//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Yathabhutam Nyanadassanam (melihat apa adanya), Apakah Arti dan Maksudnya?  (Read 78375 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline markosprawira

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.449
  • Reputasi: 155
Quote
Rekan Markos, tampaknya Anda dan saya menggunakan pengertian/definisi yang berbeda tentang 'pikiran' di sini. ...  

Bagi saya, 'pikiran' adalah segala respons batin (yang menggunakan bahasa) terhadap segala rangsangan yang masuk ke dalam kesadaran melalui keenam indra. ... Iini sesuai dengan penjelasan Sang Buddha tentang proses terjadinya pikiran, dan sesuai pula dengan definisi 'pikiran' menurut disiplin psikologi modern.

Berangkat dari pengertian pikiran seperti ini, apa yang dikatakan oleh Riky dan saya memang betul, bahwa dalam batin seorang arahat/buddha tidak ada lagi 'PIKIRAN'. ...

Tolong apa pengertian/definisi yang Anda pakai sampai bisa mengatakan bahwa "dalam batin arahat/buddha pikiran tidak berhenti". ...

pak hudoyo,

terms yang sama dengan anda dengan menggunakan Citta Vitthi, namun berbeda sudut pandang.......

Menurut Abhidhamma pun, sudah jelas disebutkan bahwa pada Arahat, citta yang muncul adalah Maha Kiriya Citta.......


Quote
Abhidhamma berteori tentang batin lokuttara. ... Setiap pembicaraan tentang batin arahat/buddha secara positif selalu menyentuh aspek lokuttara. ... Riky menghindari pembicaraan secara positif tentang batin arahat/buddha dengan mengatakan secara negatif saja: "Dalam batin seorang arahat/buddha tidak ada lagi pikiran (sebagaimana dipahami dalam Mulapariyaya-sutta)."

Kembali disini bahwa saya memberikan masukan kepada Riky bahwa citta/pikiran itu tidak hanya kusala dan akusala, namun juga ada Kiriya.

Dengan berdasar pada Abhidhamma, jenis-jenis citta adalah :
1. kusala
2. akusala
3. vipaka
4. kiriya

Ini bukan saya yang berteori namun demikianlah adanya jika kita kembali ke Citta Vitthi seperti yang pak hudoyo pegang..........


Quote
Bagi seorang pemeditasi vipassana/MMD, abdhidhamma, bahkan seluruh kitab Tipitaka Pali sudah ditanggalkan.

kalau memang anda sudah menanggalkan seluruh kitab Tipitaka Pali, sepertinya diatas anda menyebut mengenai Mulapariyaya-sutta

Jika memang anda sudah menanggalkan seluruh kitab Tipitaka Pali, itu pilihan anda, pak........ buat saya, saya sangat tertolong dengan "peta" dan "navigasi" yang diberikan oleh Tipitaka Pali, terutama sekali oleh Abhidhamma

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
"Menanggalkan" maksudnya pada saat meditasi tidak mikir ini itu lagi...
Tidak memakai "pengetahuan" lagi.....

Salam,
Riky
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
at karuna,
"euforia meditasi". ?

Salam,
Riky
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline williamhalim

  • Sebelumnya: willibordus
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.869
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male

Rekan Markos, tampaknya Anda dan saya menggunakan pengertian/definisi yang berbeda tentang 'pikiran' di sini. ... :)

Bagi saya, 'pikiran' adalah segala respons batin (yang menggunakan bahasa) terhadap segala rangsangan yang masuk ke dalam kesadaran melalui keenam indra. ... Iini sesuai dengan penjelasan Sang Buddha tentang proses terjadinya pikiran, dan sesuai pula dengan definisi 'pikiran' menurut disiplin psikologi modern.

Berangkat dari pengertian pikiran seperti ini, apa yang dikatakan oleh Riky dan saya memang betul, bahwa dalam batin seorang arahat/buddha tidak ada lagi 'PIKIRAN'. ...

Tolong apa pengertian/definisi yang Anda pakai sampai bisa mengatakan bahwa "dalam batin arahat/buddha pikiran tidak berhenti". ...


Mmmm... maaf menyela diskusi,

Sy melihat yg Bro Markos maksud "Pikiran Arahat tidak berhenti" adalah: CITTA, jadi seorang arahat masih mempunyai proses pikiran (citta vitthi)

Sedangkan konteks Pak Hudoyo "Pikiran Arahat sudah berhenti" adalah: EGO/AKU , di paticcasamuppada disebut: Vedana (perasaan yg timbul suka / tidak suka akibat adanya kontak dengan objek) beserta turunannya: vedana ---> tanha ---> upadannam ---> ...dstnya...

CMIIW

 _/\_

::

  
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
tesla,

Quote
semoga membantu...
dari sudut pandang saya, sdr. Riky bukan membicarakan dualitas, salah ataupun benar. akibatnya yg berbicara secara dualitas akan merasa terserang seperti dikatakan salah.
praktek yg dimaksud sdr. Riky adalah langsung melihat, bukan menilai "ini benar atau salah". Yg dilihat, menurut saya tidak berada dalam konteks benar ataupun salah...

Saya pun tidak membicarakan dualitas. Hanya menjelaskan bahwa jika berteori dengan benar, terlepas dari mau menang sendiri, tidak selalu berakhir dengan benar dan salah. Ada yang namanya dugaan sementara dilihat dari faktor tertentu yang kadang2 belum bisa dibuktikan. Jadi tulisan
Quote
teori menghasilkan 2hal yg "mutlak" yakni salah dan benar
adalah pemahaman keliru tentang teori.

Soal langsung melihat lalu menjadikan pengalaman pribadi sebagai tolok ukur kebenaran mutlak itu juga saya tidak setuju. Itu seperti orang buta warna yang melihat pelangi berwarna hitam putih, berteriak-teriak menghina orang yang mengatakan pelangi ada 7 warna sebagai orang teoritis.

Tetapi kembali lagi ini pilihan masing2. Siapapun boleh memilih sikapnya. Saya tidak maksa kok.  :)

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Istilah dan pengertian 'yathabhutam nyanadassanam' sangat penting bagi seorang pemeditasi vipassana. ... Semua guru vipassana pasti membicarakannya ... Yang saya tahu: Mahasi Sayadaw, Ajahn Buddhadasa Mahathera, Chanmyay Sayadaw ...

Di dalam Sutta Pitaka istilah itu terdapat di beberapa tempat ... Yang paling terkenal di dalam Dhammacakkappavattana-sutta, khotbah pertama Sang Buddha:

Quote
"Yaavakiiva~nca me, bhikkhave, imesu catusu ariyasaccesu eva.m tipariva.t.ta.m dvaadasaakaara.m yathaabhuuta.m ~naa.nadassana.m na suvisuddha.m ahosi, neva taavaaha.m, bhikkhave, sadevake loke samaarake sabrahmake sassama.nabraahma.niyaa pajaaya sadevamanussaaya anuttara.m sammaasambodhi.m abhisambuddho pacca~n~naasi.m.

Yato ca kho me, bhikkhave, imesu catusu ariyasaccesu eva.m tipariva.t.ta.m dvaadasaakaara.m yathaabhuuta.m ~naa.nadassana.m suvisuddha.m ahosi, athaaha.m, bhikkhave, sadevake loke samaarake sabrahmake sassama.nabraahma.niyaa pajaaya sadevamanussaaya anuttara.m sammaasambodhi.m abhisambuddho pacca~n~naasi.m.

~Naa.na~nca pana me dassana.m udapaadi akuppaa me cetovimutti, ayamantimaa jaati natthidaani punabbhavoti. Idamavoca bhagavaa attamanaa pa~ncavaggiyaa bhikkhuu bhagavato bhaasita.m abhinandunti."
Quote
"Para bhikkhu, selama pengetahuan & penglihatanku mengenai tiga tahap & dua belas kombinasi dari empat kebenaran mulia sebagaimana adanya--belum sempurna, aku tidak mengaku--di dunia beserta para dewa, Mara, Brahma, petapa, brahmana, bangsawan & orang kebanyakan--telah mencapai pencerahan sempurna tiada tara.

Tetapi, begitu pengetahuan & penglihatanku mengenai tiga tahap & dua belas kombinasi dari empat kebenaran mulia sebagaimana adanya--sempurna, maka aku mengaku ... telah mencapai pencerahan sempurna tiada tara.

Pengetahuan & penglihatan telah muncul dalam batinku: 'Tak tergoyahkan pembebasanku. Inilah kelahiranku terakhir. Tidak ada penjelmaan lagi sesudah ini.' "

Jadi, di sini 'yathabhutam nyanadassanam' berarti "memahami & melihat (nyana-dassanam) apa adanya (yathabhutam)".

Bagaimana penjelasannya lebih lanjut?

*****

Istilah 'yatha-bhutam nyanadassanam' muncul beberapa kali di dalam Sutta Pitaka. Yang menarik ialah istilah itu tidak muncul sama sekali di dalam Digha Nikaya dan Majjhima Nikaya. Istilah itu hanya terdapat di Samyutta Nikaya, Anguttara Nikaya san Khuddaka Nikaya. Ini menunjukkan bahwa istilah itu berumur sangat tua, mungkin sekali berasal dari zaman Sang Buddha sendiri.

Istilah itu terdapat di dalam Anguttara Nikaya:
- Dussila-sutta,
- Sila-sutta
- Indriyasamvara-sutta
- Hiriottappa-sutta
- Sati-sampajanna-sutta
- Khimatthiya-sutta
- Cetanakaraniya-sutta
- Upanisa-sutta I, II, III

Di dalam Samyutta Nikaya:
- Upanisa-sutta (berbeda dengan di A.N.)
- Dhammacakkappavattana-sutta

Juga terdapat di kitab Patisambhidamagga dari Khuddaka Nikaya.

Di dalam semua sutta di mana istilah 'yathabhutam nyanadassanam' itu muncul, istilah itu selalu dikaitkan dengan samadhi, sebagai hasil dari samadhi.

*****

Contohnya: Upanissa-sutta(S.N. 12.23):

Di sini Sang Buddha menyisipkan 'yathabhutam nyanadassanam' di dalam rangkaian paticca-samuppada yang agak unik, karena tidak mengikuti 12 nidana yang biasa kita kenal. (Untuk mempermudah pemahaman, sutta itu saya singkatkan:)

Quote
Ketika berdiam di Savatthi, Sang Bhagava berkata:

"Para bhikkhu, berakhirnya kotoran batin (asava-kkhaya) hanya terjadi pada orang yang tahu & melihat, bukan pada orang yang tidak tahu dan tidak melihat:

(1) Berakhirnya asava didukung oleh tahu & melihat timbul & lenyapnya kelima kelompok arus diri (pancakkhandha) ...

(2) Pengetahuan akan kelenyapan didukung oleh pembebasan (vimutti) ...

(3) Pembebasan didukung oleh tanpa-gairah (viraga) ...

(4) Tanpa-gairah didukung oleh keengganan (nibbida) ...

(5) Keengganan didukung oleh 'tahu & melihat apa adanya' (yathabhutam nyanadassanam) ...

(6) 'Tahu & melihat apa adanya' didukung oleh samadhi ...

(7) Samadhi didukung oleh kebahagiaan (sukha) ...

(8.) Kebahagiaan didukung oleh ketenangan (passaddhi) ...

(9) Ketenangan didukung oleh kegiuran (piti) ...

(10) Kegiuran didukung oleh kegembiraan (pamujja) ...

(11) Kegembiraan didukung oleh keyakinan (saddha) ...

(12) Keyakinan didukung oleh dukkha ...

(13) Dukkha didukung oleh kelahiran (jati) ...

(14) Kelahiran didukung oleh proses menjadi (bhava) ...

(15) Proses menjadi didukung oleh kelekatan (upadana) ...

(16) Kelekatan didukung oleh kehausan (tanha) ...

(17) Kehausan didukung oleh perasaan (vedana) ...

(18) Perasaan didukung oleh kontak (phassa) ...

(19) Kontak didukung oleh enam landasan indra (salayatana) ...

(20) Enam landasan indra didukung oleh badan & batin (nama-rupa) ...

(21) Badan & batin didukung oleh kesadaran (vinnana) ...

(22) Kesadaran didukung oleh bentukan batin (sankhara) ...

(23) Bentukan batin didukung oleh ketidaktahuan (avijja).

Kemudian Sang Buddha mengurutkan kembali mata rantai itu mulai dari avijja ... terus ke depan ... melalui 'tahu & melihat apa adanya' > keengganan > tanpa-gairah > pembebasan > pengetahuan akan kelenyapan.

Demikianlah 'yathabhutam nyanadassanam' mempunyai peran yang amat penting sebagai hasil dari samadhi di dalam proses mencapai pembebasan & kelenyapan.

*****

Di dalam Mulapariyaya-sutta (M.N. 1), Sang Buddha menjelaskan proses pikiran yang berlangsung dalam batin manusia biasa (puthujjana). Pikiran itu terjadi melalui 6 tahap secepat kilat:

Quote
1. persepsi murni terhadap obyek (belum ada pikiran: pengenalan, pelabelan, pembandingan, pengetahuan);
2. konseptualisasi (terjadi pengenalan, pelabelan, pembandingan, pengetahuan - di sinilah mulai pikiran);
3. munculnya atta/aku, tapi belum terpisah dari obyek;
4. atta memisahkan diri dari obyek, muncul dualitas subyek-obyek untuk pertama kali (subyek berhadapan dengan obyek);
5. subyek membentuk relasi dengan obyek (melekat, menolak dsb);
6. muncul perasaan (vedana - senang, tidak senang dsb).

Dalam sutta itu, Sang Buddha menjelaskan bahwa dalam batin seorang arahat/buddha proses pikiran itu hanya berhenti sampai langkah #1 saja (langkah #2 - #6 (pikiran & perasaan) tidak terjadi).

Dengan kata lain, langkah #1 (persepsi murni) itulah 'melihat apa adanya' (yathabhutam nyanadassanam). Kalau sampai muncul langkah #2 - #6 (pikiran & perasaan) maka itu bukan lagi 'melihat apa adanya', karena sudah dipengaruhi oleh pikiran, perasaan, pengetahuan, si aku dsb.


Di dalam Bahiya-sutta & Malunkyaputta-sutta, Sang Buddha mengajarkan meditasi demikian:

Quote
"Di dalam yang terlihat HANYA ada yang terlihat (maksudnya tidak ada konseptualisasi, tidak muncul aku, tidak ada dualitas, tidak ada si aku ber-relasi dengan obyek, tidak ada perasaan);
di dalam yang terdengar HANYA  ada yang terdengar;
di dalam yang tercerap oleh indra yang lain HANYA ada yang tercerap;
di dalam yang teringat dalam batin HANYA ada yang teringat;
kalau pemeditasi bisa berada dalam keadaan itu maka AKU TIDAK ADA LAGI, dan itulah, hanya itulah, AKHIR DUKKHA."

Meditasi yang diajarkan oleh Sang Buddha dalam kedua sutta tersebut terakhir itulah 'persepsi murni', sesuai dengan langkah #1 dari Mulapariyaya-sutta; itulah 'yathabhutam nyanadassanam'. Di situ Sang Buddha mengatakan bahwa jika pemeditasi bisa berada dalam keadaan itu, maka aku/atta tidak ada lagi, dan itulah akhir dukkha. ... Dengan kata lain, orang menjadi arahat.

*****

KESIMPULAN: 'yathabhutam nyanadassanam' (melihat apa adanya) adalah kunci dari pembebasan, yang tercapai melalui meditasi, di mana pikiran, perasaan, si aku berhenti - di situlah terdapat akhir dukkha, nibbana.

Salam,
hudoyo


Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Dalam thread ini saya melihat ada diskusi yang simpang siur ... kesimpangsiuran itu disebabkan karena perbedaan epistemologi (sumber dari pemahaman):

Di satu pihak, ada yang pemahamannya semata-mata bersumber dari pemikiran, teori, kitab-kitab.

Di lain pihak, ada yang pemahamannya bersumber dari pengalaman batin dalam meditasi.

Diskusi di antara kedua jenis orang ini tidak pernah menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. ... Lihat saja dalam thread ini.

Salam,
hudoyo

Offline markosprawira

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.449
  • Reputasi: 155

Rekan Markos, tampaknya Anda dan saya menggunakan pengertian/definisi yang berbeda tentang 'pikiran' di sini. ... :)

Bagi saya, 'pikiran' adalah segala respons batin (yang menggunakan bahasa) terhadap segala rangsangan yang masuk ke dalam kesadaran melalui keenam indra. ... Iini sesuai dengan penjelasan Sang Buddha tentang proses terjadinya pikiran, dan sesuai pula dengan definisi 'pikiran' menurut disiplin psikologi modern.

Berangkat dari pengertian pikiran seperti ini, apa yang dikatakan oleh Riky dan saya memang betul, bahwa dalam batin seorang arahat/buddha tidak ada lagi 'PIKIRAN'. ...

Tolong apa pengertian/definisi yang Anda pakai sampai bisa mengatakan bahwa "dalam batin arahat/buddha pikiran tidak berhenti". ...


Mmmm... maaf menyela diskusi,

Sy melihat yg Bro Markos maksud "Pikiran Arahat tidak berhenti" adalah: CITTA, jadi seorang arahat masih mempunyai proses pikiran (citta vitthi)

Sedangkan konteks Pak Hudoyo "Pikiran Arahat sudah berhenti" adalah: EGO/AKU , di paticcasamuppada disebut: Vedana (perasaan yg timbul suka / tidak suka akibat adanya kontak dengan objek) beserta turunannya: vedana ---> tanha ---> upadannam ---> ...dstnya...

CMIIW

 _/\_

::

  

wah bro Willi sedang kurang teliti nih......... sudah jelas yang PIKIRAN yang disebut oleh pak hudoyo adalah CITTA, yang sama dengan CITTA VITTHI kok.....

bisa dilihat dari pengertian yang disebut oleh pak hudoyo tuh.......

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
willibordus,

Quote
"Pikiran Arahat sudah berhenti" adalah: EGO/AKU , di paticcasamuppada disebut: Vedana (perasaan yg timbul suka / tidak suka akibat adanya kontak dengan objek) beserta turunannya: vedana ---> tanha ---> upadannam ---> ...dstnya...

Kalo ga salah 'kan vedana itu ada yang psikis dan fisik. Kalo emang semuanya sudah berhenti, berarti jadi seperti mati rasa donk?!  ;D

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
wah bro Willi sedang kurang teliti nih......... sudah jelas yang PIKIRAN yang disebut oleh pak hudoyo adalah CITTA, yang sama dengan CITTA VITTHI kok.....
bisa dilihat dari pengertian yang disebut oleh pak hudoyo tuh.......

Jangan menerka-nerka apa yang saya maksud ... saya tidak menggunakan Abhidhamma ...

Anda sudah baca Mulapariyaya-sutta? ... Kalau belum, tidak ada gunanya diskusi ini diteruskan, karena definisi Anda tentang pikiran berbeda dengan definisi saya. ...

Quote
Di dalam Mulapariyaya-sutta (M.N. 1), Sang Buddha menjelaskan proses pikiran yang berlangsung dalam batin manusia biasa (puthujjana). Pikiran itu terjadi melalui 6 tahap secepat kilat:

Quote
1. persepsi murni terhadap obyek (belum ada pikiran: pengenalan, pelabelan, pembandingan, pengetahuan);
2. konseptualisasi (terjadi pengenalan, pelabelan, pembandingan, pengetahuan - di sinilah mulai pikiran);
3. munculnya atta/aku, tapi belum terpisah dari obyek;
4. atta memisahkan diri dari obyek, muncul dualitas subyek-obyek untuk pertama kali (subyek berhadapan dengan obyek);
5. subyek membentuk relasi dengan obyek (melekat, menolak dsb);
6. muncul perasaan (vedana - senang, tidak senang dsb).

Dalam sutta itu, Sang Buddha menjelaskan bahwa dalam batin seorang arahat/buddha proses pikiran itu hanya berhenti sampai langkah #1 saja (langkah #2 - #6 (pikiran & perasaan) tidak terjadi).

Dengan kata lain, langkah #1 (persepsi murni) itulah 'melihat apa adanya' (yathabhutam nyanadassanam). Kalau sampai muncul langkah #2 - #6 (pikiran & perasaan) maka itu bukan lagi 'melihat apa adanya', karena sudah dipengaruhi oleh pikiran, perasaan, pengetahuan, si aku dsb.


Salam,
hudoyo

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Kalo ga salah 'kan vedana itu ada yang psikis dan fisik. Kalo emang semuanya sudah berhenti, berarti jadi seperti mati rasa donk?!  ;D

Baca Mulapariyaya-sutta ... di situ jelas Sang Buddha mengatakan dalam batin seorang arahat/buddha tidak ada lagi perasaan.

Offline markosprawira

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.449
  • Reputasi: 155

Di dalam Mulapariyaya-sutta (M.N. 1), Sang Buddha menjelaskan proses pikiran yang berlangsung dalam batin manusia biasa (puthujjana). Pikiran itu terjadi melalui 6 tahap secepat kilat:

Quote
1. persepsi murni terhadap obyek (belum ada pikiran: pengenalan, pelabelan, pembandingan, pengetahuan);
2. konseptualisasi (terjadi pengenalan, pelabelan, pembandingan, pengetahuan - di sinilah mulai pikiran);
3. munculnya atta/aku, tapi belum terpisah dari obyek;
4. atta memisahkan diri dari obyek, muncul dualitas subyek-obyek untuk pertama kali (subyek berhadapan dengan obyek);
5. subyek membentuk relasi dengan obyek (melekat, menolak dsb);
6. muncul perasaan (vedana - senang, tidak senang dsb).

Dalam sutta itu, Sang Buddha menjelaskan bahwa dalam batin seorang arahat/buddha proses pikiran itu hanya berhenti sampai langkah #1 saja (langkah #2 - #6 (pikiran & perasaan) tidak terjadi).

Dengan kata lain, langkah #1 (persepsi murni) itulah 'melihat apa adanya' (yathabhutam nyanadassanam). Kalau sampai muncul langkah #2 - #6 (pikiran & perasaan) maka itu bukan lagi 'melihat apa adanya', karena sudah dipengaruhi oleh pikiran, perasaan, pengetahuan, si aku dsb.


Salam,
hudoyo


dear pak hudoyo,

Disini jelas terlihat bedanya dengan konsep yang ada di Abhidhamma

Menurut pak hudoyo, setelah menjalankan ke-6 langkah, baru Pikiran terbentuk.

Hal ini sudah pernah dibahas juga dalam kelas abhidhamma...... dimana sebenarnya pada setiap langkah itu, sebenarnya sudah terjadi 17 proses kesadaran dimana isinya adalah Maha Kiriya.

tahap 1 : 17 proses kesadaran.....
disambung
tahap 2 : 17 proses kesadaran lagi
disambung
tahap 3 : 17 proses kesadaran lagi
dst...dst..........

jadi walau pada Arahat/Buddha hanya ada tahap 1 dalam hal ini langkah #1 (persepsi murni) itulah 'melihat apa adanya' (yathabhutam nyanadassanam), tetap sudah terjadi Pikiran/Kesadaran/Citta sebanyak 17......

selengkapnya mengenai Citta Vitthi, sudah pernah diposting di DhammaCitta di : http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=1393.30

semoga bisa dimengerti yah..........

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
markosprawira,

Mungkin hanya berbeda istilah saja karena kamu masih menggunakan mahluk = panca khanda. Kalo tidak ada pikirannya, berarti udah bukan mahluk. Mungkin begitu?

Offline williamhalim

  • Sebelumnya: willibordus
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.869
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male
willibordus,

Quote
"Pikiran Arahat sudah berhenti" adalah: EGO/AKU , di paticcasamuppada disebut: Vedana (perasaan yg timbul suka / tidak suka akibat adanya kontak dengan objek) beserta turunannya: vedana ---> tanha ---> upadannam ---> ...dstnya...

Kalo ga salah 'kan vedana itu ada yang psikis dan fisik. Kalo emang semuanya sudah berhenti, berarti jadi seperti mati rasa donk?!  ;D

Menurut saya,
vedana yg dimaksud di paticcasamuppada adalah: perasaan suka / tidak suka yg timbul akibat kontak indera dengan objek.

Jika rasa suka/tidak suka ini timbul maka turunannya (nafsu keinginan, kemelekatan, dstnya sudah tidak terbendung lagi).

Vedana (perasaan suka / tidak suka) ini berbeda dengan pengertian perasaan yg dipahami umum seperti: marah, kesal, tersinggung, rindu, dsbnya <--- perasaan2 ini lebih tepat kita sebut emosi (emotion).

::

« Last Edit: 11 June 2008, 04:44:04 PM by willibordus »
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
willibordus,

Quote
vedana  yg dimaksud di paticcasamuppada adalah: perasaan suka / tidak suka yg timbul akibat kontak indera dengan objek.

Jika rasa suka/tidak suka ini timbul maka turunannya (nafsu keinginan, kemelekatan, dstnya sudah tidak terbendung lagi).

Vedana (perasaan suka / tidak suka) ini berbeda dengan pengertian perasaan yg dipahami umum seperti: marah, kesal, tersinggung, rindu, dsbnya <--- perasaan2 ini lebih tepat kita sebut emosi (emotion).

Misalnya lagi duduk digigit semut api, ada perasaan sakit ato nggak? Itu 'kan kontak indra kulit dengan objek (gigitan semut).  ;D