//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Penahbisan Bhikkhuni menurut Cullavagga, Vinaya Pitaka versi PTS (CULLAVAGGA X)  (Read 8989 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
berikut ini tentang Penahbisan Bhikkhuni yang diterjemahkan dari Cullavagga Bab X, Vinaya Pitaka Vol. 5, PTS.
« Last Edit: 12 January 2017, 09:18:27 PM by Sumedho »

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Penahbisan Bhikkhuni menurut Cullavagga, Vinaya Pitaka versi PTS
« Reply #1 on: 08 February 2012, 11:23:50 AM »
CULLAVAGGA X
Tentang Bhikkhunī


Pada suatu ketika Yang Tercerahkan, Sang Bhagavā, sedang menetap di antara penduduk Sakya di Kapilavatthu di vihara Banyan.  Kemudian Gotamid, Pajāpatī yang Agung, menghadap Sang Bhagavā; setelah mendekat, setelah menyapa Sang Bhagavā, ia berdiri dalam jarak selayaknya. Setelah berdiri dalam jarak selayaknya, Gotamid, Pajāpati yang Agung, berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut:

“Yang Mulia, baik sekali jika perempuan boleh diperbolehkan meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah dalam dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Penemu-kebenaran ini.”

“Hati-hati, Gotami, tentang pelepasan keduniawian perempuan dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah dalam dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Penemu-kebenaran ini.” Dan untuk ke dua kalinya … Dan untuk ke tiga kalinya Gotamid, Pajāpati yang Agung, berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut: “Yang Mulia, baik sekali …”

“Hati-hati, Gotami, tentang pelepasan keduniawian perempuan dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah dalam dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Penemu-kebenaran ini.”

Kemudian Gotamid, Pajāpati yang Agung, karena berpikir: “Sang Bhagavā tidak memperbolehkan perempuan meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah dalam dhamma dan disiplin ini yang dinyatakan oleh Sang Penemu-kebenaran,” berduka, bersedih, dengan wajah basah oleh air mata dan menangis, setelah berpamitan dengan Sang Bhagavā, pergi dengan Beliau di sisi kanannya. ||1||

Kemudian Sang Bhagavā setelah menetap di Kapilavatthu selama yang Beliau kehendaki, melakukan perjalanan menuju Vesālī. Secara bertahap, berjalan kaki dalam perjalanan itu, akhirnya Beliau tiba di Vesālī. Sang Bhagavā menetap di sana di Vesālī di Hutan Besar di Aula beratap segitiga. Kemudian Gotamidm Pajāpati yang Agung, setelah memotong rambutnya, setelah mengenakan jubah kuning, melakukan perjalanan menuju Vesālī bersama dengan beberapa perempuan Sakya, dan akhirnya mereka mendekati Vesālī, Hutan Besar, Aula beratap segitiga. Kemudian Gotamid, Pajāpati yang Agung, kakinya membengkak, tubuhnya tertutup debu, dengan wajah basah oleh air mata dan menangis, berdiri di luar teras utama. [253] Yang Mulia Ānanda melihat Gotamid, Pajāpati yang Agung berdiri di luar teras utama, kakinya membengkak, tubuhnya tertutup debu, dengan wajah basah oleh air mata dan menangis; melihatnya, ia berkata kepada Gotamid, Pajāpati yang Agung sebagai berikut:

“Mengapa engkau, Gotami, berdiri … dan menangis?”

“Karena, Yang Mulia Ānanda, Sang Bhagavā tidak memperbolehkan perempuan meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah dalam dhamma dan disiplin ini yang dinyatakan oleh Sang Penemu-kebenaran.”

“Baiklah, Gotami, tunggulah  sebentar di sini,  hingga aku memohon pada Sang Bhagavā atas pelepasan keduniawian bagi perempuan dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah dalam dhamma dan disiplin ini yang dinyatakan oleh Sang Penemu-kebenaran.” ||2||

Kemudian Yang Mulia Ānanda menghadap Sang Bhagavā; setelah mendekat, setelah menyapa Sang Bhagavā, ia duduk dalam jarak selayaknya. Setelah duduk dalam jarak selayaknya, Yang Mulia Ānanda berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut:

“Yang Mulia, Gotamid, Pajāpati yang Agung, sedang berdiri di luar teras utama, kakinya membengkak, tubuhnya tertutup debu, dengan wajah basah oleh air mata dan menangis, dan mengatakan bahwa Sang Bhagavā tidak memperbolehkan perempuan meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah dalam dhamma dan disiplin ini yang dinyatakan oleh Sang Penemu-kebenaran. Baik sekali, Yang Mulia, jika perempuan diperbolehkan meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga … oleh Sang Penemu-kebenaran.”

“Hati-hati, Ānanda, tentang pelepasan keduniawian perempuan dari kehidupan rumah tangga … oleh Sang Penemu-kebenaran ini.” Dan untuk ke dua kalinya … Dan untuk ke tiga kalinya Yang Mulia Ānanda berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut: “Baik sekali, Yang Mulia, jika perempuan diperbolehkan meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga … yang dinyatakan oleh Sang Penemu-kebenaran.”

“Hati-hati, Ānanda, tentang pelepasan keduniawian perempuan dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah dalam `dhamma dan disiplin ini yang dinyatakan oleh Sang Penemu-kebenaran ini.” Kemudian Yang Mulia Ānanda berpikir:

“Sang Bhagavā tidak memperbolehkan pelepasan keduniawian bagi perempuan dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah dalam dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Penemu-kebenaran ini. Bagaimana jika aku, dengan cara lain, memohon kepada Sang Bhagavā untuk memperbolehkan pelepasan keduniawian bagi perempuan dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah dalam dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Penemu-kebenaran ini.” Kemudian Yang Mulia Ānanda berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut:

“Yang Mulia, apakah para perempuan, setelah meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah dalam dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Penemu-kebenaran ini, mampu mencapai buah pencapaian-arus atau buah yang-kembali-sekali atau buah yang-tidak-kembali atau kesempurnaan?”

“Para perempuan, Ānanda, setelah meninggalkan keduniawian … mampu mencapai … kesempurnaan.”

“Jika, Yang Mulia, setelah meninggalkan keduniawian … mampu mencapai … kesempurnaan – dan, Yang Mulia, Gotamid, Pajāpati yang Agung, telah sagat banyak membantu: ia adalah bibi Sang Bhagavā, [254] ibu pengasuh, perawat, pemberi susu, karena ketika ibu Sang Bhagavā meninggal dunia ia menyusui Beliau  - baik sekali, Yang Mulia, jika para perempuan diperbolehkan meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah dalam dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Penemu-kebenaran.” ||3||

“Jika, Ānanda, Gotamid, Pajāpati yang Agung, menerima delapan peraturan penting,  maka ia boleh ditahbiskan:

“Seorang bhikkhunī yang telah ditahbiskan (bahkan) selama satu abad harus menyapa dengan hormat, bangkit dari duduknya, memberi hormat dengan merangkapkan tangan, memberikan penghormatan selayaknya kepada seorang bhikkhu bahkan yang baru ditahbiskan pada hari itu. Dan peraturan ini harus dihormati, dihargai, dijunjung, dimuliakan, tidak boleh dilanggar seumur hidupnya.

“Seorang bhikkhunī tidak boleh melewatkan musim hujan di tempat tinggal di mana tidak terdapat bhikkhu. Peraturan ini juga harus dihormati … seumur hidupnya.

“Setiap setengah bulan seorang bhikkhunī harus mengharapkan dua hal dari Saṅgha para bhikkhu: bertanya (sehubungan dengan tanggal) hari Uposatha, dan kedatangan untuk memberikan nasihat. Peraturan ini juga harus dihormati … seumur hidupnya.

“Setelah musim hujan seorang bhikkhunī harus ‘melakukan undangan’ di hadapan kedua Saṅgha sehubungan dengan tiga hal: apa yang dilihat, apa yang didengar, apa yang dicurigai. Peraturan ini juga harus dihormati … seumur hidupnya.

“Seorang bhikkhunī yang melanggar suatu peraturan penting, harus menjalani mānatta (disiplin) selama setengah bulan di hadapan kedua Saṅgha. Peraturan ini juga harus dihormati … seumur hidupnya.

“Ketika, selagi menjalani masa percobaan, ia telah berlatih dalam enam peraturan selama dua tahun, maka ia harus memohon penahbisan dari kedua Saṅgha. Peraturan ini juga harus dihormati … seumur hidupnya.

“Seorang bhikkhu tidak boleh dicela atau ditegur dalam cara apa pun oleh seorang bhikkhunī. Peraturan ini juga harus dihormati … seumur hidupnya.

“Mulai hari ini pemberian nasihat kepada para bhikkhu oleh para bhikkhunī adalah terlarang, pemberian nasihat kepada para bhikkhunī oleh para bhikkhu diperbolehkan. Dan peraturan ini harus dihormati, dihargai, dijunjung, dimuliakan, tidak boleh dilanggar seumur hidupnya.
[ ***Catatan penerjemah: kata "vacanapatha" di sini diartikan sebagai "pemberian nasihat" tetapi dalam sutta-sutta misalnya MN 2, MN21, dan MN 119 kata ini bermakna "tidak berkata-kata kasar/menyakitkan" ]

“Jika, Ānanda, Gotamid, Pajāpati yang Agung, menerima delapan peraturan penting, maka ia boleh ditahbiskan.” ||4||

Kemudian Yang Mulia Ānanda, setelah menghafalkan delapan peraturan penting ini dari Sang Bhagavā, mendatangi Gotamid, Pajāpati yang Agung; setelah mendekat, ia berkata kepada Gotamid, Pajāpati yang Agung sebagai berikut:

“Jika engkau, Gotami, sudi menerima delapan peraturan penting, maka engkau boleh ditahbiskan: Seorang bhikkhunī yang telah ditahbiskan (bahkan) selama satu abad … Mulai hari ini pemberian nasihat kepada para bhikkhu oleh para bhikkhunī adalah terlarang … tidak boleh dilanggar seumur hidupmu. Jika engkau, Gotami, sudi menerima delapan peraturan penting, maka engkau boleh ditahbiskan.”

“Seperti halnya,  Yang Mulia Ānanda, seorang perempuan atau laki-laki muda, berusia muda, dan menyukai perhiasan, setelah mencuci (badan dan) kepala(nya), [255] setelah memperoleh kalung bunga teratai atau kalung bunga melati atau kalung bunga tanaman merambat yang harum, setelah memegangnya dengan kedua tangan akan meletakkan di atas kepalanya – demikian pula aku, menghormati, Ānanda, dan menerima kedelapan peraturan penting ini dan tidak akan pernah melanggarnya seumur hidupku.” ||5||

Kemudian Yang Mulia Ānanda menghadap Sang Bhagavā; setelah mendekat, setelah menyapa Sang Bhagavā, ia duduk dalam jarak selayaknya. Setelah duduk dalam jarak selayaknya, Yang Mulia Ānanda berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut: “Yang Mulia, delapan peraturan penting ini diterima Gotamid, Pajāpati yang Agung.”

“Jika, Ānanda, perempuan tidak memperoleh pelepasan keduniawian dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah dalam dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Penemu-kebenaran, maka pengembaraan-Brahma, Ānanda, akan bertahan lama, dhamma sejati akan bertahan selama seribu tahun. Tetapi karena, Ānanda, perempuan telah memperoleh pelepasan keduniawian … dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Penemu-kebenaran, maka sekarang, Ānanda, pengembaraan-Brahma ini tidak akan bertahan lama, dhamma sejati hanya akan bertahan selama lima ratus tahun.

“Seperti halnya, Ānanda, rumah tangga yang terdiri dari banyak perempuan dan sedikit laki-laki akan dengan mudah jatuh dimangsa oleh para perampok, pencuri-pot,  demikian pula, Ānanda, dalam dhamma dan disiplin mana pun para perempuan memperoleh pelepasan keduniawian dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah, maka pengembaraan-Brahma itu tidak akan bertahan lama.

“Seperti halnya, Ānanda, ketika hama yang dikenal sebagai jamur putih  menyerang seluruh lahan padi hingga lahan padi tersebut tidak bertahan lama, demikian pula, Ānanda, dalam dhamma dan disiplin mana pun para perempuan memperoleh pelepasan keduniawian … maka pengembaraan-Brahma itu tidak akan bertahan lama.

“Seperti halnya, Ānanda, ketika hama yang dikenal sebagai jamur merah  menyerang seluruh lahan tebu hingga lahan tebu tersebut tidak bertahan lama, demikian pula, Ānanda, dalam dhamma dan disiplin mana pun para perempuan memperoleh pelepasan keduniawian … maka pengembaraan-Brahma itu tidak akan bertahan lama.

“Seperti halnya, Ānanda, seseorang,  berharap, akan membangun tanggul pada sebuah waduk agar air tidak meluap keluar, demikian pula, Ānanda, delapan peraturan penting bagi para bhikkhunī ini ditetapkan olehKu, berharap, agar tidak dilanggar seumur hidup mereka.” ||6||1||

Demikianlah Delapan Peraturan Penting bagi Para Bhikkhunī.
« Last Edit: 08 February 2012, 04:55:36 PM by ryu »

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Penahbisan Bhikkhuni menurut Cullavagga, Vinaya Pitaka versi PTS
« Reply #2 on: 08 February 2012, 11:25:03 AM »
Kemudian Gotamid, Pajāpati yang Agung menghadap Sang Bhagavā; setelah mendekat, setelah menyapa Sang Bhagavā, ia berdiri dalam jarak selayaknya. Setelah berdiri dalam jarak selayaknya, Gotamid, Pajāpati yang Agung berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut:

“Sekarang, aturan perilaku bagaimanakah, Yang Mulia, yang harus kuturuti sehubungan dengan [250] para perempuan Sakya ini?” Kemudian Sang Bhagavā, memberikan kegembiraan, kegirangan, membangkitkan semangat, memberikan kesenangan kepada Gotamid, Pajāpati yang Agung dengan khotbah dhamma. Kemudian Gotamid, Pajāpati yang Agung, merasa gembira … senang oleh khotbah dhamma yang dibabarkan oleh Sang Bhagavā, setelah berpamitan dari Sang Bhagavā, pergi dengan Beliau tetap di sisi kanannya. Kemudian Sang Bhagavā pada kesempatan ini, setelah membabarkan khotbah, berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut:

“Para bhikkhu, Aku mengizinkan para bhikkhunī ditahbiskan oleh para bhikkhu.”  ||1||

Kemudian para bhikkhunī ini berkata kepada Gotamid, Pajāpati yang Agung sebagai berikut: “Nyonya ini tidak ditahbiskan, kita juga tidak ditahbiskan, karena telah ditetapkan oleh Sang Bhagavā bahwa: para bhikkhunī harus ditahbiskan oleh para bhikkhu.”

Kemudian Gotamid, Pajāpati yang Agung mendatangi Yang Mulia Ānanda; setelah mendekat, setelah menyapa Yang Mulia Ānanda, ia berdiri dalam jarak selayaknya. Setelah berdiri dalam jarak selayaknya, Gotamid, Pajāpati yang Agung berkata kepada Yang Mulia Ānanda sebagai berikut: “Yang Mulia Ānanda, para bhikkhunī ini berkata kepadaku sebagai berikut: ‘Nyonya ini tidak ditahbiskan, kita juga tidak ditahbiskan, karena telah ditetapkan oleh Sang Bhagavā bahwa: para bhikkhunī harus ditahbiskan oleh para bhikkhu.’”

Kemudian Yang Mulia Ānanda menghadap Sang Bhagavā; setelah mendekat, setelah menyapa Sang Bhagavā, ia duduk dalam jarak selayaknya. Setelah duduk dalam jarak selayaknya, Yang Mulia Ānanda berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut: “Yang Mulia, Gotamid, Pajāpati yang Agung berkata sebagai berikut: ‘Yang Mulia Ānanda, para bhikkhunī ini berkata kepadaku sebagai berikut … para bhikkhunī harus ditahbiskan oleh para bhikkhu.’”

“Ānanda, pada saat delapan peraturan penting itu diterima oleh Gotamid, Pajāpati yang Agung, itu adalah penahbisannya.” ||2||2||

Kemudian Gotamid, Pajāpati yang Agung mendatangi Yang Mulia Ānanda; setelah mendekat, setelah menyapa Yang Mulia Ānanda, ia berdiri dalam jarak selayaknya. Setelah berdiri dalam jarak selayaknya, Gotamid, Pajāpati yang Agung berkata kepada Yang Mulia Ānanda sebagai berikut: “Yang Mulia Ānanda, Aku memohon satu anugerah dari Sang Bhagavā: baik sekali, Yang Mulia, jika Sang Bhagavā memperbolehkan menyapa, bangkit dari duduk, penghormatan, dan tugas-tugas selayaknya antara para bhikkhunī dan bhikkhu sesuai senioritas.”

Kemudian Yang Mulia Ānanda menghadap Sang Bhagavā; setelah mendekat, setelah menyapa Sang Bhagavā, ia duduk dalam jarak selayaknya. Setelah duduk dalam jarak selayaknya, Yang Mulia Ānanda berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut: “Yang Mulia, Gotamid, Pajāpati yang Agung berkata sebagai berikut: ‘Yang Mulia Ānanda, Aku memohon satu anugerah … sesuai senioritas’.”

“Mustahil, Ānanda, [257] tidak mungkin terjadi, bahwa Sang Penemu-kebenaran memperbolehkan menyapa, bangkit dari duduk, penghormatan, dan tugas-tugas selayaknya antara para bhikkhu dan bhikkhu sesuai senioritas. Ānanda, para pengikut sekte lain, walaupun mungkin buruk dalam pengendalian, tidak akan menyapa, bangkit dari duduk, penghormatan, dan tugas-tugas selayaknya terhadap para perempuan, jadi bagaimana mungkin Sang Penemu-kebenaran memperbolehkan menyapa … tugas-tugas selayaknya antara para bhikkhu dan bhikkhu sesuai senioritas?” Kemudian Sang Bhagavā, dalam kesempatan ini, setelah membabarkan khotbah, berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut:

“Para bhikkhu, kalian tidak boleh menyapa, bangkit dari duduk, penghormatan, dan tugas-tugas selayaknya terhadap para perempuan.  Siapa pun yang melakukan (salah satunya), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” ||3||

Kemudian Gotamid, Pajāpatī yang Agung, menghadap Sang Bhagavā; setelah mendekat, setelah menyapa Sang Bhagavā, ia berdiri dalam jarak selayaknya. Setelah berdiri dalam jarak selayaknya, Gotamid, Pajāpati yang Agung, berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut: “Yang Mulia, peraturan-peraturan latihan bagi para bhikkhunī itu yang serupa dengan peraturan latihan bagi para bhikkhu,  aturan perilaku manakah, Yang Mulia, yang harus kami turuti sehubungan dengan peraturan-peraturan latihan ini?”

“peraturan-peraturan latihan bagi para bhikkhunī itu, Gotami, yang serupa dengan peraturan latihan bagi para bhikkhu, seperti halnya para bhikkhu berlatih, demikian pula kalian harus berlatih dalam peraturan-peraturan latihan itu.”

“Peraturan-peraturan latihan bagi para bhikkhunī itu yang tidak serupa dengan peraturan latihan bagi para bhikkhu,  aturan perilaku manakah, Yang Mulia, yang harus kami turuti sehubungan dengan peraturan-peraturan latihan ini?”

“Peraturan-peraturan latihan bagi para bhikkhunī itu, Gotami, yang tidak serupa dengan peraturan latihan bagi para bhikkhu, berlatihlah dalam peraturan-peraturan latihan seperti yang telah ditetapkan.” ||4||

Kemudian Gotamid, Pajāpatī yang Agung, menghadap Sang Bhagavā; setelah mendekat, setelah menyapa Sang Bhagavā, ia berdiri dalam jarak selayaknya. Setelah berdiri dalam jarak selayaknya, Gotamid, Pajāpati yang Agung, berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut: “Yang Mulia, sudilah Yang Mulia mengajarkan dhamma kepadaku secara singkat sehingga aku, setelah mendengar dhamma Sang Bhagavā, dapat berdiam sendirian, terasing, bersemangat, tekun, dan teguh.”

“Kondisi-kondisi apa pun, Gotami, yang engkau ketahui: kondisi-kondisi ini mengarah pada nafsu, bukan pada tanpa-nafsu, mengarah pada belenggu bukan pada ketiadaan belenggu, mengarah pada pengumpulan (kelahiran kembali), bukan pada ketiadaan pengumpulan, mengarah pada banyak keinginan, bukan pada sedikit keinginan, mengarah pada ketidak-puasan, bukan pada kepuasan, mengarah pada pergaulan, bukan pada kesendirian, mengarah pada kelembaman, bukan pada kegigihan, [258] mengarah pada kesulitan dalam menyokong diri sendiri, bukan pada kemudahan dalam menyokong diri sendiri – maka engkau harus mengetahui dengan pasti, Gotami, bahwa ini bukanlah dhamma, ini bukanlah disiplin, ini bukanlah ajaran Sang Guru. Tetapi kondisi-kondisi apa pun, Gotami, yang engkau ketahui: kondisi-kondisi ini mengarah pada tanpa-nafsu, bukan pada nafsu … (kebalikan dari sebelumnya) … mengarah pada kemudahan dalam menyokong diri sendiri, bukan pada kesulitan dalam menyokong diri sendiri – maka engkau harus mengetahui dengan pasti, Gotami, bahwa ini adalah dhamma, ini adalah disiplin, ini adalah ajaran Sang Guru.”  ||5||

Pada waktu itu Pāṭimokkha tidak dibacakan untuk para bhikkhunī. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā.  Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, membacakan Pāṭimokkha untuk para bhikkhunī.” Kemudian para bhikkhunī berpikir: “Sekarang, oleh siapakah Pāṭimokkha dibacakan untuk para bhikkhunī?” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:”Aku mengizinkan, para bhikkhu, Pātimokkha dibacakan untuk para bhikkhunī oleh para bhikkhu.”

Pada saat itu para bhikkhu, setelah mendatangi kediaman para bhikkhunī, membacakan Pātimokkha untuk para bhikkhunī.  Orang-orang merendahkan, mengkritik, dan menyebarkan, dengan mengatakan: “Mereka ini adalah istri-istri mereka, mereka ini adalah kekasih-kekasih mereka; sekarang mereka akan melakukan kesenangan bersama-sama.” Para bhikkhu mendengar orang-orang yang … menyebarkannya. Kemudian para bhikkhu itu mengadukan hal tersebut kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Para bhikkhu, Pātimokkha tidak boleh dibacakan untuk para bhikkhunī oleh para bhikkhu. Siapa pun yang membacakannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan, para bhikkhu, Pātimokkha dibacakan untuk para bhikkhunī oleh para bhikkhunī.”

Para bhikkhuni tidak mengetahui bagaimana membacakan Pātimokkha. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menjelaskan melalui para bhikkhu, dengan mengatakan: ‘Pātimokkha harus dibacakan sebagai berikut’.” ||1||

Pada masa itu para bhikkhunī tidak mengakui  pelanggaran-pelanggaran. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, suatu pelanggaran tidak boleh diakui oleh seorang bhikkhunī. Siapa pun yang mengakuinya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” Para bhikkhunī tidak mengetahui bagaimana mengakui pelanggaran. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menjelaskan kepada para bhikkhunī melalui para bhikkhu, dengan mengatakan: ‘Suatu pelanggaran harus diakui sebagai berikut’.” [259]

Kemudian para bhikkhu berpikir: “Sekarang, oleh siapakah pengakuan bhikkhunī diterima?” mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menerima pengakuan para bhikkhunī melalui para bhikkhu.”

Pada saat itu, para bhikkhunī, setelah (masing-masing) menjumpai seorang bhikkhu di jalan raya dan di jalan buntu dan di persimpangan jalan,  setelah (masing-masing) meletakkan mangkuknya di atas tanah, setelah merapikan jubah atasnya di satu bahunya, setelah duduk bersimpuh, setelah memberi hormat dengan merangkapkan tangan, mengakui suatu pelanggaran. Orang-orang … menyebarkan dengan mengatakan: “Mereka ini adalah istri-istri mereka, mereka ini adalah kekasih-kekasih mereka; setelah melecehkan mereka sepanjang malam sekarang mereka meminta maaf.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, pengakuan para bhikkhunī tidak boleh diterima oleh para bhikkhu. Aku mengizinkan, para bhikkhu, pelanggaran-pelanggaran para bhikkhunī diterima oleh para bhikkhunī.” Para bhikkhunī tidak mengetahui bagaimana mengakui pelanggaran. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: ‘Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menjelaskan kepada para bhikkhunī melalui para bhikkhu, dengan mengatakan: ‘Suatu pelanggaran harus diakui sebagai berikut’.” ||2||

Pada masa itu tindakan (resmi) tidak dilakukan bagi para bhikkhunī. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, suatu tindakan (resmi) dilakukan bagi para bhikkhunī.” Kemudian para bhikkhu berpikir: “Sekarang, oleh siapakah tindakan (resmi) bagi para bhikkhunī dilakukan?” mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, tindakan (resmi) bagi para bhikkhunī dilakukan oleh para bhikkhu.”

Pada saat itu para bhikkhunī yang mana tindakan (resmi) terhadap mereka sedang dilakukan,  setelah (masing-masing) menjumpai seorang bhikkhu di jalan raya dan di jalan buntu dan di persimpangan jalan, setelah (masing-masing) meletakkan mangkuknya di atas tanah, setelah merapikan jubah atasnya di satu bahunya, setelah duduk bersimpuh, setelah memberi hormat dengan merangkapkan tangan, meminta maaf  dengan berpikir: “Beginilah hal ini seharusnya dilakukan.” Seperti sebelumnya  orang-orang … menyebarkan dengan mengatakan: “Mereka ini adalah istri-istri mereka, mereka ini adalah kekasih-kekasih mereka; setelah melecehkan mereka sepanjang malam sekarang mereka meminta maaf.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, suatu tidnakan (resmi) terhadap para bhikkhunī tidak boleh dilakukan oleh para bhikkhu. Siapa pun yang melakukannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Para bhikkhu, Aku mengizinkan para bhikkhunī melakukan tindakan (resmi) terhadap para bhikkhunī.” Para bhikkhunī tidak tahu bagaimana tindakan (resmi) dilakukan. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menjelaskan kepada para bhikkhunī melalui para bhikkhu, dengan mengatakan: “Suatu tindakan (resmi) harus dilakukan sebagai berikut’.” ||3||6||

Pada saat itu para bhikkhunī di tengah-tengah Saṅgha,  [260] berselisih, bertengkar, jatuh ke dalam perbedaan pendapat, saling melukai satu sama lain dengan senjata lidah,  tidak mampu menyelesaikan pertanyaan resmi itu. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan  kalian, para bhikkhu, untuk menyelesaikan pertanyaan resmi para bhikkhunī oleh para bhikkhu.”

Pada saat itu para bhikkhu sedang menyelesaikan suatu pertanyaan resmi bagi para bhikkhunī, tetapi ketika pertanyaan resmi itu sedang diselidiki, hal itu harus disaksikan oleh kedua belah pihak bhikkhunī yang terlibat dalam tindakan (resmi)  dan mereka yang melakukan pelanggaran.  Para bhikkhunī berkata sebagai berikut: “Baik sekali, Yang Mulia, jika para perempuan sendiri yang melakukan tindakan (resmi) bagi para bhikkhunī, jika para perempuan sendiri  yang menerima pelanggaran para bhikkhunī, tetapi telah ditetapkan oleh Sang Bhagavā: ‘Pertanyaan resmi para bhikkhunī harus diselesaikan oleh para bhikkhu’.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, setelah membatalkan  pelaksanaan tindakan (resmi) bhikkhunī oleh para bhikkhu, menyerahkannya kepada para bhikkhunī untuk melaksanakan tindakan (resmi) bhikkhunī oleh para bhikkhunī; setelah membatalkan (pengakuan)  terhadap pelanggaran para bhikkhuṅi oleh para bhikkhu, menyerahkan kepada para bhikkhunī untuk mengakui pelanggaran para bhikkhunī oleh para bhikkhunī.” ||7||

Pada saat itu bhikkhunī yang menjadi murid dari Bhikkhunī Uppalavaṇṇā telah mengikuti Sang Bhagavā selama tujuh tahun mempelajari disiplin, tetapi karena ia kebingungan, maka ia lupa pada yang telah ia pelajari. Bhikkhunī itu mendengar bahwa Sang Bhagavā hendak datang ke Sāvatthī. Kemudian bhikkhunī itu berpikir: “Selama tujuh tahun aku telah mengikuti Sang Bhagavā mempelajari disiplin, tetapi karena aku kebingungan, aku lupa pada apa yang telah kupelajari. Sungguh sulit bagi seorang perempuan untuk mengikuti gurunya seumur hidupnya.  Aturan perilaku manakah yang harus kuturuti?” kemudian bhikkhunī itu memberitahukan persoalan itu kepada para bhikkhunī. Para bhikkhunī mengadukan hal itu kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, disiplin diajarkan kepada para bhikkhunī oleh para bhikkhu.” ||8||

Demikianlah bagian pengulangan pertama
« Last Edit: 19 April 2012, 09:38:09 AM by ryu »

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Penahbisan Bhikkhuni menurut Cullavagga, Vinaya Pitaka versi PTS
« Reply #3 on: 08 February 2012, 11:26:32 AM »
Kemudian Sang Bhagavā setelah menetap di Vesālī selama yang Beliau kehendaki, melakukan perjalanan menuju Sāvatthī. Secara bertahap, berjalan kaki dalam perjalanan itu, akhirnya Beliau tiba di Sāvatthī. Sang Bhagavā menetap di sana di Sāvatthī di Hutan Jeta di Vihara Anāthapiṇḍika [261]. Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu memercikkan air berlumpur mengenai para bhikkhunī, dengan berpikir: “Mungkin mereka menjadi tertarik  pada kami.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhu tidak boleh memercikkan air berlumpur mengenai para bhikkhunī, siapa pun yang memercikkannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah. Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, menjatuhkan hukuman  pada bhikkhu tersebut.” Kemudian para bhikkhu berpikir: “Bagaimanakah hukuman itu dijatuhkan?” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Para bhikkhu, bhikkhu tersebut tidak boleh disapa oleh Saṅgha para bhikkhunī.”

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhu, setelah membuka penutup tubuh … paha … bagian-bagian pribadi mereka, memperlihatkan kepada para bhikkhunī, mereka mengganggu para bhikkhunī, mereka bergaul dengan para bhikkhunī, dengan berpikir: “Mungkin mereka menjadi tertarik pada kam.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, seorang bhikkhu, setelah membuka penutup tubuh … paha … bagian-bagian pribadinya tidak boleh memperlihatkannya kepada para bhikkhunī, ia tidak boleh mengganggu para bhikkhunī, ia tidak boleh bergaul dengan para bhikkhunī. Siapa pun yang bergaul (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, menjatuhkan hukuman pada bhikkhu tersebut.” Kemudian para bhikkhu berpikir: … (seperti paragraf di atas) … “Para bhikkhu, bhikkhu tersebut tidak boleh disapa oleh Saṅgha para bhikkhunī.” ||1||

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhunī memercikkan air berlumpur mengenai para bhikkhu … (ulangi ||1|| hingga) Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, menjatuhkan hukuman  pada bhikkhu tersebut.” Kemudian para bhikkhu berpikir: “Bagaimanakah hukuman itu dijatuhkan?” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menetapkan larangan.”  Ketika larangan ini dijatuhkan mereka tidak mematuhinya. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menangguhkan pemberian nasihat (kepadanya ).”

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhunī, setelah membuka penutup tubuh … dada … paha … bagian-bagian pribadi mereka, memperlihatkan kepada para bhikkhu [262] … “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menetapkan larangan.”  Ketika larangan ini dijatuhkan mereka tidak mematuhinya. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menangguhkan pemberian nasihat (kepadanya).” ||2||

Kemudian para bhikkhu berpikir: “Sekarang, apakah diperbolehkan melaksanakan Uposatha bersama dengan seorang bhikkhunī yang padanya pemberian nasihat ditangguhkan, atau apakah tidak diperbolehkan?” mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Para bhikkhu, Uposatha tidak boleh dilaksanakan bersama dengan seorang bhikkhunī yang padanya pemberian nasihat ditangguhkan selama pertanyaan resmi itu belum diselesaikan.”

Pada saat itu Yang Mulia Upāli, setelah menangguhkan pemberian nasihat, pergi melakukan perjalanan. Para bhikkhunī merendahkan, mengkritik, dan menyebarkan, dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin Guru Upāli, setelah menangguhkan pemberian nasihat, pergi melakukan perjalanan?” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, setelah menangguhkan pemberian nasihat, seseorang tidak boleh pergi melakukan perjalanan. Siapa pun yang pergi melakukan perjalanan (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu (para bhikkhu) yang bodoh dan tidak berpengalaman menangguhkan pemberian nasihat. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, pemberian nasihat tidak boleh ditangguhkan oleh (bhikkhu) yang bodoh dan tidak berpengalaman. Siapa pun yang menangguhkan (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu para bhikkhu menangguhkan pemberian nasihat secara tanpa dasar dan tanpa alasan. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, pemberian nasihat tidak boleh ditangguhkan secara tanpa dasar dan tanpa alasan. Siapa pun yang menangguhkan (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu, para bhikkhu, setelah menangguhkan pemberian nasihat, tidak memberikan keputusan.  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, setelah menangguhkan pemberian nasihat, kalian tidak boleh tidak memberikan keputusan. Siapa pun yang tidak memberikan (keputusan), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” ||3||

Pada saat itu para bhikkhunī tidak datang untuk menerima nasihat. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhunī tidak boleh tidak datang untuk menerima nasihat. Siapa pun yang tidak datang, maka ia akan diperlakukan menurut peraturan.

Pada saat itu keseluruhan Saṅgha para bhikkhunī datang untuk menerima nasihat. Orang-orang merendahkan, [263] mengkritik, menyebarkan, dengan mengatakan: “Mereka ini adalah istri-istri mereka, mereka ini adalah kekasih-kekasih mereka, sekarang mereka akan bersenang-senang bersama.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, keseluruhan Saṅgha para bhikkhunī tidak boleh datang untuk menerima nasihat. Jika datang demikian, maka terjadi pelanggaran perbuatan salah. Aku mengizinkan, para bhikkhu, empat atau lima bhikkhunī datang untuk menerima nasihat.”

Pada saat itu empat atau lima bhikkhunī datang untuk menerima nasihat. Seperti sebelumnya, orang-orang … menyebarkan dengan mengatakan: “Mereka ini adalah istri-istri mereka … sekarang mereka akan bersenang-senang bersama.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, empat atau lima bhikkhunī tidak boleh datang (bersama-sama) untuk menerima nasihat. Aku mengizinkan, para bhikkhu, dua atau tiga bhikkhunī datang (bersama-sama) untuk menerima nasihat: setelah menghadap seorang bhikkhu, setelah merapikan jubah atasnya di satu bahunya, setelah bersujud di kakinya, setelah duduk bersimpuh, setelah memberi hormat dengan merangkapkan tangan, mereka harus berkata kepadanya sebagai berikut: “Guru, Saṅgha para bhikkhunī bersujud di kaki Saṅgha para bhikkhu, dan memohon (waktu yang tepat) untuk datang menerima nasihat; sudilah memberitahu Saṅgha para bhikkhunī (waktu yang tepat) untuk datang menerima nasihat.’ Seorang yang membacakan Pātimokkha harus berkata: ‘Adakah bhikkhu yang telah ditunjuk sebagai pemberi nasihat untuk para bhikkhunī?’ jika ada bhikkhu yang telah ditunjuk sebagai pemberi nasihat untuk para bhikkhunī, maka si pembaca Pātimokkha harus berkata: ‘Bhikkhu ini ditunjuk sebagai pemberi nasihat untuk para bhikkhunī; silakan Saṅgha para bhikkhu datang kepadanya.’ jika tidak ada bhikkhu yang telah ditunjuk sebagai pemberi nasihat untuk para bhikkhunī, maka ia yang membacakan Pātimokkha harus berkata: ‘Bhikkhu manakah yang dapat memberikan nasihat kepada para bhikkhunī?’  jika ada seseorang yang dapat memberikan nasihat kepada para bhikkhunī dan ia memiliki delapan kualitas,  setelah berkumpul bersama, mereka harus diberitahu: ‘Bhikkhu ini telah ditunjuk sebagai pemberi nasihat bagi para bhikkhunī; silakan Saṅgha para bhikkhunī datang kepadanya.’ jika tidak ada seseorang pun yang dapat memberikan nasihat kepada para bhikkhunī, maka ia yang membacakan Pātimokkha harus berkata: ‘Tidak ada bhikkhu yang ditunjuk untuk memberikan nasihat kepada para bhikkhunī. Silakan Saṅgha para bhikkhunī berlatih dalam kerukunan’.”  ||4||

Pada saat itu para bhikkhu tidak memberikan nasihat. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, nasihat tidak boleh tidak diberikan. Siapa pun yang tidak memberikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu ada seorang bhikkhu bodoh; para bhikkhunī, setelah mendatanginya, berkata sebagai berikut: “Guru, berilah nasihat.” [264] Ia menjawab: “Tetapi aku, saudari-saudari, adalah seorang yang bodoh. Bagaimana mungkin aku dapat memberi nasihat?” “Guru, berilah nasihat, karena telah ditetapkan oleh Sang Bhagavā: ‘Pemberian nasihat kepada para bhikkhunī harus dilakukan oleh para bhikkhu’.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, dengan pengecualian seorang yang bodoh, untuk memberikan nasihat melalui orang lain.”

Pada saat itu seorang bhikkhu sedang sakit; para bhikkhunī, setelah mendatanginya, berkata sebagai berikut: “Guru, berilah nasihat.” “ ia menjawab: “Tetapi aku, saudari-saudari, sedang sakit. Bagaimana mungkin aku dapat memberi nasihat?” “Guru, berilah nasihat, karena telah ditetapkan oleh Sang Bhagavā: ‘Dengan pengecualian seorang yang bodoh, pemberian nasihat kepada para bhikkhunī harus dilakukan melalui orang lain’.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, dengan pengecualian seorang yang bodoh, dengan pengecualian seorang yang sedang sakit, untuk memberikan nasihat melalui orang lain.”

Pada saat itu seorang bhikkhu sedang melakuka perjalanan; para bhikkhunī, setelah mendatanginya, berkata sebagai berikut: “Guru, berilah nasihat.” ia menjawab: “Tetapi aku, saudari-saudari, sedang melakukan perjalanan. Bagaimana mungkin aku dapat memberi nasihat?” “Guru, berilah nasihat, karena telah ditetapkan oleh Sang Bhagavā: ‘Dengan pengecualian seorang yang bodoh, dengan pengecualian seorang yang sedang sakit, pemberian nasihat kepada para bhikkhunī harus dilakukan melalui orang lain’.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, dengan pengecualian seorang yang bodoh, dengan pengecualian seorang yang sedang sakit, dengan pengecualian seorang yang sedang melakukan perjalanan, untuk memberikan nasihat melalui orang lain.”

Pada saat itu seorang bhikkhu sedang berdiam di hutan; para bhikkhunī, setelah mendatanginya, berkata sebagai berikut: “Guru, berilah nasihat.” ia menjawab: “Tetapi aku, saudari-saudari, sedang berdiam di hutan. Bagaimana mungkin aku dapat memberi nasihat?” Mereka berkata: “Guru, berilah nasihat, karena telah ditetapkan oleh Sang Bhagavā: ‘Dengan pengecualian seorang yang bodoh, dengan pengecualian seorang yang sedang sakit, dengan pengecualian seorang yang sedang melakukan perjalanan, pemberian nasihat kepada para bhikkhunī harus dilakukan melalui orang lain’.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, Aku mengizinkan kalian, untuk memberikan nasihat melalui seorang bhikkhu yang adalah seorang penghuni hutan dan (ia) menetapkan janji pertemuan,  dengan mengatakan, ‘Aku akan melakukannya  di sini’.”

Pada saat itu para bhikkhu, setelah menyetujui untuk memberikan nasihat, tidak mengumumkannya.  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, pemberian nasihat tidak boleh tidak diumumkan. Siapa pun yang tidak mengumumkannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu para bhikkhu, setelah menyetujui untuk memberikan nasihat, tidak datang.  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, seseorang tidak boleh tidak datang untuk memberikan nasihat. Siapa pun yang tidak datang untuk memberikan nasihat, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu para bhikkhunī tidak pergi ke tempat pertemuan. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhunī tidak boleh tidak datang ke tempat pertemuan. Siapa pun yang tidak pergi, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan salah.” ||5||9|| [265]

Pada saat itu para bhikkhunī mengenakan sabuk pinggang panjang yang dengannya mereka membentuk lipatan-lipatan.  Orang-orang merendahkan, mengkritik, dan menyebarkan, dengan berkata: “seperti para perempuan perumah tangga yang menikmati kesenangan indria.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhunī tidak boleh mengenakan sabuk pinggang yang panjang. Siapa pun yang mengenakannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan, para bhikkhu, seorang bhikkhunī (mengenakan) sabuk pinggang dengan satu kali melingkari (pinggang). Dan lipatan-lipatan tidak diboleh dibentuk dari sabuk ini. Siapa pun yang membentuknya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu para bhikkhunī membentuk lipatas-lipatan dari irisan bamboo … helai kulit … helai kain tenunan  … helai jalinan kain tenunan … rumbai kain tenunan … helai kain  … jalinan kain … kain berumbai … jalinan benang … rumbai benang. Orang-orang … menyebarkannya, dengan mengatakan: “seperti para perempuan perumah tangga yang menikmati kesenangan indria.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, lipatan-lipatan dari irisan bamboo tidak boleh dibentuk oleh para bhikkhunī, juga lipatan-lipatan dari helai kulit … juga lipatan-lipatan dari rumbai benang tidak boleh dibentuk, siapa pun yang melakukannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” ||1||

Pada saat itu para bhikkhunī memijat perut mereka dengan tulang kaki sapi,  mereka memijat perut mereka dengan tulang rahang sapi,  mereka memijat lengan  mereka, mereka memijat punggung tangan mereka, mereka memijat kura-kura kaki  merekan … atas kaki mereka … paha mereka … memijat wajah mereka, memijat rahang mereka. Orang-orang … menyebarkannya, dengan mengatakan: “seperti para perempuan perumah tangga yang menikmati kesenangan indria.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu,  para bhikkhunī tidak boleh memijat perut mereka dengan tulang kaki sapi, mereka tidak boleh memijat perut mereka dengan tulang rahang sapi, mereka tidak boleh memijat lengan mereka … mereka tidak boleh memijat rahang mereka. Siapa pun yang memijat (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” ||2||

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhunī  melumuri wajah mereka, menggosok wajah mereka (dengan salep ), mewarnai wajah mereka dengan bubuk mandi, menggambar wajah mereka dengan pewarna merah, mewarnai tubuh mereka, mewarnai wajah mereka, mewarnai tubuh dan wajah mereka. Orang-orang … menyebarkannya, dengan mengatakan: “seperti para perempuan perumah tangga yang menikmati kesenangan indria.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: [266] “Para bhikkhu, para bhikkhunī tidak boleh melumuri wajah mereka … juga tidak boleh mewarnai tubuh dan wajah mereka. Siapa pun yang melakukan (hal-hal ini), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” ||3||

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhunī membuat (tanda dengan salep) di sudut mata mereka,  mereka membuat tanda pengenal (di kening mereka),  mereka melihat keluar dari jendela,  mereka berdiri di bawah cahaya,  mereka menari,  mereka menyokong para perempuan penghibur,  mereka membuka kedai-minuman,  mereka membuka rumah jagal,  mereka menjual (benda-benda) di toko,  mereka terlibat dalam kegiatan membungakan uang,  mereka terlibat dalam perdagangan, mereka memiliki budak-budak,  mereka memiliki budak perempuan, mereka memperkerjakan pelayan-pelayan, mereka memperkerjakan pelayan perempuan, mereka memelihara binatang-binatang, mereka mengurus tumbuhan dan pepohonan,  mereka membawa sehelai kulit pengasah  (untuk pisau cukur). Orang-orang … menyebarkannya, dengan mengatakan: “seperti para perempuan perumah tangga yang menikmati kesenangan indria.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Para bhikkhu, para bhikkhunī tidak boleh membuat (tanda dengan salep) di sudut mata mereka … juga mereka tidak boleh membawa sehelai kulit pengasah (untuk pisau cukur). Siapa pun yang membawanya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” ||4||

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhunī mengenakan jubah yang seluruhnya berwarna hijau tua,  mereka mengenakan jubah yang seluruhnya berwarna kuning, mereka mengenakan jubah yang seluruhnya berwarna merah, mereka mengenakan jubah yang seluruhnya berwarna merah tua, mereka mengenakan jubah yang seluruhnya berwarna hitam, mereka mengenakan jubah yang dicelup dengan warna kuning kecoklatan, mereka mengenakan jubah yang dicelup dengan warna kuning kemerahan, mereka mengenakan jubah yang pinggirannya tidak dipotong, mereka mengenakan jubah yang pinggirannya memanjang, mereka mengenakan jubah yang pinggirannya berbunga, mereka mengenakan jubah yang pinggirannya berbentuk tudung ular, To  mereka mengenakan jaket, mereka mengenakan (pakaian terbuat dari) pohon Tiriṭa. Orang-orang merendahkan, mengkritik, dan menyebarkan, dengan berkata: “seperti para perempuan perumah tangga yang menikmati kesenangan indria.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Para bhikkhu, jubah yang seluruhnya berwarna hijau tua tidak boleh dikenakan oleh para bhikkhunī … (pakaian terbuat dari) pohon Tiriṭa tidak boleh dikenakan. Siapa pun yang mengenakannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” ||5||10||


Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Penahbisan Bhikkhuni menurut Cullavagga, Vinaya Pitaka versi PTS
« Reply #4 on: 08 February 2012, 11:28:16 AM »
Pada saat itu seorang bhikkhunī menjelang meninggal dunia berkata sebagai berikut: “Setelah saya meninggal dunia, biarlah barang-barangku diserahkan kepada Saṅgha.” Para bhikkhu dan para bhikkhunī yang ada di sana [267] berselisih, dengan berkata: “Barang-barang itu untuk kami,” “Barang-barang itu untuk kami.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, jika seorang bhikkhunī menjelang meninggal dunia berkata sebagai berikut: ‘Setelah saya meninggal dunia, biarlah barang-barangku diserahkan kepada Saṅgha,’ maka dalam kasus itu Saṅgha para bhikkhu bukanlah pemiliknya, tetapi barang-barang itu adalah untuk Saṅgha para bhikkhunī. Para bhikkhu, jika seorang yang masih dalam masa percobaan … jika seorang samaṇerī, menjelang meninggal dunia … maka Saṅgha para bhikkhu bukanlah pemiliknya, tetapi barang-barang itu adalah untuk Saṅgha para bhikkhunī. Para bhikkhu, jika seorang bhikkhu menjelang meninggal dunia berkata sebagai berikut: … maka Saṅgha para bhikkhunī bukanlah pemiliknya, tetapi barang-barang itu adalah untuk Saṅgha para bhikkhu. Para bhikkhu, jika seorang samaṇera … jika seorang umat awam laki-laki … jika seorang umat awam perempuan … jika siapa pun lainnya menjelang meninggal dunia berkata sebagai berikut: ‘Setelah saya meninggal dunia, biarlah barang-barangku diserahkan kepada Saṅgha,’ maka dalam kasus itu Saṅgha para bhikkhunī bukanlah pemiliknya, tetapi barang-barang itu adalah untuk Saṅgha para bhikkhu.”  ||11||

Pada saat itu seorang perempuan yang berasal dari suku Malla telah meninggalkan keduniawian di antara para bhikkhunī. Ia, setelah bertemu dengan seorang bhikkhu di jalan raya. Setelah menabraknya dengan bahunya, menjatuhkannya. Para bhikkhu … menyebarkannya, dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin seorang bhikkhunī memukul seorang bhikkhu?” mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, seorang bhikkhunī tidak boleh memukul seorang bhikkhu. Siapa pun yang melakukannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.  Aku mengizinkan, para bhikkhu, seorang bhikkhunī, setelah melihat seorang bhikkhu, memberi jalan untuknya dengan berjalan di pinggir selagi (masih) di kejauhan.” ||12||

Pada saat itu seorang perempuan yang suaminya pergi dari rumah menjadi hamil oleh seorang kekasihnya.  Ia, setelah melakukan aborsi, berkata kepada seorang bhikkhunī yang dana makanannya bergantung pada keluarganya: “Marilah, nyonya, ambillah janin ini dalam mangkukmu.” Kemudian bhikkhunī itu, setelah meletakkan janin itu ke dalam mangkuknya, setelah menutupnya dengan jubah luarnya, pergi dari sana. Pada saat itu, suatu janji sedang dipenuhi oleh seorang bhikkhu yang sedang berjalan menerima dana makanan: “Aku tidak akan memakan dana makanan pertama yang kuterima sebelum mempersembahkannya kepada seorang bhikkhu atau seorang bhikkhunī.” Kemudian bhikkhu itu, setelah melihat bhikkhunī tersebut berkata sebagai berikut: “Kemarilah, saudari, terimalah dana makanan ini.”

“Tidak, guru,” ia berkata. Dan untuk ke dua kalinya … Dan untuk ke tiga kalinya … “Tidak, guru,” ia berkata.

“Aku telah berjanji, saudari, bahwa aku tidak akan memakan dana makanan pertama yang kuterima sebelum mempersembahkannya kepada seorang bhikkhu atau seorang bhikkhunī. [268] Kemarilah, saudari, terimalah dana makanan ini.” Kemudian bhikkhunī tersebut, karena didesak oleh bhikkhu itu, setelah mengeluarkan mangkuknya, memperlihatkan kepadanya, berkata: “Lihatlah, guru, ada janin dalam mangkuk ini, tetapi jangan beritahu siapa pun.” Kemudian bhikkhu itu merendahkan, mengkritik, menyebarkannya, dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin bhikkhunī ini membawa janin dalam mangkuknya?” kemudian bhikkhu itu mengadukan hal itu kepada para bhikkhu. Para bhikkhu itu yang merasa malu … menyebarkannya, dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin bhikkhunī ini membawa janin dalam mangkuknya?” Kemudian para bhikkhu itu mengadukan hal itu kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Para bhikkhu, janin tidak boleh dibawa di dalam mangkuk oleh seorang bhikkhunī. Siapa pun yang membawanya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan, para bhikkhu, ketika seorang bhikkhunī bertemu dengan seorang bhikkhu, setelah mengeluarkan mangkuknya, memperlihatkan kepadanya.” ||1||

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhunī, setelah bertemu dengan seorang bhikkhu, membalikkan (mangkuk mereka),  memperlihatkan dasar mangkuk mereka. Para bhikkhu … menyebarkannya, dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin Kelompok Enam Bhikkhunī, setelah bertemu dengan seorang bhikkhu, membalikkan (mangkuk mereka), memperlihatkan dasar mangkuk mereka?” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhunī setelah bertemu dengan seorang bhikkhu, tidak boleh memperlihatkan dasar mangkuk (kepadanya) setelah membalikkannya. Aku mengizinkan, para bhikkhu, seorang bhikkhunī yang bertemu dengan seorang bhikkhu untuk memperlihatkan mangkuknya (kepadanya), setelah menegakkannya, dan makanan apa pun yang ada di dalam mangkuk harus dipersembahkan kepada bhikkhu itu.” ||2||13||

Pada saat itu sebuah organ intim laki-laki dibuang di jalan raya di Sāvatthī,  dan para bhikkhunī melihatnya.  Orang-orang heboh dan para bhikkhunī itu menjadi malu. Kemudian para bhikkhunī itu, setelah kembali ke vihara, memberitahukan hal itu kepada para bhikkhunī. Para bhikkhunī yang merasa malu … menyebarkannya, dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin para bhikkhunī ini melihat organ intim laki-laki?” Kemudian para bhikkhunī itu mengadukan hal itu kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhunī tidak boleh melihat organ intim laki-laki. Siapa pun yang melihatnya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” ||14||

Pada saat itu orang-orang memberikan makanan kepada para bhikkhu, para bhikkhu memberikannya kepada para bhikkhunī. Orang-orang  … menyebarkannya, dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin para mulia ini [269] memberikan kepada orang lain apa yang diberikan kepada mereka untuk mereka makan? Hal ini seolah-olah kami tidak mengetahui bagaimana memberikan persembahan.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, kalian tidak boleh memberikan kepada orang lain apa yang diberikan kepada kalian untuk kalian makan. Siapa pun yang memberikannya (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu makanan untuk para bhikkhu (sangat) berlimpah. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk memberikannya kepada Saṅgha.” Terdapat bahkan lebih berlimpah lagi. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk mendanakan apa yang menjadi milik pribadi-pribadi.”

Pada saat itu makanan untuk para bhikkhu yang tersimpan  (sangat) berlimpah. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk memanfaatkan makanan yang tersimpan untuk para bhikkhu, para bhikkhu mempersembahkannya kepada para bhikkhunī.

Hal yang sama diulangi tetapi dengan menggantikan bhikkhu menjadi bhikkhunī dan sebaliknya. ||2||15||


Pada saat itu perlengkapan tempat tinggal untuk para bhikkhu (sangat) berlimpah; para bhikkhunī tidak memiliki apa pun.  Para bhikkhunī mengirimkan utusan kepada para bhikkhu, dengan mengatakan: “Sudilah, Yang Mulia, para guru meminjamkan perlengkapan tempat tinggal untuk sementara.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, meminjamkan perlengkapan tempat tinggal kepada para bhikkhunī untuk sementara.” ||1||

Pada saat itu seorang bhikkhunī yang sedang mengalami menstruasi duduk dan berbaring di atas dipan berisi dan kursi berisi;  perlengkapan tempat tinggal itu menjadi kotor oleh darah. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhunī tidak boleh duduk atau berbaring di atas dipan berisi atau kursi berisi. Siapa pun yang duduk (demikian) atau berbaring (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan, para bhikkhu, sehelai jubah rumah tangga.”  Jubah rumah tangga itu kotor oleh darah. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah peniti dan kain kecil.”  Kain kecil itu jatuh.  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, setelah mengikatnya dengan benang, kemudian mengikatkannya di paha.” Benang itu putus. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan mereka, para bhikkhu, sehelai kain perut, seutas tali pinggang.”

Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhunī mengenakan seutas tali pinggang sepanjang waktu. Orang-orang … menyebarkannya, dengan mengatakan: “seperti para perempuan perumah tangga yang menikmati kesenangan indria.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhunī tidak boleh mengenakan seutas tali pinggang sepanjang waktu. Siapa pun yang melakukan (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan, para bhikkhu, seutas tali pinggang ketika mereka mengalami menstruasi.” ||2||16||

Demikianlah Bagian Pengulangan Ke dua

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Penahbisan Bhikkhuni menurut Cullavagga, Vinaya Pitaka versi PTS
« Reply #5 on: 08 February 2012, 11:31:09 AM »
Pada saat itu para perempuan yang ditahbiskan terlihat tanpa karakteristik seksual dan terlihat tidak sempurna dalam hal jenis kelamin dan tanpa emosi dan dengan darah tidak mengalir dan perempuan yang selalu berpakaian dan tangkas dan berpenampilan dan kasim-perempuan menyerupai laki-laki dan mereka yang jenis kelaminnya tidak jelas dan mereka yang adalah hermafrodit.  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menanyai seorang perempuan yang sedang ditahbiskankan tentang dua puluh empat hal yang menjadi penghalang. Dan seperti inilah, para bhikkhu, ia harus ditanya: ‘Engkau bukan tanpa karakteristik seksual? … Engkau bukan hermafrodit? Apakah engkau memiliki penyakit sebagai berikut:  lepra, bisul, eksem, penyakit paru-paru, epilepsi? Apakah engkau manusia? Apakah engkau perempuan? Apakah engkau adalah seorang perempuan yang bebas? Apakah engkau tidak memiliki hutang? Apakah engkau adalah petugas kerajaan? Apakah engkau memperoleh izin dari ibu dan ayahmu, dari suamimu?  Apakah engkau telah berusia dua puluh tahun?  Apakah engkau memiliki mangkuk dan jubah? Siapakah namamu? Siapakah nama perempuan yang mengusulkanmu?’”  ||1||

Pada saat itu para bhikkhu menanyai para bhikkhunī tentang hal-hal yang merupakan penghalang. Mereka yang menginginkan penahbisan terdiam, mereka kebingungan, mereka tidak mampu menjawab. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, penahbisan dalam Saṅgha para bhikkhu setelah ia ditahbiskan pada satu sisi, dan telah mengklarifikasi dieinya (sehubungan dengan penghalang-penghalang) di dalam Saṅgha para bhikkhunī.”

Pada saat itu  para bhikkhunī yang menginginkan penahbisan, tetapi mereka tidak menguasai tentang hal-hal yang menjadi penghalang. Mereka yang menginginkan penahbisan [271] terdiam, mereka kebingungan, mereka tidak mampu menjawab. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Aku mengizinkan mereka, para bhikkhu, setelah diberitahu terlebih dulu, baru kemudian ditanyai tentang hal-hal yang menjadi penghalang.”

Mereka mengajarinya di tengah-tengah Saṅgha. Seperti sebelumnya, mereka yang menginginkan penahbisan terdiam, mereka kebingungan, mereka tidak mampu menjawab. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

Aku mengizinkan mereka, para bhikkhu, setelah diberitahu terlebih dulu, kemudian ditanyai tentang hal-hal yang menjadi penghalang di tengah-tengah Saṅgha. Dan seperti inilah, para bhikkhu, ia diajari: Pertama-tama, ia harus dipersilakan untuk memilih seorang penahbis perempuan;  setelah mempersilakannya memilih seorang penahbis perempuan, mangkuk dan jubah harus ditunjukkan kepadanya (dengan kata-kata): ‘Ini adalah mangkuk untukmu, ini adalah jubah luar, ini adalah jubah atas, ini adalah jubah dalam, ini adalah rompi,  ini adalah jubah-mandi;  pergi dan berdirilah di tempat itu’.” ||2||

(Para bhikkhunī) yang bodoh dan tidak berpengalaman mengajari mereka. Mereka yang menginginkan penahbisan, tetapi tidak diajari, terdiam, mereka kebingungan, mereka tidak mampu menjawab. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Para bhikkhu, mereka tidak boleh diajari oleh (bhikkhunī) yang bodoh dan tidak berpengalaman. Siapa pun yang mengajari mereka (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan mereka, para bhikkhu, diajari oleh (bhikkhunī) yang kompeten dan berpengalaman.” ||3||

Mereka yang tidak ditunjuk memberikan pengajaran. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata:

“Para bhikkhu, mereka tidak boleh diajari oleh ia yang tidak ditunjuk. Siapa pun (demikian) yang mengajarkan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan mereka, para bhikkhu, mengajarkan melalui ia yang ditunjuk. Dan seperti inilah, para bhikkhu, seseorang ditunjuk: ia harus menunjuk dirinya sendiri, atau orang lain ditunjuk oleh orang lain. Dan bagaimanakah seseorang ditunjuk oleh dirinya sendiri? Saṅgha harus diberitahu oleh seorang bhikkhunī yang berpengalaman dan kompeten, dengan mengatakan: ‘Nyonya-nyonya, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Orang itu menginginkan penahbisan melalui nyonya bernama itu. Jika baik menurut Saṅgha, saya dapat mengajarinya.’ Demikianlah seseorang menunjuk dirinya sendiri. Dan bagaimanakah orang lain menunjuk orang lain? Saṅgha harus diberitahu oleh seorang bhikkhunī yang berpengalaman dan kompeten, dengan mengatakan: ‘Nyonya-nyonya, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Orang itu menginginkan penahbisan melalui nyonya bernama itu. Jika baik menurut Saṅgha, nyonya ini dapat mengajarinya.’ Demikianlah orang lain menunjuk orang lain. ||4||

“Bhikkhunī yang ditunjuk, setelah mendatangi ia yang menginginkan penahbisan, harus berkata kepadanya sebagai berikut: ‘Dengarkanlah. Ini adalah waktunya bagimu untuk (berkata) jujur, waktunya untuk mengatakan yang sebenarnya. Ketika aku bertanya kepadamu di tengah-tengah Saṅgha tentang suatu hal, engkau harus menjawab: ‘Benar,’ jika benar; engkau harus menjawab: ‘Bukan,’ jika bukan. Jangan diam, jangan bingung. Aku akan bertanya kepadamu sebagai berikut: ‘Engkau bukan tanpa karakteristik seksual? … Siapakah nama perempuan [272] yang mengusulkanmu?’”

“Mereka datang bersama-sama. Mereka tidak boleh datang bersama-sama. Sang pengajar setelah datang terlebih dulu, Saṅgha harus diberitahu (olehnya): ‘Nyonya-nyonya, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Ia menginginkan penahbisan melalui nyonya bernama itu. Ia telah kuajari. Jika baik menurut Saṅgha, izinkanlah ia datang.; ia harus diberitahu: ‘Ia boleh datang.’ Setelah merapikan jubah atasnya di bahunya, setelah bersujud di kaki para bhikkhunī, setelah duduk bersimpuh, setelah memberi hormat dengan merangkapkan tangan. Ia harus memohon penahbisan, dengan mengatakan: ‘Nyonya-nyonya, saya memohon penahbisan. Nyonya-nyonya, mohon Saṅgha mendidikku demi belas kasihan.’ Dan untuk ke dua kalinya, Nyonya-nyonya … Dan untuk ke tiga kalinya, Nyonya-nyonya, saya memohon penahbisan. Nyonya-nyonya, mohon Saṅgha mendidikku demi belas kasihan.’ ||5||

“Saṅgha harus diberitahu oleh seorang bhikkhunī yang berpengalaman dan kompeten, dengan mengatakan: ‘Nyonya-nyonya, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Orang ini, menginginkan penahbisan melalui nyonya bernama itu. Jika baik menurut Saṅgha, saya dapat menanyai orang ini sehubungan dengan hal-hal yang menjadi penghalang. ‘Dengarkanlah. Ini adalah waktunya bagimu untuk (berkata) jujur, waktunya untuk mengatakan yang sebenarnya. Ketika aku bertanya kepadamu di tengah-tengah Saṅgha tentang suatu hal, engkau harus menjawab: ‘Benar,’ jika benar; engkau harus menjawab: ‘Bukan,’ jika bukan. Jangan diam, jangan bingung. Aku akan bertanya kepadamu sebagai berikut: ‘Engkau bukan tanpa karakteristik seksual? … Siapakah nama perempuan yang mengusulkanmu?’ ||6||

“Saṅgha harus diberitahu oleh seorang bhikkhunī yang berpengalaman dan kompeten, dengan mengatakan: ‘Nyonya-nyonya, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Orang ini, menginginkan penahbisan melalui nyonya bernama itu. Ia murni sehubungan dengan hal-hal yang menjadi penghalang, ia memiliki mangkuk dan jubah. Ia memohon penahbisan dari Saṅgha melalui perempuan pengusul, nyonya bernama itu. Jika baik menurut Saṅgha, maka Saṅgha boleh menahbiskan orang ini melalui perempuan pengusul, nyonya bernama itu. Ini adalah usul. Nyonya-nyonya, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Orang ini, menginginkan penahbisan melalui nyonya bernama itu. Saṅgha menahbiskan orang ini melalui perempuan pengusul, nyonya bernama itu. Jika penahbisan orang ini melalui perempuan pengusul, nyonya bernama itu, sesuai dengan kehendak Nyonya-nyonya, maka Nyonya-nyonya cukup berdiam diri; ia yang tidak menghendaki silakan berbicara. Untuk ke dua kalinya saya menyampaikan hal ini … Dan untuk ke tiga kalinya saya menyampaikan hal ini. Nyonya-nyonya, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Orang ini … silakan berbicara. Orang ini ditahbiskan oleh Saṅgha melalui perempuan pengusul, Nyonya bernama itu. Ini sesuai kehendak Saṅgha; karena itu Saṅgha berdiam diri. Demikianlah saya memahami hal ini.’” ||7||

“Dengan membawanya, setelah mendatangi Saṅgha para bhikkhu, setelah menyuruhnya merapikan jubah atasnya di satu bahunya, setelah bersujud di kaki para bhikkhu, setelah duduk bersimpuh, setelah memberi hormat dengan merangkapkan tangan, ia harus disuruh untuk memohon penahbisan, dengan mengatakan: ‘Saya, nyonya bernama ini, menginginkan penahbisan melalui nyonya bernama itu, [273] saya telah ditahbiskan di satu pihak dalam Saṅgha para bhikkhunī. Saya murni (sehubungan dengan penghalang-penghalang).  Yang Mulia, saya memohon penahbisan dari Saṅgha. Yang Mulia, sudilah Saṅgha mendidik saya demi belas kasihan. Saya, nyonya bernama ini … murni (sehubungan dengan penghalang-penghalang). Dan untuk ke dua kalinya … Saya, nyonya bernama ini … murni (sehubungan dengan penghalang-penghalang). Dan untuk ke tiga kalinya, Yang Mulia, saya memohon penahbisan dari Saṅgha. Yang Mulia, sudilah Saṅgha mendidik saya demi belas kasihan.’ Saṅgha harus diberitahu oleh seorang bhikkhu yang berpengalaman dan kompeten, dengan mengatakan: ‘Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Orang bernama ini, menginginkan penahbisan melalui orang bernama itu. Ia telah ditahbiskan di satu pihak dalam Saṅgha para bhikkhunī, ia murni (sehubungan dengan penghalang-penghalang). Orang ini memohon penahbisan dari Saṅgha melalui perempuan pengusul bernama itu. Jika baik menurut Saṅgha, maka Saṅgha boleh menahbiskan orang ini melalui perempuan pengusul bernama itu. Ini adalah usul. Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Orang bernama ini, menginginkan penahbisan … melalui perempuan pengusul bernama itu. Jika penahbisan orang ini melalui perempuan pengusul bernama itu adalah sesuai dengan kehendak Yang Mulia, maka Yang Mulia cukup berdiam diri, mereka yang tidak menghendaki silakan berbicara. Untuk ke dua kalinya saya menyampaikan hal ini … Dan untuk ke tiga kalinya saya menyampaikan hal ini: Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya … silakan berbicara. Orang ini ditahbiskan oleh Saṅgha melalui perempuan pengusul bernama itu. Ini sesuai kehendak Saṅgha; karena itu Saṅgha berdiam diri. Demikianlah saya memahami hal ini’.”

Naungan harus diukur segera. Lamanya musim harus dijelaskan, bagian-bagian hari harus dijelaskan, formula harus dijelaskan, para bhikkhunī harus diberitahu: “Jelaskanlah ketiga tempat tinggal  padanya dan delapan hal yang tidak boleh dilakukan.”  ||8||17||

Pada saat itu para bhikkhunī ragu-ragu sehubungan dengan tempat duduk di ruang makan sehingga membuang-buang waktu.  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, delapan bhikkhunī (duduk) menurut urutan senioritas, yang lainnya menurut urutan kedatangan.” Pada saat itu para bhikkhunī berpikir: “Sang Bhagavā mengizinkan delapan bhikkhunī (duduk) menurut urutan senioritas, yang lainnya menurut urutan kedatangan,” di mana-mana disediakan  (tempat duduk) hanya untuk delapan bhikkhunī menurut urutan senioritas, untuk yang lainnya menurut urutan kedatangan. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, (tempat duduk) di dalam ruang makan untuk delapan bhikkhunī menurut urutan senioritas, untuk yang lainnya menurut urutan kedatangan; tidak boleh ada di tempat lain (tempat duduk) yang dipesan menurut urutan senioritas. Siapa pun yang memesan (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” ||18|| [274]


Pada saat itu para bhikkhunī tidak mengundang.  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhunī tidak boleh tidak mengundang. Siapa pun yang tidak mengundang akan diperlakukan menurut aturan.”  Pada saat itu para bhikkhunī, setelah mengundang di antara mereka, tidak mengundang Saṅgha para bhikkhu. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhunī, setelah mengundang di antara mereka, tidak boleh tidak mengundang Saṅgha para bhikkhu. Siapa pun yang tidak mengundang (demikian) akan diperlakukan menurut aturan.”

Pada saat itu para bhikkhunī, (hanya) mengundang di satu pihak (Saṅgha) bersama dengan para bhikkhu, membuat kegaduhan. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhunī tidak boleh (hanya) mengundang di satu pihak (Saṅgha) bersama dengan para bhikkhu. Siapa pun yang mengundang (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu para bhikkhunī, mengundang sebelum waktu makan, melewatkan waktu (yang tepat).  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan mereka, para bhikkhu, untuk mengundang setelah makan.” Mengundang setelah makan, mereka tiba pada waktu yang salah.  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan mereka, para bhikkhu, setelah mengundang (di antara mereka) pada satu hari, kemudian mengundang Saṅgha para bhikkhu pada keesokan harinya.” ||1||

Pada saat itu keseluruhan Saṅgha para bhikkhunī, ketika mengundang, menimbulkan keributan. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan mereka, para bhikkhu, menunjuk seorang bhikkhunī yang berpengalaman dan kompeten untuk mengundang Saṅgha para bhikkhu mewakili Saṅgha para bhikkhunī. Dan seperti inilah, para bhikkhu, ia harus ditunjuk: Pertama-tama, seorang bhikkhunī harus diminta; setelah memintanya, Saṅgha harus diberitahu oleh seorang bhikkhunī yang berpengalaman dan kompeten, dengan mengatakan: “Nyonya-nyonya, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Jika baik menurut Saṅgha, maka Saṅgha boleh menunjuk bhikkhunī bernama ini untuk mengundang Saṅgha para bhikkhu mewakili Saṅgha para bhikkhunī. Ini adalah usul. Nyonya-nyonya, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Saṅgha menunjuk bhikkhunī bernama ini untuk mengundang Saṅgha para bhikkhu mewakili Saṅgha para bhikkhunī. Jika penunjukan bhikkhunī bernama ini untuk mengundang Saṅgha para bhikkhu mewakili Saṅgha para bhikkhunī sesuai dengan kehendak nyonya-nyonya, maka nyonya-nyonya cukup berdiam diri; ia yang tidak menghendaki silakan berbicara. Bhikkhunī bernama ini ditunjuk oleh Saṅgha untuk mengundang Saṅgha para bhikkhu mewakili Saṅgha para bhikkhunī. Ini sesuai kehendak Saṅgha; karena itu Saṅgha berdiam diri. Demikianlah saya memahami hal ini’.” ||2||

“Bhikkhunī itu yang telah ditunjuk, dengan membawa Saṅgha para bhikkhunī (bersamanya), setelah mendatangi Saṅgha para bhikkhu, setelah merapikan jubah atasnya di satu bahunya, setelah bersujud di kaki para bhikkhu, setelah duduk bersimpuh, setelah memberi hormat dengan merangkapkan tangan, harus berkata sebagai berikut: [275] ‘Saṅgha para bhikkhunī, para Guru, mengundang Saṅgha para bhikkhu sehubungan dengan apa yang dilihat, didengar, atau dicurigai. Para Guru, sudilah Saṅgha para bhikkhu berbicara kepada Saṅgha para bhikkhunī demi belas kasihan dan mereka, dengan melihat (pelanggaran itu), akan memperbaiki. Dan untuk ke dua kalinya, Para Guru … Dan untuk ke tiga kalinya, Para Guru, Saṅgha para bhikkhunī mengundang Saṅgha para bhikkhu … akan memperbaiki;.”  ||3||19||

Pada saat itu para bhikkhunī menangguhkan Uposatha bagi para bhikkhu, mereka menangguhkan Undangan, mereka memberikan perintah, mereka menegakkan kekuasaan,  mereka meminta izin untuk pergi, mereka mengecam, mereka menyuruh untuk mengingat.  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, Uposatha seorang bhikkhu tidak boleh ditangguhkan oleh seorang bhikkhunī: bahkan jika ditangguhkan, maka hal itu tidak (sungguh-sungguh) tertangguhkan, dan baginya yang menangguhkan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Undangan tidak boleh ditangguhkan: bahkan jika ditangguhkan, maka hal itu tidak (sungguh-sungguh) tertangguhkan, dan baginya yang menangguhkan, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Perintah tidak boleh diberikan: bahkan jika diberikan, maka hal itu tidak (sungguh-sungguh) diberikan, dan baginya yang memberikannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Kekuasaan tidak boleh ditegakkan: bahkan jika ditegakkan, maka hal itu tidak (sungguh-sungguh) ditegakkan, dan baginya yang menegakkannya, maka 8ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Izin pergi tidak boleh diminta: bahkan jika diminta, maka hal itu tidak (sungguh-sungguh) diminta, dan baginya yang meminta, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Ia tidak boleh mengecam: seorang yang dikecam tidak (sungguh-sungguh) dikecam dan baginya yang mengecam, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Ia tidak boleh menyuruh untuk mengingat: seorang yang disuruh untuk mengingat tidak (sungguh-sungguh) disuruh untuk mengingat, dan baginya yang menyuruh untuk mengingat, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu para bhikkhu menangguhkan Uposatha bagi para bhikkhunī … (seperti di atas) … mereka menyuruh untuk mengingat. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, Aku mengizinkan kalian menangguhkan Uposatha seorang bhikkhunī melalui seorang bhikkhu: dan jika ditangguhkan, maka hal itu ditangguhkan dengan benar, dan tidak ada pelanggaran baginya yang menangguhkannya … menyuruh untuk mengingat: dan jika ia disuruh mengingat, maka ia dengan benar disuruh untuk mengingat, dan tidak ada pelanggaran baginya yang menyuruh untuk mengingat.” ||20||

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Penahbisan Bhikkhuni menurut Cullavagga, Vinaya Pitaka versi PTS
« Reply #6 on: 08 February 2012, 11:31:58 AM »
Pada saat itu Kelompok Enam Bhikkhunī mengendarai kendaraan,  baik kereta yang ditarik oleh seekor sapi jantan di tengah yang dipasangkan dengan sapi-sapi betina, maupun kereta yang ditarik oleh seekor sapi betina di tengah yang dipasangkan dengan sapi-sapi jantan. Orang-orang … menyebarkannya, dengan mengatakan: “Seperti pada festival Gangga dan Mahī.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, seorang bhikkhunī tidak boleh mengendarai kendaraan. Siapa pun yang mengendarainya, maka ia akan diperlakukan menurut aturan.”

Pada saat itu seorang bhikkhunī jatuh sakit; ia tidak mampu berjalan kaki. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, kendaraan bagi (seorang bhikkhunī) yang sedang sakit.” Kemudian para bhikkhunī berpikir: “(Apakah kendaraan itu) harus ditarik oleh sapi betina atau ditarik oleh sapi jantan?” mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah kereta tangan yang ditarik oleh seekor sapi betina, ditarik oleh seekor sapi jantan.”

Pada saat itu seorang bhikkhunī merasa sangat tidak nyaman karena guncangan kereta. [276] Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah tandu, sebuah joli.”  ||21||

Pada saat itu perempuan penghibur Aḍḍhakāsī  telah meninggalkan keduniawian di antara para bhikkhunī. Ia sangat ingin pergi ke Sāvatthī, dengan berpikir, “Aku akan ditahbiskan di hadapan Sang Bhagavā.” Orang-orang buangan mendengar bahwa perempuan penghibur Aḍḍhakāsī sangat ingin pergi ke Sāvatthī dan mereka mengepung jalan. Tetapi perempuan penghibur Aḍḍhakāsī mendengar bahwa orang-orang buangan mengepung jalan dan ia mengirim utusan kepada Sang Bhagavā dengan mengatakan: “Bahkan  aku sangat menginginkan penahbisan. Sekarang aturan perilaku apakah yang harus kuturuti?” kemudian Sang Bhagavā dalam kesempatan ini, setelah membabarkan khotbah, berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, menahbiskan bahkan melalui seorang utusan.”  ||1||

Mereka menahbiskan melalui seorang utusan yang adalah seorang bhikkhu. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, kalian tidak boleh menahbiskan melalui seorang utusan yang adalah seorang bhikkhu. Siapa pun yang menahbiskan (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.” Mereka menahbiskan melalui seorang utusan yang adalah seorang yang sedang dalam masa percobaan … seorang samaṇera … seorang samaṇerī … melalui seorang utusan yang adalah seorang (perempuan) yang bodoh dan tidak berpengalaman. ”Para bhikkhu, kalian tidak boleh menahbiskan melalui seorang utusan yang adalah seorang  (perempuan) yang bodoh dan tidak berpengalaman. Siapa pun yang menahbiskan (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk menahbiskan melalui seorang utusan yang adalah seorang bhikkhunī yang berpengalaman dan kompeten. ||2||

“Bhikkhunī itu yang adalah si utusan, setelah menghadap Saṅgha, setelah merapikan jubah atasnya di satu bahunya, setelah bersujud di kaki para bhikkhu, setelah duduk bersimpuh, setelah memberi hormat dengan merangkapkan tangan, ia harus mengatakan sebagai berikut: ‘Nyonya bernama ini, menginginkan penahbisan melalui nyonya bernama itu, ia telah ditahbiskan di satu pihak, dalam Saṅgha para bhikkhunī dan ia murni;  ia tidak datang hanya karena suatu bahaya. Nyonya bernama ini memohon penahbisan dari Saṅgha; sudilah Saṅgha demi belas kasihan  mendidik nyonya ini. Nyonya bernama ini … tidak datang karena suatu bahaya. Dan untuk ke dua kalinya nyonya bernama ini memohon penahbisan dari Saṅgha … mendidik nyonya ini. Nyonya bernama ini menginginkan penahbisan melalui nyonya bernama itu. Ia telah ditahbiskan di satu pihak, dalam Saṅgha para bhikkhunī dan ia murni; ia tidak datang hanya karena suatu bahaya. Dan untuk ke tiga kalinya nyonya bernama ini memohon penahbisan dari Saṅgha; sudilah Saṅgha demi belas kasihan mendidik nyonya ini.’ Saṅgha harus diberitahu oleh seorang bhikkhu yang berpengalaman dan kompeten, dengan mengatakan: ‘Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Orang bernama ini, menginginkan penahbisan melalui orang bernama itu. Ia telah ditahbiskan di satu pihak dalam Saṅgha para bhikkhunī dan ia murni; ia tidak datang karena suatu bahaya. Orang ini memohon penahbisan dari Saṅgha melalui perempuan pengusul bernama itu. Ini adalah usul. [277] Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Orang bernama ini, menginginkan penahbisan … melalui perempuan orang bernama itu … Orang ini memohon penahbisan dari Saṅgha melalui perempuan pengusul bernama itu. Saṅgha menahbiskan orang ini melalui perempuan pengusul bernama itu. Jika penahbisan orang ini melalui perempuan pengusul bernama itu adalah sesuai dengan kehendak Yang Mulia, maka Yang Mulia cukup berdiam diri, mereka yang tidak menghendaki silakan berbicara. Untuk ke dua kalinya saya menyampaikan hal ini … Dan untuk ke tiga kalinya saya menyampaikan hal ini: Yang Mulia, mohon Saṅgha mendengarkan saya … mereka yang tidak menghendaki silakan berbicara. Ini sesuai kehendak Saṅgha; karena itu Saṅgha berdiam diri. Demikianlah saya memahami hal ini’. Naungan harus diukur segera.  Lamanya musim harus dijelaskan, bagian-bagian hari harus dijelaskan, formula harus dijelaskan, para bhikkhunī harus diberitahu: “Jelaskanlah ketiga tempat tinggal padanya dan delapan hal yang tidak boleh dilakukan.” ||3||22||

Pada saat itu para bhikkhunī menetap di sebuah hutan; orang-orang buangan menggoda mereka. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhunī tidak boleh menetap di hutan. Siapa pun yang menetap (di hutan), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”  ||23||

Pada saat itu sebuah gudang  diberikan kepada Saṅgha para bhikkhunī oleh seorang umat awam. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah gudang.” Gudang itu tidak cukup.  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah tempat tinggal.”  Tempat tinggal itu tidak cukup. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, sebuah bangunan untuk bekerja.”  Bangunan untuk bekerja itu tidak cukup. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan kalian, para bhikkhu, untuk membangun bahkan apa yang menjadi miliki seseorang.”  ||24||

Pada saat itu seorang perempuan telah meninggalkan keduniawian di antara para bhikkhunī ketika ia sedang hamil, dan setelah ia meninggalkan keduniawian, ia melahirkan seorang anak.  Kemudian bhikkhunī itu berpikir: “Sekarang aturan perilaku apakah yang harus kuturuti sehubungan dengan anak laki-laki ini?” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkannya, para bhikkhu, untuk mengasuhnya hingga ia mencapai usia yang matang.”  Kemudian bhikkhunī itu berpikir: “Tidaklah mungkin bagiku untuk hidup sendiri,  juga tidaklah mungkin bagi bhikkhunī lain untuk tinggal bersama anak laki-laki ini. Sekarang aturan perilaku apakah yang harus kuturuti?” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan mereka, para bhikkhu, setelah menunjuk seorang bhikkhunī, [278] menyerahkannya kepada bhikkhunī itu sebagai pendamping.  Dan seperti inilah, para bhikkhu, ia harus ditunjuk: Pertama-tama, bhikkhunī itu harus diminta; setelah memintanya, Saṅgha harus diberitahu oleh seorang bhikkhunī yang berpengalaman dan kompeten, dengan mengatakan: ‘Nyonya-nyonya, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Jika baik menurut Saṅgha, maka Saṅgha boleh menunjuk bhikkhunī bernama ini sebagai pendamping bagi bhikkhunī bernama itu. Ini adalah usul. Nyonya-nyonya, mohon Saṅgha mendengarkan saya. Saṅgha menunjuk bhikkhunī bernama ini sebagai pendamping bagi bhikkhunī bernama itu. Jika penunjukkan bhikkhunī bernama ini sebagai pendamping bagi bhikkhunī bernama itu adalah sesuai dengan kehendak nyonya-nyonya, maka nyonya-nyonya cukup berdiam diri, mereka yang tidak menghendaki silakan berbicara. Bhikkhunī bernama ini ditunjuk menjadi pendamping bagi bhikkhunī bernama itu. Ini sesuai kehendak Saṅgha; karena itu Saṅgha berdiam diri. Demikianlah saya memahami hal ini’.” ||1||

Kemudian bhikkhunī yang menjadi pendamping itu berpikir: “Sekarang aturan perilaku apakah yang harus kuturuti sehubungan dengan anak laki-laki ini?” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan mereka, para bhikkhu, untuk berperilaku terhadap anak laki-laki itu persis seperti mereka berperilaku terhadap laki-laki lain, kecuali tidur di bawah atap yang sama.”  ||2||

Pada saat itu seorang bhikkhunī yang telah jatuh dalam pelanggaran atas suatu peraturan penting, sedang menjalani mānatta.  Kemudian bhikkhunī itu berpikir: “Tidaklah mungkin bagiku untuk hidup sendiri, juga tidaklah mungkin bagi bhikkhunī lain untuk tinggal bersamaku. Sekarang aturan perilaku apakah yang harus kuturuti?” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan mereka, para bhikkhu, setelah menunjuk seorang bhikkhunī, menyerahkannya kepada bhikkhunī itu sebagai pendamping. Dan seperti inilah, para bhikkhu, ia harus ditunjuk … (seperti pada ||1||) … Demikianlah saya memahami hal ini’.” ||3||25||

Pada saat itu seorang bhikkhunī, setelah mengingkari latihan,  meninggalkan Saṅgha;  setelah kembali lagi ia memohon penahbisan dari para bhikkhunī. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, tidak ada pengingkaran latihan oleh seorang bhikkhunī, tetapi sejauh ia adalah seorang yang telah meninggalkan Saṅgha,  akibatnya ia bukan lagi seorang bhikkhunī. ||1||

Pada saat itu seorang bhikkhunī, dengan mengenakan jubah kuning, pergi bergabung dengan sekte lain;  setelah kembali lagi ia memohon penahbisan dari para bhikkhunī. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, bhikkhunī mana pun juga, dengan mengenakan jubah kuning, pergi bergabung dengan sekte lain, ketika kembali lagi, tidak perlu ditahbiskan.”  ||2||26||

Pada saat itu para bhikkhunī [279] karena berhati-hati, tidak menerima sapaan orang-orang, tidak menerima sapaan oleh orang-orang, tidak menerima komentar sehubungan dengan potongan rambut (mereka), sehubungan dengan potongan kuku (mereka), sehubungan dengan mereka merawat luka. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan mereka, para bhikkhu, untuk menerima (perbuatan-perbuatan) ini.”  ||1||

Pada saat itu para bhikkhunī sedang duduk bersila,  menerima sentuhan tumit-tumit.  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhunī tidak boleh duduk bersila. Siapa pun yang duduk (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu seorang bhikkhunī sedang sakit. Ia merasa tidak nyaman jika tidak duduk bersila. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Aku mengizinkan, para bhikkhu, (posisi) setengah bersila  untuk perempuan.” ||2||

Pada saat itu para bhikkhunī buang air di kakus; Kelompok Enam Bhikkhunī melakukan aborsi di sana. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhunī tidak boleh buang air di kakus. Siapa pun yang melakukannya, maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan mereka, para bhikkhu, buang air di tempat di mana bagian bawahnya terbuka, dan tertutup di bagian atas.”  ||3||

Pada saat itu para bhikkhunī mandi dengan menggunakan bubuk mandi. Orang-orang merendahkan, mengkritik, dan menyebarkan, dengan mengatakan: seperti para perempuan perumah tangga yang menikmati kesenangan indria.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhkkhunī tidak boleh mandi dengan menggunakan bubuk mandi. Siapa pun yang mandi (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan mereka, para bhikkhu, menggunakan serbuk merah dari padi dan tanah liat.”

Pada saat itu para bhikkhunī dengan menggunakan tanah liat harum. Orang-orang … menyebarkan, dengan mengatakan: “seperti para perempuan perumah tangga yang menikmati kesenangan indria.” Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhkkhunī tidak boleh mandi dengan menggunakan tanah liat harum.  Siapa pun yang mandi (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan mereka, para bhikkhu, tanah liat biasa”

Pada saat itu para bhikkhunī mandi di kamar mandi, membuat kegaduhan. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhunī tidak boleh mandi di kamar mandi. Siapa pun yang mandi (di kamar mandi), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu para bhikkhunī mandi melawan arus menerima sentuhan arus.  Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhunī tidak boleh mandi melawan arus. Siapa pun yang mandi (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu para bhikkhunī mandi bukan di suatu dangkalan; orang-orang buangan menggoda mereka. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhunī tidak boleh mandi bukan di sebuah dangkalan. Siapa pun yang mandi (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

Pada saat itu para bhikkhunī mandi di suatu dangkalan untuk laki-laki. Orang-orang … menyebarkan, dengan mengatakan: “seperti para perempuan perumah tangga yang menikmati kesenangan indria.” [280] Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhunī tidak boleh mandi di suatu dangkalan untuk laki-laki. Siapa pun yang mandi (demikian), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah. Aku mengizinkan mereka, para bhikkhu, untuk mandi di sebuah dangkalan untuk perempuan.”  ||4||27||

Demikianlah Bagian Pengulangan Ke tiga

Demikianlah Bagian ke Sepuluh: Tentang Bhikkhunī


Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Re: Penahbisan Bhikkhuni menurut Cullavagga, Vinaya Pitaka versi PTS
« Reply #7 on: 09 February 2012, 06:56:21 AM »
Quote
Pada saat itu para bhikkhunī mandi di kamar mandi, membuat kegaduhan. Mereka mengadukan hal ini kepada Sang Bhagavā. Beliau berkata: “Para bhikkhu, para bhikkhunī tidak boleh mandi di kamar mandi. Siapa pun yang mandi (di kamar mandi), maka ia melakukan pelanggaran perbuatan-salah.”

sekarang masih berlaku ndak ?
kalau masih berlaku, 'Bhikkhuni' jaman sekarang mandinya dimana ya ?
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

 

anything