//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Korban Pemerkosaan Lu Sheng Yen berbicara  (Read 507651 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline andrew

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 568
  • Reputasi: 22
Re: Korban Pemerkosaan Lu Sheng Yen berbicara
« Reply #405 on: 01 May 2010, 08:19:33 AM »
begini lho bro, yang disebut nyingma, kagyu, sakya, geluk, itu masuknya berdasarkan jaman saja. jadi aliran vajrayana nyingma, itu adalah ajaran vajrayana yang pertama kali masuk tibet
sebutan nyingma tiongkok, sebenarnya kurang tepat. yang benar itu vajrayana tiongkok.


bro tolong jangan mengaburkan  arah dari pembicaraan awal...

ok saya ringkas kan awal perdebatan tentang nyingma ditiongkok ini ya...

ini berawal dari pernyataan bahwa LSY bukan cult dengan bukti menyebutkan silsilahnya berasal dari kagyu, sakya, gelug & nyingma...  dengan pernyataan lanjutan... silsilah nyingma didapat dari seorang bhiksu tiongkok...

jadi jelas diawal yang dimaksud adalah pengakuan adanya nyingma di tiongkok... jadi jangan berdalih...

dan dengan pernyataan anda bahwa kagyu,nyingma,gelug, sakya berdasarkan jamannya saja...
lebih jelas lagi ngaconya anda dan LSY

disini terlihat jelas bahwa pengakuan bahwa LSY berasal dari silsilah kagyu,nyingma,sakya,gelug... adalah ngaco... adalah kebohongan...




boss.. liat dulu tulisan tentang samyaksambodhi aliran tantrayana dari bro gandalf baru kasih komentar..  OK..


terima kasih... baru saja saya lihat...

dan tidak mengubah pernyataan saya...

tetap saja pengakuan LSY mencapai samyaksambodhi...  merupakan pernyataan bahwa dia adalah yang paling tinggi ... di antara atisha,shantideva, nagarjuna...

dan disini yang dibicarakan adalah samyaksambodhi model LSY yang jelas-jelas berbeda dengan samyaksambodhi vajrayana buddhis...

coba jelaskan samyaksambodhi model LSY... 

karena LSY mengaku mencapai samyaksambodhi...
siapa lebih tinggi  tingkatannya  antara LSY dengan Yang Mulia Atisha , Nagarjuna, Shantideva, Karmapa?
pastinya anda bisa menjawab dengan jelas....

Offline indra_ihong

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 239
  • Reputasi: -11
  • Gender: Male
Re: Korban Pemerkosaan Lu Sheng Yen berbicara
« Reply #406 on: 01 May 2010, 10:18:44 AM »
Saya tidak pernah menulis bahwa tingkatan Maha guru lian shen lebih tinggi dari guru-guru tantra lainnya.

Mahaguru lian shen tidak pernah mengatakan bahwa dia yang paling tinggi dari atisha, shantideva, nagarjuna.

Mahaguru lian shen ya mahaguru lian shen. Atisha ya atisha. shantideva ya shantideva.

Jangan pura-pura gak tau ya. Tulisan-nya udah sangat jelas.

Dalam tulisan [ edward ] mengakui didalam ajaran tantra, seseorang bisa mencapai anuttara samyaksambodhi dalam satu kehidupan.
(Topik : Lu sheng Yen dan Buddhism  hal 19 )

dalam sumber http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,5314.0.html  , tulisan bro [ gandalf ] menyatakan tidak mungkin ada 2 sammasambuddha, namun ga menutup diri ada pencapaian samyaksambodhi.

TULISAN [ gandalf ] : " Bodhisattva tingkat 10 yang bergelar Samyaksambuddha, diabhiseka dalam Samyaksambodhi dan mampu menunjukkan karakteristik Buddha dan tindakan Buddha (buddhakarya)"

                                                                               ****

Samyaksambodhi bukan sammasambuddha. namun samyaksambodhi setara dengan Buddha maka disebut dengan buddha.

Jadi Mahaguru Lian Shen bukan hanya bertemu dengan Sakyamuni Buddha, bisa bertemu berbagai  Buddha.

Ini salah satu artikel-nya bahwa mahaguru lian shen bertemu dengan berbagai Buddha :

Memasuki Sutra Raja Agung Avalokitesvara

Saat melakukan perjalanan astral dalam Samadhi, saya memasuki alam yang menakjubkan, ternyata saya masuk dalam sebuah Sutra, bertemu dengan Samadhiprabha Tathagata (定光佛 / Ding Guang Fo). Huruf dalam Sutra itu membesar, dari dalam tiap huruf muncul Para Buddha yang tak terhitung banyaknya, Samadhiprabha Tathagata berada di depan, sedangkan Para Buddha yang lain berada di belakang, masing-masing duduk diatas padmasana, memancarkan cahaya tiada batasnya. Suasananya sungguh penuh keagungan.

Sutra ini adalah Sutra Raja Agung Avalokitesvara (高王觀世音真經 / Gaowang Guanshiyin Zhenjing), yang disebut juga Sutra Raja Agung (高王經 / Gaowangjing), merupakan Sutra yang saya junjung tinggi.

Kita semua tahu, Samadhiprabha Tatagatha disebut juga Dipankara Buddha (燃燈佛 / Randeng Fo).

Dalam Prajnaparamita Upadesa Sastra (智度論) dikatakan, "Saat Buddha Dipankara lahir, sekeliling tubuh-Nya bagaikan pelita, maka dinamakan Pangeran Dipankara. Mencapai ke-Buddha-an juga bernama Dipankara, nama lainnya adalah Samadhiprabha Tathagata."

Sakyamuni Buddha memperoleh vyakarana dari Samadhiprabha Tathagata:

"Di masa Samadhiprabha Tathagata, Aku adalah seorang Bodhisattva yang bernama Bocah Bijak (儒童), membeli bunga teratai untuk di taburkan sebagai persembahan kepada Samadhiprabha Tathagata. Bunga teratai yang Aku taburkan melayang diudara, Sang Tathagata yang memahami makna dibalik fenomena ini memuji : Kesucian yang telah Engkau latih sejak masa lampau yang tak terhingga, merupakan penyebab peristiwa ini, dan dalam 91 kalpa kemudian Engkau akan menjadi Buddha dengan nama Sakyamuni."

Saat saya memasuki Sutra Raja Agung, berjumpa dengan Samadhiprabha Tathagata dan Para Buddha dari sepuluh penjuru Negeri Buddha yang tak terhingga banyaknya bagaikan butiran debu. Masing-masing duduk diatas Padmasana dan memancarkan cahaya.

Saya mengatakan, "Dalam Sutra Raja Agung tercantum nama Para Buddha dan Bodhisattva, membuat umat timbul sukacita."

Samadhiprabha Tathagata bertanya, "Apakah Anda mengetahui kebenaran yang terkandung di dalamnya?"

Saya menjawab, "Kebenaran yang bagaimanakah?"

Samadhiprabha Tathagata menjawab, "Praktek!"

"Praktek? Saya tidak paham."

Samadhiprabha Tathagata memberitahukan kepada saya, "Sutra ini adalah Sutra Praktek, umat di dunia hanya melihat tampak luarnya saja, tidak memahami makna yang terkandung di dalamnya. Sekarang, Saya khusus memberitahu Anda, kemudian ajarkanlah kepada para umat."

Samadhiprabha Tathagata mengatakan :

Suddharasmiprabhaguhya Buddha (淨光秘密佛 / Jing Guang Mi Mi Fo) adalah praktek cahaya kesucian Tantrika.

Dharmakara Buddha (法藏佛 / Fa Zhang Fo) adalah pelaksanaan dari hati adalah Dharma, Dharma adalah hati.

Simhanada Rddhividhijnanaraja Buddha (獅子吼神足幽王佛 / Shi Zi Hou Shen Zhu You Wang Fo) adalah praktek dari siddhi kaki dewa untuk menyelamatkan makhluk. (Ket :Siddhi kaki dewa adalah kemampuan untuk dalam sekejap sampai di tempat yang ingin dituju.)

Merupradiparaja Buddha (佛告須彌燈王佛 / Fo Gao Xu Mi Deng Wang Fo) adalah praktek memancarkan cahaya ke sepuluh penjuru.

Dharmapala Buddha (法護佛 / Fa Hu Fo) adalah praktek melindungi Buddha Dharma. (Ket : melestarikan dan menyebarluaskan demi keuntungan para makhluk)

Vajragarbha Simhakridanika Buddha (金剛藏獅子遊戲佛 / Jin Gang Zhang Shi Zi You Xi Fo) adalah bermakna praktek dan permainan ( Ket : praktek diumpamakan sebagai permainan dari karuna-prajna, iddhi dan lain-lain)

Ratnavijaya Buddha (寶勝佛 / Bao Sheng Fo) adalah praktek kesuksesan menjalankan Buddharatna (Ket : Berlindung pada Buddha sampai realisasi ke-Buddha-an).

Rddhiabhijnana Buddha (神通佛 / Shen Tong Fo) adalah praktek enam kekuatan batin. (Ket : enam kekuatan batin meliputi : kaki dewa, mata dewa, telinga dewa, kemampuan untuk mengetahui isi hati, mengetahui kehidupan lampau dan mendatang, dan kemampuan menghapus segala kilesha mencapai pembebasan sejati.)

Bhaisajyaguru Vaiduryaprabharaja Buddha (藥師流璃光王佛 / Yao Shi Liu Li Guang Wang Fo) adalah pelaksanaan sebagai Maha Tabib yang menolong dunia. (Ket : Mengobati lobha, dosha dan moha dari para makhluk)

Samantaprabhagunagiriraja Buddha (普光功德山王佛 / Pu Guang Gong De Shan Wang Fo) adalah pelaksanaan yang berupa cahaya dari pahala yang memenuhi semesta. (Ket : merupakan gelar ke-Buddha-an dari Avalokitesvara Bodhisattva kelak, sebagai teladan bagi sadhaka tantra)

Supratisthitagunaratnagiriraja Buddha (善住功德寶王佛 / Shan Zhu Gong De Bao Wang Fo) adalah pelaksanaan pahala kebajikan di semesta. (Ket : merupakan gelar ke-Buddha-an dari Mahastmaprapta Bodhisattva kelak, sebagai teladan bagi sadhaka tantra.)

Samadhiprabha Buddha mengatakan, "Sedangkan Saya, Samadhiprabha Buddha adalah praktek dari Samadhi yang memancarkan cahaya."

Dan lain-lain.

Setelah saya mendengarnya, tiba-tiba tersadarkan.

"Ternyata nama dari Para Buddha dan Bodhisattva mengandung kebenaran dari praktek!"

Coba kita pikir, Sutra Raja Agung mengandung makna rahasya dari praktek :

Cahaya kesucian.

Rahasya hati Dharma.

Kaki dewa.

Raja Pelita.

Dharmapala.

Permainan.

Kesuksesan dari pelatihan diri.

Kekuatan batin.

Mengobati penyakit.

Pahala.

Samadhiprabha Tathagata menganalisis satu demi satu jalan praktek dari Sutra Raja Agung, sungguh membuat saya menjadi amat sangat takjub. Saya kira Sutra Raja Agung hanya berisi nama dari Para Buddha dan Bodhisattva saja, ternyata semua merupakan jalan praktek!

Ada orang yang menganggap bahwa Sutra Raja Agung adalah Sutra palsu, bagaimana dia bisa paham bahwa Sutra Raja Agung merupakan jalan praktek dan sangat unggul!

SELESAI

( Sumber : http://indonesia.tbsn.org/modules/news2/article.php?storyid=172 )
« Last Edit: 01 May 2010, 10:22:00 AM by indra_ihong »
Ujian Kehidupan itu adalah menjadi Sempurna. Cukup tau kebenaran. Hindari konflik yang tidak sependapat dengan anda. Hadapi Konflik yang tidak terhindarkan, hanya untuk membuktikan kebenaran di depan mata. Sampai ajal itu tiba dengan kedamaian, dan pikiran yang upeksa.

Offline andrew

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 568
  • Reputasi: 22
Re: Korban Pemerkosaan Lu Sheng Yen berbicara
« Reply #407 on: 01 May 2010, 01:48:44 PM »
Saya tidak pernah menulis bahwa tingkatan Maha guru lian shen lebih tinggi dari guru-guru tantra lainnya.

Mahaguru lian shen tidak pernah mengatakan bahwa dia yang paling tinggi dari atisha, shantideva, nagarjuna.

Mahaguru lian shen ya mahaguru lian shen. Atisha ya atisha. shantideva ya shantideva.

Jangan pura-pura gak tau ya. Tulisan-nya udah sangat jelas.



jelas dimana nya ? sangat multi tafsir....

biar jelas ... silahkan anda jawab dengan gamblang

LSY setara , lebih rendah atau lebih tinggi dari Yang Mulia Atisha, Milarepa, Shantideva, Nagarjuna...


jawaban sangat mudah semudah jawaban bahwa bodhisatva avalokitesvara lebih  rendah tingkatnya dari Buddha Sakyamuni....   ( ini baru jawaban jelas, jawaban anda sangat multitafsir )

silahkan pilih diantara tiga jawaban yang benar  ...

A. Lebih tinggi
B setara
C lebih rendah






Dalam tulisan [ edward ] mengakui didalam ajaran tantra, seseorang bisa mencapai anuttara samyaksambodhi dalam satu kehidupan.
(Topik : Lu sheng Yen dan Buddhism  hal 19 )

dalam sumber http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,5314.0.html  , tulisan bro [ gandalf ] menyatakan tidak mungkin ada 2 sammasambuddha, namun ga menutup diri ada pencapaian samyaksambodhi.

TULISAN [ gandalf ] : " Bodhisattva tingkat 10 yang bergelar Samyaksambuddha, diabhiseka dalam Samyaksambodhi dan mampu menunjukkan karakteristik Buddha dan tindakan Buddha (buddhakarya)"

                                                                               ****


jadi dari pernyataan diatas... berarti LSY mengklaim dirinya  mencapai  bodhisatwa tingkat 10 ?
setara dengan  Arya Manjushri dan Arya Avalokitesvara ?

silahkan jawab    :   YA  atau TIDAK ...   ( bila jawaban tidak harap diberi alasan )


Samyaksambodhi bukan sammasambuddha. namun samyaksambodhi setara dengan Buddha maka disebut dengan buddha.

Jadi Mahaguru Lian Shen bukan hanya bertemu dengan Sakyamuni Buddha, bisa bertemu berbagai  Buddha.


baru kali ini saya dengar ada orang yang mengaku ngaku bisa bertemu Buddha  (selain bertemu Amitaba Buddha...)

Buddha Sakyamuni pun dalam hidupnya tidak pernah menyatakan bisa bertemu dengan Buddha Buddha lain dalam samadhinya....   

Offline indra_ihong

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 239
  • Reputasi: -11
  • Gender: Male
Re: Korban Pemerkosaan Lu Sheng Yen berbicara
« Reply #408 on: 01 May 2010, 11:29:29 PM »
coba anda urutkan mana yang tertinggi dan mana yang terendah ?

Sakyamuni Buddha, Vairocana Buddha, Dorje Chang

Silahkan anda memberikan jawaban ? dan berikan alasan-nya.

Saya mau anda dulu yang menjawab.

( Dorje Chang ini istilah dalam nama tibet )
Ujian Kehidupan itu adalah menjadi Sempurna. Cukup tau kebenaran. Hindari konflik yang tidak sependapat dengan anda. Hadapi Konflik yang tidak terhindarkan, hanya untuk membuktikan kebenaran di depan mata. Sampai ajal itu tiba dengan kedamaian, dan pikiran yang upeksa.

Offline andrew

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 568
  • Reputasi: 22
Re: Korban Pemerkosaan Lu Sheng Yen berbicara
« Reply #409 on: 01 May 2010, 11:43:05 PM »
coba anda urutkan mana yang tertinggi dan mana yang terendah ?

Sakyamuni Buddha, Vairocana Buddha, Dorje Chang

Silahkan anda memberikan jawaban ? dan berikan alasan-nya.

Saya mau anda dulu yang menjawab.

( Dorje Chang ini istilah dalam nama tibet )

maaf  ya  ... saya cuma tau Sakyamuni Buddha  ... apa itu Dorje chang ? apa itu Vairocana Buddha ? saya tidak tau...

jadi pertanyaan anda tidak nyambung...

dan aneh cara anda menghindar dari pertanyaan saya... terlalu berputar putar...

sekarang silahkan jawab pertanyaan saya... diatas



anda ini sedang membuat pertanyaan konyol...


jelas pertanyaan saya adalah orang - orang yang pernah hidup dalam sejarah...
berbeda dengan pertanyaan anda
« Last Edit: 02 May 2010, 12:04:51 AM by andrew »

Offline indra_ihong

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 239
  • Reputasi: -11
  • Gender: Male
Re: Korban Pemerkosaan Lu Sheng Yen berbicara
« Reply #410 on: 02 May 2010, 12:02:10 AM »
Quote
jelas dimana nya ? sangat multi tafsir....
biar jelas ... silahkan anda jawab dengan gamblang
LSY setara , lebih rendah atau lebih tinggi dari Yang Mulia Atisha, Milarepa, Shantideva, Nagarjuna...
jawaban sangat mudah semudah jawaban bahwa bodhisatva avalokitesvara lebih  rendah tingkatnya dari Buddha Sakyamuni....   ( ini baru jawaban jelas, jawaban anda sangat multitafsir )

silahkan pilih diantara tiga jawaban yang benar  ...
A. Lebih tinggi
B setara
C lebih rendah

saya tidak tau nagarjuna. saya tidak tau atisha. saya tidak tau shantideva. saya hanya pernah menjawab milarepa mencapai annuttara samyaksambodhi di artikel "LSY dan Buddhisme"

mohon maaf, saya ga bisa menjawab.


Quote
baru kali ini saya dengar ada orang yang mengaku ngaku bisa bertemu Buddha  (selain bertemu Amitaba Buddha...)
Buddha Sakyamuni pun dalam hidupnya tidak pernah menyatakan bisa bertemu dengan Buddha Buddha lain dalam samadhinya....   
Bagaimana mungkin ada Bhaisajyaguru Buddha ? Amitabha Buddha ? Ksitigarbha Bodhisattva ?

Quote
jadi dari pernyataan diatas... berarti LSY mengklaim dirinya  mencapai  bodhisatwa tingkat 10 ?
setara dengan  Arya Manjushri dan Arya Avalokitesvara ?
silahkan jawab    :   YA  atau TIDAK ...   ( bila jawaban tidak harap diberi alasan )
Saya tidak tau. Saya tidak tau dan tidak begitu yakin tingkatan Avalokitesvara. saya tidak tau tingkatan manjushri.
« Last Edit: 02 May 2010, 12:08:28 AM by indra_ihong »
Ujian Kehidupan itu adalah menjadi Sempurna. Cukup tau kebenaran. Hindari konflik yang tidak sependapat dengan anda. Hadapi Konflik yang tidak terhindarkan, hanya untuk membuktikan kebenaran di depan mata. Sampai ajal itu tiba dengan kedamaian, dan pikiran yang upeksa.

Offline 4DMYN

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 428
  • Reputasi: -4
Re: Korban Pemerkosaan Lu Sheng Yen berbicara
« Reply #411 on: 02 May 2010, 12:02:17 AM »

jelas dimana nya ? sangat multi tafsir....

biar jelas ... silahkan anda jawab dengan gamblang

LSY setara , lebih rendah atau lebih tinggi dari Yang Mulia Atisha, Milarepa, Shantideva, Nagarjuna...


jawaban sangat mudah semudah jawaban bahwa bodhisatva avalokitesvara lebih  rendah tingkatnya dari Buddha Sakyamuni....   ( ini baru jawaban jelas, jawaban anda sangat multitafsir )

silahkan pilih diantara tiga jawaban yang benar  ...

A. Lebih tinggi
B setara
C lebih rendah


biar gak multi tafsir, saya postingkan sebuah sutra tentang pencapaian Ke-Buddha-an Manjushri Bodhisattva:

Sutra Penjelasan Keadaan Kebuddhaan yang Tak Terbayangkan
Demikianlah telah kudengar:
Suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di taman milik Anathapindika, di Taman Jeta dekat Shravasti, diiringi dengan seribu orang bhikshu, sepuluh ribu Bodhisattva-Mahasattva, dan banyak dewa dari Alam Nafsu (Kamaloka) dan Alam Bentuk (Rupaloka).
Pada waktu itu, Manjusri Bodhisattva-Mahasattva dan dewa Suguna hadir di antara perkumpulan tersebut. Yang Dimuliakan berkata pada Manjusri, “Kamu harus menjelaskan keadaan Kebuddhaan yang mendalam untuk para dewa dan para Bodhisattva dalam perkumpulan ini.”
Manjusri berkata kepada Sang Buddha, “Baiklah, Yang Dimuliakan. Jika pria dan wanita yang baik hati ingin mengetahui keadaan Kebuddhaan, mereka harus mengetahui bahwa ini bukanlah keadaan dari mata, telinga, hidung, lidah, tubuh, atau pikiran; bukan pula keadaan dari bentuk-bentuk, suara-suara, bebauan, rasa, sentuhan, atau objek pikiran. Yang Dimuliakan, tanpa keadaan adalah keadaan Kebuddhaan. Inilah yang menjadi masalahnya, apakah keadaan dari pencerahan sempurna seperti yang dicapai oleh Sang Buddha?”
Sang Buddha berkata, “Ini adalah keadaan dari kekosongan, karena semua pandangan adalah sama. Ini adalah keadaan dari tanpa tanda, karena semua tanda adalah sama. Ini adalah keadaan dari tanpa keinginan karena ketiga alam adalah sama. Ini adalah keadaan dari tanpa tindakan, karena semua tindakan adalah sama. Ini adalah keadaan dari yang tidak berkondisi, karena semua hal yang berkondisi adalah sama.”
Manjusri bertanya, “Yang Dimuliakan, apakah keadaan dari yang tidak berkondisi itu?”
Sang Buddha berkata, “Ketiadaan pikiran adalah keadaan dari yang tidak berkondisi.”
Manjusri berkata, “Yang Dimuliakan, jika keadaan yang tidak berkondisi dan seterusnya adalah keadaan Kebuddhaan, dan keadaan yang tidak berkondisi adalah ketiadaan pikiran, kemudian atas dasar apakah keadaan Kebuddhaan diungkapkan? Jika tidak ada dasar yang demikian, maka tidak ada yang dapat dikatakan; dan karena tidak ada yang dapat dikatakan, tidak ada yang dapat diungkapkan. Oleh karena itu, Yang Dimuliakan, keadaan Kebuddhaan tidak dapat diungkapkan dalam kata-kata.”
Sang Buddha bertanya, “Manjusri, di manakah keadaan Kebuddhaan seharusnya dicari?”
Manjusri menjawab, “Ia harus dicari tepat di dalam kekotoran batin makhluk-mahkluk. Mengapa, karena pada dasarnya kekotoran batin makhluk-makhluk tidak dapat dipahami. Perwujudan dari hal ini melampaui pemahaman para Sravaka dan Pratyekabuddha; oleh sebab itu, ia disebut keadaan Kebuddhaan.”
Sang Buddha bertanya pada Manjusri, “Apakah keadaan Kebuddhaan bertambah atau berkurang?”
“Ia tidak bertambah ataupun berkurang.”
Sang Buddha bertanya, “Bagaimana seseorang memahami sifat dasar dari kekotoran batin semua mahkluk?”
“Sama seperti keadaan Kebuddhaan tidak bertambah ataupun berkurang, maka dengan sifat dasar mereka kekotoran batin tidak bertambah ataupun berkurang.”
Sang Buddha bertanya, “Apakah sifat dasar kekotoran batin?”
“Sifat dasar kekotoran batin adalah sifat dasar dari keadaan Kebuddhaan. Yang Dimuliakan, jika sifat dasar kekotoran batin berbeda dari sifat dasar keadaan Kebuddhaan, maka tidak dapat dikatakan bahwa Sang Buddha berdiam di dalam kesamaan dari semua benda. Ini karena sifat kekotoran batin adalah sifat sangat dasar dari keadaan Kebuddhaan sehingga Sang Tathágata dikatakan berdiam dalam kesamaan.”
Sang Buddha bertanya lebih lanjut, “Dalam kesamaan apakah kamu pikir Sang Tathágata berdiam?”
“Seperti yang aku pahami, Sang Tathágata berdiam dalam kesamaan yang benar-benar sama di mana makhluk-makhluk yang berbuat dengan keinginan, kebencian, dan kebodohan tinggal.”
Sang Buddha bertanya, “Dalam kesamaan apakah makhluk-makhluk yang bertindak dengan ketiga racun itu tinggal?”
“Mereka tinggal dalam kesamaan dari kekosongan, tanpa tanda, dan tanpa keinginan.”
Sang Buddha bertanya, “Manjusri, dalam kekosongan, bagaimana terdapat keinginan, kebencian, dan kebodohan?”
Manjusri menjawab, “Tepat di dalam yang ada terdapat kekosongan, di mana keinginan, kebencian, dan kebodohan juga ditemukan.”
Sang Buddha bertanya, “Dalam keberadaan apakah terdapat kekosongan?”
“Kekosongan dikatakan ada hanya dalam kata-kata dan bahasa. Karena terdapat kekosongan, terdapat keinginan, kebencian, dan kebodohan. Sang Buddha telah mengatakan, ‘Para bhikshu! Yang tidak muncul, tidak berkondisi, tanpa tindakan, dan tidak berasal mula semuanya ada. Jika semua ini tidak ada, maka seseorang tidak dapat berkata tentang yang muncul, yang berkondisi, tindakan, dan asal mula. Oleh sebab itu, para bhikshu, karena terdapat yang tidak muncul, tidak berkondisi, tanpa tindakan, tidak berasal mula, seseorang dapat berkata tentang keberadaan yang muncul, berkondisi, tindakan, dan asal mula.’ Sama halnya, Yang Dimuliakan, jika tidak ada kekosongan, tanpa tanda, atau tanpa keinginan, seseorang tidak dapat berkata tentang keinginan, kebencian, kebodohan, atau gagasan-gagasan lainnya.”
Sang Buddha berkata, “Manjusri, jika ini adalah masalahnya, maka pasti ada, seperti yang kamu katakan. Bahwa siapa yang berdiam dalam kekotoran batin tinggal dalam kekosongan.”
Manjusri berkata, “Yang Dimuliakan. Jika seorang meditator mencari kekosongan terpisah dari kekotoran batin, pencariannya akan sia-sia. Bagaimana terdapat kekosongan yang berbeda dari kekotoran? Jika ia merenungkan kekotoran batin sebagai kekosongan, ia dikatakan berlatih dalam praktek yang benar.”
Sang Buddha bertanya, “Manjusri, apakah kamu memisahkan diri dari kekotoran batin atau berdiam di dalamnya?”
Manjusri berkata, “Semua kekotoran batin adalah sama [dalam kenyataan]. Aku telah menyadari kesamaan itu melalui praktek yang benar. Oleh karena itu, aku tidak memisahkan diri dari kekotoran batin ataupun berdiam di dalamnya. Jika seorang sramana atau Brahmana mengaku bahwa ia telah mengatasi nafsu keinginan dan melihat makhluk-makhluk lain diliputi kekotoran batin, ia telah jatuh ke dalam dua pandangan ekstrem. Apakah keduanya itu? Yang satu adalah pandangan eternalisme, yang menyatakan bahwa kekotoran batin ada; yang lainnya adalah pandangan nihilisme, yang menyatakan bahwa kekotoran batin tidak ada.”
“Yang Dimuliakan, ia yang menjalankan praktek yang benar tidak melihat benda-benda sebagai diri sendiri atau orang lain, ada atau tidak ada. Mengapa? Karena ia dengan jelas memahami semua dharma.”
Sang Buddha bertanya, “Manjusri, bergantung pada apakah seharusnya seseorang untuk praktek yang benar?”
“Ia yang menjalankan praktek dengan benar tidak bergantung pada apa pun.”
Sang Buddha bertanya, “Apakah ia tidak menjalankan praktek berdasarkan pada sang jalan?”
“Jika ia menjalankan praktek sesuai dengan apa pun, prakteknya akan menjadi berkondisi. Praktek yang berkondisi bukanlah salah satu dari kesamaan. Mengapa? Karena ini tidak bebas dari kemunculan, kediaman, dan kemusnahan.”
Sang Buddha bertanya kepada Manjusri, “Adakah pengelompokan di dalam yang tidak berkondisi?”
Manjusri menjawab, “Yang Dimuliakan, jika terdapat pengelompokan dalam yang tidak berkondisi, maka yang tidak berkondisi akan menjadi berkondisi dan tidak lagi akan menjadi yang tidak berkondisi.”
Sang Buddha berkata, “Jika yang tidak berkondisi dapat direalisasi oleh para Arahat, maka terdapat hal yang seperti itu di dalam yang tidak berkondisi; bagaimana dapat kamu katakan tidak ada pengelompokan di dalamnya?”
“Benda-benda tidak memiliki pengelompokan, dan para Arahat telah melampaui pengelompokan. Itulah sebabnya mengapa Aku mengatakan tidak ada pengelompokan.”
Sang Buddha bertanya, “Manjusri, tidakkah kamu mengatakan kamu telah mencapai Kearahatan?”
Manjusri berbalik bertanya, “Yang Dimuliakan, andaikata seseorang bertanya pada seorang yang diciptakan secara sihir, ‘Tidakkah kamu mengatakan kamu telah mencapai Kearahatan?’ Apakah yang akan menjadi jawabannya?”
Sang Buddha menjawab Manjusri, “Seseorang tidak dapat mengatakan pencapaian atau bukan pencapaian dari seorang yang diciptakan secara sihir.”
Manjusri bertanya, “Tidakkah Sang Buddha telah mengatakan bahwa semua benda bagaikan khayalan?”
Sang Buddha menjawab, “Demikianlah telah Ku-katakan.”
“Jika semua benda bagaikan khayalan, mengapa Anda menanyakan apakah aku telah mencapai Kearahatan atau belum?”
Sang Buddha bertanya, “Manjusri, kesamaan apakah di dalam tiga kendaraan yang telah kamu realisasikan?”
“Aku telah merealisasi kesamaan dari keadaan Kebuddhaan?”
Sang Buddha bertanya, “Apakah kamu telah mencapai keadaan Kebuddhaan?”
“Jika Yang Dimuliakan telah mencapainya, maka aku juga telah mencapainya.”
Setelah itu, Yang Mulia Subhuti bertanya pada Manjusri, “Bukankah Sang Tathágata telah mencapai keadaan Kebuddhaan?”
Manjusri berbalik bertanya, “Apakah kamu telah mencapai sesuatu dalam keadaan Sravaka?”
Subhuti menjawab, “Pembebasan seorang Arahat bukanlah sebuah pencapaian ataupun bukan pencapaian.”
“Demikian pula, pembebasan Sang Tathágata bukanlah keadaan ataupun non-keadaan.”
Subhuti berkata, “Manjusri, kamu tidak membimbing para Bodhisattva pemula dengan mengajarkan Dharma melalui cara ini.”
Manjusri bertanya, “Subhuti, bagaimana pendapatmu? Andaikan seorang tabib, dalam merawat pasien-pasiennya, tidak memberikan mereka obat-obatan yang pedas, asam, dan kecut. Apakah ia menolong mereka untuk sembuh atau menyebabkan mereka meninggal?”
Subhuti menjawab, “Ia menyebabkan mereka menderita dan meninggal dunia alih-alih memberikan mereka kedamaian dan kebahagian.”
Manjusri berkata, “Demikianlah halnya dengan seorang guru Dharma. Jika, dalam membimbing orang lain, ia khawatir mereka mungkin akan takut dan demikian menyembunyikan dari mereka makna Dharma yang mendalam dan sebagai gantinya, mengatakan pada mereka dalam kata-kata yang tidak sesuai dan ungkapan khayalan, maka ia menyebabkan makhluk-makhluk menanggung derita kelahiran, usia tua, penyakit, dan kematian, alih-alih memberikan mereka kemakmuran, kedamaian, kebahagiaan, dan Nirvana.”
Ketika Dharma ini dijelaskan, lima ratus bhikshu terbebaskan dari kemelekatan pada semua dharma, bersih dari kekotoran batin dan terbebaskan dalam pikiran; delapan puluh ribu dewa meninggalkan noda-noda alam keduniawian yang jauh di belakang dan mencapai mata Dharma yang murni yang melihat menembus semua dharma; tujuh ratus dewa bertekad untuk mencapai Pencerahan Sempurna dan berikrar: “Pada masa yang akan datang, kami akan mencapai kepandaian berbicara seperti yang dimiliki Manjusri.”
Kemudian Subhuti Thera bertanya kepada Manjusri, “Apakah kamu tidak menjelaskan Dharma dari kendaraan Sravaka (Sravaka-yana) kepada para Sravaka?”
“Aku mengikuti Dharma dari semua kendaraan.”
Subhuti bertanya, “Apakah kamu seorang Sravaka, seorang Pratyekabuddha, atau seorang Yang Berharga, seorang Samyaksambuddha?”
“Aku adalah seorang Sravaka, tetapi pemahamanku tidak datang melalui perkataan orang lain. Aku seorang Pratyekabuddha, tetapi aku tidak melepaskan belas kasihan ataupun takut dengan apa pun. Aku seorang Yang Berharga, seorang Samyaksambuddha, tetapi aku masih belum meninggalkan ikrar-ikrarku yang semula.”


Offline 4DMYN

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 428
  • Reputasi: -4
Re: Korban Pemerkosaan Lu Sheng Yen berbicara
« Reply #412 on: 02 May 2010, 12:12:19 AM »
Subhuti bertanya, “Mengapa kamu adalah seorang Sravaka?”
“Karena aku menyebabkan makhluk-makhluk mendengarkan Dharma yang belum pernah mereka dengar.”
“Mengapa kamu adalah seorang Pratyekabuddha?”
“Karena aku sepenuhnya memahami sebab akibat yang saling bergantungan dari semua dharma.”
“Mengapa kamu adalah seorang Yang Berharga, seorang Samyaksambuddha?”
“Karena aku menyadari bahwa semua benda adalah sama di dalam Dharmadhatu.”

Subhuti bertanya, “Manjusri, dalam tingkat apakah kamu sebenarnya berdiam?”
“Aku berdiam dalam setiap tingkat.”
Subhuti bertanya, “Mungkinkah bahwa kamu juga berdiam dalam tingkat orang biasa?”
Manjusri berkata, “Aku tentu saja berdiam dalam tingkat orang biasa.”
Subhuti bertanya, “Dengan sebab mendalam apakah kamu berkata demikian?”
“Aku berkata demikian karena semua dharma adalah sama pada dasarnya.”

Subhuti bertanya, “Jika semua dharma adalah sama, di manakah dharma seperti tingkat dari para Sravaka, para Pratyekabuddha, para Bodhisattva, dan para Buddha dikembangkan?”
Manjusri menjawab, ”Sebagai gambaran, pikirkanlah tentang angkasa kosong di sepuluh arah. Orang-orang mengatakan angkasa sebelah timur, angkasa sebelah selatan, angkasa sebelah barat, angkasa sebelah utara, empat angkasa di antaranya, angkasa sebelah atas, angkasa sebelah bawah, dan seterusnya. Perbedaan ini diucapkan, walaupun angkasa kosong itu sendiri tanpa perbedaan-perbedaan. Dengan cara yang sama, Yang Mulia, tingkat-tingkat yang berbeda dikembangkan di dalam kekosongan dari semua benda, walaupun kekosongan itu sendiri tanpa perbedaan.”
Subhuti bertanya, “Apakah kamu telah memasuki realisasi Kearahatan dan selamanya terbebas dari samsara?”
“Aku telah memasukinya dan keluar darinya.”

Subhuti bertanya, “Mengapa kamu keluar darinya setelah kamu memasukinya?”
Manjusri menjawab, “Yang Mulia, anda harus mengetahui bahwa ini adalah perwujudan dari kebijaksanaan dan kearifan seorang Bodhisattva. Ia sesungguhnya memasuki realisasi Kearahatan dan terbebas dari samsara; kemudian, sebagai cara untuk menyelamatkan makhluk-makhluk, ia keluar dari realisasi itu. Subhuti, misalkan seorang pemanah yang ahli merencanakan untuk melukai musuh bebuyutannya, tetapi, karena salah menyangka putra kesayangannya di dalam hutan sebagai musuh, ia menembakkan panah padanya. Putranya berkata, ‘Aku tidak melakukan kesalahan apa pun. Mengapa ayah ingin melukaiku?’ Seketika itu juga, sang pemanah, yang berlari dengan cepat, mendorong putranya dan menangkap panah itu sebelum ia melukai seseorang. Seorang Bodhisattva adalah seperti ini: untuk melatih dan membimbing para Sravaka dan para Pratyekabuddha, ia memasuki Nirvana; tetapi, ia keluar darinya dan tidak jatuh ke tingkat Sravaka dan Pratyekabuddha. Itulah mengapa tingkat Bodhisattva disebut tingkat Buddha.”
Subhuti bertanya, “Bagaimana seorang Bodhisattva mencapai tingkat ini?”
Manjusri menjawab, “Jika para Bodhisattva berdiam dalam semua tingkat dan juga tidak berdiam di mana-mana, mereka dapat mencapai tingkat ini.”

“Jika mereka dapat mengajar pada semua tingkat tetapi tidak berdiam di tingkat yang lebih rendah, mereka dapat mencapai tingkat Buddha ini.”

“Jika mereka menjalankan praktek dengan tujuan mengakhiri penderitaan semua makhluk, tetapi menyadari tidak ada akhir di dalam Dharmadhatu; jika mereka berdiam di dalam yang tidak berkondisi, tetapi melakukan perbuatan-perbuatan yang berkondisi; jika mereka tetap berada dalam samsara, tetapi menganggapnya sebagai sebuah taman dan tidak mencari Nirvana sebelum semua ikrar mereka terpenuhi - maka mereka dapat mencapai tingkat ini.”
“Jika mereka menyadari ketanpa-akuan, tetapi membawa makhluk-makhluk pada kedewasaan, mereka dapat mencapai tingkat ini.”
“Jika mereka mencapai kebijaksanaan Buddha tetapi tidak membangkitkan kemarahan atau kebencian terhadap mereka yang kurang bijaksana, mereka dapat mencapai tingkat ini.”
“Jika mereka menjalankan praktek dengan memutar roda Dharma bagi mereka yang mencari Dharma tetapi tidak membuat perbedaan di antara benda-benda, mereka dapat mencapai tingkat ini.”
“Lebih lanjut, jika para Bodhisattva menaklukkan para setan tetapi mengambil bentuk sebagai empat setan, mereka dapat mencapai tingkat ini.”

Subhuti berkata, “Manjusri, praktek-praktek seorang Bodhisattva seperti ini adalah sangat sulit bagi makhluk duniawi mana pun untuk dipercaya.”


Offline 4DMYN

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 428
  • Reputasi: -4
Re: Korban Pemerkosaan Lu Sheng Yen berbicara
« Reply #413 on: 02 May 2010, 12:24:00 AM »
Manjusri berkata, “Demikianlah, demikianlah, seperti yang kamu katakan. Para Bodhisattva melakukan perbuatan-perbuatan di dalam dunia fana tetapi melebihi dharma-dharma duniawi.”
Subhuti berkata, “Manjusri, mohon katakan padaku bagaimana mereka melebihi dunia fana.”
Manjusri berkata, “Lima kelompok kehidupan (pancaskhanda) menyusun apa yang kita sebut dunia fana. Dari kelima kelompok ini, kelompok bentuk (rupaskhanda) memiliki sifat seperti busa yang berkumpul, kelompok perasaan (vedanaskhanda) memiliki sifat seperti sebuah gelembung, kelompok pencerapan (samjnaskhanda) memiliki sifat seperti sebuah fatamorgana, kelompok bentuk-bentuk pikiran (samkharaskhanda) memiliki sifat seperti sebuah rumput layu, dan kelompok kesadaran (vijnanaskhanda) memiliki sifat seperti sebuah khayalan. Demikianlah, seseorang harus mengetahui bahwa sifat pokok dari dunia fana tidak lain dari sifat dari busa, gelembung, fatamorgana, rumput, dan khayalan; sehingga tidak ada kelompok kehidupan ataupun nama-nama kelompok kehidupan, tidak ada makhluk-makhluk ataupun nama-nama makhluk, tidak ada dunia fana ataupun dunia di atas fana. Pemahaman terhadap kelompok kehidupan yang benar seperti ini disebut pemahaman tertinggi. Jika seseorang mencapai pemahaman tertinggi ini, maka ia terbebaskan. Jika ia tidak melekat pada benda-benda duniawi, ia melebihi dunia fana.”
“Lebih lanjut, Subhuti, sifat dasar dari lima kelompok kehidupan adalah kekosongan. Jika sifat itu adalah kekosongan, tidak ada ‘aku’ ataupun ‘milikku’. Jika tidak ada ‘aku’ ataupun ‘milikku’, tidak ada dualitas. Jika tidak ada dualitas, tidak ada ketamakan ataupun keinginan. Jika tidak ada ketamakan ataupun keinginan, tidak ada kemelekatan. Demikianlah, dengan bebas dari kemelekatan, seseorang melebihi dunia fana.”
Lebih lanjut, Subhuti, lima kelompok kehidupan tunduk pada sebab dan kondisi. Jika mereka tunduk pada sebab dan kondisi, mereka bukan milik seseorang atau orang lain. Jika mereka bukan milik seseorang atau orang lain, mereka bukan milik siapa-siapa. Jika mereka bukan milik siapa-siapa, tidak ada orang yang menggenggam mereka. Jika tidak ada genggaman, tidak ada perdebatan, dan tanpa perdebatan adalah praktek para umat beragama. Sama seperti sebuah tangan yang bergerak dalam ruang kosong tidak menyentuh objek dan tidak menemui hambatan, demikian para Bodhisattva yang menjalankan praktek kesamaan dari kekosongan melebihi dunia fana.”
“Lebih lanjut, Subhuti, karena semua unsur dari lima kelompok kehidupan menyatu di dalam Dharmadhatu, tidak ada alam-alam kehidupan. Jika tidak ada alam-alam kehidupan, tidak ada unsur tanah, air, api, atau udara; tidak ada keakuan, makhluk hidup, atau kehidupan; tidak ada Alam Nafsu (Kamaloka), Alam Bentuk (Rupaloka), atau Alam Tanpa Bentuk (Arupaloka); tidak ada alam yang berkondisi atau alam yang tidak berkondisi; tidak ada samsara atau Nirvana. Ketika para Bodhisattva memasuki daerah yang demikian bebas dari perbedaan, mereka tidak berdiam di mana pun, walaupun mereka tetap berada di tengah-tengah makhluk-makhluk duniawi.
Ketika Dharma yang melebihi duniawi ini dijelaskan, dua ratus bhikshu terlepas dari semua dharma, mengakhiri semua kekotoran batin mereka, dan terbebas dalam pikiran. Satu per satu mereka melepaskan jubah bagian atas mereka untuk dipersembahkan kepada Manjusri, dengan berkata, “Siapa pun yang tidak memiliki keyakinan atau pemahaman dalam ajaran ini tidak akan mencapai apa pun dan tidak merealisasi apa pun.”
Kemudian Subhuti bertanya pada para bhikshu ini, “Para tetua, apakah kalian pernah mencapai atau merealisasi sesuatu?”
Para bhikshu menjawab, “Hanya orang-orang yang sombong yang akan mengaku mereka telah mencapai dan merealisasi sesuatu. Bagi seorang umat beragama yang rendah hati, tidak ada yang dicapai atau direalisasikan. Lalu, bagaimana seseorang yang seperti ini berpikir untuk mengatakan dirinya sendiri, ‘Inilah yang telah kucapai; inilah yang telah kurealisasikan’? Jika gagasan seperti ini muncul dalam dirinya, maka ini adalah perbuatan setan.”
Subhuti bertanya, “Para tetua, berdasarkan pemahaman kalian, pencapaian dan realisasi apakah yang menyebabkan kalian berkata demikian?”
Para bhikshu menjawab, “Hanya Sang Buddha, Yang Dimuliakan, dan Manjusri yang mengetahui pencapaian dan realisasi kami. Yang Mulia, pemahaman kami adalah: mereka yang tidak sepenuhnya mengetahui sifat penderitaan tetapi mengaku bahwa penderitaan harus dipahami adalah orang-orang yang sombong. Demikian juga, jika mereka mengaku bahwa sebab penderitaan harus dimusnahkan, bahwa penghentian penderitaan harus direalisasikan dan bahwa jalan menuju penghentian penderitaan harus diikuti, mereka adalah orang-orang yang sombong. Orang-orang yang sombong juga adalah mereka yang tidak benar-benar mengetahui sifat penderitaan, sebab penderitaan, penghentian penderitaan, atau jalan menuju penghentian penderitaan, tetapi mengaku bahwa mereka mengetahui penderitaan, telah memusnahkan sebab penderitaan, telah merealisasi penghentian penderitaan, dan telah mengikuti jalan menuju penghentian penderitaan.”
“Apakah sifat penderitaan itu? Ini adalah sifat paling dasar dari yang tidak muncul. Hal yang sama juga berlaku untuk karakteristik dari sebab penderitaan, penghentian penderitaan, dan jalan menuju penghentian penderitaan. Sifat dasar dari yang tidak muncul adalah tanpa tanda dan tidak dapat dicapai. Di dalamnya, tidak ada penderitaan untuk diketahui, tidak ada sebab penderitaan untuk dimusnahkan, tidak ada penghentian penderitaan untuk direalisasi, dan tidak ada jalan menuju penghentian penderitaan untuk diikuti. Mereka yang tidak takut, khawatir, atau terkejut ketika mendengar Kebenaran Mulia ini bukanlah orang-orang yang sombong. Mereka yang takut dan khawatir adalah orang-orang yang sombong.”
Setelah itu, Yang Dimuliakan memuji para bhikshu itu, dengan berkata, “Benar sekali yang mereka katakan!”
Beliau berkata pada Subhuti, “Para bhikshu ini mendengarkan Manjusri menjelaskan Dharma yang mendalam ini pada masa Kasyapa Buddha. Karena mereka telah menjalankan Dharma yang mendalam ini sebelumnya, mereka sekarang dapat mengikutinya dan memahaminya dengan cepat. Hal yang sama, semua orang yang mendengar, meyakini, dan memahami ajaran yang mendalam ini dalam masa-Ku akan berada di antara perkumpulan dari Maitreya Buddha pada masa yang akan datang.”
Kemudian dewa Suguna berkata kepada Manjusri, “Yang Mulia, anda telah berulang kali mengajarkan Dharma ini di dunia ini. Sekarang kami memohon anda untuk pergi ke Surga Tushita. Selama waktu yang lama, para dewa di sana telah juga menanam akar-akar kebajikan. Mereka akan dapat memahami Dharma jika mereka mendengarnya. Tetapi, karena mereka melekat pada kesenangan surgawi mereka, mereka tidak dapat meninggalkan surga mereka dan datang kepada Sang Buddha untuk mendengarkan Dharma, dan akibatnya mereka menderita kerugian besar.”
Manjusri dengan cepat melakukan sebuah keajaiban yang menyebabkan dewa Suguna dan semua makhluk lain dalam perkumpulan itu percaya bahwa mereka telah tiba di Surga Tushita. Mereka melihat taman-taman, hutan-hutan, istana-istana dan bangunan yang mengagumkan dengan pagar-pagar terali dan jendela-jendela yang mewah, menara bertingkat dua puluh yang luas dan tinggi dengan jaring dan tirai yang berhiaskan permata, bunga-bunga surgawi yang menutupi tanah, burung-burung yang bermacam-macam dan menakjubkan terbang melayang secara berkelompok dan berkicauan, dewi-dewi di udara menaburkan bunga dari pohon erythrina, menyanyikan syair-syair dalam paduan suara, dan bermain dengan riang gembira.
Melihat semua ini, dewa Suguna berkata kepada Manjusri, “Ini luar biasa, Manjusri! Bagaimana kita dapat tiba dengan sangat cepat di istana Surga Tushita untuk melihat taman-taman dan para dewa di sini? Manjusri, sudikah kamu mengajarkan kami Dharma ini?”
Subhuti Thera berkata pada Suguna, “Putra surga, kamu tidak meninggalkan perkumpulan atau pergi ke mana pun. Ini adalah kekuatan batin Manjusri yang menyebabkan kamu melihat diri kamu sendiri di istana Surga Tushita.”
Dewa Suguna berkata kepada Sang Buddha, “Betapa langkahnya, Yang Dimuliakan! Manjusri memiliki kekuatan samádhi dan kekuatan batin sehingga dalam sekejab ia menyebabkan seluruh perkumpulan ini muncul di istana Surga Tushita.”
Sang Buddha berkata, “Putra surga, apakah ini pemahamanmu atas kekuatan batin Manjusri? Seperti yang Ku-pahami, jika Manjusri menginginkannya, ia dapat mengumpulkan semua jasa dan sifat yang mengagumkan dari tanah-tanah Buddha sebanyak pasir di sungai Gangga dan menyebabkan mereka muncul dalam satu tanah Buddha. Ia dapat dengan satu ujung jari mengangkat tanah-tanah Buddha di bawah tanah Buddha kita, yang sebanyak pasir di sungai Gangga, dan menaruh mereka di ruang angkasa kosong di puncak tanah-tanah Buddha di atas kita, yang juga sebanyak pasir di sungai Gangga. Ia dapat menaruh semua air dari empat samudera besar dari semua tanah Buddha ke dalam sebuah pori-pori tanpa membuat makhluk-makhluk air di dalamnya merasa sesak atau memindahkan mereka dari lautan. Ia dapat menaruh semua Gunung Sumeru dari semua dunia ke dalam sebiji sesawi, namun para dewa di gunung-gunung ini akan merasa bahwa mereka masih tinggal di tempat mereka masing-masing. Ia dapat menempatkan semua makhluk dari lima alam kehidupan dari semua tanah Buddha pada telapak tangannya, dan menyebabkan mereka melihat semua jenis benda yang indah seperti yang terdapat di negeri-negeri yang menyenangkan dan menakjubkan. Ia dapat mengumpulkan semua api dari semua dunia ke dalam sehelai katun. Ia dapat menggunakan sebuah tempat sekecil pori-pori untuk gerhana penuh setiap matahari dan bulan di setiap tanah Buddha. Singkatnya, ia dapat menyelesaikan apa pun yang ia ingin lakukan.”

Pada waktu itu, Papiyan, Si Jahat, mengubah dirinya menjadi seorang bhikshu dan berkata pada Sang Buddha, “Yang Dimuliakan, kami berharap melihat Manjusri melakukan keajaiban seperti itu sekarang juga. Apa gunanya mengatakan hal-hal yang tidak masuk akal, yang tidak ada orang di dunia ini dapat percaya?
Yang Dimuliakan berkata pada Manjusri, “Kamu harus mewujudkan kekuatan batinmu tepat di hadapan perkumpulan ini.” Setelah itu, tanpa bangkit dari tempat duduknya, Manjusri memasuki Samadhi Kebebasan Batin Sempurna dalam Memuliakan Semua Dharma, dan mempertunjukkan semua keajaiban yang dijelaskan Sang Buddha.
Melihat hal ini, Si Jahat, para anggota perkumpulan, dan dewa Suguna semuanya memuji kejadian yang tak pernah terjadi ini, dengan berkata. “Menakjubkan, menakjubkan! Karena kemunculan Sang Buddha di dunia ini, kita sekarang memiliki Bodhisattva ini yang dapat melakukan keajaiban seperti ini dan membukakan pintu Dharma untuk dunia.”
Setelah itu, Si Jahat, yang terinspirasi oleh kekuatan Manjusri yang mengagumkan, berkata, “Yang Dimuliakan, betapa menakjubkan bahwa Manjusri memiliki kekuatan batin yang demikian besar! Dan para anggota perkumpulan ini, yang sekarang memahami dan memiliki keyakinan di dalam Dharma melalui pertunjukan keajaiban ini, juga mengagumkan. Yang Dimuliakan, bahkan jika terdapat setan-setan sebanyak pasir di sungai Gangga, mereka tidak akan dapat merintangi pria dan wanita yang baik hati ini, yang memahami dan meyakini Dharma.”
“Aku, Papiyan Si Jahat, selalu mencari kesempatan untuk menentang Sang Buddha dan membuat kekacauan di antara makhluk-makhluk. Sekarang aku berikrar bahwa, sejak hari ini, aku tidak akan pernah pergi lebih dekat dari seratus league dari tempat di mana ajaran ini dijalankan, atau di mana orang-orang memiliki keyakinan, memahami, mencintai, menerima, membacakan, mengulangi, dan mengajarkan ajaran ini.”

Offline 4DMYN

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 428
  • Reputasi: -4
Re: Korban Pemerkosaan Lu Sheng Yen berbicara
« Reply #414 on: 02 May 2010, 12:33:09 AM »

pada jaman Sang Buddha pertanyaan tentang siapa yang pencapaiannya lebih tinggi ini sudah pernah dipertanyakan.  nah sekarang sudah ada titik terang ga siapa yang pencapaian lebih tinggi kan? bagaimana menilai pencapian seseorang?

Offline andrew

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 568
  • Reputasi: 22
Re: Korban Pemerkosaan Lu Sheng Yen berbicara
« Reply #415 on: 02 May 2010, 12:36:50 AM »
Quote
jelas dimana nya ? sangat multi tafsir....
biar jelas ... silahkan anda jawab dengan gamblang
LSY setara , lebih rendah atau lebih tinggi dari Yang Mulia Atisha, Milarepa, Shantideva, Nagarjuna...
jawaban sangat mudah semudah jawaban bahwa bodhisatva avalokitesvara lebih  rendah tingkatnya dari Buddha Sakyamuni....   ( ini baru jawaban jelas, jawaban anda sangat multitafsir )

silahkan pilih diantara tiga jawaban yang benar  ...
A. Lebih tinggi
B setara
C lebih rendah

saya tidak tau nagarjuna. saya tidak tau atisha. saya tidak tau shantideva. saya hanya pernah menjawab milarepa mencapai annuttara samyaksambodhi di artikel "LSY dan Buddhisme"

mohon maaf, saya ga bisa menjawab.



saya hargai kejujuran anda mengatakan tidak tau...
bahkan ini menunjukan anda masih mempunyai hati yang tulus dan jujur :)

ok saya katakan... bahwa pernyataan  LSY bahwa dia berasal dari silsilah gelug adalah kebohongan...
ini terlihat dari penyataan anda yang  tulus...

karena ajaran gelug adalah bersumber dari naskah naskah karya Atisha dan shantideva...

jadi setiap orang yang mengaku berasal dari silsilah gelug pasti mengetahu siapa Atisha dan Shantideva...
bila anda tidak tau maka jelas sebetulnya tidak ada silsilah gelug dalam LSY...  itu cuma kebohongan LSY

silahkan membuka ketulusan hati anda...    untuk melihat kenyataan...   :)





Quote
baru kali ini saya dengar ada orang yang mengaku ngaku bisa bertemu Buddha  (selain bertemu Amitaba Buddha...)
Buddha Sakyamuni pun dalam hidupnya tidak pernah menyatakan bisa bertemu dengan Buddha Buddha lain dalam samadhinya....   
Bagaimana mungkin ada Bhaisajyaguru Buddha ? Amitabha Buddha ? Ksitigarbha Bodhisattva ?

:)   maksudnya bagaimana mungkin ada?

coba perhatikan , apa pernah Buddha Sakyamuni mengatakan dia bertemu Buddha yang lain, ngobrol dengan Buddha yang lain, ? semasa hidupnya sebagai Buddha Sakyamuni ?


ini berbeda dengan pernyataan LSY yang mengaku bisa mengobrol dengan Buddha Buddha yang lain ...




Quote
jadi dari pernyataan diatas... berarti LSY mengklaim dirinya  mencapai  bodhisatwa tingkat 10 ?
setara dengan  Arya Manjushri dan Arya Avalokitesvara ?
silahkan jawab    :   YA  atau TIDAK ...   ( bila jawaban tidak harap diberi alasan )
Saya tidak tau.


bagaimana bisa tidak tau?

tapi itu lebih baik berarti anda masih mempunyai hati yang tulus...

anda bilang tidak tau, karena anda sendiri bingung...
karena pada dasarnya pernyataan LSY bohong... sehingga menimbulkan kerancuan...

sudah jelas dalam artikel bro gandalf 
yang dianggap telah mencapai samyaksambodhi adalah memang benar2 sudah mencapai samyaksambodhi... atau sedikit dibawahnya... yaitu bodhisatva bhumi ke 10....

nah dari sini jelas... bila LSY mengklaim dirinya mencapai Samyaksambodhi berarti cuma ada 2 kemungkinan...
1. dia benar2 mencapai SamyakSambodhi  yaitu setara dengan Sakyamuni Buddha... ini jelas tidak mungkin...
jadi tinggal kemungkinan ke 2...

LSY mencapai bodhisatva bhumi 10,   yang berarti LSY mengklaim dirinya setara dengan Arya Avalokitesvara...
tidak ada kemungkinan selain ini...

dan pada nyatanya anda menjawab tidak tau... karena anda sendiri merasakan kerancuan...

silahkan buka ketulusan hati anda untuk melihat kebenaran...

Offline andrew

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 568
  • Reputasi: 22
Re: Korban Pemerkosaan Lu Sheng Yen berbicara
« Reply #416 on: 02 May 2010, 12:48:30 AM »

pada jaman Sang Buddha pertanyaan tentang siapa yang pencapaiannya lebih tinggi ini sudah pernah dipertanyakan.  nah sekarang sudah ada titik terang ga siapa yang pencapaian lebih tinggi kan? bagaimana menilai pencapian seseorang?


jawab saja secara langsung...

tidak perlu berputar-putar sampai posting sutra sepanjang itu...

jangan konyol deh...


ini sama konyolnya 

bila saya mengklaim diri saya telah mencapai samyaksambodhi....

ketika ditanya siapa yang lebih tinggi antara saya dan Arya Avalokitesvara

bukannya saya menjawab...

tapi posting sutra panjang - panjang...

setelah itu penanya disuruh menafsirkan sendiri...

jawaban konyol... :)

Offline 4DMYN

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 428
  • Reputasi: -4
Re: Korban Pemerkosaan Lu Sheng Yen berbicara
« Reply #417 on: 02 May 2010, 12:54:26 AM »
Quote
baru kali ini saya dengar ada orang yang mengaku ngaku bisa bertemu Buddha  (selain bertemu Amitaba Buddha...)

Buddha Sakyamuni pun dalam hidupnya tidak pernah menyatakan bisa bertemu dengan Buddha Buddha lain dalam samadhinya....   
silahkan baca sutra Amitabha, sutra bhaisajya guru, sutra avatamsaka, sutra Lankavatara, sutra vimalakirti dan buktikan sendiri bahwa Buddha Sakyamuni telah banyak sekali bertemu dengan para Buddha-buddha lain dalam samadhinya. :)

Offline 4DMYN

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 428
  • Reputasi: -4
Re: Korban Pemerkosaan Lu Sheng Yen berbicara
« Reply #418 on: 02 May 2010, 12:56:14 AM »

pada jaman Sang Buddha pertanyaan tentang siapa yang pencapaiannya lebih tinggi ini sudah pernah dipertanyakan.  nah sekarang sudah ada titik terang ga siapa yang pencapaian lebih tinggi kan? bagaimana menilai pencapian seseorang?


jawab saja secara langsung...

tidak perlu berputar-putar sampai posting sutra sepanjang itu...

jangan konyol deh...


ini sama konyolnya 

bila saya mengklaim diri saya telah mencapai samyaksambodhi....

ketika ditanya siapa yang lebih tinggi antara saya dan Arya Avalokitesvara

bukannya saya menjawab...

tapi posting sutra panjang - panjang...

setelah itu penanya disuruh menafsirkan sendiri...

jawaban konyol... :)
jawaban gue : mana ketehek , loe cari tau sendiri kenapa sih? .. heheh.. gue sendiri belum mencapai tingkat ke-arahat-an koq berani-beraninya menjawab pertanyaan begini.?

Offline 4DMYN

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 428
  • Reputasi: -4
Re: Korban Pemerkosaan Lu Sheng Yen berbicara
« Reply #419 on: 02 May 2010, 12:59:22 AM »
kalo membandingkan bro andrew dengan avalokitesvara bodhisattva,  gue sih belon tau tingkatan samadhi bro andrew, tapi kalo mau taruhan, saya lebih pegang avalokitesvara bodhisattva dengan skor: 99-1  :). tapi ini cuma perkiraan saja lho... belum tentu saya benar.

 

anything