apakah yang di maksud memberikan yang mereka(kepercayaan sebelah) inginkan dan menjatuhkan apa yang mereka pikirkan?
Saya kira yang saya lakukan bukan menjatuhkan.
Tetapi lebih kepada penegasan yang saya lakukan, bahwa sebagai Buddhis saya tidak peduli dengan klaim mereka bahwa agama mereka, kitab mereka lebih suci. Itukan klaim sepihak. Anda bisa baca tulisan saya tentang Abrahamik di tab Abrahamik. Tentang kesuperioran Israel dll.
Saya tidak peduli pada semua itu. Mereka bilang Tri Pitaka palsu, saya jawab emang...! Kalau saya jawab bukan, asli dsb dsb.... jadinya debat kusir. Yah kalau dalam hal menetapkan kitab asli harus tulisan dari atau bersumber dari Tuhan. yah jelas Tri Pitaka palsu. Emang kenapa kalau bukan tulisan Tuhan? Saya (dalam hati) juga tak percaya Tuhan bisa nulis kok.... hehehehehe
Lalu mereka merasa lebih suci, misalnya dengan klaim, bahwa nabi mereka adalah manusia pilihan Tuhan. Nah, saya jelaskan... memang Sidharta Gautama bukan suruhan siapa siapa. Sidharta Gautama pribadi yang independen. Tuhan tak bisa menyuruh Sidharta.
Lalu emangnya kenapa kalau bukan dari Tuhan?
Emangnya kenapa kalau kepercayaan turun dari pohon kelapa? Bukan turun dari Tuhan seperti agama mereka?
Saya lebih percaya ke perbuatan nyata. Pemahaman. Kekuatan pikiran. Ini logis sekali. Dogma apapun tidak mempan bagi Buddhis yang sudah memahami ini. Saya juga menulis tentang kr****nisasi pada saya, judulnya Jadilah Pemberani, Jangan Takut Neraka....
Nah, saat baca judulnya orang pasti tersentak, ini ajaran sesat.
Tapi yang saya ceritakan adalah, bahwa sebagai Buddhis saya tidak takut pada ancaman neraka yang diuatarakan kr****n dalam hal ingin menginjili saya dengan menakut-nakuti. Bahwa hanya lewat Dia bisa masuk surga.
Saya malaha menjelaskan, bahwa surga itu hanya ganti alam kehidupan dalam Buddhis. Surga itu hanya alam dewa, alam kesenangan duniawi. Tujuan Buddhis bukan ke sana, tetapi ke Nibbana yang saya artikan kepada mereka sebagai kekosongan. Asalnya dari pemahaman saya atas kata Nirwana, Nir = kosong. Saya tekankan juga, Nibbana bukan surga.
Jadi dalam hal penulisan sebuah tulisan. Bila anda memahami sastra, ada yang disebut dengan istilah psikologi terbalik. master Zen sangat baik dalam menerapkan hal ini. Saya tentu tidak sejajar dengan Zen. Mungkin bisa lah bila dikatakan, saya mengikuti metode Putu Wijaya. Menebarkan ide dengan mengetawai diri sendiri.
Wah.... sorry udah ngomel sendiri... hehehehehe