//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Manusia dan Seks  (Read 13141 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Hikoza83

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.295
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
  • panda is so cute... ^-^
Manusia dan Seks
« on: 11 December 2007, 10:47:22 AM »
saya membaca topik yang ditulis sdr. Harkingko di majalah Dharma Prabha, edisi 48, Februari 2006, dan menurut saya isinya menarik. Mungkin ada anggota forum DC yang belum sempat membacanya, sehingga saya bermaksud men-sharing hal ini disini.

artikel lengkap di link ini :
http://www.dhammacitta.org/pustaka/ebook/dharma-prabha/dharma-prabha-48.pdf

Semoga Semua Mahkluk memperoleh Kebahagiaan dan sebab-sebabnya!


By : Zen
Aku akan melaksanakannya dengan tubuhku,
Karena apa gunanya hanya membaca kata-kata belaka?
Apakah mempelajari obat-obatan saja
Dapat menyembuhkan yang sakit?
[Bodhicaryavatara, Bodhisattva Shantideva]

Offline Hikoza83

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.295
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
  • panda is so cute... ^-^
Re: Manusia dan Seks
« Reply #1 on: 11 December 2007, 10:48:19 AM »
Manusia dan Seks

Seks adalah kata yang sangat tidak asing di telinga kita, tetapi anehnya seringkali kita merasa tabu dan agak malu-malu jika menyinggungnya. Nah, kemudian agar kita dapat membicarakan dan mendiskusikannya dengan bebas terbuka, maka para ahli bahasa dan ilmuwan pun membuat seks ini menjadi ilmiah dengan menambahkan akhiran “-tas” dan “-logi” menjadi “seksualitas” dan “seksologi”, sehingga jadilah seksualitas adalah untuk dibahas dan didiskusikan, seksologi adalah untuk ditulis secara ilmiah, dan seks adalah untuk dialami dan ‘dinikmati’.

Di dalam kamus, seks sebenarnya mempunyai dua arti, yaitu seks yang berarti jenis kelamin atau gender, dan seks yang berarti senggama atau melakukan aktivitas seksual, yaitu hubungan penyatuan antara dua individu dalam konteks gender di atas.

Meskipun baru didefinisikan sampai seperti ini di zaman sekarang, seks ini ternyata telah mempunyai sejarah yang sangat panjang seumur peradaban manusia. Seks ternyata telah eksis dan turut membentuk struktur kultural di setiap peradaban manusia mengikuti aliran waktu dan tempat. Setiap masa dan setiap tempat mempunyai sejarah dan pandangan sendiri terhadap seksualitas yang menunjukkan demikian besarnya perhatian umat manusia terhadap masalah ini.

Bangsa kita contohnya, mempunyai sejarah panjang tentang seks yang menunjukkan bahwa sejak dahulu kala urusan hubungan badan dan gender ini telah menempati porsi yang penting pada kultur di masa itu dan bukan hal yang tabu membicarakannya. Kita dapat mengambil contoh salah satu peninggalan zaman keemasan kerajaan-kerajaan di Jawa dan Bali tempoe doeloe, yaitu lingga-yoni yang terdapat di candi-candi yang dibangun pada masa kejayaan kerajaan-kerajaan Hindu.

Pada masa itu, masyarakat Hindu kuno di Jawa dan Bali lebih mengutamakan pemujaan terhadap Dewa Siwa, salah satu dewa dalam Trimurti mitologi Hindu, yang terdiri dari Dewa Brahma, Siwa, dan Wisnu. Pemujaan terhadap Dewa Siwa, yang merupakan perwujudan dari kekuatan penciptaan, pelindung, dan perusak dalam konsep kosmologi Hindu Jawa-Bali kuno, pada zaman itu dinyatakan dalam bentuk lingga dan arca. Lingga merupakan salah satu objek pemujaan tertua terhadap Dewa Siwa yang berbentuk phallus atau p*n*s, alat kelamin pria. Ada beberapa alasan atau dugaan yang dikemukakan para ahli berkaitan dengan bentuk lingga yang dianggap mewakili Siwa, yaitu manusia adalah homo simbolicus, makhluk yang lebih mudah mengenali dan memahami fenomena-fenomena nyata maupun abstrak melalui simbol-simbol sebagai alat komunikasi; bentuk phallus atau p*n*s dianggap mewakili segala bentuk meskipun tidak berwujud, yang tidak lain melambangkan kesempurnaan Dewa Siwa; dan phallus atau kelamin pria melambangkan kekuatan penciptaan Dewa Siwa. Lingga biasanya didirikan di atas sebuah lapik atau semacam pondasi yang disebut yoni yang merupakan simbol alat kelamin wanita. Penyatuan lingga dan yoni tersebut melambangkan penciptaan dunia dan kesuburan. Pentingnya yoni, unsur wanita, dalam konsep penyatuan dapat dilihat dari dewa-dewa dalam kepercayaan Hindu yang didampingi “shakti” yang berwujud wanita. Shakti tidak lain adalah representasi kekuatan dan kesaktian sang dewa dalam melakukan tugasnya. Dewa Siwa yang berwujud pria, misalnya, didampingi oleh Dewi Durga yang berwujud wanita sebagai shaktinya.
Aku akan melaksanakannya dengan tubuhku,
Karena apa gunanya hanya membaca kata-kata belaka?
Apakah mempelajari obat-obatan saja
Dapat menyembuhkan yang sakit?
[Bodhicaryavatara, Bodhisattva Shantideva]

Offline Hikoza83

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.295
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
  • panda is so cute... ^-^
Re: Manusia dan Seks
« Reply #2 on: 11 December 2007, 10:48:55 AM »
Bangsa Cina dari dulu memandang seksualitas melalui tradisi Konfusianisme dan Taoisme yang telah berumur ribuan tahun. Doktrin Taoisme melihat bahwa wanita dan pria merupakan representasi dari unsur Yin dan Yang di alam semesta. Yang merupakan unsur pemberi dan bersifat aktif, sedangkan Yin merupakan unsur penerima dan bersifat pasif. Perpaduan kedua unsur ini melahirkan sesuatu yang baru, yaitu penciptaan atau kreasi. Pria dipercaya mempunyai energi Yang yang terbatas, sedangkan wanita mempunyai energi Yin yang tidak terbatas, sehingga pria tidak dianjurkan untuk menghabiskan energi Yang mereka, dengan mengalami ejakulasi awal, tanpa memperoleh energi Yin. Para pria dianjurkan menahan ejakulasi mereka sampai wanita mencapai orgasme sehingga momen senggama tersebut “tepat waktu” sebelum pria kehabisan energi Yang. “Ketidaktepatan waktu” senggama konon dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan bahkan kematian.

Lain Taoisme, lain lagi Konfusianisme yang lebih menekankan aspek tata susila dalam hubungan sosial. Tradisi yang berakar dari filsuf Konfusius ini cenderung berpendapat bahwa seks pada hakekatnya merupakan perbuatan ‘tidak bersih’ dan semata-mata hanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan berketurunan dan berkeluarga, sehingga tradisi Konfusius membuat bermacam aturan moral dan etika untuk mengatur hubungan antara dua individu dalam lembaga perkawinan dan rumah tangga.
Aku akan melaksanakannya dengan tubuhku,
Karena apa gunanya hanya membaca kata-kata belaka?
Apakah mempelajari obat-obatan saja
Dapat menyembuhkan yang sakit?
[Bodhicaryavatara, Bodhisattva Shantideva]

Offline Hikoza83

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.295
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
  • panda is so cute... ^-^
Re: Manusia dan Seks
« Reply #3 on: 11 December 2007, 10:49:41 AM »
Selain bangsa Cina, bangsa India juga menunjukkan apresiasi yang sangat mendalam terhadap masalah seks ini. Kultur India yang kaya dan eksotis banyak dipengaruhi oleh ajaran Hindu dan Buddha. Namun, terdapat perbedaan besar antara dua aliran pemikiran besar ini. Hinduisme, bersama dengan ajaran Tantra, menganut konsep senggama merupakan jalan spiritual yang mengandung makna penyatuan dua unsur berbeda di alam maupun di tubuh manusia mampu membawa kita menuju ke jalan kesempurnaan. Senggama menggambarkan suatu proses hubungan timbal balik dan keharmonisan yang mewarnai tiap interaksi ideal yang terjadi di alam semesta ini. Menurut ajaran Hindu, senggama ini tidak hanya dalam bentuk hubungan seksual fisik, tapi juga senggama dalam arti luas, yaitu interaksi keseharian dengan objek di sekitar kita baik dalam bahasa fisik maupun spiritual. Kesempurnaan akan tercapai apabila kita mampu mengatur interaksi tersebut dalam irama keharmonisan. Kegiatan yang juga disebut “bersenggama dengan alam” tersebut dapat kita lihat dalam keseharian kita berupa hubungan suami-istri, komunikasi dan hubungan sosial antar individu, dan sembahyang, yang melambangkan senggama spiritual antara jiwa atau atma dengan Brahman, dan antara tubuh dengan alam semesta.

Bangsa India juga meninggalkan catatan tertulis untuk urusan senggama ini yang kita kenal dengan teks “Kama Sutra” yang berisi ajaran tentang seni hidup atau bagaimana cara mengolah nafsu dan kesadaran kenikmatan duniawi kita dalam menjalani hidup ini. Dalam Kamasutra, bangsa India kuno digambarkan sangat menaruh perhatian terhadap objek-objek kesenangan indera seperti bau-bauan, warna, musik, sentuhan, makanan dan minuman. Hal ini dapat kita lihat dari 64 seni dalam teks Kama Sutra yang sangat menekankan kemampuan seni seperti bermain musik, menyanyi, menari, dan tato sampai seni pedang dan memanah. “Kama” sendiri berarti nafsu atau kesadaran akan kenikmatan yang timbul melalui interaksi/ kontak objek dan organ pengindera kita yang meliputi pendengaran, penglihatan, perasa, pembau, pengecap, yang diolah oleh kesadaran pikiran kita; sedangkan “sutra” berarti tuntunan kebijaksanaan.

Menurut filosofi Kamasutra, pada intinya hidup adalah pemenuhan kebutuhan terhadap tiga kegiatan utama yang terdiri dari mempertahankan eksistensi, reproduksi, dan menjalankan peraturan tata susila dan etika. Dari ketiganya, kegiatan seks dan mempertahankan hidup (survival) dianggap kekuatan fundamental yang mendorong keberlanjutan eksistensi makhluk hidup.
Aku akan melaksanakannya dengan tubuhku,
Karena apa gunanya hanya membaca kata-kata belaka?
Apakah mempelajari obat-obatan saja
Dapat menyembuhkan yang sakit?
[Bodhicaryavatara, Bodhisattva Shantideva]

Offline Hikoza83

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.295
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
  • panda is so cute... ^-^
Re: Manusia dan Seks
« Reply #4 on: 11 December 2007, 10:50:05 AM »
Berbeda dengan Hindu yang menganggap urusan memuaskan indera merupakan salah satu jalan spiritual dalam memahami alam, Buddhisme mengambil sikap kontra. Ajaran Sang Buddha yang telah berumur lebih dari 2500 tahun ini memandang aktivitas seks adalah sesuatu yang netral, namun nafsu seks yang menyertai aktivitas seks tersebut dapat menghambat pencapaian pencerahan. Menurut Sang Buddha, segala macam jenis kesenangan dan kenikmatan yang dihasilkan oleh indera kita dapat menimbulkan nafsu kemelekatan (kama tanha) dan merupakan penyebab dukkha (keadaan ketidakpuasan) dan kilesa (kekotoran batin) yang akan menghambat jalan kita menuju pencerahan. Sang Buddha juga sangat menekankan bahwa aktivitas seks sendiri tak akan pernah dapat memuaskan nafsu seks kita, dan cara untuk memutuskan penderitaan kita adalah dengan mematikan nafsu itu. Dalam khotbah pertama “Jalan Tengah”-nya, Sang Buddha mengajarkan bahwa seseorang tidak seharusnya mengejar kenikmatan sensual, yang bersifat kasar, tidak terhormat, memalukan, dan merugikan baik secara fisik maupun mental; hubungan seksual yang dilakukan juga jangan sampai melanggar etika-moral dan menimbulkan pergunjingan di masyarakat.
Aku akan melaksanakannya dengan tubuhku,
Karena apa gunanya hanya membaca kata-kata belaka?
Apakah mempelajari obat-obatan saja
Dapat menyembuhkan yang sakit?
[Bodhicaryavatara, Bodhisattva Shantideva]

Offline Hikoza83

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.295
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
  • panda is so cute... ^-^
Re: Manusia dan Seks
« Reply #5 on: 11 December 2007, 10:50:31 AM »
Bangsa Yunani dan Romawi yang dianggap sebagai “ibu” kultur dunia barat dan menyumbangkan pondasi bagi dunia filosofi barat memiliki “sejarah seks”- nya sendiri. Seperti kepercayaan Hindu kuno di Jawa dan Bali, orang Yunani kuno juga menyembah p*n*s atau phallus sebagai simbol kesuburan. Namun, yang membedakan bangsa Helenik ini dengan nenek moyang kita adalah ketidaksejajaran gender yang telah ditunjukkan sejarah mereka dalam hubungan seks. “Diskriminasi” ini dapat kita lihat dari kekerasan seksual terhadap kaum hawa yang umum terjadi, mulai dari pelecehan seksual sampai pemerkosaan, yang bagi pria tindakan semacam ini dipandang perlu sebagai pengakuan “supremasi dan dominasi terhadap lawan jenis”. Hubungan seks tidak hanya dilihat sebagai kebutuhan menyalurkan kasih sayang dengan ikatan rumah tangga atau kebutuhan berketurunan, namun lebih sebagai sarana untuk menyalurkan rasa kepuasan telah menguasai lawan seks. Bahkan Dewa Zeus, dewa tertinggi bangsa Yunani, digambarkan sebagai sosok yang mempunyai libido tinggi dan kerap memaksakan nafsu seksnya terhadap kaum hawa dalam mitologi Yunani.

Dengan melihat kondisi di atas maka pada masa itu prostitusi adalah sesuatu yang lumrah dan bukan hal tabu; demikian juga dengan hubungan seks antara majikan dengan budak wanitanya. Bahkan tidak jarang seorang istri harus bersaing dengan dunia prostitusi dan budak wanita dalam memenuhi kebutuhan seks suaminya. Kedudukan seorang istri dalam masyarakat di masa itu tidak lebih dari sekedar pendamping hidup pria yang berkewajiban membesarkan keturunan dan menangani urusan dapur.

Peradaban Romawi juga setali tiga uang dengan orang Yunani dalam hubungan seksual dan urusan suami-istri. Perselingkuhan seorang suami adalah hal yang dapat diterima, namun tidak demikian halnya dengan perselingkuhan yang dilakukan seorang istri yang akan dianggap melanggar norma sosial.
Aku akan melaksanakannya dengan tubuhku,
Karena apa gunanya hanya membaca kata-kata belaka?
Apakah mempelajari obat-obatan saja
Dapat menyembuhkan yang sakit?
[Bodhicaryavatara, Bodhisattva Shantideva]

Offline Hikoza83

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.295
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
  • panda is so cute... ^-^
Re: Manusia dan Seks
« Reply #6 on: 11 December 2007, 10:51:05 AM »
Beberapa filsuf Barat modern juga tertarik dengan seksualitas dan membangun konsep seksualismenya sendiri. Salah satunya adalah Sigmund Freud yang mempunyai kajian seksualisme dan perkembangan psikologi seksual yang sangat menarik. Ide dan pemikirannya menggebrak pendapat populer pada masanya yang beranggapan bahwa insting seksual individu baru akan muncul pertama kalinya pada saat mengalami puber.

Freud berpendapat sebaliknya bahwa insting seksual seorang anak telah tampak sejak awal masa kehidupannya, yang tampak dari yang paling sederhana seperti mengisap ASI dan jari sampai aktivitas seksual prematur anak-anak dalam bentuk ereksi atau masturbasi. Anak-anak cenderung bersifat autoerotik, yaitu memuaskan dirinya sendiri dengan menggunakan bagian tubuhnya sendiri, seperti dengan mengisap ibu jari atau menyentuh organ genitalnya. Perbedaan anak-anak dengan orang dewasa, yang telah mengalami pubertas, adalah seorang anak kecil cenderung tidak memedulikan bagian tubuh mana yang akan dijadikan objek kepuasannya. Sang anak akan memanfaatkan zona erogen tertentu, objek seksual berupa daerah atau bagian tubuh yang menerima stimulasi, berdasarkan pengalaman sebelumnya untuk mencari bentuk kenikmatan yang dialaminya; contoh si anak akan mengisap jarinya sebagai ganti pengalaman sebelumnya mengisap ASI. Pada orang dewasa, aktivitas mencari kenikmatan tersebut telah dibatasi pada organ genital yang telah berfungsi sempurna.

Setelah melalui masa ribuan tahun peradabannya, manusia perlu menyikapi seks dengan arif, manusia perlu memaknai seks secara positif dan terhormat. Seks harus dipandang sebagai medium menyalurkan kasih sayang, menyingkirkan ego dengan membina hubungan rumah tangga yang harmonis, dan meneruskan darah daging demi eksistensi umat manusia. [Harkingto]

Sumber: Dharma Praba, edisi 48, Februari 2006.
Aku akan melaksanakannya dengan tubuhku,
Karena apa gunanya hanya membaca kata-kata belaka?
Apakah mempelajari obat-obatan saja
Dapat menyembuhkan yang sakit?
[Bodhicaryavatara, Bodhisattva Shantideva]

Offline Edward

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.968
  • Reputasi: 85
  • Gender: Male
  • Akulah yang memulai penderitaan ini.....
Re: Manusia dan Seks
« Reply #7 on: 18 December 2007, 02:38:30 PM »
Seks...topick yag slalu hanagt pas zamannya smp ato sma....
Bahkan ampe sekarang.. ;D
“Hanya dengan kesabaran aku dapat menyelamatkan mereka....."

Offline bond

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.666
  • Reputasi: 189
  • Buddhang Saranam Gacchami...
Re: Manusia dan Seks
« Reply #8 on: 19 December 2007, 10:51:13 AM »
Setetes air dapatkah memenuhi samudra yg begitu luas. Demikianlah keinginan seks yg terjadi saat ini. :(


 _/\_
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada