//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Messages - Adhitthana

Pages: 1 ... 13 14 15 16 17 18 19 [20] 21 22 23 24 25 26 27 ... 437
286
Personality / Re: Beli mayat !!!
« on: 12 May 2011, 11:12:27 PM »
Sis Landy mao di'bawain' foto2 yg lagi dibedah?
sampe otaknya juga di'kuliti' .....

gw cariin yaaak?? .... mao nda  ^-^
di hp teman pernah liat mayat artis pelantun lagu  'Aku tak biasa'
udah jad mayat dan dibedah juga masih montok  :hammer:

287
Perkenalan / Re: hai...
« on: 12 May 2011, 10:57:18 PM »
Salam kenal n Welcome  _/\_

288
Tolong ! / Re: oleh oleh khas medan
« on: 12 May 2011, 12:56:52 AM »
Kenapa gak ada yg nyebut makanan kebanggaan

            BABI PANGGANG
 ^:)^ :))

kirim deegh  ;D


289
betul...betul...betul...  :)

 _/\_ SSBS

Tes...tes...tes...1...2...3...  :)

Hallo Cie M14ka.....nin hao?  ;)

Bro Kakao sdh blk lg ke frm DC  <:-P  :))  :yes: :jempol:

 _/\_ Semoga kita semua dpt menjadi Saudara sejati sesuai dgn hakikat asal-Nya

 _/\_ SSBS
Bro PIKOCHAN ....
tolong kurangi post kayak gini  ;D
berikan pendapat/komentarmu walaupun itu mungkin pendek saja .... itu lebih baik drpd sering ngejunk kayak gini

290
Buddhisme untuk Pemula / Re: Berbuat Baik memunculkan Lobha
« on: 11 May 2011, 10:31:20 PM »
Jawaban dari someone  ;D

seseorang hendaknya jangan takut untuk berbuat baik atas dasar apakah terlalu banyak berbuat baik merupakan keserakahan ataukah tidak. Sang Buddha telah menasehati umatnya untuk mengumpulkan kebajikan sebanyak-banyaknya. Sebagai contoh, dalam Dhammapada syair 118, Sang Buddha mengatakan, "PUññañce puriso kāyirā, kāyirethetaṃ punappunaṃ - Jika seseorang melakukan kebajikan, ia hendaknya melakukannya lagi dan lagi". Dhammapada syair 122: " udabindunipātena, udakumbhopi pūrati, dhīro pūrati puññāssa, thokaṃ thokampi ūcinaṃ - Seperti halnya setetes demi setetes air akan memenuhi tong, demikian pula seorang bijak akan mengumpulkan kebajikannya sedikit demi sedikit". Ada banyak sutta di mana Sang Buddha menekankan pentingnya kebajikan. Oleh karena itu, pertama, kita tidak usah takut apakah kebajikan tersebut akan merupakan keserakahan ataukah tidak. Seiring dengan waktu, kita akan mengetahui bahwa ternyata kemelekatan terhadap perbuatan baik ternyata juga menimbulkan penderitaan. Ini bisa dilihat dalam kasus yang ada di Dhammacitta. Seseorang menjadi kecewa ketika ia tidak bisa melakukan kecewa. Sebenarnya di sini yang menjadi masalah orang tersebut adalah BUKAN KEBAJIKANNYA, melainkan, KEMELEKATAN PIKIRAN. Dlm hal ini, yang harus dilenyapkan adalah kemelekatan pikirannya dan bukan kebajikannya. Oleh karena itu, dalam ajaran Buddha, selain seseorang melakukan kebajikan, ia pun harus mengembangkan kebijaksanaan sehingga jika muncul penderitaaan atau konflik batin karena tidak puas terhadap kebajikannya ia bisa mengatasinya melalui kebijaksanaan. Melalui kebijaksanaan itu, ia tahu bahwa yang menjadi dalang penyebab pikiran konflik bukanlah kebajikan yang ia lakukan melainkan kemelekatan pikiran terhadap kebajikan tersebut / keinginan (taṇha) untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Melihat melalui kebijaksanaan demikian, ia akan mampu melihat mana yang terbaik untuk dilakukan demi manfaat diri sendiri maupun orang lain. Ia akan tetap melakukan kebajikan seperti biasanya tanpa harus kehilangan kedamaian pikirannya. Semoga membantu.

291
Kafe Jongkok / Re: pandangan bro Kakao tentang forum DC....
« on: 11 May 2011, 10:17:50 PM »
nggak perlu semua sifat karakter manusia punya keunikan tersendiri,..sdh menjadi watak dan karakter masing2,..justru kakaolah yang seharusnya berubah untuk menjadi lebih baik dan tdk terbawa emosi,...
forum kayak gini mengingatkan kakao akan yahoo answer di room AK,.disana bahkan lebih parah,..bener2 lebih parah main kata2annya bahkan lebih kasar,..kakao minta maaf jika sebelum2nya ada yang tersinggung dg buah pikiran kakao,..kakao nggak membenci ataupun mendendam,.tuntas sampai disini,.bro indra,.pliz forgive me,.jg siapapun yang tersinggung dg kakao yang dulu ^:)^ ^:)^ ^:)^
GRP utk anda  :jempol:

cuma ada catatan : di forum ini tidak ada istilah yunior,newbie ato-pun senior
semua sama kita belajar disini ......

292
Buddhisme untuk Pemula / Re: (PIC) Riwayat Hidup Buddha Gotama
« on: 11 May 2011, 01:08:06 AM »
Spoiler: ShowHide

Menaklukkan Raja Naga 1 Nandopananda
(dengan Kekuatan Kesaktian / Iddhi)

Nandopananda bhujagam vibudham mahiddhim
Puttena Thera bhujagena damapayanto
Iddhupadesa vidhina jitava munindo
Tan tejasa bhavatu te jayamangalani

Nandopananda naga berpengertian salah memiliki kekuatan besar
Putra Sang Buddha yang Terkemuka (Moggallana Thera) sebagai naga pergi untuk menjinakkan
Raja Para Bijaksana menaklukkannya dengan kekuatan kesaktian
Dengan kekuatan ini semoga engkau mendapat kemenangan sempurna

Pada suatu hari, jutawan Anathapindika, sesudah mendengarkan Ajaran Sang Buddha di Vihara Jetavana, mengundang Sang Guru Agung dengan lima ratus bhikkhu untuk menerima dana pada esok harinya.

Pagi-pagi sekali, pada saat Sang Buddha memeriksa keadaan di dunia ini, Beliau melihat Raja Naga Nandopananda mempunyai pandangan salah, tetapi mempunyai karma baik untuk berlindung kepada Sang Tri Ratna. Sang Guru juga melihat hanya Bhikkhu Moggallana yang mempunyai kemampuan untuk menaklukkan Raja Naga itu.

Sang Buddha meminta Bhikkhu Ananda untuk memanggil lima ratus muridNya untuk menyertai Beliau ke Surga Tavatimsa 2). Sang Buddha beserta para bhikkhu terbang di udara. Dalam perjalanan menuju Surga Tavatimsa, mereka melintas di atas kediaman Nandopananda. Ketika itu, ia sedang menikmati makanannya yang enak. Ia sangat marah melihat para bhikkhu terbang melintas di atas kediamannya, dan berniat untuk menghalangi perjalanan mereka.

Ia lalu bergelung melingkari Gunung Sineru sebanyak tujuh kali dan kepalanya berada di puncak gunung. Ia menciptakan kegelapan, membuat segala sesuatu tidak kelihatan, sehingga menyebabkan Surga Tavatimsa tidak dapat terlihat. Kegelapan yang terjadi dengan mendadak ini, menyebabkan Bhikkhu Ratthapala berkata kepada Sang Buddha, bahwa tidak ada surga maupun Istana Vejayanta dapat terlihat pada hari itu. Sang Buddha lalu menjelaskan kepadanya bahwa Raja Naga Nandopanandalah yang menyembunyikan gunung tersebut. Setelah mendengar penjelasan Sang Guru, Bhikkhu Ratthapala berkata ia akan pergi dan menaklukkan Raja Naga itu, tetapi Sang Buddha tidak mengijinkannya.

Kemudian Bhikkhu Bhaddiya maju ke depan, menawarkan diri untuk menaklukkannya, tetapi Sang Buddha juga tidak mengijinkannya. Kemudian Bhikkhu Rahula dan beberapa bhikkhu lainnya juga tidak diijinkan oleh Sang Buddha untuk menaklukkan Raja Naga itu.

Dengan seijin Sang Buddha, Bhikkhu Moggallana pergi untuk menaklukkan Raja Naga Nandopananda. Beliau lalu mengubah dirinya seperti Raja Naga juga, lalu mendekati Nandopananda. Ia lalu melingkari Nandopananda sebanyak empat belas kali dengan ekornya.

Ia menaruh kepalanya di atas kepala Nandopananda dan menekannya ke bawah ke Gunung Sineru. Raja Naga berusaha keras untuk melepaskan diri dengan menyemburkan bisanya. Tetapi Bhikkhu Moggallana mengirimkan serangan balasan, yang lebih kuat daripada Raja Naga yang membuat Raja Naga itu amat menderita. Kemudian Raja Naga menyemburkan api, dan Bhikkhu Moggallana juga melakukan hal yang sama. Semburan api itu amat menyakiti Raja Naga, tetapi sebaliknya semburan api Raja Naga tidak menyakiti Bhikkhu Moggallana.

Nandopananda lalu berteriak dengan marah : "Siapakah engkau?"

"Saya adalah Moggallana," jawab Bhikkhu Moggallana yang sudah kembali ke wujudNya semula.

Sesudah itu Bhikkhu Moggallana masuk ke dalam salah satu kuping Raja Naga dan keluar dari kuping lainnya. Ketika Raja Naga membuka mulutnya, Bhikkhu Moggallana memasuki perutnya, dan mulai berjalan naik turun, dari kepala sampai ke ekor dan dari ekor sampai ke kepala. Sang Buddha menegur Bhikkhu Moggallana dan mengingatkanNya akan kekuatan Raja Naga itu.

Raja Naga amat marah dengan gangguan pada ususnya yang amat menyakitkan. Ia lalu memutuskan untuk menekan sampai mati kalau Bhikkhu Moggallana keluar dari mulutnya. Ia lalu berkata :
"Yang Mulia, keluarlah dan jangan berjalan naik turun di dalam perutku ini."

Tetapi Bhikkhu Moggallana keluar tanpa diketahuinya. Ketika Raja Naga itu melihatNya sudah berada di luar, ia lalu menyemburkan racun berbisanya yang lain. Bhikkhu Moggallana dengan segera masuk ke Jhana Keempat 3), di sana semburan racun berbisa itu tidak dapat menyentuh selembar rambutpun di tubuhNya.

Selain Sang Buddha, hanya Bhikkhu Moggallana yang dapat masuk ke Jhana Keempat dengan segera. Para bhikkhu lainnya harus mempersiapkan diri terlebih dahulu dengan bermeditasi. Bagaimanapun mereka tidak akan dapat dengan segera memasuki Jhana Keempat agar dapat terhindar dari semburan racun berbisa Raja Naga itu, karena apabila terlambat mereka akan hangus menjadi abu. Sang Buddha telah mengetahui kejadian yang amat kritis ini, dan tidak mengijinkan para bhikkhu yang lain, kecuali hanya Bhikkhu Moggallana yang dapat menaklukkan Raja Naga ini.

Nandopananda menerima kekalahannya dan mengubah dirinya menjadi seorang pemuda dan berkata :
"Yang Mulia, saya ingin berlindung kepadaMu."

Ia bersimpuh di kaki Bhikkhu Moggallana. Kemudian Bhikkhu Moggallana mengatakan bahwa Sang Buddha ada di sini dan mereka lalu pergi menemui Beliau.

Bhikkhu Moggallana membawa Raja Naga ke hadapan Sang Buddha, lalu bersujud :
"Yang Mulia, saya ingin berlindung kepada Buddha, Dhamma dan Sangha."

Sang Buddha bersabda :
"O, Raja Naga, semoga kamu bahagia."

Dengan diiringi ke lima ratus bhikkhu, Sang Buddha lalu melanjutkan perjalanan menuju Surga Tavatimsa menemui Raja Sakka.

Setelah selesai, Sang Buddha kemudian kembali ke Savatthi. Jutawan Anathapindika yang sedang menunggu kedatangan Sang Buddha untuk memberikan dananya, mendengar bahwa Bhikkhu Moggallana dapat menaklukkan Raja Naga Nandopananda merasa amat gembira, lalu ia mempersembahkan dana kepada Sang Buddha dan ke lima ratus bhikkhu terus-menerus selama satu minggu.

Keterangan :

1.Naga : Mahluk Asura yang mempunyai kesaktian
2.Surga Tavatimsa : Alam 33 Dewa yang diketuai oleh Dewa Sakka
3.Jhana Keempat : Salah satu tingkat pencapaian meditasi

293
Buddhisme untuk Pemula / Re: (PIC) Riwayat Hidup Buddha Gotama
« on: 11 May 2011, 01:05:43 AM »

Menaklukkan Dewa Brahma Baka (dengan Pengetahuan / Nana)

Duggahaditthi bhujagena sudattha hattham
Brahmam visudhi jutimiddhi bakabhidhanam
Nanagadena vidhina jitava munindo
Tan tejasa bhavatu te jayamangalani

Bagaikan ular yang melilit pada lengan,
Demikian pandangan salah dimiliki oleh Baka, Dewa Brahma yang memiliki sinar dan kekuatan
Raja Para Bijaksana menaklukkannya dengan obat pengetahuan
Dengan kekuatan ini semoga engkau mendapat kemenangan sempurna

Ketika Sang Buddha sedang bersemayam di Vihara Jetavana, Beliau mengetahui bahwa Dewa Brahma Baka, mempunyai pandangan yang salah. Ia berpendapat bahwa Brahma-loka (=Alam Brahma) adalah kekal, tetap untuk selama-lamanya, abadi, tidak berubah; selain di alam Brahma tidak ada penyelamatan atau pembebasan secara menyeluruh.

Di dalam kelahirannya yang terdahulu, Dewa Brahma Baka yang berlatih meditasi, terlahir kembali di Surga Vehapphala. Beliau berada di sana selama lima ratus kalpa 2), lalu terlahir kembali di Surga Subhakinna. Sesudah berada di sana selama enam puluh empat kalpa, ia terlahir kembali di Surga Abhassara, di sana ia berada selama delapan kalpa. Di Surga Abhassara inilah ia mempunyai pandangan salah. Ia lupa bahwa ia pindah dari Alam Brahma yang tertinggi dan terlahir di Alam Surga yang lebih rendah yaitu Surga Abhassara.

Sang Buddha mengetahui pandangan yang salah ini. Beliau lalu menghilang dari Vihara Jetavana dan muncul di Alam Brahma. Vasavatti Mara mengetahui maksud Sang Guru Agung ini; dan ia berniat untuk menghalangi, ia lalu pergi ke Alam Brahma yang sama.

Ketika Sang Buddha mulai berbicara dengan Dewa Brahma Baka, Mara menyela pembicaraan dengan mengatakan bahwa Dewa Brahma Baka amat bijaksana dan mempunyai kekuatan terhadap Dewa Brahma lainnya. Bahwa ialah yang menciptakan dunia ini, menciptakan Gunung Maha Meru (nama gunung tertinggi di dunia ini), dan menciptakan dunia-dunia lain; ia pula yang menentukan kasta atau tingkatan suatu mahluk; ia pula yang menciptakan bermacam-macam binatang.

Mara berkata kepada Sang Buddha :
"Tidak ada seorang pertapapun sebelum Kamu yang berpikir bahwa dunia ini tidak abadi. Dan sesudah mempelajari bahwa segala sesuatu itu tidak abadi, mereka langsung masuk ke neraka. Ada beberapa Dewa Brahma yang menyangkal hal ini, mereka menyatakan bahwa segala sesuatu adalah abadi, maka mereka terlahir kembali di Alam Brahma. Karena itu, lebih baik Kamu mengajarkan hal yang sama, seperti yang para Dewa Brahma lakukan. Saya memberiMu nasehat ini, kalau Kamu mengajarkan doktrin yang sama, maka Kamu akan memperoleh hadiah yang sama pula; tetapi kalau Kamu menyangkalnya maka Kamu akan hancur."

Tetapi Sang Buddha menjawab :
"Saya tahu siapa kamu ini. Kamu adalah Mara si Penggoda, janganlah kamu berpikir kamu dapat mengelabuiKu."

Kemudian Dewa Brahma Baka berkata bahwa Alam Brahma selalu ada, di mana tidak ada kehancuran ataupun kematian. Tidak ada perpindahan dari satu alam ke alam lain; segala sesuatunya selalu kekal, tetap, abadi, mutlak dan tidak berubah; selain di Alam Brahma tidak ada keselamatan. Dan banyak Para Buddha sebelum Buddha Gotama, kemanakah mereka lenyap? Tidak ada seorangpun yang dapat mengatakan mereka pergi kemana; dan akan lebih baik apabila Buddha Gotama merasa malu dengan doktrinNya, dan lebih baik menerima doktrin yang sama dengan para Dewa Brahma.

Tetapi Sang Buddha Gotama memperlihatkan kemampuanNya yang luar biasa kepada Dewa Brahma Baka, dengan menjelaskan tentang enam kelahiran Dewa Brahma Baka yang terdahulu, dimana Beliau sendiri menghilang tanpa diketahui berada di mana.
Sang Buddha lalu menjelaskan :
Dalam salah satu kelahirannya, Dewa Brahma Baka adalah seorang pertapa yang bertempat tinggal di tepi sungai. Pada waktu itu, ada lima ratus orang pedagang datang dengan membawa keretanya ke tempat yang sama pula, mereka amat sopan dan ramah. Tidak lama kemudian, sapi jantan pertama yang menarik kereta, pulang kembali ke rumah dan diikuti sapi-sapi jantan lainnya. Keesokan paginya, para pedagang itu tidak mempunyai minyak, makanan ataupun air minum, mereka amat kelaparan dan kehausan. Mereka amat lemas, hanya berbaring saja dengan berpikir mereka akan mati di sana. Tetapi pertapa yang melihat mereka dalam kesulitan membawakan air minum, sehingga para pedagang itu selamat dari kematian.

Pada lain waktu, beberapa pencuri mencuri di suatu desa, mereka mengambil barang yang mereka sukai. Si Pertapa yang mengetahui perbuatan para pencuri itu, lalu menciptakan suara-suara dari barang-barang yang mereka curi itu, dalam lima tangga nada yang cukup keras, sehingga para pencuri itu terkejut dan membuang barang-barang yang mereka curi. Dengan ketakutan mereka melarikan diri, karena mengira raja datang.

Pada kesempatan lain, penduduk dari dua desa yang bersisian di tepi sebuah sungai setuju pergi bersama-sama naik sebuah kapal untuk berdagang. Kepergian mereka diketahui oleh Naga jahat yang berniat ingin menghancurkan mereka, tetapi pertapa yang mengetahui niat jahat Naga itu lalu menampakkan dirinya sebagai garuda raksasa. Garuda itu menakut-nakuti dan menyerang Naga jahat itu, sehingga Naga tersebut terbang ketakutan tanpa menyentuh para pedagang. Mereka selamat dari mara bahaya.

Karena tindakan-tindakannya yang penuh dengan cinta kasih kepada mahluk lain inilah, yang menyebabkan pertapa itu terlahir kembali di Alam Brahma.

Sang Buddha Gotama menunjukkan kemampuanNya yang luar biasa sebagai seorang Buddha dalam membabarkan Dhamma, menjelaskan tentang Empat Kesunyataan Mulia. Sehingga pada akhirnya pikiran dari seribu dewa di Alam Brahma terbebas dari kemelekatan dan pandangan keliru.

Dewa Brahma Baka mengakui bahwa apa yang Sang Buddha Gotama katakan adalah benar, dan mengakui pengetahuan Sang Guru Agung yang luar biasa, sehingga ia menyatakan diri berlindung kepada Sang Tri Ratna, demikian pula para Dewa Brahma lainnya. Sang Buddha lalu pulang kembali dari Alam Brahma ke Vihara Jetavana.

294
Buddhisme untuk Pemula / Re: (PIC) Riwayat Hidup Buddha Gotama
« on: 11 May 2011, 01:03:15 AM »
Spoiler: ShowHide

Sundari

Pada saat jumlah orang-orang yang menghormat Sang Buddha meningkat, pertapa-pertapa bukan Buddhis mendapatkan jumlah pengikut mereka semakin berkurang. Oleh karena itu mereka menjadi sangat iri hati terhadap Sang Buddha. Mereka juga takut bahwa keadaan akan semakin buruk jika mereka tidak melakukan sesuatu untuk merusak nama baik Sang Buddha.



Kemudian mereka mengundang Sundari, dan berkata kepadanya, "Sundari, kamu adalah seorang wanita muda yang cantik dan pintar. Kami menginginkan kamu membuat malu Samana Gotama dengan mengatakan kepada banyak orang bahwa kamu telah berhubungan kelamin dengannya. Dengan melakukan hal ini citra baiknya akan rusak, pengikutnya akan berkurang sehingga banyak orang yang akan datang kepada kita. Buatlah penampilan yang terbaik dan pandai-pandailah".



Sundari mengerti apa yang diharapkan darinya. Kemudian pada malam hari, dia pergi ke Vihara Jetavana.



Ketika dia ditanya kemana hendak pergi, dia menjawab, "Saya pergi mengunjungi Samana Gotama, saya tinggal bersamanya di kamar harum (Gandha Kuti) di Vihara Jetavana".



Setelah mengatakan hal ini, dia pergi ke tempat pertapa-pertapa bukan Buddhis.



Pagi-pagi sekali keesokan harinya dia kembali ke rumahnya. Jika orang-orang menanyakan dia dari mana, dia akan menjawab, "Saya baru dari kamar harum (Gandha Kuti) setelah bermalam semalam dengan Samana Gotama".



Wanita itu terus mengatakan hal ini selama dua hari. Pada akhir hari ketiga, pertapa-pertapa menyuruh beberapa pemabuk untuk membunuh Sundari dan meletakkan jenazahnya ditumpukan sampah dekat Vihara Jetavana.



Hari berikutnya, para pertapa menyebarkan berita mengenai hilangnya pertapa wanita pengembara (Paribbajika) Sundari. Mereka pergi menghadap raja untuk melaporkan kecurigaan mereka. Raja mengizinkan mereka untuk menyelidiki di tempat yang mereka perkirakan. Ketika menemukan jenazah di dekat Vihara Jetavana, mereka membawanya ke istana.



Kemudian mereka berkata kepada raja, "O raja. Pengikut-pengikut Gotama telah membunuh Paribbajika Sundari dan membuang jenazahnya di tumpukan sampah dekat Vihara Jetavana, untuk menutupi kesalahan guru mereka".



Kepada mereka raja menjawab, "Dalam kasus ini kalian boleh berkeliling kota dan mengumumkan bukti-bukti tersebut".



Mereka lalu mengelilingi kota membawa jenazah Sundari dan berteriak, "Lihat! Apa yang telah dilakukan oleh pengikut-pengikut Gotama! Lihat bagaimana mereka mencoba menutupi kesalahan Gotama!"



Arak-arakan tersebut kemudian kembali ke istana. Para bhikkhu yang tinggal di Vihara Jetavana mengatakan kepada Sang Buddha apa yang telah dilakukan oleh pertapa-pertapa untuk merusak nama baik dan merusak citra Sang Buddha.



Tetapi Sang Buddha hanya berkata, "Anak-anakKu, kalian harus memberitahukan mereka mengenai hal ini", kemudian Beliau membabarkan syair 306 berikut ini:



Orang yang selalu bicara tidak benar, dan juga orang yang setelah berbuat kemudian berkata, "Aku tidak melakukannya", akan masuk ke neraka. Dua macam orang yang mempunyai kelakuan rendah ini, mempunyai nasib yang sama dalam dunia selanjutnya.



Sementara itu, raja memerintahkan anak buahnya untuk menyelidiki lebih lanjut pembunuhan Sundari. Dari penyelidikan itu mereka menemukan Sundari meninggal dunia di tangan pemabuk-pemabuk. Kemudian para pemabuk dibawa menghadap raja. Ketika ditanya, para pemabuk mengakui bahwa mereka disuruh oleh pertapa-pertapa untuk membunuh Sundari dan meletakkan jenazahnya di dekat Vihara Jetavana. Raja memanggil pertapa-pertapa bukan Buddhis dan akhirnya pertapa-pertapa itu mengakui rencana mereka dalam pembunuhan Sundari.



Raja memerintahkan mereka untuk pergi berkeliling kota, mengakui kesalahan mereka pada umum.



Mereka berkeliling kota dan berkata, "Kami adalah orang-orang yang membunuh Sundari, kami telah bersalah menuduh pengikut Gotama hanya untuk memalukan Gotama. Pengikut-pengikut Gotama tidak bersalah, kamilah yang bersalah atas kejahatan ini".



Sebagai kesimpulan dari peristiwa ini, kekuatan, keagungan dan keberuntungan Sang Buddha sangatlah tinggi

295
Buddhisme untuk Pemula / Re: (PIC) Riwayat Hidup Buddha Gotama
« on: 11 May 2011, 01:00:36 AM »
Spoiler: ShowHide

Angulimala

Angulimala adalah putra seorang kepala pendeta di istana Raja Pasenadi dari Kosala. Nama aslinya adalah Ahimsaka. Ketika dia sudah cukup umur, ia dikirim ke Taxila, sebuah universitas besar yang terkenal. Ahimsaka sangat pandai dan juga patuh kepada gurunya. Oleh karena itu ia di senangi oleh guru maupun isteri gurunya. Murid-murid yang lain menjadi iri hati kepadanya. Mereka pergi kepada gurunya dan dengan berbohong melaporkan bahwa Ahimsaka terlibat hubungan gelap dengan isteri gurunya. Mulanya, sang guru tidak mempercayai mereka, tetapi setelah di sampaikan beberapa kali dia mempercayai mereka. Dia bersumpah untuk mengenyahkan Ahimsaka. Untuk melenyapkan anak tersebut harus dengan cara yang sangat kejam, sehingga dia memikirkan sebuah rencana yang lebih buruk daripada pembunuhan. Dia mengajarkan Ahimsaka untuk membunuh seribu orang lelaki maupun wanita dan setelah kembali dia berjanji untuk memberikan kepada Ahimsaka pengetahuan yang tak ternilai. Anak itu ingin memiliki pengetahuan ini, tetapi sangat segan untuk membunuh. Terpaksa dia menyetujui untuk melaksanakan apa yang telah diajarkan kepadanya.

Ahimsaka melakukan pembunuhan manusia, dan tidak pernah lalai menghitung. Dia merangkai setiap jari dari setiap orang yang dibunuhnya. Oleh karena itu dia terkenal dengan nama Angulimala, dan menjadi pengacau daerah itu. Raja mendengar perihal perbuatan Angulimala, dan ia membuat persiapan untuk menangkapnya. Mantani, ibu dari Angulimala, mendengar maksud raja. Karena cinta pada anaknya, ia memasuki hutan, dan berusaha untuk menyelamatkan anaknya. Pada waktu itu, kalung jari di leher Angulimala telah mencapai sembilan ratus sembilan puluh sembilan jari, dan tinggal satu jari akan menjadi seribu.

Pagi-pagi sekali pada hari itu, Sang Buddha mellihat Angulimala dalam penglihatan-Nya, dan berpikir bahwa jika Beliau tidak menghalangi Angulimala, yang sedang menunggu orang terakhir untuk memperoleh seribu jari, akan melihat ibunya dan bisa membunuhnya. Karena itu, Angulimala akan menderita di alam neraka (niraya) yang tiada akhirnya. Dengan perasaan cinta kasih, Sang Buddha menuju hutan dimana Angulimala berada.

Angulimala, setelah lama tidak tidur siang dan malam, sangat letih dan lelah. Pada saat yang sama, dia sangat cemas untuk membunuh orang terakhir agar jumlah seribu jari terpenuhi, dan menyempurnakan tugasnya. Dia memutuskan untuk membunuh orang pertama yang dijumpainya. Ketika sedang menunggu, tiba-tiba dia melihat Sang Buddha dan mengejar-Nya dengan pedang terhunus. Tetapi Sang Buddha tidak dapat dikejar sehingga dirinya sangat lelah.

Sambil memperhatikan Sang Buddha, dia menangis, "O bhikkhu, berhenti, berhenti!"

Dan Sang Buddha menjawab, "Aku telah berhenti, kamulah yang belum berhenti".

Angulimala tidak mengerti arti kata-kata Sang Buddha, sehingga dia bertanya, "O bhikkhu! Mengapa engkau berkata bahwa engkau telah berhenti dan saya belum berhenti?"

Kemudian Sang Buddha berkata kepadanya, "Aku berkata bahwa Aku telah berhenti, karena Aku telah berhenti membunuh semua makhluk, Aku telah berhenti menyiksa semua makhluk, dan karena Aku telah mengembangkan diri-Ku dalam cinta kasih yang universal, kesabaran, dan pengetahuan yang tanpa cela. Tetapi, kamu belum berhenti membunuh atau menyiksa makhluk lain dan kamu belum mengembangkan dirimu dalam cinta kasih yang universal dan kesabaran. Karena itu, kamulah orang yang belum berhenti".

Begitu mendengar kata-kata ini dari mulut Sang Buddha, Angulimala berpikir, "Ini adalah kata-kata orang yang bijaksana. Bhikkhu ini amat sangat bijaksana dan amat sangat berani, dia pasti adalah pemimpin para bhikkhu. Tentu, dia pasti adalah Sang Buddha sendiri! Dia pasti datang kemari khusus untuk membuat saya menjadi sadar".

Dengan berpikir demikian, dia melemparkan senjatanya dan memohon kepada Sang Buddha untuk diterima menjadi bhikkhu. Kemudian di tempat itu juga, Sang Buddha menerimanya menjadi seorang bhikkhu.

Ibu Angulimala mencari anaknya di dalam hutan dengan menyebut-nyebut namanya, tetapi gagal menemukannya. Ia kembali ke rumah. Ketika raja dan para prajuritnya datang untuk menangkap Angulimala, mereka menemukannya di vihara Sang Buddha. Mengetahui bahwa Angulimala telah menghentikan perbuatan jahatnya dan menjadi seorang bhikkhu, raja dan para prajuritnya kembali pulang. Selama tinggal di vihara, Angulimala dengan rajin dan tekun melatih meditasi, dalam waktu yang singkat dia mencapai tingkat kesucian arahat.

Pada suatu hari ketika Angulimala sedang berjalan untuk menerima dana makanan, dia melewati suatu tempat di mana terjadi pertengkaran antara sekumpulan orang. Ketika mereka saling melemparkan batu-batu, beberapa batu mengenai kepala Angulimala dan melukainya.

Dia berjalan pulang menemui Sang Buddha, dan Sang Buddha berkata kepadanya, "Angulimala anakku! Kamu telah melepaskan perbuatan jahat. Bersabarlah. Saat ini kamu sedang menerima akibat perbuatan-perbuatan jahat yang telah kamu lakukan.

Perbuatan-perbuatan jahat itu bisa menyebabkan penderitaan yang tak terkira lamanya dalam alam neraka (niraya)".

Segera setelah itu, Angulimala meninggal dunia dengan tenang, dia telah merealisasi "Kebebasan Akhir" (parinibbana).

Para bhikkhu yang lain bertanya kepada Sang Buddha dimanakah Angulimala akan bertumimbal lahir, Sang Buddha menjawab, "Anak-Ku telah merealisasi kebebasan akhir (parinibbana)".

Mereka hampir tidak mempercayainya. Sehingga mereka bertanya lagi kepada Sang Buddha apakah mungkin seseorang yang sudah begitu banyak membunuh manusia dapat mencapai parinibbana.

Terhadap pertanyaan ini, Sang Buddha menjawab, "Para bhikkhu, Angulimala telah banyak melakukan perbuatan jahat karena dia tidak memiliki teman-teman yang baik. Tetapi kemudian, dia menemukan teman-teman yang baik dan dengan bantuan mereka serta nasehat yang baik dia telah dengan mantap dan penuh perhatian melaksanakan Dhamma. Oleh karena itu, perbuatan-perbuatan jahatnya telah disingkirkan oleh kebaikan (arahatta magga)".

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 173 berikut:

Barangsiapa meninggalkan perbuatan jahat yang pernah dilakukan dengan jalan berbuat kebajikan, maka ia akan menerangi dunia ini bagai bulan yang bebas dari awan.

***

296
Buddhisme untuk Pemula / Re: (PIC) Riwayat Hidup Buddha Gotama
« on: 11 May 2011, 12:55:03 AM »
Spoiler: ShowHide

Menaklukkan Yakkha Alavaka (dengan Kesabaran / Khanti)

Mãrãtireka mabhiyujjhita sabbarattim
Gorampanãlavaka makkhamathaddha yakkham
Khanti sudhanta vidhinã jitavã munindo
Tan tejasã bhavatu te jayamangalãni

Lebih dari Mara yang membuat onar sepanjang malam
Adalah Yakkha Alavaka yang menakutkan, bengis dan congkak
Raja para Bijaksana menaklukkannya, menjinakkan dengan kesabaran
Dengan kekuatan ini semoga engkau mendapat kemenangan sempurna.

Sudah menjadi kebiasaan Raja Alava, ketika sedang mempersiapkan diri untuk menghadapi peperangan yang melelahkan, ia selalu menghibur diri dengan pergi berburu ke hutan selama tujuh hari tanpa henti. Pada saat itu, ketika sedang mengepung binatang buruannya di sebuah hutan, raja memerintahkan kepada para pengawalnya, untuk menjaga agar tidak seekor binatang pun yang dapat meloloskan diri. Namun seekor rusa dapat menerobos penghalang yang berada di dekat raja. Raja mengejar rusa itu seorang diri, sesudah mengejar rusa itu cukup jauh, akhirnya ia dapat membunuh rusa itu. Ia memang tidak membutuhkan daging rusa itu tetapi untuk menunjukkan kehebatannya di hadapan para pengawalnya, ia memotong rusa itu menjadi dua bagian. Lalu ia mengikatkannya pada sepotong kayu. Raja lalu berjalan kembali ke tempat ia telah meninggalkan para pengawalnya.

Dalam perjalanan kembali ke tempat para pengawal yang menunggunya, raja tiba di bawah sebuah pohon Banyan [2], di perempatan sebuah jalan. Karena ia amat lelah, maka ia berhenti sejenak untuk beristirahat di bawah pohon tersebut. Pohon Banyan ini adalah tempat kediaman Yakkha Alavaka (raksasa) yang mempunyai kebiasaan untuk membunuh orang-orang yang mendekati pohon tersebut.

Yakkha Alavaka menangkap raja yang sedang berteduh di bawah pohon itu. Raja amat ketakutan dan berjanji apabila Yakkha Alavaka tidak membunuh dan melepaskannya, maka ia akan mempersembahkan korban sebagai pengganti dirinya, seorang manusia dan sepiring nasi setiap hari.

Tetapi Yakkha Alavaka menjawab :
"Kalau kamu kembali ke istana, kamu pasti akan melupakan janjimu ini. Saya hanya dapat menangkap orang-orang yang mendekati pohon ini, oleh karena itu saya tidak akan melepaskanmu."

Raja berkata dengan amat ketakutan, bahwa apabila suatu hari ia ingkar janji, Yakkha Alavaka dapat mendatangi istana untuk mengambil korbannya. Setelah menerima janji dari raja ini, Yakkha Alavaka lalu melepaskan raja untuk kembali pulang ke istana.

Setibanya di istana, raja memanggil walikota dan menceritakan apa yang telah terjadi. Walikota bertanya kepada raja; apakah ketika berjanji kepada Yakkha Alavaka, raja menyebutkan kapan berakhirnya persembahan korban itu. Raja mengatakan, ia tidak menyebutkannya. Walikota menyesali karena raja telah melakukan suatu kesalahan besar, namun ia berjanji untuk mengatasi bencana ini, tanpa menyusahkan raja.

Kemudian walikota pergi ke penjara, dan berkata bahwa narapidana yang telah dijatuhi hukuman mati karena membunuh, akan dibebaskan apabila mereka membawa sepiring nasi dan mempersembahkannya di bawah pohon Banyan. Para pembunuh menyambut gembira usul ini, tetapi ketika mereka mendekati pohon Banyan tersebut, mereka ditangkap dan dibunuh oleh Yakkha Alavaka. Setelah narapidana sudah habis, perintah ini dialihkan kepada para pencuri dan merekapun dibunuh oleh Yakkha Alavaka, sehingga penjara akhirnya kosong.

Lalu perintah ini diteruskan kepada orang yang tidak bersalah, yang dituduh melakukan kesalahan yang tidak mereka lalukan. Karena cara ini akhinya tidak berhasil, perintah ini lalu dialihkan kepada orang-orang yang berusia lanjut. Orang-orang tua ini diambil dari rumah lalu dibawa ke pohon Banyan tersebut. Raja lalu memberitahukan kepada walikota bahwa rakyat mengeluh karena kakek nenek mereka diambil dari rumah mereka. Raja lalu memerintahkan cara lain untuk memenuhi janjinya kepada Yakkha Alvaka. Walikota lalu berkata apabila ia tidak diijinkan untuk mengorbankan orang-orang berusia lanjut, ia harus mengorbankan bayi-bayi. Ketika penduduk mengetahui hal ini, sebagian dari mereka terutama ibu-ibu yang mempunyai bayi ataupun yang sedang hamil pindah ke negara lain.

Kejadian ini berlangsung selama dua belas tahun lamanya. Sehingga tidak ada lagi anak kecil yang tersisa, kecuali putera raja sendiri. Karena tidak ada jalan lain, maka raja dengan terpaksa merelakan puteranya sendiri untuk dipersembahkan kepada Yakkha Alavaka. Ratu dan selir-selir raja menangis tersedu-sedu, ketika raja memerintahkan agar membawa puteranya untuk dipersembahkan kepada Yakkha Alavaka.

Di pagi hari yang sama, Sang Buddha ketika itu sedang bersemayam di Vihara Jetavana. Beliau melihat dengan Mata BuddhaNya, bahwa Pangeran Alava mempunyai karma baik, ia dapat mencapai Tingkat Kesucian Anagami [3]. Demikian pula Yakkha Alavaka, ia masih mempunyai karma baik karena ia dapat mencapai Tingkat Kesucian Sotapanna [4]. Kemudian Sang Buddha membawa mangkuk pindapatta dan meninggalkan Vihata Jetavana menuju ke pintu kediaman Yakkha Alavaka.

Penjaga pintu memperingatkan Sang Buddha, untuk jangan mendekat karena berbahaya. Majikannya sangat kejam, bahkan kepada orang tuanya sendiri dia tidak pernah menaruh hormat. Sang Buddha berkata, bahwa tidak akan terjadi apapun terhadap diriNya, asalkan Beliau diijinkan untuk menetap semalam di tempat itu. Penjaga pintu kemudian mengatakan bahwa majikannya akan mencabut jantung siapapun yang datang mendekat dan akan mengoyak tubuh korbannya menjadi dua bagian. Sang Buddha tetap mendesak untuk tinggal di sana satu malam. Akhirnya penjaga itu berkata ia akan meminta ijin dahulu kepada majikannya di Hutan Himala.

Setelah penjaga itu pergi, Sang Buddha lalu memasuki tempat tinggal Yakkha Alavaka dan duduk di singgasana, tempat yang biasa diduduki oleh Yakkha Alavaka. Para selir dari istana datang dan memberi hormatnya kepada Sang Buddha. Sang Guru lalu membabarkan Dhamma kepada mereka, mengajarkan untuk mengasihi semua mahluk dan tidak menyakiti siapapun. Setelah mendengarkan Dhamma mereka mengucapkan "Sadhu".

Ketika gandrabbha atau pengawal memberitahukan kepada Yakkha Alavaka bahwa Sang Buddha sedang berada di tempat kediamannya, ia sangat marah dan berkata dengan suara keras; bahwa Bhikkhu Gotama akan sangat menderita karena telah memasuki tempat tinggalnya.

Ketika itu para Yakkha yaitu Satagira dan Hemavata bersama para pengikutnya sedang dalam perjalanan menuju ke suatu pertemuan. Para Yakkha ketika terbang di angkasa harus menghindari jalur yang biasa dilewati para Dewa. Tempat tinggal Yakkha Alavaka dikelilingi pagar besi dan di atasnya dilindungi jala emas. Kedua Yakkha tersebut harus melintasi tempat ini dari dekat, dan karena para Yakkha tidak diperkenankan untuk mendekati Sang Buddha (kecuali untuk memberi penghormatan kepada Beliau), mereka tertangkap dan ketika ingin mencari penyebabnya, mereka menemukan Sang Guru Agung sedang duduk di tahta Yakkha Alavaka, keduanya lalu menghampiri dan menghormati Beliau.

Setelah itu mereka pergi ke Hutan Himalaya. Pada saat itu, mereka bertemu dengan Yakkha Alavaka dan memberitahukan bahwa suatu kejadian yang menguntungkan telah terjadi padanya. Karena Sang Buddha sedang berada di tempat kediamannya, dan dia harus pergi untuk menyambut Beliau. Mendengar hal ini, Yakkha Alavaka menjadi gelisah dan bertanya :
"Siapakah Sang Buddha ini yang telah berani memasuki tempat tinggalku?"

Kedua Yakkha menjawab :
"Apakah kamu tidak mengenal Sang Buddha, Penguasa ke Tiga Alam [5]?"

Yakkha Alavaka berkata bahwa siapapun Beliau, ia akan mengusirnya dari tempat kediamannya.

Kemudian kedua temannya itu berkata :
"Yakkha Alavaka, kamu hanyalah bagaikan seekor anak kerbau yang baru lahir di dekat seekor kerbau dewasa. Bagaikan gajah kecil di dekat raja pemimpin suku. Bagaikan seekor serigala tua di dekat seekor singa yang perkasa. Apa yang dapat kamu perbuat?"

Yakkha Alavaka berdiri dari tempat duduknya dengan penuh kemarahan, ia lalu menaruh kakinya di puncak Gunung Ratgal, ia tampak seperti kobaran api dan berkata: "Sekarang kita lihat, siapakan yang lebih kuat."

Yakkha Alavaka dengan penuh kemarahan menendang Gunung Kailasa, yang menimbulkan percikan api seperti besi panas yang dipukul dengan palu. Sekali lagi ia berteriak dengan kerasnya : "Saya adalah Yakkha Alavaka .........!" Dan suaranya menggema ke seluruh Jambudwipa (India).

Tanpa menunda lagi, Yakkha Alavaka pergi ke tempat kediamannya dan berusaha keras untuk mengusir Sang Buddha. Ia menciptakan badai hebat yang didatangkan dari empat penjuru, yang dapat menumbangkan pohon dan bukit karang berukuran besar. Tetapi dengan kekuatan cinta kasih Sang Buddha, semua itu tidak dapat melukai Beliau. Setelah itu terjadi hujan lebat, hujan senjata, hujan pasir, arang, abu dan kegelapan. Namun tidak ada satupun yang dapat melukai Sang Buddha. Kemudian Yakkha Alavaka mengubah wujudnya menjadi mahluk yang sangat menyeramkan, namun Sang Buddha tidak menghentikannya dan membiarkan Yakkha Alavaka melakukannya sepanjang malam, sehingga ia menjadi amat lelah.

Kemudian ia melemparkan senjatanya yang amat sakti, namun tidak berhasil juga. Ketika itu para Dewa mulai berkumpul untuk menyaksikan pertandingan ini. Yakkha Alavaka sangat heran menyaksikan senjata andalannya tidak berdaya, dan mencari penyebabnya. Ia menemukan bahwa semua itu adalah karena cinta kasih dan kasih sayang Sang Buddha yang amat besar. Cinta kasih hanya dapat ditaklukkan dengan cinta kasih, bukan dengan kemarahan.

Kemudian Yakkha Alavaka meminta dengan lemah lembut kepada Sang Buddha untuk meninggalkan tempat kediamannya dan Sang Buddha yang telah mengetahui bahwa kemarahannya telah ditaklukkan dengan kelembutan. Beliau berdiri dan meninggalkan tempat tersebut. Melihat hal ini, Yakkha Alavaka berpikir :
"Saya telah menentang Pertapa ini sepanjang malam dengan tanpa membawa hasil, dan sekarang hanya dengan satu kata Beliau meninggalkan tempat ini."

Melihat hal ini hatinya menjadi lembut. Namun demikian ia berpikir, akan lebih baik lagi apabila ia mengetahui apakah Sang Buddha pergi karena kemarahan atau ketidakpatuhan, ia lalu memanggil Beliau :
"Yang Mulia, silakan masuk," kata Yakkha Alavaka. Sang Buddha lalu masuk menghampirinya. Tiga kali hal tersebut diulangi, namun ketika Yakkha Alavaka berkata untuk yang keempat kalinya, supaya Sang Buddha meninggalkan kediamannya, Sang Buddha menolak dan menanyakan apa yang dapat Beliau lakukan untuknya.

"Baiklah Yang Mulia, saya akan mengajukan sebuah pertanyaan," kata Yakkha Alavaka.

Sudah menjadi kebiasaan Yakkha Alavaka untuk menangkap para pertapa dan bhikkhu yang datang ke tempat kediamannya dan bertanya kepada mereka, jadi ia berpikir ia akan melakukan hal yang sama terhadap Sang Buddha.

Lalu ia berkata :
"Apabila Anda tidak mau menjawab pertanyaan saya, saya akan mengacaukan pikiran Anda, atau membelah jantung Anda, atau memegang kedua kaki dan melemparkan Anda ke seberang Sungai Gangga."

Sang Buddha menjawab :
"Tidak saudara, Saya melihat tidak ada satupun mahluk di dunia ini maupun di alam dewa, di alam Brahma, para pertapa, brahmana, para dewa dan manusia yang dapat mengacaukan pikiran Saya, membelah jantung ataupun memegang ke dua kaki dan melemparkan Saya ke seberang Sungai Gangga. Tetapi saudara, tanyakanlah yang ingin kamu ketahui."

Yakkha Alavaka kemudian menanyakan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :
"Apakah milik manusia yang paling berharga?
Praktek apakah yang membawa kebahagiaan?
Apakah yang paling manis dari semua rasa?
Bagaimana cara yang terbaik dalam menjalani kehidupan ini?"

Sang Buddha menjawab:
"Keyakinan adalah milik manusia yang paling berharga.
Dhamma yang dipraktekkan dengan benar akan menghasilkan kebahagiaan.
Kebenaran adalah yang termanis dari semua rasa.
Kehidupan yang dijalani dengan pengertian adalah yang terbaik."

Kemudian Yakkha Alavaka bertanya lagi :
"Bagaimanakah seseorang menyeberangi arus?
Bagaimanakah seseorang menyeberangi laut?
Bagaimanakah seseorang mengatasi penderitaan?
Bagaimanakah seseorang disucikan?"

Yang Maha Sempurna menjawab :
"Dengan keyakinan seseorang menyeberangi arus.
Dengan perhatian benar seseorang menyeberangi laut.
Dengan usaha seseorang mengatasi penderitaan.
Dengan kebijaksanaan seseorang disucikan.

Yakkha Alavaka bertanya kembali :
"Bagaimanakah kebijaksanaan diperoleh?
Bagaimanakah kekayaan didapatkan?
Bagaimanakah ketenaran diperoleh?
Bagaimanakah mempererat persahabatan?
Ketika meninggalkan dunia ini menuju ke dunia lain, bagaimana agar orang tidak bersedih?"

Sang Guru Agung menjawab :
"Orang yang memiliki keyakinan, perhatian dan pandai memperoleh kebijaksanaan dengan mendengarkan Dhamma dari Para Suci, Yang membimbing ke Nibbana. Dia yang melaksanakan apa yang pantas dilaksanakan, tidak tergoyahkan dan giat berusaha, memperoleh kekayaan. Dengan kebenaran seseorang memperoleh ketenaran. Kedermawanan mempererat persahabatan. Perumah tangga setia yang memiliki keempat kebajikan ini : kejujuran, moral yang baik, semangat dan kedermawanan, tidak akan menderita setelah meninggal dunia. Tanyakanlah kepada para pertapa dan brahmana yang lain, apakah ada yang lebih hebat dari pada kejujuran, pengendalian diri, kedermawanan dan kesabaran."

Setelah mengerti dengan baik maksud dari sabda Sang Buddha, Yakkha Alavaka berkata :
"Yang Mulia, bagaimana saya dapat bertanya kepada para pertapa dan brahmana yang lain? Hari ini saya telah mengetahui rahasia dari kebahagiaan saya di masa yang akan datang. Untuk kebaikan saya sendiri, Sang Tathagata telah datang ke Avali. Hari ini telah saya ketahui di mana timbunan jasa yang menghasilkan buah yang berlimpah. Dari desa ke desa, dari kota ke kota, saya akan mengembara memberikan penghormatan kepada yang Maha Sempurna dan kepada Dhamma Yang Mulia."

Pada saat Yakkha Alavaka mengucapkan hal ini, Pangeran Alava sedang diantarkan ke tempat kediamannya. Ketika para pengawal mendengarkan kata "Sadhu", mereka mengetahui bahwa kata ini tidak pernah diucapkan kecuali di hadapan Sang Buddha, oleh karena itu mereka mendekat tanpa rasa takut. Ketika memasuki tempat kediaman Yakkha Alavaka, mereka melihat Yakkha Alavaka sedang bernamaskara, menghormat kepada Sang Buddha. Para pengawal mengatakan bahwa hari ini mereka datang untuk membawa Pangeran Alava yang akan dipersembahkan sebagai korban kepada Yakkha Alavaka, ia dapat memakan dagingnya dan meminum darahnya atau melakukan apa saja yang diinginkannya. Yakkha Alavaka merasa amat malu mendengar pernyataan ini, ia lalu mempersembahkan Pangeran kepada Sang Buddha.

Sang Guru Agung memberkati Pangeran Alava dan menyerahkannya kembali kepada para pengawal yang menyambutnya dengan sukacita. Sejak saat itu Pangeran Alava diberi nama Hatthalavaka.

Penduduk desa amat ketakutan ketika melihat Pangeran Alava dibawa pulang kembali ke istana. Ketika mereka mendengar apa yang telah terjadi, mereka serentak berseru :
"Sadhu, Sadhu, Sadhu."

Kemudian Sang Buddha meninggalkan tempat kediaman Yakkha Alavaka, pergi ke desa untuk berpindapatta. Setelah Sang Buddha selesai bersantap, Beliau duduk di bawah pohon. Raja dan para penduduk berduyun-duyun menemui dan memberikan hormatnya dengan bernamaskara. Sang Guru Agung menjelaskan kepada mereka tentang Alava Sutta, yang menyebabkan ribuan di antara mereka mencapai Tingkat Kesucian.

Ketika Pangeran Alava dewasa, ayahnya memberitahukan bahwa ia diselamatkan dari kematian oleh Sang Buddha, maka ia harus pergi menemui, memberikan hormat dan melayani Beliau. Pangeran melakukan apa yang dikatakan oleh ayahnya dan bersama dengan lima ratus orang pengikutnya mencapai tingkat kesucian.

Keterangan :

Yakkha : Raksasa

Pohon Banyan : Sejenis pohon beringin

Anagami : Orang suci tingkat ketiga yang tidak akan terlahir kembali.

Sotapanna : Prang suci tingkat pertama yang akan terlahir kembali tidak lebih dari tujuh kali.

Tiga Alam :

Alam Bahagia atau Alam Surga

Alam Manusia

Alam Menderita

297
Buddhisme untuk Pemula / Re: (PIC) Riwayat Hidup Buddha Gotama
« on: 11 May 2011, 12:49:43 AM »

Menaklukkan Saccaka, Sang Orator
(dengan Kebijaksanaan / Paññã)

Saccam vihãya matisaccaka vãdaketum
Vãdãbhiropitamanam atiandabhutam
Paññãpadipa jalito jitavã munindo
Tan tejasã bhavatu te jayamangalãni

Saccaka, yang biasanya berkata menyimpang dari Kebenaran
Dengan pikiran buta, mengembangkan teorinya bagaikan bendera
Raja Para Bijaksana menaklukkannya dengan terangnya pelita kebijaksanaan
Dengan kekuatan ini semoga engkau mendapat kemenangan sempurna

Seorang pertapa yang mempunyai kemampuan untuk mengingat lima ratus argumentasi dan perdebatan, tiba di Vesali dan ia disambut dengan baik di tempat itu. Seorang pertapa wanita yang mempunyai kemampuan yang sama juga datang ke Vesali. Para pemimpin bangsa Licchavi lalu mempertemukan keduanya dalam suatu perdebatan seru. Ketika mereka terbukti sebanding sebagai pendebat, tidak dapat saling mengalahkan, orang-orang Licchavi lalu mendapatkan ide bahwa pasangan yang demikian pasti akan menghasilkan anak-anak yang pandai. Mereka lalu mengatur pernikahan di antara keduanya. Mereka mempunyai empat orang anak perempuan dan seorang anak laki-laki. Anak-anak perempuan itu bernama : Sacca, Lola, Avavadaka dan Patacara, sedangkan anak laki-laki diberi nama Saccaka. Kelima anak ini ketika mencapai usia dewasa telah mempelajari seribu argumentasi dan perdebatan, lima ratus dipelajari dari ibu mereka dan lima ratus dari ayah mereka. Orang tua mereka mengajarkan kepada anak-anak perempuannya demikian : "Bila ada pria yang dapat membuktikan kekeliruan dari pendapatmu, maka engkau harus menjadi istrinya, namun bila ia seorang pertapa, engkau harus menjadi muridnya."

Setelah beberapa waktu kemudian, orang tua mereka meninggal dunia. Ketika orang tuanya telah meninggal dunia, Saccaka tetap tinggal di tempat yang sama, mempelajari pengetahuan dan tradisi bangsa Licchavi dan mengajar para pangeran Licchavi. Ke empat orang saudara perempuan Saccaka membawa sebuah cabang pohon apel, mengembara sebagai pendebat dari kota ke kota dan pada akhirnya tiba di Savatthi. Mereka lalu menanam cabang pohon apel tersebut di depan gerbang kota dan berkata kepada para pemuda yang berada di sana : "Bila ada seorang pria, apakah dia orang biasa ataupun seorang pertapa yang dapat menandingi kami di dalam mempertahankan suatu pendapat, biarkan ia mengacak tumpukan tanah dan menginjak cabang pohon ini."

Setelah berkata demikian mereka memasuki kota untuk mengumpulkan dana makanan.

Ketika itu Yang Mulia Sariputta, setelah merapikan dan membersihkan vihara, dan mengunjungi orang-orang sakit, Beliau memasuki kota Savatthi untuk berpindapatta. Yang Mulia Sariputta lalu melihat dan mendengar tentang cabang pohon tersebut, Beliau lalu meminta para pemuda yang ada di situ untuk mencabut cabang pohon dan melemparkannya ke tanah. Beliau lalu berkata :
"Katakanlah kepada yang telah menanam cabang pohon ini, apabila mereka telah selesai bersantap untuk datang dan menemuiKu di ruangan di atas gerbang Vihara Jetavana."

Yang Mulia Sariputta lalu memasuki kota dan setelah selesai bersantap, Beliau duduk menunggu di ruangan di atas gerbang Vihara Jetavana. Demikian pula dengan para pertapa wanita itu, setelah mereka kembali dari mengumpulkan dana makanan, mereka menemukan cabang pohon yang mereka tanam telah tercabut dan tergeletak di tanah. Mereka segera menanyakan siapa yang telah berani melakukannya. Para pemuda di situ mengatakan bahwa Yang Mulia Sariputtalah yang telah melakukannya, bila mereka ingin berdebat, mereka ditunggu di ruangan di atas gerbang vihara.

Para pertapa wanita itu lalu kembali ke kota, diikuti dengan banyak penonton yang ingin menyaksikan perdebatan itu. Mereka lalu menuju ke tempat di mana Yang Mulia Sariputta menunggu. Mereka segera mengajukan seribu macam pertanyaan kepada Yang Mulia Sariputta, dan Beliau dapat menjawab semua pertanyaan itu dengan baik, sampai akhirnya tidak ada lagi yang dapat mereka tanyakan. Yang Mulia Sariputta bertanya, apa lagi yang akan mereka utarakan, mereka menjawab : "Tidak ada lagi yang akan kami tanyakan Yang Mulia."

Yang Mulia Sariputta berkata : "Saya akan mengajukan satu pertanyaan kepada kalian."

Tetapi mereka tidak dapat menjawab pertanyaan itu, akhirnya mereka mengaku kalah:
"Yang Mulia, kami mengaku kalah, Andalah pemenangnya."

"Apa yang akan kalian lakukan sekarang?" tanya Yang Mulia Sariputta.

Mereka menjawab :
"Orang tua kami menasihatkan demikian : 'Apabila kamu dikalahkan di dalam suatu perdebatan oleh orang biasa, maka kamu harus menjadi istrinya, tetapi apabila ia seorang pertapa, kamu harus menjadi muridnya.' Oleh karena itu, kami mohon kepada Yang Mulia untuk membimbing kami memasuki kehidupan suci."

Yang Mulia Sariputta menyetujui dan mentahbiskan mereka dalam Sangha Bhikkhuni yang bernama Uppalavana. Dan dalam waktu yang singkat, mereka semua mencapai Tingkat Kesucian Arahat.

Saudara laki-laki mereka, Saccaka belajar lebih banyak dibandingkan saudara-saudara perempuannya. karena selain ia belajar dari orang tuanya, ia juga belajar kepada guru-guru yang lain. Saccaka menetap di Vesali menjadi guru bagi para pangeran. Ia terkenal sebagi pendebat ulung, yang tak terkalahkan dan ia ditakuti oleh lawan-lawannya. Karena ia merasa semakin banyak ilmu yang dipelajari, ia takut tubuhnya akan meledak, karena itu ia memakai ikat pinggang besi. Kepada semua orang ia memproklamirkan : "Tidak seorangpun yang mempunyai ilmu yang melebihi diriku."

Dan banyak orang yang menjadi pengikutnya.

Pada suatu hari, Saccaka bertemu dengan Yang Mulia Assaji, yang sedang berpindapatta di kota Vesali. Ketika melihat Beliau, ia berpikir alangkah baiknya kalau ia dapat melakukan perdebatan dengan Sang Buddha. Ia telah sering mendengar tentang Sang Buddha, tetapi ia ingin mengetahui terlebih dahulu apa yang diajarkan oleh Sang Guru Agung. Ia lalu menghampiri Yang Mulia Assaji dan bertanya : "Yang Mulia, bagaimanakah Bhikkhu Gotama mengajar murid-muridNya? Apakah Ajaran Beliau yang paling mutakhir dan paling populer?"

Yang Mulia Assaji menjawab : "Yang Maha Suci menerangkan : Bentuk (=Rupã) adalah tidak kekal (=Aniccã); Kelompok perasaan (=Vedanã) adalah tidak kekal; Pencerapan (=Saññã) adalah tidak kekal; Bentuk batin yang berhubungan dengan keinginan (=Sankhãrã) adalah tidak kekal; Kesadaran (=Viññãna) adalah tidak kekal; dan Segala yang berwujud adalah tanpa jiwa / inti (=Anattã).

Demikianlah Yang Maha Suci mengajarkan murid-muridNya dan inilah Ajaran Beliau yang paling mutakhir dan paling populer."

Ketika Saccaka mendengar pernyataan ini, ia berkata : "Sebelumnya saya tidak pernah mendengar doktrin seperti itu, saya akan menemui Bhikkhu Gotama dan meyakinkan Beliau akan kesalahan besar ini."

Sebelumnya Saccaka takut mengadakan perdebatan dengan Sang Buddha karena ia belum mengetahui Ajaran Beliau, tapi sekarang rasa takutnya telah lenyap dan dengan membual tentang apa yang akan dicapainya, ia membujuk para pangeran untuk menyertainya menemui Sang Buddha. Ia berangkat ke Vihara Mahavana, dengan diiringi lima ratus orang pangeran Licchavi.

Sang Buddha telah mengetahui Saccaka akan datang menemuiNya, sekembali dari berpindapatta Beliau lalu meminta para bhikkhu untuk menyiapkan tempat duduk di bawah sebuah pohon di hutan yang berdekatan dengan vihara tersebut. Ketika Saccaka datang, ia dipersilakan menuju ke tempat tersebut. Para penduduk yang mendengar bahwa Saccaka datang dengan disertai lima ratus orang pangeran, untuk berdebat dengan Sang Buddha, berduyun-duyun datang ke hutan itu untuk menyaksikan perdebatan seru itu.

Setelah Saccaka memberikan salam hormat kepada Sang Buddha, Saccaka meminta ijin untuk mulai mengajukan pertanyaan. Sang Buddha berkata, ia dapat bertanya apa saja yang ingin ditanyakannya. Saccaka lalu mengajukan pertanyaan yang sama seperti yang ditanyakannya kepada Yang Mulia Assaji. Sang Buddha menjawab pertanyaan itu dengan memberi penjelasan yang menyeluruh dan terperinci mengenai dasar-dasar Ajaran Beliau, dan menunjukkan kekeliruan pandangan Saccaka. Untuk orang-orang tertentu, hanya seorang Samma Sambuddha yang dapat meyakinkan dan meluruskan pandangan mereka yang keliru, dan Saccaka adalah salah seorang di antaranya.

Setelah perdebatan berlangsung beberapa saat, Sang Buddha mengajukan sebuah pertanyaan kepada Saccaka, tetapi ia diam tidak menjawab. Untuk kedua kalinya Sang Buddha bertanya, Saccaka tetap diam. Kemudian Sang Buddha bertanya untuk ketiga kalinya, pada saat itu raja para dewa yaitu Dewa Sakka dengan memegang kapak di tangannya, berdiri melayang di udara, tepat di atas kepala Saccaka dan berkata :
"Saccaka, apabila kamu tidak mau menjawab pertanyaan Sang Tathagata yang telah diajukan untuk ketiga kalinya, maka Aku akan membelah kepalamu menjadi tujuh bagian."

Hanya Sang Buddha dan Saccaka yang dapat melihat Dewa Sakka.

Akhirnya Saccaka mengakui bahwa Ajaran Sang Buddha benar, ia mengaku kalah. Keringat membasahi tubuhnya sehingga jubahnya basah kuyup. Melihat kejadian ini, Sang Buddha menunjukkan bahwa jubah Saccaka basah kuyup oleh keringat sedangkan Beliau sendiri tidak berkeringat sedikitpun. Merasa terkalahkan Saccaka tertunduk dan diam seribu bahasa.

Seorang pangeran Licchavi bernama Durmukha mengibaratkan Saccaka sebagai seekor kepiting yang semua kakinya telah patah. Saccaka mengakui kekalahannya. Kemudian ia bertanya lagi tentang Ajaran Sang Buddha yang lebih terperinci.

Ia lalu mengundang Sang Buddha berserta murid-muridNya untuk menerima dana makanan yang dipersembahkan di tempat kediamannya.

Pada kesempatan lain, Saccaka seorang diri mengunjungi Sang Buddha untuk mendengarkan uraian lebih lanjut tentang Dhamma Yang Mulia. Uraian Dhamma ini tercantum di dalam Maha Saccaka Sutta.

298
Buddhisme untuk Pemula / Re: (PIC) Riwayat Hidup Buddha Gotama
« on: 11 May 2011, 12:46:41 AM »
Spoiler: ShowHide

Suatu ketika Buddha bersama lima ratus orang siswa-Nya dari satu kota ke kota lain. Mengikuti di belakang rombongan Sang Buddha, dua orang pertapa pengembara, yaitu seorang guru dan muridnya. Walaupun keduanya guru dan murid, kedua berbeda pandangan terhadap ajaran Buddha; selama perjalanan sang guru menghina dan merendahkan ajaran Buddha, sedangkan muridnya berusaha memuji dengan berbagai cara. Perdebatan keduanya berlangsung selama perjalanan hingga akhirnya rombongan Buddha mendapatkan tempat persinggahan untuk beristirahat.

Saat itu para bhikkhu membicarakan tentang kejadian ini dan bagaimana Buddha diam saja walaupun jelas-jelas keduanya yang berdebat tentang ajaran Beliau berada persis di belakang rombongan tersebut. Ketika Buddha mengetahui pembicaraan tersebut, Beliau berkata:

“Para bhikkhu, jika seseorang menghina-Ku, Dhamma (ajaran Buddha), atau Sangha (perkumpulan para bhikkhu), kalian tidak boleh marah, tersinggung, atau terganggu akan hal itu. Jika kalian marah atau tidak senang akan penghinaan itu, maka itu akan menjadi rintangan bagi kalian. Karena jika orang lain menghina-Ku, Dhamma, atau Sangha, dan kalian marah atau tidak senang, dapatkah kalian mengetahui apakah yang mereka katakan itu benar atau salah?”

“Tidak, Bhagava,”
jawab para bhikkhu.

“Jika orang lain menghina-Ku, Dhamma, atau Sangha, maka kalian harus menjelaskan apa yang tidak benar sebagai tidak benar, dengan mengatakan: ‘Itu tidak benar, itu salah, itu bukan jalan kami, itu tidak ada pada kami’.”

“Jika orang lain memuji-Ku, Dhamma, atau Sangha, kalian tidak boleh gembira, bahagia, atau senang akan hal itu. Jika kalian gembira, bahagia, atau senang akan pujian itu, maka itu akan menjadi rintangan bagi kalian. Jika orang lain memuji-Ku, Dhamma, atau Sangha, kalian harus mengakui kebenaran sebagai kebenaran, dengan mengatakan: ‘Itu benar, itu tepat sekali, itu adalah jalan kami, itu ada pada kami’.”
(Brahmajala Sutta)

Dengan demikian, Buddha mengajarkan agar para pengikut-Nya tidak terbawa emosi positif atau negatif saat seseorang memuji ataupun merendahkan ajaran Beliau, melainkan menjelaskan mana yang benar dan mana yang tidak benar atas pandangan terhadap ajaran Buddha tersebut sehingga dapat membebaskan agama Buddha dari pandangan salah orang-orang yang tidak tahu atas ajarannya

299
Buddhisme untuk Pemula / Re: (PIC) Riwayat Hidup Buddha Gotama
« on: 11 May 2011, 12:44:02 AM »
Spoiler: ShowHide

Buddha Tidak Berminat Mencari Pengikut

Pada kesempatan lain, seorang umat awam Buddha hendak mengunjungi Sang Buddha, namun saat itu waktunya tidak tepat karena masih terlalu pagi dan biasanya Buddha sedang bermeditasi pada waktu demikian. Oleh sebab itu, orang tersebut mengunjungi tempat pertapaan pengikut ajaran lain dan ia terlibat percakapan serius di mana para pertapa tersebut mengatakan hal-hal yang tidak baik terhadap Sang Buddha. Ketika Buddha mengetahui hal ini, Beliau mengunjungi tempat pertapaan tersebut dan melalui serangkaian tanya jawab antara kedua pihak, Buddha berhasil melenyapkan pandangan salah para pertapa ajaran lain tersebut. Namun demikian, pada akhir kotbah para pertapa tersebut tidak menjadi pengikut Buddha.

Saat itu Buddha berkata: “Nigrodha, engkau mungkin berpikir: ‘Petapa Gautama mengatakan hal ini untuk mendapatkan murid.’ Namun jangan engkau beranggapan demikian. Biarlah ia yang menjadi gurumu tetap menjadi gurumu. Atau engkau mungkin berpikir: ‘Beliau ingin kami meninggalkan peraturan-peraturan kami.’ Namun jangan engkau beranggapan demikian. Biarlah peraturanmu tetap berlaku seperti apa adanya. Atau engkau mungkin berpikir: ‘Beliau ingin kami meninggalkan gaya hidup kami.’ Namun jangan engkau beranggapan demikian. Biarlah gaya hidupmu tetap seperti apa adanya. Atau engkau mungkin berpikir: ‘Beliau ingin kami mengukuhkan kami dalam melakukan hal-hal yang menurut ajaran kami adalah salah, dan yang dianggap demikian oleh kami.’ Namun jangan engkau beranggapan demikian. Biarlah hal-hal yang kalian anggap salah tetap dianggap demikian. Atau engkau mungkin berpikir: ‘Beliau ingin menarik kami dari hal-hal yang menurut ajaran kami adalah baik, dan yang dianggap demikian oleh kami.’ Namun jangan engkau beranggapan demikian. Biarlah hal-hal yang kalian anggap baik tetap dianggap demikian. Nigrodha, Aku tidak berbicara karena alasan-alasan ini.”

“Ada, Nigrodha, hal-hal tidak baik yang belum ditinggalkan, ternoda, mendukung kelahiran kembali, menakutkan, menghasilkan akibat menyakitkan di masa depan, berhubungan dengan kelahiran, kerusakan, dan kematian. Adalah untuk meninggalkan hal-hal ini, maka Aku mengajarkan Dhamma. Jika engkau mempraktikkan dengan benar, hal-hal ternoda ini akan ditinggalkan, dan hal-hal yang murni akan tumbuh dan berkembang dan engkau akan mencapai dan berdiam dalam kesempurnaan kebijaksanaan sepenuhnya, dalam kehidupan ini, dengan pandangan terang dan pencapaianmu sendiri.” (Udumbarika-Sihanada Sutta)

Jadi, jelas bahwa Buddha mengajar bukan untuk mendapatkan pengikut atau pun mengubah keyakinan atau cara hidup seseorang, melainkan untuk menunjukkan jalan melenyapkan permasalahan kehidupan (dalam istilah Buddhis disebut penderitaan atau dukkha) tanpa seseorang harus terikat dengan menganut agama Buddha. Contohnya, ajaran Buddha tentang meditasi ketenangan batin dapat dijalankan oleh siapa saja, dari agama mana pun dan bangsa mana pun, tanpa perlu menjadi umat Buddha (telah terdapat banyak bukti bahwa meditasi bisa meningkatkan kualitas hidup seseorang, terutama dalam hal kesehatan).

300
Buddhisme untuk Pemula / Re: (PIC) Riwayat Hidup Buddha Gotama
« on: 11 May 2011, 12:35:20 AM »
Spoiler: ShowHide

Kisah Seorang Brahmana Tua

Suatu ketika hiduplah di Savatthi seorang brahmana tua yang memiliki uang delapan laksa. Ia memiliki empat putra. Waktu setiap putranya menikah ia memberi satu laksa kepadanya. Jadi ia telah memberikan empat laksa. Kemudian istri brahmana tua meninggal dunia. Putra-putranya datang kepadanya dan merawatnya dengan baik. Kenyataannya mereka sangat mencintainya dan menyayanginya. Dengan berlalunya waktu, entah bagaimana, mereka membujuknya untuk memberikan empat laksa yang tersisa. Sehingga akhirnya brahmana tua tidak mempunyai uang sama sekali.



Beberapa waktu kemudian, brahmana tua pergi tinggal bersama putra tertuanya



Setelah beberapa hari, menantu perempuannya berkata kepadanya, "Apakah engkau memberi tambahan uang beberapa ratus atau ribu pada putramu yang tertua? Tidakkah engkau mengetahui jalan menuju rumah putra-putramu yang lain?"



Mendengar hal itu, brahmana tua menjadi sangat marah dan ia meninggalkan rumah putra tertuanya dan menuju rumah putra keduanya.



Kata-kata yang sama dibuat oleh istri putra keduanya dan orang tua tersebut pergi menuju ke rumah putra ketiganya dan akhirnya ke rumah putra keempat atau putra termuda. Hal yang sama terjadi di rumah semua putranya. Sehingga orang tua tersebut menjadi tak berdaya; kemudian, dengan membawa tongkat dan mangkuk ia pergi kepada Sang Buddha memohon perlindungan dan nasehat.



Di vihara, brahmana tua tersebut menceritakan pada Sang Buddha bagaimana putra-putranya telah memperlakukannya dan meminta pertolongan dari Beliau. Kemudian Sang Buddha memberinya beberapa syair untuk diingat dan menyuruh untuk mengucapkannya di tempat dimana ada banyak orang berkumpul.



Inti dari syair tersebut adalah: "Empat putraku yang bodoh bagaikan raksasa. Mereka memanggilku: Ayah! Ayah! Tetapi, kata-kata itu hanya keluar begitu saja dari mulutnya dan bukan dari hatinya. Mereka pembohong dan penuh tipu daya. Mengikuti nasehat istrinya, mereka mengusirku dari rumah mereka. Sehingga, sekarang saya harus mengemis. Putra-putraku itu bahkan tidak melayaniku dengan lebih baik dibandingkan tongkatku ini".



Ketika brahmana tua itu mengucapkan syair-syair itu, banyak orang di keramaian tersebut mendengarnya, pergi dengan gusar menuju putra-putranya dan bahkan beberapa di antara orang-orang itu mengancam akan membunuh mereka.



Putra-putra brahmana tersebut menjadi ketakutan dan berlutut di kaki ayah mereka untuk meminta maaf. Mereka juga berjanji bahwa mulai hari itu mereka akan merawat ayah mereka dengan layak dan akan menghormati, mencintai dan menghargainya. Kemudian mereka membawa ayah mereka ke rumah mereka; mereka juga memperingatkan istri-istri mereka untuk merawat sang ayah dengan baik. Bila para istri tidak merawatnya maka mereka akan dipukul sampai mati. Setiap putra memberi sepotong kain dan mengirim satu nampan makanan setiap hari.



Brahmana tersebut menjadi makin sehat daripada sebelumnya dan berat badannya segera kembali ke berat semula. Ia menyadari bahwa ia mendapat siraman manfaat seperti itu atas jasa Sang Buddha. Maka ia pergi menghadap Sang Buddha. Dengan rendah hati memohon Beliau untuk menerima dua nampan makanan dari empat nampan yang biasa ia terima setiap hari dari putra-putranya. Kemudian ia menyuruh putra-putranya untuk mengirimkan dua nampan makanan kepada Sang Buddha.



Suatu hari, putra tertua brahmana itu mengundang Sang Buddha ke rumahnya untuk menerima dana makanan. Setelah bersantap, Sang Buddha memberi khotbah tentang manfaat yang diperoleh dengan merawat orang tua. Kemudian, Beliau bercerita kepada mereka tentang kisah seekor gajah bernama Dhanapala yang merawat orang tuanya. Dhanapala ketika ditangkap merindukan orang tuanya yang ditinggal di hutan.



Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 324 berikut:



Pada musim kawin, gajah ganas bernama Dhanapalaka sukar dikendalikan; walaupun diikat kuat ia tetap tidak mau makan karena merindukan gajah-gajah lain di hutan.



Brahmana tua beserta empat putra dan istri-istrinya mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah khotbah Dhamma itu berakhir.

Pages: 1 ... 13 14 15 16 17 18 19 [20] 21 22 23 24 25 26 27 ... 437
anything