sebelum memposting kisah sejarah Hindu dan Buddha terhadap sejarah perkembangan Logika, terlebih dahulu berikut ini dikemukan sejarah Islam terhadap sejarah perkembangan Logika menyusul sejarah karesten di atas :
Menjelang abad ke-14 -setelah kaum muslimin mencapai masa-masa keemasan dan maju di berbagai bidang ilmu pengetahuan, masa-masa di mana Timur Tengah menjadi kibat ilmu pengetahuan dunia, terbukti dengan banyaknya manuskrip-manuskrip Arab yang disalin ke dalam berbagai bahasa azam, dan para ulama dipandang sebagai guru utama bagi kaum ilmuwan barat, seperti al-Farabi yang dijuluki Guru Kedua dan Ibnu Sina yang dijuluki Guru Ketiga oleh para ilmuwan di barat - di penghujung masa keemasan tersebut munculah komentator-komentator bernada miring terhadap Logika di mana para ulama yang mengedepankan logika dituduh sebagai "orang yang terlalu memuja akal" dalam mencari kebenaran sehingga melahirkan faham-faham yang dituduh zindiq (Atheis) dan kafir. Inilah awal kemunduran dunia Islam, bersamaan dengan meredupnya meredupnya Logika yang dituduh sebagai biang kekafiran oleh sekelompok ulama mazhab wahabi. (Lihat dalam : Sejarah Perkembangan Logika, Joesoef Sou`yb, hal. 239)
Muhyedin Al-Nawawi (1233-1277 M) dan Ibnu Shilah (1181-1243 M) telah mengumumkan fatwa bahwa "haram" mempelajari Manthiq (Logika). ( Joesoef Sou`yb, Logika, Hal. 240 )
Reaksi kebencian para ulama wahabi terhadap Logika mencapai puncaknya pada Abad ke-14, seiring dengan kemunduran kekuasaan Islam. Dan pada masa itulah Ibnu Taimiyah (1263-1328 M) menentang Logika secara sengit dengan mengarang buku "Fashihatu ahlil Iman fi Raddi `al Mantiqil Yunani" (Ketangkasan pendukung keimanan menangkis Logika Yunani).
Selain Ibnu Taimiyah, Saadudin At-Tafzani juga mengeluarkan fatwa haram terhadap "Logika" di dalam bukunya Tahzibul Mantiqi Wal kalam. Dan masih banyak lagi ulama-ulama lain yang kemudian sama-sama menentang dan mengeluarkan fatwa haram terhadap Logika.
Pengaruh fatwa haram terhadap logika tersebut sangat besar sekali terhadap masyarakat Islam. Dan fatwa-fatwa itulah yang menjadi sebab utama kemuduran dunia Islam dalam bidang filsafat, agama dan ilmu pengetahuan. Karena umat tidak lagi memiliki kebebasan berpikir dan berpendapat dengan meluasnya budaya Takfir di kalangan kaum muslimin. Orang-orang yang berbeda pendapat dengan para ulama wahabi itu kemudian akan diejek, diperolok-olok, diasingkan, disebut ahlul bid`ah, disebut kafir, bahkan dibunuh. Filsafat dan ilmu pengetahuan menjadi sulit berkembang. Semula perabadan dan ilmu pengetahuan berada di tangan kaum muslimin, sejak penentangan logika itu, barat telah mengambil alih filsafat, ilmu pengetahuan dan teknologi dari tangan kaum muslimin yang telah meninggalkannya. Puncak dari pergerakan melawan Logika itu ditandai dengan jatuhnya kerjaan Islam yang terakhir. Dan masyarakat Islam memasuki zaman kegelapan.
Para filsuf dan ilmuwan barat menyalin manuskrip-manuskrip arab ke dalam bahasa Eropa. Masyarakat baratpun bersorak sorai, menyambut gembira warisan dari perabadan kaum muslimin yang di negeri-negeri arab sendiri semua itu telah diharamkan. Berkat warisan perabadan Islam itulah kemudian Eropa menyongsong zaman kebangunan (Reinasisance).
Kaum ilmuwan barat menganggap bahwa perlawanan terakhir kaum filosof muslim yang diwakili oleh Ibn Rusyd terhadap gerakan anti filsafat dan Logika sebagai masa akhir rasionalisme dalam sejarah Islam. Anggapan ini keliru. Bahkan ketika di dunia sunni, filsafat mengalami kemunduran akibat gerakan wahabism, di dunia syiah filsafat sedang bangkit dengan Hikmah Muta`aliah yang dicetuskan oleh Mulla Shadra. Logika dan filsafat di Persia tidak pernah ada matinya. Dan Iran adalah benteng pertahan terakhir kaum filosof muslim yang tidak dapat ditembus oleh gerakan anti filsafat dan anti logika kaum wahabism.