//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Yathabhutam Nyanadassanam (melihat apa adanya), Apakah Arti dan Maksudnya?  (Read 78490 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline markosprawira

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.449
  • Reputasi: 155
dear all member,

Abhidhamma membahas mengenai:
1. Citta/Pikiran/Kesadaran
2. Cetasika/faktor2 batin/faktor2 kesadaran
3. Rupa/fisik
4. Nibbana

Dengan demikian, sudah jelas bahwa salah satu isi Abhidhama ditujukan untuk mengenali bagaimana kesadaran/pikiran kita bekerja, apa saja fungsi citta, dsb. Juga dijelaskan dengan gamblang dalam Abhidhamma adalah bahwa pikiran itu bekerja seperti kue lapis.
Karena itu, anumodana kepada pak hudoyo yang sudah menginformasikan Mulapariyaya-Sutta (M.N.1), dimana isinya ternyata sama persis dengan "kue lapis citta" yang diterangkan dalam Abhidhamma.


Juga apa saja faktor2 batin yang bekerja pada pikiran/kesadaran tertentu karena citta dan  cetasika bagaikan dua sisi mata uang....... serupa tapi tak sama, dan bekerja pada saat yang bersamaan

Kitab suci agama lain, dibuat untuk menjadi pengikat umatnya karena itu penuh dengan perintah dan larangan.

Berbeda dengan Tipitaka Pali dimana salah satu Pitakanya adalah Abhidhamma, yang jika dilihat dari ke-4 bahasan diatas, umat awam dapat melihat peta mengenai dirinya, pikiran yang timbul tenggelam, dsb dimana peta ini akan membantu dalam meditasi, sama membantunya seperti jika kita ingin masuk ke kota yang tidak dikenal

Peta akan berguna jika kita ingin melihat arah yang harus dijalani, rintangan apa saja yang akan dialami, sudah seberapa dekat kita dengan tujuan

Namun tentunya hanya orang bodoh saja, yang terus memegangi peta di depan mukanya pada saat berjalan karena jika dia berlaku demikian, tentunya dia akan terbentur, terantuk atau mungkin sampai terjatuh.

Demikian juga Abhidhamma, memberikan peta/informasi mengenai bagaimana kondisi2 pada waktu bermeditasi, rintangan apa saja yang akan ada, pencapaian apa saja yang akan terjadi.

Namun hanya orang bodoh lah, pada waktu bermeditasi, membanding-bandingkan pengalamannya dengan apa yang ada di Abhidhamma


Saya pribadi tidak perduli dengan omongan yang meragukan otentifikasi Abhidhamma sebagai produk asli yang setara dengan Vinaya dan Sutta, namun dari apa yang selama ini kami praktekkan, Abhidhamma selalu selaras dengan Sutta dan Vinaya, karena hal2 yang dipertanyakan pada Sutta dan/atau Vinaya, dapat dijawab dengan Abhidhamma


Semoga sedikit penjelasan ini dapat membuat orang lebih mengenal Abhidhamma, yang selama ini sepertinya menjadi sesuatu yang hanya untuk kalangan agamis saja.

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Contohnya kalau ada orang yang besar di hutan aja, trus gak ada belajar, trus mungkin yang ada hanyalah naluri untuk bertahan hidup saja, nah apa bisa merealisasi nibbana.

trus ketika kita kecil diajari pendidikan moral sehingga paling tidak kita mengenal apa itu salah dan benar, nah apakah pembelajaran itu salah?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline EVO

  • Sebelumnya Metta
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.369
  • Reputasi: 60
menurut ku setiap detik kita itu selalu belajar
hanya saja kadang kita ini ngak sadar....kalau kita itu selalu di ajarkan dan di beri tau..
karna kita di liputin oleh ntah yang namanya kamma...kebodohan..dan kegelapan batin...
sebenarnya kita ini benar-benar ngak ada apa-apa....
apa seh yang kita pertahankan....apa yang kita debatkan....
kita terlalu asyik dengan pikiran kita....
termaksud saya juga ;D :P

Offline EVO

  • Sebelumnya Metta
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.369
  • Reputasi: 60
kita selalu terlena.........

Offline tesla

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.426
  • Reputasi: 125
  • Gender: Male
  • bukan di surga atau neraka, hanya di sini

Warning:
   sudah OOT
   harap kembali ke topik semula
      APA ARTI "MELIHAT APA ADANYA"
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
tesla,

Quote
wah, sdr. Kai suka sekali men-counter orang lain tanpa pandang bulu yah Wink
Counter ini maksudnya apa yah? Kalo soal 'tanpa pandang bulu', memang saya tidak mendiskriminasikan orang lain dalam diskusi, juga berusaha tidak bawa2 perasaan. Mohon dimengerti walaupun di dalam diskusi kesannya 'berseberangan', di luar diskusi saya tidak bawa2.  :)
Dalam topik tertentu bisa jadi kita sama pendapat, dalam topik lain bisa jadi berseberangan. Tapi apapun itu, rasanya tidak perlu membuat permusuhan, bukan?!  ;D

Quote
btw saya ga bilang lho, sdr. Kai bicara soal dualitas... Grin
Quote
dari sudut pandang saya, sdr. Riky bukan membicarakan dualitas, salah ataupun benar
Hanya perbandingan saja. Karena tulisan tesla seolah mengatakan dari sisi Riky_dave tanpa dualitas, sedangkan dari sisi 'teori' adalah dualitas. Sebab Riky_dave dan saya tadinya memang membahas antara praktek dan teori, yang menurut saya definisinya tentang 'teori' kurang sesuai.


Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Soal langsung melihat lalu menjadikan pengalaman pribadi sebagai tolok ukur kebenaran mutlak itu juga saya tidak setuju. Itu seperti orang buta warna yang melihat pelangi berwarna hitam putih, berteriak-teriak menghina orang yang mengatakan pelangi ada 7 warna sebagai orang teoritis.

Orang yang sudah mengalami sendiri kebenaran, ia tidak memerlukan tolok ukur apa pun di luar pengalaman batinnya ...

Orang yang tidak pernah mengalami sendiri kebenaran, ia memerlukan tolok ukur teoretis dari kitab-kitab suci yang dipegangnya erat-erat.

Orang yang mengklaim sudah melihat kebenaran, memang tidak memerlukan kebenaran yang berbeda dengan pengalaman bathinnya. Hal serupa pernah saya temukan dalam orang2 yang merasa menemukan kebenaran sejati dengan 'berbicara pada Tuhan'. Ternyata di kalangan Buddhis pun ada yang seperti itu. Anehnya semua klaim sudah lihat kebenaran, tetapi berbeda satu dengan lainnya.

Orang yang tidak pernah mengalami sendiri kebenaran, ia memerlukan tolok ukur teoretis dan konseptual, baik dari kitab suci ataupun konsep yang terbentuk dalam meditasi, seperti konsep yang membedakan 'meditator' dan 'non-meditator', yang akan membuat konsep 'kebenaran dari meditasi' & 'kebenaran bukan dari meditasi', padahal kebenaran ada dalam hidup, bukan pada teori ataupun meditasi.

Untuk semua umat Buddha yang baca, mohon maaf jika menyinggung, karena saya seorang non-Buddhis membicarakan umat Buddha.



Offline markosprawira

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.449
  • Reputasi: 155
Contohnya kalau ada orang yang besar di hutan aja, trus gak ada belajar, trus mungkin yang ada hanyalah naluri untuk bertahan hidup saja, nah apa bisa merealisasi nibbana.

trus ketika kita kecil diajari pendidikan moral sehingga paling tidak kita mengenal apa itu salah dan benar, nah apakah pembelajaran itu salah?

betul sekali bro!!!.......

kalau saya mencontohkan seperti BAYI.

itu yang saya tanyakan ke pak hud : coba bayi digeletakin aja....... kaga usah ditanggapi apapun, kaga usah dikonsepin apapun...... mari kita lihat 3 bulan lagi

Konsep tetap diperlukan, sama seperti obat.
Namun itu ditinggalkan pada saat sudah tidak diperlukan........

salut dengan bro ryu, yang tidak silau dengan "nama besar"

Offline markosprawira

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.449
  • Reputasi: 155
Soal langsung melihat lalu menjadikan pengalaman pribadi sebagai tolok ukur kebenaran mutlak itu juga saya tidak setuju. Itu seperti orang buta warna yang melihat pelangi berwarna hitam putih, berteriak-teriak menghina orang yang mengatakan pelangi ada 7 warna sebagai orang teoritis.

Orang yang sudah mengalami sendiri kebenaran, ia tidak memerlukan tolok ukur apa pun di luar pengalaman batinnya ...

Orang yang tidak pernah mengalami sendiri kebenaran, ia memerlukan tolok ukur teoretis dari kitab-kitab suci yang dipegangnya erat-erat.

Orang yang mengklaim sudah melihat kebenaran, memang tidak memerlukan kebenaran yang berbeda dengan pengalaman bathinnya. Hal serupa pernah saya temukan dalam orang2 yang merasa menemukan kebenaran sejati dengan 'berbicara pada Tuhan'. Ternyata di kalangan Buddhis pun ada yang seperti itu. Anehnya semua klaim sudah lihat kebenaran, tetapi berbeda satu dengan lainnya.

Orang yang tidak pernah mengalami sendiri kebenaran, ia memerlukan tolok ukur teoretis dan konseptual, baik dari kitab suci ataupun konsep yang terbentuk dalam meditasi, seperti konsep yang membedakan 'meditator' dan 'non-meditator', yang akan membuat konsep 'kebenaran dari meditasi' & 'kebenaran bukan dari meditasi', padahal kebenaran ada dalam hidup, bukan pada teori ataupun meditasi.

Untuk semua umat Buddha yang baca, mohon maaf jika menyinggung, karena saya seorang non-Buddhis membicarakan umat Buddha.

dear Kainyn,

salut untuk anda sebagai non Buddhis tapi sudah berpikir secara Buddhis.......

betul yang seringkali terjadi adalah:
1. halusinasi : org merasa sudah mencapai tahap tertentu, padahal dia "terjebak" -> ini dikarenakan dia menyama2kan dengan isi kitab suci
2. pikiran masih setara balita, tapi mencoba mengerti pelajaran S3/Doktor -> ini membuat dia merasa paling pinter

Semuanya akan membuat mereka merasa "sesuatu", tapi yah itu.... cuma ngerasa doang......

yang terpenting bukanlah apa klaim org itu, namun mari kita lihat hidup sehari-harinya, percuma saja orang bicara baik yang tinggi namun dalam hidupnya saja masih mudah marah.

semoga ini bisa membawa kita semua ke arah yang lebih baik...........

Offline markosprawira

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.449
  • Reputasi: 155
menurut ku setiap detik kita itu selalu belajar
hanya saja kadang kita ini ngak sadar....kalau kita itu selalu di ajarkan dan di beri tau..
karna kita di liputin oleh ntah yang namanya kamma...kebodohan..dan kegelapan batin...
sebenarnya kita ini benar-benar ngak ada apa-apa....
apa seh yang kita pertahankan....apa yang kita debatkan....
kita terlalu asyik dengan pikiran kita....
termaksud saya juga ;D :P

betul sekali bro EVO.....

dalam Mahapariyaya Sutta yang diberikan oleh pak hud, sudah jelas bahwa adanya proses Citta dimana dalam Abhidhamma, lebih dijelaskan lagi ke dalam komponen2 citta.
Dimana disitu dapat terlihat adanya SANNA (baca sanya atau persepsi), yang menjadi biang kerok, mengapa orang menjadi suka atau tidak suka....

itu saja sudah menjadi proses belajar..........

mungkin bro EVO bisa berkesempatan untuk belajar Abhidhamma, jadi bisa selalu menjaga "pikiran" anda?? he3........

teori Abhidhamma itu mudah dihapal, sampe banyak org yang meremehkan dan mencari ke hal2 yang tinggi, namun ternyata pada prakteknya, banyak orang yang tidak bisa menjalankan "hapalan"nya itu.......

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Orang yang mengklaim sudah melihat kebenaran, memang tidak memerlukan kebenaran yang berbeda dengan pengalaman bathinnya. Hal serupa pernah saya temukan dalam orang2 yang merasa menemukan kebenaran sejati dengan 'berbicara pada Tuhan'. Ternyata di kalangan Buddhis pun ada yang seperti itu. Anehnya semua klaim sudah lihat kebenaran, tetapi berbeda satu dengan lainnya.
Kebenaran itu sendiri tidak bisa diungkapkan; kalau orang mencoba mengungkapkan kebenaran, hasilnya hanyalah kesimpangsiuran. ... Yang bisa diungkapkan adalah apa yang bukan kebenaran, dan mengapa itu bisa ada. ... Kalau itu disadari sepenuhnya, maka baru mungkin kebenaran itu muncul dengan sendirinya.
 
Quote
Orang yang tidak pernah mengalami sendiri kebenaran, ia memerlukan tolok ukur teoretis dan konseptual, baik dari kitab suci ataupun konsep yang terbentuk dalam meditasi, seperti konsep yang membedakan 'meditator' dan 'non-meditator', yang akan membuat konsep 'kebenaran dari meditasi' & 'kebenaran bukan dari meditasi', padahal kebenaran ada dalam hidup, bukan pada teori ataupun meditasi.

Meditasi yang menghasilkan konsep bukanlah meditasi ...
Kebenaran yang dipahami oleh pikiran bukanlah kebenaran ...
Pikiran harus dipahami dan berhenti sebelum kebenaran yang sejati muncul ...

 

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
kalau saya mencontohkan seperti BAYI.

itu yang saya tanyakan ke pak hud : coba bayi digeletakin aja....... kaga usah ditanggapi apapun, kaga usah dikonsepin apapun...... mari kita lihat 3 bulan lagi

Konsep tetap diperlukan, sama seperti obat.
Namun itu ditinggalkan pada saat sudah tidak diperlukan........

Jawaban saya sudah saya berikan di thread yang bersangkutan:

"Untuk melepas tidak perlu belajar apa-apa ...
Itulah vipassana yang sesungguhnya ..."


Untuk melepas tidak perlu konsep apa pun ... jadi, konsep apa pun yang memenuhi otak harus dilepas pada saat mulai sadar.

Salam,
hudoyo

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
menurut ku setiap detik kita itu selalu belajar
hanya saja kadang kita ini ngak sadar....kalau kita itu selalu di ajarkan dan di beri tau..
karna kita di liputin oleh ntah yang namanya kamma...kebodohan..dan kegelapan batin...
sebenarnya kita ini benar-benar ngak ada apa-apa....
apa seh yang kita pertahankan....apa yang kita debatkan....
kita terlalu asyik dengan pikiran kita....
termaksud saya juga ;D :P

betul sekali bro EVO.....

dalam Mahapariyaya Sutta yang diberikan oleh pak hud, sudah jelas bahwa adanya proses Citta dimana dalam Abhidhamma, lebih dijelaskan lagi ke dalam komponen2 citta.
Dimana disitu dapat terlihat adanya SANNA (baca sanya atau persepsi), yang menjadi biang kerok, mengapa orang menjadi suka atau tidak suka....

itu saja sudah menjadi proses belajar..........

mungkin bro EVO bisa berkesempatan untuk belajar Abhidhamma, jadi bisa selalu menjaga "pikiran" anda?? he3........

teori Abhidhamma itu mudah dihapal, sampe banyak org yang meremehkan dan mencari ke hal2 yang tinggi, namun ternyata pada prakteknya, banyak orang yang tidak bisa menjalankan "hapalan"nya itu.......

ralat bukan bro tuh, tapi sis hehehe
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
betul yang seringkali terjadi adalah:
1. halusinasi : org merasa sudah mencapai tahap tertentu, padahal dia "terjebak" -> ini dikarenakan dia menyama2kan dengan isi kitab suci
2. pikiran masih setara balita, tapi mencoba mengerti pelajaran S3/Doktor -> ini membuat dia merasa paling pinter

Semuanya akan membuat mereka merasa "sesuatu", tapi yah itu.... cuma ngerasa doang......

yang terpenting bukanlah apa klaim org itu, namun mari kita lihat hidup sehari-harinya, percuma saja orang bicara baik yang tinggi namun dalam hidupnya saja masih mudah marah.

semoga ini bisa membawa kita semua ke arah yang lebih baik...........

Setuju ... Mari kita menengok ke dalam batin masing-masing ... tidak perlu mengomentari batin orang lain ...

Saya menengok ke dalam batin saya: apakah saya merasa menjadi orang pinter, apakah saya cuma merasa saja mendapatkan sesuatu, apakah saya mudah marah atau tidak ...

Anda menengok ke dalam batin Anda sendiri, apa yang sudah Anda peroleh dari Abhidhamma yang Anda pelajari ,,, apakah Anda mudah tersinggung atau tidak ... 

Sekali lagi, TANPA MENGOMENTARI BATIN ORANG LAIN, seperti Anda lakukan di atas. ... Setuju? ... :)

Salam,
Hudoyo

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Quote
Kebenaran itu sendiri tidak bisa diungkapkan; kalau orang mencoba mengungkapkan kebenaran, hasilnya hanyalah kesimpangsiuran. ... Yang bisa diungkapkan adalah apa yang bukan kebenaran, dan mengapa itu bisa ada. ... Kalau itu disadari sepenuhnya, maka baru mungkin kebenaran itu muncul dengan sendirinya.

Kebenaran mutlak memang tidak bisa diungkapkan karena bagaimanapun juga semua orang masih terpengaruh pada subjektivitas. Jika orang mengatakan kebenaran hanya ada pada "ini" atau "itu", memang hasilnya hanya kesimpangsiuran. Menurut saya, kebijaksanaan seseorang adalah untuk mengerti kebenaran itu dari sisinya dan mengerti bagaimana kebenaran dari orang lain, dan jika memang mampu, maka dia akan membimbing orang lain menemukan kebenarannya sendiri (karena tidak mungkin seseorang merealisasikan kebenaran untuk orang lain), lewat cara yang sesuai bagi orang itu, bukan dipukul rata dengan cara yang sama dirinya sendiri menemukan kebenaran, misalnya harus lewat meditasi tertentu, dalam kurun waktu tertentu, oleh guru tertentu.


Quote
Meditasi yang menghasilkan konsep bukanlah meditasi ...

Setuju. Itulah mengapa saya tidak setuju bahwa ada konsep orang mengerti kebenaran harus Retreat Vipassana selama 7 hari, yang membuat konsep orang tidak kenal Vipassana seolah-olah adalah orang tidak bisa mengerti kebenaran. Sama seperti "kafir" dalam ajaran lain yang tidak akan mengerti kebenaran ilahi. Juga tidak setuju pada konsep "praktisi" & "teori". Kebenaran yah kebenaran, siapapun yang ngomong, apakah dia seorang praktisi ataupun teoritis atau bahkan hanya nyontek orang lain/buku.


Quote
Kebenaran yang dipahami oleh pikiran bukanlah kebenaran ...

Setuju lagi. Tetapi menurut saya, kebenaran sejati pun tidak bertentangan (walaupun belom tentu bisa dipahami) dengan logika pikiran manusia sehari-hari. Sehingga tidak ada alasan orang ngomong yang 'tidak masuk akal' karena sudah mengerti kebenaran yang tidak bisa dipahami pikiran. Ini persis seperti ungkapan 'iman di atas logika' yang akhirnya ada orang bunuh2an atas nama ajaran.


Quote
Pikiran harus dipahami dan berhenti sebelum kebenaran yang sejati muncul ...

Jika istilah yang dimaksud adalah pikiran yang membentuk konsep ataupun bentukan pikiran lebih jauh, setuju.



 

anything