//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Mengembangkan MORALITAS/SILA tanpa MELEKATINYA sebagai TUJUAN[ASK]  (Read 13812 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Mengembangkan MORALITAS/SILA tanpa MELEKATINYA sebagai TUJUAN[ASK]
« Reply #15 on: 24 June 2010, 06:35:28 AM »
Menurut Rekan-Rekan,bagaimana caranya mengembangkan MORALITAS/SILA tanpa MELEKATINYA sebagai TUJUAN?

sama seperti halnya ketika gelap, kita menggunakan senter utk menerangi, dan ketika sudah terang, kita mematikan & meletakkan senter tsb.

saya tahu analoginya,tetapi implementasinya didalam sila? :)


laksanakan sila tanpa melekati sila tsb <--- udah hal paling praktis, tidak bisa dijelaskan lagi

saya menghindari pembunuhan >>> ada usaha "saya" "menghindari" "pembunuhan",karena ada "usaha" maka menurut saya ada "konsep" / "teori" untuk berusaha menghindarinya,karena adanya konsep dan teori tersebut,saya melekatinya sebagai konsep dan teori bahwa membunuh itu [alasannya dari A sampai Z],bukankah saya melekatinya SILA nya?

saya menghindari pembunuhan, maka ada usaha ---> benar

karena ada usaha, maka ada konsep ---> apapun yg dibahas/dipikirkan memang adalah konsep

karena ada konsep, maka berarti saya melekati konsep ---> tidak demikian, sesuatu adalah konsep atau bukan tidak menjadi masalah asalkan kita tidak melekatinya. tidak melekati non-konsep, maka kita tidak akan anti konsep. yg paling penting, kalau kita tidak melekatinya, kita tidak jatuh pada salah satu dari 2 kelompok, pro atau anti. konsep hanya konsep, non-konsep (pengalaman langsung) pun hanya non-konsep. tidak ada kelekatan diri ataupun penolakan diri thd kedua hal itu.

apakah saya melekati SILA? ---> bisa iya, bisa tidak, ini tergantung masing2 individu.

jadi 50:50?

bisa iya, bisa tidak ---> jgn diterjemahkan 50:50 :))

sebab 50:50 itu statistik, sedangkan jawaban saya tidak berhub dg statistik, tetapi kembali kepada individu masing2.

bahkan jika dipilih sample secara acak 100 orang, mungkin semua nya masih melekatin latihan/ritual apapun di dunia :P

menurut saya scr statistik, orang yg tidak melekati latihan moralitas/ritual sangaaattt sedikit sekali. individu seperti ini susah ditemui, tapi bukan tidak ada.

setuju,sangatlah sulit melatih moralitas/sila tanpa melekatinya,sebagai sesuatu yang harus "dijalani" dan sesuatu yang harus "dihindari",saya menghindari pembunuhan,saya mengembangkan cinta kasih...Pancasila Vs Pancadhamma,keduanya merupakan kemelekatan tak terhindarkan..orang yang melatih kesadaran tidak berada didalam keduanya,antara pengembangan dan penghancuran..
lebih baik mana orang yang mengembangkan sila dengan yang tidak untuk menuju pe,bebasan.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline andry

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.117
  • Reputasi: 128
Re: Mengembangkan MORALITAS/SILA tanpa MELEKATINYA sebagai TUJUAN[ASK]
« Reply #16 on: 24 June 2010, 08:06:13 AM »
makin hebat teorinya...
Samma Vayama

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Mengembangkan MORALITAS/SILA tanpa MELEKATINYA sebagai TUJUAN[ASK]
« Reply #17 on: 24 June 2010, 08:19:20 AM »
kalau mau melihat orang yang tidak mengembangkan dan menghancurkan keknya ada deh, orang gila, orang lumpuh, binatang dll =))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Mengembangkan MORALITAS/SILA tanpa MELEKATINYA sebagai TUJUAN[ASK]
« Reply #18 on: 24 June 2010, 10:07:43 AM »
Menurut Rekan-Rekan,bagaimana caranya mengembangkan MORALITAS/SILA tanpa MELEKATINYA sebagai TUJUAN?

sama seperti halnya ketika gelap, kita menggunakan senter utk menerangi, dan ketika sudah terang, kita mematikan & meletakkan senter tsb.

saya tahu analoginya,tetapi implementasinya didalam sila? :)


laksanakan sila tanpa melekati sila tsb <--- udah hal paling praktis, tidak bisa dijelaskan lagi

saya menghindari pembunuhan >>> ada usaha "saya" "menghindari" "pembunuhan",karena ada "usaha" maka menurut saya ada "konsep" / "teori" untuk berusaha menghindarinya,karena adanya konsep dan teori tersebut,saya melekatinya sebagai konsep dan teori bahwa membunuh itu [alasannya dari A sampai Z],bukankah saya melekatinya SILA nya?

saya menghindari pembunuhan, maka ada usaha ---> benar

karena ada usaha, maka ada konsep ---> apapun yg dibahas/dipikirkan memang adalah konsep

karena ada konsep, maka berarti saya melekati konsep ---> tidak demikian, sesuatu adalah konsep atau bukan tidak menjadi masalah asalkan kita tidak melekatinya. tidak melekati non-konsep, maka kita tidak akan anti konsep. yg paling penting, kalau kita tidak melekatinya, kita tidak jatuh pada salah satu dari 2 kelompok, pro atau anti. konsep hanya konsep, non-konsep (pengalaman langsung) pun hanya non-konsep. tidak ada kelekatan diri ataupun penolakan diri thd kedua hal itu.

apakah saya melekati SILA? ---> bisa iya, bisa tidak, ini tergantung masing2 individu.

jadi 50:50?

bisa iya, bisa tidak ---> jgn diterjemahkan 50:50 :))

sebab 50:50 itu statistik, sedangkan jawaban saya tidak berhub dg statistik, tetapi kembali kepada individu masing2.

bahkan jika dipilih sample secara acak 100 orang, mungkin semua nya masih melekatin latihan/ritual apapun di dunia :P

menurut saya scr statistik, orang yg tidak melekati latihan moralitas/ritual sangaaattt sedikit sekali. individu seperti ini susah ditemui, tapi bukan tidak ada.

setuju,sangatlah sulit melatih moralitas/sila tanpa melekatinya,sebagai sesuatu yang harus "dijalani" dan sesuatu yang harus "dihindari",saya menghindari pembunuhan,saya mengembangkan cinta kasih...Pancasila Vs Pancadhamma,keduanya merupakan kemelekatan tak terhindarkan..orang yang melatih kesadaran tidak berada didalam keduanya,antara pengembangan dan penghancuran..

Pancasila bukan Vs (versus) Pancadhamma
Pancasila adalah = (sama dengan) Pancadhamma

Pada saat menghindari tindakan pembunuhan, hal ini sekaligus akan menimbulkan cinta kasih.
Jalanilah Sila, maka anda akan melihat sendiri bahwa Pancasila = Pancadhamma.
Usaha menghindari yang satu akan mengembangkan yang lainnya.
Mengembangkan yang satu akan mengurangi yang lainnya.

Mengembangkan kebajikan ada akhirnya yaitu pembebasan
Mengembangkan kejahatan tidak ada akhirnya yaitu keterikatan

Perhatikan kalimat diatas yang masih dalam dualisme
Yang satu membawa pada pembebasan dari dualisme
Yang satu membawa pada keterikatan pada dualisme

Apabila sudah sampai pada bebas dualisme tidak ada lagi
Apabila belum bebas dualisme selalu ada

Kalimat diatas masih dalam dualisme juga.

Kunci pembebasan ada di dalam dualisme itu sendiri
Setelah kunci didapat, gunakanlah kunci tersebut
Setelah pintu terbuka dan melangkah keluar dari penjara
Dualisme sudah tidak ada lagi, bebas.
yaa... gitu deh

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Mengembangkan MORALITAS/SILA tanpa MELEKATINYA sebagai TUJUAN[ASK]
« Reply #19 on: 24 June 2010, 10:18:13 AM »

setuju,sangatlah sulit melatih moralitas/sila tanpa melekatinya,sebagai sesuatu yang harus "dijalani" dan sesuatu yang harus "dihindari",saya menghindari pembunuhan,saya mengembangkan cinta kasih...Pancasila Vs Pancadhamma,keduanya merupakan kemelekatan tak terhindarkan..orang yang melatih kesadaran tidak berada didalam keduanya,antara pengembangan dan penghancuran..

Yang dibold biru diatas:

Orang yang melatih kesadaran masih dalam koridor pengembangan dan penghancuran.
Orang yang melatih kesadaran mengembangkan kesadaran
Orang yang melatih kesadaran menghancurkan delusi
Orang yang melatih kesadaran menuju kebebasan
yaa... gitu deh

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Mengembangkan MORALITAS/SILA tanpa MELEKATINYA sebagai TUJUAN[ASK]
« Reply #20 on: 24 June 2010, 10:21:26 AM »

setuju,sangatlah sulit melatih moralitas/sila tanpa melekatinya,sebagai sesuatu yang harus "dijalani" dan sesuatu yang harus "dihindari",saya menghindari pembunuhan,saya mengembangkan cinta kasih...Pancasila Vs Pancadhamma,keduanya merupakan kemelekatan tak terhindarkan..orang yang melatih kesadaran tidak berada didalam keduanya,antara pengembangan dan penghancuran..

Yang dibold biru diatas:

Orang yang melatih kesadaran masih dalam koridor pengembangan dan penghancuran.
Orang yang melatih kesadaran mengembangkan kesadaran
Orang yang melatih kesadaran menghancurkan delusi
Orang yang melatih kesadaran menuju kebebasan (dari pengembangan dan penghancuran)
« Last Edit: 24 June 2010, 10:23:26 AM by hendrako »
yaa... gitu deh

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Mengembangkan MORALITAS/SILA tanpa MELEKATINYA sebagai TUJUAN[ASK]
« Reply #21 on: 24 June 2010, 11:06:27 AM »
Menurut Rekan-Rekan,bagaimana caranya mengembangkan MORALITAS/SILA tanpa MELEKATINYA sebagai TUJUAN?

sama seperti halnya ketika gelap, kita menggunakan senter utk menerangi, dan ketika sudah terang, kita mematikan & meletakkan senter tsb.

saya tahu analoginya,tetapi implementasinya didalam sila? :)


laksanakan sila tanpa melekati sila tsb <--- udah hal paling praktis, tidak bisa dijelaskan lagi

saya menghindari pembunuhan >>> ada usaha "saya" "menghindari" "pembunuhan",karena ada "usaha" maka menurut saya ada "konsep" / "teori" untuk berusaha menghindarinya,karena adanya konsep dan teori tersebut,saya melekatinya sebagai konsep dan teori bahwa membunuh itu [alasannya dari A sampai Z],bukankah saya melekatinya SILA nya?

saya menghindari pembunuhan, maka ada usaha ---> benar

karena ada usaha, maka ada konsep ---> apapun yg dibahas/dipikirkan memang adalah konsep

karena ada konsep, maka berarti saya melekati konsep ---> tidak demikian, sesuatu adalah konsep atau bukan tidak menjadi masalah asalkan kita tidak melekatinya. tidak melekati non-konsep, maka kita tidak akan anti konsep. yg paling penting, kalau kita tidak melekatinya, kita tidak jatuh pada salah satu dari 2 kelompok, pro atau anti. konsep hanya konsep, non-konsep (pengalaman langsung) pun hanya non-konsep. tidak ada kelekatan diri ataupun penolakan diri thd kedua hal itu.

apakah saya melekati SILA? ---> bisa iya, bisa tidak, ini tergantung masing2 individu.

jadi 50:50?

bisa iya, bisa tidak ---> jgn diterjemahkan 50:50 :))

sebab 50:50 itu statistik, sedangkan jawaban saya tidak berhub dg statistik, tetapi kembali kepada individu masing2.

bahkan jika dipilih sample secara acak 100 orang, mungkin semua nya masih melekatin latihan/ritual apapun di dunia :P

menurut saya scr statistik, orang yg tidak melekati latihan moralitas/ritual sangaaattt sedikit sekali. individu seperti ini susah ditemui, tapi bukan tidak ada.

setuju,sangatlah sulit melatih moralitas/sila tanpa melekatinya,sebagai sesuatu yang harus "dijalani" dan sesuatu yang harus "dihindari",saya menghindari pembunuhan,saya mengembangkan cinta kasih...Pancasila Vs Pancadhamma,keduanya merupakan kemelekatan tak terhindarkan..orang yang melatih kesadaran tidak berada didalam keduanya,antara pengembangan dan penghancuran..
lebih baik mana orang yang mengembangkan sila dengan yang tidak untuk menuju pe,bebasan.

dalam DN saya tidak melihat Buddha mendeskripsikan apa yang dimaksud dengan "moralitas yang sempurna",mungkin Bro Ryu yang baik mau membantu saya? :)
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Mengembangkan MORALITAS/SILA tanpa MELEKATINYA sebagai TUJUAN[ASK]
« Reply #22 on: 24 June 2010, 11:10:56 AM »
Menurut Rekan-Rekan,bagaimana caranya mengembangkan MORALITAS/SILA tanpa MELEKATINYA sebagai TUJUAN?

sama seperti halnya ketika gelap, kita menggunakan senter utk menerangi, dan ketika sudah terang, kita mematikan & meletakkan senter tsb.

saya tahu analoginya,tetapi implementasinya didalam sila? :)


laksanakan sila tanpa melekati sila tsb <--- udah hal paling praktis, tidak bisa dijelaskan lagi

saya menghindari pembunuhan >>> ada usaha "saya" "menghindari" "pembunuhan",karena ada "usaha" maka menurut saya ada "konsep" / "teori" untuk berusaha menghindarinya,karena adanya konsep dan teori tersebut,saya melekatinya sebagai konsep dan teori bahwa membunuh itu [alasannya dari A sampai Z],bukankah saya melekatinya SILA nya?

saya menghindari pembunuhan, maka ada usaha ---> benar

karena ada usaha, maka ada konsep ---> apapun yg dibahas/dipikirkan memang adalah konsep

karena ada konsep, maka berarti saya melekati konsep ---> tidak demikian, sesuatu adalah konsep atau bukan tidak menjadi masalah asalkan kita tidak melekatinya. tidak melekati non-konsep, maka kita tidak akan anti konsep. yg paling penting, kalau kita tidak melekatinya, kita tidak jatuh pada salah satu dari 2 kelompok, pro atau anti. konsep hanya konsep, non-konsep (pengalaman langsung) pun hanya non-konsep. tidak ada kelekatan diri ataupun penolakan diri thd kedua hal itu.

apakah saya melekati SILA? ---> bisa iya, bisa tidak, ini tergantung masing2 individu.

jadi 50:50?

bisa iya, bisa tidak ---> jgn diterjemahkan 50:50 :))

sebab 50:50 itu statistik, sedangkan jawaban saya tidak berhub dg statistik, tetapi kembali kepada individu masing2.

bahkan jika dipilih sample secara acak 100 orang, mungkin semua nya masih melekatin latihan/ritual apapun di dunia :P

menurut saya scr statistik, orang yg tidak melekati latihan moralitas/ritual sangaaattt sedikit sekali. individu seperti ini susah ditemui, tapi bukan tidak ada.

setuju,sangatlah sulit melatih moralitas/sila tanpa melekatinya,sebagai sesuatu yang harus "dijalani" dan sesuatu yang harus "dihindari",saya menghindari pembunuhan,saya mengembangkan cinta kasih...Pancasila Vs Pancadhamma,keduanya merupakan kemelekatan tak terhindarkan..orang yang melatih kesadaran tidak berada didalam keduanya,antara pengembangan dan penghancuran..

Pancasila bukan Vs (versus) Pancadhamma
Pancasila adalah = (sama dengan) Pancadhamma

Pada saat menghindari tindakan pembunuhan, hal ini sekaligus akan menimbulkan cinta kasih.
Jalanilah Sila, maka anda akan melihat sendiri bahwa Pancasila = Pancadhamma.
Usaha menghindari yang satu akan mengembangkan yang lainnya.
Mengembangkan yang satu akan mengurangi yang lainnya.
Ada orang yang hanya berhenti berbuat jahat,tetapi tidak mengembangkan kebajikan,menurut Anda ada tidak orang seperti itu?dia tidak memberi,tetapi dia tidak juga serakah,so?dia tidak mencuri,tetapi dia juga tidak memberi... :)

jadi apakah Pancasila itu sama dengan Pancadhamma?


Quote
Mengembangkan kebajikan ada akhirnya yaitu pembebasan
Mengembangkan kejahatan tidak ada akhirnya yaitu keterikatan
saya tidak mengerti bahwa mengembangkan kebajikan ada akhirnya yaitu pembebasan,padahal mengembangkan maupun menghancurkan keduanya adalah kemelekatan.. :)


Quote
Perhatikan kalimat diatas yang masih dalam dualisme
Yang satu membawa pada pembebasan dari dualisme
Yang satu membawa pada keterikatan pada dualisme

bagi saya kedua-duanya membawa pada kemelekatan akan diri,akan dualisme,tidak ada pembebasan disana,bilamana masih ada pengembangan dan penghancuran..saya tidak ingin menderita,maka saya membuat baik,saya berbuat baik karena saya tidak ingin menderita,kedua kalimat tersebut,penghancuran dan pengembangan adalah kemelekatan diri,untuk diri sendiri... apakah itu bisa membawa pada pembebasan?

Quote
Apabila sudah sampai pada bebas dualisme tidak ada lagi
Apabila belum bebas dualisme selalu ada
setuju,tetapi apakah pengembangan dan penghancuran bisa membebaskan?


Quote
Kalimat diatas masih dalam dualisme juga.

bukan hanya kalimat diatas,tetapi kita masih dalam dualisme juga..

Quote
Kunci pembebasan ada di dalam dualisme itu sendiri
Setelah kunci didapat, gunakanlah kunci tersebut
Setelah pintu terbuka dan melangkah keluar dari penjara
Dualisme sudah tidak ada lagi, bebas.

kunci dari dualisme adalah melihat dualisme itu sendiri sebagaimana adanya,tidak melekatinya sebagai yang benar atau sebagai yang tidak benar.. :)
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Mengembangkan MORALITAS/SILA tanpa MELEKATINYA sebagai TUJUAN[ASK]
« Reply #23 on: 24 June 2010, 11:12:39 AM »
kalau mau melihat orang yang tidak mengembangkan dan menghancurkan keknya ada deh, orang gila, orang lumpuh, binatang dll =))

Apakah Buddha masih mengembangkan dan menghancurkan?
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Mengembangkan MORALITAS/SILA tanpa MELEKATINYA sebagai TUJUAN[ASK]
« Reply #24 on: 24 June 2010, 11:44:23 AM »
Quote


Pancasila bukan Vs (versus) Pancadhamma
Pancasila adalah = (sama dengan) Pancadhamma

Pada saat menghindari tindakan pembunuhan, hal ini sekaligus akan menimbulkan cinta kasih.
Jalanilah Sila, maka anda akan melihat sendiri bahwa Pancasila = Pancadhamma.
Usaha menghindari yang satu akan mengembangkan yang lainnya.
Mengembangkan yang satu akan mengurangi yang lainnya.
Ada orang yang hanya berhenti berbuat jahat,tetapi tidak mengembangkan kebajikan,menurut Anda ada tidak orang seperti itu?dia tidak memberi,tetapi dia tidak juga serakah,so?dia tidak mencuri,tetapi dia juga tidak memberi... :)

jadi apakah Pancasila itu sama dengan Pancadhamma?


Quote
Mengembangkan kebajikan ada akhirnya yaitu pembebasan
Mengembangkan kejahatan tidak ada akhirnya yaitu keterikatan
saya tidak mengerti bahwa mengembangkan kebajikan ada akhirnya yaitu pembebasan,padahal mengembangkan maupun menghancurkan keduanya adalah kemelekatan.. :)


Quote
Perhatikan kalimat diatas yang masih dalam dualisme
Yang satu membawa pada pembebasan dari dualisme
Yang satu membawa pada keterikatan pada dualisme

bagi saya kedua-duanya membawa pada kemelekatan akan diri,akan dualisme,tidak ada pembebasan disana,bilamana masih ada pengembangan dan penghancuran..saya tidak ingin menderita,maka saya membuat baik,saya berbuat baik karena saya tidak ingin menderita,kedua kalimat tersebut,penghancuran dan pengembangan adalah kemelekatan diri,untuk diri sendiri... apakah itu bisa membawa pada pembebasan?

Quote
Apabila sudah sampai pada bebas dualisme tidak ada lagi
Apabila belum bebas dualisme selalu ada
setuju,tetapi apakah pengembangan dan penghancuran bisa membebaskan?


Quote
Kalimat diatas masih dalam dualisme juga.

bukan hanya kalimat diatas,tetapi kita masih dalam dualisme juga..

Quote
Kunci pembebasan ada di dalam dualisme itu sendiri
Setelah kunci didapat, gunakanlah kunci tersebut
Setelah pintu terbuka dan melangkah keluar dari penjara
Dualisme sudah tidak ada lagi, bebas.

kunci dari dualisme adalah melihat dualisme itu sendiri sebagaimana adanya,tidak melekatinya sebagai yang benar atau sebagai yang tidak benar.. :)


Jangan menghitung sapi milik orang lain
Jalanilah Sila dan buktikan sendiri apakah Pancasila = Pancadhamma atau sebaliknya
Cicipilah apelnya, rasakan sendiri rasanya.
Apapun rasanya, sudah tidak ada keraguan lagi karena telah dirasakan sendiri

Soal dualisme pendapat masing2 sudah jelas
yaa... gitu deh

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Mengembangkan MORALITAS/SILA tanpa MELEKATINYA sebagai TUJUAN[ASK]
« Reply #25 on: 24 June 2010, 11:54:30 AM »
Quote


Pancasila bukan Vs (versus) Pancadhamma
Pancasila adalah = (sama dengan) Pancadhamma

Pada saat menghindari tindakan pembunuhan, hal ini sekaligus akan menimbulkan cinta kasih.
Jalanilah Sila, maka anda akan melihat sendiri bahwa Pancasila = Pancadhamma.
Usaha menghindari yang satu akan mengembangkan yang lainnya.
Mengembangkan yang satu akan mengurangi yang lainnya.
Ada orang yang hanya berhenti berbuat jahat,tetapi tidak mengembangkan kebajikan,menurut Anda ada tidak orang seperti itu?dia tidak memberi,tetapi dia tidak juga serakah,so?dia tidak mencuri,tetapi dia juga tidak memberi... :)

jadi apakah Pancasila itu sama dengan Pancadhamma?


Quote
Mengembangkan kebajikan ada akhirnya yaitu pembebasan
Mengembangkan kejahatan tidak ada akhirnya yaitu keterikatan
saya tidak mengerti bahwa mengembangkan kebajikan ada akhirnya yaitu pembebasan,padahal mengembangkan maupun menghancurkan keduanya adalah kemelekatan.. :)


Quote
Perhatikan kalimat diatas yang masih dalam dualisme
Yang satu membawa pada pembebasan dari dualisme
Yang satu membawa pada keterikatan pada dualisme

bagi saya kedua-duanya membawa pada kemelekatan akan diri,akan dualisme,tidak ada pembebasan disana,bilamana masih ada pengembangan dan penghancuran..saya tidak ingin menderita,maka saya membuat baik,saya berbuat baik karena saya tidak ingin menderita,kedua kalimat tersebut,penghancuran dan pengembangan adalah kemelekatan diri,untuk diri sendiri... apakah itu bisa membawa pada pembebasan?

Quote
Apabila sudah sampai pada bebas dualisme tidak ada lagi
Apabila belum bebas dualisme selalu ada
setuju,tetapi apakah pengembangan dan penghancuran bisa membebaskan?


Quote
Kalimat diatas masih dalam dualisme juga.

bukan hanya kalimat diatas,tetapi kita masih dalam dualisme juga..

Quote
Kunci pembebasan ada di dalam dualisme itu sendiri
Setelah kunci didapat, gunakanlah kunci tersebut
Setelah pintu terbuka dan melangkah keluar dari penjara
Dualisme sudah tidak ada lagi, bebas.

kunci dari dualisme adalah melihat dualisme itu sendiri sebagaimana adanya,tidak melekatinya sebagai yang benar atau sebagai yang tidak benar.. :)


Jangan menghitung sapi milik orang lain
Jalanilah Sila dan buktikan sendiri apakah Pancasila = Pancadhamma atau sebaliknya
Cicipilah apelnya, rasakan sendiri rasanya.
Apapun rasanya, sudah tidak ada keraguan lagi karena telah dirasakan sendiri

Soal dualisme pendapat masing2 sudah jelas

tidak salahnya memberikan pendapat,kalau semua cicipi,maka tidak ada gunanya diskusi dhamma
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Mengembangkan MORALITAS/SILA tanpa MELEKATINYA sebagai TUJUAN[ASK]
« Reply #26 on: 24 June 2010, 12:33:53 PM »
Quote


Pancasila bukan Vs (versus) Pancadhamma
Pancasila adalah = (sama dengan) Pancadhamma

Pada saat menghindari tindakan pembunuhan, hal ini sekaligus akan menimbulkan cinta kasih.
Jalanilah Sila, maka anda akan melihat sendiri bahwa Pancasila = Pancadhamma.
Usaha menghindari yang satu akan mengembangkan yang lainnya.
Mengembangkan yang satu akan mengurangi yang lainnya.
Ada orang yang hanya berhenti berbuat jahat,tetapi tidak mengembangkan kebajikan,menurut Anda ada tidak orang seperti itu?dia tidak memberi,tetapi dia tidak juga serakah,so?dia tidak mencuri,tetapi dia juga tidak memberi... :)

jadi apakah Pancasila itu sama dengan Pancadhamma?


Quote
Mengembangkan kebajikan ada akhirnya yaitu pembebasan
Mengembangkan kejahatan tidak ada akhirnya yaitu keterikatan
saya tidak mengerti bahwa mengembangkan kebajikan ada akhirnya yaitu pembebasan,padahal mengembangkan maupun menghancurkan keduanya adalah kemelekatan.. :)


Quote
Perhatikan kalimat diatas yang masih dalam dualisme
Yang satu membawa pada pembebasan dari dualisme
Yang satu membawa pada keterikatan pada dualisme

bagi saya kedua-duanya membawa pada kemelekatan akan diri,akan dualisme,tidak ada pembebasan disana,bilamana masih ada pengembangan dan penghancuran..saya tidak ingin menderita,maka saya membuat baik,saya berbuat baik karena saya tidak ingin menderita,kedua kalimat tersebut,penghancuran dan pengembangan adalah kemelekatan diri,untuk diri sendiri... apakah itu bisa membawa pada pembebasan?

Quote
Apabila sudah sampai pada bebas dualisme tidak ada lagi
Apabila belum bebas dualisme selalu ada
setuju,tetapi apakah pengembangan dan penghancuran bisa membebaskan?


Quote
Kalimat diatas masih dalam dualisme juga.

bukan hanya kalimat diatas,tetapi kita masih dalam dualisme juga..

Quote
Kunci pembebasan ada di dalam dualisme itu sendiri
Setelah kunci didapat, gunakanlah kunci tersebut
Setelah pintu terbuka dan melangkah keluar dari penjara
Dualisme sudah tidak ada lagi, bebas.

kunci dari dualisme adalah melihat dualisme itu sendiri sebagaimana adanya,tidak melekatinya sebagai yang benar atau sebagai yang tidak benar.. :)


Jangan menghitung sapi milik orang lain
Jalanilah Sila dan buktikan sendiri apakah Pancasila = Pancadhamma atau sebaliknya
Cicipilah apelnya, rasakan sendiri rasanya.
Apapun rasanya, sudah tidak ada keraguan lagi karena telah dirasakan sendiri

Soal dualisme pendapat masing2 sudah jelas

tidak salahnya memberikan pendapat,kalau semua cicipi,maka tidak ada gunanya diskusi dhamma

Diskusi Dhamma sangat berguna.
Terutama agar tergerak untuk mencicipi.
Tidak sekedar hanya diskusi.
yaa... gitu deh

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Mengembangkan MORALITAS/SILA tanpa MELEKATINYA sebagai TUJUAN[ASK]
« Reply #27 on: 24 June 2010, 01:34:28 PM »
kalau mau melihat orang yang tidak mengembangkan dan menghancurkan keknya ada deh, orang gila, orang lumpuh, binatang dll =))

Apakah Buddha masih mengembangkan dan menghancurkan?
apakah binatang masih mengembangkan atau menghancurkan? =))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: Mengembangkan MORALITAS/SILA tanpa MELEKATINYA sebagai TUJUAN[ASK]
« Reply #28 on: 24 June 2010, 08:16:40 PM »
kalau mau melihat orang yang tidak mengembangkan dan menghancurkan keknya ada deh, orang gila, orang lumpuh, binatang dll =))

Apakah Buddha masih mengembangkan dan menghancurkan?
apakah binatang masih mengembangkan atau menghancurkan? =))

saya tidak tahu soal binatang masih mengembangkan atau menghancurkan,karena Bhagava sendiri berkata bahwa alam binatang tidak mempunyai kesempatan untuk mengerti tentang Dhamma dan merealisasikan pelepasan..

jadi kembali ke pertanyaan saya,"Apakah Buddha masih mengembangkan dan menghancurkan? "

dalam Digha Nikaya,tertulis dalam 4 cara seseorang yang dungu menghindari sebuah pertanyaan,mengeliat-geliat bagaikan seekor belut..
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Mengembangkan MORALITAS/SILA tanpa MELEKATINYA sebagai TUJUAN[ASK]
« Reply #29 on: 24 June 2010, 10:06:17 PM »
kalau mau melihat orang yang tidak mengembangkan dan menghancurkan keknya ada deh, orang gila, orang lumpuh, binatang dll =))

Apakah Buddha masih mengembangkan dan menghancurkan?
apakah binatang masih mengembangkan atau menghancurkan? =))

saya tidak tahu soal binatang masih mengembangkan atau menghancurkan,karena Bhagava sendiri berkata bahwa alam binatang tidak mempunyai kesempatan untuk mengerti tentang Dhamma dan merealisasikan pelepasan..

jadi kembali ke pertanyaan saya,"Apakah Buddha masih mengembangkan dan menghancurkan? "

dalam Digha Nikaya,tertulis dalam 4 cara seseorang yang dungu menghindari sebuah pertanyaan,mengeliat-geliat bagaikan seekor belut..
loh anda termasuk orang dungu loh kalau mengikuti sutta ini, makanya kalau ikut guru yang dungu ya jadinya dungu juga lah hasilnya kakakakakak :


MAHADHAMMASAMADANA SUTTA (46)
Khotbah Besar tentang Cara-cara Menjalani Segala Sesuatu
(Sumber : Sutta Pitaka Majjhima Nikaya III,
Diterjemahkan oleh :Dra. Wena Cintiawati & Dra. Lanny Anggawati
Penerbit Vihara Bodhivamsa, Wisma Dhammaguna, Klaten, 2006)

1. DEMIKIAN YANG SAYA DENGAR. Pada suatu ketika Yang Terberkahi sedang berdiam di Savatthi di Hutan Jeta, Taman Anathapindika. Di sana Beliau menyapa para bhikkhu demikian: “Para bhikkhu.”-“Yang Mulia,” jawab mereka. Yang Terberkahi berkata demikian:

2. “Para bhikkhu, sebagian besar makhluk memiliki harapan, keinginan, kerinduan ini: ‘Semoga hal-hal yang tidak diharapkan, yang tidak diinginkan, yang tidak menyenangkan lenyap, sedangkan hal-hal yang diharapkan, yang diinginkan, yang menyenangkan bertambah!' Walaupun para makhluk memiliki harapan, keinginan, kerinduan ini, namun hal-hal yang tidak diharapkan,yang tidak diingikan, yang tidak menyenangkan bertambah, sedangkan hal-hal yang diharapkan, yang diinginkan, yang menyenangkan malahan lenyap. Para bhikkhu, menurutmu apa yang menyebabkan hal itu?”

“Yang Mulia, ajaran—ajaran kami berakar dari Yang Terberkahi, [310] dibimbing oleh Yang Terberkahi,memiliki Yang Terberkahi sebagai sumbernya. Sungguh bagus bila Yang Terberkahi berkenan menjelaskan arti dari kata-kata itu. Setelah mendengarnya dari Yang Terberkahi, para bhikkhu akan mengingatnya.”

“Kalau demikian, para bhikkhu, dengarkan dan perhatikan dengan seksama apa yang akan kukatakan.”

“Ya Yang Mulia.” Jawab mereka. Yang Terberkahi berkata demikian:

3. “Di sini, para bhikkhu, seorang biasa yang tak-terpelajar yang tidak peduli pada para mulia dan tidak terampil dan tidak terdisiplin di dalam Dhamma mereka, yang tidak peduli pada manusia-manusia sejati dan tidak terampil dan tidak terdisiplin di dalam Dhamma mereka, tidak mengetahui hal-hal apa yang seharusnya dikembangkan dan hal-hal apa yang seharusnya tidak dikembangkan, dia tidak mengetahui hal-hal apa yang seharusnya diikuti dan hal-hal apa yang seharusnya tidak diikuti. Karena tidak tahu, dia mengembangkan hal-hal yang seharusnya tidak dikembangkan dan tidak mengembangkan hal-hal yang seharusnya dikembangkan, dia mengikuti hal-hal yang seharusnya tidak diikuti dan tidak mengikuti hal-hal yang seharusnya diikuti.(481) Karena dia melakukan hal inilah maka hal-hal yang tidak diharapkan, tidak diinginkan, tidak menyenangkan pun bertambah untuknya, sedangkan hal-hal yang diharapkan, yang diinginkan, yang menyenangkan pun lenyap. Mengapa demikian? Itulah yang terjadi pada orang yang tidak melihat.

4. “Siswa mulia yang terpelajar, yang peduli pada para mulia dan terampil dan terdisiplin di dalam Dhamma mereka, yang peduli pada manusia-manusia sejati dan terampil dan terdisiplin di dalam Dhamma mereka, mengetahui hal-hal apa yang seharusnya dikembangkan dan hal-hal apa yang seharusnya tidak dikembangkan, dia mengetahui hal-hal apa yang seharusnya diikuti dan hal-hal apa yang seharusnya tidak diikuti. Karena tahu, dia mengembangkan hal-hal yang seharusnya dikembangkan dan tidak mengembangkan hal-hal yang seharusnya tidak dikembangkan, dia mengikuti hal-hal yang seharusnya diikuti dan tidak mengikuti hal-hal yang seharusnya tidak diikuti. Karena dia melakukan hal inilah maka hal-hal yang tidak diharapkan, tidak diinginkan, tidak menyenangkan pun lenyap untuknya, sedangkan hal-hal yang diharapkan, yang diinginkan, yang menyenangkan pun bertambah. Mengapa demikian? Itulah yang terjadi pada orang yang melihat.

5. “Para bhikkhu, ada empat cara untuk menjalani segala sesuatu. Apakah yang empat cara itu? Ada cara menjalani segala sesuatu yang menyakitkan sekarang dan menjadi matang di masa depan sebagai penderitaan. Ada [311] cara menjalani segala sesuatu yang menyenangkan sekarang dan menjadi matang di masa depan sebagai penderitaan. Ada cara menjalani segala sesuatu yang menyakitkan sekarang dan menjadi matang di masa depan sebagai kesenangan. Ada cara menjalani segala sesuatu yang menyenangkan sekarang dan menjadi matang di masa depan sebagai kesenangan.

 

(ORANG BODOH)

6. (1) “Sekarang, para bhikkhu, orang bodoh- yang tidak mengetahui cara menjalani segala sesuatu yang menyakitkan sekarang dan menjadi matang di masa depan sebagai penderitaan – ini tidak memahami hal itu sebagaimana adanya demikian: ‘Cara menjalani segala sesuatu ini menyakitkan sekarang dan menjadi matang di masa depan sebagai penderitaan.' Karena tidak tahu, tidak memahami hal itu sebagaimana adanya demikian, orang yang bodoh mengembangkannya dan tidak menghindarinya; karena dia melakukan hal inilah maka hal-hal yang tidak diharapkan, tidak diinginkan, tidak menyenangkan pun bertambah untuknya, sedangkan hal-hal yang diharapkan, yang diinginkan, yang menyenangkan pun lenyap, mengapa demikian? Itulah yang terjadi pada orang yang tidak melihat.

7. (2) “Sekarang, para bhikkhu, orang bodoh – yang tidak mengetahui cara menjalani segala sesuatu yang menyenangkan sekarang dan menjadi matang di masa depan sebagai penderitaan – ini tidak memahami hal itu sebagaimana adanya demikian: ‘Cara menjalani segala sesuatu ini menyenangkan sekarang dan menjadi matang di masa depan sebagai penderitaan. ‘Karena tidak tahu, tidak memahami hal itu sebagaimana adanya demikian, orang yang bodoh mengembangkannya dan tidak menghindarinya; karena dia melakukan hal inilah maka hal-hal yang tidak diharapkan…pun bertambah untuknya, sedangkan hal-hal yang diharapkan…pun lenyap. Mengapa demikian? Itulah yang terjadi pada orang yang tidak melihat.

8 (3) “Sekarang, para bhikkhu, orang bodoh – yang tidak mengetahui cara menjalani segala sesuatu yang menyakitkan sekarang dan menjadi matang di masa depan sebagai kesenangan – ini tidak memahami hal itu sebagaimana adanya demikian: ‘Cara menjalani segala sesuatu ini menyakitkan sekarang dan menjadi matang di masa depan sebagai kesenangan.' Karena tidak tahu, tidak memahami hal itu sebagaimana adanya demikian,orang yang bodoh tidak mengembangkannya melainkan menghindarinya; karena dia melakukan hal inilah maka hal-hal yang tidak diharapkan…pun bertambah untuknya, sedangkan hal-hal yang diharapkan… pun lenyap. Mengapa demikian? Itulah yang terjadi pada orang yang tidak melihat.

9. (4) “Sekarang, para bhikkhu,orang bodoh-yang tidak mengetahui cara menjalani segala sesuatu yang menyenangkan sekarang dan menjadi matang di masa depan sebagai kesenangan – ini tidak memahami hal itu sebagaimana adanya demikian: ‘Cara menjalani segala sesuatu ini menyenangkan sekarang dan menjadi matang di masa depan sebagai kesenangan,' Karena tidak tahu, tidak memahami hal itu sebagaimana adanya demikian,orang yang bodoh tidak mengembangkannya melainkan menghindarinya; karena dia melakukan hal inilah [312] maka hal-hal yang tidak diharapkan …pun bertambah untuknya, sedangkan hal-hal yang diharapkan …pun lenyap. Mengapa demikian? Itulah yang terjadi pada orang yang tidak melihat.

 

(ORANG BIJAKSANA)

10 (1) “Sekarang, para bhikkhu, orang bijaksana-yang mengetahui cara menjalani segala sesuatu yang menyakitkan sekarang dan menjadi matang di masa depan sebagai penderitaan- ini memahami hal itu sebagaimana adanya demikian: ‘Cara menjalani segala sesuatu ini menyakitkan sekarang dan menjadi matang di masa depan sebagai penderitaan.' Karena tahu, memahami hal itu sebagaimana adanya demikian, orang yang bijaksana tidak mengembangkannya melainkan menghindarinya; karena dia melakukan hal inilah maka hal-hal yang tidak diharapkan, tidak diinginkan, tidak menyenangkan pun lenyap, sedangkan hal-hal yang diharapkan, yang diinginkan, yang menyenangkan pun bertambah untuknya. Mengapa demikian? Itulah yang terjadi pada orang yang melihat.

11. (2) “Sekarang, para bhikkhu, orang bijaksana – yang mengetahui cara menjalani segala sesuatu yang menyenangkan sekarang dan menjadi matang di masa depan sebagai penderitaan – ini memahami hal itu sebagaimana adanya demikian: ‘Cara menjalani segala sesuatu ini menyenangkan sekarang dan menjadi matang di masa depan sebagai penderitaan. ‘Karena tahu, memahami hal itu sebagaimana adanya demikian, orang yang bijaksana tidak mengembangkannya melainkan menghindarinya; karena dia melakukan hal inilah maka hal-hal yang tidak diharapkan…pun lenyap, sedangkan hal-hal yang diharapkan…pun bertambah untuknya. Mengapa demikian? Itulah yang terjadi pada orang yang melihat.

12 (3) “Sekarang, para bhikkhu,orang bijaksana – yang mengetahui cara menjalani segala sesuatu yang menyakitkan sekarang dan menjadi matang di masa depan sebagai kesenangan – ini memahami hal itu sebagaimana adanya demikian: ‘Cara menjalani segala sesuatu ini menyakitkan sekarang dan menjadi matang di masa depan sebagai kesenangan.' Karena tahu, memahami hal itu sebagaimana adanya demikian, orang yang bijaksana tidak menghindarinya melainkan mengembangkan; karena dia melakukan hal inilah maka hal-hal yang tidak diharapkan…pun lenyap, sedangkan hal-hal yang diharapkan…pun bertambah untuknya. Mengapa demikian? Itulah yang terjadi pada orang yang melihat.

13 (4) “Sekarang,para bhikkhu, orang bijaksana – yang mengetahui cara menjalani segala sesuatu yang menyenangkan sekarang dan menjadi matang di masa depan sebagai kesenangan –ini memahami hal itu sebagaimana adanya demikian: ‘Cara menjalani segala sesuatu ini adanya demikian: ‘Cara menjalani segala sesuatu ini menyenangkan sekarang dan menjadi matang di masa depan sebagai kesenangan.' Karena tahu, memahami hal itu sebagaimana adanya demikian, orang yang bijaksana tidak menghindarinya melainkan mengembangkannya; karena dia melakukan hal inilah maka hal-hal yang tidak diharapkan…pun lenyap, sedangkan hal-hal yang diharapkan..pun bertambah untuknya. Mengapa demikian? Itulah yang terjadi pada orang yang melihat.

14 (1) “Apa, para bhikkhu, yang merupakan cara menjalani segala sesuatu yang menyakitkan sekarang dan menjadi matang di masa depan sebagai penderitaan? Di sini, para bhikkhu, seseorang di dalam penderitaan dan kesedihan membunuh, seseorang di dalam penderitaan dan kesedihan membunuh makhluk hidup, dan dia mengalami penderitaan dan kesedihan yang memiliki pembunuhan makhluk hidup sebagai kondisinya. Di dalam penderitaan dan kesedihan dia mengambil apa yang tidak diberikan…melakukan perilaku salah di dalam kenikmatan indera…berucap tidak benar…berucap dengki…berucap kasar…bergosip…iri hati…memiliki pikiran yang penuh niat jahat memegang pandangan salah, dan dia mengalami penderitaan dan kesedihan yang memiliki pandangan salah sebagai kondisi. Pada waktu hancurnya tubuh, setelah kematian, dia muncul kembali di dalam keadaan kekurangan, di tempat tujuan yang tidak bahagia, di dalam penderitaan berkepanjangan, bahkan di neraka. Inilah yang disebut cara menjalani segala sesuatu yang menyakitkan sekarang dan menjadi matang di masa depan sebagai penderitaan.

15 (2) “Apa, para bhikkhu, yang merupakan cara menjalani segala sesuatu yang menyenangkan sekarang dan menjadi matang di masa depan sebagai penderitaan? Di sini, para bhikkhu, seseorang di dalam kesenangan dan kegembiraan membunuh makhluk hidup, dan dia mengalami kesenangan dan kegembiraan yang memiliki pembunuhan makhluk hidup sebagai kondisinya. Di dalam kesenangan dan kegembiraan dia mengambil apa yang tidak diberikan …[314]…memegang pandangan salah, dan dia mengalami kesenangan dan kegembiraan yang memiliki pandangan salah sebagai kondisinya. Pada waktu hancurnya tubuh, setelah kematian dia muncul kembali di dalam keadaan kekurangan,. Di tempat tujuan yang tidak bahagia, di dalam penderitaan berkepanjangan, bahkan di neraka. Inilah yang disebut cara menjalani segala sesuatu yang menyenangkan sekarang dan menjadi matang di masa depan sebagai penderitaan.

16 (3) “Apa, para bhikkhu, yang merupakan cara menjalani segala sesuatu yang menyakitkan sekarang dan menjadi matang di masa depan sebagai kesenangan? Di sini, para bhikkhu, seseorang di dalam penderitaan dan kesedihan tidak melakukan perbuatan membunuh makhluk hidup, dan dia mengalami penderitaan dan kesedihan yang memiliki tanpa pembunuhan makhluk hidup sebagai kondisinya. Di dalam penderitaan dan kesedihan dia tidak melakukan perbuatan mengambil apa yang tidak diberikan…tidak melakukan perilaku salah di dalam kenikmatan indera…tidak berucap tidak benar…tidak berucap dengki…tidak berucap kasar…tidak bergosip…tidak iri hati…tidak memiliki pikiran yang penuh niat jahat…[315] dia memegang pandangan benar, dan dia mengalami penderitaan dan kesedihan yang memiliki pandangan benar sebagai kondisinya. Pada waktu hancurnya tubuh, setelah kematian, dia muncul kembali di tempat tujuan yang bahagia bahkan di alam surgawi. Inilah yang disebut cara menjalani segala sesuatu yang menyakitkan sekarang dan menjadi matang di masa depan sebagai kesenangan.

17. (4) “Apa, para bhikkhu, yang merupakan cara menjalani segala sesuatuyang menyenangkan sekarang dan menjadi matang di masa depan sebagai kesenangan? Di sini, para bhikkhu, seseorang di dalam kesenangan dan kegembiraan tidak melakukan perbuatan membunuh makhluk hidup, dan dia mengalami kesenangan dan kegembiraan yang memiliki tanpa-pembunuhan makhluk hidup sebagai kondisinya. Di dalam kesenangan dan kegembiraan dia tidak melakukan perbuatan mengambil apa yang tidak diberikan…dia memegang pandangan benar,dan dia mengalami kesenangan dan kegembiraan yang memiliki pandangan benar sebagai kondisinya. Pada waktu hancurnya tubuh, setelah kematian, dia muncul kembali di tempat tujuan yang bahagia, bahkan di alam surgawi. Inilah yang disebut cara menjalani segala sesuatu yang menyenangkan sekarang dan menjadi matang di masa depan sebagai kesenangan.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))