Teori yang familiar belum tentu benar loh. Be careful Teori hormon misalnya, gagal menjelaskan mengapa banyak gay yang tetap maskulin dan lesbian yang tetap feminin. Hormon seksual hanya menjelaskan mengapa seseorang memiliki karakter maskulin atau feminine, namun tidak bisa menjelaskan orientasi seksual seseorang.
Dalam banyak kasus, usaha untuk merubah orientasi seksual seseorang seringkali menimbulkan penderitaan yang besar pada individu bersangkutan. Kalau memang anda memiliki contoh kasus seperti itu, tolong sebutkan agar bisa kita bahas.
Betul. Apalagi teori yang tidak familiar, sangat meragukan kebenarannya.
Teori hormon telah menjelaskan mengapa banyak kaum gay yang tetap maskulin, dan mengapa banyak kaum lesbian yang tetap feminim. Silakan Anda baca di sini =>
http://en.wikipedia.org/wiki/Prenatal_hormones_and_sexual_orientationKandungan hormon estrogen yang cukup banyak dalam tubuh seorang pria, bisa membuatnya terobsesi untuk berperilaku atau bahkan ingin menjadi wanita. Salah satu contoh nyatanya adalah operasi transgender, maupun menjalani hidup sebagai
shemale (waria). Sedangkan kandungan hormon testoteron yang cukup banyak dalam tubuh seorang wanita, bisa membuatnya terobsesi untuk berperilaku atau bahkan ingin menjadi lelaki.
Silakan Anda baca referensi-referensi ini...
- Mengenai pengalaman subjektif seseorang yang sudah keluar-masuk dalam kehidupan gay =>
http://au.answers.yahoo.com/question/index?qid=20080501130756AAA8TuE- Mengenai terapi awal untuk menyembuhkan orientator homoseks, berikut link untuk download buku petunjuk terapi dalam format pdf =>
http://psychservices.psychiatryonline.org/cgi/content/full/54/11/1552-a- Mengenai hasil analisa ilmiah bahwa terapi bisa menyembuhkan orientasi homoseks =>
http://www.dailymail.co.uk/health/article-198760/Therapy-make-gays-heterosexual.html- Mengenai hasil studi Robert Spitzer yang dipublikasi dalam sebuah paper tahun 2001 =>
http://www.ralliance.org/SpitzerStudy.html- Siapakah Robert Spitzer, dan seberapa validkah studi dan prakteknya? =>
http://en.wikipedia.org/wiki/Robert_Spitzer_(psychiatrist)
- Website komunitas para ex-gay dan mantan kaum homoseks; mereka saling bercerita dan berbagi pengalaman =>
http://www.beyondexgay.com/who- Kisah Jupiter Fortisimo yang pernah menjadi seorang gay =>
http://indonesianya.wordpress.com/2008/01/31/jupiter-fortissimo/- dan masih banyak lagi...
Saya kurang setuju dengan teori hormon anda.Pada skenario yang pertama misalnya, banyak waria yang setelah memutuskan untuk berdandan sebagai perempuan yang kemudian melakukan terapi hormon semata-mata untuk tetap tampil dalam wujud perempuan. Jadi kalau hormon yang menyebabkan ia menjadi waria atau transgender, buat apa yang bersangkutan harus bersusah payah melakukan terapi hormon semata-mata agar tetap tampil feminin atau maskulin (untuk trans female to male) Pada banyak kejadian, waria justru memiliki ciri2 hormonal yang sangat maskulin (seperti bulu lebat, tubuh yang berotot, dsb ) sehinngga harus bersusah payah menutupinya. Bukankah ini menunjukkan bahwa bukan karena alasan hormon seseorang menjadi waria/transgender.
Sedangkan untuk skenario 2, sepengetahuanku, banyak homoseks yang awalnya belum pernah merasakan ketertarikan pada lawan jenis tetapi langsung tertarik pada sesama jenisnya (Ini kesimpulan dari beberapa skripsi tentang gay, wawancara penelitian yang kulakukan sendiri dan seorang temanku yang lesbian). Jadi tidak benar semua homoseks harus dimulai dari ketertarikan heteroseks terlebih dahulu sebelum akhirnya berubah orientasinya. Mereka dilahirkan memang sebagai homoseks.
Tidak semua kasus waria disebabkan faktoral hormon. Tidak semua kasus waria yang disebabkan faktoral hormon masih memiliki sifat maskulin yang kuat. Anda tidak bisa memukul rata semua kasus. Ada beberapa sebab yang mengakibatkan suatu hal. Tidak ada sebab tunggal ataupun sebab pertama. Tapi bisa saja di suatu kasus tertentu, ada sebab yang lebih dominan.
Coba kita lihat lagi tulisan saya sebelumya:
Skenario kedua adalah seseorang yang mulai tertarik pada orientasi seks ketika ia sudah memasuki masa puber. Mungkin pada awalnya dia cukup tertarik dengan lawan jenis, namun perlahan dia mulai menyukai sesama jenis.Biar saya jelaskan kembali... Saya memakai kata "mungkin pada awalnya". Alasannya untuk menunjukkan kalau orientasi homoseksual pada kasus ini mulai berlangsung seiring dengan masa pubertas. Di mana ada kemungkinan saat masih kecil, orang itu cukup tertarik dengan lawan jenis (misalnya: bermain bersama, belajar bersama, jalan-jalan bersama, dsb.). Tapi setelah memasuki masa pubertas, pertumbuhan hormon mempengaruhinya dalam aspek minat seks. Ada beberapa kasus yang kedengarannya lucu. Saya pernah membaca referensi tentang seorang gay, yang pada awalnya dia tertarik dengan sesama lelaki setelah ia sendiri terangsang melihat tubuhnya yang tanpa busana di depan cermin. Obsesi ini kemudian semakin kuat sehingga dia pun memiliki minat seks pada sesama lelaki.
Saya tidak paham mengapa anda tiba-tiba melompat dari hubungan yang sehat menuju ke hukum negara Lagipula untuk memiliki hubungan yang sehat tidak dibutuhkan peran negara . Sehat atau tidaknya suatu hubungan semata-mata karena individunya. So, meski ada pernikahan toh banyak yang main serong juga atau tak jurang juga memperlakukan pasangannya di rumah semata-mata sebagai boneka seksnya belaka. Selembar surat nikah tidak dapat menjamin relasi yang sehat dalam berpasangan....
Hubungan seks yang sehat memiliki tiga kriteria. Yang pertama sehat secara jasmaniah. Itu sidah kita bahas sebelumnya, yaitu hubungan seks anal (dan juga oral) serta berganti-ganti pasangan dan tidak menggunakan kondom adalah beresiko. Kriteria yang kedua adalah sehat secara psikologis. Artinya hubungan seks tidak dilakukan dengan paksaan, kekerasan, bersifat saling memberi, dan tidak merugikan pihak lain. Hal ini tidak perlu kita bahas, karena relevansinya adalah dengan si pelaku. Kriteria yang ketiga adalah secara hukum. Bila suatu negara tidak melegalkan, atau masyarakat tidak menerima orientasi seks itu, maka ini namanya hubungan seks tersebut tidak sehat. Lupakan mengenai selingkuh atau main serong. Itu adalah perihal personal dan tidak berkaitan dengan kriteria ketiga ini. Kriteria hubungan seks sehat yang ketiga ini berbicara mengenai nilai norma kemasyarakatan dan hukum yang berlaku. Bila suatu negara tidak melegalkan pernikahan homoseks, maka kaum homoseks hanya akan hidup meratapi nasibnya; "di mana cinta mereka tidak bisa bersatu di mahligai pernikahan". Sudah tentu hubungan mereka terdesak oleh hukum negara dan lingkungan masyarakat. ini yang saya maksudkan sebagai tidak sehat.
Nah, kalau kamu menyamakan sikap lebay dengan moha-dosa-lobha, wah rasanya koq nggak nyambung ya...
Coba kita tinjau lagi pernyataan saya di postingan sebelumnya...
...Faktor x itu adalah paradigma dan pola pandang internal. Seseorang yang hanya patah hati bisa saja bunuh diri daripada seseorang yang mengalami kebangkrutan super. Lalu kenapa seseorang bisa menjadi begitu lebay (berlebihan)? Itu karena akumulasi lobha-dosa-mohha yang membuatnya terus mengasihani diri sendiri dan membenci dunia hanya karena dikecewakan beberapa orang yang dianggapnya penting. Itu perbedaannya. Untuk orang yang bijak, sakit hati dikarenakan lawan jenis justru bisa membuatnya menjadi lebih dewasa dalam menghadapi hidupYang sedang saya singgung di postingan itu adalah reaksi personal terhadap masalah. Ada orang yang bunuh diri setelah patah hati; itu adalah wujud dari lobha-dosa-moha. Lobha karena dia ingin segera mencari kebebasan dari kesedihan. Dosa karena dia menolak kenyataan bahwa ia dikecewakan. Moha karena ia telah berbuat hal yang bodoh.
Demikian pula untuk kasus orang yang beralih orientasi ke homoseksual setelah dikecewakan lawan jenis. Itu semua adalah reaksi dasar manusia. Jenis kasus bunuh diri dan menjadi homoseks itu berbeda; tapi motivasinya sama.
Homoseks bukan terjadi karena pengambilan keputusan... Kita yang tertarik pada lawan jenispun muncul ketertarikan bukan karena keputusan... Tapi mendadak aja muncul dorongan ketika melihat lawan jenis, misalnya muncul respon biologis tertentu . Saya menjadi heteroseks karena secara natural jadinya saya seperti ini, bukan karena keputusan saya. ketika saya terangsang secara biologis melihat cewek cantik dan masih muda sedang telanjang, hal ini bukan karena keputusan saya secara rasional, namun hasrat dalam tubuh saya yang bicara. Saya tidak bisa memerintahkan tubuh saya terangsang sesuai komando atau atas kemauan saya sebab itu nggak mungkin Demikian juga buat homoseks, mereka menjadi homoseks ya karena ada dorongan naluriahnya, bukan karena keputusan.
Kita semua terlahir sebagai ras manusia. Kita memiliki naluriah untuk menjadi makhluk pemakan segala jenis (omnivora). Sejak kecil, secara tidak sadar kita telah disisipkan pemkiran untuk memakan makanan yang bergizi seperti makanan hewani. Beberapa orang bahkan dipersuasi secara tidak langsung untuk lebih terfokus pada makanan hewani daripada nabati. Secara natural, kita semua telah dibimbing untuk menjadi makhluk yang bernafsu pada makanan-makanan. Oleh karena itu bisnis kuliner dan resto-cafe sedemikian meningkatnya. Tapi kita punya otoritas untuk mengambil keputusan ini. Menjadi seorang omnivora, vegetarian, fokus pada makanan hewani, atau makan hanya atas dasar pertimbangan untuk memberi tenaga pada tubuh dan melanjutkan hidup.
Demikian pula pada hal orientasi seks. Dalam Abhidhamma, seseorang memiliki watak yang dibentuk oleh berbagai faktor; salah satunya adalah tren / kecenderungan batin. Salah duanya adalah faktor eksternal; misalnya karena tekanan ataupun pengalaman. Kita yang terlahir dengan membawa orientasi seks heteroseks disebabkan karena kita membawa tren batin yang seperti ini di kehidupan lampau. Mengumbar nafsu seks dan perilaku seksual yang menyimpang bisa menyebabkan kita terlahir kembali dengan memiliki kecenderungan seks yang tidak normal.
Semua perilaku kita adalah keputusan kita. Harap Anda pahami, jangan terbesit di pikiran Anda bahwa ada hal-hal tertentu yang berjalan dengan sendirinya atau ada hal-hal yang tidak bisa kita putuskan. Dengan memegang pandangan benar dan pemahaman benar, seseorang yang sudah bergumul di orientasi seks homoseks bisa mengambil keputusan untuk tetap pada orientasi itu, beralih pada orientasi yang lain, menambah orientasi lain, ataupun meninggalkan semua orientasi itu.
Wah, dari segi mana dikatakan tidak sehatnya?
Sudah saya jelaskan berkali-kali di postingan sebelumnya. Silakan Anda membaca kembali postingan-postingan saya.
Masturbasi juga kan. Namun mengapa homoseks dianggap lebih mengerikan daripada masturbasi?
Dalam hal ini Anda juga seharusnya mempersoalkan Para Bhikkhu/Bhiksu yang selibat. Sebab ia memiliki genital yang memiliki fungsi reproduksi tapi dilencengkan menjadi sia-sia...Peringatan: Saya hanya memberi perbandingan, bukan sedang mengkritik kehidupan selibat loh...
Intinya: Tidak ada yang bisa mewajibkan kelamin kita melakukan ini atau itu, selain diri kita sendiri . Orang yang bijak tidak menghambur-hamburkan nafsunya, bukan karena ia merasa kelaminnya harus memiliki fungsi A atau B, namun ia sadar arti penting pengendalian nafsu. Nafsu dalam hal ini tidak mengenal hetero ataupun homo, nafsu adalah nafsu. Jika dihamburkan-hamburkan maka orang tersesat, jika dikendalikan dengan bijak maka dapat mendukung pencapaian penerangan.
Orang bijak akan memikirkan terlebih dahulu sebelum berbuat. Apakah punya alat kelamin namun tidak digunakan untuk berhubungan seks itu kebodohan / kekeliruan? Tidak. Karena jika kita mengerti bahwa kenikmatan seksual hanya akan mengakibatkan dukkha, maka orang yang bijak tahu bahwa ia tidak perlu memakai alat kelamin sebagai fungsi untuk berhubungan seks atau reproduksi.
Mengenai masturbasi, itu adalah satu perilaku untuk memuaskan birahi / mencapai orgasme oleh diri sendiri. Secara seksologi, masturbasi memang salah satu perilaku seks. Tapi secara biologis, masturbasi bukanlah hubungan seks / kawin. Masturbasi bukan wujud aplikasi dari fungsi genital untuk bereproduksi. Masturbasi hanyalah penyimpangan hubungan seks, karena pemuasan dicapai tidak bersama dengan pasangan.
Bro, dalam kamus mana itu kata “penyimpangan interaksi seksual” muncul. Dalam dunia psikologi dan psikiatri saja, homoseksual tidak lagi dianggap sebagai penyimpangan.
Istilah itu saya sendiri yang menggunakannya. Saya tidak tahu apakah ada orang lain yang juga menggunakannya atau memakai istilah lain yang mirip dengannya.
Sebagai manusia, kita sebaiknya menjunjung tinggi hak asasi manusia. Silakan setiap orang berbuat atas kehendaknya sendiri. Mau selibat, hetereoseks, homoseks, dsb... Tapi bila kita melihat struktur biologis dari manusia yang terdiri dari pria dan wanita, perilaku seks pada orientasi sesama jenis adalah penyimpangan interaksi seksual.
Organ kelamin (genital) pada manusia tersusun untuk 'saling melengkapi', sesuai keseimbangan hukum alam. Hubungan seks, hubungan intim, kawin, senggama; semua ini adalah aktivitas hubungan yang melibatkan organ kelamin. Organ kelamin pada pria dan wanita tersusun secara biologis sebagai organ yang kondusif untuk melakukan aktivitas seksual; yang pada akhirnya adalah fungsi reproduksi.
Hubungan seks antar sesama jenis tidak mewadahkan fungsional alamiah seperti ini. Seiring dengan minat umat manusia pada aktivitas seks, maka hubungan seks pun sudah dijadikan sarana hiburan. Minat seks pun tidak hanya terbatas pada lawan jenis, tapi juga pada sesama jenis, pada orang lain yang masih kecil, minat pada spesies lain, minat pada seonggok mayat, dsb.
Menurut data dari para ilmuwan... selain manusia, lumba-lumba adalah spesies mamalia lain yang juga melakukan hubungan seks sebagai sarana hiburan. Dan ternyata, spesies lumba-lumba juga mengenal adanya orientasi homoseks. =>
http://en.wikipedia.org/wiki/Homosexual_behavior_in_animalsKini sudah lebih jelas, bahwa pada dasarnya orientasi seks heteroseks adalah rangsangan alamiah bagi semua makhluk yang berkembang biak melalui metode reproduksi-seksual. Tapi karena tingkat kecerdasan tertentu, beberapa makhluk menjadikan hubungan seks sebagai sarana hiburan. Dan sarana ini makin berkembang seiring inovasi pemikiran mereka sehingga muncullah orientasi-orientasi seks yang lain.