dari buku RAPB halaman 385
Sulitnya Menjadi Seorang Bhikkhu
Bahkan makhluk luar biasa seperti Bodhisatta kita yang telah menerima ramalan yang pasti sejak masa Buddha Dãpaïkarà hanya dapat bertemu dengan dua puluh empat Buddha yang amatlah sedikit jika dibandingkan dengan lamanya waktu yang Beliau jalani. Bahkan dalam dua puluh empat masa Buddha tersebut, Beliau hanya sembilan kali berkesempatan menjadi seorang bhikkhu.
Dari sini, kita dapat melihat bahwa menjadi bhikkhu adalah sangat sulit seperti yang tertulis dalam Kitab, “Pabbajitabhavo dullabo.” “Menjadi bhikkhu adalah sangat sulit dicapai.” Adalah sangat sulit menjadi bhikkhu bagi Bodhisatta yang telah menerima ramalan pasti, dan jauh lebih sulit bagi orang-orang biasa.
(hal 387) Pendapat lain adalah sebagai berikut:
Bahkan makhluk luar biasa seperti Bodhisatta kita yang telah menerima ramalan pasti, hanya menjadi bhikkhu sebanyak sembilan kali padahal Beliau bertemu dengan Buddha sebanyak dua puluh empat kali, dari sini dapat dikatakan, “Adalah sulit untuk menjadi bhikkhu.” Namun meskipun demikian, jika diperhatikan bahwa ada empat ratus ribu Arahanta yang menyertai Buddha Dãpaïkarà sewaktu mengunjungi Kota Rammavatã untuk menerima dàna makanan, dan ada seratus ribu Arahanta yang berkumpul pada pertemuan pertama dari tiga pertemuan para siswa, karena jumlah ini sangatlah besar, kita juga dapat berkesimpulan bahwa menjadi bhikkhu juga tidak sulit sekali
Kalimat yang mengatakan “Adalah sulit untuk menjadi bhikkhu” artinya “Sulit sekali memperoleh kondisi yang memungkinkan terjadinya situasi tersebut. Setiap kali Bodhisatta dalam kehidupannya berkesempatan bertemu Buddha, beliau jarang sekali berkesempatan untuk menjadi bhikkhu, karena situasinya tidak mendukung. Banyaknya Arahanta pada masa Buddha Dãpaïkarà memiliki situasi yang mendukung, tidak saja untuk menjadi bhikkhu, tetapi juga untuk mencapai kesucian Arahatta. Dalam usaha apa pun, adalah sulit untuk mencapai hasil yang diharapkan jika situasinya tidak mendukung; sebaliknya jika situasinya mendukung, usaha apa pun akan memberikan hasil yang diharapkan.
Hanya karena mereka telah memiliki Kesempurnaan yang telah terpenuhi pada kehidupan-kehidupan lampau mereka, maka mereka tidak hanya dapat menjadi bhikkhu namun juga mencapai kesucian Arahatta
Dalam Bàlapandita Sutta, Su¤¤àata Vagga dari Uparipa¤¤àsa (Majjhima Nikàya) ada perumpamaan mengenai seekor kura-kura buta sehubungan dengan kalimat, “Manussattabhavo dullabho,” “Sulitnya terlahir menjadi manusia.” Misalnya ada seseorang yang melemparkan sebuah pelampung yang berlubang di tengahnya ke tengah lautan. Pelampung tersebut akan mengapung dan hanyut ke barat jika tertiup angin timur dan ke hanyut ke timur jika tertiup angin barat; hanyut ke selatan jika tertiup angin utara dan hanyut ke utara jika tertiup angin selatan. Dalam lautan tersebut, ada seekor kura-kura buta yang naik ke permukaan air seratus tahun sekali. Kemungkinan kepala kura-kura tersebut dapat masuk ke dalam lubang pelampung yang hanyut tersebut adalah jarang sekali. Sebagai makhluk yang telah mengalami penderitaan di alam sengsara dalam salah satu kehidupannya, adalah seratus kali lebih sulit terlahir menjadi manusia. Banyak teks-teks lain dalam Tipiñaka yang menjelaskan sulitnya terlahir menjadi manusia.
Di satu pihak, kelahiran sebagai manusia sulit dicapai seperti dijelaskan sebelumnya, namun di pihak lain, ada ajaran seperti di dalam kitab Apadana, Vimanavatthu, dan lain-lain, alam manusia dan dewa dapat dicapai dalam beberapa kehidupan bahkan hanya dengan satu kali berdana bunga; dan ini bisa dianggap bahwa “kelahiran sebagai manusia tidaklah sulit tetapi mudah.” Kitab Apadana dan yang sejenisnya ditujukan kepada mereka yang sulit terlahir sebagai manusia karena kurangnya persyaratan yang diperlukan; Kitab Balanpandita dan sejenisnya ditujukan kepada mereka yang mungkin terlahir sebagai manusia dalam beberapa kelahiran hanya dengan berdana bunga; sulitnya menjadi bhikkhu juga harus dipahami dengan cara yang sama.
Sehubungan dengan kelahiran sebagai manusia, walaupun dapat dianggap (jika seseorang tidak merenungkan dalam-dalam) bahwa tidaklah sulit terlahir menjadi manusia jika melihat bahwa populasi manusia di dunia malah bertambah hari demi hari, harus dimengerti bahwa populasi makhluk-makhluk di empat alam sengsara adalah jauh lebih banyak daripada manusia; ditambah lagi di alam binatang terdapat tidak terhitung banyaknya spesies; jika kita hitung jumlah semut saja, jika dibandingkan dengan menusia, semut sudah pasti jauh lebih banyak. Membandingkan jumlah manusia dan jumlah makhluk di empat alam sengsara, jelas bahwa terlahir sebagai manusia adalah suatu hal yang sangat jarang terjadi.
Demikian pula, adalah sulit sekali bergabung dalam Saÿgha dalam masa kehidupan seorang Buddha di dunia. Mereka yang potensial untuk menjadi bhikkhu dalam masa kehidupan seorang Buddha, tidak hanya sekadar bhikkhu namun juga potensial mencapai kesucian Arahatta; oleh karena itu jumlahnya juga agak sedikit. Namun bukan berarti bahwa adalah mudah untuk menjadi bhikkhu hanya karena bertemu dengan seorang Buddha dalam sitausi yang mendukung
Dengan kata lain, mereka yang memiliki dua faktor berikut kemungkinan besar dapat menjadi bhikkhu: (1) “terlahir dalam masa adanya ajaran Buddha dan menjadi Buddh’uppàda dullabha” yang sangat jarang terjadi, dan (2) “Kehidupan sebagai manusia yang sangat jarang terjadi,” manusatta dullabha. Tidak mungkin menjadi bhikkhu pada masa tidak adanya ajaraan Buddha; juga tidak mungkin menjadi bhikkhu jika ia adalah dewa, sakka, brahmà atau makhluk di alam sengsara meskipun mereka terlahir dalam masa adanya ajaran Buddha. Dari dua faktor ini, terlahir dalam masa adanya ajaran Buddha yang disebut Buddh’uppàda Navama adalah lebih sulit terjadi. Hanya jika muncul seorang Buddha, maka terdapat ajaran Buddha; dan untuk munculnya seorang Buddha, membutuhkan waktu paling sedikit empat asaïkhyeyya dan seratus ribu kappa sejak diterimanya ramalan bahwa seseorang tersebut pasti akan menjadi Buddha, dan dalam waktu yang sangat lama tersebut ia harus dengan tekun memenuhi Kesempurnaan dengan empat jenis pengembangan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Ketika akhirnya muncul seorang Buddha, dan ajarannya berkembang luas, jika seseorang tidak terlahir sebagai manusia, atau jika terlahir sebagai manusia namun menghadapi rintangan, ia tidak akan dapat menjadi bhikkhu. Dengan pertimbangan ini, dapat dikatakan bahwa menjadi bhikkhu adalah lebih lebih jarang terjadi daripada mendengarkan ajaran-ajaran Buddha di dunia ini.
Mereka yang karena jasa-jasa kebajikannya memiliki dua faktor ini dapat menerima ajaran Buddha dan terlahir menjadi manusia, yang dua-duanya sulit dicapai, tidak akan menemui kesulitan dalam usahanya menjadi bhikkhu yang dikondisikan oleh kedua faktor ini. Meskipun sepertinya mudah menjadi bhikkhu melihat banyaknya Arahanta pada masa Buddha Dãpaïkarà yang memiliki dua faktor ini, yaitu terlahir pada masa yang terdapat ajaran Buddha dan terlahir sebagai manusia, namun sebenarnya sangatlah sulit untuk memiliki dua penyebab langsung yang mendukung untuk menjadi bhikkhu, oleh karena itu dikatakan, “Menjadi bhikkhu adalah sulit.”