Saya ulangi:
Yah itu dia karena anda TIDAK MENGETAHUI bro!
Karena masih puthujjana, banyak tindakan yang kita gak sadari membuahkan akibat langsung...
Namun walaupun masih puthujjana, banyak juga tindakan yang kita sadari membuahkan akibat langsung...
Saya tambahkan:
Akibat yang dirasa oleh orang lain tidak semuanya diketahui oleh si pembuat sebab (seperti halnya anda tidak mengetahui dan mempertanyakan sebab anda saya tempeleng) ...
Teori Hk Karma memang menyatakan buah bisa seketika atau butuh proses. dan ini tidak berkaitan dengan kualitas batin. Puthujjana atau bukan.
Bukan hanya saya yang tidak tahu sebab PASTInya, Anda juga hanya mengira tahu sebabnya. Saya paham, Anda merasa punya alasan buat menempeleng saya (seseorang), misalnya saja. Seolah-olah, tertempeleng atau tidak, ditentukan HANYA oleh niat Anda sendiri. Sebab TUNGGAL.
Padahal sesungguhnya, Untuk tercapainya proses penempelengan tersebut, tidak semata-mata tergantung Kehendak Anda.
Misalnya, adakah karma buruk saya yang siap matang, menerima tempelengan? kalau ini ngga ada, maka niat anda tak terlaksana. Waktu, tempat dan faktor lain, ini SEMUA harus sinkron, barulah kehendak Anda, seseorang bisa terlaksana.
Pernah mikirin kenapa timbul kata "maaf" gak bro ?
kalo belum, pikirin, trus bahas disini!
Kenapa timbul, belum pernah saya pikirkan.
Boleh coba kita bahas, sebaiknya buat thread baru.
Apakah peristiwa ini bisa disebut: Bukti kebenaran Hk Karma?
Susah juga saya merespon, membantah ini. ;-)
Saya tidak membuat kasus berkembang! Anda yang membuatnya!
Sangat jelas bro ... Itu menunjukkan anda dah mau MUTER-MUTER ...
Dah pusing bro ? Ngaso dulu atuh ... Jangan muter-muter ... tar tambah pusing ...
Sudah saya akui, saya kesulitan merespon, kesulitan membantah point ini. :-)
sampai mikir lamaaaa, gimana mesti menjawab gitu. ;-)
Merasa argumen saya kedodoran...
Jelas, karena memang saya tidak punya kemampuan untuk MEMBANTAH ataupun MEMBENARKAN, secara PASTI. (teringat pada Post Bro Dhanu.)
Bukan muter2.
Di sinilah gunanya saya bertanya definisi HUKUM, pada Bro Kelana. Sepengetahuan saya, HUKUM Universal berlaku dimanapun, kapanpun, pada siapapun. Dalam sains, satu ketentuan baru bisa dikatagorikan sebagai HUKUM, setelah dibuktikan, tak terbantahkan oleh berbagai ujian. Kalau di proses ini benar, di proses lain tidak berlaku, maka ketentuan itu belum bisa disebut HUKUM.
Jadi kalau Anda menunjukkan satu proses sebagai bukti kebenaran Hk Karma, maka yang disebut HUKUM tersebut, harusnya bisa JUGA diterapkan di proses yang lain.
Ketika satu Hukum NAMPAK tidak sesuai dalam satu proses, maka ada dua kemungkinan:
=1= Hukum tersebut keliru, atau tidak universal
=2= Hukum itu benar, tapi masih ada parameter, faktor yang BELUM KITA IKUT SERATAKAN, atau belum kita ketahui.
Sebagai Buddhist, kita meyakini kebenaran Hukum Karma, maka mau tidak mau harus menerima yang =2=, bahwa masih ada parameter, faktor yang belum kita tahu dalam proses tersebut.
Nah, di proses yang Anda berikan, Anda merasa tahu parameternya sudah komplit. Kenapa di proses yang saya tunjukkan kita menyatakan =2=?
Apa yang kita gunakan untuk menyatakan: yang di contoh Anda parameternya sudah komplit sedang di proses contoh saya, belum komplit?
Anda TIDAK PUNYA KEMAMPUAN mengetahui mana yang parameternya sudah komplit mana yang belum. Di sinilah nampak SPEKULASI, DUGAAN lah yang Anda terapkan.
Lanjut, Apa yang Samaneri, Anda sebut sebagai BUKTI kebenaran HK Karma, sesungguhnya BERDIRI DIATAS FONDASI SPEKULASI, DUGAAN. Spekulasi, Dugaan dalam hal menentukan sudah komplit atau belumkah parameter2nya.
***
Bro Citra and All,Wah saya ngga nyangka bisa sampai di sini.
Rasanya saya sudah mengeluarkan semua apa yang saya pahami.
Kalau ada teman lain hendak menambahkan, menyimpulkan silahkan.
Dalam artian kesimpulan masing-masing pribadi, bukan kesimpulan thread ini.
Selanjutnya mari kita semua saling merenungkan semua yang sudah diposting.