Buddhisme dan Kehidupan > Ulasan Buku, Majalah, Musik atau Film

MENYELAM KE DASAR BATIN –Master Cheng Yen

(1/3) > >>

F.T:
MENYELAM KE DASAR BATIN –Master Cheng Yen

Saat Terbaik adalah saat ini

Setiap hari adalah awal untuk menjadi manusia baru, setiap detik adalah saat
yang tepat untuk mengalahkan diri sendiri.

Waktu dapat membentuk watak, menyelesaikan pekerjaan, dan… memupuk pahala
kebajikan.

Hidup adalah apa yang dilakukan oleh setiap orang sepanjang usianya. Karenanya
berpaculah dengan waktu, jangan biarkan ia melewatimu.

Setiap detik, berjuanglah demi kebaikan.

Di saat-saat kita bebas melakukan sesuatu, seringkali kita tertipu oleh
kebebasan itu, dan membuang-buang waktu tanpa sadar.

Orang bijaksana menggunakan waktu seperti permata berharga. Tapi bagi orang
bodoh, waktu tak ubahnya segenggam tanah liat yang tak berharga.

Buddha mengatakan, “Hidup ini tak ubahnya nafas.” Manusia tidak dapat
mengatur panjang-pendek hidupnya, atau menghindar dari kematian. Dan karena
hidup ini hanya sementara, kita harus menghargainya. Gunakanlah ia, kembangkan,
dan tunjukkan nilainya yang sejati, pancarkanlah kebaikan dan keindahannya.

Justeru karena hidup ini amat singkat, ia jadi sangat berharga. Dan karena
sulit untuk terlahir sebagai manusia, kita harus bertanya pada diri sendiri,
adakah kita telah mengembangkan potensi kemanusiaan kita dan tidak hanya
mengejar kekayaan dalam hidup ini?

Orang harus sigap dalam melakukan perbuatan baik, dan harus sampai tuntas.
Seperti memasak air ; sebelum ia mendidih apinya jangan dipadamkan, kalau tidak
mau mengulanginya lagi dari awal.

Didorong oleh rasa takut akan berlalunya hari, kita cenderung menghabiskan
energi memikirkan berbagai cara untuk mengisi waktu. Akibatnya kita malah
kehilangan banyak waktu, dan tetap tidak menghasilkan apa-apa.

Banyak orang terpesona oleh kemampuan duniawi dan terobsesi olehnya. Waktu
atau umur yang panjang tidak ada gunanya bagi orang-orang seperti itu, karena
mereka tidak akan pernah mencapai kemajuan batin.

Dalam tahapan-tahapan hidup yang singkat ini, waktu untuk menjadi dan
menunaikan tugas sebagai manusia yang sempurna amatlah sedikit. Pekerja paling
keras sekalipun hanya akan mencapai sepertiga dari apa yang dicapainya.

Bila tidak ada yang dapat dilakukan, kita biasanya membiarkan waktu lewat
dengan percuma; kehidupan terus berjalan sementara kita tidur bermalas-malasan.
Begitu pula, orang yang membiarkan batinnya tertidur sepanjang hidupnya pantas
dijuluki “si pemalas”.

Selidikilah makna yang hakiki dari hidup ini dengan arif. Aturlah penggunaan
waktu dalam hidupmu dengan kekuatan ikrar ketetapan hati.

Karena hidup ini tidak kekal, kita harus mempercepat langkah dan terus maju.
Kita tidak sedang berjalan di atas lumpur – kebingungan, gamang, dan tidak
mantap – ketika sebelah kakimu telah menginjak tanah di depan, kakimu yang
sebelah lagi masih takut dan ragu-ragu melepaskan pijakannya. “Setelah satu kaki
melangkah, kaki yang lain menyusul.” Artinya kita harus melepaskan hari kemarin,
dan memusatkan perhatian pada apa yang sedang dikerjakan sekarang.

Ciri orang bijaksana adalah bahwa ia bisa mengatur waktunya.

Betapapun derita dan kesulitan yang harus ditempuh untuk mencapai sesuatu,
jangan biarkan pikiranmu terikat pada hasil-hasil yang pernah kau capai.
Betapapun kita telah banyak memberi kepada orang lain, janganlah menuntut balas
atau ganjaran.

Kita tidak dapat menggenggam masa lalu, ataupun memastikan yang akan dating.
Jadi, hiduplah pada hari ini, saat ini.

Jika berpegang pada hari kemarin, maka niscaya akan muncul pikiran-pikiran
keruh dari batin yang ternoda. Dengan demikian masa lalu, sedikit demi sedikit
penderitaan, kemarahan, sakit-hati, dan kebencian akan bertambah.

Yang akan dating adalah mimpi di siang hari, masa lalu adalah kenangan palsu.
Kita harus memperhatikan batin sejati yang hadir saat sekarang, dan dengan
seksama menyelesaikan semua tugas.

Dalam hidup ini, tidak setiap permainan dapat dilakukan dengan baik, tapi
dengan latihan dan disiplin yang keras, seorang pemain dapat melakukannya dengan
cemerlang.

F.T:
Seperti Rembulan, Cermin dan Air

Latihlah batinmu hingga sebening rembulan : di mana ada air, baying-bayang
bulan nampak di sana. Batin juga harus seperti langit : ketika mega-mega merebak
tampaklah langit yang bersih.

Tempalah batin dan jasmanimu, hingga ia laksana rembulan yang bercahaya lembut
dan indah. Luaskan wawasan batinmu dan nyalakan cahaya kebijaksanaamu.
Terangilah keluarga, masyarakat, dan setiap orang yang berhubungan denganmu,
seperti cahaya bulan yang sejuk dan menyenangkan.

Pandanglah dan dengarkan alam semesta dan segala isinya, dengan batin yang
hening.

Batin ini seperti cermin : meskipun bayangan yang dipantulkan selalu
berubah-ubah, permukaan ceriman tetap tidak berubah. Lingkungan sekitar kita
berubah, tetapi batin tak pernah berubah.

Apabila batin terus menerus berpaling pada dan mengikuti kondisi-kondisi di
luar, seseorang dapat tergoyahkan hanya karena gossip, dan kehilangan kendali
dirinya.

Ketika cermin digunakan untuk melihat bayangan suatu benda, cermin dan benda
itu harus ditaruh dalam suatu jarak tertentu agar bayangan yang dihasilkannya
nampak dengan jelas. Jika jaraknya terlalu dekat atau terlalu jauh, atau cermin
itu tertutup debu tebal, maka cermin yang paling bagus pun tidak dapat
memantulkan bayangan benda itu dengan jelas.

Hubungan antara manusia dan pikirannya seperti benda dan sebuah cermin. Di
satu pihak kita membutuhkan kearifan dan kemampuannya untuk mengenali fakta dan
hokum-hukum alam; tapi di lain pihak kita juga perlu mengambil jarak dari
pikiran kita sendiri, jika tidak ingin dikuasai olehnya.

Mereka yang lengah akan tercemar oleh pikirannya sendiri, sedangkan yang
mengambil jarak akan memperoleh padangan terang.

Batin kita seperti cermin ; ketika di hadapannya ada gunung, nampak bayangan
gunung; ada air, nampaklah air. Apabila ada debu tebal di permukaannya, kita
jadi tidak mengetahui apa yang ada di hadapan.

Jika kita dapat menjaga batin agar suci dan bersih, maka apapun yang ada di
sekitar kita akan selalu nampak indah dan baik.

Batin manusia seperti air, lemah dan lembut nampaknya, tapi mengandung
kekuatan besar yang tidak terkira.

Batin juga seperti tanah lapang. Jika ditanami benih unggul, engkau akan
mendapatkan hasil panen yang baik.

Jangan takut pada surga dan neraka, karena surga dan neraka diciptakan
perbuatan (karma) kita sendiri. Yang harus lebih ditakuti adalah kemerosotan
batin.

Pengendalian diri akan menjaga batin agar tidak tercemar oleh pikiran yang
buruk. Jika batin bersih, kejahatan tidak akan menghampiri.

Apabila pikiran baik, setiap hari dalam hidupmu akan menjadi hari baik. Jika
setiap saat dijalani dengan penuh perhatian, maka setiap waktu, arah dan tempat
menjadi penuh makna.

Tekad yang sesuai dengan jalan harus dikembangkan dan diperdalam. Jika tidak,
maka penelaahan yang mendalam atas kitab suci dan teori-filsafat hanya akan
menghasilkan bayangan bulan di dalam air, bunga di dalam cermin, baayang-bayang
semu yang tidak nyata; kosong.

Andaikan setiap jalan menghantar ke kedamaian abadi, orang yang kurang
bersemangat, labil, hanya mencari kesenangan, dan pikirannya tidak terpusat,
tetap saja tidak akan mencapainya.

Batin ini terombang ambing ke atas dan ke bawah, tenggelam dan terapung tiada
henti. Ia “tenggelam” saat kita mebuang-buang waktu dengan percuma, dipenuhi
energi-energi negatif seperti kemarahan, kemalasan, gemar tidur, dan enggan
melatih kesucian. Ia “terapung” dalam gelombang pikiran-pikiran buruk yang tiada
henti. Tanpa melepaskan dua keadaan batin ini, tertutup jalan menuju batin yang
hening.

Ketimbang gelisah dan bersedih, gunakanlah potensi bantinmu secara positif.

Penyakit jasmani mudah diobati; tapi penyakit batin sungguh menakutkan. Si
sakit tidak dapat merasa tenang ketika berjalan, berdiri, duduk, ataupun
berbaring. Sekujur tubuhnya terasa tidak nyaman, sukar baginya untuk memejamkan
mata dan tertidur.

Penyakit batin bagi orang kaya dan berkuasa, adalah rasa takut “kehilangan”
apa yang mereka miliki; sedangkan bagi orang miskin dan lemah, adalah rasa haus
untuk memperoleh “apa yang tidak mereka miliki”. Baik takut kehilangan maupun
kehausan untuk memperoleh keduanya sama membuat kita menderita.

Jika engkau tidak terikat pada suatu apapun, maka batinmu tidak akan
terbelenggu oleh konsep untung rugi yang menyertainya – dan dengan sendirinya
terbebas dari belenggu dan noda. Demikianlah batin orang bijaksana, tujuan dari
mereka yang menempuh Jalan.

Bila engkau melihat sesamamu dengan batin Buddha, setiap orang adalah Buddha.
Bila kau melihatnya dengan batin Mara, setiap orang adalah Mara.
(Mara = symbol nafsu dan kejahatan)

Batin orang awam membeda-bedakan masa lalu, kini, dan yang akan datang.

Dalam berlatih, orang awam menginginkan hal-hal gaib dan besar, karena itulah
batin mereka semakin kacau, mereka hanya mondar mandir di depan pintu gerbang
Dharma.

Sesungguhnya mudah saja memperoleh batin yang hening; cukup dengan melenyapkan
noda keserakahan.

Batin yang awam terbelenggu, ternoda dan terikat pada banyak hal. Batin yang
bersih tanpa noda memungkinkan tumbuhnya benih Kebuddhaan.
(Benih Kebuddhaaan = hakikat batin semua mahkluk)

Dalam gelap orang menyalakan lampu, tapi terang yang sejati ada di dalam
batin. Untuk itu engkau tidak perlu menyalakan lampu di depan altar Buddha;
terangilah batinmu sendiri.

F.T:
Hatiku Pedih Melihat Penderitaan Itu

Hati yang welas-asih adalah tempat yang teduh dan tenang, ia adalah sumber
kegembiraan dan kebahagiaan bagi semua.

Welas-asih berarti simpati. Hati yang welas-asih dapat memaafkan, sabar, penuh
kasih dan toleransi. Berkah termulia dalam hidup ini adalah bila kita dapat
berbagi maaf dan simpati dengan sesama.

Upaya yang tanpa pamrih disebut “welas-asih agung” yang memiliki nilai tak
terbatas. Mengerjakan dan melayani dengan sukacita lebih dari sekedar “senang
berdana”.

Kalimat “murah hati berarti membagi kebahagiaan dengan sesama.” Mengajarkan
kepada orang kaya untuk memberi dan berdana. Pemberian yang dilakukan dengan
dasar welas-asih bersifat membebaskan, membantu si miskin untuk bangkit dari
kesusahannya.

Kasih yang murni adalah kebaikan hati bahkan kepada mereka yang tidak memiliki
hubungan apa-apa dengan kita – kasih yang memberi kebahagiaan dan membebaskan
mereka dari rasa takut.

Meskipun kita tidak memiliki hubungan dengan sesama, penderitaan mereka adalah
derita kita, dan kesedihan mereka adalah kesedihan kita. “Memang tubuh mereka
yang menderita, tapi hatiku tetap merasa sedih. Meski luka itu pada tubuh
mereka, rasa pedihnya terasa olehku.” Inilah yang disebut welas-asih yang tak
terbatas.

Welas-asih itu wajar, tak pernah berlebihan. Ia tidak menimbulkan kemarahan
atau kebencian, pun tidak membeda-bedakan dengan siapa kita berhubungan. Jangan
membelenggu kekasihmu dengan emosi, tapi sekuat tenaga untuk memahami dan
mengasihi orang yang tidak engkau sukai.

Welas-asih adalah sumber keselamatan, tapi tanpa kearifan, ia tak akan menjadi
welas-asih yang agung. Seperti sabda Buddha, “Welas-asih dan kebijaksanaan
berjalan seiring.”

Dharma yang agung tumbuh dari kebijaksanaan. Welas-asih sejati berkembang
bersama kearifan.

Kasih, kemanusiaan dan moralitas adalah isi ajaran welas-asih Sang Buddha,
sedangkan kelembutan, kebajikan, dan persahabatan adalah penerapannya.

Mereka yang menolong sesamanya disebut Bodhisattva. Jika engkau mengisi
hari-harimu dengan hal-hal yang bermanfaat bagi sesama, maka pada hari itu
engkau adalah seorang Bodhisattva.
(Bodhisattva = mahkluk agung yang bertekad untuk mencapai pencerahan bagi
dirinya sendiri dan bagi semua mahkluk hidup)

Bodhisattva berusaha untuk selalu selaras dengan semua mahkluk, dan untuk itu
kita tidak bisa melulu bergantung pada teori, tapi harus mempraktekkannya.
Welas-asih dan tekad Bodhisattva adalah teori, sedangkan tindakan menolong
sesama adalah praktek. Kita harus mengubah welas-asih yang abstrak itu menjadi
tindakan nyata.

Nyatakanlah welas-asihmu dalam tindakan.

F.T:
Sekuntum Teratai Nan Suci

Di dalam dirimu terdapat sekuntum teratai suci, sumber kebijaksanaan yang
tiada terbatas…. Kembangkanlah welas-asihmu dengan arif, maka kuntum terataimu
akan mekar.

Ketika batin mencapai samadhi, kearifan akan tumbuh dengan sendirinya.
Kebanyakan orang terpengaruh oleh situasi di luar, dan ini menunjukan kurangnya
kekuatan samadhi. Dewasa ini, samadhi dapat diartikan sebagai kepribadian yang
kuat dan semangat untuk maju.

Setelah mencapai Pencerahan, Buddha berusaha menolong semua mahkluk untuk
mengembangkan welas-asih dan kebijaksanaa, supaya mereka pun dapat mencapai
Pencerahan.

Banyak orang mengira bahwa kecerdasan adalah kebijaksanaan, padahal bukan
demikian halnya. Kecerdasan tidak selalu mengandung kebijaksanaan, tetapi
kebijaksanaan mencakup kecerdasan. Kecerdasan semata-mata sarana untuk mengukur
untung dan rugi, serta bercirikan keserakahan dan kekecewaan.

Orang yang cerdas memiliki keterikatan yang kuat pada untung-rugi. Orang
bijaksana memiliki tekad yang kuat untuk – dengan penuh keberanian – melepaskan
keterikatan pada segala materi dan nafsu keinginan.

Kita menjadi semakin arif karena pengalaman. Kearifan diuji oleh pengalaman
dan orang-orang dengan siapa kita bergaul. Apabila kita lari dari kenyataan,
mengasingkan diri dari orang-orang dan dari pergaulan, kita akan sulit
mengembangkan kebijaksanaan.

Mampu mengasihi sesama adalah berkah, mampu melenyapkan noda-noda batin adalah
kearifan.

Kearifan dan ketidaktahuan (batin yang tertutup noda) tak ubahnya seperti
telapak dan punggung tanganmu. Meskipun keduanya merupakan bagian dari tangan
yang sama, tetapi punggung tangan tidak dapat menggenggam apa-apa, sementara
telapak tangan sangat berguna.

Secercah pikiran jahat menanamkan sebutir benih buah yang pahit, sedangkan
secercah pikiran baik menanamkan sebutir benih buah yang manis. Berupayalah agar
batinmu selalu bersih tak bernoda.

Pada dasarnya manusia memiliki batin yang bersih. Tetapi nafsu keinginan untuk
memiliki menodainya, dari hari ke hari.

Tanamlah benih kebajikan di ladang batin kita, karena sebiji benih menghalangi
tumbuhnya sebatang rumput liar. Jika tidak ditanam dan dirawat dengan baik,
rumput liar akan tumbuh subur. Jadi perbuatan baik harus dilakukan setiap hari,
setiap saat, terus-menerus. Lakukanlah perbuatan sekecil apapun dengan pikiran
baik.

Janganlah berbuat baik untuk mencari kemasyhuran, atau untuk mengejar pahala.
Pahala sejati akan datang dengan sendirinya apabila perbuatan baik itu dilakukan
sekuat tenaga, tanpa pamrih.

markosprawira:
Kasih

Apa yang paling berharga dalam hidup ini? Kasih.

Mereka yang memiliki kasih sejati menolong sesamanya dengan riang gembira. Mereka selalu berbahagia sepanjang hidupnya yang indah dan penuh makna.

Mengasihi dan dikasihi adalah berkah. Mereka yang dapat mengasihi dan dikasihi adalah orang-orang yang beruntung.

Jangan memagari diri. Pancarkanlah kasih yang murni kepada orang lain supaya mereka juga berkesempatan untuk memberikan kasihya kepadamu.

Hargailah dirimu, dan engkau akan mengasihi sesamamu.

Mundurlah satu langkah ketika engkau sedang bertikai dengan orang lain, berbaik-hati dan penuh toleransi ketika sedang mencintai orang lain. Dengan cara ini, engkau akan berbahagia sepanjang hidupmu.

Bila kita selalu memperlakukan orang lain dengan ramah dan penuh kasih, kita tidak akan pernah benar-benar menderita. Terkadang kita harus bersedia menanggung sedikit kerugian, dan memang orang bijaksana kadang-kadang nampak seperti orang dungu.

Ubahlah kemarahan menjadi hati yang lemah-lembut, lalu menjadi Kasih. Dengan begitu, seisi dunia akan bergembira.

Memberi dan mempersembahkan dana bukanlah hak kaum berada saja, ia merupakan suatu kehormatan bagi hati yang tulus dan penuh kasih.

Perasaan paling menyedihkan dalam hidup ini adalah, “Orang lain berlimpah kasih-sayang, sedangkan aku merana sendirian.” Tapi hal itu tidak akan menimpa mereka yang menempuh Jalan Bodhisattva, yang memandang orang yang lebih tua sebagai orangtua dan menaruh hormat kepada mereka, memperlakukan yang sama-usia sebagai saudara, dan yang lebih muda sebagai anak kandung. Ini adalah kasih yang paling luhur, murni dan indah dalam hidup.

Jangan mencampur-adukkan Kasih dengan cinta duniawi, karena yang terakhir itu penuh noda dan belenggu.

Pancarkanlah kasih yang murni dan tidak bernoda, singkirkan konsep-konsep “untung dan rugi”. Bila kita mengasihi tanpa membelenggu, noda-noda itu tidak akan muncul. Kasih yang menuntut sesuatu sebagai imbalan tidak akan bertahan selamanya. Yang tidak lekang oleh waktu adalah kasih yang tidak berbentuk, tidak ternoda, dan tidak menuntut apa-apa.

Bila orangtua terlalu mencintai anak-anaknya, akibatnya cinta itu akan berubah menjadi kekecewaan. Jangan mencintai anak-anak secara berlebihan, karena hanya dengan demikian batin mereka bisa berkembang.

Secangkir teh yang harum, segar, penuh aroma, akan membangkitkan semangat. Tapi jangan menaruh daun teh terlalu banyak karena rasanya akan sangat pahit dan tidak dapat diminum. Begitu juga dengan cinta dan kasih-sayang.

Kebutuhan akan cinta dan kasih-sayang adalah kehausan yang tidak pernah dapat terpuasi.

Bila kita berbicara tentang perasaan, berbicaralah tentang perasaan yang abadi. Bila berbicara tentang cinta, bicaralah tentang cinta yang agung, tentang Kasih yang bebas dari keterikatan duniawi.

Buddha menganjarkan kita untuk melenyapkan sang “Aku” dan menghapus cinta-diri yang kerdil menuju Kasih yang agung dan menyatu dengan amam semesta. Jangan biarkan batinmu seperti anak kecil yang senang bermain di Lumpur yang kotor dan lengket.

Navigation

[0] Message Index

[#] Next page

Go to full version