Ke tiga adalah kelompok perasaan (Vedana), pengalaman kebahagiaan, penderitaan dan netral, yang sesuai dengan enam kontak. Terdapat enam jalur di mana Vedana dapat muncul. Satu yang muncul melalui mata disebut Cakkhusamphassaja Vedana; satu yang muncul melalui telinga disebut Sotasamphassaja Vedana; satu yang muncul melalui hidung disebut Ghanasamphassaja Vedana; satu yang muncul melalui lidah disebut Jivhasamphassaja Vedana; satu yang muncul melalui badan disebut Kayasamphassaja Vedana; satu yang muncul melalui pikiran disebut Manosamphassaja Vedana.
Ke empat adalah apa yang disebut Sanna atau Persepsi, atau indria pengenal. Ini juga terdiri dari enam jenis yang bersesuaian dengan enam jalur seperti sebelumnya. Yaitu: Rupasanna: untuk mengenali atau mengingat pemandangan; Saddasanna: untuk mengenali atau mengingat suara-suara; Ghanasanna: untuk mengenali atau mengingat bau-bauan; Rasasanna: untuk mengenali atau mengingat rasa kecapan; PhoMMhabbasanna: untuk mengenali atau mengingat sentuhan; dan Dhammasanna: untuk mengenali atau mengingat pikiran-pikiran.
Berikutnya adalah Sankhara, di sini bermakna pikiran-pikiran yang mengondisikan sebagai akibat dari Sanna sebelumnya. Ini terbagi menjadi tiga jenis yaitu Kusala atau bermanfaat, Akusala atau tidak bermanfaat, dan Abyakata atau netral, bukan bermanfaat dan bukan tidak bermanfaat.
Demikianlah Kesadaran, Kontak, Perasaan, Persepsi dan Pengondisi semuanya adalah Namadhamma, secara literal berarti ‘nama’ yaitu tidak berwujud nyata atau bukan jasmaniah. Kata Pali ‘Nama’ merujuk pada apapun yang condong pada (sesuatu yang lain). Dalam makna praktis, ini berarti fungsi batin yang condong, mengarah, kepada menyadari sesuatu melalui enam pintu-indria seperti disebutkan sebelumnya. Ketika pikiran atau citta condong, atau bergerak, maju, akibat pertama dari sana adalah menyadari. Ini adalah karakteristik dari Vinnana, yang umumnya diterjemahkan sebagai Kesadaran. Berikutnya akibat ke dua adalah Kontak atau Samphassa, kemudian Perasaan atau Sensasi, yang merupakan arti dari Vedana. Ke empat muncul Sanna atau apa yang umumnya diterjemahkan sebagai Persepsi, dan ke lima adalah Sankhara atau Pikiran, yang dapat disebut Pengondisi.
Akan tetapi, dalam Lima Kelompok Unsur Kehidupan, Samphassa atau Kontak tidak termasuk, sementara Rupa atau Bentuk adalah yang pertama dan Vinnana adalah yang terakhir. Jika menurut urutan kemunculannya maka Vinnana adalah yang pertama. Urutannya menjadi Vinnana, Vedana, Sanna dan Sankhara. Alasan mengapa Vinnana berada pada urutan terakhir adalah untuk menjadikan siklus lengkap dari kelompok ini. Ini karena kecenderungan atau proses pergerakan batin – yang disebut Nama 0 dimulai dengan Vinnana. Dengan pengecualian Kontak, ke dua adalah Vedana, ke tiga adalah Sanna dan ke empat adalah Sankhara, - yang belakang sebagai yang mengondisikan, menghasilkan reaksi yang bermanfaat, tidak bermanfaat atau netral sesuai kasusnya.
Sekarang, Sewaktu proses pengondisian terjadi, muncul kesadaran atau menjadi sadar secara bersamaan atau secara sinkronis. Ini adalah manifestasi Kesadaran atau Vinnana sekali lagi. Ini melengkapi siklus dan memulai yang baru dalam suatu proses tanpa akhir. Demikianlah bagaimana Kelima Kelompok Unsur Kehidupanb yaitu Rupa, Vedana, Sanna, Sankhara dan Vinnana menjalani proses ‘kelahiran-kembali’ dan juga sebagai akibatnya ‘kematian-kembali’, keduanya tanpa henti. Seperti yang telah diketahui, Lima Kelompok Unsur Kehidupan terbagi dalam dua kelompok yaitu Rupa atau bentuk, yaitu jasmani, dan Nama, secara literal yaitu ‘Nama’ – apa yang tidak nyata atau bukan-materi, merujuk pada kecenderungan atau sifat pergerakan citta ataun batin.
Kesadaran Indriawi atau Batin indriawi (Vithicitta)
Vithicitta adalah manifestasi, atau jalan setapak bagi Citta, yang tidak nyata dan bukan-materi. Karena itu Vithicitta memerlukan sesuatu yang bermateri untuk pengungkapannya. Dengan kata lain, citta mewujudkan dirinya melalui bentuk (yaitu jasmani), yang melaluinya menjadi sadar akan pemandangan, suara-suara dan sebagainya, pergerakan pertamanya dikarakteristikkan oleh, atau dalam bentuk, Vinnana – Kesadaran, diikuti oleh Vedana (Perasaan atau Sensasi), Sanna (Persepsi), Sankhara (Pengondisi pikiran) sebelum memulai proses Vinnana sekali lagi.
Sekarang untuk mendiskusikan sifat dari apa yang disebut Mana. Apa yang telah dijelaskan sejauh ini sehubungan dengan enam pintu-indria dan enam obyek-indria, bersama dengan Vithicitta adalah sesuai dengan Tipitaka Pali. Terdapat beberapa paragraph dari Komentar Abhidhamma yang membahas Mana yang akan dibahas secara lebih terperinci sebagai berikut:
Dari Komentar ini, kita mengetahui bahwa Mana, seperti halnya Ayatana atau pintu-indria ke enam, selalu berpasanggan dengan lima pendampingnya yang lain. Ini adalah agar kesadaran indriawi bersama-sama dengan jalur-jalurnya dapat muncul. Demikianlah, pada kontak antara mata dengan pemandangan, ada Mana yang menyertai, jika tidak maka kesadaran-mata tidak muncul. Demikian pula halnya dengan pintu-pintu indria dan obyek-obyek indria lainnya. Harus adan Mana setiap saat terjadi kontak antara telinga dan suara, hidung dengan bau-bauan, lidah dengan rasa kecapan, badan dengan sentuhan, jika tidak maka tidak akan ada kesadaran-telinga, kesadaran-hidung, kesadaran-lidah dan kesadaran-badan, sebagai akibatnya.
Sehubungan dengan yang ke enam, setiap saat Mana dan dhamma mengalami kontak satu sama lain, di sana seketika muncul kesadaran-pikiran (Manovinnana). Ini adalah karena fakta inilah maka Mana selalu terlibat dalam lima jalur kesadaran-indriawi sebelumnya.
Dalam Abhidhamma, terdapat penjelasan yang lebih rinci. Disebutkan di sana bahwa, dalam hal mata, pemandangan juga dikatakan memiliki Vanna atau warna, disertai dengan cahaya (yang dengannya pemandangan dapat terlihat). Dan kemudian Manasikara, secara literal berarti mempertahankannya di dalam mana. Ini sebelum munculnya kesadaran-mata. Dari penjelasan ini, dari lima jalur pertama, pemandangan, misalnya, harus mengalami kontak dengan sistem syaraf mata dan kemudian bekerja berdasarkan atas Mana secara bersamaan. Proses ini dikatakan muncul sangat cepat, - pada saat terjadi kontak antara pemandangan dengan mata, Mana terpengaruh pada saat yang sama. Seperti halnya burung yang hinggap di atas dahan pohon. Pada saat burung itu hinggap di dahan, bayangannya seketika muncul di tanah, - tanpa jeda waktu, demikianlah.
Dari penjelasan rinci ini, dapat diketahui perbedaan dalam penggunaan dan makna dari ketiga kata Vinnana, Mana atau Mano, dan Citta sebagai berikut:
VINNANA, kata ini digunakan untuk merujuk pada kesadaran dalam hal kesadaran-mata. Tidak pernah digunakan untuk mengartikan apapun yang mengalami proses kelahiran kembali (setelah hancurnya jasmani) atau mengartikan sesuatu yang kekal.
MANA atau MANO. Kata ini hanya dimaksudkan untuk merujuk pada pintu-indria atau Ayatana ke enam. Mana atau Mano berfungsi dengan berhubungan dengan lima pintu-indria sebelumnya dan juga dengan ‘dhamma’, dalam makna apapun yang menyangkut topik-topik sebagai rupa (pemandangan yang terlihat melalui mata) seperti dijelaskan sebelumnya. Dengan kata lain, ini adalah, mata rantai penghubung, atau pintu masuk, atau jalur yang melaluinya citta bekerja, dengan cara yang sama dengan lima pendamping sebelumnya.
CITTA. Kata ini merujuk pada suatu entitas yang tidak berbentuk tetapi ada, di dalam ‘gua’, yang berarti jasmani. Citta berfungsi sebagai sesuatu yang mengetahui, yang memperlihatkan cetana yaitu kehendak, yang berada di belakang semua Kamma (perbuatan – jasmani, ucapan dan pikiran). Demikianlah Citta berfungsi sebagai sebuah gerakan kea rah ‘mengetahui’ di sepanjang jalur yang telah dijelaskan. Adalah Citta ini yang harus dilatih untuk melaksanakan Aturan-aturan (Sila), Meditasi (Samadhi), Kebijaksanaan atau Pengetahuan (Panna) dan akhirnya terbebaskan (Vimutti), seperti telah dijelaskan dalam Anattalakkhana Sutta dan Adittapariyaya Sutta. Kalimat di akhir kedua Sutta itu menunjukkan fakta bahwa batin (citta) dari para bhikkhu itu terbebaskan dari segala kekotoran yang tertidur (Asava) yang dengannya batin mereka biasanya dikuasai. Di sini yang harus diperhatikan adalah bahwa tidak pernah di bagian manapun juga Sang Buddha mengatakan bahwa citta adalah Atta atau diri. Sebaliknya, terdapat kalimat di mana Sang Buddha sendiri mengatakan bahwa bahkan citta tidak boleh dianggap sebagai diri atau atta. Dalam Samyuttanikaya, Nidanavagga (16/114/231-2) Sang Buddha tercatat mengatakan bahwa adalah lebih baik, jika atta itu ada, untuk menganggap jasmani sebagai atta. Bagaikan seekor monyet yang gelisah, yang selalu melompat dari satu dahan ke dahan lain, batin jelas selalu melompat dan gelisah. Jika Atta atau diri itu ada, maka diri itu bahkan lebih tidak stabil daripada jasmani. Karena itu, sangat tidak dianjurkan untuk menganggap citta sebagai diri.