosa] alias kebencian
--- End quote ---

tapi dilanjutkan


--- Quote ---bisa juga menolak karena kebijaksanaan
--- End quote ---

pernyataan diatas menolak menimbulkan tapi di bawah menyiratkan disebabkan oleh, mungkin bisa diklarifikasi mana yg benar?  _/\_


Mengenai apa yg anda rasakan : saya tidak akan berargumen tentang pengalaman seseorang karena semua tergantung pada kondisi batin setiap orang

Tapi tolong dilihat kembali postingan2 sebelumnya bhw ada perbedaan antara "perasaan/vedana" dengan citta
- perasaan anda mungkin merasa netral, tapi citta di javana ga mungkin netral
- perasaan anda mungkin menyenangkan, tapi citta anda bisa aja akusala (moha + lobha)
- tapi saat anda muncul dosa mula citta, perasaan anda PASTI tidak menyenangkan

berikut sedikit ringkasan mengenai dosa mula citta dari http://www.buddhistonline.com/dsgb/ad10.shtml

- Perasaan yang muncul dalam dosa mula citta adalah domanassa vedana (perasaan yang tidak menyenangkan).
- Patigha merupakan padanan kata dari dosa / kebencian / faktor batin yang menolak terhadap objek.
- Di dalam dosa mula citta tidak mungkin muncul miccha ditthi, karena sifat miccha ditthi adalah berpegang / erat terhadap pandangan keliru, sedangkan dosa mula citta sifatnya menolak.

jadi sesungguhnya sangat simpel sekali citta kita dalam keseharian yaitu :
- jika melekat -> lobha
- menolak -> dosa
- ragu2 -> vicikiccha (moha mula citta)
- gelisah, tidak bisa diam pada 1 objek -> uddhacca

Seperti kasus yg saya sebut diatas :

- Mercy Killing -> sering disebut euthanasia.
Orang sering berargumen bhw hal ini dilakukan karena kasihan/karuna terhadap si pasien. Tapi utk dapat melakukan pembunuhan (walau secara tidak langsung), mari dilihat secara batin :
Akusala kamma patha : Membunuh
Akusala citta yang mungkin terlibat :Dosa mula citta

- Robin Hood :
Sering muncul juga argumen bhw itu adalah Mencuri yang baik karena hasilnya didanakan. Tapi mari kita lihat kembali kondisi batin yg membuat org mencuri :
Akusala kamma patha : Mencuri
Akusala citta yang mungkin terlibat : Lobha mula citta 8, dosa mula citta 2
Lobha utk kepentingan diri sendiri, sedangkan dosa adalah menolak obyek.

2 contoh diatas bukan berarti bhw yg dilakukan itu 100% akusala loh namun sebagai gambaran bhw dalam 1 perbuatan yg "dilematis" seperti itu, kita harus jujur bhw telah terjadi akusala, pun sekaligus berganti2 dengan kusala citta juga karena hanya 2 jenis citta ini yg ada dalam putthujhana

Detail diatas adalah sebagai gambaran teoritis kondisi batin yg karena sedemikian halus sehingga kita belum bisa melihatnya secara seksama  _/\_

bond:
Kalo baca dari linknya saya berkesimpulan dosa memiliki sifat menolak objek. Tetapi menolak objek belum tentu dosa.

Malah saya melihat menolak objek ada 4 hal yg melatar belakangi/pemicu karena dosa, moha, lobha atau panna.

Dan perlu diketahui pula bahwa citta ataupun vedana yg muncul tiap moment selalu ada pemicunya. Dan bila pemicunya ini akusala maka hasil yg muncul dari pemicu itu juga akusala tetapi bisa tidak berkembang akusala dan menjadi langsung menjadi kusala jika ada sati dan panna yg memotong akusala tadi sehingga bisa dikatakan pemicu yang kusala menghasilkan kusala juga.

Maaf saya memang tidak tahu bahasa abhidhamma jadi menggunakan bahasa keseharian saja. Saya kira jika tidak mencapai titik temu maka biarlah ini tetap menjadi suatu perbedaan dan hal ini dijadikan bahan spiritual research di batin kita masing2.

Thanks bor Markos dan Marcedes untuk diskusi yg menarik .


 _/\_



markosprawira:
jika berkenan, mungkin bro bond bisa berhubungan dengan guru abhidhamma yg lebih berkompeten seperti pak pandit j kaharudin atau pak selamat rodjali karena saya memang sulit untuk bisa menerangkan lebih lanjut

 _/\_

Navigation

[0] Message Index

[#] Next page

[*] Previous page

Go to full version