Tentang Lima Kelompok Unsur Kehidupan (4)
Terjemahan Saṃyukta-āgama Kotbah 33 sampai 58
Bhikkhu Anālayo
Abstaksi
Artikel ini menerjemahkan jilid keempat dari Saṃyukta-āgama, yang mengandung kotbah 33 sampai 58.<1>
33. [Kotbah tentang Bukan-Diri]<2>
Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapindika.
Pada waktu itu Sang Bhagava berkata kepada para bhikkhu: “Bentuk jasmani adalah bukan diri. Jika bentuk jasmani adalah diri, maka tidak seharusnya terjadi bahwa penyakit dan kesakitan muncul sehubungan dengan bentuk jasmani, dan tidak seharusnya ada harapan terhadap bentuk jasmani agar seperti ini dan bukan seperti itu. Karena bentuk jasmani adalah bukan diri, terdapat munculnya penyakit dan kesakitan sehubungan dengan bentuk jasmani dan seseorang mengharapkan bentuk jasmani agar seperti ini dan bukan seperti itu. Perasaan... persepsi... bentukan... kesadaran
juga seperti ini.
“Para bhikkhu, apakah yang kalian pikirkan, apakah bentuk jasmani kekal atau tidak kekal?”
Para bhikkhu berkata kepada Sang Buddha: “Tidak kekal, Sang Bhagava.”
[Sang Buddha berkata]: “Para bhikkhu, apa yang tidak kekal, apakah ia
dukkha?”
Para bhikkhu berkata kepada Sang Buddha: “
Dukkha, Sang Bhagava.” [7c]
[Sang Buddha berkata]: “Apa yang tidak kekal,
dukkha, bersifat berubah-ubah, akankah seorang siswa mulia yang terpelajar di sini menganggapnya sebagai diri, sebagai berbeda dari diri [dalam pengertian dimiliki olehnya], sebagai ada [dalam diri, atau diri] sebagai ada [di dalamnya]?”
Para bhikkhu berkata kepada Sang Buddha: “Tidak, Sang Bhagava.”
[Sang Buddha berkata]: “Perasaan... persepsi... bentukan... kesadaran
juga seperti ini. Oleh sebab itu, para bhikkhu, apa pun bentuk jasmani, apakah masa lampau, masa depan atau masa sekarang, internal atau eksternal, kasar atau halus, indah atau menjijikkan, jauh atau dekat, semuanya adalah bukan diri, tidak berbeda dari diri [dalam pengertian dimiliki olehnya], tidak ada [dalam diri, ataupun suatu diri] ada [di dalamnya]. Dengan cara ini ia seharusnya diselidiki. Perasaan... persepsi... bentukan... kesadaran
juga seperti ini.
“Para bhikkhu, seorang siswa mulia yang terpelajar menyelidiki lima kelompok unsur kehidupan yang dilekati ini sebagaimana adanya sebagai bukan diri dan bukan milik suatu diri. Setelah menyelidiki mereka sebagaimana adanya, ia tidak melekat pada apa pun di dunia ini. Karena tidak melekat pada apa pun, ia tidak terikat pada apa pun. Karena tidak terikat pada apa pun, ia secara pribadi merealisasi Nirvāṇa, [dengan mengetahui]: ‘Kelahiran bagiku telah dilenyapkan, kehidupan suci telah dikembangkan, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, aku sendiri mengetahui bahwa tidak akan ada kelangsungan yang lebih jauh lagi.’”
Ketika Sang Buddha telah mengucapkan kotbah ini, para bhikkhu, yang mendengarkan apa yang dikatakan Sang Buddha, bergembira dan menerimanya dengan hormat.
34. [Kotbah kepada Lima (Bhikkhu)]<3>
Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Vārāṇasī di Taman Rusa di Isipatana.
Pada waktu itu Sang Bhagava berkata kepada [empat orang]<4> yang tersisa dari lima orang bhikkhu:<5> “Bentuk jasmani adalah bukan diri. Jika bentuk jasmani adalah diri, maka tidak seharusnya terjadi bahwa penyakit dan kesakitan muncul sehubungan dengan bentuk jasmani, dan seseorang tidak mengharapkan bentuk jasmani agar seperti ini dan bukan seperti itu.<6> Karena bentuk jasmani adalah bukan diri, terdapat munculnya penyakit dan kesakitan sehubungan dengan bentuk jasmani dan seseorang mengharapkan bentuk jasmani agar seperti ini dan bukan seperti itu.<7> Perasaan... persepsi... bentukan... kesadaran
juga seperti ini.<8>
“Para bhikkhu, apakah yang kalian pikirkan, apakah bentuk jasmani kekal atau tidak kekal?”
Para bhikkhu berkata kepada Sang Buddha: “Tidak kekal, Sang Bhagava.”<9>
[Sang Buddha berkata]: “Para bhikkhu, apa yang tidak kekal, apakah ia
dukkha?”
Para bhikkhu berkata kepada Sang Buddha: “
Dukkha, Sang Bhagava.”<10>
[Sang Buddha berkata]: “Para bhikkhu, apa yang tidak kekal,
dukkha, bersifat berubah-ubah, akankah seorang siswa mulia yang terpelajar di sini menganggapnya sebagai diri, sebagai berbeda dari diri [dalam pengertian dimiliki olehnya], sebagai ada [dalam diri, atau diri] sebagai ada [di dalamnya]?”<11>
Para bhikkhu berkata kepada Sang Buddha: “Tidak, Sang Bhagava.”<12>
[Sang Buddha berkata]: “Perasaan... persepsi... bentukan... kesadaran
juga seperti ini.<13>
“Oleh sebab itu, para bhikkhu, apa pun bentuk jasmani, apakah masa lampau, masa depan atau masa sekarang, internal atau eksternal, kasar atau halus, indah atau menjijikkan, jauh atau dekat, semuanya adalah bukan diri dan bukan milik suatu diri. Dengan cara ini ia seharusnya diselidiki sebagaimana adanya.<14> Perasaan... persepsi... bentukan... kesadaran
juga seperti ini.<15>
“Para bhikkhu, seorang siswa mulia yang terpelajar melihat lima kelompok unsur kehidupan yang dilekati ini sebagai bukan diri dan bukan milik suatu diri. Dengan menyelidiki mereka dengan cara ini, ia tidak melekat pada apa pun di seluruh dunia. Karena tidak melekat pada apa pun, ia tidak terikat pada apa pun. Karena tidak terikat pada apa pun, ia secara pribadi merealisasi Nirvāṇa, [8a] [dengan mengetahui]: ‘Kelahiran bagiku telah dilenyapkan, kehidupan suci telah dikembangkan, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, aku sendiri mengetahui bahwa tidak akan ada kelangsungan yang lebih jauh lagi.’”<16>
Ketika Sang Buddha telah mengucapkan kotbah ini, melalui ketidakmelekatan sisa [empat orang] dari lima orang bhikkhu mencapai pembebasan dari arus-arus [kekotoran batin] dalam pikiran mereka.<17> Ketika Sang Buddha telah mengucapkan kotbah ini, para bhikkhu, yang mendengarkan apa yang dikatakan Sang Buddha, bergembira dan menerimanya dengan hormat.<18>
35. [Kotbah kepada Tiga (Bhikkhu)]
Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di antara orang-orang Ceti di Kediaman Hutan Bambu [Timur].
Pada waktu itu terdapat tiga orang yang patut dihormati yang baru saja meninggalkan keduniawian, bernama Yang Mulia Anuruddha, Yang Mulia Nanda, dan Yang Mulia Kimbila.
Pada waktu itu Sang Bhagava, yang mengetahui pemikiran dalam pikiran mereka, menasehati mereka: “Para bhikkhu, pikiran ini, batin ini, kesadaran ini seharusnya memikirkan ini dan tidak seharusnya memikirkan itu. Tinggalkanlah keinginan indera ini, tinggalkanlah bentuk jasmani ini, dan berdiamlah dengan sepenuhnya berkembang dalam realisasi langsung. Para bhikkhu, akankah terdapat suatu bentuk jasmani yang kekal dan tidak berubah, yang bertahan dengan mantap?”
Para bhikkhu berkata kepada Sang Buddha: “Tidak, Sang Bhagava.”
Sang Buddha berkata kepada para bhikkhu: “Bagus, bagus. Bentuk jasmani adalah tidak kekal dan bersifat berubah-ubah, ia untuk dikecewakan, ia memudar, melenyap, untuk ditenangkan dan musnah. Dengan cara ini bentuk jasmani, sejak awalnya, sepenuhnya adalah tidak kekal,
dukkha, dan bersifat berubah-ubah.
“Setelah memahaminya dengan cara ini, semua arus [kekotoran batin] yang berbahaya, membakar, dan kekhawatiran, yang bergantung pada bentuk jasmani muncul, akan ditinggalkan dan dilenyapkan sepenuhnya. Setelah ditinggalkan dan dilenyapkan, seseorang tidak terikat pada apa pun. Dengan tidak terikat pada apa pun, seseorang mencapai Nirvāṇa. Perasaan... persepsi... bentukan... kesadaran
juga seperti ini.
Ketika Sang Buddha mengucapkan kotbah ini, melalui ketidakmelekatan tiga orang yang patut dihormati itu mencapai pembebasan dari arus-arus [kekotoran batin] dalam pikiran mereka. Ketika Sang Buddha telah mengucapkan kotbah ini, para bhikkhu, yang mendengarkan apa yang dikatakan Sang Buddha, bergembira dan menerimanya dengan hormat.
36. [Kotbah kepada Enam Belas (Bhikkhu)]<19>
Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di negeri Madhurā, Hutan Pohon Mangga Penahan Matahari di tepi sungai *Bhaddikā.<20>
Pada waktu itu Sang Bhagava berkata kepada para bhikkhu: “Berdiamlah dengan dirimu sendiri sebagai pulau, berdiamlah dengan bergantung pada dirimu sendiri; berdiamlah dengan Dharma sebagai pulau, dengan tiada pulau lain dan tiada ketergantungan yang lain.
“Para bhikkhu, dengan berdiam dengan dirimu sendiri sebagai pulau dan bergantung pada dirimu sendiri, dengan Dharma sebagai pulau dan bergantung pada Dharma, dengan tiada pulau lain dan tiada ketergantungan yang lain, kalian seharusnya menyelidiki hal ini: ‘Apakah sebab munculnya kekhawatiran, dukacita, kekesalan, dan
dukkha? Mengapa empat hal ini ada?<21> Apakah sebabnya? Di manakah aku terikat oleh keterikatan?’
“Bagaimanakah seseorang menyelidiki diri sendiri sehubungan dengan munculnya kekhawatiran, dukacita, kekesalan, dan
dukkha yang belum muncul, serta bertumbuh dan meningkatnya kekhawatiran, dukacita, kekesalan, dan
dukkha yang telah muncul?”
Para bhikkhu berkata kepada Sang Buddha: “Sang Bhagava adalah akar Dharma, mata Dharma, dan landasan Dharma. Semoga Beliau menjelaskannya. Setelah mendengarkannya, para bhikkhu akan menerimanya dengan hormat seperti yang dikatakan.”<22>
Sang Buddha berkata kepada para bhikkhu: [8b] “Dengarkanlah dan perhatikan dengan seksama pada apa yang Ku-katakan kepada kalian. Para bhikkhu, seseorang menyelidiki diri sendiri: dengan kelangsungan bentuk jasmani, bergantung pada bentuk jasmani, dan terikat dengan keterikatan pada bentuk jasmani, kekhawatiran, dukacita, kekesalan, dan
dukkha yang belum muncul menjadi muncul, dan [kekhawatiran, dukacita, kekesalan, dan
dukkha] yang telah muncul tumbuh dan meningkat. Perasaan... persepsi... bentukan... kesadaran
juga seperti ini. Para bhikkhu, apakah terdapat suatu bentuk jasmani yang kekal, bertahan [lama], dan tidak berubah, yang tetap kokoh?”
Mereka menjawab: “Tidak, Sang Bhagava.”<23>
Sang Buddha berkata kepada para bhikkhu: “Bagus, bagus, para bhikkhu. Bentuk jasmani adalah tidak kekal. Jika seorang anggota keluarga memahami bahwa bentuk jasmani adalah tidak kekal,<24> [bersifat] berubah-ubah, memudar, melenyap, untuk ditenangkan, dan musnah; ketika mengetahui bahwa bentuk jasmani sejak awalnya sepenuhnya tidak kekal,
dukkha, dan bersifat berubah-ubah, maka kekhawatiran, dukacita, kekesalan, dan dukkha
yang muncul bergantung pada bentuk jasmani ditinggalkan. Setelah meninggalkan mereka, seseorang tidak terikat pada apa pun. Karena tidak terikat pada apa pun, seseorang dengan gembira berkembang dalam kedamaian. Dengan gembira berkembang dalam kedamaian disebut telah padam.<25> Perasaan... persepsi... bentukan... kesadaran
juga seperti ini.
Ketika Sang Buddha mengucapkan kotbah ini, dengan tidak memunculkan [kemelekatan] enam belas orang bhikkhu mencapai pembebasan dari arus-arus [kekotoran batin] dalam pikiran mereka.<26> Ketika Sang Buddha telah mengucapkan kotbah ini, para bhikkhu, yang mendengarkan apa yang dikatakan Sang Buddha, bergembira dan menerimanya dengan hormat.
37. [Kotbah tentang [Apa yang Dianggap Orang Tidak Bijaksana sebagai] Diri]<27>
Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.
Pada waktu itu Sang Bhagava berkata kepada para bhikkhu: “Aku tidak berselisih dengan dunia; dunialah yang berselisih denganku.<28> Mengapa demikian? Para bhikkhu, jika seseorang berkata sesuai dengan Dharma, ia tidak berselisih dengan dunia. Apa yang dinyatakan orang bijaksana di dunia sebagai ada, Aku juga menyatakan ada.<29> Apakah yang dinyatakan orang bijaksana di dunia sebagai ada, yang juga Ku-nyatakan sebagai ada?
“Para bhikkhu, bentuk jasmani adalah tidak kekal,
dukkha, dan bersifat berubah-ubah. Orang bijaksana di dunia menyatakan ini ada, dan Aku juga menyatakan ini ada. Dengan cara yang sama perasaan... persepsi... bentukan... kesadaran adalah tidak kekal,
dukkha, dan bersifat berubah-ubah. Orang bijaksana di dunia menyatakan ini ada, dan Aku juga menyatakan ini ada.<30>
“Apa yang dinyatakan orang bijaksana di dunia tidak ada, Aku juga menyatakan tidak ada. Yaitu, bentuk jasmani yang kekal, bertahan [lama], dan tidak berubah, yang tetap kokoh; orang bijaksana di dunia menyatakan bahwa ini tidak ada, dan Aku juga menyatakan bahwa ini tidak ada. Perasaan... persepsi... bentukan... kesadaran yang kekal, bertahan [lama], dan tidak berubah, yang tetap kokoh; orang bijaksana di dunia menyatakan ini tidak ada, dan Aku juga menyatakan ini tidak ada. Inilah yang disebut apa yang dinyatakan orang bijaksana di dunia tidak ada, yang juga Ku-nyatakan tidak ada.
“Para bhikkhu, terdapat fenomena duniawi di dunia yang juga Aku sendiri pahami dan merealisasikannya sendiri, dan yang Ku-analisis, jelaskan, dan perlihatkan kepada orang-orang. Mereka di dunia yang buta dan tanpa penglihatan tidak memahami dan tidak melihat ini, tetapi ini bukan kesalahan-Ku.
“Para bhikkhu, apakah fenomena duniawi di dunia yang telah Aku sendiri pahami, merealisasikannya sendiri, [8c] yang Ku-jelaskan, analisis, dan perlihatkan kepada orang-orang, dan di mana mereka yang buta dan tanpa penglihatan tidak memahami dan melihat?
“Para bhikkhu,<31> bentuk jasmani adalah tidak kekal,
dukkha, dan bersifat berubah-ubah.<32> Ini disebut fenomena duniawi di dunia.
Dengan cara yang sama perasaan... persepsi... bentukan... kesadaran adalah tidak kekal,
dukkha, [dan bersifat berubah-ubah].<33> Ini adalah fenomena duniawi di dunia.
“Para bhikkhu, inilah yang disebut fenomena duniawi di dunia yang telah Aku sendiri pahami dan merealisasikannya sendiri, yang Ku-analisis, jelaskan, dan perlihatkan kepada orang-orang, dan di mana mereka yang buta dan tanpa penglihatan tidak memahami dan tidak melihat. Apakah yang dapat Ku-lakukan tentang mereka yang buta dan tanpa penglihatan, yang tidak memahami dan tidak melihat?”<34>
Ketika Sang Buddha telah mengucapkan kotbah ini, para bhikkhu, yang mendengarkan apa yang dikatakan Sang Buddha, bergembira dan menerimanya dengan hormat.
38. [Kotbah tentang Apa yang Rendah]
Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.
Pada waktu itu Sang Bhagava berkata kepada para bhikkhu: “Orang-orang di dunia melalui aktivitas-aktivitas rendah mencari dengan berbagai cara atas kekayaan dan pencaharian, dan untuk menjadi kaya raya. Orang-orang di dunia mengetahui tentang semua ini.
“Seperti yang diketahui orang-orang di dunia, Aku juga berkata dengan cara ini. Mengapa demikian? Karena Aku tidak terpisah dari orang-orang di dunia.
“Para bhikkhu, seperti halnya sebuah bejana di mana orang-orang di satu tempat menyebut
qiáncí, beberapa menyebutnya
bō [mangkuk], beberapa menyebutnya
bǐbǐluó, beberapa menyebutnya
zhēliú, beberapa menyebutnya
píxīduō, beberapa menyebutnya
póshénà, beberapa menyebutnya
sàláo.<35> Seperti yang diketahui oleh mereka, Aku juga berkata dengan cara ini. Mengapa demikian? Karena Aku tidak terpisah dari orang-orang di dunia.
“Dengan cara ini, para bhikkhu, terdapat fenomena [duniawi]<36> di dunia yang telah Aku sendiri pahami dan merealisasikannya sendiri, dan yang Ku-analisis, jelaskan, dan perlihatkan kepada orang-orang. Mereka di dunia yang buta dan tanpa penglihatan tidak memahami dan tidak melihatnya. Apakah yang dapat Ku-lakukan tentang mereka di dunia yang buta dan tanpa penglihatan, yang tidak memahami dan melihatnya?
“Para bhikkhu, apakah fenomena duniawi di dunia yang telah Aku sendiri pahami, merealisasinya sendiri...
sampai dengan... yang tidak memahami dan tidak melihatnya? Bentuk jasmani adalah tidak kekal,
dukkha, dan bersifat berubah-ubah. Ini adalah fenomena duniawi di dunia. Perasaan... persepsi... bentukan... kesadaran adalah tidak kekal,
dukkha, dan bersifat berubah-ubah. Ini adalah fenomena duniawi di dunia.
“Para bhikkhu, inilah yang disebut fenomena duniawi di dunia yang telah Aku sendiri pahami, merealisasinya sendiri...
sampai dengan... apakah yang dapat Ku-lakukan tentang mereka yang buta dan tanpa penglihatan, yang tidak memahami dan melihatnya?”
Ketika Sang Buddha telah mengucapkan kotbah ini, para bhikkhu, yang mendengarkan apa yang dikatakan Sang Buddha, bergembira dan menerimanya dengan hormat.