btw, imo, gak ada hubungannya dengan kepercayaan kehidupan setelah mati dengan melakukan kejahatan atau hura2.
banyak atheis yg melakukan kebaikan dan gak hura2 melulu. malahan banyak believer kehidupan setelah mati yg gak berperikemanusiaan, melakukan banyak kejahatan, korupsi trilyunan dan hura2 sepanjang hari.
Memang betul walaupun 'merk'-nya atheis atau Buddhis, tetap sama sekali tidak menjamin perbuatannya begini-begitu. Sebabnya yang pertama adalah sebuah ajaran bisa diinterpretasikan berbeda. Seperti di sini banyak yang 'merk'-nya Buddhis-Theravada, tapi tetap pandangan masing-masing tidak sama. Misalnya semua menganut sila-samadhi-panna, tapi ada yang bilang satu per satu, ada yang bilang berjalan sekaligus ketiganya, ada juga yang mengabaikan salah satu unsurnya. Karena interpretasinya beda, tentu kelakuannya juga beda.
Yang ke dua adalah karena walaupun ramai-ramai pandangannya sama persis, belum tentu semua memegang pandangan tersebut dengan teguh dan konsisten. Misalnya sama-sama setuju tidak boleh bunuh, tapi yang satu benar-benar ketat menghindari pembunuhan, sementara yang lain ada 'khilaf-khilaf'-nya. Pandangannya sama, tapi bagaimana orang itu mengamalkannya beda, maka jadilah 'Buddhis yang tidak bunuh' dan 'Buddhis yang bunuh kadang-kadang'.
bisakah saya simpulkan rule of thumbnya tetaplah pada perbuatannya, bukan karena percayanya ataupun pandangannya?
Rule of thumb dari satu akibat memang ada di perbuatan dan itu semua sangat subjektif, namun pandangan juga berperanan penting dalam menentukan pola pikir seseorang. Saya tidak mau jauh-jauh membahas. Anggaplah ada 2 orang, yang satu berpandangan 'kalau mau dapat, tinggal minta saja', sementara satu lagi berpandangan 'kalau mau dapat, harus terlebih dulu memberi'. Ketika orang tersebut menginginkan sesuatu, kira-kira samakah sikapnya?
karena yg ditanggapi adalah kutipan kedua, mengenai pandangan, mungkin baiknya didefinisikan aja pandangan benar itu apa.
apakah fabian dan kainyn itu berpandangan benar?
apakah mereka yg percaya hukum karma, tumimbal lahir, 31 alam, tilakkhana dan paticca samuppada itu berpandangan benar?
sebaliknya apakah mereka yg percaya surga neraka ala kr****n itu berpandangan salah?
Menurut saya, semua orang yang belum mencapai kesucian (minimal Sotapatti-magga) masih "berpandangan salah", masih
muter-muter di Samsara tanpa kepastian. Kita bahas di 'perbuatan' saja karena ini masih kasar dan mudah dilihat. Kita semua ini seperti anak kecil yang belum mengerti, maka 'pandangan-pandangan' adalah seperti aturan dan ajaran dari orang tua/guru yang mendidik kita. Kita ikuti, tapi masih setengah paham setengah tidak. Tapi walaupun belum dewasa, arah didikan dan efek dari pendidikan tersebut bisa dilihat, misalnya apakah seseorang menjadi lebih sabar, lebih murah hati, lebih bertanggung jawab, ataukah sebaliknya.
Begitu juga 'pandangan benar' mengenai pikiran, sama seperti perbuatan, tetapi lebih halus. Jadi agak susah tampaknya kalau seseorang bicara keren-keren mengenai pikiran yang halus sementara hal kasar seperti perbuatan tidak mampu disadarinya.
Kalau soal doktrin, ini juga gampang jawabnya
OK, kita bilang kamma. Adakah yang tahu perbuatan ini akan menghasilkan akibat apa dan kapan berbuahnya? Ada 31 alam, akur. Sudah pernah lihat atau belum? Kalau tidak tahu perbuatan ini-kammanya ini, tidak pernah lihat 31 alam, kok sudah bilang itu 'ini adalah kebenaran'? Nanti dibalikin sama umat lain, "seperti seorang pria jatuh cinta pada wanita, tapi ketika ditanya, 'ada di mana, apakah kastanya, bagaimana rupanya ' jawabnya 'ga tau' semua".
IMO, pandangan-pandangan (pada Buddhisme, khususnya) adalah untuk mengubah pola pikir seseorang agar lebih mudah menyadari kebenaran, lebih hidup pada saat ini. Pandangan-pandangan ini sama sekali tidak untuk digenggam/dipertahankan mati-matian, yang malah akan memberikan akibat buruk.