//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Balada Gelembung Air  (Read 3054 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline xenocross

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.189
  • Reputasi: 61
  • Gender: Male
Balada Gelembung Air
« on: 01 October 2014, 04:18:42 PM »
Jadi ceritanya satu waktu, ketemu satu bait yang berasal dari Sutra Intan (Vajrachedika-Prajnaparamita Sutra) yang membangkitkan satu kesan gimana gitu. Ternyata bait itu adalah bait paling terkenal dari Sutra Intan dan banyak yang membahas.

Taraka timiram dipo
Maya-avasyaya budbudam
Supinam vidyud abhram ca
Evam drastavyam samskrtam.


 「一切有為法  如夢幻泡影
  如露亦如電  應作如是觀」

Lihatlah semua hal yang terbentuk dari kondisi
Bagai bintang-bintang, kesalahan penglihatan, pelita,
ilusi, tetesan embun, gelembung air,
mimpi, cahaya kilat, atau awan-awan;

[Vajracchedikā Prajñāpāramitā Sūtra (Sutra Intan)]


Perumpamaan ini kemudian ketemu lagi di dalam Vimalakirti-nirdesa Sutra tetapi dalam versi agak berbeda. Lalu di facebook ada yang kasih sebait dhammapada yang isinya mirip. Karena penasaran, akhirnya aku search dengan keyword "gelembung air" , "buih", "mimpi", "kilat" di semua sutta dan sutra dan sastra, dan akhirnya ketemu banyak

Mengagumkan bahwa satu tema yang sama dibahas lagi dan lagi dalam berbagai cara, dan kitab-kitab ini merujuk ke kitab yang sudah ada.

Saya akan post hasil pencarian di bawah
Satu saat dari pikiran yang dikuasai amarah membakar kebaikan yang telah dikumpulkan selama berkalpa-kalpa.
~ Mahavairocana Sutra

Offline xenocross

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.189
  • Reputasi: 61
  • Gender: Male
Re: Balada Gelembung Air
« Reply #1 on: 01 October 2014, 04:20:17 PM »
Mereka yg dapat memandang dunia ini
seperti melihat buih
atau seperti ia melihat fatamorgana,
maka Raja Kematian tidak dapat menemukan dirinya.


(dhammapada 170)

=========================================

Ia yang mengetahui bahwa tubuh ini bagaikan buih,
menyadari sifat mayanya,
dan mematahkan panah Mara yang berujung bunga,
berada di luar jangkauan penglihatan raja kematian.


(Dhammapada 46)

=========================================
Lihatlah semua hal yang terbentuk dari kondisi
Bagai bintang-bintang, kesalahan penglihatan, pelita,
ilusi, tetesan embun, gelembung air,
mimpi, cahaya kilat, atau awan-awan;


[Vajracchedikā Prajñāpāramitā Sūtra (Sutra Intan)]

=========================================

Dengan selalu memandang dunia seperti mayat yang digerakkan sihir,
atau sebuah mesin, atau seperti mimpi, atau kilat, atau awan;
tiga penerusan dihancurkan dan orang akan terbebaskan


[Lankavatara Sutra]
« Last Edit: 01 October 2014, 04:22:20 PM by xenocross »
Satu saat dari pikiran yang dikuasai amarah membakar kebaikan yang telah dikumpulkan selama berkalpa-kalpa.
~ Mahavairocana Sutra

Offline xenocross

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.189
  • Reputasi: 61
  • Gender: Male
Re: Balada Gelembung Air
« Reply #2 on: 01 October 2014, 04:21:26 PM »
Tetapi, kepada para Bodhisattva,
[Buddha] yang terbaik di antara makhluk-makhluk berkaki dua
Selalu mengajarkan doktrin ini mengenai skandha-skandha:

“Rupa seperti kumpulan buih-buih,
Vedana seperti gelembung-gelembung air,
Samjna seperti fatamorgana,
Samskara seperti batang pohon pisang,
Dan vijnana seperti ilusi.”


[Bodhicittavivarana oleh Arya Nagarjuna]

=============================================

SN 22.95 PHENA SUTTA: Buih

Pada suatu ketika Sang Bhagava sedang berdiam di Ayojjhà di tepi Sungai Gangga. Di sana Sang Bhagava berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut:

“Para bhikkhu, misalkan Sungai Gangga ini mengalirkan SEGUMPAL BUIH. Seseorang dengan penglihatan yang baik akan memeriksanya, merenungkannya, dan dengan saksama menyelidikinya, dan ia akan melihatnya sebagai hampa, kosong, tanpa inti. Karena inti apakah yang dapat berada di dalam segumpal buih? Demikian pula, para bhikkhu, JASMANI apa pun juga, apakah di masa lalu, di masa depan, atau di masa sekarang, internal atau eksternal, kasar atau halus, hina atau mulia, jauh atau dekat: seorang bhikkhu memeriksanya, merenungkannya, dan dengan saksama menyelidikinya, dan ia akan melihatnya sebagai hampa, kosong, tanpa inti. Karena inti apakah yang dapat berada di dalam JASMANI?

“Misalkan, para bhikkhu, di musim gugur, ketika hujan dan rintik-rintik besar air turun, GELEMBUNG AIR muncul dan pecah di atas permukaan air. Seseorang dengan penglihatan yang baik akan memeriksanya, merenungkannya, dan dengan saksama menyelidikinya, dan ia akan melihatnya sebagai hampa, kosong, tanpa inti. Karena inti apakah yang dapat berada di dalam gelembung air? Demikian pula, para bhikkhu, PERASAAN apa pun juga, apakah di masa lalu, di masa depan, atau di masa sekarang, internal atau eksternal, kasar atau halus, hina atau mulia, jauh atau dekat: seorang bhikkhu memeriksanya, merenungkannya, dan dengan saksama menyelidikinya, dan ia akan melihatnya sebagai hampa, kosong, tanpa inti. Karena inti apakah yang dapat berada di dalam PERASAAN?

“Misalkan, para bhikkhu, di bulan terakhir musim panas, di tengah hari, suatu FATAMORGANA muncul. Seseorang dengan penglihatan yang baik akan memeriksanya, merenungkannya, dan dengan saksama menyelidikinya, dan ia akan melihatnya sebagai hampa, kosong, tanpa inti. Karena inti apakah yang dapat berada di dalam fatamorgana? Demikian pula, para bhikkhu, PERSEPSI apa pun juga, apakah di masa lalu, di masa depan, atau di masa sekarang, internal atau eksternal, kasar atau halus, hina atau mulia, jauh atau dekat: seorang bhikkhu memeriksanya, merenungkannya, dan dengan saksama menyelidikinya, dan ia akan melihatnya sebagai hampa, kosong, tanpa inti. Karena inti apakah yang dapat berada di dalam PERSEPSI?

“Misalkan, para bhikkhu, seseorang yang memerlukan inti kayu, mencari inti kayu, mengembara mencari inti kayu, membawa kapak tajam dan memasuki hutan. Di sana ia melihat sebatang pohon pisang besar, lurus, segar, tanpa tandan buah. Ia menebang pohon itu di akarnya, memotong pucuknya, dan membuka gulungan kulitnya. Sewaktu ia membuka gulungan itu, ia tidak akan menemukan bahkan kayu yang lunak sekalipun, apalagi inti kayu. Seseorang dengan penglihatan yang baik akan memeriksanya, merenungkannya, dan dengan saksama menyelidikinya, dan ia akan melihatnya sebagai hampa, kosong, tanpa inti. Karena inti apakah yang dapat berada di dalam BATANG POHON PISANG? Demikian pula, para bhikkhu, BENTUK-BENTUK PIKIRAN apa pun juga, apakah di masa lalu, di masa depan, atau di masa sekarang, internal atau eksternal, kasar atau halus, hina atau mulia, jauh atau dekat: seorang bhikkhu memeriksanya, merenungkannya, dan dengan saksama menyelidikinya, dan ia akan melihatnya sebagai hampa, kosong, tanpa inti. Karena inti apakah yang dapat berada di dalam BENTUK-BENTUK PIKIRAN?

“Misalkan, para bhikkhu, seorang tukang sulap atau murid tukang sulap mempertunjukkan ILUSI SULAP di persimpangan jalan. Seseorang dengan penglihatan yang baik akan memeriksanya, merenungkannya, dan dengan saksama menyelidikinya, dan ia akan melihatnya sebagai hampa, kosong, tanpa inti. Karena inti apakah yang dapat berada di dalam ilusi sulap? Demikian pula, para bhikkhu, KESADARAN apa pun juga, apakah di masa lalu, di masa depan, atau di masa sekarang, internal atau eksternal, kasar atau halus, hina atau mulia, jauh atau dekat: seorang bhikkhu memeriksanya, merenungkannya, dan dengan saksama menyelidikinya, dan ia akan melihatnya sebagai hampa, kosong, tanpa inti. Karena inti apakah yang dapat berada di dalam KESADARAN?

"Melihat demikian, siswa Ariya, yang telah memahaminya dengan baik, menjadi TAK TERPESONA pada jasmani, TAK TERPESONA pada perasaan, TAK TERPESONA pada persepsi, TAK TERPESONA pada bentukan [batin], TAK TERPESONA pada kesadaran. SETELAH TAK TERPESONA DIA MENJADI TIDAK TERTARIK. Setelah TIDAK TERTARIK, dia terbebas sepenuhnya. Dengan terbebas penuh, disana ada pengetahuan, 'Terbebas sepenuhnya.' Dia mengerti bahwa 'Kelahiran telah berakhir, kehidupan suci telah terpenuhi, tugas telah selesai. Tidak ada lagi lebih jauh untuk dunia ini (lingkaran samsara terpatahkan).'"

Inilah yang dikatakan oleh Sang Bhagava.

Setelah mengatakan hal ini, Yang Sempurna, Sang Guru, lebih lanjut berkata

“Jasmani (RUPA) bak gumpalan buih,
Perasaan (VEDANA) bak gelembung air,
Persepsi (SAÑÑA) bak fatamorgana,
Bentuk-bentuk Mental/Bentuk-bentuk Pikiran (SANKHARA) bak batang pohon pisang,
Kesadaran (VIÑÑANA) bak tipuan pertunjukan sulap.


Demikianlah dijelaskan oleh kerabat Matahari.
Bagaimanapun seseorang merenungkannya,
Dan dengan saksama menyelidikinya,
Hanya terlihat kosong dan hampa,
Ketika ia melihatnya dengan teliti.


Sehubungan dengan jasmani,
Ia yang bijaksana telah mengajarkan,
Ketika tiga hal ini berpisah dari jasmani fisik ini:
Yakni vitalitas kehidupan, panas, dan kesadaran,
Maka jasmani itu tergeletak di sana, dibuang,
Makanan bagi makhluk lain, tanpa kehendak.


Demikianlah kumpulan ini,
Ilusi ini, penipu orang-orang dungu.
Diumpamakan bak pembunuh;
Di sini tidak ada inti yang dapat ditemukan.


Seorang bhikkhu yang bersemangat,
Harus melihat khandha-khandha seperti demikian,
Siang dan malam,
Memahami, selalu waspada.

Ia harus melepaskan semua belenggu
Dan menjadikan dirinya sebagai pelindung;
Waspada, ibarat hidup dengan api membakar di atas kepala,
Menuju keadaan tanpa kemerosotan .”
« Last Edit: 01 October 2014, 04:23:53 PM by xenocross »
Satu saat dari pikiran yang dikuasai amarah membakar kebaikan yang telah dikumpulkan selama berkalpa-kalpa.
~ Mahavairocana Sutra

Offline xenocross

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.189
  • Reputasi: 61
  • Gender: Male
Re: Balada Gelembung Air
« Reply #3 on: 01 October 2014, 04:26:36 PM »
Sifat dari nafsu keinginan menyerupai gambar bulan di air,
sebuah bayangan, atau gema di gunung;
Orang yang berhati mulia menganggapnya sebagai khayalan,
seperti pertunjukan drama, seperti mimpi

Sifat-sifat nafsu keinginan hanya berlangsung untuk sesaat,
ia seperti ilusi, sebuah fatamorgana, bagaikan buih air atau busa;
orang bijak mengetahui ia ditimbulkan oleh anggapan yang keliru

Segala sesuatu yang terbentuk berlalu dengan cepat,
berlangsung sekilas, bagai kilasan kilat di angkasa.
Ayo, sekarang waktunya telah datang,
Sekaranglah waktunya meninggalkan istana, Oh Suvrata!

Faktor-faktor pembentuk bagaikan nyala sebuah lampu,
cepat sekali berubah dan bergerak-gerak;
seperti angin, tidak menetap,
seperti buih, mereka mudah lenyap dan tidak berisi

Segala sesuatu berubah, bergerak, dan tidak tetap
seperti awan, seperti kilasan cahaya kilat, seperti
butiran embun di sehelai rumput, dan menipu seperti kepalan
yang kosong; ia tak mempunyai inti, kosong, tanpa hakikat sejati,
sepenuhnya bersifat sunyata.

Objek nafsu keinginan tidak kekal, tidak tetap, bersifat berubah-ubah; ia cepat sekali berlalu dan terus menerus bergerak seperti arus air di gunung;
Seperti butiran embun, dengan segera ia akan lenyap;
Seperti kepalan tangan kosong yang menipu anak kecil, ia tanpa inti;
Seperti rongga tangkai pohon kadali, ia kosong;
Seperti bejana tanah yang belum dibakar, sifatnya rapuh;
Seperti awan musim gugur, yang muncul sesaat lalu hilang;
Seperti kilasan cahaya kilat, ia tak berlangsung lama;
Seperti bejana terisi oleh racun, ia hanya mendatangkan penderitaan;
Seperti racun ampuh, ia menyebabkan ketidaknyamanan.

Objek nafsu yang diinginkan oleh mereka yang lemah dalam kebijaksanaan sungguh seperti gelembung buih air, sifatnya cepat sekali berubah.
Ia seperti fatamorgana yang disebabkan anggapan salah;
Seperti ilusi yang disebabkan oleh pikiran salah;
Seperti mimpi, tidak memuaskan, karena itu adalah penglihatan salah;
Seperti samudra sulit dipenuhi, demikian juga keinginan sulit dipenuhi; Seperti air asin, objek nafsu keinginan hanya membuatmu lebih haus.
Seperti kepala ular, ia berbahaya untuk disentuh
Seperti jurang dalam, ia dijauhi oleh orang bijaksana.


(Lalitavistara Sutra )

==================================================================
 “Seperti halnya setetes embun di ujung rumput akan lenyap dengan cepat pada saat matahari terbit dan tidak akan berumur panjang; demikian pula, para brahmana, kehidupan manusia ini bagaikan setetes embun. Kehidupan ini pendek, terbatas dan singkat; kehidupan ini penuh dengan penderitaan, penuh dengan pusaran. Hal ini harus dipahami dengan bijaksana. Orang harus melakukan hal yang baik dan menjalani kehidupan yang murni; karena tak seorang pun yang telah terlahir dapat lolos dari kematian.

“Seperti halnya, ketika hujan turun dari langit dalam tetesan-tetesan besar, gelembung yang muncul di permukaan air akan lenyap dengan cepat dan tidak akan berumur panjang; demikian pula, para brahmana, kehidupan manusia ini bagaikan gelembung air. Kehidupan ini pendek … karena tak seorang pun yang telah terlahir dapat lolos dari kematian.

“Seperti halnya sebuah garis yang digoreskan di atas air dengan tongkat akan lenyap dengan cepat dan tidak akan berumur panjang; demikian pula, para brahmana, kehidupan manusia ini bagaikan garis yang digoreskan di atas air. Kehidupan ini pendek … karena tak seorang pun yang telah terlahir dapat lolos dari kematian.

“Seperti halnya aliran sungai di gunung, yang datang dari jauh, mengalir dengan cepat, membawa banyak sampah bersamanya, tidak akan diam sesaat pun, sedetik pun, sekejap pun, dan akan terus bergerak, berputar dan mengalir maju; demikian pula, para brahmana, kehidupan manusia ini bagaikan aliran sungai di gunung. Kehidupan ini pendek … karena tak seorang pun yang telah terlahir dapat lolos dari kematian.

AN 7.70 ARAKENANUSASANI SUTTA: Betapa Singkatnya Kehidupan
Satu saat dari pikiran yang dikuasai amarah membakar kebaikan yang telah dikumpulkan selama berkalpa-kalpa.
~ Mahavairocana Sutra

Offline xenocross

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.189
  • Reputasi: 61
  • Gender: Male
Re: Balada Gelembung Air
« Reply #4 on: 01 October 2014, 04:28:32 PM »
“Para sahabat, tubuh ini sangat tidak konstan, rapuh, tak layak diandalkan dan lemah. Tubuh ini tidak signifikan, mudah hancur, berumur pendek, menyakitkan, penuh penyakit dan senantiasa berubah-ubah. Oleh karena itu, para sahabatku, karena tubuh ini hanyalah sebuah wadah bagi banyak penyakit, para bijaksana tidak mengandalkannya. Tubuh ini bagaikan bola busa, tidak mampu menahan tekanan apa pun. Bagaikan gelembung air, tak dapat bertahan lama. Bagaikan fatamorgana, yang muncul dari klesha. Bagaikan batang pohon pisang yang tak berinti. Aduh! Tubuh ini bagaikan mesin, rangkaian tulang dan otot. Bagaikan ilusi magis yang hanya kepalsuan. Bagaikan mimpi, penampilan yang tak nyata. Bagaikan pantulan, cerminan dari tindakan-tindakan sebelumnya. Bagaikan gema yang tergantung pada pengondisian. Tubuh ini bagaikan awan, bercirikan pergolakan dan penghancuran. Bagaikan kilatan petir, tidak stabil dan menuju pembusukan setiap saat. Tubuh tak berpemilik karena dihasilkan dari berbagai kondisi.

“Tubuh ini tidak aktif seperti bumi; tak berinti seperti air; tak bernyawa seperti api; tak bersosok (hanya gerakan) seperti angin; dan tak bersifat hakiki seperti ruang. Tubuh ini tidak nyata, hanya gabungan dari empat elemen utama. Tubuh ini shunya, tidak eksis sebagai sosok atau yang dimiliki sosok. Tubuh tak bernyawa, seperti rumput, pohon, dinding, gumpalan tanah, dan seperti halusinasi. Tubuh ini tak memiliki sensasi, digerakkan seperti kincir angin. Tubuh ini menjijikkan, berupa tumpukan nanah dan kotoran. Tubuh ini palsu, akan rusak dan hancur meskipun diurapi dan dipijat. Tubuh ini terjangkiti empat ratus empat jenis penyakit. Bagaikan sumur kuno, terus-menerus dilanda penuaan. Usia tubuh tak pernah pasti dan yang pasti hanyalah itu akan berakhir dengan kematian. Tubuh ini adalah kombinasi dari skandha, elemen dan lingkup indrawi, yang masing-masing diumpamakan sebagai pembunuh, ular berbisa dan kota kosong. Oleh karena itu, kalian seharusnya merasa jijik dengan tubuh seperti ini. Kalian seharusnya tidak mengandalkan tubuh ini dan membangkitkan kekaguman terhadap tubuh Tathagata.

[Vimalakirti Nirdesa Sutra]
==============================================================

 Manjusri berkata, "Lima kelompok kehidupan (pancaskhanda) menyusun apa yang kita sebut dunia fana. Dari kelima kelompok ini, kelompok bentuk (rupaskhanda) memiliki sifat seperti busa yang berkumpul, kelompok perasaan (vedanaskhanda) memiliki sifat seperti sebuah gelembung, kelompok pencerapan (samjnaskhanda) memiliki sifat seperti sebuah fatamorgana, kelompok bentuk-bentuk pikiran (samkharaskhanda) memiliki sifat seperti sebuah rumput layu, dan kelompok (vijnanaskhanda) kesadaran memiliki sifat seperti sebuah khayalan. Demikianlah, seseorang harus mengetahui bahwa sifat pokok dari dunia fana tidak lain dari sifat dari busa, gelembung, fatamorgana, rumput, dan khayalan; sehingga tidak ada kelompok kehidupan ataupun nama-nama kelompok kehidupan, tidak ada makhluk-makhluk ataupun nama-nama makhluk, tidak ada dunia fana ataupun dunia di atas fana. Pemahaman terhadap kelompok kehidupan yang benar seperti ini disebut pemahaman tertinggi. Jika seseorang mencapai pemahaman tertinggi ini, maka ia terbebaskan. Jika ia tidak melekat pada benda-benda duniawi, ia melebihi dunia fana."

"Lebih lanjut, Subhuti, sifat dasar dari lima kelompok kehidupan adalah kekosongan. Jika sifat itu adalah kekosongan, tidak ada "aku" ataupun "milikku". Jika tidak ada "aku" ataupun "milikku", tidak ada dualitas. Jika tidak ada dualitas, tidak ada ketamakan ataupun keinginan. Jika tidak ada ketamakan ataupun keinginan, tidak ada kemelekatan. Demikianlah, dengan bebas dari kemelekatan, seseorang melebihi dunia fana."

"Lebih lanjut, Subhuti, lima kelompok kehidupan tunduk pada sebab-akibat dan kondisi-kondisi. Jika mereka tunduk pada sebab-akibat dan kondisi-kondisi, mereka bukan milik seseorang atau orang lain. Jika mereka bukan milik seseorang atau orang lain, mereka bukan milik siapa-siapa. Jika mereka bukan milik siapa-siapa, tidak ada orang yang menggenggam mereka. Jika tidak ada genggaman, tidak ada kesenangan, dan tanpa kesenangan adalah praktek para umat beragama. Sama seperti sebuah tangan yang bergerak dalam ruang kosong tidak menyentuh objek dan tidak menemui hambatan, demikian para Bodhisattva yang menjalankan praktek kesamaan dari kekosongan melebihi dunia fana."

(Sutra Penjelasan Keadaan Kebuddhaan yang Tak Terbayangkan)
Satu saat dari pikiran yang dikuasai amarah membakar kebaikan yang telah dikumpulkan selama berkalpa-kalpa.
~ Mahavairocana Sutra

Offline xenocross

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.189
  • Reputasi: 61
  • Gender: Male
Re: Balada Gelembung Air
« Reply #5 on: 01 October 2014, 04:29:23 PM »
"Raja dari Kegaiban Rahasia, dengan akal pikiran yang melampaui duniawi yang tinggal didalam lima kumpulan (panca skandha), kebijaksanaan seperti itu bisa timbul sejalan. Jika orang menimbulkan kebebasan dari kemelekatan pada kumpulan skandha, orang tersebut harus mengamati busa, gelembung, sebuah pohon pisang, sebuah khayalan udara, dan ilusi, dengan demikian mencapai kebebasan. Artinya, kelima kumpulan, dua belas bidang perasaan, delapan belas unsur, dan orang tamak, sifat ketamakan semuanya dihapus dari sifat alami dharma (dharmata), dan ketika merasakan lingkungan yang sepenuhnya hening tenang dalam cara ini, hal itu disebut akal pikiran yang melampaui duniawi. Raja dari Kegaiban Rahasia, ketika orang telah meninggalkan urutan delapan pikiran yang tidak sesuai dan yang sesuai dengan dunia, dan jaring karma serta penderitaan-penderitaan jiwa (klesa), ini mewakili latihan yogi untuk melebihi satu kalpa."

"Raja dari Kegaiban Rahasia, jika para Bodhisattva mengolah latihan-latihan bodhisattva melalui pintu gerbang jalan mantra (mantrayana) memeriksa didalam pengolahan yang mendalam sepuluh persoalan tentang kemunculan yang saling bergantungan, Mereka akan menguasai latihan mantrayana dan mencapai kebangkitan kesadaran di dalamnya. Apakah sepuluh [persoalan tentang kemunculan yang saling bergantungan] itu? Mereka, yaitu bahwa [kemunculan yang saling bergantungan] adalah seperti angan-angan khayalan ilusi keyakinan salah, pembayangan khayalan belaka, mimpi, bayangan pantulan cermin, kota gandharva, gema, bulan [yang tercermin] dalam air, gelembung busa, bunga di ruang angkasa kosong, dan roda api yang berputar.

[Maha Vairocana Sutra]
Satu saat dari pikiran yang dikuasai amarah membakar kebaikan yang telah dikumpulkan selama berkalpa-kalpa.
~ Mahavairocana Sutra

Offline xenocross

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.189
  • Reputasi: 61
  • Gender: Male
Re: Balada Gelembung Air
« Reply #6 on: 01 October 2014, 04:36:24 PM »
Ketika bepergian dengan murid-muridnya, Milarepa sampai di Din Ri Namar. Di situ beliau menanyakan tentang seorang pendukung yang terkenal. Setelah mengetahui bahwa dokter Yang Nge adalah seorang Buddhis yang penuh bhakti, beliau menuju ke rumahnya. Dokter itu berkata: “Saya mendengar bahwa Jetsun Milarepa dapat menggunakan apa pun yang berada di dekatnya sebagai perumpamaan khotbah. Sekarang gunakanlah gelembung-gelembung air parit di hadapan kami ini sebagai perumpamaan, dan berkhotbahlah kepada kami.” Sebagai jawabannya, Jetsun mendendangkan sebuah nyanyian ---

Gelembung-gelembung yang Bersifat Sementara

Aku memberi hormat Guruku yang agung ---
Semoga setiap orang di sini memikirkan Dharma!

Seperti yang pernah beliau katakan, “Bagaikan gelembung kehidupan ini, hanya sementara dan berlalu --- Di dalamnya tak ada kepastian yang dapat ditemukan.”

Kehidupan orang awam bagaikan seorang pencuri
Yang menyusup masuk ke rumah kosong.
Tidakkah kau tahu kebodohan ini?

Masa muda itu bagaikan bunga musim panas ---
Tiba-tiba ia memudar.
Usia tua itu bagaikan api yang menjalar
Membakar ladang-ladang ---
Tiba-tiba ia sudah berada di kakimu.

Sang Buddha pernah berkata, “Kelahiran dan kematian bagaikan matahari terbit dan matahari terbenam--- Begitu saja ia datang dan begitu saja ia pergi.”
Penyakit itu bagaikan burung kecil yang terluka oleh ketapel.
Tidakkah kau tahu, kesehatan dan kekuatan
Pada saatnya akan meninggalkanmu?

Kematian itu bagaikan lampu yang kering minyaknya,
(setelah pijar terakhirnya).
Percayalah, tak ada suatu pun di dunia ini yang kekal.

Karma buruk itu bagaikan air terjun,
Yang tak pernah kulihat mengalir ke atas.
Orang yang tak-bajik itu bagaikan pohon beracun ---
Jika kau bersandar padanya, kau akan terluka olehnya.

Orang jahat itu bagaikan polong yang rusak karena dingin ---
Bagaikan lemak yang busuk, mereka menghancurkan siapa pun juga.
Mereka yang mempraktikkan Dharma itu bagaikan petani di ladang ---
Dengan cermat dan semangat, mereka akan berhasil.

Guru itu bagaikan obat dan madu ---
Dengan bergantung padanya, orang akan berhasil.
Disiplin itu bagaikan menara penjaga ---
Dengan menjalankannya, orang mencapai Kesempurnaan.

Hukum Karma itu bagaikan roda Samsara ---
Siapa pun yang melanggarnya akan rugi besar.
Samsara itu bagaikan duri yang beracun di dalam daging,

Jika tidak dikeluarkan, racun akan bertambah dan menyebar.
Datangnya kematian itu bagaikan bayang-bayang
Sebatang pohon di saat matahari tenggelam ---
Ia berlari cepat dan tak ada yang dapat menghentikannya.

Ketika saat itu tiba,
Apa lagi yang dapat membantu kecuali Dharma nan agung?
Namun, walaupun Dharma adalah sumber kemenangan.
Sangat langka orang yang berusaha mencapainya.
Banyak manusia yang terjerat di dalam penderitaan-penderitaan Samsara;

Karena terlahir ke dalam kesialan ini,
Mereka berjuang dengan menjarah dan mencuri kekayaan.
Mereka yang berbicara tentang Dharma
Dengan gembira mendapat inspirasi,
Tetapi jika tugas diberikan kepadanya,
Dia akan hancur dan bingung.
Wahai murid-murid yang terkasih, jangan terlalu banyak bicara,
Praktikkanlah saja Dharma nan Agung.
Satu saat dari pikiran yang dikuasai amarah membakar kebaikan yang telah dikumpulkan selama berkalpa-kalpa.
~ Mahavairocana Sutra

Offline xenocross

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.189
  • Reputasi: 61
  • Gender: Male
Re: Balada Gelembung Air
« Reply #7 on: 01 October 2014, 04:42:55 PM »
Lebih berharga daripada permata pengabul harapan
adalah tubuh manusia ini yg penuh kebebasan
Telah menemukan hidup seperti ini untuk kali ini saja
Sulit untuk diperoleh dan mudah hancur
Seperti kilatan petir di angkasa
Merenungkan hal ini, seseorang harus menyadari
Semua aktivitas duniawi adalah seperti menampi dedak
Dan kemudian berjuang siang dan malam tanpa henti
untuk meraih apa yang mempunyai nilai sebenarnya
Aku, seorang yogi, telah mempraktekan hal ini
Engkau, pencari kebebasan, seharusnya melakukan hal yang sama


(Baris-baris Pengalaman oleh Je Tsongkhapa)
Satu saat dari pikiran yang dikuasai amarah membakar kebaikan yang telah dikumpulkan selama berkalpa-kalpa.
~ Mahavairocana Sutra

Offline xenocross

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.189
  • Reputasi: 61
  • Gender: Male
Re: Balada Gelembung Air
« Reply #8 on: 01 October 2014, 04:54:04 PM »
Sebagai contoh, ketika batang pisang
Dikupas menjadi bagian-bagian, tidak ada inti yang dapat ditemukan.
Demikian pula, ketika dianalisa secara mendalam,
Tidak ditemukan “diri” yang eksis secara hakiki.
====================================
Oleh karena, semua wujud adalah seperti mimpi,
Dan bagi mereka yang menganalisanya, bagaimana mungkin mereka akan terikat pada wujud?
Dengan demikian, tubuh tidak mempunyai keberadaan yang hakiki;
Oleh karena itu, apa itu pria dan apa itu wanita?
=======================================
Oleh karena itu, para makhluk samsara, menyerupai mimpi;
Melalui analisa, mereka adalah seperti pohon pisang (tanpa inti),
Baik mereka dalam Nirvana maupun samsara,
Keberadaan mereka yang sesungguhnya, tidak berbeda.
======================================
Oleh karena itu, segala sesuatu dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya (yang pada gilirannya) juga dipengaruhi oleh (faktor-faktor lainnya),
Dan dengan demikian, tiada sesuatu yang berdiri sendiri.
Setelah memahami ini, saya tak akan menjadi marah
Pada keberadaan apapun, yang seperti ilusi.
========================================
Selama kondisi-kondisi ada,
Maka ilusi-ilusi akan tetap ada dan bermanifestasi.
Mengapa para makhluk dianggap lebih nyata,
Hanya karena keberadaan mereka lebih lama?

Bodhicaryavatara oleh Shantideva
Satu saat dari pikiran yang dikuasai amarah membakar kebaikan yang telah dikumpulkan selama berkalpa-kalpa.
~ Mahavairocana Sutra

Offline xenocross

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.189
  • Reputasi: 61
  • Gender: Male
Re: Balada Gelembung Air
« Reply #9 on: 01 October 2014, 10:23:56 PM »


Faktor-faktor yang berkondisi adalah seperti kota Gandharva, sebuah ilusi, sebuah fatamorgana, gelembung air, buih, seperti mimpi dan seperti lingkaran roda api yang berputar

Bergantung pada indera luar dan dalam, kesadaran terbentuk. Maka tidak ada kesadaran. Ia kosong seperti fatamorgana dan ilusi

Sunyatasaptatikarika /Tujuh Puluh Bait Mengenai Sunyata oleh Nagarjuna

================================================

Hidup tidak kekal karena (diganggu oleh) banyak ketidakberuntungan seperti gelembung air yang ditiup angin; bahwa seseorang masih menarik napas setelah menghembuskan napas dan masih bangun setelah tidur adalah hal yang luar biasa

O, orang baik, karena semua hal tidaklah kekal, tidak memiliki AKU, tanpa perlindungan, tanpa pelindung, dan tanpa tempat tinggal. Bebaskanlah pikiranmu dari samsara yang seperti pohon pisang tanpa inti

Suhrllekha /Surat untuk seorang Sahabat oleh Nagarjuna

================================================

Tanpa posisi obyektif, tanpa dasar, tanpa pondasi dan tanpa menetap, benda-benda hanya muncul dari sebab ketidaktahuan dan seluruhnya tanpa awal, tengah, dan akhir.
Tanpa hakikat, seperti pohon pisang dan kota gandharva,
kota delusi yang tak tertahankan yaitu keberadaan yang berulang (samsara) tampak seperti ilusi magis

Ketika ilusi magis sepertinya muncul, atau ketika ia sepertinya hancur, seseorang yang tahu tentangnya tidak akan tertipu,
tetapi seseorang yang tidak tahu tentangnya akan sangat terpengaruh emosinya
Mereka yang melihat dunia keberadaan dengan kecerdasan, (melihatnya) seperti fatamorgana dan ilusi magis , tidak akan terkotori dengan pandangan alternatif anteseden dan pandangan alternatif subsekuen

Yuktisastikākārika  / Enam Puluh Bait Penalaran oleh Nagarjuna



Satu saat dari pikiran yang dikuasai amarah membakar kebaikan yang telah dikumpulkan selama berkalpa-kalpa.
~ Mahavairocana Sutra

Offline xenocross

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.189
  • Reputasi: 61
  • Gender: Male
Re: Balada Gelembung Air
« Reply #10 on: 01 October 2014, 11:06:02 PM »
Apabila satu organ indera telah dikembalikan ke sumbernya,
Semua enam indera lainnya akan terbebas.
Penglihatan dan pendengaran adalah seperti ilusi optis,
Seperti halnya tiga alam yang mengingatkan bunga di angkasa.
Dengan dilepaskannya pendengaran, organ ilusi lenyap;

Dengan dihilangkannya objek, yang sempurna dan suci adalah Bodhi.
Dalam kesucian tertinggi, cahaya terang menembus ke segala arah,
Dengan ketenangannya ia bersinar melingkupi kekosongan luas.
Semua benda-benda keduniawian, sewaktu diamati,
Adalah ilusi yang terlihat dalam mimpi.

Seperti mimpi dialami perawan Matangi:
Bagaimana dia mempertahankan tubuhnya dengannya?
Seperti seorang aktor pintar
Yang menampilkan permainan boneka,
Melalui pergerakan yang banyak,
Akan tetapi hanya satu pengontrol.

Sewaktu kontrol tersebut berhenti,
Gambar tidak alami lagi.
Seperti halnya enam organ,
Berasal dari satu alaya
Yang terbagi menjadi enam gabungan.

Jika salah satu dikembalikan ke sumbernya,
Semua enam fungsi lainnya akan berakhir.
Dengan semua serangan dihentikan,
Bodhi kemudian disadari.


Surangama  Sutra
Satu saat dari pikiran yang dikuasai amarah membakar kebaikan yang telah dikumpulkan selama berkalpa-kalpa.
~ Mahavairocana Sutra

Offline xenocross

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.189
  • Reputasi: 61
  • Gender: Male
Re: Balada Gelembung Air
« Reply #11 on: 02 October 2014, 04:31:50 PM »
At that time, there were upasikas [female lay followers] present, as many as the sands
of three Ganges, who were perfect in the five precepts and in deportment. They included such
as Ayusguna, Gunamalya, and Visakha who headed the 84,000 and could well protect the True
Dharma. In order to carry over innumerable 100 thousand beings to the other shore, they were
born as females. They severely checked their own selves in the light of household laws and
meditated on their own persons. Like the four vipers [the four great elements of earth, air, fire
and water], this carnal body is ever pecked at and supped by innumerable vermin. It smells
ill and is defiled. Greed binds. This body is hateful, like the carcass of a dog. This body is
impure, from which nine holes leak out defilements. It is like a castle, the blood, flesh, spine,
bone and skin forming the outer walls and the hands and legs serving as bastions, the eyes as
gunholes, and the head as donjon. The mind-king [citta-raja] is seated within. Such a carnal
castle is what the All-Buddha-World-Honoured One abandons and what common mortals and
the ignorant always love and cling to. Such rakshasas [flesh-eating demons] as greed, anger and
ignorance sit within. This body is as frail as reed, eranda [foul-smelling "recinus communis"
plant], foam, and plantain. This body is non-eternal and does not stay stable even for a second.
It is like lightning, madding water, and a mirage. Or it is like drawing a picture on water, which
no sooner done than disappears. This body breaks just as easily as a big tree hanging over a
river precipice. It does not last long. It is pecked at and devoured by foxes, wolves, owls, eagles,
crows, magpies and hungry dogs. Who with a good mind finds joy in such a carnal self? One
might sooner fill a cow’s footprint with water than fully explain the non-eternal, the non-pure,
the ill-smell and defilement of this body; or one could sooner split the great earth and crush
it into the size of a pickpurse [weed] seed or even the size of a dust-mote, but never could one
fully explain the wrongs and ills of this body. This being so, one ought to discard it like tears or
spittle. Because of this, all upasikas train their mind in such dharmas as the Void, formlessness
and desirelessness.

Then the Buddha said to Cunda: "Do
not cry and unsettle your mind. Think that this body is like a plantain, a mirage in the hot
season, watery foam, a phantom, a transformed body, the castle of a gandharva, an unfired
brick, lightning, a picture drawn on water, a prisoner facing death, ripe fruit, a piece of meat,
the warp on a loom which is about to end, and the ups and downs of a mortar. You should
think that all created things are like poisonous food and that anything made is possessed of all
worries."

Then the Buddha, praising Bodhisattva All-Shining Highly-Virtuous King, said: "Well
said, well said! You now know well that all things are like phantoms, flames, a gandharvan
castle, a picture on the surface of water, and also like foam and plantain trees, which are empty
and contain nothing therein. All have no life, no Self, no suffering, and no bliss. This is similar
to the case of the Bodhisattva of the stage of the ten “bhumis”, who knows and sees things."

O good man! For example, a painter uses various colours and paints pictures of men, women,
cows, horses, etc. Common mortals, devoid of intelligence, see these and take them to be [real]
men, women, etc. But the painter knows that they are not men and women. It is the same
with the Bodhisattva-mahasattva. In the various aspects of things, he sees only the aspect,
but never many forms of beings, right to the end. Because he has mindfulness Wisdom. The
Bodhisattva-mahasattva, as he practises Great Nirvana, might see a beautiful woman. But, to
the end, he does not gain a clinging thought. Why not? Since he thoroughly looks into what
meets his eye. O good man! The Bodhisattva-mahasattva knows that there resides no pleasure
in the five desires and that joy never endures [there]. This is like a dog that bites at a dead
bone; like a man holding fire against the wind; a cask of venomous serpents gained in a dream;
fruit-trees on the wayside which easily get struck by many people; a piece of meat for which
many birds compete; foam on water; the warp of a woven piece of cloth which has now come
to an end; a prisoner having to go to a prison citadel - or whatever is temporary and cannot
endure long. Thus, desires are meditated upon and [it is seen] that there is much that is wrong.

"OWorld-Honoured One! There may be a man, for example, who may praise the plantain
tree and say that it has hardstuff. But this is not so. The same with beings, O World-Honoured
One! We may praise and say that people, beings, life, nursing-up, intellect, doer and recipient
are all true. But this cannot be. Thus, we practise non-Self. O World-Honoured One! It is as
in the case of water in which rice has been washed or the case of dregs, which are of no use any
more. The same with the body too. It has no Self or master. For example, O World-Honoured
One! [The plant] saptaparna [alstonia scholaris] has no fragrance. It is thus with this carnal
body. It has no Self and no master. Thus we meditate on selflessness

"O good man! Just as the plantain fruit has nothing solid inside it, so is it with the body
of all beings.

"O World-
Honoured One! What do we mean by self? Who is self? Why do we say self?" I then said to
this bhiksu: "O bhiksu! There is nothing that can be called self or what belongs to self. The eye
is what originally was not, but what now is; what once was, but is not now. When appearing,
there is nothing which it follows, and when dying, there is no place [for it] to go. There can be
the karmic returns, but no one who acted. There is no one who abandons the skandhas and no
one who receives them. You ask: What is self? It is an action. How could it be a self? It is
craving. O bhiksu! Clap [your] two hands together, and we get a sound. The case of self is also
thus. The causal relations of beings, action, and craving are self. O bhiksu! The physical form
[“rupa”] of all beings is non-self. There is no physical form in self; there is no self in physical
form. So does it apply [all the way down the skandhas] to consciousness. O bhiksu! All tirthikas
[non-Buddhists] say that there is self. But it is not away from the skandhas. There is no self
other than the skandhas. None can say thus. All the actions of beings are like phantoms, being
like a mirage which appears in the hot season. O bhiksu! The five skandhas are all non-eternal,
non-bliss, non-self, and non-pure."

Mahayana Mahaparinirvana Sutra
Satu saat dari pikiran yang dikuasai amarah membakar kebaikan yang telah dikumpulkan selama berkalpa-kalpa.
~ Mahavairocana Sutra

Offline xenocross

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.189
  • Reputasi: 61
  • Gender: Male
Re: Balada Gelembung Air
« Reply #12 on: 02 October 2014, 04:50:36 PM »
"Surely if living creatures saw the results of all their evil deeds, they would turn away from them in disgust. But selfhood blinds them, and they cling to their obnoxious desires. They crave pleasure for themselves and they cause pain to others; when death destroys their individuality, they find no peace; their thirst for existence abides and their selfhood reappears in new births. Thus they continue to move in the coil and can find no escape from the hell of their own making. And how empty are their pleasures, how vain are their endeavors! Hollow like the plantain-tree and without contents like the bubble. The world is full of evil and sorrow, because it is full of lust. Men go astray because they think that delusion is better than truth. Rather than truth they follow error, which is pleasant to look at in the beginning but in the end causes anxiety, tribulation, and misery."

Mara Upasatha Sutra



Maha Prajna Paramita Sutra


Seeing form as clustered foam,
Sensations as like bubbles in water,
Conceptions as like heat waves,
Dispositions as like the pith of a plantain tree,
And consciousness as like magic
Manifesting various things-
Thus knowing the (five) aggregates as such,
The wise have no attachments.

(Avatamsaka Sutra - 1123)
« Last Edit: 02 October 2014, 04:59:13 PM by xenocross »
Satu saat dari pikiran yang dikuasai amarah membakar kebaikan yang telah dikumpulkan selama berkalpa-kalpa.
~ Mahavairocana Sutra